• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Organik dalam Pembangunan Kampung Hamdan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Organik dalam Pembangunan Kampung Hamdan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

ZAHRINA RAHMAINI DALIMUNTHE 100406090

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

ZAHRINA RAHMAINI DALIMUNTHE 100406090

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(4)

Nomor Pokok : 100406090 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia M.Sc)

Koordinator Skripsi,

Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, MT

(5)

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc. Anggota Komisi Penguji : 1. Boy Brahmawanta, S.T., M.T., IAI.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Allah SWT. atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Boy Brahmawanta, S.T., M.T., IAI., selaku Dosen Penguji I sekaligus

sebagai Arsitek Pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi serta bimbingan dan arahan dalam Tugas Perancangan Arsitektur 6.

3. Bapak Taufik Mustafa, S.T., M.T., IAI., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T., selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Warga Kelurahan Hamdan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam melakukan studi lapangan dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua dan saudara-saudara, beserta keluarga besar penulis tercinta, yang telah memberikan semangat, dorongan, dan bantuan untuk menyelesaikan studi dan skripsi penulis di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

(7)

9. Jeumpa, Anggi, Ela, Aya, Sri,Uci, Meta yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan hingga selesainya skripsi ini.

10.Pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi tetapi tidak dapat dicantumkan seluruhnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014

Penulis,

(8)

ABSTRAK

Kampung Hamdan merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang berada di bantaran Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir. Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan. Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi. Pola organik digunakan dalam pengembangan Kampung Hamdan dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Kata Kunci : revitalisasi, pola organik, pemukiman kumuh, interaksi sosial.

ABSTRACT

Hamdan Kampong is densely populated residential area located on the banks of the River Deli. Houses that are on the river banks leads to reduced river catchment areas thereby increasing the risk of flooding. Various efforts to revitalize the area by the river to restore function as the front has been done, but the effort made is still far from expectations. This is because a wide range of draft revitalization adhering to the standpoint of the designers. Realities on the site conditions that are a reflection of the social, cultural, economic and even political community often escape from the process of interpretation to the concept of design. The design of the front area of the river project is done in the case of Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga an effort to create a model of restructuring, development and revitalization of the river in the front of unified planning that is expected to be a reference to the efforts and similar measures, both in the context of the city of Medan and wider. Organic pattern used in the development of the Hamdan Kampong with the concept of maintaining the existing state and kampong atmosphere that revitalization will do not change the identity of this region Hamdan Kampong. This concept is based on the behavioral patterns of interaction that many people do on the streets and in commercial areas. In this case the circulation becomes crucial that form the tread pattern of settlement in this area. Because social interaction is emphasized in this concept, it is expected to increase the social and human values in the region as it will facilitate socio-economic activities of the people around the area.

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PROLOG: A RIVER RUNS THROUGH IT ... 1

BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT ... 5

1.1. Sungai Deli ... 9

1.2 Kelurahan Hamdan ... 14

1.2.1. Aspek Fisik ... 15

1.2.2. Aspek Sosial-Ekonomi ... 19

1.2.3. Aspek Manusia ... 21

1.3. Kasus Proyek Sejenis ... 22

1.4. Revitalisasi Pemukiman Tepi Sungai... 23

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN ... 28

2.1. Kasus Perancangan Arsitektur 6 ... 29

2.2. Rumah Susun ... 30

2.3. Potensi Tapak ... 32

BAB III KAMPUNG KOTA: KOTA ATAU KAMPUNG? ... 35

BAB IV EKSPRESI KAMPUNG KOTA ... 44

4.1 Konsep Massa Bangunan ... 47

BAB V MATERIAL RINGAN TAHAN GEMPA ... 81

(10)

5.2 Gaya Lateral ... 83

BAB VI PERAN UTILITAS ... 93

6.1 Sistem Instalasi Plumbing ... 93

6.1.1 Sistem Instalasi Air Bersih ... 94

6.1.2 Sistem Instalasi Limbah ... 94

6.2. Sistem Elektrikal ... 95

6.3. Sistem Kebakaran, Telepon dan Sampah ... 96

BAB VII KAMPUNG SUSUN HAMDAN ... 97

7.1. Peran Tapak dalam Lingkup Perkotaan ... 97

7.2. Konsep Kepemilikan Rumah Susun ... 98

EPILOG: REFLEKTIF ETNOGRAFI ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek ... 6

Gambar 1.2 Skema Proses Perancangan Arsitektur 6 ... 7

Gambar 1.3 Studi Lapangan ... 8

Gambar 1.4 Aliran Sungai Deli ... 10

Gambar 1.5 Kondisi Sungai Deli ... 11

Gambar 1.6 Aktivitas MCK di Sungai ... 12

Gambar 1.7 Pembuangan Limbah Padat Pada Tepi Sungai ... 13

Gambar 1.8 Fungsi Hunian dan Komersial di Tepian Jalan ... 14

Gambar 1.9 Peta Kepadatan Penduduk ... 15

Gambar 1.10 Rumah Kopel ... 16

Gambar 1.11 Rumah Tunggal ... 16

Gambar 1.12 Rumah Deret ... 16

Gambar 1.13 Material Bangunan pada Tapak ... 17

Gambar 1.14 Penerangan Jalan ... 17

Gambar 1.15 Tumpukan Sampah pada Tapak ... 17

Gambar 1.16 Kondisi Jalur Pejalan Kaki ... 18

Gambar 1.17 Kondisi Sirkulasi pada Tapak ... 18

Gambar 1. 18 Tempat Interaksi Sosial ... 19

Gambar 1.19 Interaksi Sosial ... 20

Gambar 1.20 Kegiatan Olahraga di Malam Hari ... 20

Gambar 1. 21 Rumah Susun ... 23

Gambar 2.1 Bentuk Fasade Rumah Susun ... 31

Gambar 2.2 Ikon Kawasan Tapak ... 33

Gambar 4.1 Pola Sirkulasi dan Pemukiman Tapak ... 43

Gambar 4.2 Konsep Gubahan Massa Awal ... 47

Gambar 4.3 Aksonometri Gubahan Massa Awal ... 47

Gambar 4.4 Denah Massa Awal ... 47

Gambar 4.5. Konsep Gubahan Massa 2 ... 48

(13)

Gambar 4.7. Konsep Gubahan Massa 3 ... 49

Gambar 4.8 Suasana Promenade ... 53

Gambar 4.9 Denah Unit Tipe 36 ... 54

Gambar 4.10 Denah Unit Tipe 54 ... 54

(14)

PROLOG

A RIVER RUNS THROUGH IT

Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sangat diperlukan tetapi keberadaannya terbatas. Air banyak digunakan untuk pertanian, industri, pembangkit energi, rumah tangga, transportasi, rekreasi dan lingkungan. Oleh karena kegunaannya, air memiliki peran penting sepanjang sejarah pendirian dan pembentukan pemukiman.

Sungai sebagai salah satu sumber air yang terdapat pada suatu daerah menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kota. Sungai Deli yang merupakan urat nadi perdagangan pada masa kerajaan Deli, mengambil peranan penting bagi perkembangan kota Medan. Keberadaan sungai yang menjadi jalur transportasi penting menyebabkan terjadinya pembentukan pemukiman yang berorientasi ke sungai.

Pesatnya perkembangan kota, dengan pembangunan jalur transportasi darat menyebabkan pertumbuhan pemukiman berorientasi pada jalan dan menjadikan sungai sebagai area belakang, sungai tidak lagi menjadi jalur transportasi yang penting bagi kota.

(15)

Masyarakat yang hidup pada permukiman bantaran sungai Deli cenderung menggunakan sungai tanpa memperhatikan kualitasnya. Hal ini berdampak pada timbulnya banjir tahunan yang merendam kawasan bantaran sungai Deli.

Arsitektur muka sungai atau Riverfront Architecture merupakan suatu pendekatan arsitektur yang memasukkan unsur sungai ke dalam pertimbangan rancangan. Dengan kata lain pendekatan yang berorientasi terhadap sungai sebagai bagian dari alam.

Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan.

Kawasan Kelurahan Hamdan merupakan kawasan pemukiman yang berada di bantaran Sungai Deli. Kawasan ini merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir.

(16)

masyarakat melakukan aktivitas ekonomi di sekitar kawasan sehingga tempat-tempat aktivitas ekonomi tersebar di beberapa titik di wilayah ini, sekaligus menjadi tempat interaksi sosial masyarakat dikarenakan budaya perilaku yang dimiliki masyarakat di kawasan ini. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa kawasan Kelurahan Hamdan memiliki potensi sebagai ruang aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi.

Permasalahan yang sering muncul pada kasus perancangan perumahan flat sederhana atau yang dikenal dengan istilah Rumah Susun adalah perilaku masyarakat kawasan yang masih banyak menggunakan pola-pola kehidupan kampung yang sangat kontras dengan kehidupan perkotaan.

(17)

yang tiba-tiba muncul, menguatkan kesan kebebasan yang dimiliki walaupun berada pada kawasan padat penduduk.

Penataan lingkungan permukiman tepi sungai merupakan salah satu upaya mengembalikan kualitas sungai. Penataan lingkungan pemukiman ini salah satunya adalah dengan merancang rumah susun. Rumah susun diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan kepadatan hunian di kawasan ini.

(18)

ABSTRAK

Kampung Hamdan merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang berada di bantaran Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir. Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan. Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi. Pola organik digunakan dalam pengembangan Kampung Hamdan dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Kata Kunci : revitalisasi, pola organik, pemukiman kumuh, interaksi sosial.

ABSTRACT

Hamdan Kampong is densely populated residential area located on the banks of the River Deli. Houses that are on the river banks leads to reduced river catchment areas thereby increasing the risk of flooding. Various efforts to revitalize the area by the river to restore function as the front has been done, but the effort made is still far from expectations. This is because a wide range of draft revitalization adhering to the standpoint of the designers. Realities on the site conditions that are a reflection of the social, cultural, economic and even political community often escape from the process of interpretation to the concept of design. The design of the front area of the river project is done in the case of Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga an effort to create a model of restructuring, development and revitalization of the river in the front of unified planning that is expected to be a reference to the efforts and similar measures, both in the context of the city of Medan and wider. Organic pattern used in the development of the Hamdan Kampong with the concept of maintaining the existing state and kampong atmosphere that revitalization will do not change the identity of this region Hamdan Kampong. This concept is based on the behavioral patterns of interaction that many people do on the streets and in commercial areas. In this case the circulation becomes crucial that form the tread pattern of settlement in this area. Because social interaction is emphasized in this concept, it is expected to increase the social and human values in the region as it will facilitate socio-economic activities of the people around the area.

(19)

BAB I

PERMASALAHAN KAWASAN

DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT

Dalam pelaksanakan suatu proyek perancangan arsitektur diperlukan adanya pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan perancangan. Pedoman pelaksanaan ini biasanya berupa kerangka acuan kerja (KAK). KAK ini merupakan petunjuk bagi perancang yang memuat masukan, azas, kriteria, keluaran dan proses yang harus dipenuhi dan diperhatikan serta diinterpretasikan ke dalam pelaksanaan tugas perancangan.

(20)

Gambar 1.1. Peta Lokasi Proyek Sumber: KAK PA6 Kasus Proyek E (2014)

(21)

kelayakan nilai ekonomi dengan tidak membebani keuangan Pemko Medan. Beberapa fungsi yang dianggap sebagai karakteristik kawasan akan tetap dipertahankan.

Dalam rangka mewujudkan suatu rancangan arsitektur ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh seorang perancang atau arsitek. Begitu juga kasus Perancangan Arsitektur 6 ini, dalam mewujudkan model penataan kawasan permukiman tepi sungai, perancang harus melalui berbagai tahap perancangan. Pada kasus ini tahap-tahap perancangan tersebut terdiri dari studi lapangan, inventarisasi data, pemrograman, pengembangan tema dan konsep, rancangan konseptual, rancangan skematik, pengembangan rancangan, dan presentasi akhir (Gambar 1.2).

.

Untuk memahami permasalahan yang ada, perancang membutuhkan data-data yang berkaitan dengan kondisi realitas kawasan. Data ini dapat diperoleh dalam dua cara, yaitu studi lapangan, dan studi literatur.

Studi Lapangan

Inventarisasi

Data Pemrograman

Pengembangan Tema dan Konsep Rancangan Konseptual Rancangan Skematik Pengembangan Rancangan Presentasi Akhir

(22)

Studi lapangan sangat penting dilakukan untuk mengumpulkan data dalam lingkup permukiman, Loeckx menganjurkan agar melakukan kunjungan ke lokasi secara intensif (Loeckx, 1988 dalam Rudito, 2008). Selanjutnya Loeckx menambahkan bahwa kunjungan ke lokasi dibedakan dalam dua macam kegiatan, yaitu: pertama, berjalan menyusuri kawasan permukiman untuk mengenal kawasan secara sistematik, melakukan pengamatan, dan mencatat berbagai elemen yang dijumpai dalam jaringan/jalinan beberapa jalan yang membentuk konfigurasi yang spesifik. Kedua, identifikasi secara sistematik, sekali lagi melakukan pengamatan dan mencatat dan melihat adanya keterkaitan dalam jaringan/jalinan beberapa jalan dengan diikuti beberapa kunjungan tempat tinggal secara komprehensif. Hal ini menjadi dasar kegiatan studi lapangan yang dilakukan perancang dalam memulai proses perancangan (Gambar 1.3).

Gambar 1. 3. Studi Lapangan Sumber: Dok. Penulis (2014)

(23)

dalam bukunya yang berjudul "Managing the Sense of a Region", memperkenalkan beberapa cara yang dilakukan dalam mengupas arti sebuah kawasan atau lingkungan (Lynch, 1975). Teknik pengumpulan data ini merupakan kegiatan yang sekuensial dengan cara bergerak di dalam satu kawasan atau lingkungan. Dalam buku yang sama, Lynch juga membahas pemahaman arti sebuah kawasan sebagai awal dari proses pengumpulan data. Perancang berperan sebagai anggota masyarakat yang mendiami kawasan. Dengan cara ini perancang dapat melihat kondisi realitas kawasan melalui sudut pandang masyarakat penghuni suatu kawasan.

1.1. Sungai Deli

(24)

Gambar 1.4. Aliran Sungai Deli Sumber: http://pudeliserdang.com (2014)

(25)

Gambar 1.5. Kondisi Sungai Deli Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pencemaran Sungai Deli ini sudah terlihat saat perancang melakukan studi lapangan di wilayah Kelurahan Hamdan melalui airnya yang kecokelatan (Gambar 1.5). Pencemaran Sungai Deli, diantaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Dengan tebaran sampah yang menumpuk, dari bagian pinggir sampai ke aliran sungai yang bisa diketahui dari pendangkalan yang terjadi di beberapa titik. Pada kondisi normal, menurut warga setempat, ketinggian muka air sungai hanya mencapai lima puluh sentimeter. Saat perancang melakukan studi lapangan pada kondisi cuaca hujan lebat, ketinggian muka air sungai mencapai satu setengah meter. Dalam kondisi musim hujan antara bulan September-Desember muka air sungai dapat mencapai ketinggian tiga meter. Hal ini yang menyebabkan terjadinya banjir di wilayah Kelurahan Hamdan.

(26)

di sekitarnya yang semakin sempit menjadikan mereka kekurangan sarana untuk membuang sampah pada tempatnya, sehingga mereka lebih memilih untuk membuangnya ke sungai.

