• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN ANAK UMUR 8-12 TAHUN TERKAIT AKSESORIS DENTAL UNIT DI RSGM-UMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN ANAK UMUR 8-12 TAHUN TERKAIT AKSESORIS DENTAL UNIT DI RSGM-UMY"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i

RSGM-UMY

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

ILYAS JEFRI ANDRIAN 20090340075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

RSGM-UMY

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

ILYAS JEFRI ANDRIAN 20090340075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii Nama : Ilyas Jefri Andrian NIM : 20090340075 Program Studi : Kedokteran Gigi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 9 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan

(4)

iv

maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan

seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”

(Fussilat: 34)

Jika kau punya mimpi

percayalah pada hari di mana mimpimu akan terwujud

Jika kau menyerah

(5)

v

Allah SWT atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya

Baginda Rasulullah Muhammad SAW atas segala ajarannya

Kepada Ayahanda H. Suranto dan Ibunda Hj. Sri Lestari

yang aku cintai dan aku banggakan

Terima kasih atas segala kesabaran dan kasih sayang yang kalian berikan.

Kakakku, Yufan Setiawan

Kedua adikku, Rizal Ilyasa dan Muchammad Aziz Saifudin

Terima kasih atas segala motivasinya.

drg. Likky Tiara A. MDSc, Sp. KGA

(6)

vi

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur selalu tercurah kepada Allah SWT yang dengan karunia dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini untuk mendapatkan gelar pendidikan Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul GAMBARAN TINGKAT

KECEMASAN PASIEN ANAK UMUR 8-12 TAHUN TERKAIT

AKSESORIS DENTAL UNIT DI RSGM-UMY dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesepatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang dengan rahmat-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros, selaku Kepala Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Iwan Dewanto, MM dan drg. Likky Tiara A. MDSc, Sp. KGA selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan menuntun dan membimbing penulis hingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

(7)

5. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan, dan do’a untuk kelancaran penyelesaian Karya Tulis Ilmiah.

6. Teman-teman seperjuangan STODENTIC 2009 yang selalu memberikan

semangat dan do’a.

7. Semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua kebaikan yang terlah diberikan kepada penulis, mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT. Aamiin.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang membangun. Akhir kata,

semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfa’at bagi kemajuan ilmu kedokteran

gigi pada umumnya dan bermanfa’at bagi pembaca pada khususnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta, 8 Desember 2016

(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

MOTTO ... iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A.Telaah Pustaka... 9

1. Cemas ... 9

2. Cemas Pada Bidang Kedokteran Gigi ... 16

3. Penatalaksanaan Pasien Anak ... 18

4. Psikologi Perkembangan Anak ... 19

5. Tata Ruang Untuk Pasien Anak ... 20

(9)

C. Kerangka Konsep ... 22

D. Pertanyaan Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 24

A. Desain Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Populasi dan Sampel ... 24

D. Variabel Penelitian ... 26

E. Definisi Operasional ... 27

F. Instrumen Penelitian ... 27

G. Cara Pengumpulan Data ... 28

H. Jalan Penelitian ... 28

I. Alur Penelitian ... 30

J. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

K. Tabulasi Data... 32

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

B. Pembahasan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

Daftar Pustaka ... 42

(10)
(11)

xi

Pendamping Subyek ... 35

Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Tanpa Aksesoris ... 35

Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Dengan Aksesoris ... 36

Uji Validitas ... 37

(12)

xii

(13)
(14)

xiii

Latar Belakang: Kecemasan dental yang timbul pada masa anak-anak merupakan hambatan terbesar bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang optimal, karena menyebabkan anak sering menunda dan menolak untuk dilakukan perawatan yang dapat mengakibatkan bertambah buruknya kesehatan mulut anak. Modifikasi lingkungan anak dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa ceria, rasa aman, dan nyaman. Dengan modifikasi, suasana menjadi tidak menakutkan dan dapat menurunkan kecemasan pada anak.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien anak umur 8-12 tahun terkait aksesoris dental di RSGM-UMY. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan cara menggunakan kuesioner Children Fear Survey Schedule-Dental Scale (CFSS-DS) yang dirawat di kursi gigi dengan dan tanpa aksesoris dental unit di RSGM-UMY. Penelitian ini dilakukan pada Januari 2014. Subyek penelitian ini adalah pasien anak yang datang dengan pendamping ayah atau ibu ke RSGM-UMY berjumlah 96 anak. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pasien anak yang memenuhi kriteria dapat langsung menjadi sampel.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan pada gambaran jenis kelamin subyek diketahui sebanyak 43 anak (44,8%) berjenis kelamin perempuan dan kecemasan tinggi. Pada gambaran kecemasan pada dental unit dengan aksesoris sebanyak 46 anak (95,83%) memiliki tingkat kecemasan rendah dan sebanyak 2 anak (4,16%) memiliki tingkat kecemasan tinggi.

Kesimpulan: Subyek sebesar 55,2% berjenis kelamin laki-laki, 53,1 % berumur 8-10 tahun, 55,2% didampingi oleh ibu, 95,83 pada dental unit tanpa aksesoris memiliki tingkat kecemasan tinggi, dan 95,83% pada dental unit dengan aksesoris memiliki tingkat kecemasan rendah.

(15)

xiv

Background: Dental anxiety that arise in childhood is the biggest problem for dentist in making optimal care, because it makes children to demand for a

postpone and refuse to get treated could cause children’s oral health get worse. Modification of the child's environment can be used to improve the cheerful feeling, feeling safe, and comfortable. With modifications, the atmosphere becomes less intimidating and can reduce children anxiety.

Objective: The objective of this research was to describe the anxiety levels in 8-12 years old patients related to dental unit accessories at UMY Dental Hospital. Method: Type of the research was a descriptive study using Children Dental Fear Survey Schedule-Scale (CFSS-DS) questionnaires. Subjects were divided into 2 groups, subjects that got dental treatment on the dental chair with accessories (griup I) and without accessories (group II). This research was conducted in January 2014. 96 subject of this research were pediatric patients that came to UMY Denal Hospital with father or mother. This research was used purposive sampling, children patients who meet the criteria could became subject directly. Results: The results showed the overview of the gender of the subject known 43 children (44.8%) were female and 53 children (55.2%) were male. In the description of the subject known age were 51 children (53.1%) aged 8.0 to 10.0 years old and 45 children (46.9%) aged 10,1- 12.0 years old. Fifty three children (55.2%) was accompanied by their mother and 43 children (44.9%), accompanied by their father. Based on the presence of accessories in goup I, 2 children (4.16%) had lower levels of anxiety and 46 children (95.83%) had high levels of anxiety. In group II, 46 children (95.83%) had lower levels of anxiety and 2 children (4.16%) had high levels of anxiety.

