• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

CIKAPUNDUNG, DI KELURAHAN DAGO, BANDUNG

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE. Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung. Dibimbing oleh SUMARDJO

Partisipasi masyarakat pada kegiatan pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago merupakan suatu usaha masyarakat dalam menjaga dan melestarikan DAS. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Dago terhadap kegiatan pengelolaan DAS Cikapundung, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap pengelolaan DAS, serta hubungan sikap pengelolaan DAS dengan tingkat partisipasi masyarakat. Data dianalisis menggunakan uji korelasi peringkat Spearman dan pangkat kuadrat. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Dago tergolong cukup baik. Kecenderungan sikap masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan DAS di Kelurahan Dago merupakan komponen utama untuk mendorong masyarakat agar mau berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS.

Kata kunci: partisipasi, perilaku masyarakat

ABSTRACT

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE. Community Participation in Cikapundung Watershed Management Activities, in Dago Village, Bandung. Supervised by SUMARDJO

Community participation in Cikapundung watershed management activities in Dago Village is the effort of community in maintaining and preserving the watershed. This study aims to determine the level of community participation in Dago Village on Cikapundung watershed management activities, and the factors related to the attitude of watershed management, watershed management and attitude relationship with the level of community participation. Data were analyzed using Rank spearman correlation test and the Chi-square function. This research suggests that the level of community participation in Dago Village appertain passably. The tendency of people's attitudes towards watershed management activities in Dago Village is a major component to encourage the participate in watershed management activities.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

CIKAPUNDUNG, DI KELURAHAN DAGO, BANDUNG

LOURENZA R. RADJABAYCOLLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung.

Nama : Lourenza R. Radjabaycolle NIM : I34090143

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan setia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung, di Kelurahan Dago, Bandung” dapat diselesaikan dengan baik. Pada kegiatannya, apabila kita melihat dengan rinci maka kita akan mengetahui bagaimana peran masyarakat khususnya masyarakat di Kelurahan Dago dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sumardjo, MS, yang selama ini telah membimbing penulis dalam penulisan skripsi dari awal sampai selesai. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah tercinta, Marthen J. Radjabaycolle dan ibu tercinta, Mathelda Kansil, serta kakak adik tercinta, Helena, Bastian, Samson dan Febrian yang selalu memberikan dukungan melalui doa dan kasih sayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Lila, Melisa Ansela, Tanti, Sondang, Vici dan teman-teman SKPM 46 yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman diaspora yang selalu mendukung penulis dalam doa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bertujuan untuk melengkapi penulisan skripsi ini sangat diharapkan sehingga bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 3

Konsep Perilaku dan Sikap 4

Konsep Proses Sosial dan Interaksi Sosial 5

Konsep Partisipasi 6

1. Pengertian Partisipasi 6

2. Tipologi Partisipasi 7

3. Faktor Internal 9

4. Faktor Eksternal 10

Kerangka Berpikir 11

Hipotesis Penelitian 11

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 12

METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Teknik Pengumpulan Data 14

Teknik Pengambilan Sampel 14

Teknik Pengolahan Data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Gambaran Umum Kelurahan Dago 17

Gambaran Umum Sungai Cikapundung 19

Deskripsi Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago 19

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Intensitas Sikap Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago 21

Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kelurahan Dago terhadap Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung 33 Analisis Hubungan Intensitas Sikap Masyarakat dengan Tingkat

(11)

Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago 37

Pengembangan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung di Kelurahan Dago 37

SIMPULAN DAN SARAN 40

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 46

(12)

DAFTAR TABEL

1 Tipe Partisipasi Masyarakat 7

2 Derajat Partisipasi dan Karakteristiknya 8 3 Penggunaan dan Luas Areal Tanah di Kelurahan Dago Tahun 2012 17 4 Data Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013 18 5 Data Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kelurahan

Dago, Tahun 2012 18

6 Data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kelurahan Dago,

Tahun 2013 19

7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Kelurahan Dago

Tahun 2013 21

8 Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Dago

Tahun 2013 22

9 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Kelurahan

Dago, Tahun 2013 23

10 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

di Kelurahan Dago, Tahun 2013 23

11 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang Peran Tokoh Masyarakat dalam Menghimbau Masyarakat Sekitar

di Kelurahan Dago , Tahun 2013 24

12 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang Dukungan Masyarakat Sekitar terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS

di Kelurahan Dago, Tahun 2013 25

13 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang Tingkat Ketersediaan Fasilitas Pengelolaan DAS di Kelurahan Dago,

Tahun 2013 26

14 Distribusi Responden Menurut Pernyataan Responden tentang Sumber Informasi Masyarakat tentang Kegiatan Pengelolaan DAS di Kelurahan

Dago, Tahun 2013 26

15 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Responden

di Kelurahan Dago, Tahun 2013 27 16 Distribusi Responden Menurut Kecenderungan Sikap Responden

di Kelurahan Dago, Tahun 2013 28 17 Distribusi Responden Menurut Kecenderungan Bertindak Responden

di Kelurahan Dago, Tahun 2013 29 18 Hubungan Faktor Internal dengan Intensitas Perilaku

Pengelolaan DAS 31

19 Hubungan Faktor Eksternal dengan Intensitas Perilaku

Pengelolaan DAS 32

(13)

Perencanaan Kegiatan Pengelolaan DAS di Bantaran Sungai

Cikapundung, Tahun 2013 33

21 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago, Tahun

2013 34

22 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di

Kelurahan Dago, Tahun 2013 35

23 Distribusi Responden Menurut Tingkat Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago,

Tahun 2013 35

24 Hubungan Intensitas Perilaku Pengelolaan DAS dengan Partisipasi

Masyarakat Sekitar terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap

Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 11 2 Metode Pengambilan Responden di Kelurahan Dago, Bandung 15

3 Pengembangan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan

Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar Responden 46

2 Peta Lokasi Penelitian 48

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi beberapa daerah aliran sungai (DAS) telah dinilai sangat memprihatinkan, sehingga sangat dibutuhkan pengelolaan DAS untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutannya. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009 menyebutkan bahwa sebesar 108 DAS dalam kondisi kritis yang memerlukan prioritas penanganan (Litbang 2010). Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas darat. Definisi ini menunjukan adanya keterkaitan yang saling mempengaruhi antar kawasan yang berada di bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang menyatakan bahwa pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnnya masing-masing. Hal ini sangat mempengaruhi ketidaksepadanan pengelolaan karena setiap wilayah administrasi berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Efek dari pembangunan tersebut menghasilkan dampak negatif terhadap wilayah administrasi lainnya, khususnya untuk kawasan hilir sungai. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas pengelolaan DAS antar wilayah administrasi dan peran penting Stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) dalam pengambilan keputusan yang lebih mengutamakan keberlanjutan.

Menurut Tampubolon (2007), permasalahan lingkungan hidup disebabkan oleh adanya ketidakharmonisan antara aktivitas ekonomi dengan eksistensi dan terbatasnya kapasitas sumberdaya alam dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan di segala sektor yang tinggi sehingga menyebabkan menurunnya daya dukung wilayah. Terutama perubahan tata guna lahan dan konversi hutan (land use change and forestry). Kerusakan ekosistem DAS terutama disebabkan oleh aktivitas manusia, untuk itu perbaikan terhadap kerusakan lingkungan DAS sangat bergantung pula pada aktivitas manusia yang sebenarnya dapat diatur melalui swadaya masyarakat yang sadar akan pentingnya aksi penyelamatan DAS.

