• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cucumber Mosaic Virus dan Chilli veinal mottle virus: Karakterisasi Isolat Cabai dan Strategi Pengendaliannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cucumber Mosaic Virus dan Chilli veinal mottle virus: Karakterisasi Isolat Cabai dan Strategi Pengendaliannya"

Copied!
308
0
0

Teks penuh

(1)

CUCUMBER MOSAIC VIRUS

DAN

CHILLI VEINAL MOTTLE

VIRUS:

KARAKTERISASI ISOLAT CABAl DAN STRATEGI

PENGENDALIANNYA

MUHAMMAD TAUFIK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi

cucumber mosaic virus

dan

chilli veinal mottle virus:

Karakterisasi Isolat Cabai dan Strategi Pengeodaliannya adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telab disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2005

(3)

ABSTRAK

Muhammad Taufik,

Cucumber mosaic virus

dan

chiUi veinal mottle

virus: Karakterisasi Isolat Cabai dan Strategi PengendalianDya. Dibimbing

oleh SRI HENDRASTUTI HIDA Y AT, GEDE SUASTIKA, SIENTIE MANDANG SUMARA W, dan SRlANI SUJIPRlliATI

Tanaman cabai merupakan komoditi penting hortikultura karena diperlukan oleh semua lapisan masyarakan sepanjang tahun. Masalah dalam budidaya cabai diantaranya gangguan biotik yang disebabkan oleh infeksi CMV danChiVMV.

Tujuan penelitian adalah 1) Mengetahui tingkat serangan CMV dan ChiVMV di daerah pertanaman cabai, 2) Mengumpulkan dan melakukan isolasi beberapa isolat lapang CMV dan ChiVMV, 3) Mempelajari karakter isolat CMV dan ChiVMV berdasarkan inang diferensial dan melalui karakterisasi dengan

reverse transcriptase-poiymerase chain reaction CRT -peR) dan double-strand

RNA (dsRNA), dan purifIkasi, 4) Mempelajari respon berbagai kultivar cabai terhadap infeksi CMV dan ChiVMV, 5) Mempelajari respon aplikasi PGPR pada benih kultivar Tit Segitiga yang diinokulasi CMV dan ChiVMV, 6). Mengamati respon kuItivar cabai toleran terhadap infeksi CMV

dan

ChiVMV di lapang.

Survei Japang yang dilakukan memperkuat bukti penyebaran CMV dan ChiVMV yang sangat luas. Kedua virus tersebut ditemukan pada setiap pertanaman cabai yang diamati dengan proporsi kejadian penyakit berbeda-beda untuk setiap tempat. Di daerah Jawa Barat infeksi oleh CMV lebih dominan daripada infeksi oleh ChiVMV, tetapi di daerah Sulawesi Selatan keadaannya berbeda. Empat isolat CMV dan enam isolat ChiVMV dengan keragaman gejala berhasil diperoleh. Isolat-isolat ChiVMV dan CMV diperbanyak pada Paprika

(Capsicum annuum var. Grosum) dan Nicotiana tabacum secara berturut-turut. Isolat CMV asal Cimangkok, kabupaten Cianjur dan ChiVMV asal Cikabayan, kabupaten Bogor lebih virulen dibandingkan dengan isolat-isolat lainnya. Kedua isolat tersebut diketahui memberikan respons yang berbeda pada inang diferensial. Metode RT-PCR berhasil mengamplifikasi genom CMV yang berukuran 940 bp. Dengan menggunakan metode ekstraksi dsRNA berhasil dibuktikan bahwa CMV mempunyai genom yang multipartit, sedangkan ChiVMV bergenom monopartit. Berdasarkan analisis elektroforesis secara SDS-PAGE diketahui bahwa ukuran protein selubung CMV sekitar 26 kDa dan ChiVMV 36 kDA.

(4)

IV

toleran terhadap inokulasi CMV. Kultivar Cilibangi 4 toleran terhadap ChiVMV, sedangkan

Tit

Super toleran terhadap inokulasi campuran CMV dan ChiVMV.

Aplikasi PGPR secara oyata dapat meningkatkan perkecambahan benih cabai. Enam hari setelah semai jwnlah benih yang diberi perlakuan PGPR telah berkecambah sebanyak 50-84%, sedangkan perkecambahan benih yang

tidak

diberi PGPR ham mencapai 18%. Seeara umum, hasil pengujian membuktikan

bahwa perlakuan PGPR dapa! menghamba! kejadian penyaki! dan mereduksi pengaruh infeksi virus terhadap pertumbuhan tanaman. Aplikasi PGPR isolat BTP2H (Bacillus substilis) dan BTP3G (Bacillus stearothermopillus) pada benih cabai tidak menyebabkan berkurangnya hobot buah yang nyata ketika tanaman

diinokulasi dengan CMV dan Chi VMV walaupun konsentrasi virus cukup tinggi.

Oleh karena itu, perlakuan PGPR sangat menjanjikan sebagai altematif pengendalian terhadap penyakit virus pada tanaman cabai.
(5)

v

ABSTRACT

Muhammad Taufik.

Cucumber mosaic virus

and

chilli veinal mottle virus:

Characterization of Virus Isolates from Chillipepper and Its Control Strategies. SupelVised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, GEDE SUASTIKA, SIENTJE MANDANG SUMARA W, and SRIANI SUJIPRlliA

n.

Chilli peppers (Capsicum spp.) is an important vegetable crops in Indonesia, providing income especially to smallholders farmers. Infection of the disease seriously affect crop productivity and reduces supply reliability.

Cucumber mosaic virus (CMV) and chilli veinal mottle virus (ChiVMV) are the two most serious viral problems in most chilli growing areas in Indonesia.

The aims of this research are: 1) To confirm the disease incidence caused by CMV and ChiVMV in chilli pepper growing areas; 2) To collect and characterize some field isolates of CMV dan ChiVMV based on differential host and moleculer characters; 3) To study the effect of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on infection of CMV and ChiVMV; 4) To evaluate chilli pepper cultivars for CMV and ChiVMV resistance.

It was evidenced from the survey that CMV and ChiVMV were widely distributed in chilli pepper growing area. Both viruses was always found in chillipepper growing area although the proportion of each disease incidence was different from one place to another. Infection of CMV was more prominent in West Java, whereas in South Sulawesi ChiVMV was more dominant. Different responses among nine chillipepper cultivars to CMV and ChiVMV were showed by differences incubation period of virus, symptoms, and percentage of disease incidences. Four isolates of CMV and six isolates of ChiVMV showing different symptoms was collected. Maintenance of CMV and ChiVMV isolates was done using Nicotiana tabacum and Capsicum annum var Groshum, respectively.

CMV isolate from Cimangkok and ChiVMV isolate from Cikabayan was considered the most virulent isolates among the virus isolates tested based on the reaction of differential hosts. Using specific primers for CMV a 940 bp DNA product was successfully amplified using RT-PCR technique. Using the same technique alSO bp DNA product was amplified from ChiVMV infected plant. Multipartite genome of CMV, having RNA 1, 2 dan 3, and monopartite genome of ChiVMV was confirmed by extraction of dsRNA from infected leaf tissues. Purification of the virus facilitated analysis of virus coat protein and observation of virus particles using transmission electron microscopy (TEM). Moleculer weight of virus coat protein was 26 kDa and 36 kDa for CMV and ChiVMV, respectively. Unique character of cucumovirus and potyvirus particles was observed using 1EM from CMV and ChiVMV preparation respectively.

(6)

VI

response to all virus inoculation treatment was observed on CiIibangi 5. Cultivars latilaba, Tit Super and Tampar were toleran to CMV, Cilibangi 4

was

toleran to ChiVMV, whereas Tit Super was toleran to mix inoculation of CMV and ChiVMV.

Seed germination was significantly improved by PGPR. Eight days after sowing the percentage of seed germination of PGPR - treated seed reached 50-84%; whereas those of untreated seed only reached 18%. In general, PGPR treatment was significantly reduced the effect of virus infection on plant growth. In term of maintaining fruit weight, two isolates of PGPR performed well, i.e isolate BPT2H and BPT3G. The isolates can maintain fruit weight although virus is in high concentration. Based on ELISA it was also evidenced that PGPR was able to inhibit the disease incidence. Therefore, PGPR treatment is very promising to be applied as alternative strategies to control viral diseases on chillipepper.

(7)

VII

CUCUMBER MOSAIC VIRUS

DAN

CHILLI VEINAL MOTTLE

VIRUS:

KARAKTERISASI ISOLAT CABAl DAN STRATEGI

PENGENDALIANNYA

MUHAMMAD TAUFIK

Disertasi

Sebagai salah satu syarat uDtuk memperoleh gelar

Doktorpada

Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Vlll

Judu] Penelitian : Cucumber mosaic ... irus dan chilli veinal motile virus: Karakterisasi Isolat Cabai dan Strategi Pengendaliannya

Nama : Muhammad Taufik

NomorPokok

: A426010081

f'rogram Studi : Entomoiogi dan Fitopatologi, Pascasarjana IPB

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Jr. Sri Hendrastuti Hidayat. M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Sientje Mandang Sumaraw Anggota

Ketua Program Studi

Entomologi dan Fitopatologi

Tanggal Ujian: 13 Juli 2005

Dr.

Ir. Gede Suastika. M.Sc.

Anggota

セ@

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati. MS.

Anggota

セ[・ォHIャ。ィ@

Pascasarjana

セセセ。ヲイゥGャ。@

Manuwoto, M.Sc.

