Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir
PERANCANGAN BUKU MOTIF BATIK TULIS
TASIKMALAYA
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011
Oleh:
Rendy Hendra 51906030 Program Studi
Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
i KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir yang berjudul
“Perancangan Buku Motif Batik Tulis Tasikmalaya”.
Penulisan Laporan Pengantar Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu (S1)
Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, mengarahkan,
dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun
Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Pengantar Proyek
Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik
dalam penyajian materi maupun dalam pemberian analisis. Oleh karena itu,
penulis tidak menutup diri untuk menerima saran dan kritik dari berbagai
pihak yang bersifat membangun.
Bandung, 19 juli 2011
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam budaya.
Kebudayaan Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia
menghasilkan kebudayaan dengan ciri khas yang berbeda. Salah satu
hasil dari kebudayaan tersebut adalah batik. Batik merupakan suatu
karya yang memiliki nilai seni dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia sejak dulu.
Secara historis batik berasal dari pulau Jawa dan erat kaitannya
dengan kerajaan dan keraton. Pengembangan batik di pulau Jawa
berlangsung di masa kerajaan Mataram pada tahun 1600 – 1700-an
(Sa’du, 2010). Pada saat itu umumnya batik digunakan untuk
keperluan acara kerajaan maupun upacara keagamaan, sehingga
batik banyak digunakan oleh keluarga raja, bangsawan dan abdi
kerajaan. Seiring berjalannya waktu, batik pun mulai keluar dari
lingkungan kerajaan dan menyebar di lingkungan masyarakat. Batik
yang tadinya hanya digunakan oleh keluarga kerajaan sekarang
berubah menjadi kebutuhan sandang yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan akan batik hampir
2 beragam dan memiliki ciri khas untuk mewakili daerahnya. Kekayaan
budaya Indonesia menjadi bagian inspirasi para perajin batik untuk
mendorong lahirnya motif batik yang bervariasi.
Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil batik di
Indonesia. Seperti daerah-daerah lainnya, Jawa Barat juga memiliki
ragam batik yang masih berkembang sampai saat ini. Salah satu
diantaranya yaitu batik tulis dari Tasikmalaya. Batik tulis Tasikmalaya
merupakan batik yang dikembangkan oleh masyarakat Tasikmalaya
sejak tahun 1600-an. Motif batik tulis Tasikmalaya dibuat tidak
mengenal kelas atau status sosial. Batik tulis Tasikmalaya memiliki ciri
khas yang dipengaruhi oleh perbedaan letak geografis, adat istiadat,
dan kesenian daerah tersebut. Beberapa ragam hias batik tulis
Tasikmalaya mendapat pengaruh kuat dari batik Solo dan Yogya, dan
warna-warna cerah dari motif batik tulis Tasikmalaya mendapatkan
pengaruh dari batik Pekalongan dan Cirebon. Ragam hias yang
digunakan pada batik tulis Tasikmalaya umumnya bertema flora,
fauna, dan benda-benda atau elemen yang ada di daerah Priangan.
Batik tulis Tasikmalaya pernah mengalami masa kejayaan di
tahun 1950 – 1960-an. Pada saat itu terdapat sekitar 1.500 produsen
batik di Tasikmalaya yang sebagian besar tergabung dalam koperasi
Mitra Batik. Namun, di tahun 1970-an industri batik tulis Tasikmalaya
mulai meredup, hal ini berkaitan dengan berubahnya selera
3 (batik printing), yang mengakibatkan batik tulis Tasikmalaya seperti
terlupakan selama beberapa dekade (Adhitya, 2010). Seiring
ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya
Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) sejak 2 oktober 2009 oleh UNESCO (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), maka
memberikan harapan besar untuk dapat meningkatkan kembali
popularitas batik dan minat masyarakat terhadap batik di Indonesia,
termasuk batik tulis Tasikmalaya.
Namun sayang, dikarenakan keberadaan batik tulis
Tasikmalaya yang pernah terlupakan selama beberapa dekade,
membuat pengetahuan masyarakat khususnya generasi muda
terhadap motif batik tulis Tasikmalaya menjadi sangat minim. Selain
itu, kedekatan geografis antara Tasikmalaya dengan daerah-daerah
lainnya di Jawa Barat menghasilkan persamaan tradisi yang
mempengaruhi motif batik tulis sehingga menghasilkan motif-motif
yang serupa dan menyulitkan masyarakat dalam mengenal motif batik
tulis Tasikmalaya dikarenakan minimnya dokumentasi mengenai
motif-motif batik tulis Tasikmalaya tersebut (Deden, 2011). Jika hal ini
terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan apabila suatu saat batik
tulis Tasikmalaya kehilangan karakteristik atau ciri khasnya di mata
4 jumlahnya ratusan hingga kini masih belum dikenal secara luas oleh
masyarakat.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,
maka teridentifikasi beberapa masalah yang muncul, yaitu:
1. Pengetahuan masyarakat khususnya generasi muda mengenai
motif-motif batik tulis Tasikmalaya masih sangat minim.
2. Adanya persamaan motif antara motif batik tulis Tasikmalaya
dengan motif batik tulis di daerah lainnya di Jawa Barat sehingga
dapat menyulitkan masyarakat dalam mengenal batik tulis
Tasikmalaya.
3. Minimnya dokumentasi mengenai motif-motif batik tulis
Tasikmalaya sehingga motif batik tulis Tasikmalaya menjadi kurang
dikenal secara luas oleh masyarakat.
1.3. Fokus Masalah
Berdasarkan dari identifikasi masalah, maka masalah
difokuskan pada motif batik tulis Tasikmalaya yang kurang dikenal
oleh masyarakat dan minimnya dokumentasi terhadap motif batik tulis
5 1.4. Tujuan Perancangan
Agar motif batik tulis Tasikmalaya dikenal secara luas oleh
masyarakat.
Untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap batik tulis
Tasikmalaya.
Untuk melestarikan motif batik tulis Tasikmalaya agar tidak
6
BAB II
MENGENAL BATIK TULIS TASIKMALAYA
2.1. Pengertian Batik Tulis
Batik merupakan kesenian masyarakat Indonesia yang telah
lama menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Banyaknya ragam
batik di Indonesia menghasilkan berbagai pendapat masyarakat
mengenai pengertian batik. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
(2009), “Batik adalah gambar pada kain atau pakaian yang dibuat
dengan cara menulis malam lalu mengolahnya dengan cara tertentu”.
Menurut Sa’du (2010), Istilah batik berasal dari kosakata
bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, dan titik adalah
cara memberi motif pada kain menggunakan malam cair dengan cara
dititik-titik. Cara kerja membuat batik pada dasarnya adalah menutup
permukaan kain dengan malam cair (wax) agar ketika kain dicelup
kedalam cairan pewarna, kain yang tertutup malam tersebut tidak ikut
terkena warna.
Sedangkan menurut Kuswadji (seperti dikutip Tim Sanggar
Batik Barcode, 2010), “Batik berasal dari bahasa Jawa Mbatik, kata
mbat dalam bahasa yang juga disebut ngembat. Arti kata tersebut
melontarkan atau melemparkan. Sedangkan kata tik bisa diartikan
titik. Jadi yang dimaksud batik atau mbatik adalah melemparkan titik
7
buku Batik, Mengenal Batik dan Cara Mudah Membuat Batik, 2010)
menyatakan bahwa,” Batik berasal dari bahasa Sunda. Dalam bahasa
Sunda, batik berarti menyungging pada kain dengan proses
pencelupan”.
