• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGUJIAN KONVEKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB III PENGUJIAN KONVEKSI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGUJIAN KONVEKSI

3.1 PENDAHULUAN

Pada peristiwa perpindahan panas secara konveksi, perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas [1].

Gambar 3.1 Skema Perpindahan Panas Konveksi [2].

Pengelompokan aliran pada perpindahan konveksi berdasarkan dari bilangan reynolds. Jenis aliran ada 2 yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar dimana bilangan Reynold ≤ 2300 dan aliran turbulen jika bilangan Reynold ≥ 2300.

(2)

3.2DASAR TEORI

Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya didasarkan pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan kalor. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda. Panas akan berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Panas dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Panas akan berpindah secara estafet dari suatu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada peristiwa konveksi, perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas [1].

Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar, seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].

Gambar 3.2 menunjukkan skema dari konveksi paksa

Gambar 3.2 Skema konveksi paksa [3].

(3)

Gambar 3.3 Skema konveksi alami [3]. 3.2.1 Pengetahuan Umum Konveksi

Konveksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar, seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer [3].

Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara benda dengan fluida sekelilingnya. Dapat dirumuskan menjadi

Q = h.A.(To - T∞).

Dimana :

Q = laju perpindahan kalor (W)

h = koefisien perpindahan panas (W/m2K)

A = Luas permukaan objek (m2)

To = Temperatur permukaan objek (K)

T∞ = Temperatur lingkungan/fluida (K) [4].

(4)

aliran. Luas permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan panas. Ada beberapa rumus luasan yaitu :

a. Pada plat datar (A = P x L)

b. Pada silinder (Ar = 2πrL)

Gradien temperatur (∆T) merupakan selisih temperatur antara temperatur objek dan temperatur lingkungan/fluida [5].

3.2.2 Tujuan Praktikum Konveksi Paksa

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk variasi tertentu seperti laju alir, temperatur udara keluar dan temperatur dinding pada pipa horizontal.

2. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan kecepatan laju alir dan bilangan Nusselt untuk mengetahui temperatur dinding [1].

3.2.3 Rumus Perhitungan Konveksi Paksa

Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re), Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Ketiga bilangan ini membentuk persamaan:

Nud = C . Redm . Prn

Ket : Nud = Bilangan Nusselt

Red = Bilangan Reynold

Pr = Bilangan Prandtl n = 0,4 (Pemanasan) 0,3 (Pendinginan)

Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan [6].

1. Bilangan Reynold

(5)

R ed=ρ μmd μ

Ket: Red = bilangan Reynold

µm = laju aliran udara (m/s)

ρ = massa jenis (kg/m3)

d = diameter (m)

µ = viskositas fluida (kg/m.s) Batasan:

- Aliran Laminar (Re ≤ 2300) - Aliran Turbulen (Re ≥ 2300) [1].

2. Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl merupakan bilangan yang digunakan sebagai perbandingan viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida.

Pr =

v a =

c

p

.

μ

k

Dimana: v = viskositas kinematik a = difusivitas termal (m2/s) µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Cp = koefisien panas gas (kJ/kg.°C) [6].

Untuk aliran dalam pipa, seperti halnya aliran melewati plat datar profil kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan Prandtl satu.

3. Bilangan Nusselt

a. Aliran laminar berkembang penuh Nud=1,86(ℜdx Pr)

1 3

(

D L

)

1 3

(

μ

μw

)

1 3

Batasan Red.Pr D

(6)

µ = viskositas dinamik (kg/m.s) µw= viskositas dinding (kg/m.s)

D = diameter pipa (m) L = panjang pipa (m) [6].

b. Aliran turbulen berkembang penuh Berdasar Sneider & Tate:

Nud=0,027ℜd0,8Pr

1 3

(

μ

μw

)

0,14

Ket: Nud = bilangan Nusselt

µ = viskositas dinamik (kg/m.s) µw= viskositas dinding (kg/m.s) [1].

c. Aliran turbulen berkembang penuh pada tabung licin Nud = 0,023. Red0,8.Prn

Batasan : n = 0,4 (Pemanasan) n = 0,3 (Pendingin)

0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya didalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida) [6].