(9)

PRAKATA

Puji ,yukur ke hadapan Allah SWT alas rakhmat dan karunia-Nya ,ebinga penelitian yang berjudul: "Cucumber mosaic virus dan chilli veinal mol/Ie virus:

Karakterisasi isolat virus dan strategi pengendaliannya" dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan rasa terimakasih yang talc terhingga kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc., Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc., Prof Dr. Ir. Sientje Mandang Sumaraw, dan Dr.

Jr.

8riani Sujiprihati, MS, atas segala kesabaran, bimbingan, pengkayaan wawasan, kritik, saran, serta dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam terselesaikannya penulisan disertasi ini.

Terimakasih pula saya sampaikan pada Dr. Ir. Widodo, M.Sc yang telah memherikan masukan mulai pada ujian Prelim dan Tertutup. Dr. Surnamo, M.Sc. (mantan Direktur lenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta) dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. yang telah memberikan koreksi dan saran sehingga melengkapi penulisan disertasi ini.

Ueapan terimakasih juga disampaikan kepada Rektor dan Direktur Program Paseasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program doktor di IPB; Rektor Universitas Haluoleo dan dセォ。ョ@

Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo yang telah memberi ijin untuk mengikuti program doktor di IPB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional melalui BPPS Dikti yang telah memberikan dukungan dana untuk mengikuti program doktor.

Kepada teman-teman Laboratorium Virologi mbak Eliza, Ida, Tuti, mas Supri, pak Irwan dan pak Edi yang telah banyak memberi bantuan ,elama penelitian dan penulisan disertasi ini, begitupula kepada sahabat-sahabat saya Andi Khaeruni, Lisnawita dan Hiasinta J Matulo atas kerjasama selama ini penulis ueapkan banyak terimakasih.

(10)

x

semua itu penulis ucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT selalu

memberi ampunan dan maghfirah-NY A, Amieo.

Kepada yang tercinta ayah dan ibu mertua, Hj. Andi Asiah dan H. Andi Altin penulis ucapkan terimakasih atas doa dan kasih sayangnya. Kepada kakanda Sukmawaty SE, serta adik-adik Rahmat SH dan keluarga, Ir. Syamsurijal dan keluarga, Nurwanita ST dan keiuarga, Muammar ST dan keluarga, Muslihul SE yang telah banyak membantu doa dan materi selama menempuh pendidikan di Bogor. Ucapan terimaksih pula kepada kakak ipar Drs. Andi Awaluddin dan adik ipar Andi Asrial Allin dan Andi Aswin Allin yang telah banyak membantu memperhatikan anak-anak saya selama ini.

Yang tersayang kedua putriku, Tasyah Karnilah Taufik dan Aulika Nabilah Taufik atas kesabaran, pengertian dan segenap pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Suara tawa, cerita dan komentar-komentar ananda di telepon memicu semangat ayah untuk bertahan menyelesaikan studi yang berat ini. Kepada yang tersayang istriku Andi Astuty. SP, saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga atas dca, kasih sayang, ォ・ウ・エゥセ@ dan dorongan semangat selama ini. Selama ini adinda dengan seorang diri mengurus, mendidik dan mengantar anak-anak ke sekolah sementara adinda juga barns bekerja sebagai staf Bappeda Maros, Sulawesi Selatan.

T erakhir ucapan terimakasih kepada keluarga di Jakarta khususnya Drs. H. Dahlan Husain yang telah memberikan dorongan mori! dan bantuan selama ananda di Bogor. Begitu pula kepada H. Nur Mahmud (ahnarhum) yang telah mendidik ananda selama di Enrekang.

Semoga hasil penelitian ini bennanfaat untuk kepentingan umat manusia dan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2005

(11)

Xl

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkajene, Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal

24 Juli 1968

dari

lbu Hj. Suhaenah

dan

Bapak Drs. H. Muhay_ Nurdin, dan

merupakan anak kedua dari

tujuh

bersaudara. Penulis menikah dengan

Andi Astuly, SP

dan

dikaruniai dua orang putri yaitu Tasyah Karnilah Taufik

(5th)

dan

Aulika Nabilah Taufik (4th).

Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di Enrekang, Sulawesi

Selatan dan pada tahun 1987 diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian

Universitas Hasanuddin, Makassar. Tabun 1991 penulis memperoleh geiar

Srujana Pertanian (Ir.), sedangkan gelar Magister Sains (M.Si.) diperoleh pada

tabun 2000 di Program Studi Entomologi

dan

Fitopatologi, pada program

pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mulai tahun 2001 penulis mengikuti

Program Doktor (S3) di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi, Sekolah

Pascasarjana IPB.

Pada tahun 1992 sampai 1995 bekerja sebagai staf teknis (PT Supin Raya,

Makassar) pada Proyek Pengembangan Wilayah Khusus (P2WK), Dinas

Perkebunan Provinsi Sulawesi Se1atan. Sejak tahun 1996 sampai saat

ini

penulis

bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi limn Hama

dan

Penyakit
(12)

XIl

DAFTARISI

Halaman DAFTAR TABEL ... Xlii

DAFTARGAMBAR... XV

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ... . Tujuan Penelitian ... .

Hipotesis Penelitian ... .

n.

TINJAUAN PUSTAKA

I 5 5

Pentingnya Tanaman Cabai ... 7

Hama dan Penyakit Tanarnan Cabai... 9

Biologi, Ekologi dan Gejala CMV ... 10

Biologi, Ekologi dan Gejala ChiVMV ... II Deteksi

dan

Karakterisasi Virus ... ... 12

Ketahanan Tanaman ... 13

!1l SURVEI LAPANG DAN KOLEKSI ISOLAT CMV DAN ChiVMV Abstrak Abstract Pendahuluan... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 17

Tujuan Penelitian... 18

Baban dan Metode ... ... 19

Hasil... 22

Pembabasan ... 28

(13)

Xlll

IV DETEKSI DAN KARAKTERISASI ISOLAT CMV DAN ChiVMV

BERDASARKAN !NANG DIFERENSIAL, RT-PCR, UNTAI GANDA RNA DAN PURIFIKASI

Abstrak

Abstract

Pendahuluan." .... " ... """." .... " " .. " ... """"""."" ... ".... 31

Tujuan Penelitian ...

33

Bahan dan Metode ... "... 34

Hasil... 41

Pembahasan ... 48

Simpulan dan Saran ... 53

V KAJIAN KET AHANAN BEBERAPA KUL TIV AR CABAl TERHADAP CMV DAN ChiVMV Abstrak Abstract Pendahuluan ... "... 54

Tujuan Penelitian ...

55

Bahan dan Metode ... ... ... ... ... ... 56

Hasil... . 59

Pembabasan ... 70

Simpulan dan Saran ... 74

VI UJI BEBERAPA ISOLAT PGPR (PLANT GROWTH PROMOTING

RHIZOBACTERIA) UNTUK PROTEKSI TANAMAN CABAl

TERHADAP INFEKSI CMV DAN ChiVMV Abstrak

Abstract

PendabuJuan ... .

Tujuan Penelitian ... .

Bahan dan Metode ... . Hasil... ... . Pembahasan ... .

Simpulan dan Saran ... .

(14)

VII EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA KULTIV AR CABAl TERHADAP CMV DAN ChiVMV Dl LAPANG

Abstrak

Abstract

XIV

Pendahuluan...

94

Tujuan Penelitian... 95

Bahan dan

Metode ... ....

96

Hasil...

98

Pembahasan ...

102

SimpulandanSaran ...

106

Vlll PEMBAHASAN UMUM ... 107

IX SIMPULAN UMUM ... 113

DAFTARPUSTAKA ... 114

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Produksi cabai nasional pada setiap provinsi... 8 3.1. Kejadian penyakit CMV dan ChiVMV dengan uji ELISA

di beberapa lokasi pertanaman cabai... ... ... ... ... 23 3.2. Sampel tanaman yang terinfeksi oleh CMV,

ChiVMV dan virus lain ... 24 3.3. Koleksi isolat CMV dan ChiVMV yang akan

digunakan dalaIn penelitian... ... ... ... ... ... ... 25 4.1. Respon beberapa inang diferensial terhadap empat isolat CMV ... 41 4.2. Respon beberapa inang diferensial terhadap tiga isolat ChiVMV... 42 4.3. Masa inkubasi tercepat isolat CMV dan ChiVMV pada beberapa

inang

diferensial...

43

5.1. Pengelompokkan tipe ketahanan tanaman berdasarkan reaksi

terhadap infeksi CMV dan ChiVMV ... 58 5.2. Kejadian penyakitdan macam gejala akibat inokulasi CMV

pada sembilan kultivar cabai yang diuji ... 59 5.3. Kejadian penyakit dan macam gejala akibat inokulasi ChiVMV

pada sembilan kultivar cabai yang diuji ... 60 5.4. Kejadian penyakit dan macam gejala akibat inokulasi CMV dan

ChiVMV pada sembilan kultivar cabai yang diuji... 61 5.5. Pengarub inokulasi CMV dan ChiVMV terhadap

persen penghambatan tinggi tanaman ... 64 5.6. Persentase penghambatanjumlah cabang pada sembilan

kultivar cabai yang diinokulasi dengan

CMV dan ChiVMV ... 66

5.7.

