• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI SILASE PADA HIJAUAN

TANAMAN SORGUM

MUHAMMAD ASRIANTO MALIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD ASRIANTO MALIK. Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan LUKI ABDULLAH.

Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit. Tanaman sorgum yang terdiri dari biji sorgum dan hijauan sorgum berpotensi sebagai pakan ternak. Namun, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan karena memiliki kandungan lignin yang tinggi. Beberapa hasil penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Sorgum brown midrib (BMR) merupakan jenis sorgum hasil pemuliaan yang memiliki kandungan lignin lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Salah satu kendala penyediaan hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu, pada musim penghujan produksi hijauan melebihi kebutuhan dan pada musim kemarau produksi hijauan kurang dari kebutuhan. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah dengan penerapan teknologi fermentasi berupa teknologi silase.

Penelitian ini terdiri dari dua kajian yang dilakukan secara bertahap. Kajian pertama untuk menguji kualitas nutirisi perbedaan tanaman sorgum dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas penambahan aditif berupa dedak padi dan inokulum yang berasal dari ekstrak sorgum yang difermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase yang dihasilkan dari tanaman sorgum manis lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif.

Kajian kedua bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan varietas, waktu fermentasi, dan umur panen terhadap kualitas silase tanaman sorgum. Hasil yang didapatkan adalah jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD ASRIANTO MALIK. Utilization of Silage Technology to the Sorghum Forage. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and LUKI ABDULLAH.

Sorghum is potential forage to develop in Indonesia as it tolerant to drought and puddle, able to grow in marginal land, and relatively resistance of parasite. Sorghum plant consists of seed, stem and leave, has potency as a fodder. Otherwise, the development program of sorghum as a fodder still uses conventional variety which is designed not to be a fodder because of high lignin content. Some mutation applications and also sorghum crossbred technology resulted low lignin sorghum with higher nutrient value. This kind of sorghum can be designed as particular sorghum as fodder. Sorghum brown midrib (BMR) is type of plant breeding result with lower lignin and higher nutrient value. One of handicap in forage provision in Indonesia is discontinue a whole year forage production, a surplus production during rainy season but scarcity in the dry season. That stumbling stone can be overcome by forage preservation during rainy season with ensilage fermentation technology.

This research consisted of two studies which was done step by step. First study is to determine the nutrient differences between flowered or non-flowered sorghum, and evaluate the effectiveness of additives of rice bran and fermented sorghum extract inoculum on the silage quality. The result of the experiment showed sweet sorghum forage with or without flower have similar quality and also it was more effective to use no additive in purpose of sorghum silage.

The second study is to evaluate the effect of different variety, age of harvesting, and fermentation time on the quality of sorghum silage. The result showed type of BMR sorghum Patir 3.7 resulted better silage quality than the rest of sorghum. Silage fermentation time of 28 days resulted better silage quality among the others time treatments. The best harvesting time to get good quality silage was 95 days after planting.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

PEMANFAATAN TEKNOLOGI SILASE PADA HIJAUAN

TANAMAN SORGUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum Nama : Muhammad Asrianto Malik

NIM : D251130416

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua

Prof Dr Ir Luki Abdulah, MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2013 ini ialah silase tanaman sorgum, dengan judul “Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum”. Bagian dari tesis ini sedang dalam proses penerbitan pada di Media Peternakan sebagai publikasi yang berjudul “Physical and Chemical Quality of Sweet Sorghum Silage (Sorghum bicolor L. Moench) with Addition of Rice Bran and Fermented Sorghum Extract”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada PT. Kaltim Prima Coal yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis selama program sarjana langsung magister (Sinergi) Fast Track angkatan I terlebih khusus buat Ibu Nurul M. Karim, Ibu Yuliana Datubua, Bapak Budi Santoso, dan Ibu Jumaiah atas perhatian lebihnya kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi dan Bapak Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan saran, waktu, dan pikiran serta dengan sabar dan ikhlas membimbing penulis selama mengikuti pendidikan magister. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Despal, SPt MScAgr selaku dosen penguji pada ujian sidang tesis dan selaku koordinator Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan atas kritik dan saran serta kesempatan yang diberikan kepada penulis selama 3 tahun untuk mendalami mata kuliah tersebut. Penulis memberikan apresiasi khusus kepada segenap jiwa yang berperan penting selama penulis mengikuti pendidikan magister: Ketua program studi INP Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc dan sekretaris program studi INP Ibu Prof Dr Ir Sumiati, MSc atas masukan terhadap penulisan karya ilmiah ini dan selama proses pendidikan, staf program studi INP (Mas Supri dan Bu Ade) atas bantuan administrasinya, Ibu Dian Anggraeny atas bantuan dan kebaikan hati menerima penulis sebagai anggota Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, teman seperjuangan program Sinergi S1-S2 (Fast Track) INTP (Ardi, Dyah, Endah, dan Fina) atas motivasi dan kesabarannya dalam saling mengingatkan, serta seluruh pihak yang berkontribusi besar dalam penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini (Ayu, Fajrin, Hanah, Ican, Tenti, Pewe, Mas Nanang, Mbak Puput, kelas INP 2012 dan INP 2013, kelas INTP 46 Nutritiousz, kelas INTP 48 Desolator, serta sahabat-sahabat lain yang tidak dapat disebutkan semua. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Malik dan Ibu Rahima), kakak-kakak tersayang serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam bidang pertanian dan peternakan.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

2 KUALITAS FISIK DAN KIMIAWI SILASE TANAMAN SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moench) DENGAN PENAMBAHAN ADITIF BERUPA

DEDAK PADI DAN EKSTRAK SORGUM TERFERMENTASI 3

ABSTRAK 3

ABSTRACT 3

PENDAHULUAN 3

METODE 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

SIMPULAN 7

3 KUALITAS SILASE TANAMAN SORGUM PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN DENGAN PERBEDAAN VARIETAS DAN WAKTU

FERMENTASI 8

ABSTRAK 8

ABSTRACT 8

PENDAHULUAN 9

METODE 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

SIMPULAN 17

4 PEMBAHASAN UMUM 17

5 SIMPULAN 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kualitas nutrisi tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum

bunga) 6

2 Kualitas silase tanaman sorgum manis 7

3 Kualitas fisik silase (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur)

tanaman sorgum 11

4 Suhu silase tanaman sorgum 12

5 Kualitas kimiawi (pH, BK, dan nilai fleigh) silase tanaman sorgum 13

6 Protein kasar silase tanaman sorgum 15

7 Kualitas kimiawi silase (NH3 dan TVFA) tanaman sorgum 16

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap pH

silase yang dihasilkan 14

5 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap NH3

silase yang dihasilkan 17

6 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang

dihasilkan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam kualitas silase 23

2 Hasil sidik ragam suhu silase 24

3 Hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis sorgum dengan umur panen

terhadap suhu silase 24

4 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen

terhadap suhu silase 25

5 Hasil sidik ragam pH silase 25

6 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap pH silase 25 7 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap pH silase 26 8 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap pH silase 26 9 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap pH

silase 26

10 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap pH silase 27

11 Hasil sidik ragam bahan kering silase 27

(15)

