• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fauna and susceptibility status of Anopheles spp mosquitoes to synthetic pyrethroids in Subdistrict Ujung Bulu, Bulukumba District, South Sulawesi Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fauna and susceptibility status of Anopheles spp mosquitoes to synthetic pyrethroids in Subdistrict Ujung Bulu, Bulukumba District, South Sulawesi Province"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP INSE KTISIDA GOLONGAN SINTETIK P IRETROID

DI KECAMAT AN UJ UNG BULU KAB UP ATEN BULUKUMB A

PROVINS I SULAWES I SELAT AN

NASWIR

B252090051

SEKOLAH PASCAS ARJANA

INSTIT UT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Fauna dan Status Kerentanan Nyamuk

Anopheles spp Terhadap Insektisida Sintetik Piretroid di Kecamatan Ujung Bulu

Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang belum diterbitkan dari penuis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

(3)

ABSTRACT

NASWIR. Fauna and susceptibility status of Anopheles spp mosquitoes to synthetic pyrethroids in Subdistrict Ujung Bulu, Bulukumba District, South Sulawesi Province. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and WINARNO SUKADI.

Malaria remains a public health problem in Indo nesia. The research aimed to assess fauna and the activity of Anopheles spp as suspected malaria vector and the susceptibility status to insecticides synthetic pyrethroids. The research was done on February to August 2011 in the Village of Caile which be long to rice field area and in Village of Ela-Ela which belong to coastal area. The Anopheles mosquitoes were collected indoor and outdoor by human landing collection and resting collection in the evening starting from 6 p.m. to 6 a.m. The resting collection was also carried out in the morning from 6-7 a.m. The result showed that in the Village of Caile it was found 6 species i.e. species of An. barbirostris, An. vagus, An. subpictus, An.

indefinitus, An. nigerrimus and An. tesselatus. The peak biting activity of An.

barbirostris was at 12-1 a.m., An. subpictus at 8 to 9 p.m. and An. vagus at 7 to 8

p.m. In Village of Ela-Ela there were found five species i.e. An. barbirostris, An.

subpictus, An. vagus, An. indefinitus and An. nigerrimus. The peak biting activity of

An. barbirostris was at 6 to 7 p.m., An. subpictus at 10 to 11 p. m. and An. vagus at

12-1 a.m

Keywords : Anopheles, malaria,susceptible,

. The susceptibility status of An. barbirostris from Caile village was still susceptible against Lambda cyhalothrin 0.05% and An. subpictus from Ela-Ela village was still susceptible againts deltamethrin 0.05% .

(4)

RINGKASAN

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di Indo nesia, sekitar 80% kabupaten/kota masih termasuk katagori endemis malaria dan lebih 45% penduduknya berdomisili di desa endemis. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005-2010 cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per seribu penduduk menjadi 1,96 per 1000 penduduk pada tahun 2010. Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dipantau dengan indikator annual

parasite incidence (API). Di Provinsi Sulawesi Selatan API tahun 2008 sebesar

0,150/00, tertinggi di Kabupaten Selayar, Enrekang, dan Luwu Utara. Tahun 2009 API 0,240/00, tertinggi di Kabupaten Bulukumba, Luwu Utara, Enrekang dan Selayar. Tahun 2010 API 1,770/00, tertinggi di Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara. Di Kabupaten Bulukumba dalam kurun waktu 4 tahun terakhir API berturut-turut adalah 2,050/00 (2007), 4,910/00 (2008), 8,180/00 (2009) dan 5,60/00

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fauna dan aktivitas mengisap darah nyamuk Anopheles spp serta status kerentanannya terhadap insektisida sintetik piretroid. Manfaat yang diharapkan adalah dapat memberikan informasi tentang keberadaan jenis-jenis nyamuk Anopheles spp yang berpotensi menjadi vektor, aktivitasnya serta mengetahui status kerentanannya, sehingga dapat menjadi dasar dalam menentukan strategi pengendalian vektor secara tepat guna. Kegiatan penelitian dilaksanakan di daerah endemis tinggi di Kelurahan Caile yang bertopografi persawahan dan Kelurahan Ela-Ela yang bertopografi pantai Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba. Penelitian dilakuka n selama tujuh bulan dari bulan Febr uari sampai Agustus 2011.

(2010). Pengenda lian vekt or di daerah endemis sangat minim dan pengamatan vektor penyakit belum pernah dilakukan.

Pengumpulan nyamuk dilakukan pada 3 rumah di tiap-tiap kelurahan. Pengumpulan nyamuk dilakukan dengan metode human landing collection da n resting

collection. Pada tiap rumah ditempatkan dua orang, satu penangkap di dalam rumah

dan satu di luar rumah. Penangkapan nyamuk dilakuka n selama tiga malam setiap bulannya, tiap malam selama 12 jam (18.00-06.00), tiap jamnya 45 menit menangkap nyamuk hinggap di badan, 10 menit menangkap nyamuk yang istirahat di dinding dalam rumah dan di kandang untuk umpan orang di luar rumah. Selain itu, dilakukan juga penangkapan nyamuk beristirahat pagi hari dari jam 06.00-07.00 di dalam dan di luar rumah (alam). Selanjutnya diidentifikasi. Pengujian di Kelurahan Caile menggunakan nyamuk dewasa hasil penangkapan yang isitirahat di kandang ternak dan sekitarnya, sedangkan di Kelurahan Ela-Ela dari hasil pemeliharaan larva instar tiga, empat atau pupa yang berasal dari habitat nyamuk, kemudian dipelihara hingga dewasa (umur 2-5 hari).

Dari 1956 spesimen nyamuk Anopheles spp yang tertangkap terdiri atas 8 spesies yaitu spesies An. barbirostris, An. vagus, An. subpictus, An. indefinitus, An.

nigerrimus, An. tesselatus, An. flavirostris, dan An. kochi di Kelurahan Caile.

Sementara itu, dari 1241 spesimen nyamuk Anopheles spp yang tertangkap, terdiri atas 5 spesies yaitu spesies An. barbirostris, berikutnya spesies An. subpictus, An. vagus,

An. indefinitus dan An. nigerrimus di Kelurahan Ela-Ela.

Pengujian dilaksanakan dengan menggunakan susceptibility tes kit

(5)

An. barbirostris memiliki kepadatan tertinggi di Kelurahan Caile pada bulan Maret (MBR 37,93) dan terendah di bulan Juni (MBR 3,11). An. subpictus tertinggi di bulan Agustus (MBR 3,85) dan terendah di bulan Juni dan Juli (MBR 0,44). An. vagus

tertinggi di bulan Juni (MBR 6,37) dan terendah di bulan Maret (MBR 0,30). An.

barbirostris memiliki kepadatan tertinggi di Kelurahan Ela-Ela pada bulan Februari

(MBR 81.00) dan terendah di bulan Juni (MBR 9,48). An. subpictus tertinggi di bulan Februari (MBR 40,11) dan terendah di bulan Juni dan Juli (MBR 1,19). MBRspesies

An. vagus tertinggi di bulan Juni (MBR 3,85) dan terendah di bulan Maret (MBR 0,30).

Aktivitas An. barbirostris paling padat menggigit orang di dalam rumah maupun di luar rumah di Kelurahan Caile. Puncak kepadatan An. barbirostris menggigit dalam rumah pada pukul 20.00-21.00 dan di luar rumah pukul 24.00-01.00. Puncak kepadatan menggigit An. subpictus di dalam rumah pada pukul 19.00-20.00 dan di luar rumah pada pukul 20.00-21.00. Puncak kepadatan menggigit An. vagus di dalam rumah pada pukul 19.00-20.00 dan 21.00-22.00 dan di luar rumah pada pukul 19.00-20.00. Pengamatan yang dilakuka n di Kelurahan Ela-ela menunjukkan, puncak kepadatan menggigit An. barbirostris di dalam rumah pada pukul 18.00-19.00, 20.00-21.00 dan 21.00-22.00, sedangkan diluar rumah pada pukul 18.00-19.00. Puncak kepadatan menggigit An. subpictus di dalam rumah pukul 23.00-24.00 dan di luar rumah pukul 22.00-23.00 dan 02.00-03.00. Puncak kepadatan menggigit An. vagus di dalam dan di luar rumah adalah sama ya itu pada pukul 2400-01.00.

