• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYEBARAN AGAMA BUDDHA PADA MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN LANGKAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYEBARAN AGAMA BUDDHA PADA MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN LANGKAT."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

D I S U S U N O L E H :

EDI PUTRA RASMAMANA PA NIM 3123121011

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Edi Putra Rasmamana PA. NIM 3123121011. Penyebaran Agama Buddha Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui awal mula Penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat, apa latar belakang yang menyebabkan agama Buddha dibawa dan diajarkan kepada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat, kehidupan masyarakat Karo sebelum mengenal Agama Buddha, teknik yang digunakan dalam penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo, alasan Masyarakat Karo tertarik untuk memeluk Agama Buddha, serta perkembangan umat Buddha-Karo dan perkembangan pembangunan Vihara Buddha untuk masyarakat Karo di Kabupaten Langkat. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis menggunakan beberapa metode penelitian diantaranya adalah metode Penelitian Lapangan (Field Research) yakni dengan cara melakukan Pengamatan (Observasi) dan Wawancara terhadap narasumber yang terkait atau mengetahui asal mula Penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat. Selanjutnya, penulis juga menggunakan metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni mengumpulkan sumber-sumber data tertulis dari buku-buku yang berhubungan dengan Penyebaran Agama Buddha Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat.

Masyarakat Karo sebelum mengenal agama Buddha, menganut kepercayaan Dinamisme yang sering disebut kepercayaan Perbegu. Kepercayaan Perbegu adalah ajaran yang mempercayai bahwa Begu atau arwah orang yang sudah meninggal, masih dapat mempengaruhi kehidupan manusia yang masih hidup, terutama dalam hal memberikan kesehatan, keselamatan, dan juga rejeki. Agama Buddha masuk ke Kabupaten Langkat sekitar tahun 1975, yang ditandai dengan berdirinya sebuah Cetya atau vihara kecil di desa Buah Apam, Kecamatan Kuala. Perkembangan umat Buddha-Karo di Kabupaten Langkat di mulai dari dusun Buah Apam, lalu ke desa Parangguam, Kecamatan Salapian, lalu ke desa Turangie, Kecamatan Salapian, lalu ke dusun Durian Mulo, Besadi, Kecamatan Kuala, lalu ke desa Parit Bindu, Kuala, dan dusun Perteguhen, Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingai. Penyesuaian terhadap budaya Karo, Agama Buddha tidak pernah melarang pemakaian Budaya dan adat dalam kehidupan masyarakat Karo asalkan tidak merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat kasih dan karunia yang di anugerahkan-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PENYEBARAN AGAMA BUDDHA PADA MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN LANGKAT”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak sekali

kekurangan, baik dari segi isi maupun dalam hal penyajian data, mengingat

keterbatasan yang penulis miliki dalam hal pengetahuan dan pengalaman menulis

karya ilmiah. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari banyak kendala dan tantangan dalam penulisan skripsi ini,

tetapi atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak skripsi ini dapat

diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kepada kedua Orang Tua saya Bapak Uli Perangin-Angin, dan Ibu

Rulina br Sitepu, S.Pd yang senantiasa memberikan dukungan dalam

segala kebutuhan pendidikan dan akademik saya. Serta doa yang selalu

(7)

2. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom,

M.Pd beserta jajaran stafnya yang telah memberikan kelancaran dalam

urusan akademik dari awal kuliah sampai dengan akhir perkuliahan.

3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Ibu Dra. Nurmala Berutu beserta jajaran

pegawai fakultas yang telah mengelola birokrasi kemahasiswaan

dengan baik sehingga proses perkuliahan berjalan dengan lancar.

4. Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah, Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si

dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah, Bapak Syahrul Nizar S,

S.Hum, MA yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam

segala urusan akademik.

5. Bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah banyak membantu, membimbing dan mengarahkan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Drs. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si selaku Dosen Pembimbing

Akademik dan sekaligus Dosen Pembanding Utama yang memberikan

kritik dan saran yang membangun kepada penulis. Begitupun tak lupa

saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Ponirin, M.Si dan Bapak

Drs. Yushar Tanjung, M.Si sebagai Dosen Pembanding Bebas, atas

kritik dan saran yang diberikan untuk membuat skripsi ini semakin

baik.

7. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan Sejarah,

(8)

8. Kepada para narasumber yang senantiasa membantu memberikan

informasi yang penulis butuhkan Terkhusus untuk Y.M. Bhikku

Jhinadammo Mahathera, Bhikku Bhuripanno Thera, Maechi Susi, dan

seluruh masyarakat Karo beragama Buddha di kabupaten Langkat

yang senantiasa membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan dari Kelas B Reguler Pendidikan Sejarah

2012 Seluruhnya, dan Khususnya kepada Rafika Arthauli P., Yuliana

Ulfa, Nurfadillah, Peristiwani, Kartina Simanjuntak, Bincar Mouridc,

Rahmat Amsari, dan sahabat sahabat lainnya yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu.

10.Team PPLT Unimed 2015 SMA KATOLIK 1 KABANJAHE,

Kabupaten Karo.

Medan September 2016 Penulis

(9)

Daftar Isi

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... viii

Bab. I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 4

1.3. Batasan Masalah... 5

1.4. Rumusan Maslah... 5

1.5. Tujuan Penelitian... 6

1.6. Manfaat Penelitian... 6

Bab.II Kajian Pustaka dan Landasan Teori 2.1.Kajian Pustaka... 8

2.2.Kerangka Teori... 9

2.2.1. Teori Penyebaran (Difusi)... 9

2.2.2. Teori Agama... 11

2.3.Kerangka Konseptual... 12

2.3.1. Konsep Agama Buddha ... 12

(10)

Kerangka Berpikir... 15

Bab. III Metodologi Penelitian 3.1. Metode Penelitian... 17

3.2. Lokasi Penelitian... 18

3.3. Populasi dan Sampel... 19

3.4. Sumber Data... 19

3.6. Teknik Pengumpulan Data... 20

3.5. Teknik Analisis Data... 21

BAB. IV Pembahasan 4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 23

4.1.1. Jumlah Penduduk Langkat... 24

4.1.2. Jumlah Penduduk Dilihat Dari Segi Agama... 24

4.1.3. Persentase Suku Bangsa di Wilayah Penelitian... 25

4.1.4. Persentase Agama di Wilayah Penelitian... 27

4.2. Kepercayaan Suku Karo Sebelum Memeluk Buddha... 27

4.3.Penyebaran Agama Buddha pada masyarakat Karo di Kab. Langkat ...38

4.3.1. Desa Buah Apam, Kecamatan Kuala... 38

(11)

4.3.3. Desa Turangie, Kecamatan Salapian... 52

4.3.4. Dusun Durian Mulo, Besadi, Kuala... 54

4.3.5. Dusun Perteguhen, Telagah, Sei Bingai... 59

4.3.6. Desa Parit Bindu, Kuala... 61

4.4. Kehidupan Masyarakat Karo setelah memeluk Buddha... 69

BAB V. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan... 75

5.2. Saran... 77

(12)

Daftar Tabel

(13)

Daftar Lampiran

Lampiran 1 ... 1

Lampiran 2 ... 2

Lampiran 3 ... 5

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang masalah

Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Sumatera

Utara, Wilayahnya meliputi dataran tinggi Karo, Deli Serdang bagian hulu,

Langkat bagian hulu, dan sebagian dari Dairi, serta daerah lainnya di

Sumatera Utara. Suku bangsa Haru atau kemudian disebut suku bangsa

Karo ini masuk ke Sumatera ketika zaman batu. Terjadi perpindahan

bangsa dari Tiongkok Selatan ke Hindia Belakang dan bangsa-bangsa

Hindia Belakang terdesak dan banyak pindah ke selatan siam maupun

kamboja. Kemudian menyebar ada yang melalui malaya dan hijrah ke

Sumatera.

Jauh sebelum Belanda menjajah wilayah yang didiami suku Karo,

atau yang sekarang kita kenal dengan dataran tinggi Karo, suku Karo itu

telah lama berdiam diri didaerah daerah yang cukup luas di luar Kabupaten

Karo seperti yang telah penulis sebutkan diatas. Misalnya di Kabupaten

Langkat, suku Karo menjadi salah satu suku asli dan mayoritas di

Kabupaten Langkat bagian hulu yang meliputi beberapa kecamatan seperti,

Kecamatan Kutambaru, Kec. Salapian, Kec. Bahorok, Kec. Sei Bingai, Kec.