Persen pengurangan

basil

inokulasi CMV dan ChiVMV terhadap total

bobot buah/tanaman ... 67 5.8. Tipe ketahanan sembilan kultivar cabai merah terhadap

inokulasi CMV ... ' 68 5.9. Tipe ketahenan sembilan kultivar cabai merah terhadap

(16)

XVI

5.10. Tipe ketahanan sembilan kultivar cabai merah terhadap

inokulasi campuran CMV dan ChiVMV ... 69 6.1. Koleksi isolat PGPR yang digunakan untuk menginduksi ketahanan

tanaman cabai kultivar Tit Segitiga... ... 77 6.2. Persentase perkecambahan benih cabai kultivar Tit Segitiga

setelab perlakuan PGPR... 81 6.3. Rata-rata nilai absorban dan kejadian penyakit tanaman cabai

Tit Segitiga ... 87 6.4. Konsentrasi asam salisilat dengan analisis HPLC

dan

aktivitas enzim

peroksidase. ... ... ... ... ... 88 7.1. Keragaan kuItivar Tampar, Cilibangi 5, Keriting Taro,

Tit Super dan Pelita di lapang yang terinfeksi

(17)

XVll

DAFfAR GAMBAR

Halaman 1.1. Alur penelitian: cucumber mosaic virus

dan

chilli veinal mottle virus: Karakterisasi Isolat Cabai dan

Strategi Pengendaliannya ... 6

3.1. Lokasi pengambilan beberapa sampel tanaman cabai sakit. Pertanaman cabai di Brebes, Jawa Tengab (A dan B).

Cikabayan, Jawa Barat (C), dan Cipanas, Jawa Barat (D)... 26 3.2. Gejala CMV dan ChiVMV pada tanaman perbanyakan virus. Isolat

CMV asal Cimangkok (A), isolat CMV asal Segunung (B), isolat CMV asal Jember (C), isolat CMV asal Malang (D), isolat ChiVMV

asal Sumatera Barat (E), isolat ChiVMV asal Cikabayan (F)... 27 4.1. Hasil amplifikasi RT-PCR isolat CMV asal Cimangkok

menggunakan primer CMV-F dan CMV-R (I dan 2)

dan

Marker (M)... 44 4.2 Hasil amplifikasi RT-PCR isolat ChiVMV asal Cikabayan

menggunakan primer CMV-F dan CMV-R ( 1 dan 4), tanaman

sehat (2), bufer (3) dan marker IOObp (M) ... 44 4.3. Hasil visualisasi elektroforesis ekstraksi dsRNa dari daun

tembakau terinfeksi CMV asal Cimangkok (1), CMV asal

Segunung (2), ekstraksi dari daun cabai terinfeksi ChiVMV (3) ...45 4.4. Zona virus murni CMV (kiri) dan ChiVMV (kanan) setelab

ultrasentrifugasi dengan sesium sulfat ... 45

4.5. HasH analisis protein selubung isolat CMV asal Cimangkok secara SDS-PAGE. Marker (M), tanaman sebat (1), tanarnan terinfeksi CMV asal Cimangkok (2), basil purifikasi CMV

asal Cimangkok (3 dan 4) ... 46 4.6. Hasil analisis protein selubung isolat ChiVMV asal Cikabayan

secara SDS-PAGE. Marker (M), tanaman sebat (I), tanaman terinfeksi ChiVMV asal Cikabayan (2), basil purifikasi ChiVMV

asalCikabayan(3 dan4) ... 47 4.7. Hasil.pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap siapan virus

munn... 47

5.1. Respon gejala akibat inokulasi CMV (A dan B), inokulasi ChiVMV (C dan D) dan inokulasi campuran CMV dan

(18)

6.1. Respon pertumbuhan tanaman cabai yang diberi PGPR dan tanpa PGPR. I). Tanpa PGPR dan inokulasi ChiVMV; 2). Tanpa PGPR dan inokulasi CMV; 3). PGPR dan tanpa inokulasi virus;

4). PGPR dan inokulasi CMV; 5). PGPR dan inokulasi ChiVMV;

XVlll

6) tanpa PGPR dan inokulasi virus ... ... ... ... .... .... 82

6.2. Rata-rata tinggi tanaman HnセUᄆ@ Std.Dev.) pada I minggu setelab inokulasi (MSI) dan 4 MSJ yang diberi perlakuan beberapa isolat PGPR dan inokulasi CMV. KI: tanpa PGPR tetapi diinokulasi dengan virus. KO: kontrol

(tanpa PGPR dan tanpa inokulasi virus). Perbedaan huruf menunjukkan beda nyata berdasarkan

DMR T pada taraf nyata 5 %. ... ... 83 6.3. Rata-rata tinggi tanaman HnセUᄆ@ Std.Dev.) pada I minggu

setelab inokulasi (MSJ) dan 4 MSI yang diberi perlakuan

beberapa isolat PGPR dan inokulasi ChiVMV. KI: tanpa PGPR tetapi diinokulasi dengan virus. KO: kontrol

(tanpa PGPR dan tanpa inokulasi virus). Perbedaan huruf menunjukkan beda nyata berdasarkan

DMRT pada taraf nyata 5 %. ... 84 6.4. Pengaruh infeksi CMV dan ChiVMV terhadap jumlab

cabang tanaman cabai HnセUᄆ@ Std.Dev.) yang telab diberi perlakuan beberapa isolat PGPR. K I: tanpa PGPR tetapi diinokulasi dengan virus. KO: kontrol

(tanpa PGPR dan tanpa inokulasi virus). Perbedaan huruf

menunjukkan heda nyata berdasarkan DMRT pada tarafnyata 5 %.

Data ditransformasi dengan

vx. ...

85

6.5. Pengarub infeksi CMV dan ChiVMV terhadap hobot buab cabai HnセUᄆ@ Std.Dev.) yang telab diberi perlakuan PGPR. K 1: tanpa PGPR tetapi diinokulasi dengan virus. KO: kontrol (tanpa PGPR dan tanpa inokulasi virus). Perbedaan huruf

menunjukkan beda nyata berdasarkan DMRT pada tarafnyata 5 %.

Data ditransformasi dengan Vx+O.5. ... 86

7.1. Gejala infeksi ChiVMV pada tanaman cabai kultivar Tit Super (A) dan kultivar Cilibangi 5 (B), gejala infeksi CMV pada tanaman cabai kultivar Cilibangi 5 (C) dan kultivar Tit Super (D). Tanaman cabai kultivar Tampar (E) dan Pelita (F) yang hebas

dari infeksi CMV dan ChiVMV... 99 7.2. Rata-rata kejadian penyakit berdasarkan uji DAS-ELISA pada

lima kultivar cabai umur dua bulan di kebun percobaan Cikabayan ... 100 7.3. Rata-rata kejadian penyakit berdasarkan uji DAS-ELISA pada lima

kultivar cabai umur tiga bulan setelah tanam di kebun

(19)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cabai merab (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas

penting hortikultura di Indonesia. Menurut data Direktorat lenderal Bina Produksi

Hortikultura luas panen cabai merupakan luas panen terbesar diantara tanaman

sayuran lainnya yaitu berturut-turut 150.598 ribu ha untuk tabun 2002 dan 176.264 ribu ha untuk tahun 2003. Tanaman tersebut ditanam di seluruh provinsi

di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis yang cukup baik sehingga mendapat

prioritas untuk dikembangkan (Biro Pusat Statistik 1996; DBPH 2004).

Cabai merupakan komponen penting dalam resep masakan Indonesia

karena membentuk rasa dan aroma masakan

dan mengandung sejumlah kalori,

protein,

dan

vitamin, selain mempunyai rasa pedas yang dapat menambah selera

makan. Rasa dan komposisi kimiawi buah cabai baik yang berwama merah

maupun warna lainnya, beragam menurut varietas tanaman, kondisi pertumbuhan

tanaman, derajat kematangan buah dan cara pengelolaarulY8. Rata-rata setiap

1,80 g buah cabai merah mengandung 23,958 kJ energi, 0,145 g air, 0,216 g protein, 0,059 g asam lemak dan 1,019 g karbohidrat. Selain itu terkandung pula sejumlah kaisium (2,664 mg), fosfor (5,274 mg), besi (0,140 mg), serta vitamin-vitamin seperri vitamin-vitamin A (748,980 JU), B6 (0,037 mg) dan C (1,375 mg) (Indian Institute of Spices Research 2004).

Mengingat kegunaannya dalam menu makanan, stimulan, antiseptik dan

bahan obat-obatan menjadikan cabai sebagai salah satu komoditas perdagangan,

sehingga produktivitasnya harus tetap tetjaga. Produksi cabai di Indonesia masih

sangat rendah apahila dibandingkan dengan potensi produksi yang dapat mencapai

10 tonlha atau sekitar 0,5 - I kg/tanaman (Suwandi et of. 1989). Secara umum produksi nasional cabai dari tabun 1999 sampai tabun 2002 mengalami penurunan yaitu 1.007.726 ton (1999), 727.747 ton (2000), 580.464 ton (2001), dan 635.089 ton (2002). Faktor penyebab turunnya produksi cabai secara nasional diantaranya disebabkan berl<urangnya luas panen. Selain itu rendahnya produksi cabai nasional juga diakibatkan oleh adanya ganggnan hama dan penyakit (Duriat

(20)

2

parvis pinus

Kamy), tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks), kutudaun

(Myzus persicae Sulz. dan Aphis gossypii)(Rubatzky dan Yamaguchi 1997).