Selama penelitian, curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Mei (149,03 mm) dan terendah pada bulan Agustus (0,16 mm). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa hubungan antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. barbirostris

kearah positif dengan kekuatan sangat lemah dan tidak signifikan (r=0,025) di Kelurahan Caile. Antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. subpictus

kearah positif dengan kekuatan sedang namun tidak signifikan (r=0,274). Antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. vagus kearah positif dengan kekuatan sedang meskipun tidak signifikan (r=0,404). Hal ini berarti kepadatan nyamuk cenderung meningkat bila indeks curah hujan juga meningkat dan sebaliknya menurun bila indeks curah hujan juga menurun. Hasil uji ko relasi Pearson menunjukkan ada hubungan antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. barbirostris kearah linier negatif dengan kekuatan sangat lemah dan tidak signifikan (r=-0,039) di Kelurahan Ela- Ela. Antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. subpictus

kearah linier negatif dengan kekuatan sangat lemah dan tidak signifikan (r=-0,113). Sementara itu, antara indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. vagus kearah linier negatif dengan kekuatan sedang tetapi tidak signifikan (r=-0,298). Ini berarti kepadatan nyamuk cenderung menurun bila indeks curah hujan meningkat dan seba liknya meningkat bila curah hujan menurun di Kelurahan Ela-Ela.

Hasil uji kerentanan An. barbirostris terhadap Lambda sihalotrin 0,05% di Kelurahan Caile menunjukkan bahwa seluruh nyamuk uji mengalami kematian (100%) setelah 1 jam dan 24 jam pasca kontak. Demikian pula hasil uji kerentanan An.

subpictus terhadap Deltametrin 0,05% di Kelurahan Ela-Ela menunjukkan bahwa

seluruh nyamuk uji mengalami kematian (100%) setelah 1 jam dan 24 jam pasca kontak. Berdasarkan kriteria yang direkomendasikan oleh WHO (1998) nyamuk An.

barbirostris masih rentan terhadap Lambda sihalotrin 0,05% dan nyamuk An. subpictus

masih rentan terhadap Deltametrin 0,05%.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

FAUNA DAN STATUS KERENTANAN NYAMUK

Anopheles spp

TERHADAP INSEKTISIDA SINTETIK PIRETROID

DI KECAMATAN UJUNG BULU KABUPATEN BULUKUMBA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

NASWIR

51

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Penelitian : Fauna dan Status Kerentanan Nyamuk Anopheles spp terhadap Insektisida Sintetik Piretroid di Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan

N a m a : N a s w i r NRP : B252090051

Disetujui

Komisi Pembimbing

drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D

Ketua Anggota

Drs. Winarno Sukadi, MS

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji da n syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini sebagai tugas akhir berhasil diselesaikan. Selesainya tugas akhir ini tentu atas bantuan dan dorongan dari sejumlah pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D dan Bapak Drs. Winarno Sukadi, MS selaku komisi pembimbing yang mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si yang telah berkenan untuk menjadi penguji luar komisi. Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar, staf laboratorium dan administrasi pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Sekolah Pascasarjana IPB atas bimbingan dan bekal ilmu yang diberikan selama ini.

Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Kepala BTKL PPM Makassar dan Pusren-gun SDMK/Pustanserdik BPPSDM Kementerian Kesehatan RI yang telah memberika n ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Strata Dua pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Sekolah Pascasarjana IPB. Juga tak lupa kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Kepala Sub Direktorat Pengendalian Vektor Direktorat P2B2 Ditjen P2P L Kemenkes RI beserta staf yang telah memberikan ijin dan membantu penulis selama kegiatan penelitian melalui survei longitudinal GF di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Bulukumba melalui Dinas Kesehatan khususnya kepada Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit beserta staf.

Terima kasih pula yang tak terhingga kepada yang tercinta istri Suarni AS dan ananda Muhammad Adnan Naswir atas ke sabaran, pe ngorba nan da n pengertian yang diberika n selama penulis menempuh pendidikan ini. Dan kepada yang terkasih ibunda St. Subaedah (Alm), ayahanda Abdurrahim M (Alm), dan kakanda Dra. Nasrawaty (Alm), semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala pe ngorba nan yang pernah dicurahka n kepada ka mi. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Ambo Sakka, S.Ag dan Ibu Indo Upe, Dra. Nursiah M.Pd beserta keluarga besar Bapak H. Abd. Rauf (Alm) di Ponre Kabupaten Bulukumba. Juga kepada saudara-saudara tercinta Nasrul sekeluarga, Nasfah SKM,M.Kes, Sufiadi sekeluarga, Suryadi dan Sukriadi beserta rekan-reka n seangkatan, Suwardi, Yuliana, Yulidar, Samarang dan Poppy atas dukungan morilnya selama penulis menempuh pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini mungk in masih memiliki kekurangan, namun kami harapka n tetap dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri.

Bogor, Februari 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar pada tangal 24 Juli 1971 dari Ibu St. Subaedah (Alm) dan Ayah Abdurrahim Mallewai (Alm) sebagai anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Ujung Pandang (sekarang Makassar) dan pada tahun yang sama sempat kuliah di IKIP Negeri Ujung Pandang. Kemudian pada tahun 1991 lulus seleksi masuk PTN di Universitas Hasanuddin pada Jurusan Biologi FMIPA dan selesai pada tahun 1998.

Tahun 1999 penulis menjadi tenaga sukarela pada BTKL PPM Makassar, kemudian diterima menjadi PNS pada tahun 2001 dan bekerja pada instansi tersebut sampai sekarang.

Pada tanggal 10 Juli 2004 penulis menikah dengan Suarni AS dan telah dikarunia seorang putra be rnama Muhammad Adnan Naswir. Pada tahun 2009, penulis diberi kesempatan menempuh tugas belajar pada program studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan di Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR ISI

3.3.1 Pengumpulan dan Pengamatan Nyamuk Anopheles spp………..……….………..…… 15

3.3.2 Penent uan Status Kerentana n Terhadap Insektisida Golongan Piretroid ... 16

4.1.5 Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles spp dengan Indeks Curah Hujan, S uhu, da n Kelembaban ... 39

4.1.6 Status Kerentanan Nya muk Anopheles spp.. ... 47

4.2 Pembahasan Umum ... 50

4.2.1 Keragaman, dominansi, kepadatan dan aktivitas Nyamuk Anopheles spp…………. 50

(13)

4.2.3 Status Kerentanan Nya muk Anopheles spp.. ... 59

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi Keragaman Nyamuk Anopheles spp dari Berbagai Metode Penangkapan di Kelurahan Caile dan Ela-Ela

(Februari-Agustus 2011)…...………...………... 22 2 Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Nyamuk Anopheles spp dengan

metode human landing collection pada Malam Hari di Kelurahan

Caile dan Ela-Ela (Februari-Agustus 2011)…...….………..……...………….. 24 3 Keragaman, Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Nyamuk

Anopheles spp dengan metode resting collection pada

Malam dan Pagi Hari di Kelurahan Caile dan Ela-Ela

(Februari-Agustus 2011)…...….………....……...……. 27 4 Fluktuasi Nilai Kepadatan Nyamuk Anopheles spp

yang Istirahat di Dinding (MHD) (nyamuk/jam/rumah)

di Kelurahan Caile (Februari-Agustus 2011) ….………...……… 31 5 Fluktuasi Nilai Kepadatan Nyamuk Anopheles spp

yang Istirahat di Dinding (MHD) (nyamuk/jam/rumah)

di Kelurahan Ela- Ela (Februari- Agustus 2011) ….…………...……… 32 6 Fluktuasi nilai Kepadatan Nyamuk Anopheles spp

yang Istirahat di Kandang (MHD) (nyamuk/jam/rumah)

di Kelurahan Caile (Februari-Agustus 2011) .……..………...………. 33 7 Hasil Uji Kerentanan Nyamuk An. barbirostris terhadap

Lambda sihalotrin 0,05%

di Kelurahan Caile.………...…………..……… 49 8 Hasil Uji Kerentanan Nyamuk An. subpictus terhadap

Deltametrin 0,05 %

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian dan Habitat Potensial di Kelurahan Caile dan Ela-Ela Kecamatan Ujung Bulu

