LAPORAN TUGAS AKHIR
MEKANISME PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENDAFTARAN HAK
ATAS TANAH ATAU PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA BINJAI
Oleh
NAMA : ELMA SEPTIYANA
NIM : 122600041
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat menyelesaikan Studi Pada Progam Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM ... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 7
C. Uraian Teoritis PKLM ... 11
D. Ruang Lingkup PKLM ... 14
E. Metode PKLM ... 15
F. Metode Pengumpulan Data PKLM ... 17
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 18
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 21
B. Struktur Organisasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 22
C. Tugas dan Fungsi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 24
D. Gambaran Umum Jumlah Pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 37
E. Ruang Lingkup Wilayah Kerja Kantor Badan Pertanahan Kota Binjai .... 37
A. Pengertian dan Dasar Hukum BPHTB ... 38
B. Objek dan Subjek BPHTB ... 40
C. Tarif dan Cara Perhitungan BPHTB ... 46
D. Saat dan Cara Pembayaran Pajak Terutang ... 49
E. Hak-Hak Wajib Pajak Pada BPHTB ... 51
F. Kantor Terkait/Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 59
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI A. Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah atau peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 60
B. Peran Pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 65
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus
dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas
Sumatera Utara, oleh sebab itu mahasiswa/i diwajibkan melakukan riset dan
pengumpulan data yang diperlukan untuk pembuatan Tugas Akhir melalui Praktik
Kerja Lapangan Mandiri yang akan saya lakukan. Saya tertarik untuk membahas
dan melakukan riset mengenai Mekanisme Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan Di Kota Binjai.
Dalam sejarah perpajakan di Indonesia, pengenaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang sering disingkat BPHTB bukan merupakan hal baru
dan mengalami pasang surut. Hanya saja selama ini pengelolahan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan menjadi wewenang pemerintah pusat melalui
Direktorat Jenderal Pajak, sehingga tidak begitu populer dalam masyarakat
khususnya bagi yang melakukan sertifikasi tanah maupun bangunannya. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sudah ada sejak bangsa Indonesia
dibawah penjajahan Belanda dengan nama Bea Balik Nama (BBN) berdasarkan
terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang pokok-pokok Agraria,
namun kemudian diberlakukan lagi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Undang-Undang Pokok-pokok Agraria. Regulasi yang mengatur khusus Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diterbitkan pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan. Sejalan dengan perkembangan dan sesuai dengan perubahan yang
terjadi dalam kehidupan perekonomian bangsa Indonesia, dilakukan
penyempurnaan atas undang-undang tersebut dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 21
tahun 1997. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 kemudian tidak berlaku lagi
dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberikan wewenang sepenuhnya
untuk mengelolah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas transaksi di
wilayahnya masing-masing.
Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menurut
undang-undang No.20 tahun 2000 pasal 1 ayat (1),(2), dan (3) tentang Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolahan, beserta bangunan di
atasnya sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah
Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 pasal 2 ayat (2) Perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan meliputi pemindahan hak atas tanah dan
bangunan karena jua-beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, penyertaan modal
dari orang pribadi atau badan usaha kepada perseroan terbatas atau badan hukum
lain yang berupa tanah atau bangunan, serta pemindahan sebagian hak bersama
atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang
hak bersama. Selain itu, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan juga dapat
berasal dari pemindahan hak atas tanah dan bangunan karena penunjukan pembeli
dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
serta hadiah.
Pasal 4 ayat (1) yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.Subjek Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan yang dikenakan kewajiban membayar Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan menurut perundang-undangan perpajakan yang
menjadi Wajib Pajak.Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan pada prinsipnya menganut system “self assessment”.Artinya wajib
pajak yang terutang. Tarif yang ditetapkan pemerintah untuk Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 pasal 5
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah sebesar 5% dari
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) atas tanah dan atau bangunan.
Tarif tersebut ditetapkan secara tunggal agar Wajib Pajak (WP) dapat lebih mudah
untuk melaksanakan sistem Self Assessment yang diberlakukan oleh pemerintah.