4. Variabel perpindahan panas konveksi

Q=h . A .∆T

Keterangan : = Perpindahan Kalor (joule) h = Koefisien Konveksi A = Luas Penampang (m2)

(7)

5. Koefisien Perpindahan Kalor

h=k

DNud

(W/m2.oC)

Dimana : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)

K = konduktivitas termal (W/m.oC)

Nud = Nusselt number [1].

6. Pemanas Heater

Qheater = h. 2π. r. L ( Tw- Tb ) (Watt)

Ket: Q = Banyaknya kalor (Watt)

h = Koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)

r = Jari-jari (m) L = Panjang Pipa (m)

Tb = Temperatur udara keluar (°C) Tw = Temperatur dinding (°C) [6].

7. Suhu Limbak/Suhu Film

Tf=Tw+Tb

2

Ket:

T

f = Suhu film (°C)

Untuk konsep suhu limbak (bulk temperatur) yaitu perpindahan kalor yang melibatkan aliran dalam saluran tertutup, energi total yang ditambahkan dapat dinyatakan dengan beda suhu-limbak:

´

Q= ´m cp(TwTb)

Ket : m´ = massa per satuan waktu (m/kg)

(8)

Tw = temperatur dinding (0C)

Tb = temperatur bulk (0C) [6].

3.2.4 Aplikasi Konveksi Paksa

Gambar 3.5 Skema Perpindahan Panas pada Radiator [7].

Salah satu aplikasi konveksi paksa adalah kipas pada radiator mobil. Konveksi paksa terjadi ketika kipas radiator pada mobil berputar dan menghasilkan tekanan udara ke radiator yang menyebabkan cairan radiator pada mesin temperaturnya turun.

3.2.5 Alat dan Prosedur Pengujian

3.2.5.1Bagian – Bagian Alat Beserta Fungsinya

Blower Pipa A

Pipa B + Kain asbestos +gips

(9)

Gambar 3.6 Skema Peralatan Konveksi Paksa [1].

1. Dioda Weatstone

Berfungsi untuk menyearahkan arus listrik

Gambar 3.7 Dioda Weatstone [8].

2. Anemometer

Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida) pada waktu awal dan suhu fluida keluar

Gambar 3.8 Anemometer [9].

3. Watt Meter

Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk

Gambar 3.9 Watt Meter [8].

(10)

Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah sambungan pipa

Gambar 3.10 Asbestos [8].

5. Gips

Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke lingkungan

Gambar 3.11 Gips [8].

6. Kawat Filamen

Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi

Gambar 3.12 Kawat filament [10].

7. Regulator

(11)

Gambar 3.13 Regulator [8].

8. Pipa Konveksi

Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara).

Gambar 3.14 Pipa konveksi [8].

9. Thermo display

Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik).

Gambar 3.15 Thermo display [8].

10. Blower

(12)

Gambar 3.16 Blower [8].

11. Thermo kopel

Untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik).

Gambar 3.17 Sensor Thermokopel [8].

12. Stopwatch

Untuk meegukur waktu kenaikan dan penurunan temperatur .

Gambar 3.18 Stopwatch[8].

(13)

Langkah-langkah pada pengujian ini adalah:

1. Menyambungkan alat-alat ke sumber listrik.

2. Mengatur daya keluaran dengan regulator sebesar 60 watt yang terukur pada watt meter

3. Mencatat suhu dinding awal pada thermo display dan suhu keluaran awal dengan anemometer.

4. Mencatat perubahan/kenaikan suhu dinding dan suhu keluaran setiap 30 detik hingga mencapai steady state (saat suhu dinding dan suhu keluaran tetap sama selama 5 kali pengambilan)

5. Setelah mencapai steady state, nyalakan blower untuk pengambilan data penurunan suhu.

6. Mencatat suhu dinding awal, suhu keluaran awal, dan kecepatan awal aliran

7. Mencatat perubahan suhu dinding, suhu keluaran, dan kecepatan aliran setiap 30 detik hingga mencapai steady state.

8. Setelah mencapai steady state, pencatatan dihentikan. 9. Mematikan blower.

3.3 DATA PERHITUNGAN DAN ANALISA

3.3.1 Data Hasil Percobaan

Tabel 3.1 Kenaikan Temperatur (Konveksi Alami)