Conclusions: Subjects of 55.2% were male, 53.1% aged 8-10 years old, 55.2% was accompanied by their mother, 95.83 in the dental unit without accessories is high anxiety levels, and 95.83% the dental unit with accessories is low anxiety levels.

(16)

1 A. Latar Belakang

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Turner et al, 2012).

Kecemasan dalam praktek dokter gigi merupakan halangan yang sering mempengaruhi perilaku pasien dalam perawatan. Telah diketahui bahwa banyak pasien menjadi cemas sebelum dan sesudah perawatan (Winter, 1994). Pasien yang menunggu perawatan pada umumnya cemas, dan kecemasan dapat ditingkatkan oleh persepsi pasien tentang ruang praktek sebagai lingkungan yang mengancam, tentang perawat, cahaya, bunyi, dan bahasa teknis yang asing bagi pasien. Menunggu perawatan pada kenyataannya lebih traumatik daripada perawatan itu sendiri ( Augustin, 1996).

(17)

cemas ketika mengunjungi dokter gigi. Sementara hampir 40% walaupun sudah pernah ke dokter gigi namun tetap merasa cemas pada kunjungan berikutnya. Terdapat 22% lainnya menyatakan sangat cemas apabila harus mengunjungi dokter gigi (Hmud, 2009).

Kecemasan dental yang timbul mulai dari masa anak-anak merupakan hambatan terbesar bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang optimal. Kecemasan pada anak-anak telah diakui sebagai masalah selama bertahun-tahun yang menyebabkan anak sering menunda dan menolak untuk melakukan perawatan (Buchannan, 2002). Kecemasan dapat menyebabkan pasien mengeluh nyeri walau tidak didapatkan adanya dasar patofisiologis, misalnya melakukan preparasi pada gigi dengan pulpa nonvital, kadang pasien tetap mengeluh nyeri walaupun telah dilakukan anestesi lokal. Situasi ini berhubungan erat dengan ketakutan pasien terhadap perawatan dokter gigi, karena rasa nyeri memiliki sifat subyektif, sehingga tidak dapat dibedakan antara nyeri karena alasan psikologis dan nyeri karena reaksi jaringan, karena pasien menganggap keduanya sebagai rasa nyeri (Bergenholtz, 2003).

(18)

anak, tingkat kecemasan ini tentunya memiliki angka yang lebih tinggi dibanding orang dewasa. Kecemasan anak pada perawatan gigi dapat menimbulkan sikap yang tidak kooperatif sehingga akan menghambat proses perawatan gigi sehingga diperlukan pendekatan untuk mengatasi kecemasan anak (Ritu, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Alaki et al, (2012) memperlihatkan bahwa dari 518 anak-anak yang diteliti tingkat kecemasannya terhadap perawatan dental, sebanyak 43,5 % anak laki-laki dan 64,6 % anak perempuan menyatakan kecemasan terhadap prosedur pencabutan gigi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Man Al-Far, et al (2012) di Inggris untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perawatan gigi dengan pengalaman anak yang sudah pernah ke dokter gigi pada umur 11 – 14 tahun yang menunjukkan anak yang lebih sering mengunjungi dokter gigi secara signifikan menunjukkan lebih rendah tingkat kecemasannya dibanding anak yang jarang mengunjungi dokter gigi.

Studi yang dilakukan oleh Appukuttan, et al (2013) pada Maret sampai Juli tahun 2012 di India meneliti tentang kecemasan perawatan gigi yang melibatkan umur, jenis kelamin dan pekerjaan subyek. Penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan oleh dokter gigi yang paling dicemaskan oleh anak adalah pada pengeboran gigi dan anestesi lokal.

(19)

anak-anak yang cemas cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar dan sulit beradaptasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak seperti itu akan mendatangkan lebih banyak masalah pada kunjungan ke praktik dokter gigi (Kent, 2005).

Manifestasi dari kecemasan anak dapat berupa tingkah laku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga anak menolak untuk dilakukan perawatan gigi, misalnya mendorong instrumen agar menjauh darinya, menolak membuka mulut, menangis, sampai meronta-ronta, dan membantah. Oleh sebab itu, dokter gigi harus bekerja ekstra dalam menghadapi permasalahan yang ditimbulkan akibat kecemasan pada saat anak dirawat gigi (Kent, 2005).

Setiap anak yang datang berobat ke dokter gigi memiliki kondisi kesehatan gigi yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula terhadap perawatan gigi dan mulut yang akan diberikan. Ada anak yang berperilaku kooperatif terhadap perawatan gigi dan tidak sedikit yang berperilaku tidak kooperatif. Perilaku yang tidak kooperatif merupakan manifestasi dari rasa takut dan cemas anak terhadap perawatan gigi dan mulut. Penyebabnya dapat berasal dari anak itu sendiri, orang tua, dokter gigi, ataupun lingkungan klinik (Horax, 2011).

(20)

Nurmini, (2010) menjelaskan bahwa dari segi perkembangan sifat dan perilaku, anak umur 6 tahun merupakan periode tidak kooperatif dan emosinya mudah meledak karena kemampuannya untuk pengendalian diri sendiri masih belum seimbang. Anak umur 9 tahun, lebih bertanggung jawab, mandiri, patuh, dan mudah bergaul dengan orang lain, sedangkan anak umur 12 tahun lebih mudah diatur, timbul rasa ingin bersaing baik dalam kegiatan atau fisik maupun dalam mempertunjukkan keberanian untuk berbuat sesuatu.

Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat meningkatkan rasa ceria, rasa aman, dan rasa nyaman bagi lingkungan anak yang membuat anak berkembang dan nyaman di lingkungannya (Alimul, 2005). Hal ini berarti, lingkungan bernuansa anak dapat diwujudkan melalui penambahan aksesori, berupa mainan anak, seperti gantungan boneka yang dipasang di kursi dental unit. Hiasan aksesori tersebut dapat menciptakan suasana lebih hidup dan tidak menakutkan (Rofi’ie, 2011).

(21)



dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram.”(Q.S. Ar-Ra’d: 28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas timbul suatu rumusan masalah, yaitu: Bagaimana gambaran tingkat kecemasan pasien anak umur 8-12 tahun terkait aksesoris dental unit di RSGM-UMY?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien anak umur 8-12 tahun terkait aksesoris dental unit di RSGM-UMY.

D. Manfaat Penelitian

1.Bagi Peneliti

Memberi manfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran gigi masyarakat dan untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana pendidikan dokter gigi.