Dalam pemberlakuan sistem ini pemerintah membuat Surat Setoran Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) agar wajib pajak dapat menyetorkan secara
langsung Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang, Surat
Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini digunakan sebagai bukti
dalam proses pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Bank
Persepsi, Kantor Pos, atau Tempat Pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
Disini lah polemik Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas
sertifikasi tanah dan bangunan mulai dirasakan, sebelum Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan dimutasikan sebagai pajak daerah, pengelolaan sepenuhnya
wewenang pemerintah pusat. Sementara pemerintah daerah penghasil hanya akan
mendapatkan bagi hasil dari pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan tersebut. Tak dipungkiri hasil dari pemungutan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan sangat tidak maksimal, pemerintah pusat tidak memiliki
atas Tanah dan Bangunan yang ada di daerah. Dengan demikian, masyarakat yang
tidak pernah di pungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas transaksi
pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi bertanya-tanya. Pengenaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas tanah yang disertifikasi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak diatas Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) ditetapkan paling rendah Rp60.000.000 untuk setiap wajib pajak
(pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, demikian
juga NPOPTKP dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan ditetapkan
Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling rendah sebesar
Rp300.000.000. Artinya, jika tanah yang akan disertifikasi Nilai Perolehannya
tidak lebih dari Rp60.000.000 maka BPHTB atas transaksi tersebut nihil. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak hanya dikenakan pada saat jual beli
tanah dan/atau bangunan, tetapi juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan
bangunan berupa tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah dalam perseroan,
dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan sistem Self Assessment terutama dalam pembayaran
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan masih terrdapat kesalahan hitung
dan tidak lengkapnya dalam pengisian SSB oleh wajib pajak (WP), seperti
(NPOPTKP) atau kesalahan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunanyang harus dibayar dan terlalu besarnya jumlah Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang dikenakan sehingga wajib pajak (WP) tidak sanggup
membayarnya karena kondisi ekonomi yang tidak mampu dan wajib pajak yang
terkena bencana alam yang sangat dahsyat, hal tersebut dapat mengakibatkan
wajib pajak terkena sanksi administrasi berupa Surat Tagihan Pajak (STP) akibat
kesalahan hitung atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang,
ditindaklanjuti dengan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) belum lagi penolakan atau penundaan dari
pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan sertifikat tanah jika
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak sesuai dengan nilai yang
sebenarnya dan sanksi lainnya yang dapat merugikan wajib pajak. Untuk
menghindari hal-hal tersebut diatas yang dapat merugikan wajib pajak dan
pemerintah maka dari itu penulis mengambil Judul Tugas Akhir dengan Judul :
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun tujuan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) antara lain:
1.1 Untuk mengetahui mengenai mekanisme pemungutan bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas
tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan
Nasional Kota Binjai.
1.2 Untuk mengetahui sejauh mana peran pejabat negara yaitu Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan
peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
1.3 Untuk mengetahui akibat hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri tentunya memiliki manfaat buat
berbagai pihak, diantaranya adalah:
2.1 Bagi Mahasiswa
a. Memperdalam wawasan di bidang perpajakan, khususnya tentang
Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami
permasalahan tentang pengawasan kepatuhan penyampaian surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, serta dapat
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui penulisan laporan
PKLM ini.
b. Agar dapat menerapkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan,
khususnyapengawasan kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan
c. Dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya
untuk menjadi mahasiswa yang siap memasuki dunia kerja yang
semakin sulit, karena telah dibekali keterampilan dan
pengalaman-pengalaman dunia kerja dalam melaksanakan PKLM ini.
d. Dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan sarana
2.2 Bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
a. Sebagai sarana untuk memperet hubungan yang positif antara Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dengan lembaga pendidikan
khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
b. Untuk dapat mempromosikan image/perusahaan serta mendorong
loyalitas instansi perusahaan.
c. Mendapatkan sumber ide-ide yang baru dalam upaya peningkatan
penerimaan pajak khususnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
d. Membantu pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam
mensosialisasikan perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui
mahasiswa peserta PKLM.
e. Membina hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara khususnya
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan UniversitasSumatera Utara
a. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan instansi-instansi
Pemerintah, khususnya dengan Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai.
b. Memberi uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan selama
perkulihan.
c. Membuka interaksi antara dosen dan instansi pemerintah khususnya
Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.
d. Meningkatkan ide-ide dan masukan untuk penyempurnaan kurikulum
sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan yang baik.
e. Promosi Sumber Daya Manusia (SDM) Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
C. Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak
Menurut Soemitro (dalam Resmi 2011:9) pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Fungsi Pajak
Terdapat dua jenis pajak dalam Resmi (2008: 3)yaitu :
a. Fungsi Budgetair, adalah pajak yang berfungsi salah satu sumber penerimaan
Negara untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan
Negara.
b. Fungsi Reglured, adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijkan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi serta mencapai
tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
3. Pajak Daerah
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pajak daerah
adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan
daerah.Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya
untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah.Pemerintah daerah
dilarang melakukan pungutan selain pajak yang yang telah ditetapkan
undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11
(sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat dalam table
berikut.