No Waktu

(s)

Suhu dinding (Tw)

Suhu udara keluar

T1 T2 T3 T4 TRata-rata T5

1 0 33 34 36 32 33,75 31,50

2 30 33 34 37 32 34,00 31,60

3 60 33 35 37 32 34,25 31,70

4 90 34 35 38 33 35,00 31,70

5 120 34 35 38 33 35,00 31,70

(14)

8 210 35 36 39 33 35,75 31,80

9 240 35 36 39 33 35,75 31,80

10 270 36 36 39 33 36,00 31,80

11 300 36 37 40 34 36,75 31,90

12 330 36 37 40 34 36,75 31,90

13 360 36 37 40 34 36,75 31,90

14 390 36 37 40 34 36,75 31,90

15 420 36 37 40 34 36,75 31,90

Tabel 3.2 Penurunan Temperatur (Konveksi Paksa)

No

Waktu Suhu dinding (Tw)

U (m/s)

(s) T1 T2 T3 T4 TRata-rata T5

1 0 36 37 40 34 36,75 32,30 4,00

2 30 35 37 40 34 36,50 32,40 4,20

3 60 35 37 40 34 36,50 32,40 4,30

4 90 35 37 40 34 36,50 32,40 4,40

5 120 35 37 40 34 36,50 32,40 4,50

6 150 35 37 40 34 36,50 32,40 4,50

3.3.2 Perhitungan Ralat

1. Sample perhitungan dari tabel konveksi alami pada 0 detik, diketahui : Tabel 3.3 Sample Data Konveksi Alami Pada t = 0 detik

T (Suhu) 0C (T - )2

T1 33 0,5625

T2 34 0,0625

T3 36 5,0625

T4 32 3,0625

T Rata-rata

T

= 33,75 Σ = 8,75

a. Galat (Error)

ɛ

T =

|

Tn

|

x 100 %
(15)

ɛ

T2

=

|

33,7533,75−34

|

x 100 % = 0,74 %

ɛ

T3

=

|

33,7533,75−36

|

x 100 % = 6,66 %

ɛ

T4

=

|

33,7533,75−32

|

x 100 % = 5,18 %

b. Standar Deviasi

δT = T−¿

¿ ¿2 Σ¿ ¿ ¿ √¿

=

8,7

4(4−1)

=

0,853913

c.

Nilai T sesungguhnya = (

T

± δT)

T = (33,75 ± 0,851469) 0C

d. Ralat Nisbi

Ralat Nisbi =

(

δT

T

)

×100 = 0,85146933,75 x 100 % = 2,522872

e. Keseksamaan

Keseksamaan =

(

1 −δT

T

)

×100 =

(

1−0,85146933,75

)

x100 %

= 97,47713 %

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Ralat Data Temperatur Konvensi Alami Aliran Pipa Horizontal

No .

Waktu Galat (%) Ralat Keseksa

-maan (%)

(detik) T1 T2 T3 T4 Nisbi

(%)

1 0 2,22222

2 0,74074 1 6,66666 7 5,18518

5 0,854 2,53 97,47

(16)

4 90 2,857143 0,000000 8,571429 5,714286 1,080 3,09 96,91 5 120 2,857143 0,000000 8,571429 5,714286 1,080 3,09 96,91

6 150 1,40845

1 1,40845 1 7,04225 4 7,04225

4 1,041 2,93 97,07

7 180 2,09790

2 0,69930 1 9,09090 9 7,69230

8 1,250 3,50 96,50

8 210 2,097902 0,699301 9,090909 7,692308 1,250 3,50 96,50 9 240 2,097902 0,699301 9,090909 7,692308 1,250 3,50 96,50 10 270 0,000000 0,000000 8,333333 8,333333 1,225 3,40 96,60 11 300 2,040816 0,680272 8,843537 7,482993 1,250 3,40 96,60 12 330 2,04081