(15)

2 Pada umumnya kita mengetahui bahwa masyarakat Karo banyak

menganut agama Kristen atau Islam, sebagai agama resmi. Tak banyak yang

tahu bahwa ada sebagaian kelompok masyarakat Karo yang juga menganut

agama Buddha. Masyarakat awam umumnya, mengira bahwa agama

Buddha hanya dianut oleh etnis Tionghoa saja.

Agama Buddha masuk ke Sumatera Utara, pada sekitar abad ke-12,

tepatnya di kota Cina, yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari

Tamilnadu dan Sri Lanka. Hal ini dapat di identifikasi dari karakteristik

patung Buddha yang ditemukan di kota Cina yang mirip dengan

karakteristik patung Buddha dari Sri Lanka.

Masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha tersebut, yang masih

menetap di Indonesia, kemungkunian melakukan penyebaran agama

Buddha kepada suku-suku yang masih belum memiliki agama resmi,

termasuk kepada sebagian suku Karo yang masih menganut Kepercayaan

Pemena. Kemungkinan ini penulis dapat dari keterangan penelitian Mc Kinnon mengenai Kota China, disebutkan oleh Mc Kinnon, bahwa

pedagang-pedagang dari Tanah Karo juga datang untuk berdagang ke Kota

China, sehingga ada kemungkinan terjadi interaksi antara suku Karo dan

penganut Buddha di Kota China pada masa itu.

Berkenaan dengan penelitian ini, penulis mencoba mengangkat

tentang keberadaan Suku Karo yang beragama Buddha di Kabupaten

(16)

3 penulis ketahui adanya vihara yang umatnya mayoritas berasal dari etnis

Karo yaitu Kecamatan Salapian, Kecamatan Kuala, dan Kecamatan Sei

Bingai. Penulis menganggap hal ini adalah sebuah keunikan tersendiri

dikarenakan, sangat jarang sekali saat ini penduduk pribumi sumatera yang

beragama Buddha, sehingga penulis ingin mengangkat tema ini kedalam

penelitian penulis dan menuangkannya kedalam sebuah tulisan sesuai

dengan metode-metode penelitian yang ilmiah.

Kabupaten Langkat yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah

salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, dengan Ibukota Stabat.

Kabupaten Langkat, sampai saat penulis melakukan penelitian ini,

memiliki 23 Kecamatan yang termasuk didalamnya adalah Kecamatan

Salapian, Kecamatan Kuala, dan Kecamatan Sei Bingei yang mayoritas

penduduknya berasal dari Suku Karo. Yang akan menjadi fokus penelitian

dari penulis adalah tentang Penyebaran Agama Buddha Pada Masyarakat

Karo di Kabupaten Langkat.

Alasan selanjutnya yang membuat penulis tertarik untuk

mengangkat tema tentang Suku Karo beragama Buddha ini adalah, apa

alasan dari masyarakat Karo, khususnya di Kabupaten Langkat lebih tertarik

memeluk agama Buddha, ketimbang agama Kristen ataupun Islam yang

lebih mayoritas dianut oleh masyarakat Karo baik di dataran tinggi karo

(17)

4 Informasi awal yang penulis terima dari berbagai sumber, bahwa

“Vihara Buddha-Karo” tertua yang ada di Kabupaten Langkat adalah

“Vihara Sriwijaya” yang terletak di desa Parangguam, dan “Vihara Buddha

Kassapa” di Desa Turangie, Kecamatan Salapian. Di Vihara Buddha

Kassapa Sendiri dari informasi awal yang penulis peroleh ada sekitar 60

umat dari suku karo yang beribadah disana. Sementara di Vihara Buddha

Sikhi di kecamatan Kuala ada sekitar 29 Kepala Keluarga dari suku karo

yang beribadah disana.

Dari latar belakang tersebut, maka penulis berkeinginan

mengangkat tema tersebut kedalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul

“Penyebaran Agama Buddha Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat”

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mngidentifikasikan beberapa

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kepercayaan suku Karo di Kabupaten Langkat sebelum

mengenal agama Buddha?

2. Bagaimana proses penyebaran agama Buddha pada suku Karo di

(18)

5 3. Bagaimana Agama Buddha dapat diterima dengan baik oleh Suku Karo

di Kabupaten Langkat?

4. Apa saja halangan yang terjadi dalam proses penyebaran Agama Buddha

pada Suku Karo di Kabupaten Langkat?

5. Bagaimana kehidupan Suku Karo di Kabupaten Langkat setelah

memeluk Agama Buddha?

6. Bagaimana penyesuaian antara Agama Buddha terhadap budaya Karo

setelah masuknya Agama Buddha kepada Suku Karo di Kabupaten

Langkat ?

1.3.Batasan masalah

Dikarenakan luasnya masalah yang harus diteliti, maka penulis membatasi

masalah kepada “Penyebaran Agama Buddha Pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat”

1.4. Rumusan Masalah

Agar Penulis terarah dalam melaksanakan penelitian, maka penulis

merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kepercayaan Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat

(19)

6 2. Bagaimana proses penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo

di Kabupaten Langkat?

3. Bagaimana kehidupan Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat setelah

memeluk Agama Buddha?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tentunya memliki tujuan yang telah penulis rangkum

menjadi berikut:

1. Untuk mengetahui kepercayaan Masyarakat Karo sebelum memeluk

agama Buddha di Kabupaten Langkat

2. Untuk mengetahui proses penyebaran Agama Buddha pada

Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat

3. Untuk mengetahui kehidupan Masyarakat Karo setelah memeluk

Agama Buddha

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh sesudah melaksanakan penelitian ini

adalah:

1. Menambah wawasan penulis tentang Penyebaran Agama Buddha pada

Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat

2. Untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi para pembaca baik

dari kalangan mahasiswa tentang Penyebaran Agama Buddha pada

(20)

7 3. Memperkaya informasi bagi masyarakat khususnya di kabupaten

Langkat untuk mengetahui Penyebaran Agama Buddha pada

Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat

4. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya

dalam tema yang berhubungan dengan tema Penyebaran Agama

Buddha pada Masyarakat Karo di Kabupaten Langkat.

5. Memperkaya informasi bagi akademisi UNIMED, khususnya Jurusan

Pendidikan Sejarah untuk dapat mengetahui dan memahami

Penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo di Kabupaten

Langkat.

6. Menambah daftar bacaan kepustakaan ilmiah UNIMED khususnya

(21)

75

BAB V

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Masyarakat Karo sebelum mengenal agama Buddha, menganut

kepercayaan Dinamisme yang sering disebut kepercayaan

Perbegu/Pemena.

2. Kepercayaan Perbegu adalah kepercayaan yang mempercayai bahwa Begu atau arwah orang yang sudah meninggal, masih dapat mempengaruhi kehidupan manusia yang masih hidup, terutama dalam

hal memberikan kesehatan, keselamatan, dan juga rejeki.

3. Perbegu identik dengan ajaran Hindu sekte Siwa yang dibawa oleh Resi Agastya Batara Guru, yang merupakan seorang India yang

mengembangkan ajaran Hindu di Indonesia terutama ajaran dari

Bhagvat Brgu.

4. Agama Buddha masuk ke Kabupaten Langkat sekitar tahun 1975, yang

ditandai dengan berdirinya sebuah Cetya atau vihara kecil di desa Buah Apam, Kecamatan Kuala.

5. Tambaten Sitepu adalah orang Karo pertama yang memeluk agama

Buddha, dan sebagai perintis pembangunan Cetya di Buah Apam 6. Penyebaran Agama Buddha pada Masyarakat Karo di Kabupaten

Langkat dilakukan oleh orang-orang Karo sendiri kepada Masyarakat

(22)

76 7. Perkembangan umat Buddha-Karo di Kabupaten Langkat di mulai dari

dusun Buah Apam, lalu ke desa Parangguam, Kecamatan Salapian,

lalu ke desa Turangie, Kecamatan Salapian, lalu ke dusun Durian

Mulo, Besadi, Kecamatan Kuala, lalu ke desa Parit Bindu, Kuala, dan

dusun Perteguhen, Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingai.

8. Metode yang digunakan dalam menyebarkan agama Buddha pada

Masyarakat Karo di Kabupaten langkat adalah dengan cara pendekatan

terhadap budaya Karo, seperti pemakaian Bahasa Karo oleh Bhikku

atau Pandita yang berasal dari Suku Karo.

9. Penyesuaian terhadap budaya Karo, Agama Buddha tidak pernah

melarang pemakaian Budaya dan adat dalam kehidupan masyarakat

(23)

77

Saran

1. Agar pemerintah daerah tidak mempersulit pengeluaran ijin

pembangunan Vihara di Kabupaten Langkat, terutama bagi Vihara yang

mayoritas umatnya berasal dari Suku Karo.

2. Perlu adanya pembelajaran bagi Masyarakat agar menjaga toleransi

antar umat yang berlainan agama.

3. Masyarakat Karo yang beragama Buddha sebaiknya tetap

mempertahankan adat dan Budaya Karo, dan dapat menampilkan ciri

khas Karo pada setiap Vihara yang dibangun, atau pada saat hari-hari

besar agama Buddha

4. Pemerintah daerah maupun kecamatan di Kabupaten Langkat,

hendaknya tidak mempersulit peneliti dalam melakukan penelitian di

Kabupaten Langkat, sehingga segala potensi Kabupaten Langkat bisa

(24)

78

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2015. Langkat Dalam Angka 2015. Stabat: BPS

Bangun, Tridah. 1986. Manusia Batak Karo. Jakarta: Inti Dayu Press

Conze, Edward. 2010. Sejarah Singkat Agama Buddha. Jakarta: Karaniya

Daliman, A. 2012. Pengantar Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 2013. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah. FIS UNIMED

Hadiwijono, Harun. 2009. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung Mulia

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rineka cipta

Kung, Master Chin. 2012. Mengenal Ajaran Buddha, jalan menuju hidup bahagia. Jakarta: Yayasan Yabumi Buddha Amitabha

(25)

79 McKinnon, Edwards. 2013. Kota Cina Konteks dan Makna dalam Perdagangan Asia Tenggara pada Abad Kedua Belas hingga Abad Keempat Belas. Medan: Unimed Press

Nasution, Farizal. 2015. Jejak Sejarah dan Budaya Karo. Medan: Mitra

Panitia Kongres Kebudayaan Karo. 1995. Religi. Berastagi: Kongres Kebudayaan Karo

Respati, Djenar. 2014. Sejarah Agama-Agama di Indonesia. Yogyakarta : Araska

Sjamsudin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Soekmono.1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius

Subagya, Rachmat.1981. Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan

Supardi. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Sosial. Yogyakarta: Ombak

Suzuki, Beatrice Lane. 2009. Agama Buddha Mahayana. Jakarta: Karaniya

Gambar

Tabel 4.1. ............................................................................................................

Referensi

Dokumen terkait

• Gagal bisa terjadi pada kedua sisi jantung atau bisa juga lebih berat menyerang jantung kanan dari yang kiri. • Gagal ventrikel kiri menunjukkan Gagal jantung

Pada penelitian ini yang dilakukan dihutan primer Taman Nasional Gunung leuser ditemukan 32 jenis liana dengan nilai H’= 3,037 dengan kategori tinggi sedangkan

Jenis Jenis Tumbuhan Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Oleh Nelayan Puger Kabupaten Jember; Rani Tri Sulistyowati, 051810401078; 2011: 91

Komponen Materi atau bahan ajar merupakan sesuatu yang disajikan oleh guru untuk diolah dan dipahami oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

Cara yang tepat bagi seorang tenaga pendidik agar dapat menciptakan pendidikan yang efektif adalah mengacu pada komponen kurikulum.. Kurikulum

Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung didalamnya. Jika komponen berwujud padat dan cair, misalnya pasir dan

T-tes dilakukan untuk melihat adakah pengaruh metode yang digunakan terhadap hasil belajar peserta didik dengan menggunkan nilai dari post test dari kelas eksperimen dan

PERANAN KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA TERHADAP IMIGRAN ILEGAL STATUS PENGUNGSI DI KOTA MEDAN (1978-2005).. Yang