Gambar 1.6. Aktivitas MCK Di Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Apabila air sungai telah tercemar maka kehidupan manusia akan terganggu. Ini merupakan bencana besar. Karena hampir semua makhluk hidup di muka bumi ini memerlukan air, tanpa air tiada kehidupan di muka bumi ini. Dampak pencemaran air dapat berupa air tidak menjadi bermanfaat lagi dan menjadi timbulnya penyakit. Pencemaran air di sungai yang diakibatkan oleh limbah, tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Sebab jika hal ini tidak ditangani dengan segera maka limbah-limbah yang ada di sungai akan memberikan dampak negatif yang sangat fatal bagi kelangsungan hidup manusia.

(27)

memperburuk kondisi sungai. Sampah rumah tangga dan limbah industri, hotel, rumah sakit dan limbah lain, campur aduk (Gambar 1.7).

Gambar 1. 7. Pembuangan Limbah Padat Pada Tepi Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pemukiman liar yang tumbuh di sepanjang DAS terutama pada bagian pusat kota Medan, termasuk wilayah Kelurahan Hamdan juga menyebabkan lebar sungai mengalami pengurangan. Hal ini disebabkan tidak sedikit pemukiman liar ini yang mengambil badan sungai sebagai lahan pemukiman. Menurut warga setempat, lebar Sungai Deli saat ini hanya sekitar sepuluh meter, padahal lebar Sungai Deli dulunya sekitar 15-27 m.

(28)

1.2. Kelurahan Hamdan

Lokasi proyek terletak di jalan Ir. H. Juanda - Jalan Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Aktivitas pada tapak kebanyakan berupa hunian dan komersial. Fungsi hunian dan komersial ini tersebar pada tapak secara tidak beraturan. Area tepian tapak yang berbatasan langsung dengan jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda berfungsi sebagai area komersial sekaligus hunian (Gambar 1.8). Pada wilayah tapak bagian tengah sampai ke tepi Sungai Deli merupakan hunian dan beberapa diantaranya juga berfungsi sebagai komersial.

Gambar 1.8. Fungsi Hunian Dan Komersial Di Tepian Jalan Sumber: Dok. Penulis (2014)

(29)

1.2.1. Aspek Fisik

Kondisi kawasan Kelurahan Hamdan secara keseluruhan merupakan kawasan dengan kepadatan penduduk sedang (Gambar 1.9), terlihat dari jarak antar rumah yang sangat berdekatan tanpa adanya pagar pembatas, bahkan tidak jarang ditemukan rumah-rumah yang menempel satu sama lain. Sehingga tipologi rumah yang ada pada kawasan adalah rumah deret, rumah tunggal dan rumah kopel. Rumah deret merupakan deretan beberapa rumah yang menempel satu sama lain (Gambar 1.12). Rumah tunggal adalah rumah yang berdiri sendiri, terpisah dengan bangunan di sampingnya (Gambar 1.11). Sedangkan rumah kopel adalah dua rumah yang menempel satu sama lain (Gambar 1.10). Tipe rumah permanen bervariasi antara tipe 50, 75, dan 100.

(30)
[image:30.595.354.487.83.244.2] [image:30.595.140.268.86.244.2]

Gambar 1. 10. Rumah Kopel Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.11. Rumah Tunggal Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.12. Rumah Deret Sumber: Dok. Penulis (2014)

[image:30.595.214.409.321.456.2]
(31)
[image:31.595.253.371.84.242.2]

Gambar 1.13. Material Bangunan Pada Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

[image:31.595.352.477.497.660.2]

Kondisi utilitas pada tapak belum memadai. Kondisi saluran drainase yang berupa selokan tidak memiliki penutup, sehingga menjadi tempat menumpuknya sampah. Hal ini menyebabkan pemandangan pada tapak tidak menyenangkan dan dapat berdampak negatif bagi kesehatan warga setempat. Kondisi yang mengkhawatirkan juga terlihat dari kebiasaan warga yang menggunakan kabel listrik sebagai tempat menjemur pakaian. Beberapa penerangan jalan dibuat sendiri oleh warga dengan menggantung lampu pada kabel listrik (Gambar 1.14).

Gambar 1.14. Penerangan Jalan Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.15. Tumpukan Sampah Pada Tapak

[image:31.595.147.273.498.661.2]
(32)

Kondisi yang sama mengkhawatirkannya juga terlihat pada tapak yang tidak memiliki tempat pembuangan sementara (TPS) sehingga di beberapa titik pada tapak menjadi tempat menumpuknya sampah warga (Gambar 1.15) termasuk di pinggiran Sungai Deli, bahkan ironisnya tidak hanya di pinggiran tetapi badan sungai juga menjadi tepat pembuangan sampah warga sekitar.

[image:32.595.118.289.472.597.2]

Akses menuju tapak hanya bisa melalui jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda. Sirkulasi pada tapak yang tidak beraturan dan memiliki banyak gang-gang kecil menjadi karakteristik tapak. Sirkulasi pada tapak umumnya hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki, kendaraan roda dua dan kendaraan roda tiga. Kondisi koridor jalan cukup memprihatinkan karena lebar jalan yang terlalu kecil dan tidak adanya pemisah antara jalur pejalan kaki dengan kendaraan bermotor (Gambar 1.17). Trotoar yang terdapat di pinggiran tapak berubah fungsi menjadi tempat usaha. Sehingga tidak jarang pejalan kaki mengambil badan jalan untuk jalur sirkulasi yang tentunya hal ini sangat membahayakan keselamatan (Gambar 1.16).

Gambar 1.16. Kondisi Jalur Pejalan Kaki Sumber: Dok. Penulis (2014)

[image:32.595.332.505.480.609.2]

Gambar 1.17. Kondisi Sirkulasi Pada Tapak

(33)

1.2.2. Aspek Sosial-Ekonomi

Pengamatan langsung terhadap perilaku sosial masyarakat juga dilakukan dalam studi lapangan. Hal ini dilakukan karena masalah sosial yang muncul pada kawasan tidak dapat dipahami dari sudut pandang perancang dari luar masyarakat. Rubito dan Famiola (2013) menyebutkan bahwa untuk dapat memahami pola-pola yang berupa sosial dalam masyarakat perlu bagi orang luar (dalam hal ini khususnya perancang) untuk dapat hidup dan tinggal bersama masyarakat yang ditelitinya (pada kawasan proyek) agar makna dari sosial yang berlaku dapat dipahami dengan mudah.

[image:33.595.226.398.552.680.2]

Kehidupan sosial merupakan bagian kebudayaan, di mana kehidupan sosial meliputi interaksi sosial yakni kelakuan manusia dengan manusia lain di sekelilingnya yang akan menghasilkan tingkatan-tingkatan sosial tertentu dan stratifikasi sosial. Kegiatan sosial pada tapak tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan ekonomi, karena kebanyakan interaksi sosial yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan ekonomi. Hal ini terlihat di beberapa warung kopi dan warung-warung jajanan yang tersebar pada tapak kebanyakan menjadi tempat berkumpul warga (Gambar 1.18).

(34)
[image:34.595.141.267.385.577.2]

Pada kegiatan studi lapangan yang dilakukan perancang, terlihat suasana tapak yang tidak begitu ramai. Interaksi sosial banyak dilakukan di teras rumah yang saling berhadapan. Warga saling berkomunikasi dari teras rumah masing-masing tanpa meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya pagar pembatas antar rumah dan jarak rumah-rumah yang saling berdekatan (Gambar 1.19). Sungai juga menjadi tempat interaksi sosial warga, mulai dari pinggiran sampai badan sungai. Warga melakukan aktivitas mencuci, memancing bersama-sama di pinggiran sungai, sedangkan anak-anak bermain di daerah badan sungai yang dangkal. Untuk kegiatan olahraga, warga menggunakan lahan kosong pada malam hari karena menghindari panas sinar matahari (Gambar 1.20).

[image:34.595.328.510.443.587.2]

Gambar 1. 19. Interaksi Sosial Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1. 20. Kegiatan Olahraga Di Malam Hari

Sumber: Dok. Penulis (2014)

(35)

merupakan suatu bentuk pemukiman perkotaan yang memiliki ciri khas Indonesia dengan sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat,kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.