6 0,68027 2 8,84353 7 7,48299

3 1,250 3,40 96,60

13 360 2,04081 6 0,68027 2 8,84353 7 7,48299

3 1,250 3,40 96,60

14 390 2,04081 6 0,68027 2 8,84353 7 7,48299

3 1,250 3,40 96,60

15 420 2,040816 0,680272 8,843537 7,482993 1,250 3,40 96,60

2. Sample perhitungan dari tabel konveksi paksa pada 0 detik, diketahui : Tabel 3.5 Sample Data Konveksi Paksa Pada t = 0 detik

T (Suhu) 0C (T - )2

T1 36 0,5625

T2 37 0,0625

T3 40 10,563

T4 34 7,563

T Rata-rata

T

= 36,75 Σ = 8,75

a. Galat (Error)

ɛ

T =

|

Tn

|

x 100 %
(17)

ɛ

T2

=

|

33,7536,75−37

|

x 100 % = 0,68 %

ɛ

T3

=

|

33,7536,75−40

|

x 100 % = 8,84 %

ɛ

T4

=

|

33,7536,75−34

|

x 100 % = 7,48 %

b. Standar Deviasi

δT = T−¿

¿ ¿2

Σ¿ ¿ ¿ √¿

=

8,7

4(4−1)

=

1,250000

c.

Nilai T sesungguhnya = (

T

± δT)

T = (36,75 ± 1,250000) 0C

d. Ralat Nisbi

Ralat Nisbi =

(

δT

T

)

×100 = 1,25000036,75 x 100 % = 3,401361 %

e. Keseksamaan

Keseksamaan =

(

1−

δT

T

)

×100 =

(

1−1,25000036,75

)

x100 %

= 96,59864 %

(18)

(%)

(detik) T1 T2 T3 T4 Nisbi

(%)

1 0 2,040816 0,680272 8,843537 7,482993 1,250000 3,40 96,60

2 30 4,10958

9

1,36986 3

9,58904 1

6,84931 5

1,32287

6 3,62 96,38

3 60 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38 4 90 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38 5 120 4,10958

9

1,36986 3

9,58904 1

6,84931 5

1,32287

6 3,62 96,38

6 150 4,109589 1,369863 9,589041 6,849315 1,322876 3,62 96,38

3.3.3 Perhitungan Data Hasil Praktikum Contoh Perhitungan Konveksi Alami (Tabel 3.1)

Um = 0,1 m/s (Laju aliran udara)

L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa)

DI = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa)

Tb = Suhu fluida

Tw = Suhu dinding

Diperoleh dari tabel 3.1 pada no. 1

Tw = Trata-rata = 33,75 oC = 306,75 K

Tb = 32 oC = 305 K (Suhu standar 1 atm kota Semarang)

a. Suhu Limbak / Suhu Film Tf=Tw+Tb

2 =

(19)

Tf=¿ 305,875 K

Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:

ρ = 1.1563 kg/m3

Tabel 3.7 Interpolasi temperatur dengan densitas

T ⍴

300 1,1774

305,875 X

350 0.998

Cara melakukan interpolasi :

batas xbatasbawah

batasatasbatas bawah=

ρxρb

ρaρb

305,875−300 350−300 =

x−1,1774 0,998−1,1774

x=

[

(

(

−0,1794

50

)

.(5,875)

)

+1,1774

]

x=¿ 1,1563 kg/m3

Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :

k = 0,0264 W/moC

μ = 1,9879 x 10-5 kg/m.s

μw = 1,989 x 10-5 kg/m.s

(20)

b. Angka Reynold

R ed=ρ umd μ

R ed=

(

1.1563 kg

m3

)

X0,1 m

s X0,056m 1,9879X10−5

kg/m. s

R ed=¿ 325,7405

Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya laminar

c. Angka Nusselt

Pr R ed.¿

¿

Nud=1,86.¿

Dimana μ=viskositas saat Tfdan μW=viskositas saat Tw Nud=(1,86)X(325,7405x0.7074)0.3x(0.056

1.75 )

0.3

x

(

1,9879X10

−5

1,989X10−5

)

0.14

Nud=3,6199

d. Koefisien perpindahan kalor konveksi h=k

D. Nud

h=0,0264W/m. C

0,056m X3,6199

h=1,7065 W/m2 oC

e. Panas heater

Q=h .2π . r . L .(TwTb) Q=(1,7065) W

m2C.(2π).(0,028)m.(1,75)m.(33,75−32)C Q=0,9190Watt

(21)