2.Bagi Masyarakat

(22)

tahun pada perawatan gigi. 3.Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Memberikan informasi mengenai tingkat kecemasan pasien anak, khususnya di RSGM-UMY

b.Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian oleh Lukman Noor Hakim pada akhir bulan Februari tahun 2011 mengenai “Pengaruh Penayangan Audiovisual Dalam

(23)

tahun, sedangkan penulis meneliti anak 8-12 tahun. Pada metode penelitian juga berbeda yang mana Lukman Noor Hakim menggunakan metode penelitian Quasi-experimental (intervensional), sedangkan penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.

2. Penelitian oleh Heru Prasetyo pada bulan Februari sampai Maret tahun 2013 mengenai “Pengaruh Teknik Distraksi Musik Instrumental Terhadap Kecemasan Pasien Gigi Anak Umur 8-12 Tahun Pada Prosedur Restorasi Di RSGMP-UMY” menggunakan metode penelitian Quasi-experimental dengan rancangan one group pre-test and post-test design. Subyek penelitian ini adalah pasien anak berumur 8-12 tahun di RSGMP-UMY. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh teknik distraksi musik instrumental terhadap penurunan kecemasan pasien gigi anak umur 8-12 tahun pada prosedur restorasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP). Perbedaan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode teknik distraksi yang mana Heru Prasetyo menggunakan teknik audio distraction, sedangkan penulis menggunakan teknik visual distraction. Pada metode penelitian juga berbeda yang mana Heru Prasetyo menggunakan metode penelitian

(24)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

B.Telaah Pustaka

1. Cemas

Dalam definisi subjektif, Kagan dan Haveman berpendapat bahwa kecemasan adalah perasaan samar yang tidak menyenangkan disertai bayangan akan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Namun, dalam definisi tingkah laku, kecemasan dapat dilihat dari tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang dimaksud dapat berupa menghindari kunjungan ke dokter gigi. Cemas dan takut sering kali tidak dibedakan, namun kadang kala cemas dan takut dibedakan. Cemas dianggap sebagai perasaan tidak nyaman secara global, sementara takut dianggap sebagai reaksi pada kejadian tertentu. Cemas adalah salah satu gangguan emosi dengan tanda-tanda fisiologis berupa berkeringat, tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat, jantung berdebar, mulut kering, diare, ketegangan otot, dan hiperventilasi (Kent dan Blinkhorn, 2005).

(25)

penguasa apabila seseorang memuaskan insting memakai caranya sendiri yang dipercaya akan menerima hukuman, padahal hukuman belum tentu diterimanya. Sedangkan kecemasan moral akan timbul apabila sesorang melanggar nilai orang tua. Kecemasan moral tampak mirip dengan kecemasan neurotik, tapi perbedaan keduanya terlihat pada prinsip tingkat kontrol ego. Pada kecemasan moral, orang akan tetap berpikir secara nalar. Namun, pada kecemasan neurotik, orang tak lagi mampu berpikir secara nalar (Alwisol, 2011).

Stuart dan Sundeen (1995) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan:

a. Kecemasan ringan (mild anxiety)

Kecemasan dalam tingkat ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan sesorang menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan mendorong sesorang untuk belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Kecemasan dalam tingkat ini ditandai dengan:

1. berderbar-debar, sering bicara dan bertanya, dapat mengenali tempat, orang, dan waktu.

2. tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan normal. 3. pupil mata normal, konstriksi.

4. masih merasa aman dan tenang.

(26)

b. Kecemasan sedang (moderate anxiety)

Kecemasan dalam tingkat ini membuat sesorang memusatkan perhatian pada sesuatu yang penting dan mengesampingkan yang lain yang menyebabkan sesorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu lebih terarah. Kecemasan dalam tingkat ini ditandai dengan:

1) mulut kering, anoreksia, sering miksi, bergetar, menampakkan ekspresi wajah takut, tidak mampu rileks, meremas-remas tangan, posisi badan tidak stabil, sering bicara dengan nada keras.

2) tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasna mulai meningkat. c. Kecemasan berat (severe anxiety)

Kecemasan dalam tingkat ini mengurangi lahan persepsi seseorang sehingga cenderung untuk memusatkan perhatian yang lebih rinci, spesifik, dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Perilaku-perilaku tersebut ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang yang cemas dalam tahap ini memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan area lain. Kecemasan dalam tingkat ini ditandai dengan:

1) napas pendek, serasa tercekik, pusing, tertekan, nyeri dada, mual, muntah, agitasi, kondisi motorik berkurang, menyalahkan orang lain, mudah tersinggung, nada suara keras yang sukar dimengerti, perilaku di luar kesadaran.

(27)

d. Panik (panic)

Kecemasan dalam tingkat ini berhubungan dengan ketakutan yang membuat sesorang kehilangan kendali. Seseorang yang panik tidak lagi mampu diberi pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Panik menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini dapat menyebabkan kelelahan bahkan kematian apabila berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama karena tidak sejalan dengan kehidupan. Panik ditandai dengan:

1) putus asa dengan kehilangan kontrol total.

2) muncul kemarahan, menangis, menarik diri dari lingkungan. 3) tingkah laku dapat sangat aktif atau bahkan sangat diam.

4) tidak lagi mampu mengenali lingkungan, waktu, dan orang di sekitarnya. 5) pupil dilatasi, tekanan darah menurun, wajah pucat, dan dingin.

6) tidak mampu mengenal stimulus dan koordinasi motorik buruk.

Kaplan, dkk., (1997) mengutarakan bahwa ada dua macam teori kecemasan, antara lain:

a. Teori Psikologi

Ada tiga kategori penyebab kecemasan dalam bidang teori psikologis, antara lain:

1) Teori Psikoanalitik

(28)

berhubungan dengan ketidaknyamanan primitif dan difus. Kecemasan perpisahan sering terjadi pada anak-anak pada masa praoedifal yang takut kehilangan cinta. Fantasi kastrasi yang menandai anak oedipal, khususnya dalam hubungan dengan impuls seksual yang dalam tahap perkembangan yang dicerminkan dalam kecemasan kastrasi dari dewasa.

2) Teori Perilaku

Teori ini mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon yang dibiasakan pada stimuli lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, terdistrosi, atau tidak produktif (counter productive) menyertai dan memulai perilaku maladaptif serta gangguan emosional. Pasien dengan gangguan kecemasan cenderung menilai lebih terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya dalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah kemampuannya untuk mengatasi ancaman yang akan datang kepada kondisi fisik maupun kondisi psikologi pasien.