13 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap bahan

kering silase 28

14 Hasil sidik ragam nilai fleigh silase 28

15 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap nilai fleigh silase 29 16 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap nilai fleigh

silase 29

17 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap nilai fleigh silase 29

18 Hasil sidik ragam protein kasar silase 29

19 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap protein kasar silase 30 20 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen

terhadap protein kasar silase 30

21 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap protein

kasar silase 30

22 Hasil sidik ragam NH3 silase 31

23 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap NH3silase 31 24 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap NH3silase 31 25 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap NH3

silase 31

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu sorgum manis/ sweet sorghum (biasa digunakan sebagai hay, silase, maupun sirup), sorgum nonsakarik (biasa digunakan untuk produksi biji), broomcorn (pemanfaatan malainya sebagai bahan pembuat sapu), dan grass sorghum (dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura). Tanaman sorgum jenis sorgum manis/ sweet sorghum sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya yang renyah dan manis (Ahlgren 1956).

Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, yaitu toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum terdiri dari bagian hijauan dan bagian biji yang mempunyai potensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia.

Selama ini, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan. Faktor pembatas penggunaan sorgum konvensional sebagai hijauan pakan adalah tingginya kandungan lignin. Penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Brown midrib (BMR) merupakan suatu istilah dari hasil mutasi genetik beberapa spesies rerumputan yang menghasilkan tanaman dengan kandungan lignin yang rendah. Beberapa tahun terkahir BMR diterapkan pada hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung (Miller and Stroup 2003). Sorgum brown midrib (BMR) merupakan varietas sorgum hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan untuk pakan ternak. Sorgum BMR memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004).

Salah satu kendala hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu, pada musim penghujan produksi hijauan melebihi kebutuhan dan pada musim kemarau produksi hijauan kurang dari kebutuhan. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah dengan penerapan teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase.

(18)

2

nitrogen (BETN) 48.7% diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. Ridwan et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1 - 5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase. Penambahan aditif lain yang sudah umum dilakukan adalah penambahan starter BAL pada silase. Ohshima et al. (1997) melaporkan bahwa penggunaan ekstraksi hijauan alfalfa yang difermentasi sebagai campuran pembuatan silase pada hijauan alfalfa menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial. Santoso et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan ekstraksi rumput tropika yang difermentasi sebanyak 3% (v/b) pada rumput tropika sejenis dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase yang dihasilkan.

Faktor penting lain untuk menentukan keberhasilan pembuatan silase adalah kondisi hijauan. Kondisi hijauan yang akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman sehingga silase yang dihasilkan berkualitas baik (Sapienza and Bolsen 1993). Kondisi lain yang juga berpengaruh pada keberhasilan pembuatan silase adalah kadar air hijauan yang berkorelasi dengan umur pemanenan dan lamanya waktu feremntasi silase (ensilase) berlangsung.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menguji penggunaan aditif berupa dedak padi dan ekstrak sorgum terfermentasi terhadap kualitas silase tanaman sorgum.

(19)

3

2

KUALITAS FISIK DAN KIMIAWI SILASE TANAMAN

SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moench) DENGAN

PENAMBAHAN ADITIF BERUPA DEDAK PADI DAN

EKSTRAK SORGUM TERFERMENTASI

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan kualitas hasil panen tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas kualitas silase yang dihasilkan dengan penambahan aditif berupa dedak padi 3% dan ekstrak sorgum terfermentasi 3%. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan meliputi, (A) silase tanaman sorgum manis tanpa penambahan aditif, (B) silase tanaman sorgum manis dengan penambahan dedak padi 3%(b/b), dan (C) silase tanaman sorgum manis dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3% (v/b). Peubah yang diukur adalah kondisi awal bahan dan kualitas silase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase yang dihasilkan dari tanaman sorgum manis lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif.

Kata kunci: dedak padi, ekstrak sorgum terfermentasi, kualitas silase, sorgum manis

ABSTRACT

The objective of this research was to determine the different quality of harvested crop with or without flower and also to evaluate affectivity of silage quality resulted with addition of additive such as 3% rice bran and 3% fermented sorghum extract. The experiment was designed with completely randomized design with three treatment and four replicates. The treatment were (A) sweet sorghum silage without additive, (B) sweet sorghum silage with 3% rice bran (w/w), and (C) sweet sorghum silage with 3% fermented sorghum extract (v/w). Variables measured were early condition of forage and silage quality. The result of the experiment showed sweet sorghum forage with or without flower have similar quality and also it was more effective to use no additive in purpose of sorghum silage.

Keywords: fermented sorghum extract, rice bran, silage quality, sweet sorghum forage.

PENDAHULUAN

Sorgum (Sorghum bicolorL. Moench) dikenal sebagai tanaman onta atau “a

(20)

4

lahan alkalin (FAO 2002). Menurut BALITSEREAL (2012), sorgum manis varietas numbu berbunga 50% pada umur kurang lebih 69 hari.

Kendala hijauan pakan di Indonesia adalah kandungan nutrisi yang rendah dan keterbatasan penyediaan sepanjang tahun. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah, penggunaan sumber pakan inkonvensional, serta aplikasi teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase.

Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas silase hijauan tropis adalah dengan penggunaan aditif pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL) (Bureenok et al. 2006). Penambahan aditif seperti dedak padi yang memiliki kandungan nutrien menurut Hartadi et al. (2005) yaitu serat kasar (SK) 11.6%, protein kasar (PK) 13.8%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48.7% diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. Ridwan et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1 - 5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase.

Penambahan aditif berupa BAL komersial sudah banyak digunakan sebagai starter pada pembuatan silase, namun penelitian Ohshima et al. (1997) yang menggunakan hijauan dari daerah subtropika menunjukkan bahwa penggunaan BAL yang diperoleh dari estrak rumput sejenis yang sudah difermentasi menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial. Santoso et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan ekstrak rumput terfermentasi 3% (v/b) pada rumput sejenis dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kualitas hasil panen tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas silase yang dihasilkan dengan penambahan aditif berupa dedak padi 3% dan ekstrak sorgum terfermentasi 3%.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan, dari bulan Mei 2013 sampai Desember 2013.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) varietas Numbu yang ditanam dan di panen dari kebun percobaan Cikabayan IPB serta bahan-bahan untuk analisis kualitas silase.

(21)

5

Pembuatan Silase Tanaman Sorgum

Tanaman sorgum dipanen pada umur 70 hari setelah tanam. Setelah panen, tanaman dilayukan selama 2.5 - 3 jam kemudian dicacah berukuran 3 - 5 cm dan dihomogenkan. Tanaman sorgum tersebut kemudian dimasukkan ke dalam toples plastik berukuran 2.5 liter, ditekan hingga cukup padat sehingga kondisi anaerob dapat terjadi. Silo yang selesai dibuat, disimpan dalam ruangan pada suhu kamar selama 21 hari.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Data perbedaan hasil panen tanaman sorgum antara tanaman sorgum yang memiliki rangkum bunga dengan tanaman sorgum tanpa rangkum bunga dianalisis menggunakan Uji-T.