Kabupaten Bulukumba ………..………. 15 2 Kegiatan Penelitian di Kecamatan Ujung Bulu

(Februari-Agustus 2011). ……..………. 19 3 Fluktuasi Nilai Kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

di Kelurahan Caile (Februari-Agustus 2011)…...……… 29 4 Fluktuasi Nilai Kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

di Kelurahan Ela- Ela (Februari- Agustus 2011)…...……….……… 29 5 Rata-rata kepadatan Nyamuk Anopheles spp yang Tertangkap

dengan Umpan Orang Dalam Rumah pukul 18.00-06.00 di Kelurahan Caile

(Februari-Agustus 2011) ………...……...…….…….. 36 6 Rata-rata kepadatan Nyamuk Anopheles spp yang Tertangkap

dengan Umpan Orang Luar Rumah pukul 18.00-06.00 di Kelurahan Caile

(Februari-Agustus 2011) ………..….………….………....….. 36 7 Rata-rata kepadatan Nyamuk Anopheles spp yang Tertangkap

dengan Umpan Orang Dalam Rumah pukul 18.00-06.00 di Kelurahan Ela- Ela

(Februari-Agustus 2011) ………...……..….………..….. 38 8 Rata-rata kepadatan Nyamuk Anopheles spp yang Tertangkap

dengan Umpan Orang Luar Rumah pukul 18.00-06.00 di Kelurahan Ela- Ela

(Februari-Agustus 2011) ………...…..….………….…….. 38 9 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

dengan Indeks Curah Hujan di Kelurahan Caile

(Februari-Agustus 2011) ………..….……….………...…….. 41 10 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

dengan Indeks Curah Hujan di Kelurahan Ela-Ela

(Februari-Agustus 2011) ………...…...….………….. 42 11 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

dengan Suhu di Kelurahan Caile

(Februari-Agustus 2011) ………...………...….………….. 43 12 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

dengan Suhu di Kelurahan Ela-Ela

(16)

13 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR) dengan Kelembaban di Kelurahan Caile

(Februari-Agustus 2011) ………..….……….….. 46 14 Hubungan kepadatan Nyamuk Anopheles spp (MBR)

dengan Kelembaban di Kelurahan Ela-Ela

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris de ngan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Caile……..………. 74 2 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris de ngan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Caile……..………. 75 3 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris

Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Caile………..……. 76 4 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris

Istirahat Malam Hari di sekitar Kandang di Kelurahan Caile……..…..……. 77 5 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris

Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Caile………. 86 14 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. vagus

Istirahat Malam Hari sekitar kandang di Kelurahan Caile……..…….……. 87 15 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. vagus

Istirahat Pagi Hari di Kelurahan Caile……..………. 88 16 Hasil Penangkapa n Nyamuk An.indefinitus de ngan

(18)

17 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. indefinitus de ngan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Caile……..………..…. 90 18 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. indefinitus

Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Caile……..………..……. 91 19 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. indefinitus

Istirahat Malam Hari di Sekitar Kandang di Kelurahan Caile……..……….….. 92 20 Hasil Penangkapa n Nyamuk An.nigerrimus dengan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Caile……..………...…. 93 21 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. nigerrimus dengan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Caile……..……….…. 94 22 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. nigerrimus

Istirahat Malam Hari di Sekitar Kandang di Kelurahan Caile……..……….…. 95 23 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. tesselatus dengan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Caile……..………..…. 96 24 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. tesselatus dengan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Caile……..……….………. 97 25 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. tesselatus

Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Caile………...……….……. 98 26 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. tesselatus

Istirahat Malam Hari di Sekitar Kanda ng

di Kelurahan Caile……..………..…. 99 27 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. flavirostris

Istirahat Malam Hari di Sekitar Kandang di Kelurahan Caile....……….…. 100 28 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. kochi

Istirahat Malam Hari di Sekitar Kandang di Kelurahan Caile………….…. 101 29 Hasil Penangkapa n Nyamuk An.barbirostris de ngan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Ela-Ela………. 102 30 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris de ngan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Ela-Ela ….…………..…………. 103 31 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris

Istirahat Malam Hari di Dalam Rumah di Kelurahan Ela-Ela …...….……. 104 32 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. barbirostris

Istirahat Pagi Hari di Kelurahan Ela-Ela ……..………...………. 105 33 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. subpictus de ngan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Ela-Ela ………. 106 34 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. subpictus de ngan

(19)

35 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. subpictus Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Ela- Ela ….……….………... 108 36 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. subpictus

Istirahat Pagi Hari di Kelurahan Ela-Ela ……..………. 109 37 Hasil Penangkapa n Nyamuk An.vagus de ngan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Ela-Ela ……..……… 110 38 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. vagus de ngan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Ela-Ela ……..……… 111 39 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. vagus

Istirahat Pagi Hari di Kelurahan Ela-Ela…….………..……. 112 40 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. indefinitus de ngan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Ela-Ela ……..………….……. 113 41 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. indefinitus de ngan

Umpan Orang Luar (UOL) di Kelurahan Ela-Ela ……..……….…………. 114 42 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. nigerrimus dengan

Umpan Orang Dalam (UOD) di Kelurahan Ela-Ela ……..……….………. 115 43 Hasil Penangkapa n Nyamuk An. nigerrimus

Istirahat Malam Hari di Dinding Dalam Rumah

di Kelurahan Ela- Ela ………...…….……. 116 44 Indeks Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban

di Kelurahan Caile ……..……….………. 117 45 Indeks Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban

di Kelurahan Ela- Ela ……..………..…………. 118 46 Hasil Uji Korelasi Pearson antara indeks curah hujan

dengan kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk Anopheles spp (MBR)

di Kelurahan Caile ……..………..……… 119 47 Hasil Uji Korelasi Pearson antara indeks curah hujan

dengan kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk

Anopheles spp (MBR) di Kelurahan Ela-Ela …….………..…………. 120

48 Hasil Uji Korelasi Pearson antara suhu dengan Kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk

Anopheles spp (MBR) di Kelurahan Caile ……..………..……… 121

49 Hasil Uji Korelasi Pearson antara suhu dengan Kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk

Anopheles spp (MBR) di Kelurahan Ela-Ela ……..………..…………. 122

50 Hasil Uji Korelasi Pearson antara kelembaban dengan kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk

(20)

51 Hasil Uji Korelasi Pearson antara kelembaban dengan kepadatan tiga spesies terbesar nyamuk

Anopheles spp (MBR) di Kelurahan Ela-Ela ……..………….…..……..…. 124

52 Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Bulukumba ..…...………….…..…. 126

(21)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Beberapa kabupaten/kota di Indonesia merupakan daerah endemis. Penyakit tersebut selain menyebabkan gangguan fisik juga berdampak terhadap menurunnya produktivitas kerja dan dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan insiden dan KLB malaria disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan lingkungan fisik terutama curah hujan, suhu dan perubahan pemanfaatan lahan, termasuk kerusakan lingk ungan, kemiskinan, krisis ekonomi serta perpindahan penduduk. Beberapa tahun terakhir malaria merupakan satu diantara penyakit yang muncul kembali (reemerging disease) yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus di beberapa daerah di Indonesia, baik di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali.

Penyakit ini disebabkan oleh parasit malaria (Plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke da lam tubuh manusia yang ditularka n oleh nyamuk Anopheles be tina. Terdapat empat tipe Plasmodium penyebab penyakit malaria, yaitu Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika, Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana,

Plasmodium malariae penyebab malaria quartana dan Plasmodium ovale penyebab malaria ovale.

Peningkatan kasus malaria sangat erat hubungannya dengan sejumlah faktor diantaranya kepadatan penduduk, pekerjaan, pendidikan, pemakaian kelambu dan kepadatan populasi vektor. Selain itu, intensitas penularan juga akan ditentukan oleh derajat kontak antara vektor dan manusianya. Besarnya ancaman malaria di suatu daerah terkait dengan dimana dan kapan masalah malaria terjadi, kelompok mana penularan terjadi (umur, jenis kelamin dan pekerjaan). Keadaan ini memungkinkan kepadatan nyamuk Anopheles meningkat, sehingga suatu daerah menjadi endemis. Ada nya vektor di suatu tempa t da n ditemuka n pe nde rita malaria maka penularan akan berlangsung dari orang sakit ke orang sehat.

(22)

di Provinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Riau (Depkes 2007a).

Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator API. Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria. Kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktika n de ngan hasil pe meriksaan sediaan darah da n semua kasus pos itif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT ( artemisinin-based combination therapy). Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi (Kemenkes2011a).

API (annual parasite incidence) adalah angka kesakitan malaria per 1000 penduduk beresiko dalam satu tahun. Angka tersebut diperoleh dari jumlah sediaan pos itif da lam satu tahun di satu wilayah diba ndingka n de ngan jumlah pe nduduk beresiko pada tahun yang sama dan dinyatakan dalam %o (permil). Sementara itu, AMI (annual malaria incidence) adalah angka kesakitan malaria klinis per 1000 penduduk dalam satu tahun dan di lokasi yang sama yang dinyatakan dalam %o (permil) (Depkes 2009a).

Di Indonesia, sekitar 80% kabupaten/kota masih termasuk katagori endemis malaria dan lebih 45% penduduknya berdomisili di desa endemis. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005-2010 cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per seribu penduduk menjadi 1,96 per 1000 penduduk pada tahun 2010 (Kemenkes 2011b).