Berdasarkan data kumulalif luas serangan OPT pada tanaman cabai (Ditlinhorti 2004) patogen yang banyak menyerang pertanaman cabai adalab C.

gloeosporioides Penz atau Co//elolrichum capsici Sydow, atau lebih dikenal

sebagai penyebab penyakit antraknosa, patogen virus (virus keriting

dan kwring),

Pseudomonas solanacearum E.F. Smith sebagai penyebab layu bakteri yang

sekarang dikenal dengan nama

Ralstonia soianacearum

(E.F. Smith) (Yabuuchi

et af.

1995),

Fusarium oxysporum

Snyder

&

Hausen atau dikenal dengan penyakit

layu fusarium,

dan

Phytophthora capsid

Leoman atau penyakit busuk

phytophthora. Hasil beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa virus utama

yang menyerang tanaman cabai adalah cucumber mosaic virus (CMV) dan chilli

veinal mottle virus (ChiVMV) (Dolores 1996; Sulyo et al. 1995; Duriat et al.

1996; Chiemsombat dan Kittipakom 1996).

Dolores (1996) melaporkan bahwa CMV, ChiVMV,

tobacco etch virus

(TEV), pepper mottle virus (PeMV) dan lomato spotted wilt virus (TSWV) adalab

virus-virus yang menginfeksi pertanaman cabai di Philipina. Yoon (1987)

melaporkan babwa CMV dan ChiVMV adalab dua virus utama dari lima virus

yang umum menginfeksi pertanaman cabai di Asia. Berdasarkan uji ELISA,

beberapa virus dilaporkan telah menginfeksi cabai di Indonesia diantaranya CMV,

ChiVMV, pOlalo virus Y (pVY), TEV, alfalfa mosaic virus (AMV) dan lomato

mosaic virus (ToMV) (Sulyo el al. 1995). Lebih lanjut dijelaskan babwa

ChiVMV, CMV dan PVY sebagai virus utama yang menyerang pertanaman

cabai di Asia Tenggara (Duriat

et al. 1995).

Infeksi CMV dan ChiVMV menjadi penling karena kerugian yang ditimbulkarmya cukup besar. Ong dan Ting (1977 dalam Ong 1995) melaporkan

bahwa kerugian karena infeksi CMV dapat mencapai 75%. Di Malaysia, ChiVMV

dapat mereduksi hasil sarnpai 60% dan menurunkan kualitas buah (Ong 1995). Di

Indonesia, infeksi CMV dapat menyebabkan kerugian hasil panen pada tujuh

(21)

Petani di Indonesia melakukan pengendalian penyakit tumbuhan melalui

penggunaan pestisida termasuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh

CMV dan ChiVMV. Mereka masib sangat bergantung pada penggunaan insektisida untuk menekan populasi serangga vektomya bahkan dengan frekuensi

dan

dosis penyemprotan yang melebihi anjuran. Pemakaian pestisida secara

liberal dapat mengurangi populasi serangga yang berguna

dan

dapat memberikan

dampak negatif terhadap lingkungan. Hal tersebut disebabkan serangga vektor

mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, perkembangan populasi yang sangat

cepat,

dan

didukung oleh cara penularan secara nonpersisten (Zehnder et al.

2001).

8eberapa faktor yang menyebabkan sulitnya pengendalian CMV

dan

ChiVMV adalab (I) Tanaman yang telab terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV tidak dapat disembuhkan

dan

dapat menjadi swober inokulwo untuk tanaman di

sekitarnya; (2) CMV mempunyai kisaran inang yang sangat luas, lebib dan 800 spesies dari

85

famili tanaman monokotil dan dikotil (palukaitis et al. 1992),

sedangkan ChiVMV dilaporkan dapat menginfeksi 48 spesies tanaman dari

sebelas famili tennasuk Capsicum annum, C. jrustescens, Datura, Lycopersicun

esculantum, Nicotiana glutinosa, N. tabacum, Petunia hybrida,

dan

Physalis

f/oridana

(Siriwong

el aZ.

1995); (3) CMV dan ChiVMV dapa! ditularkan secara nonpersisten oleh lebih dari 75 spesies kutudaun. Strategi pengendalian dengan

sanitasi dan pengendalian serangga vektor dengan insektisida dilaporkan tidak

efektif; (4) CMV dan ChiVMV memiliki keragaman genetik yang tinggi yang ditunjukkan oleh banyaknya strain virus tersebut yang dapat menimbulkan gejala

atau keparaban penyakit yang berbeda-beda (palukaitis

el aZ. 1992).

Untuk meminimalisasi penggunaan insektisida maka diperlukan altematif

pengendalian. Penggunaan kultivar toleran disertai perlakuan benih cabai tersebut

dengan PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria) perlu diteliti sebagai

altematif pengendalian. Penggunaan kultivar tahan apabila tersedia merupakan

strategi pengendalian yang efektif untuk mengurangi kehilangan

hasH

yang

disebabkan eleh infeksi virus. Keuntungan utama penanaman kultivar tahan

(22)

4

sehingga dapat dikombinasikan dengan metode pengendalian lain seperti

biokontrol atau dengan pestisida sekalipun.

Evaluasi ketahanan beberapa galur cabai lerhadap CMV lelab beberapa

kali dilakukan oleh Balai Penelitian Sayuran, Lembang, dengan menggunakan

beberapa strain CMV lokal yang lelab berhasil diisolasi (Durial el al. 1995; Sulyo

et al. 1996), sedangkan evaluasi ketahanan kultivar-kultivar cabai terhadap

ChiVMV belum banyak dilakukan. Hingga saal ini belum diperoleh kultivar yang

tahan

terhadap CMV, selain itu CMV mempunyai kemampuan untuk membentuk.

strain baru yang dapat mematahkan ketahanan kultivar-kultivar yang banyak

digunakan oleh

petani.

Oleh karena

itu

evaluasi ketahanan terhadap kedua virus

tetap penting untuk dilakukan sebagai salah satu tahap awal pencarian sumber

ketahanan terhadap virus.

Penggunaan PGPR sebagai agens hayati untuk mengendalikan penyakit

yang disebabkan oleh virus tumbuhan belum banyak dipraktekkan di Indonesia.

Berbagai artikel ilmiah dari luar negeri menunjukkan potensi penggunaan PGPR

untuk mengendalikan berbagai jenis penyakit (Raupach

et al.

1996; Murphy

et al.

2000; Zehnder ef al. 2001). Perlakuan PGPR pada benih cabai dan saal pindab

tanarn ke lapang secara umum dapat meningkatkan jumlah daun, tinggi

dan hasil

tanarnan (Tuzun dan Kloepper 1994; Cook el

at.

2002). Aplikasi PGPR

diharapkan dapat menginduksi ketahanan tanaman (Raupach

et al.1996;

Zehnder

et al.

2001; Van Loon

et al.

1997), sehingga cabai yang sebelumnya bersifat

toleran mungkin akan menjadi lebih

tahan.

Se1ain dapat menginduksi ketahanan

PGPR dapat mengkolonisasi akar secara efektif sehingga bersifat sebagai

kompetitor bagi organisme pengganggu lain yaitu melalui mekanisme antibiosis,

kompelisi nutrisi dan enzimalik (Van Loon el

at.

1997; Haas dan Keel 1997).

Penggunaan kultivar cabai yang toleran atau tahan

dan perlakuan PGPR apabila

efektif diperkirakan memberikan harapan yang besar unluk digunakan di dalarn

strategi pengendalian penyakit yang terpadu dalam sistem pertanian yang

(23)

5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk I) Mengetahui tingkat serangan CMV dan ChiVMV di daerah sentra pertanaman cabai, 2) Mengumpulkan dan melakukan isolasi CMV dan ChiVMV dari tanaman cabai yang terinfeksi, 3)

Mempeiajari karakter isolat CMV dan ChiVMV berdasarkan inang diferensial

dan

deteksi dengan reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-peR),

double strand RNA (dsRNA), dan purifikasi virus, 4) Mempelajari respon

berbagai kultivar cabai terhadap infeksi CMV dan ChiVMV, 5) Mempelajari pengaruh aplikasi PGPR pada benih cabai terhadap respon ketahanan kultivar

yang diinokulasi CMV dan ChiVMV, 6) Mempelajari respon kultivar cabai toleran terhadap infeksi CMV dan ChiVMV di lapang.

Strategi Penelitian

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, strategi penelitian yang ditempuh

adalah meliputi tahapan penelitian sebagai berikut: I) Survei dan koleksi isolat

CMV dan ChiVMV ; 2) Kajian keragarnan isolat CMV dan ChiVMV berdasarkan inang diferensial dan deteksi dengan reverse transcriptase-poiymerase chain

reaction (RT-PCR), double stranded-RNA (dsRNA) dan purifikasi; 3) Evaluasi ketahanan beberapa kultivar cabai terhadap infeksi CMV dan ChiVMV; 4) Uji

beberapa isolat PGPR (plant growth promoting rhizobacleria) untuk proteksi

tanarnan cabai terhadap infeksi CMV dan ChiVMV; 5) Evaluasi ketahanan

kultivar cabai toleran terhadap infeksi CMV dan ChiVMV. Skema alur penelitian

ini

disajikan pada Gambar 1.1.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan kejadian penyakit pada lokasi yang berbeda.

2. Terdapat beberapa isolat CMV dan ChiVMV yang berbeda.

3. Kultivar cabai yang diuji terhadap isolat CMV

dan

ChiVMV memiliki

respon ketahanan yang berbeda-beda.

