ANALISIS NERACA ENERGI WILAYAH PERTANIAN
SITU GEDE, BOGOR
DWI OKTA PRIANDI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Neraca Energi Wilayah Pertanian Situ Gede, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
DWI OKTA PRIANDI. Analisis Neraca Energi Wilayah Pertanian Situ Gede, Bogor. Dibimbing oleh TANIA JUNE.
Tujuan dari penelitian ini adalah (i) mempelajari dinamika stabilitas atmosfer, (ii) menentukan fluks bahang terasa (Qh) dan bahang laten (Qe) wilayah pertanian Situ Gede, (iii) menentukan dan menganalisis neraca energi di wilayah pertanian Situ Gede, Bogor. Penelitian ini menggunakan data suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, lama penyinaran, dan curah hujan pada tahun 2011. Stabilitas atmosfer yang dianalisis terdiri dari kondisi netral, stabil, dan tidak stabil. Dalam kurun satu tahun kondisi stabil terjadi hanya sebesar 19.9% dari total data hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Kondisi atmosfer didominasi oleh kondisi netral mencapai 48.5%. Kondisi tidak stabil mencapai 31.5%. Pada wilayah pertanian Situ Gede didapatkan nilai rata-rata komponen Qe = 4.92 MJ m-2 day-1, Qh = 3.35 MJ m-2 day-1, dan Qg = 2.40 MJ m-2 day-1. Hal ini mengindikasikan bahwa energi yang diperlukan untuk memanaskan atmosfer, menguapkan air, dan memanaskan permukaan tanah relatif kecil sedangkan nilai radiasi netto rata-rata sebesar 12.78 MJ m-2 day-1 dengan storage 2.10MJ m-2 day-1. Hal ini menunjukkan potensi pemanfaatan energi oleh tumbuhan.
Kata kunci : stabilitas atmosfer, fluks bahang, neraca energi.
ABSTRACT
DWI OKTA PRIANDI. Analyses of Energy Balance on Agricultural Areas in Situ Gede, Bogor. Supervised by TANIA JUNE.
The purposes of this research are studying the dynamics of atmospheric stability, determining the heat flux (Qh) and latent heat (Qe), determining and analyzing the energy balance on agricultural areas in Situ Gede, Bogor. This research uses the data of temperature, humidity, wind speed, radiation, and rainfall in 2011. Atmospheric stability that is analyzed consists of neutral, stable and unstable conditions. For the year, the stable condition occurred only at 19.9% of the total of the data of the atmospheric stability. The atmospheric conditions that are dominated by neutral conditions reached 48.5%. Unstable conditions reached 31.5%. On the agricultural areas in Situ Gede Qe = 4.92 MJ m-2 day-1, Qh = 3.35 MJ m-2 day-1, and Qg = 2.40 MJ m-2 day-1. It indicates that the energy needed to heat the atmosphere, evaporate water, and heat the soil surface is relatively small while the average net radiation is 12.78 MJ m-2 day-1 and the storage is 2.10 MJ m
-2
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
ANALISIS NERACA ENERGI WILAYAH PERTANIAN
SITU GEDE, BOGOR
DWI OKTA PRIANDI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Neraca Energi Wilayah Pertanian Situ Gede, Bogor Nama : Dwi Okta Priandi
NIM : G24080025
Disetujui oleh
Dr Ir Tania June, M.Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Neraca Energi, dengan judul Analisis Neraca Energi Wilayah Pertanian Situ Gede, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Tania June, M.Sc. Di samping itu, penulis sampaikan kepada Badan Meteorologi dan Geofisika yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 1
Bahan 1
Alat 2
Prosedur Analisis Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Radiasi Netto 11
Stabilitas Atmosfer 12
Analisis Neraca Energi 14
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
RIWAYAT HIDUP 23
LAMPIRAN 17
DAFTAR TABEL
1 Hubungan antara suhu dengan tekanan uap jenuh 6
2 Presentase Stabilitas Atmosfer tahun 2011 12
3 Nilai Qe, Qh, dan Qg berdasarkan waktu pengukuran 13 4 Nilai komponen neraca energi di berbagai wliayah 13
DAFTAR GAMBAR
1 Curah hujan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun
2011 7
2 Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 8 3 Profil kecepatan angin pada stabilitas atmosfer netral, tidak stabil,
stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 8 4 Profil suhu udara bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga Bogor