3) Teori Eksistensial

Teori ini membuat seseorang menjadi menyadari bahwa ada kehampaan yang menonjol dalam dirinya. Perasaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan kematian mereka yang tidak dapat dihindari. Kecemasaan dalam teori ini berarti respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi dan arti yang berat tersebut.

b. Teori Biologi

(29)

kecemasan berdasarkan penelitian terhadap binatang dan respon terhadap terapi obat, yaitu norephinephrine, serotonin, dan gamma-amino butiric acid (GABA). Penelitian yang berhubungan dengan pencitraan otak hampir selalu dilakukan pada gangguan kecemasan spesifik, telah menemukan kemungkinan-kemungkinan yang membuat pengertian gangguan kecemasan. Penelitian yang sama telah melaporkan adanya temuan abnormal di hemisfer kanan, akan tetapi tidak ada abnormal di hemisfer kiri, yang mengarah pada suatu jenis asimetras serebral mungkin penting dalam perkembangan gejala gangguan kecemasan pada beberapa pasien tertentu.

Pada penelitian genetika telah menghasilkan data yang kuat sekurang-kurangnya suatu komponen genetika yang berperan terhadap perkembangan gangguan kecemasan. Sistem limbik, selain menerima inervasi noradrenergik

dan serotonergik juga mengandung GABA dengan konsentrasi tinggi. Penelitian pada primata mengenai ablasi dan stimulasi juga telah melibatkan sistem limbik dalam pembentukan respon kecemasan dan ketakutan. Aktivitas dalam jalur septohipokampus yang meningkat dapat menyebabkan kecemasan dan girus singulatan telah terlibat, khususnya dalam patofisiologi gangguan obsesif kompulsif.

Korteks serebral bagian frontalis berhubungan langsung dengan daerah parahipokampus, girus singulatan, dan hipokampus. Korteks serebral frontalis

(30)

secara luas sebagai seluruh lintasan neuro yang mengatur tingkah laku emosional dan dorongan motivasional (Guyton dan Hall, 2007).

Penyimpanan informasi (memory) sebagian besar terjadi di dalam korteks serebri (lapisan yang menutupi hemisfer), tetapi regio basal otak dan medula spinalis dapat menyimpan sebagian kecil dari informasi tersebut. Tempat penyimpaan yang luas dalam korteks umumnya akan mengubah fungsi-fungsi ini menjadi tindakan yang lebih cepat. Pada akhirnya, korteks serebri berguna untuk proses berpikir, tetapi tidak dapat bekerja sendiri. Pengaturan bawah sadar tekanan pembuluh darah arteri dan pernapasan dicapai di dalam medulla dan pons

(bagian bawah otak) (Guyton dan Hall, 2007).

Sistem saraf terbagi atas dua jenis, yaitu sisterm saraf pusat (central nervous system (CNS)) dan sistem saraf perifer (peripheral nervous system

(31)

jantung menjadi tenang dan teratur, pernapasan nomal dan dalam. Sebaliknya, apabila saraf simpatis aktif, tubuh mempersiapkan kondisi darurat, dalam hal ini disebut “fight or flight” akan menjadi efek, jantung berdenyut lebih kencang,

pernapasan dangkal dan pendek, sekresi saliva terhambat, hampir semua pembuluh darah mengalami konstriksi, pupil dilatasi, meningkatnya tekanan darah, dan semua efek yang telah disebutkan mempunyai hubungan dengan kecemasan. Aliran darah menjadi indikasi aktivitas persarafan memberi pengaruh yang sangat dinamis. Perubahannya tergantung dari kondisi fisiologis dan psikologis. Dalam keadaan simpatis kondisi cemas, aliran darah dan aktivitas pernapasan akan meningkat pesat pada jantung dan otot skelet yang mengakibatkan aliran darah ke otak menjadi lebih sedikit yang menyusahkan proses berpikir (Morris, 2002).

2. Cemas Pada Bidang Kedokteran Gigi

Agras menemukan bahwa di Amerika, berkunjung ke dokter gigi menduduki peringkat keempat setelah ular, ketinggian, dan badai. Kebanyakan orang mempunyai perasaan sangat takut yang berlebihan (fobia) terhadap satu situasi yang membuat mereka menghindari kontak sebisa mungkin (Kent dan Blinkhorn, 2005).

Dugaan terhadap perawatan gigi secara umum ada dua macam, yaitu dugaan kecemasan perawatan gigi sebagai bentuk kecemasan dan sebagai perawatan yang dipelajari. Penelitian terdahulu telah banyak meneliti tentang hubungan general anxiety dengan dental anxiety (Widayati, 2000).

(32)

multidimensional yang dapat menyebabkan dental anxiety, yaitu pasien, dokter gigi dan staf dokter gigi, lingkungan dan prosedur. Faktor pasien; misalnya takut darah yang mengalir keluar dari mulut, takut akan nyeri, pengalaman yang tidak menyenangkan dari keluarga dan kerabat, trauma masa lalu, dan karakterisitik pasien itu sendiri. Faktor dokter gigi maupun staf dokter gigi yaitu anamnesa yang kurang lengkap, perilaku terhadap pasien yang tidak baik, dan tidak bersahabat. Faktor lingkungan dapat berupa suara bur, waktu tunggu yang lama, bau, dan mendengar rintihan pasien yang sedang diperiksa. Faktor prosedur adalah ketika pasien melihat jarum suntik, sensasi pengeboran atau penyuntikan, pencabutan, perawatan saluran akar, scalling, prosedur yang menyebabkan muntah.

Locker, et al (1999) mengatakan bahwa waktu pertama kali munculnya

(33)

3. Penatalaksanaan Pasien Anak

Cara mudah dalam penatalaksanaan pasien anak adalah dengan menggunakan metode Tell-Show-Do (TSD), yaitu dengan menggambarkan mengenai perawatan yang akan dijalani oleh anak yang meliputi memperlihatkan beberapa bagian perawatan, bagaimana itu dikerjakan, dan kemudian mengerjakannya. Sebagai prosedur operatif utama, teknik ini secara rutin digunakan dalam memperkenalkan anak dalam perawatan profilaksis. Pujian dapat ditambahkan dalam TSD karena tingkah laku yang baik selama perawatan awal (Andlaw dan Rock, 1992).

Ahli psikologi percaya bahwa tingkah laku anak adalah cerminan dari respon terhadap penghargaan dan hukuman oleh lingkungannya. Dalam proses perawatan gigi dan mulut anak, penghargaan dari dokter gigi harus sering diperlihatkan selama perawatan berlangsung (Andlaw dan Rock, 1992). Misalnya apabila anak diminta diam dan melakukannya dengan baik.