Um = 4,0 m/s (Laju aliran udara)

L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa)

Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa)

Tb = Suhu fluida

Tw = Suhu dinding

Diperoleh dari tabel 3.2 pada no. 1

Tw = Trata-rata = 36,75 oC = 309,75 K

Tb = 32 oC = 305 K (Suhu Standar 1 atm kota Semarang)

a. Suhu Limbak / Suhu Film Tf=Tw+Tb

2

Tf=309,75 +305

2 =307,375

Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat:

ρ = 1.1509 kg/m3

Tabel 3.8 Interpolasi temperatur dengan densitas

T ρ

300 1.1774

307,375 X

(22)

batas xbatasbawah batasatasbatas bawah=

ρxρb ρaρb

307,375−300 350−300 =

x−1,1774 0,998−1,1774

x=

[

(

(

−0,1794

50

)

.(7,375)

)

+1,1774

]

x = 1,1509

Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut :

k = 0,0269 W/moC

μ = 2,0010 x 10-5 kg/m.s

μw = 2,0110 x 10-5 kg/m.s

Pr = 0.7058

b. Angka Reynold

R ed=ρ μmd μ

R ed=

(

1,1509 kg

m3

)

X2,0110X10

−5m

s X0,056m 2,001X10−5

kg/m . s

R ed=12884,67

Bilangan Reynold ≥ 2300 maka Alirannya turbulen

c. Angka Nusselt

Nud=0.027. R ed0.8. Pr0.3

(

μ μW

)

0.14

Dimana μ=viskositas saat Tfdan μW=viskositas saat Tw

Nud=(0,027)x(12884,67)0.8x(0,7058)0.3x

(

2,0010X10−5 2,0110X10−5

)

0.14

(23)

d. Koefisien perpindahan kalor konveksi h=k

D. Nud

h=0.0269W/m .C

0.056m x0,5631

h=0,2705 W/m2 oC

e. Panas heater

Q=h .2π . r . L .(TwTb) Q=(0,2705) W

m2C.(2π).(0,028)m .(1,75)m.(36,75−32)C Q=0,3954watt

3.3.4 Tabel Hasil Pengolahan Data

Tabel 3.9 Hasil perhitungan data konveksi alami aliran pipa horizontal

No. Um

(m/s)

Red Nud h (W/m

2

0C)

Q heater (watt)

Tw (0C) Tb

(0C)

1. 0,1 325,740 3,619 1,706 0,919 33,75 32

2. 0,1 325,614 3,619 1,706 1,050 34 32

3. 0,1 325,487 3,619 1,706 1,181 34,25 32

4. 0,1 325,108 3,617 1,705 1,574 35 32

5. 0,1 325,108 3,617 1,705 1,574 35 32

6. 0,1 324,856 3,616 1,705 1,836 35,5 32

7. 0,1 324,729 3,616 1,704 1,967 35,75 32

8. 0,1 324,729 3,616 1,704 1,967 35,75 32

9. 0,1 324,729 3,616 1,704 1,967 35,75 32

10. 0,1 324,603 3,615 1,704 2,098 36 32

11. 0,1 324,224 3,614 1,703 2,490 36,75 32

(24)

14. 0,1 324,224 3,614 1,703 2,490 36,75 32

15. 0,1 324,224 3,614 1,703 2,490 36,75 32

Tabel 3.10 Hasil perhitungan data konveksi paksa aliran pipa horizontal

No.