pada tahun 2011 9
5 Profil suhu pada stabilitas atmosfer netral, tidak stabil, dan stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011. 9 6 Profil kelembaban relatif bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga,
Bogor pada tahun 2011 10
7 Profil intensitas radiasi di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor
pada tahun 2011 11
8 Profil Radiasi Netto dan Curah Hujan pada tahun 2011 12 9 Profil Qe, Qh, dan Qg rata-rata harian pada tahun 2011 14 10 Nilai rata-rata Qe, Qh, Qg, Rn, dan Storage tahun 2011 14 11 Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor 21 12 (a) Termometer bola kering dan termometer bola basah, (b) Gun
bellani integrator, (c) Sangkar cuaca, (d) Cup counter anemometer,(e) Penakar hujan tipe observatorium 22
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Radiasi netto di permukaan bumi merupakan energi hasil proses transmisi, pemantulan dan penyerapan radiasi gelombang panjang dan gelombang pendek melalui atmosfer sampai ke permukaan tanaman. Energi tersebut digunakan untuk memanaskan atmosfer (Qh), lapisan tanah (Qg), penguapan (Qe) serta proses
fotosintesis dan penyimpanan energi (keduanya diberi simbol S merupakan simpanan/storage) (Stull 1950; Arya 2001). Oke (1978) menyatakan bahwa nilai storage terdiri dari phsyical heat storage dan biochemical heat storage. Konsep tersebut disebut dengan konsep neraca energi (Energy Balance). Menurut Setiyani (1984), pemanfaatan energi matahari oleh tanaman untuk berfotosintesis sebesar 7 % dan selebihnya digunakan oleh makhluk hidup lainnya. Pada bidang pertanian neraca energi merupakan konsep yang penting digunakan untuk menentukan effisiensi energi dan menghitung jumlah aliran energi masuk dan keluar (Hetz 1992 dalam Romanelli 2004). Beberapa metode dapat digunakan untuk menentukan neraca energi, seperti metode Bowen Ratio, Eddy Coleration, Penman-Montieth, Priestley-Taylor, dan Gradien/Aerodinamik (Oke 1978; De Bruin et. al 1982; Verma et.al 1986; Todd et.al 1998 LU Longhua et.al 2003; Nur 2004; Rauf 2009). Pada penelitian ini menggunakan metode aerodinamik yang digunakan dalam penelitian Verma et.al 1986.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dinamika stabilitas atmosfer, menentukan fluks bahang terasa ( Qh ) dan bahang laten ( Qe ), menentukan dan menganalisis neraca energi di wilayah pertanian Situ Gede.
METODE
Bahan
2
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gun bellani integrator untuk radiasi matahari, ombrometer untuk curah hujan, termometer bola kering untuk suhu udara, cup counter anemometer untuk kecepatan angin, wind vane untuk arah angin, dan seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Prosedur Analisis Data Identifikasi Iklim Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Stasiun Klimatologi tersebut dikelilingi oleh lahan pertanian. Identifikasi iklim ditentukan dengan membuat profil iklim lokasi penelitian, seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Profil iklim tersebut dibuat dengan cara memplotkan data iklim terhadap waktu.
Kestabilan statis hanya mempertimbangkan buoyancy untuk mengGambarkan aliran kestabilan atmosfer dan mengabaikan gesekan dari kecepatan angin rata-rata. Kestabilan ini dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini:
Stabil jika dT/dz>0 Tidak stabil jika dT/dz<0
Stabilitas atmosfer dapat ditentukan dengan menggunakan bilangan Richardson (Ri) sebagai berikut (Oke 1978):
2Ta : suhu potensial rata-rata pada ketinggian reference za=(z1.z2)1/2. �2 : suhu pada ketinggian 10 meter (K)
Berdasarkan bilangan Richardson, stabilitas atmosfer dikelompokkan menjadi tiga yaitu stabil (Ri positif), tidak stabil (Ri negatif), dan netral (Ri ± 0,01).
Fluks Bahang Terasa (��), dan Bahang Laten (��)
3 dimana = T - d z ; g = percepatan gravitasi (9.8 ms-2), Ta = suhu
potensial (K) pada ketinggian z (subscript 1 dan 2 menunjukkan ketinggian), T = suhu udara (K), Ta = suhu udara rata-rata T1 dan T2, d = dry adiabatic lapse rate
(-0.00976 Km-1).