(15)

komunitas yang peduli terhadap Cikapundung dan mengajak masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk penyelamatan DAS.

Perumusan Masalah

Partisipasi masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan DAS. Untuk itu, partisipasi yang terdapat pada masyarakat di Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat sangat penting untuk dikaji, maka pertanyaan khusus yang diteliti adalah:

(1) Sejauh mana tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat, dalam kegiatan pengelolaan DAS?

(2) Bagaimana hubungan antara intensitas perilaku masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Dago?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Menganalisis tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat Kelurahan Dago, Bandung, Jawa Barat dalam kegiatan pengelolaan DAS.

(2) Menganalisis hubungan antara intensitas perilaku masyarakat dengan tingkat partisipasinya dalam kegiatan pengelolaan DAS di Kelurahan Dago.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung, Kelurahan Dago, Bandung. Penelitian ini, penulis ingin sumbangkan beberapa hal kepada berbagai pihak, yaitu:

(1) Akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS.

(2) Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dampak positif bagi masyarakat, mengenai fenomena yang ada di DAS dalam usaha menjaga keberlanjutan DAS.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS, untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan pengelolaan sumberdaya alam yang terjadi merupakan sebagian permasalahan dari kelembagaan (Kurniyanto 2011). Pengelolaan air baik secara implisit maupun eksplisit didasarkan prinsip, aturan dan prosedur dalam pengambilan keputusan yang memungkinkan adanya keterkaitan harapan antar aktor yang terlibat (Bakker 2009). Menurut Nuddin (2007), pengelolaan sumberdaya alam DAS adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

White (1992) dalam Kurniyanto (2011) menyebutkan kecenderungan para pakar menyimpulkan bahwa berbagai kegagalan yang terjadi dalam hal pengelolaan DAS di negara-negara sedang berkembang bersumber dari dominasi pandangan engineering. Pandangan ini lebih memusatkan kepada pendekatan konvensional yang perhatiannya lebih memusatkan kepada aspek fisik saja dari pada aspek sosial dan kelembagaan. Kelestarian DAS sangat ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi, dan tingkat pengelolaan yang sangat berkaitan erat dengan pengaturan kelembagaan (Sirang 2011). Menurut Kerr, John (2007) dalam Damayanti (2010) menyatakan, bahwa DAS adalah sekumpulan sumberdaya, yaitu sebuah area dengan hubungan hidrologis yang terkoordinasi dan memerlukan pengelolaan penggunaan sumberdaya alam yang optimal oleh semua pihak yang terlibat dalam penggunaannya, termasuk hutan, padang rumput, lahan pertanian, air permukaan, dan air tanah.

Pengelolaan DAS dalam konteks yang lebih luas dapat dipandang sebagai suatu sistem sumberdaya (ekologis), satuan pengembangan sosial ekonomi dan satuan pengaturan tata ruang wilayah yang menyiratkan keterpaduan dan keseimbangan antara prinsip produktifitas dan konservasi sumberdaya alam (Damayanti 2010). Tujuan pengelolaan DAS secara biofisik berdasarkan Kartodihardjo et al. (2004) antara lain: (1) Terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari; (2) Tercapainya keseimbangan yang ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; (3) Terjaminnya jumlah kualitas air yang baik sepanjang tahun; (4) Terkendalinya aliran permukaan air dan banjir; (5) Terkendalinya erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.

(17)

Indonesia belum memiliki peranan yang kuat terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam DAS. Pengembangan kelembagaan masih bersifat keproyekan, sehingga intervensi penguatan institusi hanya berjalan selama proyek masih ada”. Hal ini menunjukkan, bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS sangat penting dalam penguatan institusi dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS.

Konsep Perilaku dan Sikap

Rakhmat (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia terdiri dari dua faktor, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Jadi, tidak semua perilaku manusia didorong oleh pengaruh lingkungan atau situasi saja melainkan oleh pengaruh biologis. Manusia merupakan makhluk sosial, dari proses sosial manusia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu: komponen afektif, kognitif dan komponen konatif. Selain itu, sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat berupa struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia.

Menurut Ahmadi (2009) menyatakan, bahwa sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Menurut Travers at al. (1977) dalam Ahmadi (2009) menyatakan, bahwa sikap melibatkan tiga komponen, yaitu (1) komponen kognitif adalah pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan atas informasi yang diterima, yang berhubungan dengan objek, (2) komponen afektif adalah komponen yang menunjukkan dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek, dan (3) komponen konatif adalah kecenderungan untuk bertindak sesuatu terhadap objek.

Rosenberg dan Hovland (1960) dalam Amzu (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan bertindak, kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal dalam masyarakat, menunjukkan bentuk, arah dan sifat yang merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus, yang terdiri atas komponen kognitif, afektif dan behavioral. Komponen kognitif adalah berupa rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen afektif cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih, atau tidak suka pada suatu stimulus yang merangsang untuk berbuat atau bertindak, dan komponen behavioral adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.

(18)

Konsep Proses Sosial dan Interaksi Sosial

Soekanto (1990) mengemukakan, bahwa proses sosial merupakan interaksi sosial, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya akivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial berlangsung dengan seimbang, dengan terjadinya saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak. Interaksi sosial, dengan demikian hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Shibutani (1986) dalam Soekanto (1990), menyatakan bahwa semua kegiatan-kegiatan manusia didasarkan pada gotong-royong. Menurut Setiadi dan Kolip (2011) mengemukakan, bahwa proses sosial merupakan cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan apabila terjadi perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi (communication) (Bungin 2009).

Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990) menyatakan, bahwa ada dua golongan proses sosial, yaitu:

(1) Proses asosiatif merupakan suatu proses yang terjadi saling pengertian pengertian dan kerjasama timbal balik antara orang per orang atau kelompok satu dengan lainnya, yang menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan bersama. Bentuk-bentuk proses asosiatif terdiri dari kerjasama (coorperation), akomodasi (accommodation) dan asimilasi.

(2) Proses disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam proses sosial di antara masyarakat. Bentuk-bentuk proses disosiatif terdiri dari persaingan (competition), kontroversi (controvertion), dan konflik (conflict).