1.2.3. Aspek Manusia

Manusia dalam kasus perancangan arsitektur merupakan pertimbangan utama yang sangat menentukan hasil rancangan. Begitu juga dalam kasus proyek rancangan rumah susun ini, manusia menjadi penentu dalam rancangan. Banyaknya jumlah penduduk yang berada pada tapak proyek menentukan berapa unit hunian rumah susun yang akan dibangun. Perancang berusaha melakukan pendataan penduduk melalui instansi pemerintah yang berwenang yaitu Kantor Kelurahan Hamdan. Tetapi dikarenakan berbagai hal teknis, data kependudukan tidak berhasil didapatkan sehingga perancang berusaha mengambil solusi lain dengan melakukan perhitungan unit rumah pada lokasi proyek. Jumlah unit rumah disumsikan sebanyak seratus unit. Dengan perhitungan ini jumlah keluarga pada tapak proyek berjumlah seratus keluarga dengan jumlah masing-masing anggota keluarga berkisar antara dua sampai enam orang.

(36)

1.3. Kasus proyek sejenis

Data-data mengenai kasus proyek sejenis diperoleh melalui studi literatur. Pencarian studi literatur dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gambaran kondisi proyek sejenis yang sudah terlaksana sebagai bahan acuan dalam perumusan konsep yang direncanakan. Hal ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam merancang kasus proyek sejenis. Studi literatur yang dilakukan ialah mengenai rumah susun yang telah dibangun dan program pengembangan kawasan pinggir sungai. Studi literatur dilakukan melalui proyek yang telah terlaksana di dalam maupun luar negeri dengan menggunakan media internet dalam pencarian kasus proyek.

(37)
[image:37.595.240.383.84.278.2]

Gambar 1.21. Rumah Susun Sumber: http://kolomrumah.com (2011)

Desain bangunan sangat menentukan bagaimana nantinya kehidupan warga setelah dipindahkan ke bangunan rumah susun. Hal ini dapat dipelajari dari studi literatur mengenai kehidupan warga setelah berada di bangunan rumah susun. Apabila kehidupan warga semakin meningkat, maka rancangan bangunan dinilai berhasil dan bisa diaplikasikan kembali. Apabila kehidupan warga semakin menurun maka, rancangan bangunan dinilai tidak berhasil dan tidak bisa dijadikan acuan dalam merancang.

1. 4. Revitalisasi Pemukiman Tepi Sungai

(38)

ini memberikan gambaran permasalahan-permasalahan yang sering muncul dan menjadi permasalahan yang layak diangkat sebagai dasar ide perancangan kawasan. Permasalahan-permasalahan ini sering timbul dari, kondisi pemukiman, kondisi sosial, kondisi ekonomi maupun kondisi lingkungan sekitar yang mempengaruhi keadaan kawasan.

Wawasan dan pengetahuan yang diperoleh dari jurnal akan mempengaruhi pemikiran dalam penentuan tema. Pengetahuan mengenai permasalahan pemukiman tepi sungai yang ditemukan dalam salah satu jurnal antara lain memaparkan secara umum beberapa permasalahan sungai di kota-kota besar yaitu:

 Pemukiman yang dibangun di sepanjang sungai umumnya mengambil bagian bantaran sungai sehingga alur sungai semakin menyempit dan tidak dapat lagi menampung deras aliran air sehingga setiap kali hujan deras di pegunungan, air meluap menggenangi pemukiman.

 Kondisi kawasan pada umumnya pemukiman padat dan kumuh, sarana dan prasarana tidak tertata dan tidak memadai.

 Air yang mengalir melalui sungai-sungai tidak langsung dialirkan ke laut karena tertahan di kawasan reklamasi. Kondisi ini senantiasa mengakibatkan terbentuknya genangan-genangan air.

(39)

Dengan adanya permasalahan-permasalahan ini, maka didapat solusi penyelesaian masalah dengan suatu pendekatan menggunakan model penataan kawasan tepi sungai, seperti:

 Menghidupkan kawasan atau vitalisasi yaitu: pendekatan penanganan dengan meningkatkan kinerja dan dinamika fungsi kawasan, baik melalui optimasi pemanfaatan potensi dan sumberdaya lokal, menambahkan sarana dan prasarana kawasan maupun membuka akses dan mengintegrasikan kawasan terhadap pusat-pusat pelayanan/kegiatan kota yang telah berkembang.

 Menghidupkan kembali kawasan yang surut atau revitalisasi yaitu: ditujukan pada kawasan yang menurun fungsi sosial ekonominya melalui usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni, mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.

 Pembangunan kembali atau redevelopment yaitu: pendekatan penanganan melalui cara membangun kembali kawasan dengan fungsi baru yang dinilai memiliki potensi dan prospek yang lebih baik lagi dari fungsi sebelumnya.

(40)

mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi dan nilai ekonomi kawasan tersebut.

 Intensifikasi Pembangunan yaitu: pendekatan penanganan dengan memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia seoptimal mungkin.

 Rehabilitasi Kawasan yaitu: pendekatan penanganan dengan cara memperbaiki lingkungan kawasan yang telah terjadi degradasi sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.

 Peningkatan kualitas lingkungan melalui peningkatan sarana dan prasarana.1

Dari jurnal ini diperoleh pengetahuan mengenai solusi atas permasalahan-permasalahan pemukiman tepi sungai, sehingga informasi ini dapat digunakan dalam proses perancangan kawasan pada kasus proyek ini. Informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai jurnal memudahkan untuk dilakukan analisa permasalahan yang ada pada kawasan perancangan.

Tahap selanjutnya adalah inventarisasi data yaitu pengumpulan data yang berkaitan dengan tema dan kasus proyek. Penyusunan data dilakukan setelah data yang dibutuhkan benar-benar mencukupi. Inventarisasi data dilakukan dengan menyusun data-data yang berkaitan terhadap rancangan. Data yang telah diperoleh dari observasi dan dari peraturan-peraturan yang berlaku serta jurnal-jurnal terkait kasus proyek dikumpulkan dan disusun dengan format penyajian laporan data proyek yang baik. Penyajian laporan data proyek juga disertai dokumentasi hasil

1

(41)

observasi lapangan yang memperlihatkan keadaan tapak proyek. Inventarisasi data ini dilakukan untuk memudahkan proses perancangan.

(42)

BAB II

RUANG BAGI KEHIDUPAN

Untuk memperoleh hasil pemrograman yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dengan sempurna.

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sesuai permasalahan yang ada untuk menyaring informasi yang benar-benar dibutuhkan dalam proses perancangan dan memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dimiliki kawasan serta potensinya. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang terjadi pada kawasan proyek yang nantinya akan diterapkan pada rancangan proyek. Analisis ini akan menentukan konsep yang akan digunakan dalam rancangan proyek.

(43)

analisa begitu singkat. Usaha maksimal dilakukan untuk menyelesaikan revisi ini sesuai tenggat waktu yang diberikan.

Tahap selanjutnya setelah inventarisasi data adalah pemrograman. Pemrograman ini maksudnya adalah penyusunan program-program yang direncanakan dalam rancangan. Program rancangan ini diperoleh dari analisa permasalahan sehingga diketahui apa yang dibutuhkan dalam kawasan proyek agar diaplikasikan dalam rancangan. Pemrograman ini terdiri dari analisa kasus proyek, dan program ruang. Program ruang ini terdiri dari rumusan rinci fungsi-fungsi ruang yang akan diakomodir dalam bangunan dan di tapak, disertai penjelasan dan latar belakangnya serta persyaratan dan ketentuan teknis setiap fungsi.

Sesuai dengan data mengenai jumlah penduduk, perancang melakukan perhitungan sehingga mempengaruhi program ruang yang direncanakan pada kawasan, termasuk jumlah unit rumah susun, tipe unit, serta jumlah fasilitas-fasilitas pendukung.