Gambar 2.1. Contoh batik tulis (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Meskipun banyaknya pendapat mengenai pengertian batik,
namun pada intinya batik adalah gambar atau motif pada kain yang
dihasilkan melalui proses pembubuhan malam dengan menggunakan
alat yang disebut canting yang selanjutnya diberi warna melalui proses
pencelupan dalam zat pewarna. Salah satu jenis canting yang
umumnya digunakan untuk menggambar motif batik adalah canting
tulis, dan batik yang dibuat dengan menggunakan canting tulis disebut
batik tulis. Jadi, batik tulis adalah kain batik yang penggambaran corak
atau motifnya dilakukan dengan menggunakan canting tulis (Pradito,
8
2.2. Sejarah Batik Tulis Tasikmalaya
Sejarah batik tulis Tasikmalaya tak lepas dari sejarah batik
Priangan, hal ini dikarenakan batik tulis Tasikmalaya merupakan
bagian dari batik Priangan. Dalam buku yang berjudul The Dancing
Peacock Colours and Motifs of Priangan Batik (2010), menuliskan
bahwa batik Priangan adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan identitas pada berbagai batikan yang dihasilkan dan
berlangsung di Priangan, daerah di wilayah Jawa Barat dan Banten
yang penduduknya berbahasa dan berbudaya Sunda.
Awal mula lahirnya batik Priangan diperkirakan dimulai pada
saat masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram (1613 -
1645). Ketika itu Kerajaan Mataram sedang mengepung Batavia yang
dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Sultan
Agung menjadikan wilayah Priangan sebagai pemasok kebutuhan
angkatan perang Kerajaan Mataram. Maka ketika itu banyak
masyarakat Mataram yang singgah dan tinggal di daerah Priangan
termasuk Tasikmalaya. Diduga pada saat itulah banyak pengaruh
keraton yang masuk ke daerah Tasikmalaya, dan salah satunya yaitu
batik.
Selain dipengaruhi batik keraton, batik tulis Tasikmalaya juga
dipengaruhi oleh batik Cirebon. Pengaruh batik Cirebon mulai
mewarnai batik tulis Tasikmalaya yaitu ketika masyarakat dari wilayah
9
kerja rodi atau kerja paksa. Pengaruh batik keraton dan batik Cirebon
yang terdapat pada batik tulis Tasikmalaya dapat ditemukan pada
motif dan warna batiknya. Berbagai pengaruh yang ada pada batik
tulis Tasikmalaya merupakan keistimewaan bagi batik tulis
Tasikmalaya, karena dari banyaknya pengaruh yang ada justru
memperkaya motif maupun warna batik yang menjadi ciri khas batik
tulis Tasikmalaya.
2.3. Motif Batik Tulis Tasikmalaya
Motif merupakan bagian dari ciri khas batik tulis Tasikmalaya.
Berbagai peristiwa, keadaan alam, dan juga kekayaan budaya
menjadi bagian dari sumber inspirasi para pembatik Tasikmalaya
untuk melahirkan berbagai ragam motif yang bervariasi. Umumnya
motif batik tulis Tasikmalaya menggambarkan flora dan fauna maupun
benda atau elemen yang ada dilingkungan sekitar, namun ada juga
motif batik yang mendapatkan pengaruh kuat dari batik lain seperti
10
Gambar 2.2. Contoh motif batik tulis Tasikmalaya yang dipengaruhi motif batik Solo dan Yogyakarta
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Dalam buku The Dancing Peacock Colours and Motifs of
Priangan Batik, menuliskan bahwa umumnya motif-motif pada batik
Solo atau Yogyakarta mengandung makna simbolis tertentu, dan
bahkan sebagian merupakan motif yang hanya boleh dikenakan oleh
kalangan tertentu saja. Hal ini berbeda dengan motif-motif batik tulis
Tasikmalaya, meskipun motif batik tulis Tasikmalaya mendapat
pengaruh dari batik Solo dan Yogyakarta, motif batik tulis Tasikmalaya
11
Gambar 2.3. Contoh motif batik tulis Tasikmalaya yang menggambarkan flora, fauna, benda dan elemen disekitar lingkungan.
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Motif batik tulis Tasikmalaya dibuat tidak berdasarkan status
sosial calon pemakainnya. Hal tersebut sesuai dengan sistem sosial
masyarakat Tasikmalaya yang menekankan pentingnya kesetaraan
(Pradito, D., Jusuf, H. & Atik, S. K, 2010 : 44). Kedekatan geografis,
kebudayaan, dan kekerabatan Tasikmalaya dengan daerah lainnya di
Jawa Barat menghasilkan persamaan beberapa motif batik tulis
Tasikmalaya dengan daerah-daerah tersebut. Namun meskipun
terdapat motif-motif yang serupa dengan daerah lain, biasanya
12
tersebut. Sehingga karakteristik dan ciri khas batik tulis Tasikmalaya
tetap dapat ditemukan meskipun ada kesamaan dengan daerah lain.
Ada tiga alasan atau latar belakang dalam pemberian nama
pada batik tulis Tasikmalaya. Pertama yaitu nama diberikan
semata-mata berdasarkan pada gambar atau motif yang tampak pada batik
tersebut. Misalnya sisik lauk, diberi nama sisik lauk karena motifnya
menyerupai bentuk sisik ikan, dalam bahasa Indonesia sisik lauk
artinya adalah sisik ikan. Begitu juga dengan nama lainnya seperti
buku awi (ruas bambu), kendi, rereng useup, dan lain sebagainya.
a. b.
c. d.
Gambar 2.4. Motif batik tulis Tasikmalaya, a) sisik lauk, b) buku awi, c) kendi, d) rereng useup
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kedua, pemberian nama diberikan berdasarkan pemakai atau
13
nama rereng dokter karena awalnya batik tersebut merupakan
pesanan dari seorang dokter. Dan yang ketiga pemberian nama
diberikan berdasarkan sebuah pristiwa maupun keberadaan tempat
tertentu. Misalnya motif batik renville, drintin, dan lain sebagainya.
Gambar 2.5. Motif batik tulis Tasikmalaya, rereng dokter
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2. 4. Warna Batik Tulis Tasikmalaya
Berdasarkan dari sejarahnya, batik tulis Tasikmalaya mendapat
pengaruh kuat dari batik Solo, Yogyakarta, dan juga Cirebon.
Pengaruh ini tidak hanya ditemukan pada motifnya saja tetapi juga
pada warna batik tulis Tasikmalaya. Menurut Didit Pradito, Herman
Jusuf, & Saftiyaningsih Ken Atik dalam bukunya The Dancing Peacock
Colours & Motifs of Priangan Batik (2010) menuliskan bahwa secara
umum batik tulis Tasikmalaya memiliki tiga karakter berdasarkan
14
Batik Sukapura adalah batik yang warnanya cendrung lembut
dan gelap. Warna-warna yang digunakan biasanya adalah warna
seperti krem, coklat, hitam, merah marun, dan warna gading.
Sedangkan batik Sawoan adalah batik yang didominasi oleh warna
coklat seperti warna buah sawo, ditambah warna indigo dan titik-titik
berwarna putih, sepintas mirip batik Solo. Berbeda dengan batik
Sukapura dan batik Sawoan, batik Tasikan memiliki komposisi warna
yang lebih cerah dan beragam yang cendrung dipengaruhi karakter
batik pesisiran, seperti batik Cirebon dan Pekalongan.
Gambar 2.6. Contoh perbandingan warna batik Sukapura dan batik Tasikan (kiri batik Sukapura dan kanan batik Tasikan)
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2.5. Analisa Masalah
Berdasarkan dari fokus masalah yang telah ditentukan
sebelumnya, yang menjadi permasalah dari batik tulis Tasikmalaya
adalah Motif batik tulis Tasikmalaya yang kurang dikenal oleh
15
Tasikmalaya tersebut. Untuk mengetahui kebenaran dari
permasalahan dan menemukan penyelesaian atau solusi dari masalah
tersebut , maka perlu dilakukan analisa permasalahan, salah satunya
yaitu dengan melakukan survey terhadap objek yang diteliti.
Gambar 2.7. Grafik apresiasi masyarakat terhadap motif batik tulis Tasikmalaya
(Sumber: Berdasarkan hasil survey pribadi)
Grafik diatas merupakan hasil dari survey yang telah dilakukan.