(19)

Konsep Partisipasi 1. Pengertian Partisipasi

Uphoff et al. (1979) mengemukakan, bahwa partisipasi merupakan istilah deskriptif yang menunjukkan keterlibatan sejumlah besar orang dalam situasi atau tindakan yang meningkatkan kesejahteraan mereka, misalnya pendapatan, keamanan, atau harga diri. Partisipasi diidentifikasikan menjadi empat jenis, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam implementasi, partisipasi dalam memperoleh manfaat dan partisipasi dalam evaluasi. Menurut Arnstein (1969), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kekuatan masyarakat, karena partisipasi merupakan sarana untuk membuat perubahan sosial yang signifikan dan memungkinkan masyarakat untuk berbagi dari manfaat yang dihasilkan. Berdasarkan The World Bank (1996) dalam Anantanyu (2009) mendefinisikan partisipasi sebagai sebuah proses stakeholder-stakeholder untuk mempengaruhi dan ambil bagian dalam pengelolaan inisiatif dan keputusan-keputusan pembangunan dan sumberdaya yang mempengaruhinya. Berdasarkan Wahyudin (2004), partisipasi adalah keterlibatan seseorang atau sekelompok orang pada suatu kegiatan atau program yang dapat diketahui melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil. Selain itu, menurut Yudilastiantoro (2005) menyatakan, bahwa partisipasi masyarakat dapat diketahui melalui keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, penerimaan manfaat kegiatan, dan monitoring dan evaluasi. Menurut Leeuwis (2009) menyatakan, bahwa dalam proses partisipatif semua pemangku kepentingan yang relevan dengan kegiatan partisipatif harus dilibatkan dalam proses partisipatif, partisipan harus memiliki kesempatan sama untuk berbicara, dan partisipan harus dapat berbicara dengan bebas. Namun partisipatif ini lebih dikhususkan untuk pembangunan yang berasal dari luar (adanya pihak luar sebagai pemberi program). Menurut Trison (2005) menyatakan, bahwa kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi, terutama: faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi warga masyarakat dalam proses pembangunan, birokrasi yang mengatur rambu-rambu serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, serta faktor sosial budaya masyarakat dalam pembangunan. Trison (2005) dalam penelitiannya terhadap pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan di hutan pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, menyatakan bahwa partisipasi masyarakat meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi kegiatan.

(20)

2. Tipologi Partisipasi Masyarakat

Berdasarkan Arnstein (1969), tipe partisipasi masyarakat terbagi atas delapan, yaitu: manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penetraman, kemitraan, kekuasaan dan kontrol masyarakat. Untuk tingkat manipulasi dan terapi tidak ada partisipasi. Pada tingkatan pemberitahuan, konsultasi dan penetraman merupakan tingkatan tokenisme, dan tingkatan kemitraan, kekuasaan dan kontrol masyarakat merupakan tingkat kekuasaan yang ada di masyarakat (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasiArnstein tahun 1969

Tangga Partisipasi Hakekat Kesertaan

Tingkatan Pembagian Kekuasaan Manipulasi (Manipulation) Permainan oleh

pemerintah Kemitraan (Partnership) Timbal balik

dinegosiasikan

(21)

dilakukan secara satu arah saja publik belum bisa menyampaikan pendapatnya secara langsung. Tipe konsultasi merupakan penyampaian berbagai informasi pembangunan dengan adanya komunikasi dua arah sehingga berbagai saran dan kritik dari publik didengarkan namun keputusan akhir ada di tangan pemegang kebijakan. Tipe penetraman merupakan janji-janji yang dibuat oleh pemegang kebijakan namun janji-janji tersebut tidak dipenuhi. Tipe partisipasi yang termasuk pada kekuasaan ada di tangan masyarakat adalah kemitraan, kekuasaan dan kontrol masyarakat. Tipe kemitraan merupakan menjadikan publik sebagai mitra kerja. Tipe kekuasaan terlaksana apabila dalam penyelenggaraan program publik memiliki hak veto dalam pengambilan keputusan. Tipe kontrol masyarakat merupakan level tertinggi dan publik yang mendominasi seluruh aspek kerja serta mengevaluasi seluruh kegiatan.

Menurut Bass et al. (Hobley 1986) dalam Trison (2005) menyatakan derajat partisipasi dan karakteristik partisipasi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Derajat Partisipasi dan karakteristiknya

No. Derajat Partisipasi Karakteristik

1. Partisipasi pasif (manipulatif)

- Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi - Pengumuman sepihak oleh

pelaksanaan proyek tanpa memprihatinkan tanggapan

masyarakat sebagai sasaran program - Informasi yang dipertukarkan terbatas

pada kalangan kalangan professional - Akurasi penelitian tidak dibatasi

bersama masyarakat

3. Partisipasi konsultatif

- Masyarakat berpatisipasi dengan cara berkonsultasi

- Orang luar mendengarkan, menganalisis masalah dan pemecahannya

- Tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama

4. Partisipasi insentif

- Masyarakat memberikan

korbanan/jasanya untuk memperoleh imbalan berupa insentif/upah

(22)

Lanjutan Tabel 2…

No. Derajat Partisipasi Karakteristik

5. Partisipasi fungsional

- Masyarakat membentuk kelompok unruk mencapai tujuan proyek - Pembentukan kelompok biasanya

setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati

- Pada tahap awal, masyarakat tergantung pada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya

6. Partisipasi interaktif

- Masyarakat berperan dalam analisa untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan

7. Partisipasi mandiri

- Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung

- Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan dukungan/bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan - Masyarakat memegang kendali atas

pemanfaatan sumberdaya yang ada atau digunakan

Sumber: Bass et al. (Hobley 1986) dalam Trison (2005)

Pada penelitian ini tidak menggunakan tingkat partisipasi atau derajat partisipasi karena kegiatan pengelolaan DAS yang ada di Kelurahan Dago bukan semata-mata program yang berasal dari luar, melainkan kegiatan yang timbul dari kepedulian masyarakat terhadap DAS Cikapundung yang semakin memprihatinkan.

3. Faktor Internal

(23)

ciri khas dan melekat pada seseorang, seperti usia, pengalaman berinteraksi, pendidikan formal, pendidikan non-formal, tingkat pendapatan keluarga, jumlah tanggungan keluarga dan ketergantungan terhadap sumberdaya. Menurut penelitian Wahyudin (2004), menyatakan karakterisitik individu adalah ciri-ciri yang melekat dalam diri individu anggota masyarakat, yang terdiri dari: umur, pendidikan, dan kekosmopolitan. Selain itu, berdasarkan Handayani (2008), menyatakan bahwa faktor internal individu terdiri dari usia, pendidikan pekerjaan pendapatan, jumlah anggota keluarga dan lama tinggal. Menurut Trison (2005) faktor internal yang mempengaruhi masyarakat untuk mau berpartisipasi adalah umur, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, pendapatan, jumlah tenaga kerja, persepsi, motivasi, status petani dan kekosmopolitan.

Berdasarkan pada penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan bahwa faktor internal dengan intensitas perilaku pengelolaan DAS Cikapundung, di Kelurahan Dago diantaranya adalah umur, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan. Faktor internal ini digunakan karena umur, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan erat kaitannya dengan individu dan setiap individu pasti memiliki hal tersebut, sehingga diduga berkaitan dengan keputusan individu untuk mau berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS.

4. Faktor Eksternal

Menurut Yuliatin (2002), menyatakan dalam penelitiannya, bahwa faktor eksternal untuk pengembangan kemandirian petani adalah: keterikatan pada adat, intensitas interaksi dengan tokoh masyarakat, intensitas pembinaan/penyuluhan berusaha tani, ketersediaan sarana dan prasarana, keterjangkauan sumber informasi, peluang pasar, kesesuaian kebijakan pemerintah. Faktor eksternal berdasarkan Sangadji (2010), dalam penelitiannya menyatakan faktor eksternal sebagai faktor lingkungan yang terdiri dari: norma, kerjasama, akses informasi, pemimpin informal dan potensi konflik. Menurut Suprayitno (2011), menyatakan faktor eksternal sebagai dukungan lingkungan sosial budaya yang merupakan lingkungan sosial budaya dimanapun seseorang berada akan memberikan pengaruh pada orang tersebut. Dukungan lingkungan sosial budaya, terdiri dari dukungan kearifan lokal, dukungan tokoh masyarakat, dan dukungan kelompok tani. Menurut Trison (2005) menyatakan faktor eksternal yang mempengaruhi masyarakat untuk mau berpartisipasi adalah ketersediaan saprodi, intensitas penyuluhan, dukungan pemerintah, dukungan lingkungan fisik, dukungan kelembagaan sosial, daya tarik kerjasama, kepadatan penduduk, dan jarak lahan garapan.