Tabel 1. Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung
Walet
10.Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan
Tanah dan Bangunan
Sumber : UU No 28 Tahun 2009
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak
atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.Tarif Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Dasar hukum Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan adalah undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana
telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pada awalnya, Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan
amanat undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam hal ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini
penulis mengadakan penelitian (riset) di Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.
Penulis membahas mengenai:
1. Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran
Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui sejauh mana peran pejabat negara yaitu Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan.
3. Untuk mengetahui akibat hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
E. Metode Praktik Kerja Lapanagan Mandiri (PKLM)
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai metode
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tahapan Persiapan
Tahap ini penulis melakukan persiapan dimulai dari pemilihan objek dan
lokasi Praktik Kerja Lapangan, pengajuan judul ke Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan, pengajuan judul proposal Praktik Kerja Lapangan
Mandiri, seminar proposal, perbaikan proposal, penunjukkan dosen pembimbing,
persetujuan proposal oleh dosen pembimbing, pembuatan surat pengantar
pelaksanaan PKLM, serta hal-hal lain yang mendukung untuk kegiatan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri.
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka
seperti peraturan perundang-undangan tentang pajak daerah dan retribusi daerah
dan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, buku-buku, bahan
kuliah, Internet maupun literatur lain yang berhubungan dengan Bea Perolehan
3. Observasi Lapangan
Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan cara mengadakan peninjauan
langsung pada objek yang diteliti guna memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam melengkapi penulisan laporan ini.
4. Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data mengenai Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan melalui:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara terhadap
orang-orang yang dianggap mampu memberikan masukan dan informasi mengenai
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai syarat Pembuatan
sertifikat atau pendaftaran hak atas tanah dalam hal ini pegawai Kantor
Pertanahan Kota Binjai.
b. Data Sekunder yaitu data informasi yang diperoleh melalui buku-buku ilmiah
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bahan-bahan kuliah,
Undang-Undang tentang BPHTB yang diperoleh dari internet dan lain-lain
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap maka penulis
melakukan analisa dan evaluasi terhadap data atau keterangan mengenai Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Di Kota Binjai.
F. Metode Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Yaitu penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada pegawai
pada instansi yang bersangkutan baik secara lisan maupun secara tulisan yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu Mekanisme Pemungutan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan Pendaftaran
hak atas tanah atau Pendaftaran Peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan
Nasional Kota Binjai.
2. Observasi
Yaitu penulis melakukan kegiatan pengamatan langsung di Kantor
Pertanahan Kota Binjai tentang objek BPHTB yang berkaitan dengan salah satu
syarat dalam pembuatan sertifikat tanah atau peralihan hak atas tanah yang
bertujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang mekanisme pemungutan
3. Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan berbagai dokumentasi seperti peraturan – peraturan
atau dasar hukum dan data-data baik dari Kantor Pertanahan Kota Binjai maupun
Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Binjai untuk memperjelas teori-teori dan
penjelasan yang berhubungan dengan objek BPHTB khususnya mekanisme
pemungutan pajak BPHTB dalam kaitannya dengan pendaftaran dan peralihan
hak atas tanah.
G. Sismematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN PKLM
Pada bab ini penulis menjelaskan secara singkat alasan penulis melakukan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), tujuan dan manfaat Praktek Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM), Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), ruang
lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), metode Praktek Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM), metode pengumpulan data dan sistematika Laporan Praktik Kerja
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana Praktek Kerja
Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah singkat lokasi yang akan
diuraikan penulis adalah Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai, struktur organisasi,
tugas dan fungsi pegawai di instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan
BAB III : GAMBARAN DATA PKLM
Pada bab ini penulis membahas tentang gambaran mengenai pengertian Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan dasar hukumnya, subjek Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan, objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
jenis-jenis hak atas tanah, objek yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas tanah
dan Bangunan, dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, nilai
perolehan objek pajak tidak kena pajak, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, cara perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan beserta
contohnya, saat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, tempat
terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pembayaran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, surat tagihan Bea Peerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, hak-hak
wajib pajak untuk keberatan, banding dan pengurangan Bea Perolehan Hak atas
terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI
Pada bab ini akan membandingkan penerapan teori yang ada dengan data yang
diperoleh dilapangan melalui riset di Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai, yaitu
mengenai Mekanisme Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
melalui Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan penutup dari bab-bab sebelumnya yang berisi kesimpulan
dan saran yang kiranya dapat memberikan informasi kepada Wajib Pajak dalam
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di
Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN.