Survey dilakukan dengan cara membagikan kuesioner atau angket
16
Mengetahui motif batik tulis Jawa Barat 74 orang menjawab Ya : 74 %
26 orang menjawab Tidak : 26%
Mengetahui motif batik tulis Tasikmalaya 23 orang menjawab Ya : 23%
77 orang menjawa Tidak : 77%
Dari hasil survey yang dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa masyarakat di kota Bandung tertarik terhadap batik dan
mengetahui motif batik tulis Jawa Barat, akan tetapi sebagian besar
dari mereka tidak mengenal atau mengetahui motif batik tulis
Tasikmalaya. Berkaitan dengan ini Ketua Umum Yayasan Batik Jawa
Barat, Ny. Sendy Ramalia Wurandani dalam Harian Umum Pikiran
Rakyat (4/6) menyatakan bahwa, “Kekayaan motif batik Jawa Barat
yang jumlahnya ratusan hingga kini belum dikenal secara luas oleh
masyarakat. Hingga kini, masyarakat baru mengenal motif batik
Trusmi dan Garutan. Padahal selain Trusmi (Cirebon) dan Garutan,
17
sebagainya. Hal inilah yang perlu disosialisasikan ke masyarakat”.
Begitu juga menurut pendapat Deden, pemilik dari Galeri Batik Deden,
dalam wawancara yang berlangsung pada 20 maret 2011 di Galeri
batiknya yaitu Jl. Cigeureung no. 80 Tasikmalaya, menyatakan bahwa
kurang dikenalnya batik tulis Tasikmalaya yaitu dikarenakan minimnya
informasi kepada masyarakat mengenai batik tersebut, selain itu tidak
adanya pendokumentasian mengenai motif-motif batik tulis
Tasikmalaya dan adanya kemiripan beberapa motif batik tulis
Tasikmalaya dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat membuat
masyarakat menjadi kurang hafal terhadap batik tulis Tasikmalaya.
2.6. Penyelesaian Masalah
Dari analisa permasalah yang sudah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan adalah motif batik
tulis Tasikmalaya yang kurang dikenal oleh masyarakat terutama
generasi muda dan minimnya dokumentasi mengenai motif batik tulis
Tasikmalaya tersebut. Dengan demikian, maka penyelesaian masalah
atau solusi yang paling tepat dilakukan yaitu dengan mengenalkan
motif batik tulis Tasikmalaya dalam bentuk media komunikasi yang
sesuai dengan kebutuhannya. Bentuk media komunikasi tersebut
adalah media komunikasi yang dapat menyelesaikan dua masalah
sekaligus, selain mengenalkan motif batik tulis Tasikmalaya juga
berupa dokumentasi mengenai motif batik tulis Tasikmalaya tersebut.
18
untuk pemecahan permasalahan mengenai motif batik tulis
Tasikmalaya ini, diantaranya adalah media berbasis digital yaitu
berupa CD interaktif, buku digital dan film dokumenter, dan juga media
berbasis cetak, yaitu berupa buku bergambar (picture book), buku
katalog, dan buku ilustrasi.
Dari beberapa alternatif media yang ada, media berupa buku
bergambar (picture book) merupakan media komunikasi yang tepat
untuk digunakan sebagai pemecahan permasalahan ini. Hal ini
dikarenakan dalam menyampaikan informasi mengenai motif batik
tulis Tasikmalaya dibutuhkan media yang dapat menampung bahasan
yang lengkap, praktis, dan mudah digunakan. Dengan disertai
informasi berupa foto dan juga teks mengenai motif batik tulis
Tasikmalaya dalam buku tersebut, maka dapat memudahkan
penyampaian pesan dan tujuan perancangan kepada khalayak
sasaran, sehingga pesan dan tujuan yang disampaikan dapat lebih
mudah dimengerti dan dipahami oleh khalayak sasaran.
2.7. Tinjauan Umum Buku
Buku merupakan sarana atau media informasi yang mudah
digunakan dan didapat, hal ini dikarenakan banyaknya tempat-tempat
yang menjual buku atau yang biasa kita kenal sebagai toko buku yang
ada di Indonesia terutama di kota-kota besar, seperti Bandung dan
19
yang hanya berisi informasi berupa teks hingga buku yang berisi
informasi berupa gambar atau keduanya.
Buku sebagai media informasi dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pengetahuan, dan segala sesuatu yang ada dan
terjadi, baik itu peristiwa, bermacam cerita, dan apapun yang
menghasilkan informasi. Bentuk buku tidak harus berupa teks, namun
buku juga dapat disajikan berupa gambar atau foto yang disertai teks,
seperti buku bergambar (picture book), yang disesuaikan dengan
kebutuhan penyampaian informasi mengenai buku tersebut.
2.7.1. Pengertian Buku
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2009), buku
adalah kitab atau barang cetakan berupa lembar-lembar kertas
yang dijilid. Sedangkan menurut Purwadarminta (seperti yang
dikutip Erlangga, 2011) buku adalah beberapa helai kertas
yang terjilid (berisi tulisan untuk dibaca atau halaman-halaman
kosong untuk ditulisi.
2.7.2. Buku Bergambar
Menurut Guntur (seperti yang dikutip Nurmarwan, 2010),
“Buku bergambar merupakan salah satu bentuk penyampaian
pesan dengan bentuk teks disertai dengan gambar ilustrasi
20
Buku bergambar terdiri dari beberapa jenis, yang
diantaranya adalah sebagai berikut:
Buku yang mengandalkan gambar/ilustrasi, di mana teks
hanya berfungsi sebagai penjelasan gambar.
Buku yang mengandalkan gambar/ilustrasi sebagai
penjelas teks. Gambar/ilustrasi hanya berfungsi sebagai
tambahan.
Buku yang gambar/ilustrasinya hanya merupakan
dekorasi atau hanya sebagai elemen estetis dan memiliki
sedikit hubungan dengan isi teks.
2.8. Khalayak Sasaran
Berdasarkan analisa grafik apresiasi masyarakat yang telah
diuraikan pada analisa masalah, maka yang menjadi khalayak
sasaran dari perancangan media komunikasi mengenai motif batik
tulis Tasikmalaya ini adalah masyarakat yang berada di wilayah Jawa
Barat khususnya kota Bandung. Khalayak sasaran terdiri dari remaja
dan juga dewasa dan berkisar antara usia 16 - 25 tahun. Usia ini
merupakan kategori usia yang masih menuntut ilmu, umumnya pada
usia ini terdapat kalangan pelajar dan mahasiswa, sehingga
memudahkan penyampaian pesan atau tujuan dari perancangan
karena kalangan pelajar maupun mahasiswa memerlukan banyak
pengetahuan termasuk pengetahuan mengenai kebudayaan daerah
21
Selain itu, juga terdapat khalayak sasaran sekunder dengan usia
berkisa antara 26 - 45 tahun yang terdiri dari masyarakat umum yang
memang tertarik dan ingin mengenal motif batik tulis Tasikmalaya.
Geografis
Masyarakat yang berada di kota Bandung, baik itu masyarakat
Tasikmalaya yang tinggal di Bandung maupun masyarakat Bandung
yang ingin mempelajari motif batik tulis Tasikmalaya.
Demografis
Target primer:
generasi muda yang berusia antar 16 - 25 tahun, alasannya yaitu
karena pada usia ini umumnya merupakan usia yang masih
menuntut ilmu (terdiri dari pelajar dan mahasiswa), sehingga
banyak remaja maupun dewasa yang sedang mempelajari dan
mencari tahu kebudayaan-kebudayaan Indonesia, dalam hal ini
tentunya termasuk mempelajari batik.
Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan
Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa
Pendidikan : SMA - Kuliah (Universitas)
22
Target skunder:
Terdiri dari masyarakat yang berusia 26 - 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan
Pekerjaan : Umum
Pendidikan : SMA - Umum
Status ekonomi : Menengah ke atas
Psikografis
Remaja maupun dewasa yang memiliki ketertarikan pada
kebudayaan terutama terhadap batik, termasuk batik tulis
Tasikmalaya.