Rancangan percobaan yang digunakan pada pembuatan silase tanaman sorgum adalah adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan; A (silase tanpa penambahan aditif), B (silase dengan penambahan dedak padi 3%), dan C (silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3%). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Data yang didapatkan pada percobaan ini dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (1955) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.

Peubah yang diamati.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kondisi awal bahan. Pengukuran kondisi awal bahan meliputi: a) kandungan bahan kering (BK), abu, kalsium (Ca), fosfor (P), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK) sorgum menggunakan metode AOAC (2005); b) kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sorgum menggunakan rumus perhitungan BETN = BK-(abu+PK+LK+SK); c) kandungan TDN sorgum menggunakan rumus perhitungan Hartadi (1980); d) kandungan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), dan selulosa (Van Soest et al. 1991); dan e) kandungan water soluble carbohydrate (WSC) sebelum ensilase menggunakan metode fenol oleh Dubois et al. (1956) yang dimodifikasi Buysse dan Merckx (1993).

Kualitas silase. Peubah kualitas silase yang diamati meliputi: a) kandungan bahan kering (BK), abu, kalsium (Ca), fosfor (P), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK) silase sorgum menggunakan metode AOAC (2005); b) kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) silase sorgum menggunakan rumus perhitungan BETN = BK-(abu+PK+LK+SK); c) kandungan TDN silase sorgum menggunakan rumus perhitungan Hartadi (1980); d) kandungan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), dan selulosa (Van Soest et al. 1991); dan h) residual water soluble carbohydrate (WSC) silase menggunakan metode fenol oleh Dubois et al. (1956) dimodifikasi Buysse dan Merckx (1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Bahan

(22)

6

tanaman 70 hari merupakan kondisi sorgum varietas Numbu pada fase berbunga 50% (BALITSEREAL 2012). Kondisi panen tersebut menghasilkan hasil panen tanaman memiliki dan tidak memiliki rangkum bunga. Perbandingan kandungan nutrien tanaman dengan dan tanpa rangkum bunga ditampilkan pada tabel 2.1. Berdasarkan hasil uji-T yang dilakukan tidak terdapat perbedaan (P>0.05) antara hasil panen tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum bunga).

Owen and Webster (1963) membagi kematangan tanaman sorgum ke dalam 6 fase, yaitu 1) bloom, 2) milk, 3) soft-dough, 4) medium-dough, 5) hard-dough, dan 6) mature. Tanaman sorgum manis varietas Numbu mengalami fase berbunga 50% pada umur 70 hari (BALITSEREAL, 2012) yang berarti fase tersebut tanaman berada pada kondisi milk to the soft-dough stage yang sesuai untuk hijauan bahan silase (Doggett 1970). Tidak terdapatnya perbedaan (P>0.05) antara hasil panen tanaman sorgum tersebut dikarenakan kandungan bulir/ biji sorgum pada fase tersebut masih tinggi kandungan airnya yang menyebabkan nutrien lainnya belum dominan. Kandungan nutrien biji sorgum pada fase mature menurut Ward (1968) adalah 87.6% BK, 10.5% PK, 3.3% LK, 2.0% SK, 82.5% BETN, dan 1.7% abu. Kadar WSC tanaman sorgum manis pada penelitian ini berkisar antara 9.15 - 10.69% masih lebih tinggi dari nilai kandungan WSC hijauan yang berkualitas baik untuk pembuatan silase yaitu 3 - 5% (McDonald et al. 1991).

Kualitas Silase

Peubah kualitas nutrien disajikan pada Tabel 2.2. Peubah yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) adalah bahan kering (BK), abu, dan Ca. Kandungan BK tertinggi diperoleh dari perlakuan B (19.65%) atau silase dengan penambahan dedak padi dan terendah diperoleh dari perlakuan C Tabel 1 Kualitas nutrisi tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum

bunga)

Nutrien Tanaman Sorgum Manis Nilai-P

Dengan rangkum bunga Tanpa rangkum bunga

(23)

7 (16.07%) atau silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi. Kandungan BK silase ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Podkowka and Podkowka (2011) yaitu sekitar 20.88%.

Kandungan abu tertinggi diperoleh dari perlakuan B (6.66%) sedangkan yang terendah adalah C (4.68%), namun C (4.68%) tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan A (5.04%). Hal ini diduga karena penambahan dedak padi pada perlakuan B. Penambahan dedak padi sebanyak 3% menyebabkan kandungan kadar abu dan BK meningkat. Hasil penelitian Owen and Webster (1963) pada silase sorgum fase milk to the soft-dough stage menunjukkan hasil proksimat sebagai berikut, 20.6 - 22% BK, 9.3 - 9.7% PK, 26.5 - 28.6% SK, 2.6 - 3.1% LK, 7.8% abu, dan 51.3 - 53.4% BETN. Kandungan PK (11.29 – 13.91%) dan SK (34.63 – 36.63%) pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian yang dilakukan Owen and Webster (1963). Hasil analisis fraksi serat yang meliputi NDF, ADF, hemiselulosa dan selulosa pada penelitian ini menunjukkan hasil tidak berbeda (P>0.05). Nilai NDF (89.70 – 90.44%), ADF (61.24 – 77.59%), dan selulosa (47.17 – 53.95%) pada penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Mahanta (2004), yaitu NDF (79.89 – 81.96%), ADF (48.96 – 51.00%), dan selulosa (38.84 – 39.38%).

SIMPULAN

Tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase tanpa penambahan aditif lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif.

Tabel 2 Kualitas silase tanaman sorgum manis

(24)

8

3

KUALITAS

SILASE

TANAMAN

SORGUM

PADA

BERBAGAI UMUR PEMANENAN DENGAN PERBEDAAN

VARIETAS DAN WAKTU FERMENTASI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan varietas, umur panen, dan waktu fermentasi terhadap kualitas silase tanaman sorgum. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola faktorial 3x3x4 dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah perbedaan jenis tanaman sorgum (sorgum varietas Samurai I (M17), sorgum BMR galur Patir 3.6, dan sorgum BMR galur Patir 3.7), faktor kedua adalah umur pemanenan tanaman (85 hari, 95 hari, dan 105 hari), dan faktor ketiga adalah waktu fermentasi silase (7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari). Peubah yang diamati meliputi kualitas fisik silase (aroma, tektur, warna, keberadaan jamur, dan suhu) dan kualitas kimiawi silase (pH, bahan kering, protein kasar, total asam lemak terbang (TVFA), N-NH3, dan nilai fleigh). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi silase, dan umur panen tanaman sorgum mempengaruhi kualitas silase yang dihasilkan. Jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam.