(24)

Kerangka Berfikir

Perilaku pengelolaan DAS merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungan dalam menjaga keberlangsungan DAS yang dapat diukur melalui tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh individu. Perilaku pengelolaan DAS diduga sangat berhubungan dengan faktor internal (umur, jenis pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga) dan faktor eksternal (peran tokoh masyarakat, tingkat dukungan masyarakat sekitar, tingkat ketersediaan fasilitas dan sumber informasi). Dengan demikian dapat dilihat tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan : : Berhubungan langsung

Gambar 1 Kerangka analisis tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini adalah:

(1) Adanya hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal terhadap intensitas perilaku pengelolaan DAS.

(2) Adanya hubungan antara intensitas sikap masyarakat dalam kegiatan pengelolaan DAS dengan tingkat partisipasi masyarakat.

(25)

Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel

(1) Faktor internal (X1) adalah ciri-ciri individu yang mempengaruhi tindakan individu untuk berpartisipasi.

a. Umur (X1.1) adalah usia responden sampai pada penelitian ini dilakukan. Data ini menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori umur ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD, maka didapat:

Kategori rendah = 14 – 19 tahun Kategori sedang = 20 – 46 tahun Kategori tinggi = 47 ≤ tahun

b. Jenis pekerjaan (X1.2) adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk mendapatkan nafkah hidup. Data ini menggunakan skala pengukuran nominal.

c. Tingkat pendapatan (X1.3) adalah penghasilan perbulan yang diterima oleh responden dari hasil pekerjaan. Data ini menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tingkat pendapatan responden ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

d. Tingkat pendidikan (X1.4) adalah jenjang sekolah terakhir responden sampai penelitian ini dilakukan. Data ini menggunakan skala pengukuran ordinal. Pengelompokan tingkat pendidikan berdasarkan himbauan pemerintah terhadap wajib belajar sembilan tahun:

Kategori rendah = tidak sekolah Kategori sedang = SD/SMP

Kategori tinggi = SMA/Perguruan tinggi

(2) Faktor eksternal (X2) adalah pengaruh dari luar individu yang mempengaruhi tindakan individu untuk berpartisipasi.

a. Dukungan (peran) tokoh masyarakat (X2.1) adalah adanya dukungan dari pihak-pihak yang disegani dalam masyarakat. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori dukungan (peran) tokoh masyarakat ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

b. Dukungan masyarakat sekitar (X2.2) merupakan dorongan orang-orang yang tinggal di kelurahan yang sama. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori dukungan masyarakat sekitar ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

c. Tingkat ketersediaan fasilitas (X2.3) adalah adanya sarana dan prasarana dalam pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tingkat ketersediaan fasilitas diukur ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD

d. Sumber informasi (X2.4) merupakan alat yang digunakan dalam memperoleh berita. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori sumber informasi ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

(26)

a. Tingkat pengetahuan (Y1.1) adalah ukuran pemahaman individu. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tingkat pengetahuan ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD

b. Kecenderungan sikap (Y1.2) adalah ukuran dari emosional individu untuk mau bertindak. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori kecenderungan sikap ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

c. Kecenderungan bertindak (Y1.3) adalah ukuran pelaksanaan atau penerapan yang dilakukan dalam pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori kecenderungan bertindak ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

(4) Tingkat partisipasi masyarakat (Y2) adalah keikutsertaan anggota kelompok atau komunitas dalam kegiatan DAS baik dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam implementasi, partisipasi dalam memperoleh manfaat maupun dalam evaluasi atas seluruh kegiatan atau program yang diadakan.

a. Tahap perencanaan kegiatan (Y2.1) merupakan keikutsertaan masyarakat dalam merancang pengambilan keputusan program dan turut serta dalam menentukan kesepakatan terkait pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tahap perencanaan kegiatan ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

b. Tahap pelaksanaan kegiatan (Y2.2) adalah keikutsertaan dalam proses kegiatan pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala ordinal. Kategori tahap pelaksanaan kegiatan ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

c. Tahap pemantauan dan evaluasi kegiatan (Y2.3) adalah keikutsertaan dalam mengontrol kegiatan pengelolaan DAS. Data ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran ordinal. Kategori tahap pemantauan dan evaluasi kegiatan ditentukan dengan menggunakan rumus Xrata-rata ± SD.

(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RW 03, RW 12 dan RW13 Kelurahan Dago, Kota bandung, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 4). Lokasi ini dipilih karena di ketiga RW ini masing-masing terdapat komunitas yang peduli Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan DAS. Pemilihan lokasi dilakukan sacara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni.

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner, wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan di lapangan sehingga memperkaya informasi dan memahami fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Data sekunder diperoleh dari penggalian dokumen terkait, baik dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dan profil desa yang diperoleh dari kantor kelurahan.

Teknik Penentuan Responden

(28)

Gambar 2 Metode pengambilan responden di Kelurahan Dago, Bandung

Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk data kuantitatif diperoleh melalui kuisioner diolah menggunakan komputer dengan aplikasi Microsoft Excel dan SPSS for windows versi 16.0 (Statistical Package for the Social Science). Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam. Data yang diperoleh melalui kuisioner diolah dengan menggunakan tabel frekuensi untuk menganalisis data dengan satu variabel. Uji statistik yang digunakan untuk melihat korelasi antar variabel menggunakan Chi-square untuk menghubungkan data nominal dengan data ordinal dan rank spearman untuk menghubungkan data ordinal dengan data ordinal.

Rumus Pearson’s Chi Square: dimana:

F = Frekuensi kenyataan E = Frekuensi harapan i = Baris ke …

j = Kolom ke …

(29)

dimana :

Rs (rho) = koefisien korelasi rank-order Angka 1 = angka satu, yakni bilangan konstan 6 = angka 6, yaitu bilangan konstan d = perbedaan antara pasangan jenjang N = jumlah individu dalam sampel

Untuk jumlah responden lebih dari 30 responden, dihitung nilai Z terlebih dahulu kemudian dibandingkan dengan nilai Z pada tabel. Setelah nilai rho hitung diperoleh, kemudian dilakukan perbandingan antara rho hitung dengan rho tabel (atau taraf nyata yang digunakan yakni 0,01 dan 0,05) pada derajat kebebasan atau degreeoffreedom tertentu dan taraf signifikansi tertentu. Apabila rho hitung lebih kecil atau sama dengan rho tabel/taraf nyata yang digunakan, maka perbedaan bersifat signifikan. Berikut tahap pengkategorian berdasarkan standar deviasi:

(1) Penghitungan Xnyata:

(2) Cari SD dengan rumus: (3) Cari Xr =

(4) Pengelompokan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan sebaran normal: Tinggi : jika Xnyata > Xr + SD

Sedang : jika Xnyata = Xr ± SD

Rendah : jika Xnyata < Xr - SD

Dimana:

Xnyata = Skor sebenarnya

Xi = Skor dilapangan Xmax = Skor maksimal Xmin = Skor minimal Xr = Skor rata-rata

Xi = Skor responden ke n=i n = jumlah responden i = responden ke SD = Standar deviasi

Selanjutnya, peneliti menilai keeratan hubungan antar variabel dengan menggunakan klasifikasi keeratan hubungan yang dijelaskan oleh Guilford (1956) sebagai berikut:

<0.20 : hubungan rendah sekali; lemas sekali 0.20–0.40 : hubungan rendah tetapi pasti

0.40–0.70 : hubungan yang cukup berarti 0.70–0.90 : hubungan yang sangat tinggi; kuat

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kelurahan Dago

Kelurahan Dago merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat dengan memiliki luas lahan, yaitu 258 Ha. Secara administratif Kelurahan Dago dibatasi oleh:

 Bagian Selatan : Kelurahan Lebak Siliwangi

 Bagian Utara : Kabupaten Bandung

 Bagian Timur : Kelurahan Cigadung, Kelurahan Sekeloa dan Kelurahan Lebak Gede.