Remaja maupun dewasa yang ingin mengetahui secara detail
mengenai sesuatu hal, seperti diantaranya mengenai motif batik
tulis Tasikmalaya.
Remaja maupun dewasa yang aktif maupun pasif dalam
mempelajari kebudayaan Indonesia, termasuk batik.
Remaja maupun dewasa yang memiliki hobi membaca maupun
23
BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
3.1. Strategi Perancangan
Sebelum melakukan atau membuat suatu perancangan,
dibutuhkan konsep desain atau strategi perancangan, sehingga tujuan
dari perancangan dapat tepat mengenai sasaran. Strategi
perancangan tersebut dapat berupa pertanyaan maupun bahasan
mengenai perancangan media komunikasi motif batik tulis
Tasikmalaya, yang meliputi tujuan perancangan, khalayak sasaran,
pesan yang ingin disampaikan, bagaimana cara menyampaikan
pesan, dan pada media komunikasi apa perancangan akan dibuat.
3.1.1. Pendekatan Komunikasi
Secara umum pendekatan komunikasi yang dilakukan
dalam perancangan media komunikasi ini menggunakan
bahasa yang ringan, yang mudah dipahami dan disesuaikan
dengan khalayak sasaran yaitu remaja dan dewasa, sehingga
tujuan maupun pesan dari perancangan komunikasi mengenai
motif batik tulis Tasikmalaya tersebut dapat tersampaikan
dengan baik.
Bahasa yang dipakai dalam pendekatan komunikasi
24
bahasa Sunda, seperti pada penamaan motif batik yang
disesuaikan dengan penamaan aslinya, tujuannya yaitu agar
terasanya kesan budaya Priangan pada perancangan
komunikasi mengenai motif batik tulis Tasikmalaya ini. Untuk
memudahkan khalayak sasaran dalam memahami istilah-istilah
bahasa Sunda yang mungkin kurang dipahami, maka
istilah-istilah bahasa Sunda tersebut akan diberi terjemahan atau
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang lebih mudah
dimengerti dan dipahami.
Dengan melakukan pendekatan komunikasi tersebut,
maka diharapkan dapat menyampaikan tujuan dari komunikasi,
yaitu untuk mengenalkan motif batik tulis Tasikmalaya kepada
masyarakat khususnya generasi muda, dan menemukan media
komunikasi yang tepat untuk mendokumentasikan motif-motif
batik tulis Tasikmalaya tersebut.
Dalam pendekatan komunikasi terdapat pesan yang
disampaikan kepada khalayak sasaran. Pesan yang akan
disampaikan adalah pengetahuan atau informasi kepada
masyarakat mengenai ragam motif batik tulis Tasikmalaya,
sehingga melalui ragam motif batik tulis tersebut, masyarakat
25
3.1.2. Strategi Kreatif
Karena banyaknya informasi atau pengetahuan
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya yang akan disampaikan
kepada khalayak sasaran, maka dibutuhkan strategi kreatif
untuk menyampaikannya. Fungsinya yaitu untuk memudahkan
penyampaian informasi atau pengetahuan kepada khalayak
sasaran sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami
dengan baik. Strategi kreatif yang dilakukan yaitu dengan
membagi bahasan menjadi beberapa bagian yang diantaranya
adalah:
Menginformasikan atau memberi pengetahuan
mengenai sejarah dan perkembangan batik tulis
Tasikmalaya, juga perbedaan batik tulis Tasikmalaya
dengan ragam batik lainnya.
terdiri dari ragam motif flora, fauna, dan elemen maupun
benda-benda.
Strategi kreatif lainnya yaitu terdapat dalam
26
tulisan atau elemen teks, namun juga terdapat elemen visual
berupa gambar dari hasil fotografi, dan beberapa elemen visual
berupa artwork yang berhubungan dengan perancangan. Hal
ini dilakukan untuk memperjelas isi pesan dan memudahkan
dalam penyampaian informasi atau pesan yang disampaikan
sehingga mudah dimengerti dan menarik untuk dipelajari.
3.1.3. Strategi Media
Untuk mengenalkan atau menginformasikan motif batik
tulis Tasikmalaya kepada masyarakat, dibutuhkan media
komunikasi yang tepat dan sesuai dengan pemecahan atau
solusi permasalahan. Media-media tersebut terdiri dari media
utama yang telah ditentukan sebagai pemecahan masalah yaitu
media berupa buku, dan media pendukung yang berperan
sebagai media pembantu atau pelengkap dalam
menginformasikan media utama, dengan tujuan menyampaikan
informasi maupun promosi.
a. Media Utama
Media utama yang digunakan untuk pemecahan
masalah ini adalah buku bergambar (picture book)
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya. Pemilihan media
27
penyelesaian masalah yang telah diuraikan sebelumnya.
Selain itu, pemilihan media berupa buku juga dikarenakan
buku merupakan media komunikasi yang memiliki banyak
kelebihan, diantaranya:
Buku kaya akan imajinasi dan merangsang pemikiran
untuk mengembangkan ide-ide kreatif.
Buku memiliki bahasan yang lengkap, dalam sebuah
buku biasanya membahas suatu topik yang menyeluruh.
Buku merupakan sumber pengetahuan.
Buku merupakan sarana informasi yang mudah didapat,
karena banyaknya toko-toko yang menjual buku (toko
buku).
untuk mengetahui perkembangan yang ada pada saat
itu.
b. Media Pendukung
Agar penyampaian media komunikasi utama kepada
28
media komunikasi pendukung, baik media pendukung
bersifat promosi maupun media pendukung yang bersifat
memberikan informasi, yang diantaranya yaitu:
Poster
Poster adalah media penyampaian informasi yang
pengaplikasiannya dilakukan dengan cara ditempel di
dinding atau permukaan datar lainnya. Umumnya poster
terdiri dari teks dan elemen visual yang dirancang untuk
menarik perhatian masyarakat yang melihatnya.
Pemilihan poster sebagai media pendukung dikarenakan
poster memiliki ukuran yang cukup besar (60 cm x 42
cm), sehingga khalayak sasaran dapat melihat dan
mengamati produk yang ditawarkan (buku) dengan
cukup jelas, karena pada poster yang dibuat terdapat
informasi yang singkat, jelas, namun mudah dimengerti.
Selain itu, poster merupakan media yang fleksibel
karena dapat di tempel di mana saja, baik di dalam
maupun luar ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
X-banner
Standing banner atau yang dikenal dengan
sebutan X-banner adalah media penyampaian informasi
yang terdiri dari perpaduan frame (rangka) dan media
29
hampir sama dengan poster, yang membedakan
hanyalah keberadaan frame (rangka) pada X-banner
yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakan atau
menempelkan media cetak. Pemilihan X-banner sebagai
media pendukung dikarenakan X-banner merupakan
media yang praktis, dapat dibongkar pasang, dan dapat
diletakan dimana saja.
Leaflet Display
Leaflet display adalah tempat untuk menampilkan
media komunikasi grafis berupa leaflet, yaitu selembaran
yang berisi informasi mengenai produk atau informasi
lainnya. Umumnya leaflet display terbuat dari bahan
keras seperti akrilik, kaca maupun kayu dan disesuaikan
dengan kebutuhan. Pemilihan leaflet display sebagai
media pendukung dikarenakan leaflet display dapat
membantu khalayak sasaran untuk mengetahui informasi
mengenai buku. Dengan melihat leaflet display maka
khalayak sasaran dapat mengetahui informasi mengenai
buku tersebut.