2.1. Kasus Perancangan Arsitektur 6

(44)

perancangan ini. Sesuai dengan tema kelompok perancangan yang mengangkat permasalahan sosial ekonomi pada tapak.

Tingkat sosial ekonomi dan aktivitas sosial ekonomi warga setempat banyak mempengaruhi hasil rancangan rumah susun karena dua hal ini menjadi pertimbangan mendasar dalam membuat konsep rancangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tingkat sosial ekonomi warga mempengaruhi perancang dalam menentukan bentuk fasade bangunan, material dan konsep struktur, karena hal ini akan mempengaruhi harga satuan unit rumah susun yang nantinya dimiliki warga. Aktivitas sosial ekonomi berpengaruh terhadap kebutuhan fungsi-fungsi ruang komunal, sehingga mempengaruhi organisasi ruang pada bangunan.

2.2. Rumah Susun

Berdasarkan Undang-Undang no. 16 pasal 1 tahun 1985, rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan ruang bersama, benda bersama dan tanah

bersama, sedangkan “satuan Rumah Susun” adalah unit rumah susun yang tujuan

peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian.

(45)

lapangan pekerjaan. Hal ini yang melatarbelakangi pembangunan rumah susun sebagai solusi kebutuhan hunian di perkotaan. Rumah susun diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan tingginya nilai hunian di daerah perkotaan, sehingga para pendatang yang mengadu nasib di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Rumah susun umumnya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung kebutuhan hidup sehari-hari. Fasilitas ini umumnya sama di setiap bangunan rumah susun karena standar yang telah diatur dalam Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Fasilitas ini antara lain, ruang serba guna, tempat ibadah, parkir kendaraan, ruang komunal,dll.

Gambar 2.1. Bentuk Fasade Rumah Susun Sumber: http://kolomrumah.com (2011)

(46)

menyenangkan (Gambar 2.1). Hal ini menjadikan suatu anggapan pada masyarakat bahwa nilai estetika dalam suatu bangunan adalah hal yang selalu membutuhkan biaya besar dalam penerapannya.

Dalam menentukan kebutuhan unit hunian rumah susun, perancang mempertimbangkan jumlah keluarga yang akan dipindahkan ke bangunan rumah susun. Lalu jumlah unit hunian yang akan dijual/disewa mengikuti KAK yang menentukan jumlah lantai bangunan minimal 8 lantai. Penentuan tipe unit hunian berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan kemampuan ekonomi konsumer atau penghuni baru. Pertimbangan tipe hunian penghuni lama tidak dilakukan mengingat besarnya luasan unit akan mempengaruhi penjualan unit kedepannya. Pertimbangan ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa tipe unit yang lebih kecil akan lebih mudah terjual/disewa dan pembagian unit bagi penghuni lama tetap bisa dilakukan sesuai dengan tipe unit hunian lama dengan menggabungkan dua unit atau lebih hunian baru.

2.3. Potensi Tapak

(47)

Gambar 2.2. Ikon Kawasan Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

Sebagai daerah pemukiman, tapak memiliki nilai tambah karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, memiliki akses kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau. Sedangkan dari sudut pandang ekonomi, tapak memiliki potensi sebagai daerah komersial untuk semua kalangan, baik menengah ke bawah maupun menengah ke atas.

Kondisi sosial masyarakat yang memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi, menjadikan tapak dengan penghuni di dalamnya memiliki kesan terbuka dengan lingkungan sekitar. Keadaan eksisting yang memiliki akses sirkulasi yang begitu banyak dari segala arah juga mendukung kesan terbuka. Hal ini menjadi potensi tapak sebagai ruang sosialisasi masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat kota medan pada umumnya.

(48)
(49)

BAB III

KAMPUNG KOTA: KOTA ATAU KAMPUNG?

Menemukan tema yang sesuai dengan konteks permasalahan pada kawasan merupakan masalah penting yang harus diselesaikan, karena tema ini sangat berperan penting dalam perancangan yang nantinya akan diaplikasikan pada konsep rancangan. Dalam proses menemukan tema, perancang melakukan studi literatur melalui berbagai media. Melalui rancangan yang telah ada, dan melalui penelitian dalam bentuk jurnal-jurnal yang ada dapat dilakukan studi literatur. Dengan memahami permasalahan-permasalahan yang terdapat pada proyek penelitian jurnal-jurnal terkait, diharapkan dapat menemukan tema untuk konsep perancangan kawasan.

Mencari referensi tema dari proyek-proyek rancangan yang sudah ada juga terus dilakukan demi mendapatkan tema yang benar-benar sesuai dengan konteks permasalahan tapak proyek. Hasil rancangan untuk sayembara dan proyek tugas akhir yang sudah ada juga dapat dijadikan referensi untuk menemukan ide-ide baru yang dapat mempengaruhi penentuan tema yang akan digunakan. Bagaimana cara seorang arsitek dalam menemukan permasalahan dan menentukan solusi yang tepat dapat dipelajari dari karya-karya hasil rancangan mereka.

(50)

pemikirkan baru yang memunculkan tema lain yang lebih tepat sehingga membutuhkan pencarian lagi referensi yang bisa menjadi dasar tema yang akan dipilih.

Dalam menemukan tema apa yang sesuai dengan kawasan, harus dipahami dengan benar permasalahan ataupun potensi yang dimiliki kawasan, sehingga tema ini nantinya hanya bisa diterapkan pada kawasan setempat yang akan menjadi ciri khas dari kawasan. Proses menentukan tema ini tidak mudah dan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Setelah menemukan permasalahan-permasalahan pada kawasan, hal yang harus dilakukan adalah menentukan permasalahan yang paling penting untuk diangkat dan diselesaikan dengan perancangan arsitektur. Penentuan permasalahan ini akan mempengaruhi tema yang akan digunakan pada rancangan. Sesuai dengan tema kelompok yaitu sosial ekonomi, tema rancangan yang diangkat harus mencakup hal-hal mengenai sosial ekonomi kawasan proyek rancangan.

Menentukan tema untuk rancangan kawasan dilakukan dengan menulusuri permasalahan tema besar dari kawasan ini yaitu Arsitektur Muka Air atau dikenal dengan Riverfront Architecture, lalu dihubungkan dengan tema kelompok sosial ekonomi. Riverfront Architecture merupakan pendekatan arsitektur yang memasukkan unsur sungai dalam pertimbangan rancangan. Berkaitan dengan sungai sebagai sumber air yang harus dijaga.

(51)

Oleh karena kegunaannya, air memiliki peran penting sepanjang sejarah pendirian dan pembentukan pemukiman.

Sejarah peradaban dunia dimulai dari pinggir sungai. Orang-orang kuno mencari sumber air untuk hidup, lalu hidup berkoloni, membangun keluarga, membangun budaya dan terbentuk sebuah bangsa. Sungai sebagai salah satu sumber air menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu peradaban. Peradaban-peradaban lama nan agung tumbuh dari pinggir sungai, Nil, Eufrat – Tigris, Sungai Kuning dan Indus. Peradaban sungai adalah bentuk peradaban tua yang masih ditemui sampai sekarang, bisa dibilang, peradaban ini adalah awal mula peradaban, sebelum kemudian berkembang menjadi peradaban yang lebih maju lagi.

Di Indonesia pun jejak-jejak peradaban sungai ini masih ada sampai sekarang. Walaupun sebenarnya munculnya peradaban di Indonesia lebih beragam karena banyak juga jejak sejarah yang membuktikan bahwa peradaban di Indonesia muncul dari pantai atau juga dari sisa-sisa kebudayaan sangat kuno, sisa-sisa kebudayaan berburu dan meramu. Beberapa sejarah peradaban besar yang tumbuh dari sisi sungai yang pernah tercatat di Indonesia adalah Tarumanegara yang konon tumbuh di sisi Sungai Citarum, dan atau juga kompleks agung Muaro Jambi yang berkibar di sisi sungai Batanghari.