(34)

4. Psikologi Perkembangan Anak

Umur anak dapat dibagi menjadi tiga tahap: a. Tahap anarkis (0 – 6 tahun)

Pengalaman yang didapat pada tahap ini sering muncul dalam kesadaran sebagai gambaran primitif yang tidak dapat dijelaskan secara akurat.

b. Tahap monarkis (6 – 8 tahun)

Tahap ini ditandai dengan perkembangan ego dan awal mulainya anak mempunyai pikiran verbal dan logika. Anak-anak pada tahap ini secara tidak sadar menganggap diri mereka sendiri sebagai orang ketiga karena anak memandang obyektif terhadap dirinya.

c. Tahap dualistik (8 – 12 tahun)

Tahap ini ditandai dengan pembagian ego menjadi dua, obyektif dan subyektif. Anak sudah mulai berpikir bahwa dirinya merupakan orang pertama dan mulai menyadari eksistensinya sebagai individu yang terpisah. Pada tahap ini kesadaran terus-menerus berkembang.

(Jung, 1952 cit. Alwisol, 2011)

(35)

dominan yang dapat mempengaruhi tingkah laku anak kelak. Emosi yang sering dialami pada tahap ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (Yusuf, 2011). Anak umur 8-12 tahun sudah tercakup di dalam psikologi perkembangan anak umur 6-12 tahun.

5. Tata Ruang Untuk Pasien Anak

Sama seperti dengan penataan ruang lain, ruang praktek untuk anak-anak juga harus dapat memberikan rasa nyaman, aman, dan sehat. Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan maksimal, maka sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip menata ruang dengan pengelolaan ruang yang efektif, pencahayaan dan sirkulasi yang tepat, dan pemilihan elemen aksesori yang cermat (Moediarta dan Parantri, 2012)

Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat meningkatkan rasa ceria, rasa aman, dan rasa nyaman bagi lingkungan anak yang membuat anak berkembang dan nyaman di lingkungannya (Alimul, 2005). Aksesori berupa mainan anak diperlukan dalam menangani anak untuk yang bertujuan menciptakan suasana lebih hidup dan tidak membosankan, menciptakan suasana yang ramai dan mengasyikan, menciptakan keriangan, dan mencairkan suasana yang mungkin terasa menegangkan (Rofi’ie, 2011).

(36)

B. Landasan Teori

Kecemasan merupakan sesuatu yang sering kita alami dari kanak-kanak hingga dewasa. Umumnya, kecemasan berawal dari anak-anak yang akan terus terbawa hingga dewasa. Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang. Salah satu faktornya adalah berkunjung ke dokter gigi. Tidak hanya pasien anak, pasien dewasa pun juga seringnya mengalami kecemasan ketika berkunjung ke dokter gigi. Pada pasien anak, kecemasan yang mereka alami perlu mendapatkan perhatian khusus, karena efeknya yang akan berpengaruh juga terhadap keberhasilan perawatan.

Ada tiga faktor multidimensional kompleks yang dapat menyebabkan terjadinya dental anxiety, faktor pasien, faktor dokter gigi, staf dokter gigi, faktor tempat, dan faktor prosedur.

(37)

mengasyikkan, menciptakan keriangan, mencairkan suasana yang mungkin terasa menegangkan. Penciptaan suasana yang dapat menurunkan rasa tegang dapat diperoleh karena stimulus dirangsang dan membuat sistem motorik dan sensorik anak merespon, sehingga memicu sistem saraf parasimpatis.

C. Kerangka Konsep

Gambar 1: Kerangka Konsep

Perawatan pasien anak Terdapat kecemasan

Lingkungan dan prosedur perawatan

Aksesori dental unit Trauma masa

lalu

Pelayanan dokter gigi dan staf

(38)

D. Pertanyaan Penelitian

(39)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan cara menggunakan kuesioner Children Fear Survey Schedule - Dental Subscale

(CFSS-DS) terhadap pasien anak yang dirawat di kursi gigi dengan dan tanpa aksesoris dental unit di RSGM-UMY.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (RSGM-UMY) pada Januari 2014.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien anak di RSGM-UMY. Sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi:

1) Pasien RSGM umur 8-12 tahun.

2) Pasien anak dapat membaca dan menulis.

(40)

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien dengan kebutuhan khusus 2) Pasien dengan penyakit sistemik

3) Pendamping pasien bukan ayah atau ibu c. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah atau karakteristik tertentu yang diambil dari suatu populasi yang akan diteliti secara rinci (Sugiyono, 2010). Untuk populasi yang tidak diketahui dapat digunakan rumus besar sampel sebagai berikut:

di mana:

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolute) yang dapat ditolerir Jika:

α = 5% (tingkat kepercayaan 95%)

Z1-α/2 = 1,96 (dari table Z)

P = proporsi dari populasi yang diharapkan, bila tidak diketahui maka menurut Notoatmodjo ditetapkan 50% (0,5%)

d = derajat penyimpangan yang diinginkan, dalam penelitian ini diambil 10% (0,1)

Z21-α/2 P(1-P)

(41)

Sampel dalam penelitian adalah:

Sampel diambil dari 50% kelompok aksesoris dental dan 50% kelompok non aksesoris dental. Jadi jumlah masing-masing kelompok adalah 48 anak (Notoatmodjo, 2010).

D. Variabel Penelitian

a. Variabel terkendali: 1) Umur anak 8-12 tahun.

2) Jenis perawatan berupa tumpatan.

3) Letak aksesori digantungkan dekat lampu pada dental unit. 4) Jenis aksesori berupa boneka.

5) Pasien datang dengan pendamping, yaitu ayah atau ibu. b. Variabel tidak terkendali:

1) Pengetahuan pasien tentang praktek dokter gigi. 2) Gangguan kecemasan.

3) Kejujuran subyek dalam memilih gambar. 4) Operator yang menangani anak.

1,962 0,5(1-0,5)

(42)

E. Definisi Operasional

a. Tingkat kecemasan adalah nilai Children Fear Survey Schedule-Dental Scale (CFSS-DS) yang didapat dari kuesioner.

b. Pasien anak adalah pasien yang pada saat penelitian berumur 8 tahun sampai 12 tahun.

c. Aksesori dental unit pada penelitian ini adalah boneka-boneka yang digantung dekat lampu pada dental unit.

F. Instrumen Penelitian

a. Bahan Penelitian: 1) Kuesioner. 2) Alat tulis.

3) Aksesoris dental unit b. Alat Penelitian:

1) Alat pengukur kecemasan berupa kuesioner, yaitu Children Fear Survey Schedule-Dental Scale (CFSS-DS) yang dikembangkan oleh Cuthbert dan Melamed dengan total skor:

12-29,5: pasien mengalami kecemasan tingkat rendah. 30,5-60: pasien mengalami kecemasan tingkat tinggi.

(43)

2) Alat bantu pengukur kecemasan berupa kartu Facial Image Scale yang dikembangkan oleh Buchanan dan Niven (2002) berwarna (merah, kuning, dan hijau) yang nantinya akan dipilih oleh subyek.

G. Cara Pengumpulan Data

a. Pasien anak dipilih berdasarkan purposive sampling, ditentukan termasuk ke dalam kelompok dental unit dengan aksesoris atau kelompok dental unit tanpa aksesoris. Setiap subyek yang diperiksa diawasi dari awal pemeriksaan sampai pemeriksaan berakhir.

b. Setelah pemeriksaan berakhir, subyek diberikan 5 gambar ekspresi wajah. c. Subyek diberikan penjelasan tentang cara memilih gambar sesuai dengan

kuesioner.

d. Peneliti mengisi kuesioner CFSS-DS berdasarkan pilihan kartu Facial Image Scale yang dipilih oleh subyek.

H. Jalan Penelitian

1. Mengurus ijin penelitian. 2. Mengurus ethical clearance. 3. Persiapan Penelitian

a). Mempersiapakan alat dan bahan penelitian

b). Pemilihan subyek penelitian didasakan pada kriteria inklusi.

(44)

4. Tahap Perawatan

Peneliti mendampingi perawatan sampai perawatan selesai. 5. Tahap Pengambilan Data

a). Pasien anak yang telah diperiksa dengan perawatan tumpatan di dental unit dengan aksesoris diberi selembar beberapa gambar ekspresi wajah dengan penjelasan singkat. Pengisian kuesioner CFSS-DS didasarkan atas pemilihan gambar oleh pasien anak.

(45)

I. Alur Penelitian

Gambar 2: Alur Penelitian Pengisian informed consent

penelitian dan sosialisasi

Subyek dengan aksesoris dental

Perawatan Tumpatan

Anak mengisi kuesioner

Data penelitian

Subyek tanpa aksesoris dental

Perawatan Tumpatan

(46)

J. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan dalam suatu instrumen. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur dan mampu menangkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dikatakan valid apabila nilai p < 0,05 (Arikunto, 2010). Pengukuran validitas dilakukan dengan teknik korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor variabel berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Apabila semua pernyataan memiliki korelasi yang bermakna

(construct validity) maka semua pernyataan yang ada pada kuesioner dapat mengukur konsep yang akan diukur (Notoatmodjo, 2010).

b. Uji Reliabilitas

(47)

K. Tabulasi Data

(48)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 48 anak untuk kelompok tanpa aksesoris dental dan 48 sampel untuk kelompok dengan aksesoris dental, setiap kelompok didata jenis kelamin, umur, dan pendamping.

1. Deskripsi Profil Subyek

a). Jenis Kelamin Subyek

Profil subyek berdasarkan jenis kelamin dibuat dengan tujuan untuk mengetahui proporsi jenis kelamin subyek pasien anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data profil subyek berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Kelamin Subyek

Jenis Kelamin Jumlah Pasien (Anak) Persentase (%)

Perempuan 43 44,8

Laki-laki 53 55,2

Total 96 100

(49)

b). Umur Subyek

Profil subyek berdasarkan umur dibuat dengan tujuan untuk mengetahui proporsi umur subyek pasien anak di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data profil subyek berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Umur Subyek

Umur (Tahun) Jumlah Pasien (Anak) Persentase (%)

8,0 – 10,0 51 53,1

10,1- 12,0 45 46,9

Total 96 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebanyak 51 anak atau 53, 1% subyek berumur 8,0 – 10,0 tahun, sedangkan sebanyak 45 anak atau 46,9% subyek berumur 10, 1 – 12,0 tahun. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyek berumur 8 – 10 tahun.

c). Pendamping Subyek

(50)

Tabel 3. Pendamping Subyek

Umur (Tahun) Jumlah Pasien (Anak) Persentase (%)

Ibu 53 55,2

Ayah 43 44,9

Total 96 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebanyak 53 anak atau 55,2% subyek didampingi oleh ibu, sedangkan sebanyak 43 anak atau 44,9% subyek didampingi oleh ayah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyek didampingi oleh ibu.

d). Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Tanpa Aksesoris

Profil subyek berdasarkan tingkat kecemasan subyek pada dental unit tanpa aksesoris dibuat dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi tingkat kecemasan subyek pasien anak pada dental unit tanpa akssesoris di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data profil subyek berdasarkan tingkat kecemasan ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Tanpa Aksesoris Umur (Tahun) Jumlah Pasien (Anak) Persentase (%)

Rendah 2 4,16

Tinggi 46 95,83

Total 48 100

(51)

memiliki tingat kecemasan yang tinggi.

e). Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Dengan Aksesoris

Profil subyek berdasarkan tingkat kecemasan pada pasien pada dental unit dengan aksesoris dibuat bertujuan untuk mengetahui frekuensi tingkat kecemasan subyek pada dental unit dengan aksesoris di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Data profil subyek berdasarkan tingkat kecemasan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Kecemasan Subyek Pada Dental Unit Dengan Aksesoris Umur (Tahun) Jumlah Pasien (Anak) Persentase (%)

Rendah 46 95,83

Tinggi 2 4,16

Total 48 100

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebanyak 46 anak atau 95,83% subyek dikategorikan mengalami tingkat kecemasan rendah, sedangkan sebanyak 2 anak atau 4,16% subyek mengalami tingkat kecemasan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyek pada dental unit dengan aksesoris memiliki tingat kecemasan yang rendah.

2. Hasil Uji Validitas

(52)

dengan membandingkan nilai rhitung(Corrected Item-Total Correlation) dengan

rtabel(Product Moment Pearson) untuk tingkat signifikansi 5% dari degree of

freedom(df) = n - 2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel yang berjumlah 96 orang maka df = 96 - 2 = 94. Nilai rtabel pada tingkat signifikansi 5% dari df = 94 sebesar 0,284. Jika rhitunglebih besar dari rtabel(rhitung>0,284) maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid, demikian sebaliknya jika rhitunglebih kecil dari

rtabel(rhitung<0,) maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid.

Setelah dilakukan pengolahan data lebih lanjut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 7.Hasil Uji Validitas

Variabel NomorPertanyaan rhitung rtabel Keterangan Tingkat Kecemasan Pertanyaan 1 0,700 0,284 Valid

(53)

3. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara

one shoot atau pengukuran sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s

Alpha lebih besar dari 0,60 (Cronbach’s Alpha > 0,60).Setelah dilakukan pengolahan data lebih lanjut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 8.Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Tingkat Kecemasan 0,953 Reliabel

Berdasarkan hasil uji realibilitas pada Tabel 7. di atas, diketahui nilai Cronbach’s Alpha pada kedua variabel penelitian yaitu, variabel servant

(54)

B. Pembahasan

Penelitian yang dilakukan pada pasien anak umur 8-12 tahun di RSGM-UMY ini bertujun untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada anak yang dirawat dengan aksesoris dental dan tanpa aksesoris dental. Tingkat kecemasan pada pasien anak diukur dengan alat ukur. Children Fear Survey Schedule - Dental Subscale (CFSS-DS) yang diberikan berupa kuesioner setelah pasien melakukan perawatan gigi.

Subyek penelitian ini berupa 98 pasien anak yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok dengan aksesoris dental dan kelompok tanpa aksesoris dental. Sebagai besar subjek penelitian ini terdiri dari pasien anak berjenis kelamin laki-laki. Umur pasien anak pada penelitian ini didominasi oleh pasien berumur 8-10 tahun. Pasien anak yang dijadikan sampel pada penelitian ini lebih dari 50% didampingi oleh ibunya sebagai pendamping.

Pada kelompok pasien tanpa aksesoris dental unit didapatkan data bahwa angka kecemasan pasien anak didominasi oleh kategori tingkat kecemasan tinggi. Sebaliknya pada kelompok dengan aksesoris dental unit didapatkan data bahwa angka kecemasan pada pasien anak didominasi oleh kategori tingkat kecemasan rendah.

(55)

merupakan suatu pendekatan dengan cara mengalihkan perhatian anak dari sesuatu yang tidak disukai ke hal lain yang lebih menyenangkan. Pada perawatan gigi anak teknik Visual distraction adalah pilihan yang tepat, karena teknik ini tidak mengganggu proses perawatan dan aplikasinya sangat mudah (Latifa dkk, 2006; Qittun, 2008; Turana, 2008).

Pemberian aksesoris pada dental unit memberikan respon relaksasi lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik, sehingga mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatik berfungsi mengendalikan fungsi denyut jantung sehingga membuat tubuh rileks. Menurut Hidayati (2007) pada teknik distraksi visual, corteks visual otak mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang mengontrol gerakan involunter di antaranya: nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stres dan membantu mengeluarkan hormon endorpin (substansi ini dapat menimbulkan efek analgesik yang sebanding dengan yang ditimbulkan morphin dalam dosis 10-50 mg/kgBB) sehingga terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun.

(56)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien anak umur 8-12 tahun terkait aksesoris dental unit di RSGM-UMY. Dari rumusan masalah penelitian yang diajukan, berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Subyek sebesar 55,2 % berjenis kelamin laki-laki, 53,1% berumur 8-10 tahun, dan 55,2% didampingi oleh ibu.

2. Subyek 95,83% pada dental unit tanpa aksesori memiliki tingkat kecemasan tinggi dan 95,83% pada dental unit dengan aksesori memiliki tingkat kecemasan rendah.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diajukan saran

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai peran aksesoris dental dalam mengurangi kecemasan pada pasien anak.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai distraksi visual yang lain yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien anak.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik visual distraction, auditory distraction, project distraction, dan tactil kinesthetic distraction

(57)

42

DAFTAR PUSTAKA

Alaki S, Alotaibi A, Almabadi E, Alanquri E. (2012). Dental Anxiety In Middle School Children and Their Caregivers: Prevalences and Severity. J Dent Oral Hyg. 4 (1) : 6-11.

Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian, 10th ed, Malang: UMM Press.

Al-Far M, Habahbeh N, Al-Saddi R, Rassas E. (2012). The Relationship Between Dental Anxiety and Reported Dental Treatment Experience in Children Aged 11 to 14 years. Journal of The Royal Medical Services., Vol. 19 No.2 : p. 44-9

Andajani, L. (2000). Mengapa gigi sulung harus dirawat. J Kedokteran Gigi PDGI. 50 (1) : 52-5.

Andlaw, R. J. & Rock, W. P. (1992). Perawatan Gigi Anak (A Manual of Paedodontics). Widya Medica. Jakarta.

Appukuttan D. P., Tadeppali A, Cholan P. K. (2013). Prevalence of Dental Anxiety among Patients Attending a Dental Educational Institution in Chennai. India – A Questionnaire Based Study Vol.4 : p. 289-92

Armfield M. Jason. (2010). How Do We Meassure Dental Fear and What Are We Measuring Anyway?. Prev. Dent. 8, 107-115.

Augustin P, Hains A. (1996). Effect of music on ambulatory surgery patients’ postoperative anxiety. AORN J. 63: 650–8

Bergenholtz G. (2003). Textbook of endodontology. Copenhagen: Blackwell Pub Professional p. 57–65.

Buchannan H, Niven H. (2002). Validation of a facial Image Scale to assess child dental anxiety. Int J Paediatr Dent, 12, 47-52

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (11th ed), (Irawati Setiawan, dkk). Jakarta: EGC.

(58)

Hmud R, Walsh L. J. (2007). Dental anxiety: causes, Complications and Management Approaches. International Dentistry SA, 9 (5) : 6-14. http://www.moderndentistrymedia.com/sept_oct2010/hmud.pdf

Horax S, Salurapa N. S, Irma. (2011). Pengaruh tumbuh kembang psikis, emosi, dan sosial dalam ilmu kedokteran gigi anak. PIN IDGAI Makassar. 780-7. Kaplan, H. I., Sadock, J. B., & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri, 7th ed,

(Widjaja K, Trans). Jakarta: Binarupa Aksara

Kent G. G, Blinkhorn A. S. (2005). The Psychology of Dental Care. Jakarta: EGC. 2005: 63-86, 106-7.

Latifa W, Soemartono S. H, Sutadi H. (2006). Pengaruh musik terhadap perubahan kecemasan dalam perawatan gigi anak umur 8-10 tahun. JITEKGI. 3 (3) : 125-28.

Locker, D., Liddel, A., Dempster, L., & Shapiro, D. (1999). Age of Onset of Dental Anxiety. J Dent Res, 78(3): 198-203.

Morris, B. (2002). Speech Anxiety diakses 23 April 2012, dari http://www.poynton.com/barbara/PDFs?Speech_anxiety.pdf

Nicolas E, Bessadet M, Collado V, Carrasco P, Roger L. (2010). Factor Affecting Dental Fear in French Children Aged 5-12 Years. International Journal Paediatric Dental. 20;366-373.

Notoadmojo S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Qittun. Teknik distraksi. Available from: http//qittun.blogspot.com. Accessed Jul

25, 2016.

Ritu J., Rajwinder K. (2007). Can We Tune Our Pediatric Patients?, JAYPEE: p. 186-8

Rofi’ie I. (2011). Game Edukatif di Dalam dan Luar Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.

Stuart & Sundeen. (1995). Principles And Practice Of Psychiatric Nursing (5th ed.), Mosby-year book, USA.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

(59)

Dental AnxietyScale.Saint Louis University.

Turana Y. (2004). Stress, Hipertensi dan Terapi Musik. Available from: http//www.medikaholistik. com. Accessed Jul 25, 2016

Turner S, Chambers S A, Freeman R. (2012). Measuring dental anxiety in children with complex and additional support needs using the Modified Child Dental Anxiety Scale (faces) (MCDASf). Journal of Disability and Oral Health, p. 3-10

Widayati. (2000). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Saat Perawatan Gigi. Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Winter M. J, Paskin S, Baker T. (1994). Music Reduces Stress And Anxiety Of

Patients In The Surgical Holding Area. J Post Anesth Nurs. 9 (6) : 340–3 Yusuf Syamsu LN. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:

(60)
(61)

45

Gender :

Date of Birth/Age :

Have you ever visited a dentist? (Yes / No)

CHILDREN FEAR SURVEY SCHEDULE – DENTAL SUBSCALE

Mark (√) only 1 answer from each number below. All answers are correct.

Please answer all these questions honestly based an what you feel. Not afraid

8. The dentist drilling 9. The sight of dentist

13. Having somebody go to the hospital

14. People in white uniform

(62)

46

Jenis Kelamin :

Tanggal Lahir/Usia :

Sudah pernah ke dokter gigi? (Sudah / Belum)

CHILDREN FEAR SURVEY SCHEDULE – DENTAL SUBSCALE

Tandai (√) hanya 1 jawaban dari setiap nomor. Semua jawaban adalah benar.

Jawablah sesuai dengan apa yang kamu rasakan. Sama 5. Disentuh orang lain 6. Dilihat orang lain 7. Dokter gigi

mengebor

(63)

47

FACIAL IMAGE SCALE WITH IMAGE SCALE

5 4 3 2 1

(64)

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Usia : Alamat : No. Hp :

Menyatakan telah mendapat penjelasan dan menyetujui untuk pelaksanaan penelitian yang berjudul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Anak Uur 8-12 Tahun Terkait Dental Aksesoris di RSGM-UMY”. Yang dilaksanakan oleh mahasiswa:

Nama : Ilyas Jefri Andrian NIM : 20090340075

Fakultas/Prodi : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/Pendidikan Dokter Gigi Sehubungan dengan hal tersebut, maka saya mnegijinkan anak saya:

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

bersedia menjadi subyek penelitian dan mengikuti kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian tersebut.

Demikian surat pernyataan ini, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta,………..

Pembuat pernyataan Peneliti

(65)

Tanggal Lahir/Usia :

Sudah pernah ke dokter gigi? (Sudah / Belum)

CHILDREN FEAR SURVEY SCHEDULE – DENTAL SUBSCALE Tandai (√) hanya 1 jawaban dari setiap nomor. Semua jawaban adalah benar.

Jawablah sesuai dengan apa yang kamu rasakan. Sama 5. Disentuh orang lain 6. Dilihat orang lain 7. Dokter gigi

mengebor

(66)
(67)
(68)
(69)

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 27-JUN-2016 00:09:21

Comments

Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid

data.

Syntax

FREQUENCIES VARIABLES=JenisKelamin

Umur Pendamping Kunjungan

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,00

Elapsed Time 00:00:00,00

[DataSet0]

Statistics

JenisKelamin Umur Pendamping Kunjungan

N Valid 96 96 96 96

(70)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

1 43 44,8 44,8 44,8

2 53 55,2 55,2 100,0

Total 96 100,0 100,0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

1 51 53,1 53,1 53,1

2 45 46,9 46,9 100,0

Total 96 100,0 100,0

Pendamping

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

1 53 55,2 55,2 55,2

2 43 44,8 44,8 100,0

(71)

Output Created 27-JUN-2016 00:24:26

Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid

data for all variables in the procedure.

Syntax

RELIABILITY

/VARIABLES=SkorNonAksesorisDental

SkorAksesorisDental

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA

/SUMMARY=TOTAL.

Resources Processor Time 00:00:00,00

Elapsed Time 00:00:00,00

a. Listwise deletion based on all variables in the

(72)

Item-Total Statistics

SkorNonAksesorisDental 1,04 ,041 ,043 .

SkorAksesorisDental 1,96 ,041 ,043 .

T-Test

Notes

Output Created 27-JUN-2016 00:29:25

Comments

Definition of Missing User defined missing values are treated as

missing.

Cases Used

Statistics for each analysis are based on the

cases with no missing or out-of-range data

for any variable in the analysis.

(73)

Equality of Variances

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Sk

or

Equal variances assumed ,000 1,000 -22,238 94 ,000 -,917 ,041 -,999 -,835

Equal variances not

assumed

Gambar

Gambar 1: Kerangka Konsep
Gambar 2: Alur Penelitian
Tabel 1. Jenis Kelamin Subyek
Tabel 2. Umur Subyek
+5

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN PRIA DAN WANITA SEBELUM PENCABUTAN GIGI DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terapi bermain lebih efektif daripada menonton film terhadap penurunan kecemasan anak umur 6-8 tahun selama perawatan gigi.. Kata

Tujuan khusus penelitian yaitu untuk membandingkan efektivitas menonton film dengan terapi bermain terhadap kecemasan anak selama perawatan gigi.. Memberikan ilmu

Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter gigi untuk mengurangi kecemasan pasien ( The role of music as a dental practice facility in reducing patient ’ s

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terapi bermain lebih efektif daripada menonton film terhadap penurunan kecemasan anak umur 6-8 tahun selama perawatan gigi.. Kata

Hasil penelitian secara umum menunjukkan ada perbedaan signifikan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah menjalani prosedur restorasi dengan pemberian murottal

Dari hasil yang diperoleh ke 6 anak yang merasa cemas sebagian besar menyatakan, hal penyebab timbulnya rasa cemas sebelum pergi ke dokter gigi untuk melakukan

Namun metode ini seringkali menimbulkan penurunan konsentrasi anak terhadap instruksi dokter gigi saat dilakukan perawatan gigi.3,5,6,7 Berdasarkan uraian tersebut, masalahnya adalah