4. Aplikasi PGPR dapat me:Iingkatkan ketahanan tanarnan cahai terhadap infeksi CMV dan ChiVMV.

5. Hasil evaluasi ketahanan kultivar di lapang konsisten dengan hasil

(24)

Koleksi sampeJ cabai sakit dari

Diagnosis CMV dao ChiVMV lapang di Cipanas (Jawa Barat),

r-

dengan ELISA dilanjutkao dengao

Brebes (Jawa Tengab) dan isolasi CMV dao ChiVMV

Gowa (Sulawesi Selatan)

---Hasil: isolat CMV dao Chi VMV

yang bebas dari virus lain

l

Teknik

deteksi dengan

RT-PCR, dsRNA dao

purifikasi

dan

kajian keragaman isolat CMV

dan

ChiVMV berdasarkan inang diferensial.

---Hasil: isolat dengan karakteristik gejala dao

virulensi yang berbeda-beda

Kajian ketahanan kultivar cabai terhadap CMV

danChiVMV.

---Hasil: Kultivar cabai yang menunjukkan respon tahan, toleran dan rentan terhadap virus.

Evaluasi efektivitas beberapa

isolat PGPR terhadap inokulasi

CMV dao ChiVMV pada kultivar cabai rentan.

Hasil: Kultivar cabai yang memberikan respon toleran terhadap CMV dao ChiVMV

I

1

Evaluasi kultivar cabai terhadap

CMV dao ChiVMV di lapang Hasil : Kultivar cabai yang menunjukkan respen toleran terhadap infeksi CMV dao

ChiVMV secara alami

6

[image:24.555.52.472.52.733.2]
(25)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pentingnya Tanaman Cabai

Cabai merah pertaIna kali dibudidayakan di Meksiko dan Amerika Tengah, berasal dari spesies liar 'Chiltepin' (Capsicum annuum var. aviculare).

C. annuum adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan merupakan spesies

yang bemilai ekonomi penting dari genus Capsicum, yang meliputi tipe buah manis hingga sangat pedas (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Di Indonesia, tanaman cabai telah lama diusahakan oleh

petani

sebagai usaha budidaya yang bersifat komersial, yaitu dicirikan oleh sebagian besar atau seluruh hasil produksinya ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar. Karakteristik pengembangan produk. yang dimiliki oleh cabai merah ditujukan untuk memenuhi permintaan rumah tangga dan industri pengolahan, baik di pasar domestik maupun ekspor (Adiyoga dan Soetiarso 1995).

Produksi cabai di Indonesia masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang dapat mencapai 10 tonlha (Suwandi et aJ. 1989).

(26)

8

Produksi cabai beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2003 sangat

beragam (TabeI2.1).

Tabel 2.1 Produksi cabai besar nasional

pada

setiap provinsi

NO.

Provinsi

Produksi (ton)

I

Jawa Barat

196.481

2

Jawa Timur

82.719

3

Jawa Tengab

97.243

4

Bengkulu

31.348

5

Sumatera Utara

128.991

6 Surnatera Barat 46.928

8

Jarnbi

40.272

9

Bali

16.289

10

NusaTenggaraBarat

2.179

11

Sulawesi Utara

2.201

12

Sulawesi Selatan

28.120

13

Kalimantan Timur

2.235

14

Kalimantan Selatan

3.626

15

Papua

5.302

Sumber: Direktorat lenderal Bina Produksi Hortikultura 2004

Morfologi Tanaman Cabai

Tanaman cabai (c. annuum) termasuk tanaman semusim berbentuk perdu

atau setengah perdu yang sistem perakarannya agak menyebar, batang utama

tumbuh tegak dan pangkalnya berkayu. Daunnya tumbuh seeara tunggal dengan

bentuk yang sangat bervariasi yaitu dari lancip sampai bulat telur dan ujungnya

runcing. Warna daun hijau kelam sampai keunguan, tetapi ada pula jenis cahai

kecil yang daunnya berwama hijau kekuningan (DBPH 2001).

Tanaman cabai mempunyai sistem perakaran yang dangkal dan menyebar

hingga satu meter. Struktur perakaran diawali

dari

akar tunggang yang sangat

kuat, selanjutnya diikuti oleh akar lateral yang bercabang-cabang ke samping

dengan akar-akar rambu!. Cabai memiliki batang utarna yang agak tegak, berkayu

dan bereabang banyak dengan tinggi tanarnan 45 -

150 em. Adapun tipe

pereabangannya adalab tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda

tergantung spesiesnya (Purseglove et al. 1981).

Tipe percabangan tanaman cabai menurut Nonnecke (1989) dapat

(27)

9

daun sembilan sampai sebelas helai, maka akan tumbuh cabang tunggal yang menghasilkan bunga. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai daun berbentuk lanset hingga bulat telur, berwama bijau atau bijau tua. Dari ketiak daUD yang teratas juga tumbuh cabang yang menghasilkan bunga. Tipe pertumbuhan ini akan berlangsung selama periode pertumbuhan hingga munculnya bunga.

Tanaman cabai berbunga hennaprodit, herdiri tegak tunggal atau berkelompok pada ketiak claun. Tiap bunga mempunyai 5 daun buah, 5 sampai 6 mahkota yang berwarna putih atau ungu bergantung pada varietas atau spesiesnya. Bunga cabai mempunyai sebuah putik dengan kepala bulat dan benang sari yang terdiri atas 5 sampai 6 buah dengan kepala sari berbentuk lonjong. Pada tanaman cabai, penyerbukan sendiri lebih umum terjadi

dan

kadang-kadang terjadi penyerbukan silang. Dilaporkan juga bahwa penyerbukan silang seeara alami dapat teIjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar 7,6 -36,8% dan rata-rata 16,5%. Ukuran, bentuk dan wama buah cabai sangat bervariasi tergantung varielasnya (DBPH 2001, Greenleaf 1986).

Hama dan Penyakit Tanaman Cabai

(28)

10

Biologi, Ekologi dan Gejala CMV

Partikel cucumovirus adalah isometrik, kira-kira berdiameter 29 nm. Genom terdiri atas tiga molekul ssRNAs dengan ukuran berturut-twut 3,4, 3,1, dan 2,2 kb. SeiaiD itujuga memiliki ssRNA ke eropat dengan ukuran 1,0 kb yang berfungsi mengkode pembentukan selubung protein virus, serta tidak mengandung lipid atau karbohidrat (Agrios 1997). CMV dapat dibagi ke dalaro 2 subgroup I dan II herdasarkan karakter serologi dan sekuen asam nukIeat (Palukaitis ef al. 1992). Matthews (1991) meneatat babwa CMV akan mudab rusak dalam larutan garam klorit dan sodium dodesil sulfat (SDS), partikel peka terhadap ribonuklease, dan kadang-kadang kristal virus ditemukan dalam vakuola.

Cucumber mosaic virus

dapat menampakkan berbagai macam gejala

bergantung inang dan isolat virus. Gejala CMV diantaranya adalah penghambatan pertwnbuhan, hawar, daun berbentuk kipas, shoestring, bercak cincin, buah mengeras dan nekrosis yang diikuti dengan kematian tanaman, namun gejaia yang umum adalab belang dan mosaik (Hsu ef at. 2000). Pada buab eabai dapat juga menyebabkan terbentuknya bercak-bercak nekrotik kecil yang banyak dan sangat jelas, atou bercak eekung berwarna coklat (Moorman

dan

Woodbridgge 1993).

Kisaran Inang dan Mekanisme Penularan CMV

Cucumber mosaic virus termasuk dalam genus yang mempunyai kisaran

(29)

11

Penularan CMV dapat dilakukan secara mekanik, dan pada beberapa spesies tanaman dapat ditularkan melalui benih (Matthews 1991). Virus ini dapat juga ditularkan melalui serangga vektor utamanya

yaitu

Myzus persicae Sulzer dan Aphis gossypii Glover secara non persisten (Whitam 1974 dolam Greenleaf 1986). Paling tidak 86 spesies kutudaun te1ab di1aporkan sebagai vektor CMV (Edwardson dan Christie 1986 dalam Hobbs et al. 2000). Hobss et al. (2000)

melaporkan bahwa A. fabae subsp. solanella Scopoli, A. gossypii Glover, M

persicae Sulzer, Rhopalosiphum padi Linnaeus dan Sitohion avenae

dapat

menularkan CMV dari gulma yang ada di sekitar pertanaman ke tanaman cahai.

A. gossypii adalah vektor yang paling efisien di dalam kondisi percobaan rumah plastik dan lapangan (Raccab et al. 1985 dalam Escriu et al. 2000). Efektivitas penularan CMV dari tanaman terinfeksi ke tanaman lainnya oleh serangga vektor bergantung pada konsentrasi virus di dalam tanaman terinfeksi (Escriu el al.

2000).

Biologi, Ekologi dan Gejala ChiVMV

Virus ini pertama kali dilaporkan oleh Burnett pada tabun 1947 pada

Capsicum annum di Malaysia. Ong e/ 01. (1979 dalam Ong e/ al. 1995) telah mendeskripsi ChiVMV di Malaysia. Selanjutnya virus ini telah menyebabkan penyakit di banyak negara-negara Asia dimana eabai ditanam seeara komersial. Di Indonesia, keberadaan ChiVMV telah dilaporkan oleh Duriat et al. (1989).