= �� pada �� < 0
= ��/(1-5��) pada 0 �� 0.1 = 0.2 pada �� > 0.1
Kemudian s dan m dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: s = m2 = (1−15)−1/2 untuk < 0
s = m = 1+5 untuk 0
Dengan menggunakan persamaan di atas, fluks bahang terasa dan fluks uap air kemudian dapat ditentukan dengan persamaan Qh dan ρa (Oke 1978; Arya
di mana Qh adalah fluks bahang terasa (J/s m2), k merupakan konstanta von karman (0.4), u adalah kecepatan angin (ms-1), z = ketinggian alat (m), d = zero plane displacement (m) di wilayah pertanian nilai d kurang dari 0.3, s merupakan
dimensionless gradient of ; m adalah dimensionless wind shear, a merupakan
kerapatan udara kering (kg m-3) dan Cp merupakan bahang spesifik udara kering
pada tekanan konstan (1004,2 JK-1kg-1). Kerapatan udara kering ditentukan dari persamaan:
Nilai d dapat ditentukan dari analisa profil angin atau dapat ditentukan d = 0.7 h (h adalah tinggi kanopi). Fluks bahang laten (LE) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Qe :
4 atmosfer (hPa), e adalah tekanan uap air (hPa), RH adalah kelembaban relatif (%), es merupakan tekanan uap air jenuh (hPa) dan T merupakan suhu udara (oC).
Tekanan atmosfer dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : P = 101.3 293−0.0065 z
z : ketinggian stasiun pengamatan di atas permukaan laut (m) Pendugaan Qgmenggunakan pendekatan nilai Qh (Stull 1988) :
Qg=0.3 Qh Konversi 1 J/s m2 = 0.0864 MJ/ m2 day-1. Analisa Neraca Energi
Penentuan radiasi netto (Rn) pada permukaan tanah (Allen et al. 1998) : Rn = Rns – Rnl
Keterangan :
Rn : radiasi netto (MJm-2day-1)
Rns:radiasi gelombang pendek(MJm-2day-1) Rnl : radiasi gelombang panjang(MJm-2day-1)
Radiasi netto gelombang pendek dan gelombang panjang pada permukaan tanaman dapat menggunakan persamaan berikut:
Rns = (1 –α) Rs α : albedo atau koefisien pantulan radiasi tajuk yang bernilai 0.23
5 Rs/Rso : radiasi gelombang pendek relatif (≤1.0)
Rs : radiasi bruto gelombang pendek matahari (MJm-2day-1)
Rso : radiasi bruto matahari saat kondisi cerah, tidak ada penutupan awan (MJm-2day-1)
Penentuan radiasi bruto matahari dapat menggunakan rumus berikut : Rs = as+ bs
n N Ra Rso = (0.75 + 2×10-5z) Ra Keterangan :
Rs : radiasi bruto gelombang pendek matahari (MJm-2day-1) � : 0.25
Penentuan radiasi ekstraterestrial dapat menggunakan persamaan berikut : Ra=24 (60)
π Gsc dr [ωs sin φ sin δ +cos(φ) cos(δ) sin(ωs)]
Parameter-parameter yang digunakan dalam menghitung radiasi matahari ekstraterestrial menggunakan beberapa persamaan berikut :
dr= 1 + 0.033 cos 2π
dr : jarak relatif antara bumi dan matahari J : julian date
δ : sudut deklinasi matahari ωs : sudut datang matahari (rad)
φ : letak lintang (rad). Jika berada pada lintang utara bernilai positif, jika berada pada selatan maka nilainya negatif (rad)
6
Suhu titik embun (Tdew) dicari menggunakan Tabel .1
Berdasarkan hubungan suhu dengan tekanan uap air jenuh akan didapatkan persamaan eksponensial y =ex , di mana y adalah tekanan uap air jenuh dan x adalah suhu rata-rata. Selanjutnya dari kedua hubungan tadi akan didapatkan persamaan logaritmik y=ax+b, persamaan tersebut digunakan untuk menentukan suhu titik embun dengan y adalah suhu titik embun dan x adalah tekanan uap air jenuh.