(52)

pemberi hidup, masyarakat tumbuh dari sungai, masyarakat bergantung dari sungai. Sungai Deli yang merupakan urat nadi perdagangan pada masa kerajaan Deli, mengambil peranan penting bagi perkembangan kota Medan.

Di masa lalu, Kesultanan Deli pun dibangun di pinggir sungai, sekarang masih bisa terlihat istana kesultanannya yang dikenal dengan Istana Maimun. Letaknya di sisi sungai selain strategis juga memberikan perlindungan alami apabila terjadi serangan. Keberadaan sungai yang menjadi jalur transportasi penting menyebabkan terjadinya pembentukan pemukiman yang berorientasi ke sungai. Kini Pesatnya perkembangan kota, dengan pembangunan jalur transportasi darat menyebabkan pertumbuhan pemukiman berorientasi pada jalan dan menjadikan sungai sebagai area belakang, sungai tidak lagi menjadi jalur transportasi yang penting bagi kota.

Seharusnya peradaban itu menjadi besar, megah dan anggun. Tapi di Indonesia, peradaban sungai telah musnah kegemilangannya berabad-abad yang lalu. Yang tinggal sekarang adalah ironi dari pinggir sungai. Apa yang didengar pertama kali dari pinggir sungai? bantaran sungai? Kumuh, ketidakteraturan, sampah dan berbagai hal negatif lainnya. Di Indonesia area pinggir sungai adalah area yang dipinggirkan, tempat bagi mereka yang tidak mendapatkan ruang yang layak dan tinggal seadanya menyambung nyawa.

(53)

sungai bagi masyarakat saat ini berfungsi sebagai "fasilitas" pemukiman. Masyarakat yang hidup pada permukiman bantaran sungai Deli cenderung menggunakan sungai tanpa memperhatikan kualitasnya. Hal ini berdampak pada timbulnya banjir tahunan yang merendam kawasan bantaran sungai Deli.

Hal ini terjadi pada kawasan Kelurahan Hamdan, yang merupakan kawasan pemukiman yang berada di bantaran sungai Deli. Kawasan ini merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir.

Kawasan pinggiran sungai ini banyak diminati oleh pendatang yang ingin mengadu nasib di ibukota, karena biaya yang cukup rendah dibandingkan kawasan lain. Kondisi ini menyebabkan sosial ekonomi masyarakat di kawasan ini cukup beragam, tetapi kebanyakan merupakan pelaku wirausaha. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Hamdan yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Aktivitas ekonomi tersebar di beberapa titik di wilayah ini, sekaligus menjadi tempat interaksi sosial masyarakat dikarenakan kurangnya ruang terbuka di kawasan ini. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa kawasan Kelurahan Hamdan memiliki potensi sebagai ruang aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

(54)

sikap mereka dalam berinteraksi. Budaya bermukim yang kental dengan kekerabatan adalah potensi yang menjadi perekat kohesi masyarakat dan merupakan modal sosial yang sudah seharus nya dipelihara. Pola-pola kehidupan tradisional yang masih terbawa, menjadi potensi identitas kampung yang berada pada kehidupan modern perkotaan.

Interaksi sosial yang terjadi pada kawasan ini banyak dilakukan di jalan, pinggir sungai, dan warung. Hal ini dikarenakan kebiasaan interaksi warga yang berkomunikasi ketika bertemu dengan tetangga dimanapun berada. Sehingga tidak memperhatikan apakah ruang tersebut layak atau tidak dijadikan sebagai ruang interaksi sosial. Hal ini juga berlaku bagi anak-anak yang bermain di area tapak, yaitu di jalanan dan di badan sungai, ruang interaksi sosial ini dirasa tidak aman bagi anak-anak karena dapat membahayakan keselamatan. Area bermain yang aman bagi anak-anak sangat dibutuhkan karena berdampak pada perkembangan psikologi anak.

Penataan lingkungan permukiman tepi sungai merupakan salah satu upaya mengembalikan kualitas sungai. Penataan lingkungan pejmukiman ini salah satunya adalah dengan merancang rumah susun. Rumah susun diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan kepadatan hunian di kawasan ini.

(55)

Kampung vertikal merupakan ide awal yang muncul dalam benak perancang dalam melihat potensi-potensi yang dimiliki tapak. Dalam bahasa Minangkabau kampung berkaitan dengan kehidupan yang sarat dan konsisten akan penerapan nilai-nilai tradisional. Sehingga kampung vertikal dapat diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan pemukiman yang menerapkan nilai-nilai tradisional dalam bentuk pemukiman vertikal.

Tema ini dipilih untuk merepresentasikan bentuk-bentuk kehidupan kampung yang masih dimiliki oleh warga setempat. Perilaku-perilaku tradisional yang dimiliki akan diadaptasi menjadi fungsi ruang pada bangunan rumah susun. Dengan pemikiran bahwa perilaku-perilaku tradisional ini akan tetap berlaku pada bangunan rumah susun. Bentuk-bentuk pemukiman juga diadaptasi ke dalam bentuk bangunan sehingga bentuk hunian akan berbeda-beda.

Seiring dengan proses asistensi bersama dosen pembimbing maupun konsultan ahli, tema ini dirasa terlalu luas dan juga tidak cukup menarik untuk merepresentasikan konsep kampung pada rancangan bangunan. Dikarenakan tidak ada ciri khas baru yang muncul dari tema ini. Tema ini dirasa terlalu umum dan sudah banyak digunakan dalam rancangan bangunan rumah susun. Karena representasi tema ini hanya pada perilaku penghuni, tidak banyak terlihat dalam keseluruhan rancangan.

(56)

Dictionary of Architecture mendeskripsikan bahwa ada dua pengertian mengenai

Organic Architecture: (1) istilah untuk bangunan yang didesain berdasarkan analogi biologi atau natural, (2) istilah untuk arsitektur yang secara visual dan lingkungan saling harmonis, terintegrasi dengan tapak, dan merefleksikan kepedualian arsitek terhadap proses dan bentuk alam sekitar .

Perancang mencoba merealisasikan tema ini dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Area komersial yang banyak digunakan sebagai ruang interaksi sosial, juga akan diadaptasi ke dalam konsep ruang pada bangunan rumah susun sehingga pada bangunan rumah susun nantinya terdapat area komersial yang dapat digunakan untuk tempat berkumpul dan dapat menjadi area warung kopi bagi warga yang memiliki usaha tersebut. Pada setiap hunian rumah susun terdapat "jendela usaha" yang dapat berfungsi sebagai tempat menampilkan usaha masing-masing warga.

(57)

kawasan. Dalam hal keamanan, konsep ini menjadi tanggung jawab bersama karena setiap warga dapat mengawasi kawasan pemukiman mereka. Ruang terbuka yang cukup disediakan di beberapa tempat pada kawasan diharapkan menjadi ruang penyelamatan saat terjadi bencana.

(58)

BAB IV

EKSPRESI KAMPUNG KOTA

Setelah menemukan tema yang sesuai, tahapan yang harus dilakukan selanjutnya adalah rancangan konseptual. Melalui tema ini, perancang memulai tahap perancangan konsep proyek yang telah dijelaskan sebelumnya, menerjemahkan pola pemukiman kampung eksisting ke dalam rancangan baru kawasan. Rancangan awal untuk bangunan hunian dibuat berdasarkan pola sirkulasi jalan, unit rumah serta ruang terbuka, dengan mengambil pola-pola tertentu yang memungkinkan untuk diterjemahkan ke dalam bentuk bangunan (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Pola Sirkulasi dan Pemukiman Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

Dalam suatu permukim terdapat pola-pola di dalamnya, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari permukiman (Oktay, 1998). Seperti halnya pola sirkulasi jalan di permukiman

(59)

yang tidak terencana, cenderung lurus namun sering menikung di sudut-sudut yang tak terduga secara acak. Sesuai dengan permukimannya yang tidak terencana, maka pola sirkulasi jalannya juga tidak terencana, biasa muncul diakibatkan pergerakan manusia di dalam permukiman. Namun pola sirkulasi jalan yang tidak beraturan itu akan memberi kesan yang menyenangkan, penasaran dan kebahagiaan. Dibandingkan dengan sirkulasi jalan yang lurus yang memberi kesan untuk selalu memandang ke depan tanpa memperhatikan apa yang ada di sekitarnya (Kostof, 1991: 74).