Book Display
Book display merupakan tempat untuk meletakan
buku atau berfungsi sebagai penyangga buku. Sama
30
terbuat dari bahan yang keras, karena agar kuat dalam
menahan atau menyangga buku. Dengan adanya book
display maka buku dapat diletakan atau diberdirikan
pada book display, sehingga buku dapat terlihat dengan
jelas oleh khalayak sasaran dan memudahkan khalayak
sasaran dalam menemukan buku tersebut.
Flyer
Flyer adalah media berupa selembaran yang
didalamnya berisi pesan atau informasi. Flyer biasanya
disebar pada tempat ramai dengan berbagai cara,
diantaranya yaitu bisa dibagikan langsung, ditempel
pada dinding atau tiang, maupun diletakan pada
flier-stand atau tempat-tempat lainnya. Flyer berfungsi
sebagai media promosi yang dibagikan pada kepada
masyarakat pada saat masa promosi atau peluncuran
buku yang isinya memberikan informasi mengenai buku
yang ditawarkan. Dengan disebarkan flyer kepada
masyarakat maka masyarakat dapat mengetahui adanya
buku tersebut.
Flag Chain
Flag chain adalah media komunikasi yang
31
umumnya dipasang di langit-langit toko buku dengan
tujuan menarik perhatian perhatian pengunjung.
Paper Bag
Paper bag adalah media komunikasi yang terbuat
dari kertas dan berbentuk tas atau wadah. Paper bag
diberikan kepada khalayak sasaran yang membeli buku
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya yang berfungsi
sebagai tempat/wadah untuk membawa barang
belanjaan (buku) agar lebih praktis.
Gimmick
Gimmick merupakan gambaran visual dari produk
yang ditawarkan. Gimmick disebarkan dengan tujuan
untuk menarik perhatian masyarakat agar mereka
berminat terhadap produk yang ditawarkan. Jenis
gimmick yang dipakai untuk dijadikan suvenir pada
perancangan media komunikasi berupa buku ini
diantaranya yaitu, pembatas buku, kain batik tulis
berukuran kecil (sapu tangan), pin dan stiker bermotif
batik.
3.1.4. Strategi Distribusi
Strategi distribusi merupakan rencana atau langkah yang
32
kepada khalayak sasaran. Dalam perancangan ini, produk
tersebut adalah buku mengenai motif batik tulis Tasikmalaya
dengan khalayak sasaran utamanya yaitu masyarakat kota
Bandung yang terdiri dari remaja dan juga dewasa.
Strategi distribusi yang dilakukan dalam perancangan ini
diantaranya yaitu pertimbangan jadwal distribusi yang dilakukan
pada pertengahan bulan september hingga akhir bulan
desember. Dalam jangka waktu kurang lebih 4 bulan tersebut,
beberapa media pendukung dan gimmick juga akan disebar di
tempat-tempat umum yang banyak dikunjungi oleh masyarakat
atau khalayak sasaran, sehingga dapat membantu penyebaran
informasi mengenai buku motif batik tulis Tasikmalaya tersebut.
Bulan SEP OKT NOV DES
33
Media Tempat penyebaran media
Buku
bergambar
(picture book)
Toko-toko buku besar yang ada di kota
Bandung, terutama toko buku Gramedia.
Poster Toko-toko buku yang menyediakan buku
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya,
kawasan umum yang ramai dilalui orang yang
berdekatan dengan sekolah dan kampus.
X-banner Toko-toko buku yang menyediakan buku mengenai motif batik tulis Tasikmalaya, dan
tempat/stand pada saat melakukan pameran atau promosi.
Leaflet display
Toko-toko buku yang menyediakan buku
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya,
tempat/stand pameran.
Flyer Kawasan umum yang ramai dilalui orang yang berdekatan dengan sekolah dan
kampus.
Flag chain Toko-toko buku yang menyediakan buku mengenai motif batik tulis Tasikmalaya, dan
tempat/stand pada saat melakukan pameran atau promosi.
Media
gimmick
(stiker dan
pin)
Toko-toko buku yang menyediakan buku
mengenai motif batik tulis Tasikmalaya, dan
tempat/stand pada saat melakukan pameran atau promosi. Media gimmick (stiker dan pin) diberikan apabila khalayak sasaran membeli
buku mengenai motif batik tulis Tasikmalaya
tersebut.
34
Meskipun jadwal distribusi dimulai dari pertengahan
bulan september, namun buku akan diluncurkan pada bulan
oktober. Hal ini dilakukan sebagai persiapan dan juga untuk
memberikan rasa penasaran kepada khalayak sasaran
terhadap buku yang ditawarkan, selain itu untuk menyesuaikan
peluncuran buku dengan hari batik Indonesia yang bertepatan
pada tanggal 2 oktober sehingga menghasilkan jadwal
distribusi yang potensial.
Agar penerbitan buku ini berjalan dengan lancar dan
mendapat tanggapan positif maupun kepercayaan dari
khalayak sasaran atau masyarakat, maka dalam perancangan
buku ini bekerjasama dengan Yayasan Batik Jawa Barat
(YBJB), yaitu suatu organisasi nirlaba yang kompeten dalam
menerbitkan informasi mengenai batik Jawa Barat, termasuk
batik tulis Tasikmalaya. Selain itu agar jalur distribusi buku ini
berjalan dengan efektif, maka untuk penerbitan buku dilakukan
melalui kerjasama dengan penerbit besar, seperti Gramedia
Pustaka Utama. Sedangkan untuk penyebaran buku dilakukan
melalui kerjasama dengan toko-toko buku besar yang ada di
kota Bandung, seperti toko buku Gramedia, dan toko-toko buku
35
3.2. Konsep Visual
Warna merupakan bagian dari ciri khas batik tulis Tasikmalaya.
Warna batik tulis Tasikmalaya yang beragam menjadi inspirasi atau
latar belakang dalam konsep visual dari media yang akan dibuat,
sehingga menghasilkan konsep beraneka ragam warna (colourful) dan
elegan, yang menciptakan kesatuan antara batik tulis Tasikmalaya
dengan media komunikasi yang akan dibuat yaitu berupa buku
bergambar (picture book).
Pemilihan konsep yang colourful atau penuh warna dan elegan
ini selain disesuaikan dengan batik tulis Tasikmalaya, juga
disesuaikan dengan khalayak sasaran yaitu kalangan remaja dan
dewasa yang umumnya menyukai sesuatu yang menarik dan tidak
terlalu konservatif.
3.2.1. Format Desain
Format desain buku dibuat dengan ukuran landscape
atau memanjang yaitu 23 cm x 21 cm. Dengan ukuran tersebut
buku terlihat tidak terlalu besar dan nyaman ketika dipegang
atau dibawa. Selain itu, dengan ukuran memanjang maka
tampilan halaman buku terlihat luas dan elemen visual berupa
gambar atau foto dapat ditampilkan lebih besar dan jelas
sehingga memudahkan dan memberikan kenyamanan pada
36
3.2.2. Tata Letak (Layout)
Layout yang terdapat pada buku motif batik tulis
Tasikmalaya ini terdiri dari elemen teks dan juga elemen visual
yang saling melengkapi dalam menyampaikan informasi
mengenai materi buku, sehingga dapat mudah dimengerti dan
dipahami oleh khalayak sasaran. Elemen teks yang menjadi
bagian dari layout pada halaman buku terdiri dari running feet
dan nomor halaman, sedangkan untuk elemen visualnya yaitu
berupa artwork atau karya seni selain fotografi.
Gambar 3.8. Layout halaman.
Running feet adalah keterangan atau informasi berupa
judul buku, bab atau topik yang sedang dibaca, yang
berulang-ulang ada pada tiap halaman yang posisinya tidak berubah.
Dalam buku ini running feet terdapat pada bagian bawah
2 cm
37 (footer) tiap halaman buku dan berdekatan dengan nomor
halaman, yang fungsi yaitu untuk memberikan keterangan dan
memudahkan pembaca untuk menemukan dan mengingat bab
atau bahasan yang sedang dibaca. Sedangkan nomor halaman
fungsinya yaitu untuk memberikan urutan pada buku, sehingga
memudahkan pembaca dalam menemukan bahasan atau
lokasi bahasan pada buku.