Secara keseluruhan komponen-komponen yang dan diukur dapat dibandingkan sebagai berikut :
RnS – RnL = Qh +Qe + Qg + Storage Tabel 1 Hubungan antara suhu dengan
tekanan uap jenuh
Suhu (oC) Tekanan uap air jenuh (mb)
18 21
21 25
24 29.6
27 35
29 41
32 48.1
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah Hujan
Curah hujan relatif beragam karena empat pola cuaca yang berbeda. Bogor merupakan tipe lokal karena hanya memiliki satu puncak maksimum. Penyebaran curah hujan tidak seragam dan tidak terstruktur dikarenakan kecilnya unsur-unsur konveksi di sistem awan, efek orografis, efek kestabilan atmosfer, dan kondisi angin (WMO 1994).
Penentuan tersebut didasarkan pada ketentuan BMKG (2012) periode basah ditandai dengan curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian sebesar 50 mm atau lebih yang diikuti oleh dasarian berikutnya, atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Sebaliknya, pada periode kering ditandai dengan curah hujan yang terjadi kurang dari 50 mm dalam satu dasarian atau kurang dari 150 mm dalam satu bulan. Kisaran curah hujan per bulan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah 77- 458 mm.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat pada periode basah terjadi pada dasarian 1 dan 2 bulan Januari, dasarian bulan April hingga dasarian 2 bulan Juli dan terjadi pada dasarian 2 bulan Oktober hingga bulan Desember sedangkan periode kering terjadi pada dasarian 3 bulan Januari hingga bulan Maret dan berlanjut bulan Juli dasarian 3 hingga bulan Oktober dasarian 1. Hal ini menjelaskan bahwa selama tahun 2011 daerah Situ Gede mengalami periode basah sebanyak 7 bulan dan periode kering 5 bulan.
Secara umum nilai curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yang mencapai 300 mm sedangkan curah hujan terendah pada bulan Agustus mencapai 4 mm.
8
Profil kecepatan angin
Kecepatan angin merupakan salah satu unsur yang diamati di Stasiun Pengamatan Klimatologi Klas 1 yang terdiri atas 3 ketinggian. Profil angin bulanan (Gambar 2) menunjukkan bahwa kecepatan angin terbesar terjadi di ketinggian 10 meter dibandingkan dengan kecepatan angin pada ketinggian 7 meter dan 4 meter. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dari permukaan, maka kecepatan angin semakin tinggi. Secara matematis dapat dikatakan bahwa kecepatan angin meningkat secara eksponensial terhadap ketinggian. Kekasapan permukaan menjadi faktor utamanya. Permukaan yang kasar akan mengakibatkan kecepatan angin kecil karena semakin dekat dengan permukan kekasapan semakin tinggi.
Kecepatan angin bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah terjadi pada bulan Maret. Secara umum, kecepatan angin bulanan yang terjadi pada tahun 2011 bersifat statis. Profil kecepatan angin dari masing-masing ketinggian memiliki pola yang sama. Selama tahun 2011 kecepatan angin berada dalam selang 2,8 m/s hingga 6 m/s.
Gambar 3 menunjukkan profil kecepatan angin pada kondisi netral, tidak stabil, dan stabil. Hal ini menerangkan kecepatan angin akan meningkat seiring bertambahnya ketinggian. Kecepatan angin diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil penelitian pada kondisi tidak stabil (siang hari) cenderung
Gambar 2 Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011
0.0
Ketinggian 4 m Ketinggian 7 m Ketinggian 10 m
Gambar 3 Profil kecepatan angin pada stabilitas atmosfer netral, tidak stabil, stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011
9 memiliki kecepatan angin yang lebih besar daripada kondisi netral dan stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari. Pada siang hari intensitas radiasi matahari akan mempengaruhi peningkatan suhu udara sehingga terjadi peningkatan kecepatan angin di permukaan. Gambar 3 sesuai dengan terori yang dikemukakan oleh Stull (1950), pada kondisi netral profil kecepatan angin membentuk garis lurus. Pada kondisi tidak stabil akan membentuk pola lengkung ke atas sedangkan pada kondisi stabil membentuk pola lengkung ke bawah.
Profil Suhu Udara
Suhu udara rata-rata bulanan yang terukur di stasiun Klimatologi Situ Gede berada dalam interval 25 °C hingga 26.5 °C. Hal ini menunjukkan suhu udara tersebut normal karena termasuk dalam suhu udara tropis. Suhu udara rata-rata bulanan dari masing-masing ketinggian tersebut memiliki pola yang sama tiap
bulannya. Terlihat pada Gambar 4 bahwa suhu rata-rata bulan pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian 4 meter dan 10 meter. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa suhu udara dipengaruhi adanya mixing dan turbulensi di ketinggian tersebut sehingga perbedaan nilai suhu tidak terlalu jauh.
Suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober yang termasuk periode kering, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan Januari. Kondisi perubahan suhu rata-rata permukaan dipengaruhi oleh intensitas matahari.
Gambar 4 Profil suhu udara bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga Bogor pada tahun 2011
Ketinggian 4 m ketinggian 7 m ketinggian 10 m
Gambar 5 Profil suhu pada stabilitas atmosfer netral, tidak stabil, dan stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.
10
Suhu udara akan mengalami flukutasi dari waktu ke waktu. Pada pagi hari profil suhu tidak memiliki gradien, siang hari profil suhu membentuk pola lapse rate, kondisi sore membentuk pola inversi. Pola lapse rate menunjukan suhu menurun seiring bertambahnya ketinggian dengan gradien suhu bernilai negatif. Pola inversi, yaitu suhu meningkat seiring bertambahnya ketinggian dengan gradien suhu bernilai positif.
Profil Kelembaban Relatif
Profil kelembaban relatif (RH) menunjukkan bahwa nilai RH tidak terjadi perubahan yang signifikan dari ketiga ketinggian. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh turbulensi pada permukaan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan pertukaran massa udara dan uap air di tiga ketinggian tersebut. Sepanjang tahun 2011 dari ketiga ketinggian membentuk pola yang sama. Kelembaban relatif rata-rata pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif pada ketinggian 4 meter dan 10 meter (Gambar 6). Pengaruh transfer uap air menjadi faktor yang menyebabkan nilai kelembaban relatif tinggi pada ketinggian 7 meter. Hal ini dipengaruhi oleh adanya transfer uap air yang besar pada lapisan atmosfer di ketinggian 7 meter sehingga menyebabkan kapasitas uap air menurun. Penurunan kapasitas uap air udara menyebabkan rendahnya tekanan uap air sehingga kelembaban relatif cenderung lebih tinggi.
Kelembaban relatif bulanan pada Januari hingga April cukup tinggi kemudian menurun pada bulan Juni sampai Agustus dengan selang 65% - 75%. Pada bulan September hingga Desember RH bulanan kembali meningkat. Pada periode kering nilai kelembaban udara cendrung lebih rendah dibandingkan kelembaban pada periode basah. Hal ini karena pada periode kering radiasi matahari yang diterima akan semakin besar dan nilai suhu menjadi lebih tinggi sehingga udara mengembang dan kapasitas uap air meningkat yang menyebabkan tekanan uap air jenuh meningkat dan kelembaban cendrung rendah. Kelembaban udara terbesar berada pada bulan Desember sebesar 81% sedangkan kelembaban udara terkecil berada pada bulan Agustus yakni 68%. Hal ini sesuai dengan Allen 1998 menyatakan variasi nilai kelembaban relatif adalah fakta hasil dari tekanan uap jenuh yang ditentukan suhu udara. Suhu udara berubah sepanjang hari, secara subtansi kelembaban relatif pun berubah.
Gambar 6 Profil kelembaban relatif bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011
11 Intensitas Radiasi
Wilayah Situ Gede, Darmaga merupakan wilayah dengan ketinggian 207 meter di atas permukaan laut dan di kelilingi oleh pegunungan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi intensitas radiasi matahari. Hal ini dikarenakan radiasi matahari oleh kondisi keawanan dan terhalang lereng gunung sehingga intensitas
yang diterima sedikit. Semakin tinggi suatu daerah maka intensitas radiasi semakin rendah.
Data intensitas radiasi (Gambar 7) tersebut menunjukkan adanya perubahan nilai intensitas radiasi tetapi tidak begitu signifikan. Intensitas radiasi terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan Agustus. Bulan Januari merupakan periode basah dengan kondisi curah hujan lebih tinggi dari bulan lainnya, sedangkan bulan Agustus termasuk periode kering. Kondisi keawanan mempengaruhi nilai intensitas radiasi yang diterima oleh permukaan. Pada periode basah sering kali terjadi pentupan awan, sehingga penyerapan radiasi matahari oleh permukaan bumi lebih sedikit dibandingkan penyerapan radiasi oleh awan. Sebaliknya pada periode kering jarang terjadi penutupan awan tebal sehingga penyerapan radiasi oleh permukaan bumi lebih besar daripada penyerapan oleh permukaan awan. Selain itu, letak geofrafis wilayah Situ Gede yang terletak di dataran tinggi dan dikelilingi perbukitan mempengaruhi intensitas radiasi matahari yang diterima. Hal ini karena radiasi yang datang terhalang oleh perbukitan sehingga intensitas radiasi rendah.
Radiasi Netto
Radiasi netto merupakan selisih antara radiasi gelombang pendek dengan radiasi gelombang panjang (Allen et al. 1998). Penentuan radiasi netto menggunakan pendekatan data lama penyinaran dan suhu maksimum serta minimum berasal dari data iklim. Pada Gambar 8 profil radiasi sepanjang tahun 2011 mengalami kondisi fluktuatif baik periode kering maupun basah. Kondisi tersebut dipengaruhi penutupan awan. Radiasi yang diterima pada kondisi penutupan awan tinggi akan menyebabkan suhu permukaan rendah dan nilai lama
12
penyinaran rendah. Sedangkan ketika penutupan awan rendah maka suhu permukaan tinggi dan nilai lama penyinaran tinggi.
Pada penentuan Rn menggunakan metode Penman-Monteith. Hal ini dikarena pada persamaan tersebut menggunakan pendekatan beberapa data iklim seperti data lintang, lama penyinaraan, dan suhu maksimum serta minimum. Profil Rn pada Gambar 8 merupakan hasil perhitungan metode tersebut. Nilai Rn tertinggi terjadi pada periode kering tepatnya pada dasarian ke-3 bulan Agustus sebesar 15.53 MJ m-2 day-1. Hal ini diperkuat dengan kondisi curah hujan yang rendah. Sedangkan nilai Rn paling rendah terjadi pada dasarian ke-3 bulan Maret sebesar 9.07 MJ m-2 day-1dengan tingkat curah hujan yang relatif tinggi.
Stabilitas Atmosfer
Kondisi kestabilan pada atmosfer ditentukan secara dinamis. Stablitas atmosfer ditentukan dengan Richardson Number (Ri) melalui pendekatan gradien suhu dan kecepatan angin (Oke 1978). Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan stabilitas atmosfer, yaitu netral, stabil, dan tidak stabil. Stabilitas atmosfer stabil terjadi dengan tingkat kejadian yang rendah, yaitu hanya sebesar 19,9% dari total data hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Dalam kurun satu tahun kondisi atmosfer didominasi oleh kondisi netral mencapai 48.5%. kondisi tidak stabil mencapai 31.56% (Tabel 2).
Berdasarkan Tabel 3 Secara umum nilai fluks bahang laten (Qe), fluks bahang terasa (Qh), dan fluks bahang tanah (Qg) pada pukul 07.00 WS paling kecil dibandingkan dengan yang lain. Pada pukul 14.00 WS nilai fluks meningkat dan nilai kembali menurun pada pukul 18.00 WS. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh gradien suhu dan kecepatan angin. Allen et al (1998) menyatakan bahwa suhu permukaan akan mencapai nilai tertinggi pada pukul 12.00 WS hingga 15.00 WS. Pada pukul 07.00 WS merupakan waktu awal penerimaan radiasi, pukul Tabel 2 Presentase Stabilitas Atmosfer tahun 2011