 Bagian Barat : Sungai Cikapundung, Kelurahan Ciumbeliut Kecamatan Cidadap.

Secara geografis Kelurahan Dago memiliki bentuk wilayah datar/berombak sebesar delapan puluh persen dari total keseluruhan wilayah. Pada kelurahan Dago terdapat pembagian penggunaan areal tanah yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penggunaan dan luas areal tanah di Kelurahan Dago, tahun 2012

No Penggunaan Luas (Ha)

1. 2. 3. 4.

Tanah sawah Tanah kering Tanah basah Fasilitas umum

18.00 228.94 - 11.06 Sumber : data Kelurahan Dago 2012

Kelurahan Dago terdapat tiga belas RW dengan jumlah RT dari keseluruhan RW, yaitu seratus lima RT. RW I terdiri dari Sembilan RT, RW II terdiri dari enam RT, RW III terdiri dari Sembilan RT, RW IV terdiri dari tujuh RT, RW V terdiri dari sepuluh RT, RW VI terdiri dari sepuluh RT, RW VII terdiri dari enam RT, RW VIII terdiri dari tujuh RT, RW IX terdiri dari delapan RT, RW X terdiri dari tujuh RT, RW XI terdiri dari delapan RT, RW XII terdiri dari sebelas RT, dan RW XIII terdiri dari tujuh RT. Dari ketiga belas RW ini hanya lima RW yang dilalui sungai Cikapundung, diantaranya: RW I, RW III, RW IV, RW XII dan RW XIII (Lampiran 2).

(31)

Tabel 4 Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Dago, tahun 2012

No Pendidikan Persentase

(%)

Sumber: data Kelurahan Dago 2013

Data pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa penduduk Kelurahan Dago masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, padahal fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, seperti TK, SD, SLTP, SMA, Perguruan tinggi dan kursus-kursus, serta PAUD tersedia di kelurahan ini. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Data sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia di Kelurahan Dago, tahun 2013

Sumber: Data Kelurahan Dago 2012

(32)

Tabel 6 Data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kelurahan Dago, tahun 2013

No Jenis pekerjaan Persentase

(%)

Sumber: data Kelurahan Dago 2013

Gambaran Umum Sungai Cikapundung

Sungai Cikapundung merupakan sungai yang melintasi tiga wilayah administrasi, yaitu: Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Sungai Cikapundung berhulu di Gunung Bukit Tunggul, Gunung Palasari dan Gunung Putri yang berada pada ketinggian 650-2067 m dpl. Panjang Sungai Cikapundung berkisar ± 28 km, dengan luas 15386.5 h dan merupakan

Fungsi Sungai Cikapundung adalah sebagai drainase utama pusat kota, penggelontor kotoran dan pembuangan limbah domestik maupun industry sampah kota, objek wisata Bandung (Maribaya, Curug Dago, kebun binatang dll), penyedia air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung yang membangun instalasi penyadapan di Dago Pakar, Dago, dan di Badak Singa, pemanfaatan energy yang dikelola oleh PT Indonesia Power-Unit Saguling yang mendirikan instalasi di PLTA Bengkok dan PLTA Dago Pojok, dan sebagai sarana irigasi pertanian, namun dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, instalasi tersebut tidak berfungsi secara efektif.

Deskripsi Kegiatan Pengelolaan DAS Cikapundung di Kelurahan Dago

(33)

Cikapundung Rehabilitation Program (CRP) yang berlokasi di RW I, Komunitas Cikapundung-Cikalapa (Cika-Cika) yang berlokasi di RW III, Komunitas CHC yang berlokasi di RW XII, dan Komunitas Peduli Cikapundung (Peci) yang berlokasi di RW XIII. Keempat komunitas yang ada di Kelurahan Dago bahkan untuk seluruh komunitas yang tersebar sepanjang kawasan yang dialiri Sungai Cikapundung ini, komunitas yang diakui oleh pemerintah Kota Bandung adalah Komunitas Peci (Peduli Cikapundung) dengan pembinanya adalah wakil walikota yang menjabat pada periode 2008-2013. Penelitian ini tidak menjadikan RW I sebagai sasaran penelitian walaupun pada RW ini terdapat komunitas yang peduli terhadap Sungai Cikapundung, hal ini disebabkan karena pada kegiatan pengelolaan DAS yang diadakan oleh komunitas CRP ini tidak mengikutsertakan masyarakat, melainkan mahasiswa, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian. Dari keempat komunitas ini, komunitas Cika-Cika merupakan merupakan komunitas yang baru berdiri pada bulan Januari 2013. Komunitas-komunitas ini sangat berperan penting dalam mengajak masyarakat untuk mau berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS. Penelitian ini lebih menganalisis masyarakat.

Masyarakat Kelurahan Dago yang ikut pada kegiatan pengelolaan DAS lebih dominan dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cikapundung karena berdasarkan informasi yang didapat dari warga setempat, menyatakan bahwa apabila DAS Cikapundung tidak diperbaiki, dan dipelihara maka akan menjadi ancaman, terutama bagi warga yang tinggal di sekitar sungai. Sedangkan untuk warga Kelurahan Dago yang tinggal jauh dari kawasan DAS, bisa dikatakan hampir tidak pernah ikut berpartisipasi terhadap kegiatan pengelolaan DAS Cikapundung, hal ini disebabkan oleh, lokasi kegiatan yang cukup jauh dan cukup terjal. Selain dari masyarakat, mahasiswa juga turut dalam kegiatan pengelolaan DAS. Kegiatan pengelolaan DAS yang dilakukan oleh masyarakat di bantaran Sungai Cikapundung, Kelurahan Dago yaitu, pertemuan-pertemuan yang membahas tentang perencanaan kegiatan, mengangkut sampah yang ada di daerah bantaran sungai dan di sungai, penghijauan dengan bibit pohon yang disediakan oleh perusahaan swasta yang menjadikan lokasi ini sebagai lokasi program CSR perusahaan tersebut (Lampiran 4) dan pemerintah Kota Bandung, serta melakukan penyuluhan, akan tetapi masyarakat kurang merespon kegiatan penyuluhan tersebut, karena masyarakat lebih tertarik terhadap tindakan nyata dan menurut pernyataan beberapa warga, bahwa kegiatan penyuluhan ini hanya diikuti oleh anggota komunitas, dan kegiatan pemantauan dengan menyusuri sungai untuk melihat proses berjalannya kegiatan. Selain itu, Sungai Cikapundung juga dijadikan sebagai tempat wisata arum jeram dan sarananya disediakan dan dikelola oleh komunitas peduli Cikapundung. Wisata arum jeram ini diberlakukan agar masyarakat tidak lagi membuang sampah ke area sungai. Pengelolaan DAS Cikapundung menggunakan cara-cara konvensional tanpa menggunakan teknologi modern, alat-alat yang digunakan-pun masih dibawa oleh warga dari rumahnya masing-masing. Kegiatan ini dilakukan seminggu sekali pada hari minggu, sehingga semua warga dapat ikut pada kegiatan ini.