Selain sirkulasi jalan, pola lain yang ada di dalam suatu permukiman adalah ruang luar atau ruang terbuka. Ruang luar terdiri dari tiga hal utama yaitu bentuk, struktur dan fungsi. Setiap organisme memiliki unsur bentuk, struktur dan fungsi, dan ketiga hal ini saling berhubungan satu sama lain (Lefebvre, 1991dalam Eriksson, 2013).

(60)

Agar tercipta harmoni dengan lingkungan dan manusia, teori ini memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan oleh perancang. Prinsip dasar arsitektur organik menurut Frank Lloyd Wright :

 Bentuk organik bukan diartikan sebagai bentuk imitasi dari alam akan tetapi sebuah pengertian dasar yang abstrak dari prinsip-prinsip alam.  Arsitektur organik adalah ekspresi kehidupan dari semangat hidup

manusia. Arsitektur organik adalah arsitektur kebebasan sebagai batas ideal dari demokrasi.

Sebagai arsitek yang mengaplikasikan teori arsitektur organik ini, Wright memiliki filosofi pribadi mengenai arsitektur organik. Filosofi Frank Lloyd Wright:

 Bentuk dan fungsi adalah satu.

 Ornamen yang terpadu bukan hanya sebagai penempelan melainkan struktural yang konstruksional.

 Bangunan yang baik harus mempunyai hubungan dengan lingkungan.  Atap dari bidang diciptakan sebagai pelindung serta menghargai manusia

di dalamnya.

(61)

Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan tidak terencana. Permukiman terencana merupakan permukiman yang dirancang oleh seorang tokoh, pola ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon. Dengan sirkulasi jalan yang berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman. Jenis lain dari permukiman yaitu permukiman tidak terencana adalah permukiman yang berkembang tanpa adanya rancangan. Biasanya permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan berjalannya waktu dan aktivitas-aktivitas masyarakat di dalamnya yang pada akhirnya membentuk permukiman tersebut. Hasil dari permukiman jenis ini adalah bentuknya yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku-liku, dengan tikungan yang muncul secara tiba-tiba dan penempatan ruang luar atau ruang terbuka yang terjadi secara acak (Kostof, 1991: 43). Permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan pergerakan orang di dalamnya karena pergerakan manusia pada dasarnya dilakukan sesuai keinginan mereka sendiri (Kostof, 1991: 48).

4.1. Konsep Massa Bangunan

(62)

suatu lingkungan baik secara individu atau secara kelompok dan dapat digunakan oleh publik (setiap orang).

Sirkulasi pada rancangan hunian diletakkan pada bagian dalam sehingga unit-unit rumah berada pada bagian luar atau tepi bangunan. hal ini dilakukan agar unit-unit rumah mendapatkan sinar matahari secara merata, dan sirkulasi udara di dalam unit rumah akan mengalir dengan lancar.

Dalam mendapatkan gubahan massa yang paling tepat untuk tema ini perancang melalui proses yang bertahap. Namun konsep utama tetap mengadaptasi bentuk sirkulasi dan susunan hunian yang tidak beraturan.

Gambar 4.2. Konsep Gubahan Massa Awal

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 4.3. Aksonometri Gubahan Massa Awal

Sumber: Dok. Penulis (2014)

(63)

Ide awal gubahan massa adalah mengadaptasi bentuk asli dari pola sirkulasi dan susunan hunian (Gambar 4.2). Sehingga menghasilkan bentuk yang benar-benar tidak beraturan (Gambar 4.3). Konsep gubahan massa ini memiliki banyak kekurangan, di antaranya sirkulasi yang tidak efektif, terdapat ruang-ruang negatif, dan masalah struktur bangunan menjadi masalah utama karena bentuk massa akan menimbulkan kesulitan saat penerapan struktur di lapangan (Gambar 4.4).

Gambar 4.5. Konsep Gubahan Massa 2

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 4.6. Aksonometri Gubahan Massa 2

Sumber: Dok. Penulis (2014) Konsep gubahan massa selanjutnya mengadaptasi satu bentuk sirkulasi menjadi sebuah cluster, lalu cluster disusun secara menyebar sehingga terbentuk 6

(64)

Kekurangan konsep gubahan massa ini terletak pada struktur yang digunakan terlalu boros karena banyaknya ruang negatif yang timbul akibat dua denah tipikal yang berulang. Dari segi estetika konsep gubahan massa ini juga tidak terlalu menggambarkan suasana kampung yang tidak beraturan.

Kekurangan konsep sebelumnya memberikan pemikiran bagi perancang dalam usaha membentuk gubahan massa selanjutnya.

[image:64.595.136.474.256.661.2]

(65)

Massa bangunan rumah susun yang dibentuk oleh sirkulasi kawasan eksisting yang diadaptasi ke dalam bangunan rumah susun (Gambar 4.7). Bentuk sirkulasi yang diadaptasi tidak sepenuhnya mengikut bentuk asli, tetapi dengan perubahan yang menyesuaikan grid bangunan agar strukturnya tetap beraturan. Bentuk sirkulasi yang diambil merupakan bentuk adaptasi sirkulasi yang paling dominan membentuk kawasan ini, lalu diaplikasikan ke dalam bangunan dengan penyesuaian grid struktur.

Untuk menyesuaikan kondisi kawasan eksisting, peletakan bangunan rumah susun ini diletakkan di tengah-tengah kawasan sesuai dengan pernyataan Kostof, permukiman diibaratkan sebagai organisme, ruang luar seperti taman merupakan paru-paru permukiman, pusat permukiman sebagai jantung yang menyalurkan darah melalui arteri yang disebut jalan (Kostof, 1991: 52).

Bangunan ini berbentuk organik, menyebar pada kawasan, dengan adanya jalur sirkulasi yang dipertahankan, yang membelah kawasan menjadi dua menyebabkan kawasan ini pada lantai dasar terpisah oleh sirkulasi kawasan lalu pada lantai satu bangunan ini disatukan dengan menggunakan jalur sirkulasi bangunan yang berupa jembatan.

(66)

Gambar 4.8. Aksonometri Gubahan Massa 3 Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pada unit hunian akan diaplikasikan "jendela usaha" yang dapat digunakan untuk menampilkan barang dagangan bagi penghuni yang memiliki usaha warung kecil-kecilan seperti warung jajanan dan warung makanan. Konsep rancangan ini menjadi salah satu pengaplikasian tema sosial ekonomi yang dituntut pada rancangan ini. Konsep ini diangkat karena usaha-usaha kecil ini menjadi salah satu penopang hidup masyarakat di kawasan ini sehingga keberadaannya dirasakan begitu penting bagi masyarakat.

(67)

permukiman sebagai jantung yang menyalurkan darah melalui arteri yang disebut jalan (Kostof, 1991: 52).

Ruang terbuka umum pada kawasan akan diterjemahkan dalam bentuk jalan, taman, lapangan olahraga, plaza, serta promenade. Ruang terbuka umum adalah ruang yang mengandung unsur pemikiran tentang ruang yang diperuntukkan bagi masyarakat bersama, baik yang dikelola secara publik maupun privat. Ruang terbuka merupakan aset publik, yang merupakan bagian penting dari permukiman, ruang terbuka memiliki konstribusi nilai bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat permukiman ruang terbuka memberikan kesempatan bagi kita untuk mengalami interaksi bersama dengan masyarakat umum lainnya (Gallacher, 2005 dalam Mrema, 2013).