Partikel virus berbentuk batang lentur yang kira-kira panjangnya 750 run dengan diameter kira-kira 12 nm (Ong ef al1979 dalam Ong \995). ChiVMV termasuk di dalam kelompok potyvirus. Kelompok ini tennasuk yang terbanyak diantara virus-virus yang menyerang tanaman yaitu lebih dari 100 anggota yang dimasukkan ke dalarn kelompok ini (Francki et al. 1985 dalam Ong 1995).

(30)

12

kualitasnya menjadi rendah (Ong 1995; Sulyo et al. 1995; Chiemsombat dan Kittipakom 1996).

Kisaran Inang dan Mekanisme Penularan ChiVMV

Beberapa penulis melaporkan tanaman yang dapat menjadi inang bagi ChiVMV diantaranya adalah Nicotiana tabacum, N benthamiana, Physalis minima, P. jloridana, C. annum, C. frutescens, N. g/utinosa, Nicandro physalodes, Solanum me/ongena • dan

S.

aethiopicum (Womdim et al. 2001).

ChiVMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanik, penyambungan dan serangga vektar seperti A. craccivora, A. gossypii, A. spiraeco!a, M persicae, Toxoptera citricidus, Hysteroneura setariae dan R. maydis seeara non persisten, tetapi tidak dapat ditularkan melalui biji (Ong et al. 1979). Infeksi ChiVMV pada tanaman cabai teIjadi seeara sistemik pada seluruh fase pertumbuhan tanaman (Anonim 2002).

Deteksi dan Karakterisasi Virus

Dewasa ini untuk karakterisasi maupun deteksi VIrus tumbuhan te1ah

banyak menggunakan teknik molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR). F ragmen DNA yang kita inginkan dapat diamplifikasi seeara enzimatik (in vitro)

oleh reaksi PCR (Saiki et al. 1990). Pengujian dengan teknik tersebut memerlukan sepasang primer yang spesifik yang akan menginduksi pembentukan dan perbanyakan rangkaian asam nukleat atau untai DNA tertentu dengan bantuan enzim Taq polymerase dalam mesin PCR atau thermocycler. Proses selanjutnya adalah siklus perbanyakan melalui tahapan denaturasi, penempelan dan pemanjangan primer (Hull 2002; Innis et al. 1990).

Metode PCR memerlukan DNA sebagai sumber amplifikasi (template DNA) sehingga tidak bisa secara langsung diaplikasikan terhadap kebanyakan virus tumbuhan yang bergenom RNA. Oleh karena itu RNA

hams

dikonversi menjadi eDNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase. RT -PCR adalah metode yang sangat sensitif, eepat dan popular untuk mendeteksi virus tanaman tennasuk. anggota genus Cucumovirus (Rizos et aZ. 1992; Choi et aZ. 1999;
(31)

13

Vntai

ganda RNA (dsRNA) dapat dengan mudab ditemukan di dalam jaringan tanaman terinfeksi bersama untai tunggai RNA (ssRNA) ViruS.

Keberadan dsRNA di dalam jaringan tanaman biasanya digunakan untuk mendiagnosis dan mempelajari sifat dan proses infeksi virus (Dodds dan Bar-Joseph 1983; Morris dao Dodds 1979).

Vntai

gaoda yaog diisolasi dari jaringan tanaman terinfeksi virus, kemudian divisualisasi pada

gel agarose

atau

aerylamide yang hasilnya dapat digunakan dengan membandingkan pola pita

virus yang telab diketahui (Dodds ef aJ. 1984).

Serodiagnosis merupakan cara deteksi virus dengan memanfaatkan reaksi antara antigen dan antibodi (Agrios 1997). Metode ini mempunyai banyak keuntungan antara lain cepat, tepat dan dapat digunakan untuk karakterisasi virus serta untuk mengetahui hubungan kekerabatan suatu virus (Hsu et

01.

2000). Salah satu uji serologi adalah enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) yang pertaIna kali dikembangkan oleh Clark dao Adam (1977). Salab satu bahao dasar yang digunakan untuk pengujian seeara serologi adalah tersedianya antibodi. Sebagai langkah awal untuk membuat antibodi adalah melakukan isolasi virus dari inangnya dengan eara purifikasi virus. Metode pemurnian virus sangat tergantung dari sifat dan jenis virusnya (Matthews 1992). Purifikasi CMV telah banyak dilakukan seperti yang telab dilaporkan oleh Hsu ef af. (1989) dan Suastika ef al. (1996), sedaogkan Siriwong ef al. (1995) berhasil melakukao purifikasi ChIVMV isolat CMl. Selain itu hasil purifikasi dapat digunakan untuk analisis selubung protein virus dan pengamatan morfologi virus (Hull 2002).

lnang diferensial atau tanaman indikator merupakan salah satu eara untuk mengkarakterisasi masing-masing isolat berdasarkan kesesuaian pada suatu iuang. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui virulensi masing-masing isolat tersebut. Pada awal perkembangan ilmu virologi penggunaan inang diferensial menjadi salah satu metode yang rutin digunakan untuk mendeteksi dan mengkarakterisasi virus tanaman. Hal ini dilakukan karena gejala penyakit yang dari lapang kadang-kadang meragukan sehingga sulit dilakukan identiftkasi yaog jelas tentang virus yang menyebabkan penyakit tersebut (Hull 2002; Matthews

(32)

14

Ketahanan Tauaman

Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi virus dan penyebaran virus di dalam tanaman (Russel 1981). Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain (Matthews 1991). Goodman

et at.

(\986) mengelompokkan respon tanaman inang terhadap infeksi virus yaitu rentan dan taban. Respon inang yang rentan dicirikan oleh adanya gejala yang jelas dan replikasi virus yang tinggi. Sementara respon inang taban terdiri atas imun. agak tahan. toteran dan hipersensitif. Imun dicirikan oleh tidak adanya gejala dan ketidakmampuan virus untuk bereplikasi. Toleran dicirikan oleh adanya gejala dan replikasi virus namun tidak mempengaruhi kehilangan hasil. Hipersensitif ditunjukkan oleh adanya gejala khas (lesio lokal) sehingga dapal menghambal replikasi virus (Fraser 2000). Untuk mendapatkan kultivar yang tahan terhadap patogen dapat diperoleh dari koleksi plasma nutfah cahai yang selanjutnya dilakukan seleksi atau skrining. Selain

dari

plasma Dutfah sifat tahan juga dapat diperoleh dari varietas komersial, spesies liar sekerabat, spesies lain dalam satu genus, atau genus lain. Hasil seleksi pada koleksi plasma nutfah diperoleh genotipe yang tahan terhadap patogen yang selanjutnya akan dihibridisasi dengan tetua yang mempunyai sifat baik seperti produksi yang tinggi. Untuk memindahkan sifat tahan ke tetua yang mempunyai produksi yang tinggi dapat dilakukan metode back cross atau silang balik selama beberapa kali sehingga diperoleh individu yang mempunyai sifat atau karakter yang tahan terhadap patogen namun memiliki sifat sarna seperti tetua wang

(recurent parents) (Nicks et af. 1993).

(33)

15

berbeda-beda sesuai lokasi dan kondisi di mana pengujian dilakukan (Duriat et of.

1995). Oleh karena itu penelitian tentang ketahanan eabai terhadap CMV dan ChiVMV barns terus-menerus dilakukan.

Ketahanan Terinduksi Tanaman melalui Aplikasi PGPR

Plant growth-promoting rhizobacteria (pGPR) adalah bakteri pengkoloni

akar yang memberi efek menguntungkan terhadap pertumbnhan tanarnan. Ketahanan terinduksi secara sistemik terhadap penyakit tanaman setelah adanya infeksi sebelumnya telah dilapnrkan pada awal abad ke 19 oleh Chester (1933

daTam

Van Loon

et al.

1998). Ketahanan penyakit terinduksi dapat didefinisikan sebagai proses aktivasi ketahanan tanaman secara fisik atau kimia yang dipicu oleh agens biotik (PGPR) atau abiotik (Kloepper ef al. 1992; Pieterse ef al. 1996,

Liu ef at. 1995; Murphy ef al. 2000). Mekanisme PGPR untuk memberi efek antagonis terhadap patogen dapat melalui beberapa cara yaitu: produksi antibiotik, siderofor, senyawa volatil, parasitisme, kompetisi sumber nutrisi dan relung ekologi, serta ketahanan terinduksi (Brimecombe

el al. 2001).

Ketahanan sistemik terinduksi (induced systemic resistance) bergantung pada kolonisasi sistem perakaran oleh PGPR. Kolonisasi oleh PGPR dapat terjadi melalui penyelubungan benih atau penambahan suspensi PGPR ke dalam tanah pada saat pindah tanarn (Kloepper 1996). Cook ef al. (2002) melapnrkan bahwa perlakuan rhizobacteria (Bacillus sp. dan Pseudomonas jluorescens) pada biji gandum cenderung meningkatkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tidak diberi rhizobaeferia. Raupaeh ef al. (1996)

melaporkan bahwa perlakuan benih ketimun dan tomat dengan PGPR menghasilkan induksi ketahanan sistemik terhadap infeksi sistemik CMV. Maurhofer ef al. (1994) meneatat bahwa P. fluoreseens (pGPR) yang diaplikasikan pada akar dapat menginduksi ketahanan tembakau terhadap infeksi

(34)

16

Pertahanan tanaman melawan hama dan penyakit merupakan proses yang bersifat kompleks yang diatur oleh beberapa persenyawaan dengan herat molekul rendah, meliputi asam salisilat (SA), jasmonic acid (IA) dan etilen (Tuzun dan Bent 2000). Salah satu fungsi SA adalah sebagai signal translokasi yang bersifat sistemik dan terlibat di dalam systemic acquired resistance (SAR). Rasmussen el

a/. (1991) menyimpulkan babwa SA adalab suatu signal sekunder yang terutama diinduksi oleh signal translokasi yang dihasilkan pada tempat infeksi awal.