(34)

sering dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab (free-rider) bagi keuntungan ekonomi jangka pendek dengan mengorbankan keutuhan ekosistem. Seperti yang dihadapi oleh masyarakat dalam ikut berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS adalah masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah rumah tangganya ke sungai karena belum tersedianya TPS di sekitar DAS dan adanya lembaga swasta maupun lembaga pemerintah yang membuang limbahnya ke Sungai Cikapundung. Selain itu, DAS Cikapundung melintasi tiga wilayah administrasi, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, namun hanya masyarakat Kota Bandung yang aktif dalam menjaga dan melestarikan DAS Cikapundung. Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga menyatakan, bahwa dibagian hulu yang masih termasuk dalam kawasan Kabupaten Bandung Barat terdapat pabrik tahu dan peternakan sapi terbesar yang menjadikan Sungai Cikapundung sebagai tempat pembuangan limbah.

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Intensitas Perilaku Masyarakat terhadap Kegiatan Pengelolaan DAS

1. Faktor Internal responden

Faktor internal masyarakat dalam penelitian ini terbagi atas empat bagian, yaitu: umur, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.

Umur

Sebagian besar masyarakat yang mengikuti kegiatan pengelolaan DAS berada pada selang umur 20 sampai 46 tahun sebesar 60 persen, sehingga dalam pengembangan kegiatan pengelolaan DAS perlu adanya perhatian khusus terhadap warga yang berada pada selang umur 20 sampai 46 tahun agar kegiatan pengelolaan DAS dapat mengalami keberlanjutan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi responden menurut tingkat umur di Kelurahan Dago, tahun 2013

Selang umur (Tahun) Kategori Persentase

(%) 14 – 19

20 – 46 47 ≤

Rendah Sedang Tinggi

20.00 60.00 20.00

Total 100.00

(35)

menurut Wahyudin (2004), umur seseorang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu.

Jenis Pekerjaan

Masyarakat di Kelurahan Dago memiliki jenis pekerjaan yang beragam, diantaranya, ibu rumah tangga, supir, wiraswasta, pengangguran, pelajar, karyawan swasta, dan buruh. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8. Jenis pekerjaan berpotensi memiliki hubungan dengan intensitas sikap pengelolaan DAS, karena jenis pekerjaan menentukan peluang waktu orang tersebut untuk turut berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS.

Tabel 8 Distribusi responden menurut jenis pekerjaan di Kelurahan Dago, tahun 2013

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa ibu rumah tangga memiliki peluang lebih tinggi dalam mengikuti kegiatan pengelolaan DAS karena bekerja pada lingkup domestik, dibandingkan dengan responden yang bekerja di luar rumah. Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap ibu rumah tangga agar keberlanjutan kegiatan pengelolaan DAS tetap terjaga.

Tingkat Pendapatan

(36)

orang tersebut dapat turut berkontribusi pada dana yang bermanfaat untuk pengembangan kegiatan tersebut.

Tabel 9 Distribusi responden menurut tingkat pendapatan di Kelurahan Dago, tahun 2013

Jumlah pendapatan responden Kategori Persentase (%)

Tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Dago, cukup beragam. Tingkat pendidikan masyarakat paling tinggi berada pada SD/SMP sebesar 58.60 persen, dan SMA/perguruan tinggi sebesar 38.50 persen. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 10 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Dago, tahun 2013

Tingkat pendidikan Kategori Persentase

(%)

(37)

yang penting, namun dengan adanya perkembangan zaman para orang tua mulai menyadari akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Selain itu, tingginya biaya pendidikan membuat para orang tua kesulitan untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke jenjang perguruan tinggi.

2. Faktor Eksternal Masyarakat

Faktor eksternal dalam penelitian ini terbagi atas empat bagian, yaitu: dukungan (peran) tokoh masyarakat, dukungan masyarakat sekitar, tingkat ketersediaan fasilitas dan sumber informasi.

Dukungan (Peran) Tokoh Masyarakat

Sebagian besar responden di Kelurahan Dago berpendapat bahwa Dukungan (peran) tokoh masyarakat dalam kegiatan pengelolaan DAS cukup memuaskan. Sekitar 22.60 persen merasa masih kurangnya dukungan (peran) tokoh masyarakat karena responden merasa bahwa tokoh masyarakat kurang aktif dalam mengajak warga untuk turut berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS, 58.60 persen merasa dukungan (peran) tokoh masyarakat cukup memuaskan karena responden menganggap bahwa dengan dipasangnya papan larangan untuk membuang sampah ke sungai merupakan suatu usaha dari tokoh masyarakat untuk menghimbau masyarakat sekitar agar menjaga dan melestarikan kawasan DAS, dan 18.60 persen orang merasa sangat puas dengan dukungan (peran) tokoh masyarakat karena ada beberapa tokoh masyarakat yang sangat aktif pada kegiatan pengelolaan DAS, sehingga responden merasa bahwa tokoh masyarakat sudah sangat berperan penting dalam menghimbau masyarakat. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Distribusi responden menurut pernyataan responden tentang peran Tokoh masyarakat dalam menghimbau masyarakat di Kelurahan Dago, tahun 2013

Dukungan (peran) tokoh masyarakat Persentase (%) Rendah

Sedang Tinggi

22.90 58.60 18.60

Total 100.00

(38)

Dukungan Masyarakat Sekitar

Berdasarkan data yang didapat sebesar 70.00 persen responden berada pada kategori sedang dalam kegiatan pengelolaan DAS maka dengan demikian dukungan masyarakat sekitar Kelurahan Dago cukup memuaskan. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat mulai memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar dengan turut menghimbau warga agar turut berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS, namun sebesar 14.30 persen responden berada pada kategori rendah karena responden berpendapat bahwa dukungan masyarakat sekitar masih sangat rendah yang ditunjukkan dengan tingginya angka masyarakat yang tidak mau ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan DAS, dan sebesar 15.70 persen dukungan masyarakat sekitar dengan kategori tinggi karena responden pada kategori tinggi sudah puas dengan dukungan masyarakat sekitar terhadap kegiatan pengelolaan DAS walaupun masih tingginya masyarakat yang tidak turut berpartisipasi pada kegiatan tersebut. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Distribusi responden menurut pernyataan responden tentang dukungan masyarakat sekitar terhadap kegiatan pengelolaan DAS di Kelurahan Dago, tahun 2013

Dukungan masyarakat sekitar Persentase (%) Rendah

Sedang Tinggi

14.30 70.00 15.70

Total 100.00

Dukungan masyarakat sekitar lebih dilihat dari bagaimana masyarakat sekitar saling mendorong dalam berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS, karena semakin tinggi dukungan masyarakat sekitar maka akan berhubungan dengan intensitas sikap masyarakat di bantaran Sungai Cikapundung, Kelurahan Dago terhadap kegiatan pengelolaan DAS. Jadi, sebagian besar dukungan yang ada pada masyarakat di Kelurahan Dago berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mulai menyadari akan pentingnya menjaga keberlanjutan DAS, namun masih tingginya angka masyarakat yang belum berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS.