Um

(m/s)

Red Nud

h

(W/m2 oC)

Qheater

(watt)

Tw

(oC)

Tb

(oC)

1. 4,0 12884,07 0,563 0,270 0,395 36,75 32

2. 4,2 13533,54 0,572 0,274 0,380 36,5 32

3. 4,3 13855,77 0,576 0,277 0,383 36,5 32

4. 4,4 14178 0,581 0,279 0,386 36,5 32

5. 4,5 14500,23 0,585 0,281 0,389 36,5 32

6. 4,5 14500,23 0,585 0,281 0,389 36,5 32

3.4 PEMBAHASAN

(25)

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 32.00 32.50 33.00 33.50 34.00 34.50 35.00 35.50 36.00 36.50 37.00

Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu

Konveksi Alami Waktu (s) Te m pe ra tu r ( 0C )

Gambar 3.6 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada konveksi alami

Analisa Grafik

Grafik diatas menunjukan hubungan kenaikan temperatur dinding dengan waktu. Dari grafik tersebut terjadi kenaikan temperatur mengikuti bertambahnya waktu. Dari grafik tersebut ditunjukkan juga terdapat kestabilan temperatur pada beberapa waktu. Hal tersebut karena adanya perambatan panas dari heater pemanas ke dinding pipa, sehingga temperatur pipa akan sama dengan temperatur heater pemanas.

0 30 60 90 120150180210240270300330360390420 31.30 31.40 31.50 31.60 31.70 31.80 31.90 32.00

Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu

(26)

Gambar 3.7 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada konveksi alami

Analisa Grafik

Grafik diatas menunjukkan hubungan temperatur udara keluar dengan waktu. Dari grafik dapat terlihat bahwa suhu meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Dari grafik tersebut juga didapati beberapa waktu yang memiliki kestabilan temperatur pada percobaan. Hal tersebut karena adanya konveksi alami yang terjadi pada pipa.

b) Data Penurunan Temperatur

0 30 60 90 120 150

36.35 36.40 36.45 36.50 36.55 36.60 36.65 36.70 36.75 36.80

Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu

Konveksi Paksa

Waktu (s)

Te

m

pe

ra

tu

r (

0C

)

Gambar 3.8 Grafik Hubungan Temperatur Dinding dengan Waktu pada konveksi paksa

(27)

Grafik diatas menunjukan penurunan temperatur pada dinding pipa seiring bertambahnya waktu. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh blower yang memberikan tekanan udara keluar pipa membawa kalor keluar pipa sehingga temperatur pipa menjadi turun. Perpindahan panas ini dapat disebut perpindahan panas secara konveksi paksa.

0 30 60 90 120 150

32.24 32.26 32.28 32.30 32.32 32.34 32.36 32.38 32.40 32.42

Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu

Konveksi Paksa

Waktu (s)

Te

m

pe

ra

tu

r (

0C

)

Gambar 3.9 Grafik Hubungan Temperatur Udara Keluar dengan Waktu pada konveksi paksa

Analisa Grafik

(28)

4 4.2 4.3 4.4000000000000004 4.5 0.26

0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28

Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien Perpindahan Kalor

Konveksi Paksa

Um(m/s)

h(

W

/m

2

oC

)

Gambar 3.10 Grafik Hubungan Kecepatan dan Koefisien Perpindahan Kalor pada Konveksi Paksa

Analisa Grafik

Grafik diatas adalah grafik hubungan kecepatan dan koefisien perpindahan kalor pada konveksi paksa. Dari grafik diatas didapati bahwa laju aliran besarnya berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panasnya. Hal ini terjadi karena laju aliran yang diberikan blower membantu panas dari pipa keluar sehingga koefisien perpindahan panasnya akan semakin besar.

3.5 KESIMPULAN DAN SARAN

3.5.1 Kesimpulan

Dari penghitungan konveksi alami dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U), bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h), panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Hasil yang didapat dari penghitungan tersebut antara lain bilangan reynold terbesar adalah 325,740 dan terkecil adalah 3244,224. Nilai bilangan Nusselt terbesar adalah 3,619 dan terkecil 3,614. Koefisiensi perpindahan panas terbesar adalah 1,706 W/m20C dan yang terkecil adalah

(29)

Dari penghitungan konveksi paksa dapat diperoleh hasil berupa laju fluida (U), bilangan reynold (Red), bilangan Nusselt (Nud), koefisiensi perpindahan panas (h), panas heater (Q), suhu dinding (Tw), dan suhu udara (Tb). Laju fluida yang terbesar 4,5 m/s dan terkecil 4,0 m/s. Bilangan reynold terbesar 14500,23 dan terkecil adalah 12884,07. Bilangan Nusselt terbesar adalah 0,585 dan terkecil 0,563. Koefisiensi perpindahan panas terbesar adalah 0,281 W/m2 oC dan terkecil 0,270 W/m2 oC.