Percobaan dengan menggunakan fenilalanin amonia lyase (PAL) yang telah dilabel menunjukkan adanya akumulasi SA. Peningkatan aktivitas PAL yang ada di dalam petiole daun batang atas dan daW} batang bawah yang diinokulasi, menyimpuIkan bahwa SA disintesis di jaringan pembuluh (Hammerschmidt dan Becker 2000). Coquoz e/ al. (1998) melaparkan lintasan biosintesis untuk membentuk SA dengan prekursor PAL, dengan senyawa antara asam sinamik dan asam benzoik yang mana lintasan ini tidak terjadi pada tanaman sehat.

Keberadaan SA di dalam eksudat fioem mendukung hipotesis bahwa SA ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman untuk: mengaktivasi ekspresi

pathogenesis - related protein (pR-protein) dan selanjutnya membentuk: SAR (Smith-Becker ef af. 1998). Gessler dan Kuc (1982 da/am Oku 1994) berhasil mengisolasi adanya sebuah protein yang mempunyai berat molekul 16.000 kda dari ekstrak daun terinfeksi. Protein ini stabil dalam bufer asam dan tidak dideteksi di dalam ekstrak daun yang rusak atau luka karena perlakuan fisiko Agrios (1997) mencatat bahwa PR protein dapat sangat asam atau sangat basa oleh karena itu menjadi sangat reaktif. Beberapa PR protein yang banyak dikenal seperti PR protein I yaitu P-I,3 glukanase, kitinase, dan lisosim (Agrios 1997, Oku 1994), PR protein 4 seperti thaumatinelike protein, glicine-rich protein,

proteinase inhibitor, dan peroksidase (Agrios 1997; Oku 1994). Chivasa et al.

(35)

III. SURVEI LAPANG DAN KOLEKSI ISOLAT CMV DAN ChiVMV'

ABSTRAK

MUHAMMAD TAUFIK. Survei dan Koleksi Isolat CMV dan ChiVMV. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI IflDAYAT, GEDE SUASTIKA, SIENTJE MANDANG SUMARA W, dan SRIANI SUJIPRIHATI.

Penyakit yang disebabkan oleh virus mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup nyata karena infeksi virus dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman cabai. Dua virus utama yang dapat menimbulkan kerugian hasi I pada tanaman cabai di Indonesia adalah CMV dan ChiVMV. Melalui metode suevei dilakukan penelitian untuk mempelajari kejadian penyakit CMV dan ChiVMV pada beberapa sentra pertanaman cabai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Selama suevei dilakukan pula pengumpulan beberapa isolat lapang CMV dan ChiVMV yang alcan digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

Hasil survei lapang yang dilakukan memperkuat bukti penyebaran CMV dan ChiVMV yang sangat luas. Kedua virus tersebut selalu ditemukan pada setiap pertanaman cabai yang diamati walaupun proporsi kejadian penyakit berbeda·beda untuk setiap tempat. Di daerah Jawa Barat infeksi oleh CMV lebih dominan daripada infeksi oleh ChiVMV, tetapi di daerah Sulawesi Selatan keadaannya berbeda. Empat isolat CMV dan enam isolat ChiVMV dengan keragaman gejala berhasil diperoleh. Isolat-isolat ChiVMV diperbanyak dan dipelihara pada cabai Paprika (Capsicum annuum var. grosum) sedangkan isolat CMV pada Nicotiana tabacum.

I Bagian dari disertasi ini telah dikirimkan dan telah diserujui untuk dipublikasikan di Jumal

(36)

III. SURVEY OF CMV AND CbiVMV INFECTION ON CHILLI PEPPER AND COLLECTION OF VIRUS ISOLATES'

ABSTRACT

MUHAMMAD TAUFIK. Survey of CMV and ChiVMV infection on chilli pepper and collection of virus isolates. Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDA Y A T, GEDE SUASTIKA, SIENTJE MANDANG SUMARAW, and SRIANI SUJlPRIHATI.

Virus infection on chillipepper can cause significant economic and yield loss because it reduces the quality and quantity of fruits per plant. Two most important viral disease of chillipepper in Indonesia are CMV and ChiVMV. A survey was conducted in several chillipepper growing areas in West Java, Central Java, and South Sulawesi to study the disease incidence on chillipepper caused by CMV and ChiVMV. Field isolates of CMV and ChiVMV was collected during the survey which will be used later on for further investigation.

It was evidenced from the survey that CMV and ChiVMV were widely distributed in chillipepper growing area. Both viruses was always found in chillipepper growing area although proportion of disease incidence is different from one place to another. Infection of CMV was more prominent in West Java, whereas in South Sulawesi ChiVMV was more dominant. Different response of different chillipepper cultivars on infection by CMV and ChiVMV was showed by diversity of incubation period of virus, symptoms, and percentage of disease incidence. Four isolates of CMV dan six isolates of ChiVMV with different symptoms was collected. ChiVMV isolates was maintained in Capsicum annum var Grosum whereas CMV was maintained in Nicotiana tabacum

I Part of the disertasi was submited and has been accepted for publication in lournaJ Agrikultura, the

(37)

PENDAHULUAN

Salah

satu penyakit utama tanaman

cabai adalah penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup nyata

karena infeksi virus dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman cabai.

Paling tidak ada 35 macam virus yang dapat menyerang berbagai kultivar cabai

(Green dan Kim 1994). Beberapa virus yang banyak menginfeksi pertanaman

cabai adalah

cucumber mosaic viros

(CMV).

chilli veinal mottle virus

(ChiVMV),

potato virus

Y

(pVY) dan tomato mosaic virus (ToMV) (Duriat et al. 1989).

Chiemsombat dan Kittipakom (1995) meneatat babwa diantara 336 sampel yang

menunjukkan gejala be1ang. gugur daun, nekrosis,

dan bercak klorotik sebanyak

41,2% terinfeksi oleh CMV diikuti oleh ChiVMV (25,0%), lEV (6,8%), TSWV

(5,1 %) dan PeMV (4,2%). Hord

et al

(2001) melaporkan babwa

dari

284 total

sampeJ yang diamati 40% terinfeksi oleh CMV sub grup

1.

Chilli veinal mottle virus adalah salah satu virus yang cukup banyak

menginfeksi pertanaman cahai di Asia. Hasil survei di 16 negara Asia

menunjukkan bahwa ChiVMV dapat menginfeksi pertanaman cabai sampai 30%.

Virus tersebut dilaporkan mereduksi hasH pada paprika sebanyak 55-95%' dan

pada eabai rawit sebanyak 7 - 74% (Green 2004). ChiVMV pertama kali

dilaporkan di Malaysia sekitar 25 tahun yang lalu (Ong et al. 1979 da/am Ang

1995). Sejak itu telah dilaporkan tersebar luas ke negara lain seperti Taiwan,

Thailand, Indonesia, Filipina dan Cina (Ang 1995).

Di Malaysia ChiVMV

merupakan virus utama yang menginfeksi pertanaman cabai meskipun ditemukan

adanya infeksi virus lain seperti CMV yang juga ditularkan secara nonpersisten

oleh kutudaun (Ang 1995).

Infeksi ChiVMV menunjukkan gejala bercak hijau, penebalan tulang daun,

daun menjadi lebih keci! dan kadang diikuti dengan malformasi daun (Siriwong

et al. 1995; Kittipakom 1991). Di Indonesia, informasi mengenai keberadaan

ChiVMV masih sangat sedikit dan penelitian tentang kejadian penyakit di lapang

(38)

18

Penelitian tentang keberadaan virus ini menjadi penting untuk dilakukan karena

infeksi virus ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah cabaL

Hasil survei dari lokasi pertanaman cabai di Indonesia dapat dikumpulkan

sebanyak 692 contoh tanaman cabai yang terinfeksi

dan

berdasarkan uji ELISA

menunjukkan bahwa sebanyak 45,73% dari contoh tersebut memberikan reaksi

positif terinfeksi CMV (Duriat 1993). Sulyo melaporkan babwa infeksi CMV pada tanaman cabai dapat menyebabkan kehilangan

hasil

32- 75% .

Gejala tanaman cabai merah yang terinfeksi CMV sangat bervariasi dan

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kultivar cabai, strain virus,

kondisi lingkungan, dan fase perturnbuhan. Kultivar cabai yang

tahan

hanya

menunjukkan gejala mosaik yang sangat ringan atall tidak bergejala, sedangkan

kultivar cabai rentan menunjukkan gejala mosaik yang berat sampai terjadinya

malformasi dann (Sulyo dan Duri.t 1996; Chiemsombat dan Kittipakom 1996). Seeara umurn daun muda

dan

daun tua relatif lehih tahan dibandingkan dengan

daun muda yang telab membuk. penub (Matthews 1991). Strain virus y.ng baru mungkin akan ditemukan di alam

dan

menyebabkan variasi gejala. Sulyo dan

Duriat (1996) melaporkan bahwa strain CMV-RIV2 merupakan strain CMV yang

sangat virulen.