Tingkat Ketersediaan Fasilitas

(39)

responden merasa ketersediaan fasilitas pengelolaan DAS sudah sesuai dengan kebutuhan pengelolaan DAS. Untuk kategori sedang dan tinggi paling banyak berada di RW XII dan RW XIII. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13. Data menunjukkan Tingkat ketersediaan fasilitas di Kelurahan Dago paling tinggi berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan oleh, warga harus membawa alat sendiri dari rumahnya untuk kegiatan pengelolaan DAS, namun warga merasa tidak keberatan dengan hal tersebut. Oleh karena itu, tingkat ketersediaan fasilitas masyarakat dalam mengelola DAS Cikapundung berpotensi berhubungan dengan intensitas sikap pengelolaan DAS, karena tingkat ketersediaan fasilitas yang tinggi akan mendorong masyarakat di Kelurahan Dago untuk aktif dalam kegiatan pengelolaan DAS.

Tabel 13 Distribusi responden menurut pernyataan responden terhadap ketersediaan fasilitas pengelolaan DAS di Kelurahan Dago, tahun 2013

Responden dengan kategori rendah sebesar 27.10 persen menyatakan, bahwa peran tokoh masyarakat, masyarakat sekitar (tetangga), komunitas yang peduli DAS Cikapundung dan peran media massa masih rendah dalam menghimbau masyarakat, dan responden dengan kategori sedang sebesar 58.60 persen menyatakan bahwa, peran tokoh masyarakat, masyarakat sekitar (tetangga), komunitas yang peduli DAS Cikapundung dan media massa sudah cukup baik dalam menghimbau masyarakat, serta responden dengan kategori tinggi sebesar 14.30 persen menyatakan, bahwa peran tokoh masyarakat, masyarakat sekitar (tetangga), komunitas, dan media massa memiliki peranan yang tinggi dalam menghimbau masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Distribusi responden menurut pernyataan responden tentang sumber informasi dalam pengelolaan DAS di Kelurahan Dago, tahun 2013

(40)

Data pada Tabel 14 ini menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat menganggap bahwa sumber informasi tentang pengelolaan DAS cukup baik. Sumber informasi berpotensi berhubungan dengan intensitas sikap masyarakat terhadap pengelolaan DAS, karena semakin tinggi penyebaran informasi tentang pengelolaan DAS maka akan mendorong masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS, bukan hanya masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai saja yang terlibat dalam pengelolaan DAS melainkan masyarakat di seluruh Kelurahan Dago. Menurut Bungin (2009), menyatakan bahwa sumber informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Sumber informasi bisa berupa orang-orang yang ada di lingkungan sekitar, seperti: tokoh masyarakat, masyarakat sekitar (tetangga), anggota keluarga, anggota komunitas dan melalui media televisi atau radio komunitas.

Intensitas Sikap Pengelolaan DAS

Intensitas sikap pengelolaan DAS terbagi atas tiga bagian, yaitu: tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap dan kecenderungan bertindak.

Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Dago sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15 yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi didapatkan sebesar 91.40 persen, hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat sehingga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden, tingkat pengetahuan dengan kategori rendah didapatkan 8.60 persen, hal ini dikarenakan responden pasif dalam mencari informasi, padahal sarana informasi sudah semakin banyak.

Tabel 15 Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan responden di Kelurahan Dago, tahun 2013

Tingkat pengetahuan Persentase

(%) Rendah

Sedang Tinggi

8.60 0.00 91.40

Total 100.00

(41)

Kecenderungan Sikap

Kecenderungan sikap masyarakat di Kelurahan Dago cukup bervariasi terhadap kegiatan pengelolaan DAS. Kecenderungan sikap dengan kategori rendah sebesar 34.30 persen, hal ini disebabkan karena ada responden yang merasa keberatan untuk setiap minggu ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan DAS, kategori sedang sebesar 34.30 persen, hal ini disebabkan karena responden mulai menyadari akan pentingnya untuk turut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS, dan kategori tinggi sebesar 31.40 persen, hal ini disebabkan karena responden menyadari akan pentingnya untuk turut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS setiap minggunya. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Distribusi responden menurut kecenderungan sikap responden di Kelurahan Dago, tahun 2013

Kecenderungan sikap Persentase

(%) Rendah

Sedang Tinggi

34.30 34.30 31.40

Total 100.00

Kecenderungan sikap berpotensi berhubungan dengan partisipasi warga terhadap kegiatan pengelolaan DAS. Kecenderungan sikap yang diukur dalam penelitian ini adalah bagaimana respon dari masyarakat tentang kegiatan-kegiatan yang apabila akan dilaksanakan atau diadakan di Kelurahan Dago tentang pengelolaan DAS Cikapundung. Sikap yang positif masyarakat terhadap sesuatu hal memungkinkan masyarakat untuk berperilaku tetapi tidak semua sikap positif dapat menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan untuk bertindak. Data Pada Tabel 16 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga kategori, namun kecenderungan sikap yang ada pada masyarakat di Kelurahan Dago cukup baik tentang kegiatan pengelolaan DAS karena masyarakat mulai menyadari akan pentingnya menjaga keberlanjutan DAS Cikapundung.

Kecenderungan Bertindak

(42)

cukup baik. Namun hal ini juga berkaitan dengan ketersediaan beberapa fasilitas pengelolaan DAS yang tidak tersedia pada lingkungan di sekitar bantaran sungai, seperti Tempat Pembuangan Sampah, penyediaan bibit, alat/keterampilan untuk mendaur ulang sampah dan pembuatan septic tank komunal, sehingga masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cikapundung, Kelurahan Dago mengalami kesulitan dalam menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih.

Tabel 17 Distribusi responden menurut kecenderungan bertindak responden di Kelurahan Dago, tahun 2013

Kecenderungan bertindak Persentase

(%) Rendah

Sedang Tinggi

18.60 55.70 25.70

Total 100.00

Analisis Hubungan Faktor Internal Masyarakat dengan Intensitas Sikap Pengelolaan DAS

Hubungan faktor internal masyarakat di Kelurahan Dago dengan intensitas perilaku pengelolaan DAS diuji dengan menggunakan uji korelasi rank spearman untuk variabel ordinal (umur dan tingkat pendapatan) dan uji korelasi chi square untuk variabel nominal (jenis pekerjaan). Berdasarkan hasil pengolahan data, variabel yang memiliki hubungan nyata (signifikan pada taraf nyata α=0.05) pada faktor internal masyarakat adalah umur dengan kecenderungan bertindak, dan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan. Umur dengan kecenderungan bertindak memiliki korelasi koefisien -0.288. Artinya, umur dengan kecenderungan bertindak berhubungan negatif dengan keeratan hubungan rendah sekali; lemah sekali. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi umur maka kecenderungan bertindak seseorang juga semakin tinggi, namun yang terjadi adalah umur yang semakin tinggi akan menyebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk ikut serta pada kegiatan pengelolaan DAS. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan diperoleh koefisien korelasi 0.243. Artinya, tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan berhubungan positif dengan keeratan hubungan rendah tetapi pasti. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuan orang tersebut juga semakin tinggi. Selain dari variabel yang berhubungan nyata ada juga variabel yang tidak berhubungan nyata adalah sebagai berikut (secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18) :

(43)

kecenderungan sikap untuk mau turut berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan DAS, tidak terbatas hanya pada orang dewasa saja.