Di Jawa dan Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan annual parasite incidence (API) yaitu 0,95%o pada tahun 2005, meningkat menjadi 0.19%o pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16%o pada tahun 2008. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosis. Hal ini tampak dari sering terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria. Jumlah penderita pos itif malaria di luar Jawa Bali diukur dengan

(23)

menjadi 0,42% pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,2% pada tahun 2007. Pada tahun 2008 kasus kematian yang dilaporkan 19 orang. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan malaria (Depkes 2009b).

Di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tahun 2003 jumlah penderita secara pasif (malaria klinis) yang dilaporkan dari 26 kabupaten/kota sebanyak 8.491 kasus malaria klinis, jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 5.389 dan yang positif sebanyak 1.365 (63,47%). Untuk tahun 2004, jumlah penderita klinis malaria sebanyak 12.009 pende rita atau de ngan annual malaria incidence (AMI) sebesar 1.433‰, angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 1,43% dibandingkan dengan tahun 2003.

Tahun 2005, data yang dihimpun melalui Sub Dinas P2 dan PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 9.461 kasus malaria klinis, jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 3.832 (40,50%) dan yang positif sebanyak 3,42%. Di tahun 2006, tercatat bahwa hasil kegiatan penemuan dan pengobatan penderita sebanyak 846 orang (21,75%) dari 4.031 sediaan darah yang diperiksa atau 57,76% dari jumlah klinis yang dilaporkan (6.979 kasus) dengan kasus tertinggi di Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, dan Kabupaten Soppeng.

(24)

Tahun 2010 jumlah penderita malaria mengalami peningkatan. Kasus tertinggi di Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara. Jumlah penderita malaria yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil pos itif terbesar diantaranya terbesar di Kabupaten Bulukumba da n Luwu Utara de ngan API sebesar 1,77 per 1000 penduduk (Dinkes 2011b).

Di Kabupaten Bulukumba kegiatan penemuan penderita dilaksanakan oleh unit-unit pelayanan kesehatan (pustu, puskemas dan rumah sakit). Angka kesakitan malaria di Kabupaten Bulukumba kurun waktu 4 tahun terakhir (2007-2010) sebagai berikut ; API 2,050

/00 (2007), API 4,910/00 (2008), API 8,180/00 (2009), API 5,60/00

Adapun upa ya- upa ya yang telah dilakuka n untuk menekan angka kesakitan tersebut adalah pencegahan penyakit dengan memakai kelambu berinsektisida, sosialisasi obat malaria ACT, penemuan dan pengobatan penderita (aktif dan pasif). Selain itu dilakuka n juga sur vei malariometrik yang merupaka n survei malariometrik dasar. Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat endemisitas penyakit malaria di suatu wilayah yang berdasarka n pada indikasi ditemukannya pembesaran limfa atau kasus-kasus malaria yang berkunjung ke unit-unit pelayanan kesehatan yang berasal dari suatu wilayah tertentu dan evaluasi terhadap dampak pemberantasan vektor (Dinkes 2011a). Namun pengendalian vektor di daerah endemis sangat minim dan pengamatan vektor penyakit belum pernah dilakukan. Padahal keduanya penting diperhatika n.

(2010) (Dinkes 2011a).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fauna dan aktivitas menghisap darah nyamuk Anopheles spp serta status kerentanannya terhadap insektisida sintetik piretroid di Kelurahan Caile dan Kelurahan Ela-Ela Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.

1.3 Manfaat Penelitian

(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fauna nya muk Anopheles spp

Di Indo nesia pe nyakit ditularkan serangga yang masih merupaka n masalah dalam kesehatan masyarakat adalah malaria, demam berdarah dengue, penyakit kaki gajah, pes, japanese encephalitis dan chikungunya. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia mulai dari daerah kutub sampai ke daerah tropika, dapat dijumpai 5000 meter diatas permukaan laut sampai kedalaman 1500 meter dibawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Dari 2960 jenis nyamuk yang dilaporkan di seluruh dunia, 457 jenis diantaranya dilaporkan terdapat di Indo nesia, yaitu 80 spesies Anopheles, 82 spesies Culex, 125 spesies Aedes, dan 8 spesies Mansonia (O’Connor & Sopa 1981 dalam Hadi & Koesharto 2006).

Di Indonesia telah dilaporkan spesies Anopheles utama sebagai vektor malaria adalah An. aconius, An. balabacensis, An. bancrofti, An. barbirostris, An. farauti, An. fluviatilis, An. karwari, An. koliensis, An. letifer, An. maculatus, An. minimus, An.

nigerrimus, An. punctulatus, An. subpictus, An. sundaicus, An. umbrosus yang tersebar di berbagai pulau (WHO 2009).

Di Indo nesia ba gian Timur, nyamuk Anopheles spp yang terbukti sebagai vektor malaria adalah An. bancrofti, An. koliensis, An. punctulatus, An. farauti, An. subpictus, An. barbirostris, An. sundaicus, dan yang berpotensi sebagai vektor (saat dibeda h ditemuka n oos it) yaitu An. vagus. Di pulau Sulawesi, nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria adalah An. barbirostris, An. sundaicus, An. kochi, An. nigerrimus dan yang berpotensi sebagai vektor adalah An. flavirostris, An. umbrossus,

An. minimus dan An. sinensis.

(26)

malaria adalah An. aconitus, An. balabacensis, An. maculatus da n An. sundaicus (Munif et al. 2008).

Fauna Anopheles di Pulau Sulawesi, di Sulawesi Utara ditemuka n antara lain

An. maculatus, An. subpictus, An. vagus, An. barbirostris, An. aconitus, An. kochi. Di Provinsi Gorontalo terdapat spesies An. balabacensis, An. barbirostris, An. maculatus,

An. minimus (Sembe l 2009).

Di Provinsi Sulawesi tengah ditemukan An. barbirostris, An. aconitus, An. tesselatus, An. subpictus, An. maculatus, An. vagus, An. kochi (Sulaeman 2004). Di Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan An. subpictus, An. vagus, An. barbirostris, An. nigerrimus, An. tesselatus, dan An. indefinitus. Dan di Provinsi Sulawesi Barat ditemukan An. subpictus, An. vagus, An. flavirostris, An. maculatus, An. barbirostris,

An. nigerrimus, An. crowfordi dan An. sulawesi (Kemenkes 2010).

2.2 Penga ruh Suhu, Kelembaban dan Curah hujan

Malaria telah menelan korban jutaan nyawa setiap tahun, terutama di Afrika tropis, juga di daerah besar Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Malaria disebabkan oleh parasit malaria Plasmodium dan disebarkan oleh nyamuk Anopheles, yang berperan seba gai vektor penyakit. Nyamuk betina akan terinfeksi malaria jika mengisap darah orang yang terinfeksi. Nyamuk yang menggigit kemudian dapat menginfeksi orang berikutnya. Penyebaran penyakit ini dengan demikian diba tasi oleh ko ndisi yang mendukung vektor dan parasit. Nyamuk malaria paling nyaman di sekitar 20 sampai 30 derajat dan kelembaban relatif 60%. Selanjutnya , parasit malaria berkembang cepat di dalam nyamuk dengan meningkatnya suhu, da n berhenti seluruhnya di bawah sekitar 15 derajat. Meningkatnya curah hujan dan air permukaan juga menyediakan tempat berkembang biak bagi nyamuk. Suatu pe ruba han iklim dengan demikian dapat menimbulkan suatu peruba han yang besar terhadap distribusi

(27)

dalam kekebalan dan resistensi obat. Peruba han iklim diperkirakan menimbulkan hubungan yang meningkatkan risiko kesehatan di masa mendatang, dan bahwa kecenderungan pemanasan selama beberapa dekade terakhir telah berko ntribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas di banyak wilayah dunia. Daerah yang rentan termasuk garis lintang yang beriklim sedang, pemanasan yang diperkirakan tidak seimbang, daerah di sekitar samudera Pasifik dan Hindia yang saat ini mengalami variasi curah hujan yang besar karena El Niño/Niña Sahara Afrika dan kota-kota yang luas bagian dari efek pa nas perkotaan dimana bisa meningkatkan keadaan iklim yang ekstrim

Transmisi dari banyak agen penyakit menular sensitif terhadap kondisi cuaca, terutama yang menyelesaikan sebagian siklus hidupnya di luar tubuh manusia. Patogen yang dibawa oleh serangga terpapar oleh cuaca ambien. Penyakit bawaan vektor biasanya menunjukka n po la musiman di mana pe ran suhu da n curah hujan terdokumentasi dengan baik. Beberapa penyakit bawaan vektor, seperti malaria, juga menunjukka n di beberapa daerah sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Variasi yang juga sebagian dapat dijelaskan oleh faktor- faktor iklim. Peruba han iklim yang dapat mempengaruhi transmisi vektor penyakit menular termasuk suhu, kelembaban, perubahan curah hujan, kelembaban tanah, dan kenaikan permukaan laut. Selain faktor iklim, distribus i geografis da ri kejadian da n penyakit tular vektor dipengaruhi oleh faktor- faktor demografis dan sosial. Transmisi membutuhkan inang reservoir, vektor kompeten, dan patogen hadir di suatu tempat pada saat yang sama, dan dalam jumlah yang memadai untuk mempertahankan transmisi (Haines et al. 2006).