Gambar 3.9. Running feet pada halaman buku
Berbeda dengan running feet dan nomor halaman yang
berperan memberikan informasi, artwork pada layout berperan
sebagai elemen estetis, sehingga dengan adanya artwork maka
halaman buku terlihat lebih menarik dan tidak terlalu polos.
Artwork pada halaman layout merupakan gambar yang
38
motif batik tulis Tasikmalaya, yang kemudian di ubah,
disederhanakan, dan disesuaikan intensitas warnanya.
Gambar 3.10. Elemen visual berupa artwork pada layout halaman
Terdapat dua arah baca atau sequence dalam layout
perancangan media buku ini, yaitu sequence N dan sequence
L. Sequence N yaitu urutan arah baca pada buku dimulai dari
bagian kiri atas ke bagian kiri bawah dan dilanjutkan ke bagian
kanan atas lalu ke bagian kanan bawah. Sedangkan sequence
L yaitu urutan arah baca dari bagian kiri atas ke bagian kiri
bawah lalu dilanjutkan ke bagian kanan bawah halaman.
Sequence N banyak dipakai pada layout halaman-halaman
awal buku, sedangkan sequence L banyak dipakai pada layout
halaman yang menampilkan ragam motif batik tulis
39
Gambar 3.11. Halaman buku dengan sequence/arah baca N
Gambar 3.12. Halaman buku dengan sequence/arah baca L
3.2.3. Tipografi
Terdapat tiga jenis tipografi yang dipakai pada
perancangan media komunikasi berupa buku ini. Tujuannya
40
buku. Jenis tipografi yang dipakai untuk judul adalah Standing
Room Only NF. Jenis tipografi ini memiliki tekstur tebal dan tipis
yang berbeda pada hurufnya, sehingga memberikan kesan
yang tidak terlalu kaku dan mengurangi kesan konservatif jika
disandingkan atau digabungkan dengan motif batik tulis
Tasikmalaya. Namun, meskipun demikian tipografi jenis
Standing Room Only NF ini dapat menghasilkan kesan yang
serasi dan menciptakan kesatuan jika disandingkan dengan
motif batik tulis Tasikmalaya.
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
U V W X Y Z
a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v
w x y z
Gambar 3.13. Tipografi Standing Room Only NF untuk judul
Untuk sub judul pada cover dan judul pada isi buku, jenis
tipografi yang dipakai adalah Trebuchet MS. Jenis tipografi ini
memiliki keterbacaan yang jelas dan juga memiliki kesan yang
simpel dan tidak terlalu formal, sehingga memberikan
41
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U
V W X Y Z
a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w
x y z
Gambar 3.14. Tipografi Trebuchet MS untuk sub judul
Gambar 3.15. Tipografi judul dan sub judul pada cover buku bagian dalam
Selain jenis tipografi Standing Room Only NF dan
Trebucket MS, terdapat jenis tipografi lain yang dipakai dalam
buku motif batik tulis Tasikmalaya ini, yaitu tipografi Myriad Pro.
Jenis tipografi ini dipakai untuk isi buku (body text) karena
tipografi ini memiliki keterbacaan yang cukup jelas meskipun
digunakan dalam ukuran huruf yang kecil (seperti pada
42
Gambar 3.16. Tipografi Myriad Pro untuk isi buku
3.2.4. Ilustrasi
Dalam perancangan media komunikasi berupa buku ini
tidak menggunakan ilustrasi secara manual, tetapi lebih
menggunakan elemen visual berupa fotografi. Tujuannya yaitu
agar gambar maupun warna yang ditampilkan terlihat lebih
nyata dan memiliki kredibilitas atau kemampuan untuk memberi
kesan dapat dipercaya, sehingga pesan yang disampaikan
dapat lebih mudah dipahami oleh khalayak sasaran.
Gambar 3.17. Elemen visual berupa foto pada buku
Selain itu, terdapat juga ilustrasi berupa artwork yang
43
Tasikmalaya. Artwork tersebut berupa motif kupu-kupu yang
diambil dari motif kukupu lar. Hal yang melatarbelakangi
pemilihan motif kupu-kupu tersebut yaitu karena dalam motif
batik tulis Tasikmalaya kupu-kupu merupakan hewan atau
fauna yang melambangkan kecantikan dan keanggunan. Maka
dari itu kupu-kupu dipilih sebagai elemen estetis pada buku
yang memberikan kesan cantik dan anggun.
Gambar 3.18. Studi ilustrasi berupa artwork
3.2.5. Cover
Ilustrasi cover depan pada buku ini terdiri dari elemen
44
menghasilkan tampilan cover yang sesuai dengan konsep yang
dipilih, yaitu beraneka ragam warna (colourful) dan elegan.
Gambar 3.19. Cover buku depan
Elemen visual berupa foto yang digunakan pada cover
depan adalah foto dari salah satu motif batik tulis Tasikmalaya
yang bernama motif merak rawa. Hal yang melatarbelakangi
dipilihnya motif merak rawa sebagai cover depan yaitu karena
motif merak rawa dapat mewakili konsep dari perancangan
media komunikasi ini. Hal tersebut dapat dilihat pada warna
yang ditampilkan oleh motif merak rawa yang dipilih, yang tidak
hanya menampilkan satu warna tetapi beberapa warna. Selain
itu, hal lain yang melatarbelakangi pemilihan motif merak rawa
sebagai cover depan adalah karena motif merak rawa termasuk
motif yang dipercaya oleh sebagian pembatik batik tulis
45
keberuntungan. Oleh karena itu, dengan dijadikannya motif
merak rawa sebagai cover depan pada buku mengenai motif
batik tulis Tasikmalaya ini, maka diharapkan dapat memberikan
keberuntungan pada buku ini.
Gambar 3.20. Cover buku belakang
Sama halnya dengan cover depan, cover belakang pada
buku juga terdiri dari elemen visual dan elemen teks, yang
membedakannya yaitu elemen visual berupa foto pada cover
belakang terlihat lebih samar dan lebih dominan teks karena
pada cover belakang terdapat teks berupa sinopsis dari isi
buku. Selain itu, pada cover belakang juga terdapat elemen
lain, baik elemen visual maupun elemen teks yang melengkapi
46
3.2.6. Judul Buku
Pada buku ini terdapat judul dan sub judul buku. Judul
bukunya adalah “Batik Tasik”, sedangkan sub judul bukunya
adalah “mengenal motif batik tulis Tasikmalaya”. Judul buku
berisi pesan yang menyatakan bahwa Tasikmalaya juga
memiliki batik. Selain itu judul buku juga menggambarkan atau
menceritakan topik utama yang akan dibahas pada buku ini.
Sama halnya dengan judul, sub judul juga berperan dalam
menceritakan topik yang akan dibahas. Melalui sub judul
pembaca dapat mengetahui lebih spesifik mengenai judul atau
topik yang akan dibahas, karena sub judul merupakan bagian
dari judul.
Gambar 3.21. Judul dan sub judul buku
3.2.7. Pembatas Bab
Dalam buku ini terdapat pembatas bab yang
berbeda-beda pada tiap babnya. Perberbeda-bedaan tersebut dapat dilihat pada
warna dan motif yang terdapat pada setiap pembatas bab. Hal
47
pembatas bab yaitu untuk menyesuaikan dengan konsep yang
digunakan pada perancangan ini, selain itu juga untuk
memberikan kesan menarik dan tidak monoton.