Presentase dalam setahun (%) Tidak stabil 31.56
Netral 48.53
Stabil 19.91
13
14.00 WS masih dalam waktu puncak penerimaan radiasi, dan waktu akhir penerimaan energi terjadi pukul 18.00 WS.
Pada kondisi tersebut terdapat nilai negatif. Wohlfahrt et al. (2010) dalam Suciatiningsih (2013) menyatakan bahwa pada metode aerodinamik nilai negatif menunjukkan transfer bahang ke luar dari permukaan, sedangkan nilai positif menunjukkan transfer bahang masuk ke permukaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, transfer bahang ke luar dari permukaan pada stabilitas atmosfer tidak stabil, sedangkan transfer bahang masuk ke dalam permukaan pada stabilitas atmosfer stabil. Oke (1987) menyatakan bahwa fluks bahang dipengaruhi suhu yang terjadi di permukaan. Setelah matahari terbit suhu mulai meningkat hingga puncaknya pada siang hari dan kembali menurun pada sore hari. Fluks bahang laten tidak hanya tergantung pada kondisi suhu dan ketersediaan uap air tetapi juga tergantung pada ketersediaan energi untuk mengubahnya, gradien konsentrasi uap, dan kondisi turbulensi atmosfer untuk membawa uap.
Nilai Qe (bahang laten) ditentukan melalui pendekatan gradien nilai RH dan kecepatan angin. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah energi yang diperlukan untuk menguapkan air sedangkan nilai Qh melalui pendekatan perbedaan suhu dan kecepatan angin. Berbeda dengan Qe dan Qh, pada penentuan Qg melalui pendekatan nilai Qh. Hal ini digunakan kerena data suhu tanah tidak tersedia sehingga memakai metode yang sudah digunakan oleh Stull (1988).
Berdasarkan Gambar 9, secara umum fluks bahang laten lebih tinggi daripada fluks bahang terasa dan fluks bahang tanah. Menurut penelitian Nur 2004, Rauf 2009 bahwa nilai fluks bahang laten lebih besar dari pada fluks terasa dan tanah. Hal ini menunjukkan adanya pemindahan massa air ke atmosfer yang lebih besar. Pada Gambar 10 menunjukkan nilai fluks yang bervariasi selama sepanjang tahun 2011. Secara umum ketiga fluks tersebut memiliki pola yang sama, yaitu pada awal tahun memiliki nilai yang tinggi kemudian menurun pada tengah tahun dan di akhir tahun meningkat kembali.
Tabel 3 Nilai Qe, Qh, dan Qg berdasarkan waktu pengukuran
Tabel 4 Nilai komponen neraca energi di berbagai wliayah Wilayah kajian Qe
14
Analisis Neraca Energi
Neraca energi ditentukan dengan persamaan (Verma et al 1986): Rn =Qh +Qe +Qg + Storage
Radiasi netto ditentukan dengan menggunakan metode Penman-Monteith dan nilai fluks bahang ditentukan dengan metode aerodinamik. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
15 Pada penelitian ini nilai storage ditentukan dari selisih Rn dan jumlah Qe, Qh, dan Qg. Nilai storage merupakan hasil perbedaan nilai fluks keluar dan fluks masuk yang berasal dari kombinasi nilai Rn, Qe, Qh, dan Qg (Oke 1987; Arya 2001). Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan Gambar 9 wilayah pertanian situ gede didapatkan komponen Qe = 4.92 MJ m-2 day-1, Qh = 3.35 MJ m-2 day-1, dan Qg, = 2.40 MJ m-2 day-1. Hal ini mengindikasikan bahwa energi yang diperlukan untuk memanaskan atmosfer, menguapkan air, dan memanaskan permukaan tanah relatif kecil. Berdasarkan hasil perhitungan data selama satu tahun wilayah pertanian situ gede memperoleh nilai radiasi netto rata-rata sebesar 12.78 MJ m-2 day-1dengan storage 2.10 MJ m-2 day-1. Arya 2001 menyatakan
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan stabilitas atmosfer, yaitu netral, stabil, dan tidak stabil. Pada kondisi netral profil suhu udara membentuk pola garis lurus, kondisi tidak stabil membentuk pola lapse rate, dan kondisi stabil membentuk pola inversi. Profil kecepatan angin pada kondisi netral membentuk pola garis lurus, kondisi tidak stabil membentuk pola lengkung ke atas, dan kondisi stabil membentuk pola lengkung ke bawah. Stabilitas atmosfer stabil terjadi dengan tingkat kejadian yang rendah, yaitu hanya sebesar 19,9% dari total data hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Dalam kurun satu tahun kondisi atmosfer didominasi oleh kondisi netral mencapai 48.5%. kondisi tidak stabil mencapai 31.56%.