(Patz

et al. 2005).

(28)

200 per koleksi), sementara angka dari An. gambiae dua puluh kali lipat (dari satu sampai 20 per koleksi).

Sahu et al. (2011) pada penelitiannya di Distrik Keonjhar Negara Bagian Orissa India (Agustus 2005-November 2007), tercatat menemuka n kepadatan per orang per jam (MHD) da ri An. minimus dan An. fiuviatilis selama bulan yang berbeda. Kepadatan orang per jam (MHD) A. minimus bervariasi dari 0,4 (Juli 2007) sampai 11,7 (Oktober 2006 dan November 2006). Dengan terjadinya monsoon barat daya pada bulan Juli, kepadatan mulai meningkat dan memuncak selama bulan Oktober dan November pada kedua tahun pengamatan. Padahal, ada korelasi negatif (r =- 0,201; P = 0,396) antara jumlah curah hujan dan kepadatan be ristirahat dalam ruangan (indoor) da ri An. minimus yang secara statistik tidak signifikan. Kepadatan dari An. minimus lebih tinggi selama musim hujan daripada musim dingin dan musim panas, tetapi perbedaan itu tidak signifikan. MHD An. fiuviatilis merupaka n yang terenda h pada bulan Juni (bulan musim panas), meningkat dengan permulaan monsoon pada bulan Juli, dan mencapai puncaknya pada September dan Oktober (bulan hujan). Kepadatan beristirahat dalam ruangan spesies ini juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan curah hujan (r =- 0,033, P = 0,891

White et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan ).

populasi nyamuk tergantung de ngan faktor iklim, khususnya air, suhu udara dan curah hujan. Hubungan ini mungkin kompleks dan non-linear. Pola musiman kelimpahan nyamuk erat mengikuti po la musiman curah hujan. Diasumsikan bahwa kapasitas da ya dukung lingkungan berbanding lur us dengan curah hujan. Hubungan yang tepat antara curah hujan dan daya dukung lingkungan mungkin kompleks dan tergantung pada kondisi hidrologi setempat. Dapat disimpulkan bahwa dinamika populasi Anopheles gambiae dipicu oleh faktor iklim, curah hujan dan suhu, dan dengan kepadatan yang tergantung pada persaingan perkembangbiakan larva dalam habitat

Kigadye et al. (2010) dari penelitiannya di Distrik Rufiji Tanzania melaporkan,

.

kepadatan dari An. gambiae s.s. pada umumnya tinggi selama musim hujan yang panjang antara Maret dan Mei 2004 dan hampir tidak terdeteksi pada bulan Agustus-September 2004, periode yang relatif kering. Seperti untuk

(29)

2004. Kepadatan dari kedua An. gambiae s.s. da n An. arabiensis berkorelasi positif dengan curah hujan tetapi tidak signifikan (P>0,05). Kepadatan dari

An. merus adalah lebih rendah daripada dua spesies lainnya. Spesies ini hanya terdeteksi antara Oktober dan Januari 2004. Tiga anggota dari An. gambiae kompleks ini ya itu An. gambiae s.s. Giles, An. arabiensis Patton dan

An. merus Diönitz tercatat selama penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan ba hwa kepadatan populasi tiga sibling spesies bervariasi dengan musim. Biasanya, pada awal dari lama atau selama hujan singkat, jumlah An. gambiae s.s. dan An. arabiensis mengalami ledakan pertumbuhan. Saat hujan berlangsung, An. gambiae s.s. menjadi dominan, sementara di akhir dari hujan kepadatan menurun dari kedua spesies.

Ayala et al. (2009) dalam penelitiannya di Kamerun melaporkan, kesesuaian kondisi lingkungan menentukan distribusi spesies dalam ruang dan waktu. Pemahaman dan pemodelan relung ekologi nyamuk vektor penyakit bisa berguna untuk memprediksikan risiko paparan terhadap patogen yang ditransmisikannya. Di Afrika, lima anop heles bertanggung jawab terhadap lebih dari 95% jumlah penularan malaria, yaitu An. gambiae, An. arabiensis, An. funestus,

An. moucheti dan An. nili. Namun pengetahuan terperinci tentang distribusi geografis dan persyaratan ekologis spesies ini, untuk saat ini masih tidak memadai.Kesimpulan yang lebih mudah dapat diajukan untuk pasangan spesies yang cenderung terjadi di dalam lokal yang sama, seperti An. gambiae dan

An. funestus. Dalam hal ini, variabel lingkungan secara spasial membedakan terjadinya spesies dengan relung ekologi yang sama, juga tercermin dalam pola-po la temporal dari dinamika populasi nyamuk. Misalnya, An. gambiae munculnya berkorelasi dengan nilai yang lebih tinggi dari curah hujan dan teka nan uap air dibandingkan dengan An. funestus. Pada sisi lain, An. funestus dikaitkan dengan nilai pemaparan yang lebih tinggi dari suhu dan sinar matahari. Secara alami,

puncak kelimpahan spesies pasangan

(30)

2.3 Status Kerentanan Nyamuk Anopheles spp

Salah satu yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan tidaknya pengendalian vektor adalah kerentanan/kepekaan vektor terhadap insektisida yang digunakan. Dalam upaya menunjang pemberantasan penyakit malaria berbasis wilayah, informasi kerentanan vektor terhadap insektisida sangat diperlukan untuk mencapai hasil memuaskan. Dengan demikian dapat merupakan informasi yang bermanfaat dalam manajemen penggunaan insektisida yang tepat sasaran (Widiarti et al. 2003).

Bila insektisida digunakan dalam pengendalian malaria, penting untuk memantau peruba han tingka t ke rentanan vektor target dari waktu ke wakt u. Uji kerentanan dilakuka n untuk menentuka n propo rsi da ri pop ulasi vektor yang tahan secara fisiologis terhadap insektisida tertentu

Berkembangnya suatu populasi organisme serangga dari yang semula peka menjadi kurang peka dan akhirnya kebal (resisten) terhadap pestisida tertentu merupakan proses seleksi alam. Dalam hal ini individu- individu yang paling kuat dan paling bisa menyesuaikan diri (dalam hal ini tahan terhadap insektisida) akan tetap bertahan hidup, sedang individa yang tidak bisa bertahan akan punah. Proses perkembangan itu tidak mudah dijelaskan secara singkat (Djojosumarto 2008).

(WHO 2003a).

Ketahanan serangga terhadap insektisida bukan fenomena baru. Setelah DDT dan insektisida sintetik organik lainnya digunakan secara luas, laporan mengenai resistensi hama terhadap insektisida semakin banyak. DDT pertama kali digunakan sekitar tahun 1945, pada tahun 1948 mulai dilaporkan terjadinya resistensi pada populasi lalat dan nyamuk (Untung 2006).

Uji kerentanan Anopheles aconitus dari Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 2003 terhadap insektisida kelompok piretroid ternyata sudah menunjukkan penurunan kerentanan/kepekaan, meskipun di beberapa daerah masih peka terhadap insektisida deltametrin 0,05% (100%) kematian seperti di Desa Tirip Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo dan dari Desa Pendoworedjo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulonprogo Provinsi DI Yogyakarta. Kepekaan

Anopheles aconitus tehadap permethrin 0,75% dari semua daerah sudah turun dan kematian berkisar antara 86,0%- 97,5%. Penurunan kerentanan An. aconitus walaupun masih pada batas toleransi mengindikasikan adanya individu vektor yang resisten.

(31)

penurunan kerentanan. Penurunan kerentanan menghasilkan kematian vektor berkisar antara 85%-97,5%. Walaupun di beberapa tempat masih peka, hal ini memberi gambaran bahwa adanya variasi kepekaan (resisten, toleran) yang terjadi di alam (Widiarti et al. 2005a).

Pada dasarnya proses terjadinya resistensi serangga terhadap insektisida dipengaruhi oleh sejumlah faktor, pertama adalah faktor genetik; gen pembawa sifat resisten terhadap pestisida tertentu merupakan sumber pertama terjadinya proses kekebalan. Semakin banyak individu yang membawa gen resisten semakin cepat pula terjadinya resistensi pada populasi tersebut. Kedua adalah faktor biologi, faktor biologi termasuk perilaku dan sifat biologi lain dari serangga, termasuk jumlah keturunan, jumlah generasi per tahun, mobilitas, jenis tanaman inang, parthenogenesis dan lain-lain. Dan ketiga adalah faktor operasional, yang terdiri dari jenis pestisida yang digunakan dan teknik aplikasi pestisida tersebut (Djojosumarto 2008).