Kejadian penyakit CMV dan ChiVMV pada tanaman cabai yang dilaporkan oleh Duriat (lebih dari 10 tabun yang 1.lu 1993). Sejak saat itu belum ada laporan lagi tentang kejadian penyakit di sentra-sentra pertanaman cabai.

Berdasarkan pengamatan lapang saat ini telah teIjadi perubahan kejadian penyakit

yang disebabkan oleh infeksi virus khususnya CMV dan ChiVMV pada tanaman

cabai. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan tentang sebaran infeksi CMV

dan ChiVMV di sentra-sentra pertanaman cabai.

Tujuan Penelitian

Survei ke beberapa pertanaman cabai dimaksudkan untuk melakukan

(39)

19

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waldu Penelitian

Survei dilaksanakan di sentra-sentra pertanaman cabai di Jawa Barat, Jawa T engah, dan Sulawesi Selatan. Sampel tanaman sakit yang diperoleh dari survei lapang selanjutnya dibawa ke Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanarnan. Fakultas Pertanian, IPB untuk dilakukan diagnosis dan perbanyakan sumber inokulum. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2002 sampai Maret 2003.

Survei dan Pengambilan Sam pel dari Lapang

Pengambilan sampel tanaman dari l'pang dilakukan di beber.p. pertanaman cabai di Jawa Barat (kabupaten Bogar dan Cianjur). Jawa Tengah (kabupaten Brebes) dan Sul.wesi Selatan (k.bupaten Gowa dan Enrekang). Pada saat yang bersamaan dilakukan penghitungan kejadian penyakit melalui pengambilan sampe1 seeara aeak minimal sekitar 10% dari populasi tanaman. Sampel yang diduga menunjukkan gejala CMV dan ChiVMV seperti mosaik. heiang, daun keci!, leaf cupping. ujung daun meruncing dimasukkan ke dalam plastik sampel tembus pandang dan selanjutnya disimpan ke dalam kotak pendingin. Sampel tanaman tersebut kemudian diuji dengan metode ELISA

(enzyme linked immunosorbent assay) dengan menggunakan antiserum CM\'.

ChiVMV, TMV, PMMV, PVY dan ToMV. Sampel y.ng terinfeksi banya oleh CMV atau ChiVMV selanjutnya disimpan dan ditularkan ke tanaman tembakau

(Nicotiana tabacum) atau paprika untuk perbanyakan isolat virus.

Diagnosis CMV dan ChiVMV dengan ELISA

(40)

20

pada suhu 4

°c

selama semalam. Setelah proses inkubasi selesai platmikrotiter dicuci dengan PBST sebanyak 5 - 7 kali. Selanjutnya sumuran platmikrotiter diisi dengan 100 ... 1 sap tanaman terinfeksi virus, kemudian diinkubasi pada subu ruang selama 2 jam. Platmikrotiter dicuci lagi dengan PBST dengan eara seperti di atas. Ke dalam surnuran yang te1ah dicuci ditambah enzim konyugat sebanyak 100

セャOウオュオイ。ョ@ kemudian diinkubasi lagi pada suhu ruang selama 2 jam.

Platmikrotiter dicuci lagi dengan PBST dengan cara seperti di atas. Akhimya platmikrotiter yang telah dicuci ditambahkan PNP 100 J1lIsumuran dan diinkubasi selama 30 - 60 menit pada suhu ruang. Jika terjadi perubahan warna, menunjukkan bahwa sampel tersebut positif terinfeksi dengan CMV danlatau ChiVMV. Untuk menghentikan perubahan warna, kedalam sumuran ditambahkan

sodium hydroxide 50 J.1l/sumuran. Untuk mengkuantifikasi hasil digunakan ELISA

reader pada panjang gelombang 405 nm.

Perbanyakan Sumber Inokulum

Persiapan Tanaman Inang Sumber Inokulum

Sebelurn survei lapang dilakukan, terlebih dahulu disiapkan tanaman untuk perbanyakan sumber inokuIum. Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum adalah Nicotiana tabacum,

N.

glutinosa dan C. annuum var. Grosum (paprika). Benih-benih tanaman tersebut disemai di dalam baki yang berisi media semai. Setelah mencapai umur 2 minggu setelah semai tanaman dipindah ke polibag. Selama masa pertumbuhan bibit dipelihara dengan baik di dalam rumah kaca. Tanaman yang siap diinokulasi adalah tanaman yang berumur relatif muda yaitu telab memiliki daun muda yang telah membuka penuh.

Metode Inoklilasi Virus Seeara Mekanik

(41)

21

pada 2 helai daun tennuda yaug telah membuka penub (30 hari setelah semai). Sebehun diinokulasi diberi karborundum pada bagian permukaan atas daun, kemudian sap dioleskan dengan kapas steril pada permukaan daun yang dimulai dari daun bagian bawah ke bagian atas secara searab dengan tidak mengulangi pada daerah yang sarna. Segera setelah pengolesan sap dilakukan pembilasan sisa-sisa sap yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji menggunakan air mengalir.

Pengawetan Isolat CMV dan ChiVMV

Penyimpanan isolat-isolat virus untuk waktu yang lama dilakukan dengan metode dehidrasi sesuai dengan prosedur Dijkstra dan Jager (1998). Daun yang

positif terinfeksi oleh CMV atau ChiVMV dicacah dengan sHet bebas virus.

Bagian bawah cawau petri diisi dengan kalsium klorida (CaCh) dengan perbandingau 1 : 20 (bib) selanjutnya dilapisi dengan kertas merang atau kertas saring kemudian bahan yang telah dicacah sebe1umnya disebarkan di atas kertas saring. Cawan petri kemudian ditutup dan direkat dengan parafilm sehingga menjadi kedap udara. Isolat awetan tersebut disimpan di dalam kulkas bersuhu 4

°c

untuk pengeringan selama satu minggu. Selanjutnya dipindah ke dalam tabung plastik bertutup yaug 113 bagiau tabung terse but telah diisi dengan CaC!,. Pada bagian atas ditutup dengan kapas steri!. Setelah tabung ditutup parafilm disimpan pada suhu 4

0c.

Untuk reaktivasi isolat virus yang telah disimpan atau jika akau digunakan untuk inokulasi maka ditambahkau 1.9 ml buffer/ 0.1 g bahan
(42)

22

HasH

Survei Lapang dan Pengambilan Sampel di Lapang

Hasil pengamatan di lapang menWljukkan adanya variasi pola tanam, varietas tanaman dan ketinggian tempat untuk menanam cabai (Tabel 2). Cabai dapat ditanam dengan pola tumpangsari atau monokultur. Pada lokasi pengambilan sampel di Jawa Barat tanaman cabai di tanam secara twnpangsari bersama dengan tanaman kentang, wortel, tomat, bawang daun dan jenis labu-labuan, namun ada juga tanaman cabai yang ditanam seeara monokultur dalam areal yang cukup luas. Di daerah Brebes, umumnya cabai ditanam bersamaan dengan bawang, worte!, tomat dan kadang-kadang padi. Pola budidaya di lokasi tersebut adalah sistem bedengan yang disekelilingnya tetap digenangi dengan air sebagai sumher penyiraman. Di Sulawesi Selatan khususnya di Enrekang tanaman cabai ditanam bersama kentang, tomato

wortel

dan

kol,

sedangkan di

Gowa

umumnya monokultur. Kultivar yang ditanam di Brehes (Jawa Tengah) dan Gowa dan Enrekang (Sulawesi Selatan) adalah cabai keriting (TM 999) dan cabai besar bukan keriting. Lokasi penanaman cabai terdapat di dataran rendah sampai dataran tinggi.

Hasil uji ELISA pada 246 sampel bergejala yang dikumpulkan dari II lokasi survei menunjukkan bahwa sebanyak 41,46% terinfeksi oleh CMV dan 32,93% terinfeksi oleh ChiVMV. Distribusi kejadian penyakit per lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Kejadian penyakit CMV t

Gambar

Gambar 1.1 Alur penelitian: cucumber mosaic virus dan chilli veinal mottle
Tabel 3.1 Kejadian penyakit CMV dan ChiVMV dengan uji ELISA di beberapa
Tabel 3.3 Koleksi Isolat CMV dan ChiVMV yang dignnakan dalam penelitian
Tabel 4.3 Masa inkubasi tercepat empat isolat CMV dan ChiVMV pada beberapa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh informasi bahwa interaksi gen pada karakter jumlah buah dan overdonzinance pada karakter bobot buah per tanaman: umur panen,

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus adalah benar hasil karya saya

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Virus adalah benar hasil karya saya

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh informasi bahwa interaksi gen pada karakter jumlah buah dan overdonzinance pada karakter bobot buah per tanaman: umur panen,

Chilli Veinal Mottle Potyvirus (ChiVMV) Penyebab Penyakit Belang Pada Cabai (Capsicum annum L.): Keragaman Isolat dan Strategi Pengendaliannya Melalui Induksi Variasi

Hasil percobaan yang menguji kemampuan senyawa kimia dalam menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan CMV pada tanaman cabai merah dapat disimpulkan

Melalui pendekatan induksi mutasi somaklonal dan kimia ethyl methanesulfonate (EMS) pada cabai varietas Gelora telah berhasil di- dapatkan sejumlah mutan yang memiliki

Metode penapisan pada cabai yang dilakukan terhadap lebih dari satu virus secara terpisah untuk masing-masing virus membutuhkan materi penelitian yang banyak