Pada awalnya Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dulunya
dikenal sebagai Kantor Agraria, kantor tersebut mempunyai cakupan wilayah
kerja yang lebih luas daripada sekarang, yaitu meliputi seluruh kota Binjai,
Langkat dan Stabat. Melihat semakin pesatnya perkembangan pembangunan atas
tanah dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola pertanahan
di kota Binjai dan di sekitarnya maka diputuskan untuk memisahkan cakupan
wilayah kerja antara Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan Kantor Pertanahan
Kota Stabat dan Langkat. Namun pada masa pemerintahan sekarang fungsi dan
tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata
Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga Kementerian
B. Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
Untuk memperlancar dan mengatur kegiatan-kegiatan dalam
melaksanakan aktifitasnya, Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai telah
membuat struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan salah satu sarana
untuk mencapai tujuan yang efektif yakni tercapainya garis koordinasi yang baik
serta adanya hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan.
Untuk menunjang seluruh kegiatan yang ada pada Badan Pertanahan
Nasional Kota Binjai dan untuk pencapaian tujuan maka diadakan pembagian
tugas dan fungsi masing-masing sehingga memudahkan mengawasi pekerjaan.
Dengan adanya pembagian tugas yang dituangkan dalam struktur organisasi akan
memberikan penjelasan tentang batas-batas wewenang dan tanggung jawab.
Struktur organisasi yang digunakan untuk Badan Pertanahan Nasional
Kota Binjai adalah bentuk organisasi garis dimana bentuk tersebut menggunakan
sistem koordinasi mengalir dari pimpinan secara langsung dimana pihak bawahan
bertanggung jawab kepada pimpinan atas pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Adapun susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai terdiri
dari :
1. Kantor Pertanahan.
2. Seksi Tata Usaha terdiri dari:
2.2.Subbagian Kepegawaian.
3. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari:
3.1.Subseksi Pengukuran dan Pemetaan.
4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari:
4.1.Subseksi Penetapan Hak Tanah;
4.2.Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah;
4.3.Subseksi Pendaftaran Hak;
4.4.Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari:
5.1.Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu;
5.2.Subseksi Landreform dan Kondolidasi Tanah.
6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat terdiri dari:
6.1.Subseksi Pengendalian Pertanahan;
6.2.Subseksi Pemberdayaan Masyarakat.
7. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari:
7.1.Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan;
C. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
Adapun susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
berdasarkan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006
tentang uraian tugas subbagian dan seksi pada kantor wilayah badan pertanahan
nasional dan uraian tugas urusan dan subseksi pada kantor pertanahan. Adapun
tugas pokok dari masing-masing seksi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Binjai adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di
Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN. Kantor
Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan tugas Kantor Pertanahan mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana, program, dan pengangguran dalam rangka
pelaksanaan tugas pertanahan;
b. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;
c. Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran dan
pemetaan bidang, pembukuan tanah dan survei potensi tanah;
d. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan
penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan
e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak
tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset
pemerintah;
f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara,
tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat;
g. Penanganan konflik, sengketa dan perkara pertanahan;
h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah.
i. Pengelolahan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS);
j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,
pemerintah dan swasta;
k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan
prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.
2. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan
administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta
menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program dan peraturan
perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan tugas Subbagian Tata Usaha mempunyai
a. Pengelolaan data dan informasi;
b. Penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan
akuntabilitas kinerja pemerintah;
c. Pelaksanaan urusan kepegawaian;
d. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran;
e. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan prasarana;
f. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program;
g. Koordinasi pelayanan pertanahan.
Subbagian Tata Usaha terdiri dari:
a. Urusan Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan
penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan
akuntabilitasi kinerja pemerintah, keuangan dan penyiapan bahan
evaluasi.
b. Urusan Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan
surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga, sarana dan
prasarana, koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan
informasi.
3. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menlakukan
survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan;
potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat
penilai tanah.
Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Survei, Pengukuran dan
Pemetaan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang
dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas
kawasan/wilayah dan survei potensi tanah, pembinaan surveyor
berlisensi;
b. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas
kawasan/wilayah;
c. Pengukuran, perpetaan, pembukuan bidang tanah, ruang dan perairan;
d. Survei dan pemetaan;
e. Pelaksanaan kerjasama teknis surveyor berlisensi dan pejabat penilai
tanah;
f. Pemeliharaan peralatan teknis.
Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari:
a. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan
perapatan kerangka dasar orde 4, penetapan batas bidang tanah dan
pengukuran bidang tanah, batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis
pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, gambar ukur dan
daftar-daftar lainnya di bidang pengukuran.
4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah;
b. Penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga dan tukar-menukar,
saran dan pertimbangan usulan penetapan hak pengelolaan tanah;
c. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi
perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau
pendaftaran hak;
d. Pengadministrasian atas tanah yang dikuasai dan atau milik negara, daerah
bekerjasama dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum
pemerintah;
e. Pendataan dan penertiban tanah bekas tanah hak;
f. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan;
g. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak;
h. Pelaksanaan peralihan, pembebanan hak atas tanah dan pembinaan Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
Seksi Hak atas Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari:
a. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan
waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; penetapan
dan rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang
pemasukan dan atau pendaftaran hak tanah perorangan.
b. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan
hak milik dan hak pakai, Hak Guna Bangunan dan hak pengelolaan bagi
instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka
waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; rekomendasi
pelepasan dan tukar-menukar tanah pemerintah.
c. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
pendaftaran hak atas tanah, pengakuan dan penegasan konversi hak-hak
lain, hak milik atas satuan rumah susun, tanah hak pengelolaan, tanah
wakaf, data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah, komputerisasi
pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah, daftar nama,
daftar hak atas tanah, dan warkah serta daftar lainnya di bidang
pendaftaran tanah.
d. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah
mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pendaftaran, peralihan,
pembebanan hak tanggungan dan bimbingan Pejabat Pembuat Akta Tanah
serta sarana daftar isian di bidang pendaftaran tanah.
5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan
penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan
wilayah tertentu lainnya.
Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Pengaturan dan Penataan
Pertanahan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan
penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan
wilayah tertentu lainnya, penetapan kriteria kesesuaian penggunaan dan
pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka
perwujudan fungsi kawasan/zoning, penyesuaian penggunaan dan
pemanfaatan tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penataan
tanah bersama untuk peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas
konflik serta pemukiman kembali;
b. Penyusunan rencana persediaan, peruntukan, penggunaan dan
pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan
kawasan lainnya;
c. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;
d. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan
pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi
tanah, pelaksanaan konsolidasi tanah, pemberian tanah obyek landreform
dan pemanfaatan tanah bersama serta penertiban administrasi landreform;
f. Pengambilalian dan atau penerimaan penyerahan tanah-tanah yang terkena
ketentuan landreform;
g. Penguasaan tanah-tanah obyek landreform;
h. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah dengan
luasan tertentu;
i. Penyiapan usulan penetapan surat keputusan redistribusi tanah dan
pengeluaran tanah dari obyek landreform;
j. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan
obyek konsolidasi tanah;
k. Penyediaan tanah untuk pembangunan;
l. Pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan;
m. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan dokumentasi data landreform.
Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari:
a. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai fungsi
menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan,
pemeliharaan dan penggunaan tanah, rencana penataan kawasan,
pelaksanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah,
perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi
kawasan/zoning, penerbitan pertimbangan teknis penatagunaan tanah,
penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penyusunan neraca
penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta melaksanakan
pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual dan spasial.
b. Subseksi landreform dan Konsolidasi Tanah mempunyai tugas
menyiapkan bahan usulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek
landreform; pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi
tanah luasan tertentu; usulan penerbitan surat keputusan redistribusi tanah
dan pengeluaran tanah dari obyek landreform; monitoring dan evaluasi
redistribusi tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan
penertiban administrasi landreforn serta fasilitasi bantuan
keuangan/permodalan, teknis dan pemasaran; usulan penegasan obyek
penataan tanah bersama untuk peremajaan pemukiman kumuh, daerah
bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali; penyedian
tanah dan pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan;
pengembangan teknik dan metode; promosi dan sosialisasi;
pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat; kerja sama dan
fasilitasi; pengelolaan basis data dan informasi; monitoring dan evaluasi
serta koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah.
6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan
bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan
tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan
Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan
mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penngendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah
terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;
b. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban
pemegang hak atas tanah, pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan
dan program pertanahan dan program sektoral, pengelolaan tanah negara,
tanah terlantar dan tanah kritis;
c. Pengkoordinasian dalam rangka penyiapan rekomendasi, pembinaan,
peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program
pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara, penanganan
tanah terlantar dan tanah kritis;
d. Penyiapan saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta usulan
rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi dan pensirnegian
kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah
negara serta serta pengananan tanah terlantar dan tanah kritis;
e. Inventarisasi potensi masyarakat marjinal, asistensi dan pembentukan
kelompok masyarakat, fasillitasi dan peningkatan akses ke sumber
produktif;
f. Peningkatan partisipasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan
g. Pemanfaatan tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis untuk
pembangunan;
h. Pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah negara, tanah terlantar, dan
tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;
i. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan
hukum atas tanah terlantar.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari:
a. Subseksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan
pengelolaan basis data, dan melakukan inventarisasi dan identifikasi,
penyusunan saran tindak dan langkah penanganan, serta menyiapkan
bahan koordinasi usulan penertiban dan pendayagunaan dalam rangka
penegakan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah; pemantauan,
evaluasi, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan
dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara, penanganan tanah terlantar
dan tanah kritis;
b. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan bahan
inventarisasi potensi, sistensi, fasilitasi dalam rangka penguatan
penguasaan dan melaksanakan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga
masyarakat, mitra kerja, teknis dalam pengelolaan pertanahan, serta
lembaga keuangan dan dunia usaha, serta bimbingan dan pelaksanaan
kerjasama pemberdayaan.
7. Seksi Sengketa Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan bahan
dan melakukan kegiatan penanganan sengketa, konflik dan perkara
pertanahan.
Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Sengketa Konflik dan Perkara
mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;
b. Pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan;
c. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara
hukum dan non hukum, penanganan dan penyelesaian perkara,
pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan
melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya, usulan dan rekomendasi
pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan serta usulan rekomendasi
pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan atau
badan hukum dengan tanah;
d. Pengkoordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;
e. Pelaporan penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara
Seksi Konflik, Sengketa dan Perkara terdiri dari:
a. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan
pengkajian hukum, sosial, budaya, ekonomi dan politik terhadap sengketa
dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian
hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dengann tanah,
pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, fasilitasi
dan koordinasi penanganan sengketa dan konflik;
b. Subseksi Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan penanganan
dan penyelesaian perkara, koordinasi penanganan perkara, usulan
rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang
dan atau badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan lembaga
Tabel. 2
D. Gambaran Jumlah Pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
No Seksi Jumlah
1 Kepala Kantor 1 orang
2 Subbagian Tata Usaha 11 orang
3 Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan 14 orang
4 Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah 3 orang
5 Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan 4 orang
6 Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan 5 orang
7 Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara 3 orang
8 Satpam 2 orang
Jumlah 43 orang
E. Ruang Lingkup wilayah Kerja Badan Pertanahan Kota Binjai
Ruang lingkup wilayah kerja Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai
meliputi Kecamatan Binjai Barat, Binjai Selatan, Binjai Timur, Binjai Utara dan
BAB III
GAMBARAN DATA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
A. Pengertian dan dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
1. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB atau Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
2. Dasar Hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:
• Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang ini menggantikan
Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
• Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan
• Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan
BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Penentuan
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB.
• KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan
Organisasi Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
Dengan diterapkannya Undang-Undang ini maka:
• Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaan daerah karena
diberlakukannya Undang-Undang mengenai pajak dan retribusi daerah
karena 99% penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.
• Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan.
• Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan
B. Objek dan Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan
yaitu terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan
haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru, perolehan
hak tersebut meliput:
1.1.Pemidahan Hak, karena:
a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian
hak atas tanah dan bangunan kepada orang pribadi atau badan
hukum tertentu.
d. Hibah Wasiat yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan bangunan kepada orang pribadi atau
badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
meninggal dunia.
e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya yaitu
pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari orang pribadi atau
kepada badan hukum lainnya.
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang
g. Penunjukan pembeli dalam lelang yaitu penetapan pemenang
lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam
risalah lelang.
h. Pelaksanaan keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap
yaitu peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai
salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan
hakim tersebut.
i. Hadiah yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas
tanah dan bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
hukum kepada penerima hadiah.
j. Waris yaitu pengalihan hak yang dilakukan terhadap tanah dan
atau bangunan dalam garis keturunan lurus.
k. Penggabungan usaha yaitu penggabungan dari dua bahan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu
badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung
l. Peleburan usaha yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
m. Pemekaran usaha yaitu pemisahan suatu usaha menjadi dua usaha
atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
tersebut yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.
1.2.Pemberian hak baru, karena:
a. Kelanjutan pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah
kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah
yang berasal dari pelepasan hak.
b. Di luar pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada
orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang
hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis-Jenis Hak atas Tanah
Diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1960):
1. Hak Milik, yaitu hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh
pemerintah.
2. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan
oleh perundang-undangan yang berlaku.
3. Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang
peraturan dasar pokok-pokok agrarian.
4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain
sesuai dengan perjanjian, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diatur dalam Undang-Undang Rumah Susun (UU No.16/1985):
5. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat bagian bersama benda bersama, tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953:
6. Hak Pengelolahan yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain berupa perencanaan peruntukan dn penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian dari
tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
Objek yang tidak dikenakan BPHTB
Yang bukan merupakan objek yang dikenakan bphtb adalah objek pajak yang
diperoleh:
1. Perwakilan Diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama.
5. Karena wakaf atau warisan.
6. Untuk digunakan kepentingan ibadah.
2. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan, dikenakan kewajiban membayar pajak dan
disebut juga wajib pajak.
Ada 15 kriteria orang atau badan yang ditetapkan sebagai subjek pajak
BPHTB, ke-15 subjek pajak tersebut adalah:
2. Perolehan hak karena tukar menukar tanah dan bangunan subjek pajaknya
adalah kedua belah pihak.
3. Perolehan hak karena hibah maka subjek pajaknya adalah penerima hibah.
4. Perolehan hak karena hibah wasiat maka subjek pajaknya adalah penerima
hibah wasiat.
5. Perolehan hak karena waris maka subjek pajaknya adalah penerima waris.
6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum
lainnya maka subjek pajaknya adalah perseroan atau badan lainnya
tersebut.
7. Perolehan hak karena pemisahan hak maka subjek pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menerima hak tersebut.
8. Perolehan hak karena penunjukan pembeli dalam lelang maka yang
menjadi subjek pajaknya adalah orang atau badan yang menjadi pemenang
lelang tersebut.
9. Perolehan hak karena pelaksanaan dari putusan hakim yang mempunyai
putusan hakim maka subjek pajaknya adalah pihak yang menerima hak
atas tanah dan bangunan.
10.Perolehan hak karena gabungan usaha maka subjek pajaknya adalah badan
usaha eksis.
11.Perolehan hak karena peleburan usaha maka subjek pajaknya adalah usaha
12.Perolehan hak karena pemekaran usaha maka subjek pajaknya adalah
badan usaha baru.
13.Perolehan hak karena peralihan maka subjek pajaknya adalah penerima
hadiah.
14.Perolehan hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak maka subjek
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak baru.
15.Perolehan hak baru diluar pelepasan hak maka subjek pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh negara yang tidak dibebani
dengan hak apapun.
Wajib pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
C. Tarif dan Cara Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
1. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tarif yang dikenakan
untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan paling tinggi 5% (pasal
88 ayat (1)). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota
Binjai ditetapkan adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan
2. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 dengan ketentuan sebagai berikut:
2.1. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan
sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib
pajak.
2.2.Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk
perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan sebesar
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
3. Cara Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Besarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang
terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikali 5% (lima
persen), secara matematis dapat dirumuskan menjadi:
Contoh:
3.1.Pada tanggal 10 Mei 2015, Ibu Ika membeli sebuah rumah yang
terletak di kota Binjai. Rumah yang dijual rumah 1 lantai dengan luas
tanah 285m2 dengan NJOP/m2 adalah Rp 325.000,00 dan luas
bangunan 110m2 dengan NJOP/m2 adalah Rp 175.000,00. Maka
BPHTB yang terutang adalah:
Bumi : 285m2 x Rp 325.000 =Rp 92.625.000
Bangunan : 110m2 x Rp 175.000 =Rp 19.250.000
NJOP PBB =Rp 111.875.000
NJOPTKP =(Rp 60.000.000)
NPOPKP =Rp 51.875.000
Tarif = 5%
3.2.Pada tanggal 20 Juni 2015 Tuan Arman mendapatkan warisan berupa
tanah dan bangunan yang terletak di Kota Binjai dengan NJOP PBB
Rp 450.000.000,00. Nilai objek pajak tidak kena pajak untuk waris di
kota Binjai sebesar Rp 300.000.000,00 (berdasarkan surat ketetapan
pemerintah setempat) maka BPHTB yang terutang oleh tuan Arman
adalah:
BPHTB = 50% x 5% x (Rp 450.000.000,00-Rp 300.000.000,00) = 50% x 5% x (Rp 150.000.000,00)
= Rp 3.750.000,00
D. Saat dan Cara Pembayaran Pajak Terutang 1. Saat pajak terutang
1.1.Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
1.2.Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
1.3.Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
1.4.Hibah wasiat adalah sejak tanggal pendaftaran hak;
1.5.Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;
1.6.Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
1.7.Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
1.8.Putusan hakim yang berkekuatan hukum yang tetap adalah sejak
tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
1.9.Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
1.10. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap adalah sejak
tangggal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
1.11. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
1.12. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
1.13. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
1.14. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatannganinya
akta;
2. Cara Pembayaran Pajak Terutang
Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) pada prinsipnya menganut sistem self assessment yang artinya
wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Wajib pajak membayar pajak terutang ke kas Daerah melalui
Kantor Pos dan Bank Persepsi tempat pembayaran Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan yang telah ditunjuk oleh pemerintah daerah
dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (SSB).
E. Hak-hak wajib pajak pada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
1. Keberatan
1.1.Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau
pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar (SKBKB).
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil (SKBN).
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
perundang-undangan pajak daerah.
1.2.Tata Cara Pengajuan Keberatan
a. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
disertai alasan-alasan yang jelas. Mengemukakan dengan data
atau bukti bahwa jumlah pajak terutang yang ditetapkan tidak
benar.
b. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau
pemungutan surat ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan kurang bayar, surat ketetapan bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan kurang bayar tambahan, surat ketetapan bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan lebih bayar, surat
ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan nihil,
permohonan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali jika wajib pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.
c. Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar
d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud diatas tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.
e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota
atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan
melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat
keberatan.
f. Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima, harus member keputusan atas keberatan
yang diajukan.
g. Apabila jangka waktu telah lewat dan Walikota tidak memberi
suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap
dikabulkan.
1.3.Hasil Keputusan
Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang
terutang. Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan
sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar
50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan
2. Banding
2.1.Tata Cara Banding
Apabila wajib pajak yang bersangkutan tidak sependapat dengan surat
keputusan yang diterbitkan oleh Walikota, maka wajib pajak dapat
mengajukan permohonan banding. Tata cara permohonan banding sebagai
berikut:
a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
pengadilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Walikota.
b. Permohonan banding sebagaimana dimaksud diatas diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan-alasan yang jelas
dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dengan
melampirkan salinan surat keputusan keberatan tersebut.
c. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding.
d. Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.
e. Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar
pajak sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan
banding.
2.2.Putusan banding oleh peradilan pajak
Putusan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai
a. Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling
lama 24 perbulan dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
diterbitkan SKPDLB.
b. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,
wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100%
dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan
pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
3. Pembetulan
Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat
membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan hitung dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
4. Pengurangan
Atas permohonan wajib pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat
diberikan kepala daerah karena:
1. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan wajib
a. Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai hak baru melalui
program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai
kemampuan secara ekonomis.
b. Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak
pengelolaan dan telah menguasai tanah dan bangunan secara fisik
lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan pernyataan wajib pajak
dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah setempat.
c. Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi
yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
d. Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang
diperoleh langsung dari pengembang.
2. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab
tertentu, yaitu:
a. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian
dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah
nilai jual objek pajak.
b. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti
atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
c. Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter
yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional
sehingga wajib pajak harus melakukan retrukturisasi usaha dan
atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
d. Wajib pajak bank mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang
berasal dari bank bumi daya, bank dagang negara, bank
pembangunan Indonesia, bank ekspor impor dalam rangkaian
proses penggabunngan usaha.
e. Wajib pajak penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan
atau terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh
persetujuan nilai bukku dalam rangka penggabungan usaha dari
DJP.
f. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan
yang tidak berfungsi lagi sepeti kebakaran, banjir dan tanah
longsor paling lama 3 bulan setelah penandatanganan akta.
g. Wajib pajak orang pribadi veteran, TNI dan pensiunan,
janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan
rumah dinas pemerintah.
h. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial dan
pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan
misalnya tanah dan atau bangunan yang digunakan antara lain
5. Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada walikota. Walikota dalam jangka waktu
paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, harus memberikan keputusan. Dan apabila dalam jangka
waktu 12 bulan telah dilampaui dan kepala daerah tidak memberikan suatu
keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
bulan.
Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah
lewat 2 bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan
F. Kantor Terkait/Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sarana/tempat melakukan
transaksi jual beli antara penjual dan pembeli.
2. Bank Persepsi tempat penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan
3. Kantor Dinas Pendapatan Kota Binjai sebagai tempat dasar
penggenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
4. Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai dalam
Penerbitan sertifikat. SSBPD PBB yang disetor ke bank harus
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Mekanisme pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) timbul karena
adanya pemberian hak. Pada pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dalam
pengajuan hak milik dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan hak millik.
Untuk dapat diterbitkannya sertifikat hak milik, masyarakat wajib memohonkan
tanahnya untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat letak
tanah yang dimaksud.
1. Syarat Pengajuan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah
Seorang pemohon hak milik harus memenuhi dan menjalankan
syarat-syarat yang telah ditetapkan, yaitu antara lain:
a. Akta Jual Beli (AJB) yang asli, atas nama pemilik tanah yang akan
disertifikatkan.
b. Bukti pelunasan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) selama
10 tahun terakhir.
c. Photo copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama penjual dan