Populasi serangga yang mula- mula rentan dapat berubah menjadi populasi yang resisten terhadap insektisida karena populasi tersebut mengandung individu yang memiliki gen resisten. Melalui proses seleksi alami, populasi serangga semakin didominasi oleh populasi yang memiliki gen resisten, sedangkan populasi yang tidak memiliki gen yang dominan akan terbunuh oleh insektisida.

Penyebab resisten yang telah diketahui terlibat dalam mekanisme resistensi suatu serangga terhadap suatu jenis insektisida, meliputi peningkatan detoks ikasi insektisida karena bekerjanya enzim-enzim tertentu seperti enzim dehidroklorinasi (terhadap DDT), enzim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, organofos fat, piretroid), glutation transferase (terhadap or ganofos fat), hidrolase dan esterase (terhadap or ganofos fat). Juga karena terjadinya penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinerase (terhadap or ganofosfat dan karbamat), sistem saraf seperti terhadap DDT. Dan adanya penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan insektisida (Untung 2006).

(32)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seleksi tersebut antara lain adalah, pertama faktor biologi yang terdiri dari unsur biotik yakni pergantian generasi, perkawinan dan unsur perilaku yaitu migrasi, isolasi, kemampuan menghindar dan kedua faktor genetik yaitu adanya gen-gen yang mengkode enzim yang berperan pada proses resistensi yang mengakibatkan terjadinya seleksi sehingga muncul strain resisten yang peka dan melahirka n strain baru yang resisten atau menurunkan kerentanan generasi ba ru nyamuk Anopheles spp terhadap insektisida.

Untuk menentukan besar tingkat penurunan kerentanan nyamuk Anopheles spp

(33)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5o20’’ sampai 0,5o40’’ lintang selatan dan antara 119o58’’ sampai 120o28’’ bujur timur dengan batas administratif yakni sebelah utara dengan Kabupaten Sinjai, sebelah timur dengan teluk Bone, sebelah selatan dengan laut Flores dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bantaeng. Secara Administrasi Pemerintahan terdiri dari 10 K ecamatan dan 126 Desa/Kelurahan.

Luas wilayah Kabupaten Bulukumba adalah 1.154,67 Km2 atau sekitar 1,85 % dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, dengan kecamatan terluas terdapat pada Kecamatan Gantarang da n Bulukumpa dengan luas wilayah masing- masing berturut-turut adalah 173,51 Km2 dan 171,33 Km2 atau sekitar 30% dari luas kabupaten, disusul kecamatan lainnya dan yang terkecil adalah Kecamatan Ujung Bulu yang merupakan pusat kota kabupaten dengan luas 14,4 km2

Kegiatan penelitian dilaksanakan di kecamatan yang tertinggi kasus malaria klinis dan positifnya yakni di Kecamatan Ujung Bulu tepatnya pada dua kelurahan yaitu di Kelurahan Caile dan Kelurahan Ela- Ela. Kecamatan Ujung Bulu berada di antara 0-30 meter diatas permukaan laut dengan batas-batas administratif sebagai berikut, di sebe lah Utara de ngan Kecamatan Rilau Ale, sebelah timur dengan Kecamatan Ujung Loe, sebelah

atau hanya sekitar 1% dari luas kabupaten.

Wilayah Kabupaten Bulukumba hampir 95,4% berada pada ketinggian antara 0 – 1000 m diatas permukaan laut (dpl) yang terdiri dari beberapa wilayah berbukit atau dataran tinggi dengan kemiringan 0 – 40 %. Wilayah dataran rendah berada pada sebagian besar pesisir pantai yaitu sebagian wilayah Kecamatan Ujung Bulu, Gantarang, Ujung Loe dan Bonto Bahari. Khusus Kota Bulukumba merupakan tanah datar dengan ketinggian 0,5– 2,5 m dari permukaan laut sehingga pada musim hujan sangat mudah tergenang air, sehingga kualitas lingkungan di beberapa tempat tersebut kurang baik bila ditinjau dari segi kesehatan maupun aspek sosial ekonomi masyarakat.

(34)

selatan dengan Laut Flores da n sebelah barat dengan Kecamatan Gantarang. Kelurahan Caile dan Ela-Ela saling berbatasan langsung dan pernah berada dalam satu wilayah administrasi pemerintahan. Kedua kelurahan ini adalah bagian dari Kecamatan Ujung Bulu yang merupakan kecamatan ibukota Kabupaten Bulukumba sehingga keadaannya cukup ramai dan padat.

Kelurahan Caile memiliki luas wilayah sekitar 3,13 km2 yang terbagi dalam empat wilayah dusun dengan batas-batas administratif sebagai berikut di sebelah Utara dengan,Kecamatan Gantarang, di sebelah timur dengan Kelurahan Kalumeme, sebelah selatan dengan Kelurahan Ela-Ela dan sebelah barat dengan Kecamatan Gantarang. Jumlah penduduknya adalah 8365 jiwa. Letak geografisnya dalam pendataan BPS tergolong BP atau bukan pantai. Terdapat lahan persawahan de ngan luas 146 Ha dan lahan kering 167 Ha. Di Kelurahan Caile terhitung banyak jumlah ternak dan jumlah pemeliharanya. Jumlah Sapi mencapai 198 ekor dari 46 orang pemilik, Juga terdapat 52 ekor kuda dan 123 ekor kambing. Total jumlah ternak besar dan sedang di Kelurahan Caile adalah 373 ekor.

Kelurahan Ela-Ela memiliki luas wilayah sekitar 0,22 km2 yang terbagi dalam dua wilayah dusun dengan batas-batas administratif sebagai berikut, di sebelah Utara dengan,Kelurahan Caile, di sebelah timur dengan Kelurahan Kalumeme, sebelah selatan dengan Laut Flores da n sebelah barat dengan Kelurahan Terang-terang. Jumlah penduduknya adalah 3797 jiwa. Letak geografisnya dalam pendataan BPS tergolong P atau pantai. Tidak terdapat lahan persawahan dan dengan lahan kering seluas 22 Ha. Di Kelurahan Ela-Ela hanya terdapat 3 ekor sapi dari 1 oang pemilik. Juga tercatat 9 ekor kuda, 215 ekor kambing. Total jumlah ternak besar dan sedang di Kelurahan Ela-Ela adalah 227 ekor (BPS 2010, Disnakkeswan 2011).

(35)

Berikut peta lokasi penelitian dan habitat potensial bagi perkembangbiakan larva Anopheles spp di Kelurahan Caile dan Ela-Ela (Gambar 1).

Gamba r 1. Peta Lokasi Penelitian dan Habitat Potensial di Kelurahan Caile dan Ela-Ela Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011 atau selama tujuh bulan.

3.3 Kegiatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanaka n dengan kegiatan sebagai berikut :

3.3.1 Pengumpulan dan Penga matan Nya muk Anopheles spp (Gambar 2)

(36)

satu di luar rumah. Penangkapa n nyamuk dilakuka n selama tiga malam setiap bulannya, tiap malam selama 12 jam (pukul 18.00-06.00), tiap jamnya selama 45 menit menangkap nyamuk di badan, 10 menit menangkap nyamuk yang istirahat di dinding da lam rumah untuk umpan orang di dalam rumah dan di kandang ternak untuk umpan orang di luar rumah. Penangkap duduk dan menggulung celana hingga batas lutut, nyamuk yang hinggap atau menggigit pada kolektor ditangkap dengan aspirator. Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke dalam gelas kertas yang sudah diberi labe l jam dan metode penangkapannya. Selain itu, dilakuka n juga penangkapan nyamuk beristirahat pada pagi hari dari jam 06.00-07.00 di dalam dan di luar rumah (alam). Identifikasi nyamuk dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi Anopheles dari O’Connor dan Soepanto (1999).