Gambar 3.22. Pembatas bab
Fungsi dari pembatas bab adalah sebagai penanda
maupun pembatas topik bahasan. Dengan adanya pembatas
bab maka dapat memudahkan pembaca dalam menemukan
48
3.2.8. Warna
Warna-warna yang digunakan dalam perancangan media
komunikasi buku mengenai motif batik tulis Tasikmalaya ini
disesuaikan dengan warna-warna yang banyak terdapat pada
batik tulis Tasikmalaya, seperti warna biru, merah, jingga,
kuning, dan hijau. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesan
yang sesuai dan menghasilkan kesatuan antara media yang
dibuat dengan topik atau bahasan yaitu mengenai motif batik
tulis Tasikmalaya. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk
menyesuaikan perancangan media komunikasi dengan konsep
visual.
Meskipun warna-warna yang digunakan dalam
perancangan media ini disesuaikan dengan warna-warna pada
batik tulis Tasikmalaya, namun untuk menghasilkan kenyaman
pada media komunikasi yang berupa buku, maka warna-warna
tersebut disesuaikan intensitasnya sehingga tidak
menghasilkan warna yang terlalu terang atau kontras pada saat
disandingkan dengan elemen visual atau elemen teks lainnya.
Warna yang dipakai adalah warna yang redup dan memberikan
49
Gambar 3.23. Warna yang digunakan dalam perancangan media komunikasi
Dalam perancangan media komunikasi ini, bentuk atau
hasil akhir media adalah buku yang merupakan media berbasis
cetak. Maka dari itu model warna yang digunakan pada
perancangan media ini adalah model warna CMYK (Cyan,
Magenta, Yellow, Black), yaitu model warna yang umumnya
50
Gambar 3.24. Penerapan warna pada media komunikasi (buku)
51
BAB IV
TEKNIS PRODUKSI MEDIA
4.1. Proses Perancangan Buku Bergambar
Proses perancangan buku ini berawal dari pengembangan
konsep desain yang mencakup informasi apa saja yang akan dibahas
secara deskripsi dalam buku ini. Konsep tersebut merupakan konsep
dasar yang kemudian menjadi panduan dalam mendesain layout buku
ini, yang terdiri dari elemen visual dan elemen teks.
Setelah penentuan konsep desain ditentukan, langkah
selanjutnya adalah pengumpulan data-data informasi yang dipilih
secara selektif untuk dijadikan isi buku. Agar isi buku lebih menarik
maka dalam penyampaian informasi tersebut tidak hanya berupa
elemen teks, tetapi juga terdapat elemen visual. Elemen visual yang
digunakan dalam buku ini lebih menonjolkan ilustrasi berupa foto
sebagai pelengkap penyampaian informasi. Foto tersebut merupakan
foto yang diambil langsung dengan cara fotografi menggunakan
kamera digital. Selain foto, juga terdapat elemen visual berupa artwork
yang dihasilkan dari penyederhanaan foto.
Setelah isi buku ditentukan, berikutnya adalah menentukan
media dan ukuran buku yang akan dibuat, yang kemudian
direncanakan dahulu dalam bentuk mini atau thumbnail pada kertas.
52
diterapkan pada buku. Tujuan pembuatan thumbnail ini yaitu untuk
memudahkan pada saat pengerjaan di komputer dan juga untuk
meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam menentukan struktur buku.
Setelah konsep, isi dan juga sketsa layout selesai dibuat dan
siapkan, langkah selanjutnya adalah menggunakan software di
komputer untuk memulai proses pengerjaan atau pembuatan desain.
Diawali dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3 dan juga
Photoscape untuk proses editing elemen visual berupa foto dan
artwork. Proses ini meliputi editing atau penyesuaian intensitas
cahaya pada foto, penyesuaian ukuran foto, pembuatan artwork,
penyesuaian intensitas warna pada artwork, dan penyesuaian ukuran
artwork. Setelah proses editing elemen visual selesai, lalu dilanjutkan
penyusunan layout dengan menggunakan Adobe Indesign CS2.
penyusunan layout ini meliputi penerapan elemen visual dan elemen
teks pada buku, dimulai dari cover depan buku, isi tiap halaman buku,
hingga cover belakang buku, sehingga menghasilkan arah baca
(sequence) yang mudah dipahami dan komposisi tampilan yang
menarik.
Setelah proses pembuatan desain di komputer selesai, langkah
selanjutnya yaitu mengkonversi atau merubah warna-warna menjadi
CMYK (Cyan, magenta, Yellow, Black), hal ini disesuaikan dengan
53
Sebelum desain dicetak dalam ukuran sesungguhnya, maka
dibuat dummy terlebih dahulu sebagai acuan dalam tahap percetakan.
Dummy dicetak menggunakan printer inkjet dengan kertas hvs.
Setelah dummy dibuat dan tidak ada kesalahan, maka selanjutnya
masuk ke proses percetakan dengan teknik cetak offset, kemudian
hasil dari percetakan dipotong dan dirapihkan hingga terakhir masuk
ke proses penjilidan.
4.2. Media Utama
Media utama merupakan media yang telah dipilih dan sesuai
untuk menyelesaikan permasalahan yang telah ditentukan dalam
penyelesaian masalah dan strategi media. Media utama yang dipilih
dalam perancangan ini adalah buku, dan jenis buku yang dipilih
adalah buku bergambar (picture book).
4.2.1. Buku Bergambar
Buku yang dibuat pada perancangan media komunikasi
ini adalah buku dengan judul Batik Tasik, Mengenal Motif Batik
Tulis Tasikmalaya. Buku ini merupakan buku yang membahas
mengenai motif-motif batik tulis Tasikmalaya. Jenis buku ini
termasuk kedalam buku bergambar, karena dalam buku ini
banyak terdapat ilustrasi gambar berupa foto dari hasil fotografi
54
sebagai penyampai informasi selain teks. Buku ini berukuran
23 cm x 21cm dengan bentuk memanjang (Landscape) dan
menggunakan kertas jenis art paper 150 gsm untuk isi buku
dan 230 gsm untuk cover buku. Untuk produksi masal, buku ini
dicetak dengan teknik offset dan dijilid soft cover dengan
laminasi doff panas.
4.2.1.1. Cover
Cover buku terdiri dari dua bagian, diantaranya
yaitu cover depan dan cover belakang. Pembuatan
cover pada buku ini dicetak menggunakan kertas art
paper 230 gsm. Pemilihan ketebalan/berat 230 gsm
tersebut dikarenakan untuk membedakan antara
cover buku dengan isi buku yang cendrung lebih tipis.
Selain dicetak pada ukuran tebal, cover buku juga
dilapisi atau dilaminasi doff dengan tujuan agar buku
55
Gambar 4.25. Cover depan
Cover depan terdiri dari ilustrasi berupa foto
hasil fotografi salah satu motif batik tulis Tasikmalaya,
yang dipadukan dengan judul buku, nama pengarang,
elemen warna, dan logo Gramedia yang berperan
sebagai penerbit buku ini.
56
Sedangkan untuk cover belakang terdiri dari
elemen visual berupa foto yang diturunkan intensitas
warnanya dan juga sinopsis dari buku yang berperan
sebagai penyampai informasi mengenai isi buku, yang
dilengkapi dengan elemen lainnya berupa keterangan
penerbit, kategori buku, barcode, dan logo YBJB
(Yayasan Batik Jawa Barat).
4.2.1.2. Isi Buku
Untuk memisahkan dan membedakan antara
cover buku dengan isi buku maka pada buku ini
terdapat halaman pembuka yang menampilkan
informasi mengenai buku, yang menandakan bahwa
halaman tersebut sudah termasuk dalam isi buku.
57
Selain itu, untuk membedakan antara tiap bab
atau bahasan pada buku, dalam buku ini juga terdapat
pembatas bab, yang berperan sebagai petunjuk
memasuki bab atau bahasan baru.
Gambar 4.28. Halaman pembatas bab
Terdapat 4 bab atau bahasan dalam buku ini.