Pada wilayah pertanian situ gede didapatkan nilai rata- rata Qe = 4.92 MJ m-2 day-1, Qh = 3.35 MJ m-2 day-1, dan Qg = 2.40 MJ m-2 day-1. Hal ini mengindikasikan bahwa energi yang diperlukan untuk memanaskan atmosfer, menguapkan air, dan memanaskan permukaan tanah cukup kecil sedangkan nilai radiasi netto rata-rata sebesar 12.78MJ m-2 day-1 dengan storage 2.10MJ m-2 day-1. Hal ini menunjukkan potensi pemanfaatan energi oleh tumbuhan.
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Allen RG, Pereira LS, & Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration. Guidelines Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper 56. Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology. Ed ke-2. San Diego: Academic
Pr.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Prakiraan Musim Hujan 2012/2013 di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
De Bruin HAR, Hostlag AAM. 1982. A Simple Parameterization of the Surface Fluxes of Sensible and Latent Heat During Daytime Compared with Penman-Monteith Concept. American Meteorogical Society vol. 21.
June T. 2012. Praktikum Mikrometeorologi : Pengukuran Profil Iklim Mikro, Fluks Momentum, Fluks Bahang dan Fluks Uap Air dari Permukaan Kanopi Tanaman. Departemen Geofisika Meteorologi IPB. Tidak dipublikasikan. Longhua LU, Yanjie C, Lingen B, Changgui LU, Guoan D. 2003. A Study Of The
Turbulence Fluxes Transfer Of CO2, Sensible Heat And Latent Heat for The
Surface Layer Over The Typical Rice Field, Yangtdz Delta. Chinese Journal Of Geophysics vol.46, no.6.
Nur MS. 2004. Neraca Energi dan Air di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oke TR. 1978. Boundary Layer Climates. London: Methuen & Co Ltd.
Pusmahasib. 2002. Perhitungan Neraca Energi dan Air pada Tanaman Padi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harjadi S S. 1984. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID) : Gramedia.
Suciatiningsih F. 2013. Karakteristik Kekasapan Permukaan Wilayah Pertanian. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Stull RB. 2000. Meteorology for Scientists and Engineers. USA (US): Brooks/Cole.
Stull RB. 1950. An Introduction to Boundary Layer Meteorology. London: Kluwer Academic.
Rauf A. 2009. Intersepsi Hujan dan Pengaruhnya terhadap Pemindahan energi dan Massa pada Hutan Tropika Basah Studi Kasus Taman Nasional Lore Lindu. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Romanelli T L & Milan M. 2004. Energy balance methodology and modeling of Supplementary forage production. Proceedings of IV Biennial International Workshop “Advances in Energy Studies”. Unicamp, Campinas, SP, Brazil Pages 315-321.
Todd RW, Evett SR, Howell TA. 1998. Latent Heat Flux Of Irrigated Alfalfa Measured by Weighing Lysimeter and Bowen Ratio-Energy Balance. ASAE No. 982119.
Verma SB, Baldocchi D.D, Andreson .D, Matt D.R, Clement R.J. 1986. Eddy Fluxes Of Co,, Water Vapor, And Sensible Heat Over A Deciduous Forest*. Boundary-Layer Meteorology 36 ( 1986) 7 l-91.
17 Lampiran 1 Curah Hujan dasarian wilayah Situ Gede, Bogor pada tahun 2011
18
Lampiran 2 Data suhu, kelembaban relatif, dan kecepatan angin tahun 2011
Bulan
19 Lampiran 3 Intensitas Radiasi Matahari Wilayah Situ Gede, Bogor tahun 2011
Bulan Intensitas Radiasi (MJ m-2 bulan-1)
Januari 300
Februari 324
Maret 363
April 398
Mei 389
Juni 385
Juli 409
Agustus 463
September 459
Oktober 438
Nopember 373
20
Lampiran 4 Radiasi Netto Wilayah Situ Gede, Bogor tahun 2011 Bulan Dasarian Radiasi Netto
21 Lampiran 5 Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor
22
Lampiran 6 Alat-alat pengukur unsur cuaca
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 12 (a) Termometer bola kering dan termometer bola basah, (b) Gun bellani integrator, (c) Sangkar cuaca, (d) Cup counter anemometer,(e)
23