3.3.2 Penentuan Status Kerentanan terhadap Insektisida Golonga n Piretroid

Pengujian di Kelurahan Caile menggunakan nyamuk dewasa hasil penangkapan yang istirahat di kandang, ternak da n sekitarnya, seda ngka n di Kelurahan Ela-Ela dari hasil pemeliharaan larva instar tiga, empat atau pupa yang berasal dari habitat nyamuk, kemudian dipelihara hingga dewasa (umur 2-5 hari). Pengujian dilaksanakan dengan menggunakan susceptibility tes kit (Standar WHO) dengan bahan insektisida yang digunakan adalah sintetik piretroid (Lambda siha lotrin 0,05% dan deltametrin 0,05%). Setiap jenis insektisida yang digunakan dipakai tiga tabung uji (3 ulangan) dan satu tabung kontrol. Pada setiap tabung dimasukkan kertas berinsektisida sesuai insektisida yang digunakan. Selanjutnya ke dalam tabung uji bertanda hijau dimasukkan 20 ekor Anopheles

(37)

3.4 Pengumpulan Data Sekunder

Data pendukung yang diperoleh mencakup Data curah hujan Kabupaten Bulukumba dari bulan Februari sampai Agustus 2011 dari BMKG Wilayah IV Makassar (Stasiun Klimatologi Kelas I Maros) dan juga dari sejumlah Dinas dalam lingkup Kabupaten Bulukumba yang terdiri atas :

a) Data penduduk dan angka kesakitan malaria diperoleh dari Dinas Kesehatan b)Data kepe ndudukan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba.

c) Data jenis insektisida yang digunakan oleh petani dari Dinas Tanaman Pangan. dan Holtikultura

d)Data jumlah ternak seperti kerbau, sapi, kuda dan kambing dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

3.5 Analisis Data

Data populasi nyamuk dewasa Anopheles spp dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan beberapa parameter yaitu :

a) Kelimpahan nisbi Anopheles (%) dihitung berdasarkan jumlah nyamuk Anopheles

spesies tertentu yang tertangkap dibagi jumlah total nyamuk Anopheles dikali 100%. b) Frekwensi tertangkap dihitung berdasarkan berapa bulan Anopheles spesies tertentu

tertangkap dibagi jumlah bulan penangkapan.

c) Dominansi spesies (%) dihitung berdasarkan perkalian antara kelimpahan nisbi dengan Frekwensi Anopheles tertangkap setiap spesies (Sigit 1968).

d) Kepadatan populasi, kepadatan populasi nyamuk dihitung berdasarkan angka :

e) MBR (man biting rate), yaitu jumlah nyamuk Anopheles menghisap darah/orang/malam

MBR =

f)MHD (man hour density), yaitu jumlah nyamuk Anopheles tertangkap/rumah atau kandang/jam.

Jumlah nyamuk tertangkap per spesies Jumlah penangkap x Jumlah jam penangkapan

MHD =

(38)

e) Hubungan variabe l antara indeks curah hujan (ICH) de ngan kepadatan pop ulasi nyamuk (MBR), dianalisis dengan Pearson correlation menggunakan program computer SPSS versi 17.0. Indeks curah hujan ( ICH) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

f) Uji Kerentanan

Data nyamuk yang diuji kerentanannya dianalisa secara kuantitatif dengan interpretasi data (kriteria) kerentanan vektor ditentukan berdasarkan persentase kematian nyamuk uji dalam periode pengamatan 24 jam. Kematian nyamuk uji antara 98-100% dinyatakan nyamuk tersebut masih rentan, bila kematian nyamuk uji antara 80,0% - 97,0% tergolong toleran dan jika kurang dari 80,0% tergolong kebal (resisten) (WHO 1998). Nyamuk yang lumpuh dan tidak bisa terbang dihitung atau dianggap mati. Bila ke matian nyamuk kontrol 5-20%, maka dikoreksi dengan menggunakan rumus Abbot’seperti berikut :

ABBOT’S = % Kematian nyamuk uji - % Kematian nyamuk kontrol 100 - % Kematian nyamuk kontrol

Bila kematian nyamuk kontrol lebih dari 20%, maka uji dianggap gagal dan harus diulang kembali (WHO 2003a, 2003b).

Jumlah curah hujan (mm)/bulan x Jumlah hari hujan/bulan ICH =

(39)

1.Pengumpulan Nyamuk Dewasa (HLC) 2. Pengumpulan Nyamuk Sekitar Hewan

3. Identifikasi Dewasa Anopheles spp 4. Pengumpulan Larva Anopheles spp

5. Pemeliharaan Larva Anopheles spp 6. Pengamatan Perkembangan Larva

7. Pengamatan Kontak 1 jam 8. Pengamatan Kontak 24 jam

(40)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil penelitian menunjukk an keragaman jenis nyamuk Anopheles spp yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2011 di Kelurahan Caile dan Kelurahan Ela-Ela Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba sebagai berikut :

4.1.1 Keragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp

Keragaman jenis nyamuk Anopheles spp dari berbagai metode penangkapan yaitu umpan orang di dalam dan di luar rumah, nyamuk yang istirahat di dinding dalam rumah, umpan hewan ternak (sapi/kerbau), dan penangkapan pada pagi hari di dalam dan di luar rumah (Tabe l 1).

Jumlah nyamuk Anopheles spp yang tertangkap selama penelitian berlangsung sebanyak 1956 spesimen di Kelurahan Caile, paling banyak tertangkap dengan umpan hewan ternak yaitu sejumlah 980 spesimen (50,10%), berikutnya dengan penangkapan umpan orang di luar rumah (UOL) tertangkap 555 (28,37%) spesimen. Melalui penangkapan malam dengan umpan orang di dalam rumah (UOD) tertangkap 228 (11,66%) spesimen. Untuk penangkapa n nya muk malam hari yang istirahat di dinding dalam rumah tertangkap 172 spesimen (8,79%) dan. penangkapan nyamuk pada pagi hari di dinding dalam rumah tidak tertangkap satu pun, sedangkan di dinding luar rumah dan sekitarnya tertangkap 21 (1,07%) spesimen.

Jumlah nyamuk Anopheles spp yang tertangkap selama tujuh bulan kegiatan penelitian berlangsung sebanyak 1241 spesimen di Kelurahan Ela-Ela, paling banyak tertangkap melalui penangkapan pada malam hari dengan penangkapan umpan orang di luar rumah (UOL) sejumlah 876 (70,59%) spesimen, dengan umpan orang di dalam rumah (UOD) tertangkap 282 (22,72%) spesimen, dan untuk penangkapan nyamuk malam hari yang istirahat di dinding da lam rumah tertangkap 59 (4,75%) spesimen. Penangkapan nyamuk pagi hari pada dinding dalam rumah tertangkap 4 (0,32%) spesimen dan di dinding luar rumah dan sekitarnya tertangkap 20 (1,61%) spesimen. Sementara itu penangkapan dengan metode umpan hewan tidak digunakan di Kelurahan Ela-Ela karena tidak terdapat rumah yang memiliki ternak.

(41)

29 (1,48%) spesimen, An. nigerrimus 8 (0,41%) spesimen, An. tesselatus 43 (2,45%) spesimen, An. flavirostris 1 (0,05%) spesimen, dan An. kochi 1 (0,05%) spesimen di Kelurahan Caile. Sementara itu, dari 1241 spesimen nyamuk Anopheles spp yang tertangkap, terdiri atas 5 spesies yaitu terbanyak spesies An. barbirostris 986 (79,45%) spesimen, berikutnya spesies An. subpictus 184 (14,83%) spesimen, An. vagus 57 (4,59%) spesimen, An. indefinitus 12 (0,97%) spesimen, dan terendah adalah An. nigerrimus 2 (0,16%) spesimen di Kelurahan Ela-Ela (Tabe l 1).

Jumlah spesies di Kelurahan Caile lebih banyak daripada di Ela-Ela dengan ditemukannya spesies An. tesselatus, An. flavirostris dan An. kochi. Larva spesies An. tesselatus umumnya menempati habitat persawahan, kolam yang teduh, kolam air tawar, saluran yang banyak naungan. Spesies ini menunjukkan toleransi yang rendah terhadap panas dan kekeringan, sehingga mungkin menjadi sebab tidak ditemukannya di Ela- Ela da n daerah pesisir lainnya de ngan habitat yang terke na sinar matahari langsung. Sementara untuk An. flavirostris, diketahui nyamuk ini bersifat zoofilik atau lebih suka menggigit ternak. Tempat perkembangbiakannya di air jernih yang

mengalir pelan dan kena sinar matahari langsung seperti sungai dan mata air terutama

yang bagian tepinya berumput, sedangkan untuk larva An. kochi biasa ditemukan pada

air yag berlumpur, dasar kolam dengan atau tanpa rumput, jejak kaki hewan, dan sawah yang belum ditanami. Hal ini sesuai dengan kondisi habitat yang ada di Kelurahan Caile.

Hasil yang sama dilaporkan Ndoen et al. (2010) bahwa spesies An. tesselatus, An. flavirostris dan An. kochi ditemukan lebih banyak di daerah persawahan di Pulau Jawa, tetapi di NTT tidak ditemukan baik di persawahan maupun di kawasan pantai. Hasil ini juga sesuai de ngan hasil pengamatan Darma et al. (2004) dalam penelitiannya di daerah persawahan dan rawa di Desa Marga Mulya Tanggerang yang menemukan ragam spesies An. Annularis, An. barbirostris, An. kochi, An. subpictus,

An. sundaicus, An. tesselatus da n An. vagus. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Maguire et al. (2005) dalam penelitiannya pada desa-desa pesisir pantai Tanjung Anom da n Karang Serang Tanggerang yang menemukan fauna An. subpictus Grassi,

(42)

ternak mamalia, penempatan kandang ternak, dan jenis lantai rumah memiliki hubungan be rmakna de ngan kejadian malaria.

Hadi dan Koesharto (2006) menyatakan habitat nyamuk Anopheles bervariasi tergantung spesies, mulai dari lingkungan pegunungan sampai pantai. Aktivitas menggigitnya malam hari (nokturnal). Jarak terbangnya juga bervariasi tergantung spesies. Menurut Sukowati dan Sofyan (2009), penyebaran nyamuk Anopheles tidak hanya berdasarkan zoogeografi, namun juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat, pemanfaatan lahan dan ekosistem. Di Jawa dan Bali terdapat 4 spesies vektor malaria yaitu An. sundaicus sebagai vektor di daerah pantai, An. aconitus di daerah persawahan bertingkat, An. balabacensis di daerah pegunungan bervegetasi, dan An. maculatus di daerah pegunungan yang jarang vegetasinya.

Tabel 1. Komposisi Keragaman Nyamuk Anopheles spp dari Berbagai Metode Penangkapan di Kelurahan Caile dan Ela-Ela (Februari- Agustus 2011)

(43)

4.1.2 Kelimpahan Nisbi, Frekwensi dan Dominansi

Angka Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi dari spesies nyamuk

Anopheles spp yang tertangkap dengan metode umpan orang dalam dan luar rumah, istirahat di dinding dalam rumah malam hari da n di kandang, da n yang istirahat pagi hari di dinding dalam rumah da n sekitar luar rumah di Kelurahan Caile dan Ela- Ela (Tabel 2).

Hasil penangkapan dengan umpan orang di dalam rumah menunjukkan nyamuk yang memiliki angka kelimpahan nisbi tertinggi diantara enam spesies yang tertangkap di Kelurahan Caile adalah An. barbirostris (78,95%), berikutnya An. subpictus (9,21%), An. vagus (7,89%), An. indefinitus (2,19%), dan yang terendah adalah An. tesselatus da n An. nigerrimus (masing- masing 0,88%), Berdasarkan frekuensinya, frekuensi tertinggi ada pada populasi An. barbirostris, An. subpictus dan An. vagus (masing- masing 1 kali). Selanjutnya diikut i An. indefinitus dan An. tesselatus yang juga memiliki nilai frekuensi yang sama (0,29%), dan nilai yang terenda h frekuensinya adalah An. nigerrimus (0,14%). Seda ng menurut nilai dominansinya, angka tertinggi diantara enam spesies adalah An. barbirostris

(78,95%), berikutnya adalah An. subpictus (9,21%), An. vagus (7,89%), An. indefinitus (0,63%), An.tesselatus (0,25%) dan An. nigerrimus (0,13%).

Pada penangkapan dengan metode umpan orang, hasil penangkapan dengan umpan orang di dalam rumah menunjukkan nyamuk yang memiliki angka kelimpahan nisbi tertinggi diantara lima spesies yang tertangkap di Kelurahan Ela-Ela adalah An. barbirostris (78,37%), berikutnya, An. subpictus (13,48%), An. vagus (6,74%), An. indefinitus (1,06%), dan yang terendah adalah An. nigerrimus (0,35%). Berdasarkan frekuensinya, angka tertinggi pada populasi An. barbirostris, An. subpictus (masing-masing 1 kali). Selanjutnya diikuti An. vagus (0,86 kali), An.indefinitus (0,29 kali). Nilai yang terenda h frekuens inya adalah An. nigerrimus (0,14 kali). Menur ut nilai dominansinya, angka tertinggi diantara lima spesies adalah An. barbirostris (78,37%), berikutnya ada lah An. subpictus (13,48%), An. vagus (5,78%), kemudian diikuti oleh

An. indefinitus (0,30%) dan yang terendah adalah An. nigerrimus (0,05%).

(44)

nigerrimus (0,36%). Berdasarkan frekuensinya tertinggi pada populasi An. barbirostris, An. subpictus dan An. vagus (masing- masing 1 kali). Selanjutnya diikuti An. indefinitus (0,71 kali). Nilai yang terenda h frekuens inya adalah An. nigerrimus da n An. tesselatus yang memiliki nilai frekuensi yang sama (0,14 kali). Menurut nilai dominansinya, angka tertinggi di antara enam spesies adalah An. barbirostris (67,82%), berikutnya adalah An. vagus (18,73%), An. subpictus

(10,99%), kemudian diikuti oleh An. indefinitus (1,17%), An. tesselatus (0,18%) dan yang terenda hadalah An. nigerrimus (0,05 %).

Hasil penangkapan dengan umpan orang di luar rumah menunjukkan nyamuk yang memiliki angka kelimpahan nisbi tertinggi diantara empat spesies yang tertangkap di Kelurahan Ela-Ela adalah An. barbirostris (80,14%), berikutnya, An. subpictus (14,61%), An. vagus (4,22%), dan yang terendah adalah An. indefinitus

(1,03%). Berdasarkan frekuensinya, nilai tertinggi ada pada populasi An. barbirostris,

An. subpictus dan An. vagus (masing- masing 1 kali) dan yang terendah adalah An. indefinitus (0,43 kali). Adapun menurut nilai dominansinya, angka tertinggi di antara empat spesies adalah An. barbirostris (80,14%), berikutnya, An. subpictus (14,61%),

An. vagus (4,22%), dan yang terendah adalah An. indefinitus (0,44%).

Tabel 2. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Nyamuk Anopheles spp dengan metode

human landing collection pada Malam Hari di Kelurahan Caile dan Ela-Ela (Februari-Agustus 2011)

KEL URAHAN CAILE

(Persawahan)

KEL URAHAN ELA-ELA

(Pantai)

SPES IES UOD UOL UOD UOL

KN D KN D KN D KN D

An. barbirostris 78.95 78.95 67.21 67.21 78.37 78.37 80.14 80.14

An. subpictus 9.21 9.21 10.99 10.99 13.48 13.48 14.61 14.61

An. vagus 7.89 7.89 18.73 18.73 6.74 5.78 4.22 4.22

An. indefinitus 2.19 0.63 1.64 1.17 1.06 0.3 1.03 0.44

An.nigerrimus 0.88 0.13 0.36 0.05 0.35 0.05 0 0

An. tesselatus 0.88 0.25 1.26 0.18 0 0 0 0

Ket : UOD = Umpan Orang Dala m UOL = Umpan Orang Luar KN = Ke limpahan Nusbi

Gambar

Gambar  1.  Peta Lokasi Penelitian dan  Habitat Potensial di Kelurahan  Caile dan Ela-
Gambar 2.   Kegiatan Penelitian di Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba
Tabel 1.  Komposisi Keragaman Nyamuk Anopheles spp dari Berbagai Metode
Tabel 2.  Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Nyamuk Anopheles spp dengan metode
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disadari begitu besar peranan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan, maka Matahari Department Store Regional Jawa Timur perlu menentukan strategi-strategi

VHEHOXPQ\D +DVLO GDUL UHYLHZ WHUVHEXW MHODV EDKZD GDUL .HWHWDSDQ 0356 GDQ 035 KDQ\D \DQJ EHUODNX GDQ WLGDN EHUODNX ODJL $GD NHWHWDSDQ \DQJ GLQ\DWDNDQ WHWDS EHUODNX GHQJDQ NHWHQWXDQ

Untuk menghitung resiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar yang. mengukur absolut penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi

makalah ini dengan judul “ TEKNOLOGI TEPAT GUNA ” dalam waktu yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Desain Didaktis Pada Pembelajaran Tata Nama Senyawa Anorganik dan Organik Sederhana Berbantuan Lesson

Kung mahihirapang markahan ang lahat ng salita, gamitin ang tuldik upang maipatiyak ang wastong bigkas lalo na sa mga salitang magkakatulad ng baybay ngunit

2 Dari hasil penelitian didapatkan bahwa batuk merupakan gejala karsinoma bronkogenik yang paling banyak yaitu dengan sensitivitas 93%, artinya dari 100 penderita

Melihat fenomena yang terjadi pada masyarakat Islam sekarang yang sebagaian masih melakukan ritual tersebut, tidak sejalan dengan syariat agama Islam, terutama yang