Temperatur dinding terbesar adalah 36,75 oC dan terkecil 36,5 oC. Temperatur udara

keluar paling besar adalah 32,400C dan terkecil 32,300C.

Dari pengujian konveksi alami dan konveksi paksa, diperoleh grafik waktu (t) vs suhu udara keluar (Tout) dan waktu (t) vs suhu dinding (Tw). Pada konveksi alami

didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu dinding (Tw).

Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar temperatur dindingnya. Pada konveksi alami juga didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar

temperatur udara keluar. Pada konveksi paksa didapatkan grafik yang berbanding terbalik antara waktu (t) dengan suhu dinding (Tw). Jadi semakin lama waktunya maka

temperatur dindingnya menurun. Pada konveksi paksa juga didapatkan grafik yang berbanding lurus antara waktu (t) dengan suhu udara keluar (Tout). Jadi semakin lama

waktunya maka temperatur udara keluar semakin besar. Pada konveksi paksa juga didapatkan grafik berbanding lurus antara kecepatan (v) dengan koefisien perpindahan kalor (h). Jadi semakin besar laju aliran maka semakin besar koefisiensi perpindahan panasnya.

3.5.2 Saran

1. Dalam mengambil data, praktikan sebaiknya teliti dan tidak terburu-buru.

2. Sebelum praktikum sebaiknya praktikan mempelajari dasar teori agar tidak terjadi kesalahan ketika pengambilan data.

3. Untuk perkembangan penellitian objek penelitian diperluas dengan menambah variabel yang mempengaruhi

DAFTAR PUSTAKA [1] Job Sheet Praktikum Fenomena Dasar 2014

(30)

[3] Incropera, Frank P. 2006. Fundamental of Heat and Mass Transfer 6 th ed. New York : Wiley.

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Koefisien_pindah_panas diakses 27/05/2014

[5] Bruce R, Munson. 2002. Fundamentals of Fluid Mechanics. New York : Willey [6] Holman, J. P. 1980. Perpindahan Kalor. Bandung : Erlangga

[7] http://otomotif-spot.blogspot.com diakses 27/05/2014 02:21

[8] Laboratorium Termofluida Universitas Diponegoro

[9] http://www.sgimportaciones.cl diakses 29/05/2014 02:14

Gambar

Gambar 3.1 Skema Perpindahan Panas Konveksi [2].
Gambar 3.2 Skema konveksi paksa [3].
Gambar 3.3 Skema konveksi alami [3].
Gambar 3.5 Skema Perpindahan Panas pada Radiator [7].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari keseluruhan gambar 15-18, terlihat bahwa peningkatan AFR berbanding lurus terhadap peningkatan temperatur diseluruh zona gasifikasi.Hal ini akibat dari pencampuran udara

Gambar 3 menunjukkan grafik pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap konsentrasi PM 10 adalah berbanding lurus, dimana semakin tinggi kepadatan lalu lintas

Waktu interval yang dipakai adalah satu jam, dalam waktu itu dihitung jumlah kendaraan yang masuk dan keluar yang selanjutnya dibuat grafik sebagai penggambaran

Permodelan dari permasalahan konveksi alami pada geometri ruang tertutup persegi panjang (Gambar 3.4.) dengan kondisi batas berupa sisi kiri merupakan dinding dengan temperatur

Besarnya kandungan uap air dalam biogas dapat menghalangi proses pembakaran (unflammable) dan dapat menurunkan kemurnian biogas, dapat dilihat pada grafik waktu pemanasan antara

Pengaruh konsentrasi HMTA berbanding lurus dengan puncak tertinggi grafik yang dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi HMTA pada sampel maka puncak grafik yang dihasilkan

Aktivitas harian lebah pekerja T.iridipennis keluar dan masuk sarang berbanding lurus dengan suhu dan intensitas cahaya, dan berbading terbalik dengan kelembaban

Pada penelitian ini terlihat hubungan antara pola grafik hasil analisis HPLC berupa peak X dan Y yang berbanding lurus dengan perubahan suhu udara dan berbanding terbalik