Dimulai dari bab 1 dengan judul Mengenal Batik Tulis
Tasikmalaya, yang terdiri dari halaman 3 sampai
halaman 7. Bab ini membahas mengenai sejarah dan
perkembangan batik tulis Tasikmalaya. Selain itu,
terdapat juga bahasan mengenai perbedaan batik tulis
58
Gambar 4.29. Bagian isi buku bab 1
Gambar 4.30. Bagian isi buku bab 2
Dilanjutkan dengan bab 2 yang membahas
mengenai warna batik tulis Tasikmalaya dan
karakteristik dari warna batik tersebut, yang terdiri dari
halaman 9 sampai halaman 11. Lalu bab 3 yang
membahas mengenai motif batik tulis Tasikmalaya
dan nama motifnya, yang terdiri dari halaman 13
59
Gambar 4.31. Bagian isi buku bab 3
Gambar 4.32. Bagian isi buku bab 4
Terakhir adalah bab 4 yang membahas
mengenai ragam motif batik tulis Tasikmalaya. Bab ini
menampilkan ragam motif batik tulis Tasikmalaya yang
terdiri dari motif flora, fauna dan elemen atau benda.
Selain ke empat bab tersebut terdapat juga halaman
yang berisi informasi mengenai penerbitan buku, daftar
isi, kata sambutan, ucapan terima kasih, kata
pengantar, informasi mengenai buku, daftar pustaka,
60
pelengkap dari buku. Semua halaman isi buku
berjumlah 63 halaman berwarna dan dicetak di kertas
art paper 150 gsm ukuran 23 cm x 21cm, dengan teknik
cetak offset, yang kemudian digabungkan dengan cover
dan dijilid soft cover dengan laminasi doff.
4.3. Media Pendukung
Media pendukung merupakan media yang berfungsi sebagai
pelengkap dan membantu dalam penyampaian informasi maupun
promosi media utama, yaitu buku Batik Tasik, Mengenal Batik Tulis
Tasikmalaya.
4.3.1. Poster
Layout yang terdapat pada poster terdiri dari elemen
visual dan juga teks yang bertujuan memberikan informasi
maupun promosi mengenai buku yaitu buku Batik Tasik,
Mengenal Motif Batik Tulis Tasikmalaya. Tampilan pada poster
terdiri judul dan sub judul buku, sinopsis buku, tampilan/ilustrasi
buku, logo Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) sebagai
organisasi yang bekerja sama dalam penerbitan buku, logo
Gramedia yang berperan sebagai penerbit buku, dan informasi
61
Urutan baca/sequence yang pada poster adalah
sequence L, yaitu urutan baca yang dimulai dari kiri atas ke kiri
bawah dan berakhir di kanan bawah. Tipografi yang digunakan
pada poster adalah Standing Room Only NF untuk judul
buku/judul poster dan Trebuchet MS untuk sub judul, isi atau
body teks poster. Untuk tampilan lainnya yang terdapat pada
poster, seperti warna dan artwork yang dipakai disesuaikan
dengan buku, sehingga terdapat keseragaman atau kesatuan
antara poster dengan buku yang dibuat.
Poster dibuat dengan bentuk vertikal atau potret dengan
ukuran panjang 42 cm dan tinggi 59.4 cm. Dengan ukuran
poster yang cukup besar, maka poster dapat menarik perhatian
khalayak sasaran untuk melihat informasi yang disampaikan.
Poster dicetak pada kertas abatros 210 gsm dan dilaminasi doff
sehingga poster terlihat memiliki tekstur dan tidak mudah rusak
apabila di tempel diluar ruangan. Untuk teknik cetak pada
poster, teknik yang dipakai adalah cetak offset karena poster
62
Gambar 4.33. Urutan baca (sequence) Lpada poster
Gambar 4.34. Tampilan poster 42 cm
63
4.3.2. X - Banner
Sama halnya dengan poster, tampilan X-banner juga
berisi elemen visual dan elemen teks yang merupakan
informasi maupun promosi mengenai buku Batik Tasik,
Mengenal Motif Batik Tulis Tasikmalaya. Hal yang
membedakan antara X-banner dan poster yaitu hanya pada
tata letak atau layout, dikarenakan bentuk dari kedua media
tersebut berbeda.
Urutan baca atau sequence pada X-banner
menggunakan sequence Z, yaitu urutan baca yang dimulai dari
kiri atas ke kanan atas, lalu dilanjutkan ke tengah dan kiri
bawah, dan berakhir di kanan bawah. Untuk tipografi, warna,
dan juga tampilan lainnya disesuaikan dengan poster dan buku,
agar menghasilkan keseragaman.
X-banner dibuat dengan bentuk vertikal atau potret,
dengan ukuran panjang 60 cm dan tinggi 160 cm. X-banner
dicetak pada Syntetic paper 170 gsm, dengan teknik cetak
digital print karena X-banner dibuat atau dicetak dengan
64
Gambar 4.35. Urutan baca (sequence) Z dan ukuran X-banner
65
4.3.3. Leaflet Display
Layout yang terdapat pada leaflet display sama dengan
layout yang terdapat pada poster maupun X-banner. Namun
informasi yang terdapat pada leaflet display cendrung lebih
lengkap dibandingkan poster maupun X-banner, karena leaflet
display lebih bertujuan untuk menginformasikan isi buku,
sehingga masyarakat atau khalayak sasaran yang melihat dan
membaca leaflet display dapat tertarik terhadap buku yang di
informasikan.
Untuk urutan baca, leaflet display menggunakan
sequence Z, dan untuk tampilannya disesuaikan dengan media
pendukung lain baik itu poster maupun X-banner agar memiliki
keseragaman. Leaflet display dibuat dalam bentuk
vertikal/potret dengan ukuran panjang 21 cm dan tinggi 29.7
cm. Untuk selembaran atau leaflet-nya dicetak pada kertas art
paper 150 gsm sedangkan untuk display-nya terbuat dari
akrilik. Selembaran yang terdapat dalam leaflet display dicetak
dengan teknik cetak offset, karena selembaran (leaflet) tersebut
66
Gambar 4.37. Tampilan leaflet display
4.3.4. Book Display
Berbeda dengan poster, X-banner, maupun leaflet
display yang tujuan utamanya menginformasikan maupun
mempromosikan buku, tujuan utama dari book display adalah
sebagai penyangga atau tempat memajang buku, sehingga
buku dapat dilihat oleh khalayak sasaran dan juga
memudahkan khalayak sasaran dalam menemukan buku
tersebut.
Meskipun book display hanya berperan sebagai
penyangga atau tempat memajang buku, namun book display
juga di desain sesuai dengan tampilan buku, sehingga terdapat
67
yang dipajang. Tampilan visual dari book display terdiri dari
elemen teks yang berupa judul buku dan warna yang
disesuaikan dengan warna pada cover buku.
Book display dibuat dengan ukuran panjang 21 cm, lebar
20 cm, dan tinggi 16.5 cm. Bahan book display terbuat dari
akrilik dan dilapisi stiker vinyl pada bagian depannya yang
berupa judul buku yang berperan sebagai identitas book
display, sedangkan untuk teknik pembuatannya, book display
dibuat dengan cara cutting dan lem pada akriliknya.
Gambar 4.38. Tampilan book display
4.3.5. Flyer
Layout yang terdapat pada flyer sama dengan layout
yang terdapat pada leaflet display, yang membedakan hanya
68
dari flyer yang lebih kecil dibanding dengan leaflet display.
Sedangkan untuk tampilan lainnya pada flyer dibuat sama
dengan tampilan pada media pendukung lainnya seperti poster,
X-banner, dan leaflet display. Urutan membaca atau sequence
yang dipakai pada flyer adalah sequence zigzag, yaitu urutan
membaca dari kiri atas ke kanan atas dilanjutkan ke kiri tengah
dan kanan tengah, lalu ke kiri bawah dan berakhir di kanan
bawah.
Flyer dibuat dengan bentuk vertikal atau potret dengan
ukuran panjang 14.8 dan tinggi 21 cm. Bahan yang digunakan
dalam pembuatan flyer adalah kertas art paper 150 gsm dan
teknik cetak yang dipakai adalah cetak offset.