Taman sebagai paru-paru pemukiman diletakkan di sekitar bangunan secara menyebar. Taman ini juga difungsikan sebagai transisi area komersial dengan area hunian. Lapangan olahraga sebagai fasilitas kawasan diletakkan dekat dengan perbatasan kampung tetangga sehingga diharapkan fasilitas ini dapat digunakan bersama. Konsep ini ditujukan agar masyarakat yang berada pada kawasan sekitar tetapi tidak berada dalam kawasan proyek, tetap menyatu dengan kawasan rumah susun sehingga hubungan sosial yang sudah terjalin akan tetap kuat walaupun adanya perbedaan bentuk kampung.

(68)

menjadi oase bagi kehidupan perkotaan yang penuh sesak dengan kepadatan yang tinggi, serta tekanan hidup yang cukup melelahkan.

Gambar 4.9. Suasana Promenade

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Di samping unit hunian rumah susun itu sendiri, bangunan rumah susun ini terdiri dari fasilitas-fasilitas pendukung dan fasilitas umum. Bentuk bangunan ini terkesan diangkat ke atas, seperti bentuk rumah panggung. Fungsi-fungsi pendukung yang diletakkan pada bagian bawah panggung bangunan terdiri dari, parkir, kantor pengelola, mushalla, ruang serba guna, ruang mekanikal elektrikal, taman kanak-kanak, dan tempat penitipan anak.

(69)

diletakkan pada lantai dasar dan dekat dengan pintu masuk bangunan agar memudahkan pengguna untuk mencapai ruang tersebut.

[image:69.595.115.512.473.726.2]

Unit hunian rumah susun terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe 36, 45, dan 54. Jumlah unit tiap lantai berbeda-beda disebabkan jumlah lantai bangunan pada beberapa tempat yang berbeda. Pada lantai dua unit rumah susun berjumlah 71 unit, lantai tiga berjumlah 61 unit, lantai empat berjumlah 53 unit, lantai lima berjumlah 46 unit, lantai enam berjumlah 42 unit, lantai tujuh dan delapan masing-masing berjumlah 29 unit, dan lantai sembilan berjumlah 23 unit. Keseluruhan unit rumah susun berjumlah 354 unit yang terbagi-bagi dalam tiga tipe unit, dengan jumlah masing-masing tipe yang berbeda-beda, tipe 36 (Gambar 4.10) berjumlah 100 unit, tipe 45 (Gambar 4.12) berjumlah 120 unit, dan tipe 54 (Gambar 4.11)berjumlah 134 unit. Pada lantai tiga dan seterusnya, terdapat fasilitas ruang terbuka yang berupa "roof garden" yang dapat diakses pada masing-masing lantai.

Gambar 4.10. Denah Unit Tipe 36 Sumber: Dok. Penulis

(2014)

Gambar 4.11. Denah Unit Tipe 54 Sumber: Dok. Penulis

(2014)

Gambar 4.12. Denah Unit Tipe 45 Sumber: Dok. Penulis

(70)

Jalur sirkulasi vertikal berupa tangga dan lift, diletakkan di beberapa tempat yang merupakan area berkumpulnya jalur sirkulasi. Tangga ini bersifat terbuka karena diletakkan di tengah-tengah dengan void agar, penghuni rumah susun lantai atas bisa berkomunikasi dengan penghuni rumah susun yang berada di lantai bawah.

Bentuk adaptasi kampung eksisting terlihat dari susunan tipe unit hunian yang berbeda-beda dan penempatan ruang-ruang komunal yang berupa warung kopi pada beberapa tempat yang tersebar di setiap lantai bangunan. Untuk usaha kios pribadi, pada unit rumah susun akan disediakan jendela usaha yang bisa difungsikan untuk tempat menjual barang dagangan. Pada tiap unit hunian juga memiliki bentuk layout ruangan yang berbeda-beda, sesuai dengan bidang usaha masing-masing keluarga. Layout hunian yang berbeda-beda juga dipengaruhi oleh letak hunian yang menyesuaikan arah sinar matahari.

(71)

Gambar 4.13. Area Tepi Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Area olahraga berupa lapangan basket dan lapangan bulutangkis serta lapangan voli (Gambar 4.14) diletakkan pada wilayah dekat perbatasan antara kawasan rumah susun dan Kelurahan Hamdan yang tidak direvitalisasi, hal ini ditujukan agar penggunaan lapangan olahraga bisa digunakan oleh seluruh masyarakat kawasan Kelurahan Hamdan, dan hubungan sosial yang sebelumnya sudah terjalin tidak merenggang serta dapat semakin diperkuat. Area olahraga ini juga dilengkapi peralatan olah tubuh lainnya yang bebas digunakan masyarakat.

(72)

Area taman ditempatkan menyebar di seluruh kawasan, pada area komersial terdapat taman-taman yang berfungsi untuk tempat beristirahat sejenak, pada jalur sirkulasi pejalan kaki yang membelah area kawasan terdapat taman sebagai area transisi dari jalan ke bangunan.

Sirkulasi di dalam kawasan terfokus pada pejalan kaki, seluruh area kawasan dapat dilalui dengan berjalan kaki. Untuk akses kendaraan bermotor, hanya sebatas jalur masuk drop off dan parkir, akses masuk dan keluar melalui jalan Samanhudi. Jalur masuk dan keluar bagi kendaraan ini ditempatkan pada jalan Samanhudi dengan tujuan menghindarkan kemacetan lalulintas yang sering terjadi di jalan Juanda.

[image:72.595.224.401.419.665.2]

Gambar 4.15 ini memperlihatkan rancangan tapak dan hubungannya dengan lingkungan sekitar.

(73)

Tapak yang memiliki luas 30000m2 atau tiga hektar ini terdiri dari bangunan utama yang berupa hunian rumah susun, dan bangunan komersial yang berada di tepian kawasan yang berhadapan dengan jalan dan sungai, selain itu kawasan ini juga memiliki sarana olahraga yang berupa lapangan basket, bulutangkis, dan voli, serta dilengkapi dengan alat-alat kebugaran jasmani yang dapat digunakan masyarakat luas. Sirkulasi pada tapak ditujukan khusus untuk para pejalan kaki. Akses masuk ke dalam kawasan bagi para pejalan kaki terdapat di beberapa tempat yaitu dari jalan Juanda langsung ke area tepi sungai Deli, dan pada area komersial.

Untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan bermotor dapat melalui area parkir. Dan untuk masyarakat kanpung Hamdan yang berbatasan langsung dengan kawasan rumah susun dapat menggunakan sirkulasi eksisting yang dipertahankan yang berhubungan langsung dengan. Sirkulasi kend

Gambar

Gambar 1.11. Rumah Tunggal
Gambar 1.13. Material Bangunan Pada Tapak
Gambar 1.16. Kondisi Jalur Pejalan Kaki Sumber: Dok. Penulis (2014)
Gambar 1.18. Tempat Interaksi Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan kadar kolesterol pada pasien lanjut usia (lansia) adalah sebesar 45% lansia memiliki kadar kolesterol yang memenuhi batas kadar normal (<

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini ialah penggunaan metode budidaya long-line vertical dan horizontal memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut

Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan untuk membeli aktiva tetap dalam memproduksi barang dan jasa, membeli bahan-bahan untuk kepentingan produksi dan penjualan,

ini apakah siswa bisa mengerjakan dari tugas yang diberikan oleh guru

Zebua, Elvin Anugrah, “Dampak Pembentukan Kota Gunung Sitoli Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Madula, Kecamatan Gunung Sitoli, Kota Gunung Sitoli”, Skripsi,

Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah,

terintegrasi dengan jaringan 3G, sistem pengambilan foto dan video terhadap objek yang terdeteksi oleh motion detection pada webcam, foto akan dikirim ke telegram bot dan

Obat tlutuh kastuba rana ning sandilata (kematian Dewi Angreni) merupakan sesuatu yang diinginkan oleh Raja Jenggala terkait dengan kehadiran Dewi Angreni yang menjadi