Kata kunci: jenis sorgum, kualitas fisik, kualitas kimiawi, umur panen, waktu fermentasi

ABSTRACT

The objective of this research was to determine the effect of different variety, harvesting time, and time of fermentation to sorghum silage quality. The experimental design of this research was 3x3x4 factorial of randomized blocked design with three replicates. First factor was the different type of sorghum (Samurai I (M17) variety sorghum, BMR sorghum Patir 3.6, and BMR sorghum Patir 3.7), second factor was sorghum harvesting time (85 days, 95 days, and 105 days), and the third factor was time of fermentation (7 days, 14 days, 21 days and 28 days). Variables measured included silage physical quality (aroma, texture, color, fungi, and temperature) and silage chemical quality (pH, dry matter, crude protein, Total volatile fatty acid (TVFA), N-NH3, and fleigh Point). The result showed that different variety, harvesting time, and time of fermentation affecting silage quality. Type of BMR sorghum Patir 3.7 resulted better silage quality than the rest of sorghum. Silage fermentation time of 28 days resulted better silage quality among the others time treatments. The best harvesting time to get good quality silage was 95 days after planting.

(25)

9

PENDAHULUAN

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, yaitu toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum terdiri dari hijauan pakan dan biji yang mempunyai potensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia. Selama ini, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan. Sorgum brown midrib (BMR) merupakan varietas sorgum hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan untuk pakan ternak. Sorgum BMR memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004).

Salah satu kendala hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah, penggunaan sumber pakan inkonvensional, serta aplikasi teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase.

Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Kondisi hijauan pada saat akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman (Sapienza and Bolsen 1993). Kondisi lainnya adalah kadar air hijauan yang berkorelasi dengan umur pemanenan dan lamanya waktu proses pembuatan silase (ensilase) berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi, dan umur panen terhadap kualitas silase tanaman sorgum.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Agrostologi, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan, dari bulan Januari sampai Oktober 2014.

Materi

(26)

10

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk pembuatan silase yang terdiri dari silo berupa toples plastik ukuran 2 liter dengan selotip sebagai perekat agar kondisi kedap udara serta alat-alat untuk analisis kualitas silase.

Pemanenan dan Pembuatan Silase Tanaman Sorgum

Pemanenan tanaman sorgum dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu pada umur 85, 95, dan 105 hari. Setelah dipanen, tanaman sorgum selanjutnya dichopping dan dilayukan selama 24 jam dengan tujuan menurunkan kadar air sehingga siap untuk dibuat silase. Silase dibuat menggunakan toples plastik berukuran 2 liter yang selanjutnya dikondisikan kedap udara dengan bantuan selotip. Proses ensilase (waktu fermentasi) dilakukan berdasarkan perlakuan yaitu 7, 14, 21, dan 28 hari.

Pemanenan Silase

Silase dipanen disesuaikan dengan waktu ensilase yang diterapkan sebagai perlakuan (7, 14, 21, dan 28 hari). Pemanenan dilakukan dengan membuka silo kemudian dilakukan pengukuran suhu silase. Selanjutnya dilakukan pengamatan sifat fisik berupa aroma, tekstur, warna, dan keberadaan jamur dengan pengujian sensori. Persentase jamur diukur dengan menimbang jumlah bagian berjamur yang dibandingkan dengan jumlah total silase. Tahap selanjutnya adalah mengeringkan silase di dalam oven 60 oC. Silase yang sudah kering siap untuk dilakukan analisis selanjutnya.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial dengan pola faktorial 3 x 3 x 4 dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah perbedaan jenis tanaman sorgum (C1 = sorgum varietas Samurai I (M17); C2 = sorgum BMR galur Patir 3.6; C3 = sorgum BMR galur Patir 3.7), faktor kedua adalah umur pemanenan tanaman (D85 = umur 85 hari; D95 = umur 95 hari; D105 = umur 105), dan faktor ketiga adalah waktu fermentasi (F7 = fermentasi 7 hari; F14 = fermentasi 14 hari; F21 = fermentasi 21 hari; F28 = fermentasi 28 hari).

Data pada pengamatan karakteristik fisik (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur) dianalisis secara deskriptif sedangkan data lainnya pada karakteristik fisik berupa suhu dan kualitas kimiawi dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (1955) dan uji polinomial orthogonal (untuk faktor kuantitatif) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kalitas fisik silase. Pengukuran kualitas fisik silase dilakukan dengan pengujian sensori untuk peubah aroma, tekstur, warna, dan keberadaan jamur, sedangkan suhu diukur menggunakan termometer.

(27)

11

Tabel 3 Kualitas fisik silase (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur) tanaman sorgum metode mikrodifusi Conway (Conway and O’Malley 1942); e) konsentrasi total volatile fatty acid (TVFA) menggunakan teknik destilasi uap atau Steam Destilation (General Laboratory Procedure 1966); serta f) perhitungan kualitas silase berdasarkan nilai fleigh berdasarkan formula Kilic (1984):

NF = 220+(2 x BK(%) – 15) - (40 x pH)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik Silase

Kualitas silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase yang dihasilkan (Ferreira and Mertens 2005). Kualitas fisik silase meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur serta suhu. Kualitas fisik silase tanaman sorgum manis dapat dilihat pada Tabel 3.1. Aroma silase tanaman sorgum manis menunjukkan aroma asam dan wangi fermentasi. Aroma silase yang dihasilkan termasuk kedalam kriteria kualitas silase yang baik. Silase berkualitas baik memiliki aroma asam dan wangi (Abdelhadi et al. 2005). Warna silase yang dihasilkan menunjukkan warna hijau atau sama dengan warna tanaman sorgum sebelum ensilase. Saun and Heinrichs (2008) menyatakan bahwa warna pada silase menggambarkan hasil fermentasi selama proses ensilase dan silase yang berkualitas baik adalah silase yang berwarna hampir sama dengan bahan sebelum ensilase.

(28)

12

Tabel 4 Suhu silase tanaman sorgum

Peubah Efek Perlakuan

persentase jamur paling sedikit adalah Samurai I (M17). Berdasarkan faktor umur panen dan waktu fermentasi, persentase jamur secara rata-rata semakin meningkat seiring semakin lamanya umur panen tanaman sorgum dan semakin lamanya waktu fermentasi silase tanaman sorgum. Suhu silase tanaman sorgum secara statistik menunjukkan adanya interaksi (P<0.01) antara JS dengan UP dan WF dengan UP. Interaksi antara JS dengan UP menghasilkan suhu tertinggi pada kombinasi JS(2)UP(3) dengan nilai 26.33oC, namun secara statistik nilai tersebut sama dengan kombinasi JS(1)UP(3) dan JS(3)UP(3) dengan nilai berturut-turut 26.25oC dan 26.21oC. Interaksi antara WF dengan UP menghasilkan suhu tertinggi pada kombinasi WF(3)UP(3) dengan nilai sebesar 27.39oC. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada interaksi antara JS dan UP terlihat bahwa seluruh jenis sorgum yang diujikan pada UP(3) atau umur panen tanaman 105 hari menghasilkan suhu yang lebih tinggi dari pada kombinasi perlakuan lainnya. Hal demikian juga terlihat pada interaksi antara WF dan UP. Kombinasi UP(3) dengan WF(3) atau waktu fermetasi silase 21 hari menghasilkan suhu tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Levital et al. (2009) menyatakan bahwa suhu maksimum yang dapat dihasilkan oleh silase adalah 30oC yang terjadi pada hari 4-14 ensilase kemudian akan mengalami penurunan seiring bertambah lamanya waktu fermentasi (ensilase).

Kualitas Kimiawi Silase

(29)

13

Gambar 1 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan

Tabel 5 Kualitas kimiawi (pH, BK, dan nilai fleigh) silase tanaman sorgum

Faktor Kualitas Kimiawi Silase

pH BK (%) Nilai Fleigh

Jenis Sorgum (JS)

Samurai I (M17) 3.51 ± 0.41a 16.48 ± 1.99 97.72 ± 18.21b Patir 3.6 3.72 ± 0.41b 15.88 ± 1.67 88.12 ± 17.73a Patir 3.7 3.67 ± 0.35b 15.56 ± 1.88 89.17 ± 15.51a

Umur Panen (UP)

85 hari 4.10 ± 0.33b 14.98 ± 1.49a 71.00 ± 13.55a 95 hari 3.40 ± 0.13a 15.54 ± 1.51a 100.19 ± 6.31b 105 hari 3.40 ± 0.15a 17.40 ± 1.72b 103.83 ± 7.36b

Waktu Fermentasi (WF)

7 hari 3.64 ± 0.40b 15.90 ± 1.94 91.09 ± 17.46ab

14 hari 3.75 ± 0.47c 16.09 ± 1.57 87.18 ± 19.91a 21 hari 3.61 ± 0.35ab 16.11 ± 2.01 92.94 ± 15.88b 28 hari 3.52 ± 0.35a 15.80 ± 2.01 95.49 ± 16.70b Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

dihasilkan berkisar antara 3.51 - 4.10 yang termasuk kategori silase baik sekali. Wilkins (1988) menyatakan bahwa kualitas silase dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu baik sekali (pH 3.2 - 4.2), baik (pH 4.2 - 4.5), sedang (pH 4.5 - 4.8), dan buruk (pH >4.8).

(30)

14

Gambar 2 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan

Gambar 3 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap BK silase yang dihasilkan

BK silase tanaman sorgum yang dihasilkan masih lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Podkowka dan Podkowka (2011) yang menyatakan bahwa dalam silase sorgum biasanya terdapat hanya sekitar 20.88% BK. .

(31)

15

Gambar 4 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap PK silase yang dihasilkan

Tabel 6 Protein kasar silase tanaman sorgum

Peubah Efek Perlakuan

JS UP WF JS.UP JS.WF WF.UP JS.WF.UP

PK (1) 8.14 ± 1.26 (1) 10.65 ± 1.10b (1) 9.53 ± 1.46 ns * ns ns

(2) 9.67 ± 1.22 (2) 8.55 ± 0.97a (2) 9.06 ± 1.40 (3) 9.87 ± 1.17 (3) 8.49 ± 1.01a (3) 9.08 ± 1.40

(4) 9.24 ± 1.51

*: P < 0.05, ns: P > 0.05, JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari. WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari. Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Kualitas kimiawi selanjutnya yang disajikan pada Tabel 3.4 adalah protein kasar (PK). PK silase tanaman sorgum secara statistik menunjukkan adanya interaksi (P<0.05) antara JS dan WF. Nilai PK tertinggi didapatkan dari kombinasi perlakuan JS(3)WF(1) dengan nilai 10.30%. Pola hubungan antara UP dengan PK silase dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan pola hubungan kuadratik antara lama pemanenan tanaman sorgum terhadap PK silase yang dihasilkan dengan nilai R2 sebesar 0.496. Besarnya kandungan protein silase dipengaruhi oleh besarnya kandungan protein bahan dan juga perombakan protein kasar. Protein bahan akan mengalami penguraian pada saat ensilase, protein akan dirombak menjadi asam amino dan polipetida yang kemudian diurai lebih lanjut menjadi amonia, VFA, dan CO2. Kondisi ini akan terjadi secara intensif apabila suplai oksigen mencukupi.

(32)

16

Tabel 7 Kualitas kimiawi silase (NH3 dan TVFA) tanaman sorgum

Perlakuan Kualitas Kimiawi Silase

NH3 (%) TVFA (mM)

Jenis Sorgum (JS)

Samurai I (M17) 3.43 ± 1.88 120.42 ± 38.65

Patir 3.6 3.99 ± 2.22 116.86 ± 44.93

Patir 3.7 3.74 ± 1.32 126.34 ± 39.85

Umur Panen (UP)

85 hari 5.49 ± 1.88c 120.42 ± 38.65

95 hari 2.34 ± 0.74a 121.94 ± 39.30

105 hari 3.33 ± 0.97b 122.96 ± 44.63

Waktu Fermentasi (WF)

7 hari 3.22 ± 1.90a 115.62 ± 38.21

14 hari 3.83 ± 1.89ab 116.29 ± 50.53

21 hari 3.65 ± 1.50ab 131.88 ± 37.48

28 hari 4.18 ± 2.01b 123.29 ± 34.34

TVFA: total volatile fatty acid. Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Gambar 5 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan

NH3 diwakili oleh kurva kuadratik (Gambar 6) dengan nilai R2 sebesar 0.5151. Berdasarkan rataan setiap faktor, nilai NH3 berkisar antara 3-6%. Menurut Chamberlain and Wilkinson (1996), konsentrasi NH3 kurang dari 5% dikategorikan dalam silase yang sangat baik, sedangkan silase berkualitas baik mempunyai konsentrasi NH3 antara 5 - 10%.

(33)

17

Gambar 6 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan

secara umum dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis tanaman, kadar bahan kering pada saat panen, populasi bakteri, kehilangan selama panen maupun saat proses ensilase, cuaca pada saat panen, kandungan karbohidrat bahan (Saun and Heinrichs 2008). Silase yang berkualitas baik adalah silase dengan dominasi asam laktat (>60%) pada komposisi total asam lemak terbang (VFA) silase.

SIMPULAN

Perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi silase, dan umur panen tanaman sorgum mempengaruhi kualitas silase yang dihasilkan. Jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam.

4

PEMBAHASAN UMUM

Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu sorgum manis/ sweet sorghum (biasa digunakan sebagai hay, silase, maupun sirup), sorgum nonsakarik (biasa digunakan untuk produksi biji), broomcorn (pemanfaatan malainya sebagai bahan pembuat sapu), dan grass sorghum (dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura). Tanaman sorgum jenis sorgum manis/ sweet sorghum sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya yang renyah dan manis (Ahlgren 1956).

(34)

18

ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan karena memiliki kandungan lignin yang tinggi. Beberapa hasil penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Sorgum BMR merupakan jenis sorgum yang memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004).

Penelitian ini menggunakan 4 jenis sorgum, 1 jenis (sorgum manis varietas Numbu) digunakan pada penelitian tahap pertama dan 3 jenis (sorgum manis varietas Samurai I (M17), sorgum BMR galur Patir 3.6, dan sorgum BMR galur Patir 3.7) digunakan pada penelitian tahap kedua. Sorgum varietas Numbu merupakan varietas sorgum yang telah resmi dirilis yang diperuntukkkan sebagai varietas penghasil biji, sedangkan sorgum varietas Samurai I (M17) diperuntukkan sebagai varietas untuk bahan baku pembuatan bioetanol. Sorgum BMR Patir 3.6 dan Patir 3.7 merupakan jenis sorgum berupa galur yang masih dalam proses pengujian. Nama BMR adalah kependekan dari brown midrib yang merupakan suatu istilah dari hasil mutasi genetik beberapa spesies rerumputan yang menghasilkan tanaman dengan kandungan lignin yang rendah. Miller and Stroup (2003) menyatakan bahwa BMR telah diterapkan pada hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung.

Tanaman sorgum varietas Numbu pada penelitian tahap pertama dipanen pada umur 70 hari. Hal ini mengacu pada BALITSEREAL (2013) yang melaporkan bahwa sorgum varietas Numbu berbunga 50% kurang lebih 69 hari setelah tanam. Menurut tingkat kematangan biji sorgum berdasarkan Owen and Webster (1963), umur 70 hari tersebut adalah fase milk to the soft-dough yang merupakan fase yang baik untuk hijauan sebagai bahan silase (Dogget 1970). Umur panen 70 hari atau fase berbunga 50% diartikan bahwa sebagian tanaman pada umur tersebut sudah memiliki bunga dan sebagian lainnya belum memiliki bunga.

Perbedaan ada dan tidak adanya rangkum bunga berdasarkan kualitas nutrisi telah ditampilkan pada Tabel 2.1. Seluruh peubah yang ditampilkan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) berdasarkan Uji-T. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas antara sorgum yang memiliki rangkum bunga dengan yang tidak memiliki rangkum bunga.

Silase merupakan suatu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri asam laktat yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Jenis tanaman hijauan yang cocok sebagai bahan baku silase hendaknya memiliki produksi BK dan kecernaan yang tinggi, memiliki kapasitas buffer yang rendah, dan memiliki kandungan WSC yang tinggi pula (Demirel 2011). Kandungan WSC sorgum yang ditampilkan pada Tabel 2.1 berkisar antara 9.15 – 10.69%. Nilai tersebut lebih tinggi dari syarat WSC bahan untuk pembuatan silase yaitu 3-5% (McDonald et al. 1991).

(35)

19 pada bahan sebelum dibuat silase. Menurut McDonald et al (2002) zat aditif yang dapat ditambahakan dalam silase terdiri atas 2 klasifikasi yaitu stimulan fermentasi seperti sumber gula, inokulan, dan ezim yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat dan inhibitor fermentasi seperti asam dan formalin yang dapat menghambat sebagian atau seluruh pertumbuhan mikroba. Penelitian tahap pertama menggunakan bahan aditif berupa dedak padi dan inokulan yang bersumber dari hasil ekstraksi tanaman sorgum yang difermentasi. Taraf penggunaan 3% pada penelitian ini adalah berdasarkan Ridwan et al. (2005) yang melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1-5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase yang dihasilkan. Inokulum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan hasil ekstrasi tanaman sorgum dan bukan inokulum komersial. Hal ini berdasarkan penelitian Ohshima et al. (1997) yang melaporkan bahwa penggunaan ekstraksi hijauan alfalfa yang difermentasi sebagai campuran pembuatan silase hijauan alfalfa menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari komersial. Taraf penggunaan 3% pada penelitian ini berdasarkan Santoso et al. (2009) yang melaporkan bahwa penambahan ekstraksi rumput tropika yang difermentasi sebanyak 3% pada pembuatan silase rumput tropika sejenis dapat meningkatkan kualitas silase yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian tahap pertama, silase tanaman sorgum yang dihasilkan dengan penambahan aditif memiliki kualitas yang sama baiknya dengan silase yang tidak ditambahkan aditif (kontrol). Hasil ini digunakan selanjutnya pada penelitian tahap kedua sehingga pada penelitian tahap kedua pembuatan silase tidak menggunakan tambahan aditif.

Penelitian pada tahap kedua lebih menekankan pada aspek hijauan dan proses ensilasenya sehingga rancangan penelitian dibuat faktorial dengan 3 faktor (jenis sorgum berbeda, waktu fermentasi berbeda, dan umur panen tanaman yang berbeda). Kondisi hijauan yang akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman sehingga silase yang dihasilkan berkualitas baik (Sapienza and Bolsen 1993).

Kualitas silase secara umum terbagi 3, yaitu kualitas silase berdasarkan fisik, kimiawi, dan biologi. Kualitas berdasarkan fisik meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur serta suhu. Kualitas kimiawi atau yang biasa disebut kualitas kimiawi meliputi kandungan nutrien berdasarkan analisis proksimat dan analisis van soest, nilai pH, asam lemak terbang/ volatile fatty acid (VFA), perombakan protein yang diukur sebagai amonia/ N-NH3, kandungan gula, serta perhitungan kualitas berdasarkan nilai fleigh. Kualitas yang ketiga adalah kualitas biologis meliputi kecernaan silase yang dapat diukur berdasarkan metode In Vitro atau In Vivo.

(36)

20

penambahan aditif. Pada penelitian tahap kedua, perbandingan jenis sorgum antara varietas sorgum manis dengan sorgum BMR menghasilkan kualitas sorgum BMR memiliki kualitas yang lebih baik daripada sorgum manis. Hal ini berarti bahwa sorgum BMR yang tujuan pemuliaannya sebagai bahan pakan efektif digunakan untuk menggantikan sorgum konvensional. Berdasarkan faktor peningkatan umur panen tanaman sorgum, semakin lama umur pemanenan tanaman sorgum maka akan meningkatkan suhu dan BK silase tetapi akan menurunkan pH, PK, dan NH3 silase. Sedangkan berdasarkan faktor peningkatan waktu fermentasi silase, semakin lama waktu fermentasi silase maka akan meningkatkan suhu dan NH3 silase tetapi akan menurunkan pH dan PK silase. Kualitas silase terbaik didapatkan dari kombinasi umur panen tanaman 95 hari setelah tanam dan waktu fermentasi selama 28 hari.

5

SIMPULAN

Kualitas silase tanaman sorgum manis dengan penambahan aditif berupa dedak padi dan ekstrak sorgum terfermentasi menghasilkan silase dengan kualitas yang sama baik dengan silase yang tidak ditambahkan aditif. Sorgum BMR efektif digunakan sebagai sorgum bahan pakan untuk menggantikan penggunaan sorgum konvensional. Kombinasi waktu fermentasi dan umur panen yang menghasilkan kualitas silase yang terbaik adalah waktu fermentasi 28 hari dan umur panen 95 hari setelah tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelhadi LO, Santini FJ, Gagliostro GA. 2005. Corn silage of high moisture corn supplements for beef heifers grazing temperate pasture; effects on performance ruminal fermentation and in situ pasture digestion. Anim Feed Sci Technol. 118: 63-78.

Ahlgren GH. 1956. Forage corp 2nd edition. New York (US): McGraw-Hill Book Company INC

[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemist. 15th Ed. Arlington (US): Assoc of Official Analytical Chemist.

[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2005. Official Methods of Analysis. 17th Ed. Washington DC (US): Assoc of Official Analytical Chemist.. [BALITSEREAL] Balai Penelitian Tanaman Serealia. Varietas numbu (sorgum) [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Indonesia. [diunduh 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://balitsereal.litbang.deptan. go.id/ind/index.php

(37)

21 Buysse J, Merckx R. 1993. An improved colorimetric method to quantify sugar

content of plant tissue. J Exp Bot. 44:1627-1629.

Chamberlain AT, Wilkinson JM. 1996. Feeding the Dairy Cow. Lincoln (US): Chalcombe.

Conway EJ, O’Malley E. 1942. Microdiffusion methods: ammonia and urea using buffered absorbents (revised methods for ranges greater than 10 μg N). J determination of qualities in different whole-plant silages among hybrid maize cultivars. Afr. J. Agri. Res. 6(24): 5469-5474

Diwyanto K, Inounu I. 2001. Ketersediaan teknologi dalam pengembangan ruminansia kecil. Seminar Nasional Domba dan Kambing. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 121-130. Doggett H. 1970. Sorghum. London (GB): Longmans, Green and Co Ltd.

Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smitth F. 1956. Calorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substances Division of Biochemistry. Minn (US): University of Minnesota.

Duncan DB. 1955. Multiple range and multiple F tests. Biometrics. 11:1-42. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2002. Sweet sorghum in China

[Internet]. Hebei (CN): FAO. [diacu 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://www.fao.org/ag/magazine/ 0202sp2.htm

Ferreira G, Mertens DR. 2005. Chemical and physical characteristics of corn silages and their effects on in vitro dissappearance. J Dairy Science 88: 4414 – 4425.

[GLP] General Laboratory Procedure. 1966. General Laboratory Procedure. Wisconsin (US):University of Wisconsin.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukodjo S, Tillman AD. 1980. Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indinesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Hartadi H, Reksohadiprojo S, Tilman AD. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Kilic A. 1984. Silo Yemi (Silage Feed). Izmir (TR): Bilgehan Pr.

Levital T, Mustafa AF, Seguin P, Lefebvre G. 2009. Effects of a propionic acid-based additive on short-term ensiling characteristics of whole plant maize and on dairy cow performance. Anim Feed Sci Technol. 152:21–32.

Mahanta SK, Pachauri VC. 2004. Nutritional Evaluation of Two Promising Varieties of Forage Sorghum in Sheep Fed as Silage. AJAS, 18 (12): 1715-1720. McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd Ed.

Marlow (GB): Chalcombe.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Harlow (GB): Pearson Education.

(38)

22

Moran J. 2005. Tropical dairy farming: feeding management for small holder dairy farmers in the humid tropics. Porto (PT): Lanlink Pr.

Mustafa AF, Hassanat F, Seguin P. 2004. Chemical composition and in situ ruminal nutrient degradability of normal and brown midrib forage pearl millet grown in southwestern Quebec, Can. J. Anim. Sci. 84: 737–740.

Naumann C, Bassler R. 1997. VDLUFA-Methodenbuch Band III, Die chemische Untersuchung von Futtermitteln. 3rd Ed. Darmstadt (NL): VDLUFA Verlag. Oliver AL, Grant RJ, Pedersen JF, O’Rear J. 2004. Comparison of brown midrib-6

and - 18 forage sorghum with conventional sorghum and corn silage in diets of lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 87: 637–644.

Ohshima M, Kimura E, Yokota H. 1997. A methods of making good quality silage from direct cut alfalfa by spraying previously fermented juices. Anim Feed Sci Technol. 66: 129-137.

Owen FG, Webster OJ. 1963. Effect of sorghum maturity at harvest and variety on certain chemical constituents in sorghum silage. Agron. J., 55:167

Ozturk D, Kizilsimsek M, Kamalak A, Canbolat O, Ozkan CO. 2005. Effects of ensiling alfalfa with whole-crop maize on the chemical composition and nutritive value of silage mixtures. Kahramanmaras (TR): Kahramanmaras Sutcu Imam University.

Podkowka Z, Podkowka L. 2011. Chemical composition and quality of sweet sorghum and maize silages. Journal of Central European Agriculture, 2011, 12(2)

Ridwan R, Ratnakomala S, Kartina G, Widyastuti Y. 2005. Pengaruh penambahan dedak padi dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam pembuatan silase rumput gajah. Med Pet. 28(3):117-123.

Sandi S, Laconi EB, Sudarman A, Wiryawan KG, Mangundjaja D. 2010. Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairan rumen sapi dan Leuconostoc mesenteroides. Med Pet. 33(1):25-30.

Santoso B, Hariadi TjB, Manik H, Abubakar H. 2009. Kualitas rumput unggul tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi. Med Pet. 32(2):137-144.

Sapienza DA, Bolsen KK. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan, dan Pemberdayaan pada Ternak). Martoyoedo RBS, penerjemah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: Pioneer Seeds.

Saun RJV, Heinrichs AJ. 2008. Trouble shooting silage problem. Di dalam: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference; 2008 May 26; Pensylvania, United States of America. Pensylvania (US): Pen State’s College. hlm 2-10. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai

komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22: 133-140.

Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fiber, and nonstarch polysaccharides in relation to animal nutrition. J. Dairy Sci. 74: 3583-3597.

Ward G, Smith EF. 1968. NutritiveValue of Sorghum Silage as Influenced by Grain Content. J. Dairy Sci. 51: 69.

(39)

23 Lampiran 1 Hasil sidik ragam kualitas silase

Peubah Sumber

Hemiselulosa Perlakuan 464.048 2 232.024 2.887 0.107

Galat 723.266 9 80.363

(40)

24

Lampiran 2 Hasil sidik ragam suhu silase Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadearat

Tengah F Nilai-P

Model Terkoreksi 140.287 37 3.792 67.604 .000

Intersep 68957.787 1 68957.787 1.230E6 .000

Kelompok .074 2 .037 .660 .520

JS .199 2 .100 1.775 .177

WF 21.157 3 7.052 125.747 .000

UP 54.088 2 27.044 482.199 .000

JS*WF*UP 1.144 12 .095 1.699 .086

JS*WF .468 6 .078 1.390 .231

JS* UP .801 4 .200 3.570 .010

WF *UP 62.356 6 10.393 185.305 .000

Galat 3.926 70 .056

Total 69102.000 108

Total Terkoreksi 144.213 107 JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis sorgum dengan umur panen terhadap suhu silase

JSxUP Jumlah Subset

1 2 3 4

JS(1)UP(2) 12 24.5417

JS(2)UP(2) 12 24.6250 24.6250

JS(3)UP(1) 12 24.7917 24.7917

JS(1)UP(1) 12 24.8333

JS(3)UP(2) 12 24.8750

JS(2)UP(1) 12 24.9583

JS(3)UP(3) 12 26.2083

JS(1)UP(3) 12 26.2500

JS(2)UP(3) 12 26.3333

Signifikansi 0.3920 0.0890 0.1200 0.2280

(41)

25

Lampiran 5 Hasil sidik ragam pH silase Sumber Keragaman Jumlah

JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap suhu silase

Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap pH silase

(42)

26

Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap pH silase

WF Jumlah Subset

Signifikansi 0.1330 0.4970 1.0000

WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.

Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap pH silase

UP Jumlah Subset

Lampiran 9 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap pH silase

Kontras polinomial faktor waktu fermentasi Peubah

pH silase

Linear Perkiraan kontras -0.109

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -0.109

Galat Standar 0.037

Kuadratik Perkiraan kontras -0.093

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -0.093

Galat Standar 0.037

Kubik Perkiraan kontras 0.070

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.070

(43)

27

Lampiran 11 Hasil sidik ragam bahan kering silase Sumber Keragaman Jumlah

Total Terkoreksi 374.674 107 JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 10 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap pH silase

Kontras polinomial faktor umur panen Peubah

pH silase

Linear Perkiraan kontras -0.495

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -0.495

Galat Standar 0.032

Kuadratik Perkiraan kontras 0.287

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.287

Galat Standar 0.032

(44)

28

Lampiran 14 Hasil sidik ragam nilai fleigh silase Sumber Keragaman Jumlah Model Terkoreksi 28181.193 37 761.654 11.004 .000

Intersep 907628.338 1 907628.338 1.311E4 .000

Kelompok 488.775 2 244.388 3.531 .035

Total Terkoreksi 33026.534 107 JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 13 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap bahan kering silase

Kontras polinomial faktor umur panen Peubah

BK silase

Linear Perkiraan kontras 1.705

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 1.705

Galat Standar 0.283

Kuadratik Perkiraan kontras 0.531

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.531

(45)

29

Lampiran 18 Hasil sidik ragam protein kasar silase Sumber Keragaman Jumlah

Total Terkoreksi 220.096 107 JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 15 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap nilai fleigh silase

Lampiran 16 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap nilai fleigh silase

Signifikansi 0.0890 0.0700 0.0890

WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.

(46)

30

Lampiran 19 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap protein kasar silase

Lampiran 20 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap protein kasar silase

Signifikansi 0.5650 1.0000 0.1490 0.0740

JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.

Lampiran 21 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap protein kasar silase

Kontras polinomial faktor umur panen Peubah

PK silase

Linear Perkiraan kontras -1.530

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -1.530

Galat Standar 0.109

Kuadratik Perkiraan kontras 0.831

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.831

(47)

31 Lampiran 22 Hasil sidik ragam NH3 silase

Sumber Keragaman Jumlah

Total Terkoreksi 363.079 107 *JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen

Lampiran 24 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap NH3silase

UP Jumlah Subset

1 2 3

(2) 36 2.3428

(3) 36 3.3275

(1) 36 5.4933

Signifikansi 1.0000 1.0000 1.0000

UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.

Lampiran 23 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap NH3silase

(48)

32

Lampiran 25 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap NH3 silase

Kontras polinomial faktor waktu fermentasi Peubah

NH3 silase

Linear Perkiraan kontras 0.603

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.603

Galat Standar 0.234

Kuadratik Perkiraan kontras -0.036

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -0.036

Galat Standar 0.234

Kubik Perkiraan kontras 0.331

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 0.331

Galat Standar 0.234

Lampiran 26 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap NH3 silase

Kontras polinomial faktor umur panen Peubah

NH3 silase

Linear Perkiraan kontras -1.531

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) -1.531

Galat Standar 0.203

Kuadratik Perkiraan kontras 1.688

Nilai terhipotesa 0

Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) 1.688

(49)

33 Lampiran 27 Hasil sidik ragam total volatile fatty acid silase

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadearat

Tengah F Nilai-P Model Terkoreksi 54334.100 37 1468.489 .844 .710

Intersep 1601433.558 1 1601433.558 920.156 .000

Kelompok 1761.607 2 880.803 .506 .605

JS 1625.304 2 812.652 .467 .629

WF 4651.839 3 1550.613 .891 .450

UP 117.716 2 58.858 .034 .967

JS*WF*UP 28206.357 12 2350.530 1.351 .211

JS*WF 8254.562 6 1375.760 .790 .580

JS* UP 4316.246 4 1079.061 .620 .650

WF *UP 5400.470 6 900.078 .517 .793

Galat 121827.587 70 1740.394

Total 1777595.245 108

Gambar

Tabel 1 Kualitas nutrisi tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum
Tabel 2 Kualitas silase tanaman sorgum manis
Tabel 3 Kualitas fisik silase (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur)
Tabel 5 Kualitas kimiawi (pH, BK, dan nilai fleigh) silase tanaman sorgum
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi awal bahan. Pengukuran kondisi awal bahan meliputi: a) proporsi tanaman sorgum sebelum ensilase dengan menimbang proporsi tiap bagian tanaman yaitu daun, biji,

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh bahan organik (aplikasi pada tanaman sorgum pertama), varietas sorgum dan interaksinya terhadap variabel pertumbuhan dan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh (1) tingkat kerapatan tanaman, (2) perbedaan varietas dan (3) interaksi antara tingkat kerapatan tanaman dan varietas

2 Pengaruh umur panen dan beberapa sorgum mutan terhadap produksi daun, batang, bulir/plot serta produksi total biomassa/plot (kering) 7 3 Kandungan nutrisi tanaman

Disimpulkan bahwa tanaman sorgum yang dipanen pada umur 90 hari dengan dosis pupuk urea 100 kg/ha, menghasilkan hijauan terbaik sebagai pakan ruminansia.. (Kata kunci:

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap perkembangan kecambah dan pertumbuhan vegetatif tanaman sorgum manis pada generasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan keragaan beberapa varietas tanaman sorgum terhadap pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun,

Respons tanaman sorgum terhadap pengapuran dolomit dengan dosis berbeda dalam parameter jumlah daun menunjukkan pola yang serupa dengan tinggi tanaman, yakni pengapuran dolomit dengan