(2) Tingkat pendapatan masyarakat ternyata tidak berkaitan terhadap intensitas sikap pengelolaan DAS. Hal ini disebabkan, dengan murahnya biaya untuk mengakses informasi dengan internet sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat walaupun berpendapatan rendah. Selain itu, meskipun ada masyarakat di Kelurahan Dago yang memiliki tingkat pendapatan tinggi namun kecenderungan masyarakat untuk mau berswadaya dalam dana masih sangat rendah, dan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat.

(3) Tingkat pendidikan ternyata tidak berkaitan dengan kecenderungan sikap dan kecenderungan bertindak. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya sarana dan prasarana penunjang dalam menjaga kebersihan DAS, seperti tempat sampah, septic tank komunal dan lain-lain sehingga menyebabkan masyarakat kurang tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS. (4) Jenis pekerjaan ternyata tidak berkaitan dengan seluruh komponen intensitas pengelolaan DAS. Hal ini disebabkan oleh, hampir seluruh masyarakat di Kelurahan Dago memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi walaupun dari latar belakang jenis pekerjaan yang berbeda, dan kegiatan pengelolaan DAS selalu dilaksanakan pada hari libur, yaitu hari minggu, sehingga tidak mengganggu jadwal pekerjaan masyarakat.

Tabel 18 Hubungan faktor internal dengan intensitas perilaku pengelolaan DAS, tahun 2013

Faktor internal Intensitas perilaku pengelolaan DAS Faktor internal Intensitas perilaku

pengelolaan DAS

Value Asymp. Sig. Jenis pekerjaan Tingkat pengetahuan

(44)

Analisis Hubungan Faktor Eksternal dengan Intensitas Sikap Pengelolaan DAS

Faktor-faktor yang berasal dari luar individu, yaitu: dukungan (peran) tokoh masyarakat, tingkat dukungan masyarakat sekitar, tingkat ketersediaan fasilitas dan sumber informasi/komunikasi. Uji analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara faktor eksternal dengan intensitas sikap pengelolaan DAS adalah uji korelasi rank spearman. Uji korelasi rank spearman digunakan karena merupakan variabel dengan skala pengukuran ordinal. Berdasarakan hasil yang didapat dari pengolahan data, faktor eksternal yang memiliki hubungan sangat nyata (signifikan pada taraf α=0.01), yaitu dukungan masyarakat sekitar dengan kecenderungan bertindak, tingkat ketersediaan fasilitas dengan kecenderungan bertindak, dan sumber informasi dengan kecenderungan bertindak. Dukungan masyarakat sekitar dengan kecenderungan bertindak memiliki korelasi koefisien 0.355. Artinya, dukungan masyarakat sekitar dengan tingkat keterampilan berhubungan positif dengan keeratan hubungan rendah tetapi pasti. Hal ini menunjukkan, bahwa dukungan dari masyarakat sekitar memberi dampak terhadap sikap masyarakat yang tidak ikut berpartisipasi merasa tidak nyaman apabila membuang sampah ke sungai. Tingkat ketersediaan fasilitas dengan kecenderungan bertindak memiliki korelasi koefisien 0.321. Artinya, tingkat ketersediaan fasilitas dengan kecenderungan bertindak berhubungan positif dengan keeratan hubungan rendah tetapi pasti. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat, Kelurahan Dago, lebih khususnya bagi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cikapundung mengalami kesulitan untuk membuang sampah karena untuk kawasan DAS tidak tersedia tempat pembuangan sampah yang memadai sehingga masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cikapundung masih ada yang sering membuang sampah ke sungai. Sumber informasi dengan kecenderungan bertindak yang memiliki korelasi koefisien 0.402. Artinya, sumber informasi dengan kecenderungan bertindak berhubungan positif dengan keeratan hubungan yang cukup berarti. Hal ini menunjukkan, bahwa informasi yang diperoleh tentang kegiatan pengelolaan DAS dapat meningkatkan keinginan individu untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.

(45)

Selain dari faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata, ada juga faktor eksternal yang tidak memiliki hubungan nyata dengan intensitas sikap pengelolaan DAS adalah sebagai berikut (secara rinci dapat dilihat pada Tabel 19): (1) Dukungan (peran) tokoh masyarakat ternyata tidak berkaitan dengan

intensitas sikap pengelolaan DAS. Hal ini menunjukkan, dalam hal kegiatan pengelolaan DAS yang lebih banyak berperan adalah komunitas dan masyarakat sekitar DAS Cikapundung, Kelurahan Dago.

(2) Dukungan masyarakat sekitar DAS Cikapundung, Kelurahan Dago ternyata tidak berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat. Hal ini menunjukkan, hampir seluruh masyarakat di Kelurahan Dago sudah memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.

(3) Tingkat ketersediaan fasilitas ternyata tidak berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat di Kelurahan Dago hampir seluruhnya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang lingkungan hidup, dan tingkat ketersediaan fasilitas ternyata tidak berkaitan dengan kecenderungan sikap masyarakat di Kelurahan Dago. Hal ini menunjukkan, keterbatasan dalam penyediaan fasilitas pengelolaan DAS namun tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk ikut terlibat pada kegiatan pengelolaan DAS.

(4) Sumber informasi ternyata tidak berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Dago. Hal ini menunjukkan, bahwa selain dari teknologi informasi yang semakin maju, pengetahuan seseorang juga bisa didapat dari pengalaman hidupnya.

Tabel 19 Hubungan faktor eksternal dengan intensitas perilaku pengelolaan DAS, tahun 2013

Faktor eksternal Intensitas perilaku pengelolaan DAS Keterangan: * = signifikan pada taraf nyata 0.05

Gambar

Tabel 1 Tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasiArnstein tahun 1969
Tabel 2.
Gambar 1 Kerangka analisis tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
Gambar 2 Metode pengambilan responden di Kelurahan Dago, Bandung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, dari kondisi statik menuju variasi kekakuan rangka mengalami kenaikkan sebesar 74.23 % bila diambil nilai yang terbesar terdapat pada hold clamp 4778, karena

Pentingnya peran dan fungsi kurikulum Kehadiran, tugas mandiri, partisipasi kegiatan kelas 3 JP (1 Pertemuan) 4 Komponen- komponen kurikulum Dapat menjelaskan

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Sungai Ciliwung merupakan salah satu kontributor yang signifikan untuk banjir di Jakarta. Pengendalian banjir di daerah

Dalam penelitian ini pembahasan yang akan diuraikan adalah kondisi fobia yang terjadi di TK Islam Al Istikmal Juwet Nanom Gresik, serta penerapan teknik modifikasi perilaku

Asmadinata hakim ad hoc Tipikor Palu Uang suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Kabupaten

Tujuan dari penilitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi bumi dan alam semesta dengan model pembelajaran Make a Match pada siswa kelas V

Konsep perancangan yang penulis ambil dari judul “Ilustrasi Relief Ramayana dengan Gaya Lukis Madhubani” yang akan dilakukan dengan cara mempopulerkan kembali

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan