SKRIPSI
“INTERPRETASI MAKNA PERIBAHASA BAHASA JEPANG
YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU”
“MIZU NO KOTOBA KARA DEKITA
KOTOWAZA NO IMI NO KAISHAKU”
OLEH:
DESI JULITA PURBA NIM : 080722009
Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG
MEDAN
SKRIPSI
“INTERPRETASI MAKNA PERIBAHASA BAHASA JEPANG
YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU”
“MIZU NO KOTOBA KARA DEKITA
KOTOWAZA NO IMI NO KAISHAKU”
OLEH:
DESI JULITA PURBA NIM : 080722009
Pembimbing I Pembimbing II
Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D NIP. 19691011.2002.12.1.001 NIP. 19580704 198412 1 001
Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Unversitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra
Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG MEDAN
Disetujui Oleh Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Jurusan Sastra Jepang Ketua Jurusan,
PENGESAHAN Diterima Oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Pada : Jam
Tanggal : Juli 2010 Hari :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001
Panitia Ujian
No. Nama
1. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( ) Tanda Tangan
2. Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum ( )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW teladan yang terbaik bagi
umat manusia.
Skripsi yang berjudul Interpretasi Makna Peribahasa Bahasa Jepang yang
Terbentuk Dari Kata Mizu ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Medan.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan yang bila
direnungkan adalah hal yang wajar dalam upaya meraih sebuah keberhasilan. Selain itu
sebagai manusia yang memilki banyak kekurangan, penulis pun tidak luput dari
kesalahan-kesalahan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara Medan.
2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra
Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang telah demikian
besar memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan
pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
4. Ibu Hj.Siti Muharami Malayu, S.S, M.Hum., selaku dosen wali.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Sastra Jepang Ekstensi dan DIII Bahasa Jepang
6. Kepada orang tua penulis Bapak Setia Purba, S.E dan Ibunda Salmiah, S.Pd yang selalu
mendoakan penulis agar penulis selalu sehat, selamat dan menjadi manusia yang berguna,
memberikan dukungan moral dan material yang tak tehinga sampai penulis menjadi
sarjana seperti yang dicita-citakan, penulis tidak mampu membalasnya walau sampai
kapanpun juga.
7. Kepada abangda Munzir dak kakanda Heni Yulita yang telah mendukung dan memberi
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Ke-12 sahabatku di Program Studi Sastra Jepang Ekstensi (Kak Ade, Kak Hanum, Eka,
Volga, Morina, Juli, Mila, Reni, Melati, Bang Putra, Irwan, dan Angga) dan sahabatku
yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, selamat berjuang ya sobat
mudah-mudahan kita menjadi manusia yang berguna bagi Agama, Orang Tua, Nusa dan Bangsa.
Amin.
10. Akhir kata, semoga skipsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri dan
mereka yang ingin mengetahui tentang peribahasa bahasa Jepang yang terbentuk dari
kata Mizu
Medan, Juli 2010
DAFTAR ISI
1.5 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11
1.6 Metode Penelitian ... 11
BAB II PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU DI JEPANG... ….. 13
2.2.2 Pengklasifikasian Peribahasa Jepang ... 18
2.2.2.1 Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi) menurut Morikuni Honami. ... 19
2.2.2.2 Penggol ongan Peribahasa Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) menurut Hirayama Teruo. ... 21
2.2.2.3 Penggol ongan Peribahasa Jepang berdasarkan Hyoogen (cara pengungkapan) menurut Hirayama Teruo. ... 23
2.3 Air Dalam Pandangan Masyarakat Jepang ... 25
ABSTRAK
Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia, sebab bahasa sebagai
alat komunikasi dapat membantu manusia untuk menyampaikan gagasan –gagasan dan
mengungkapkan perasaan jiwa manusia dalam suatu masyarakat, sehingga dapat saling
menginformasikan gagasan dan perasaan mereka masing-masing.
Peranan bahasa mempunyai pengaruh terhadap hubungan antar masyarakat ataupun
bangsa, baik dalam bidang informasi dan teknologi, perkembangan kebudayaan, maupun
perekonomian. Melalui kemajuan hubungan tersebut, mendorong banyak orang untuk tidak
hanya menguasai bahasa ibu sebagai alat komunikasi, tetapi juga harus mampu mempelajari
bahasa asing lainnya.
Ada begitu banyak hal yang dapat dipelajari dari bahasa asing khususnya bahasa
Jepang. Salah satu diantaranya adalah peribahasa, yang diartikan dalam bahasa Jepang yaitu
Kotowaza. Peribahasa merupakan sesuatu yang unik dan sulit untuk dipelajari, karena
gramatika peribahasa yang digunakan berbeda dengan gramatika yang dipelajari oleh
mahasiswa dalam pendidikan. Selain itu juga karena peribahasa tidak selalu dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, maka banyak orang sulit memahami makna dari peribahasa Jepang
tersebut.
Peribahasa Jepang (kotowaza) memiliki jumlah yang cukup banyak dan terdiri dari
beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut berasal dari lingkungan sekitar masyarakat sendiri atau
dari unsur yang hubungannya erat dengan kehidupan masyarakat, misalnya berasal dari Lima
Unsur Elemen Jepang yang dipengaruhi Buddhism atau biasa disebut Godai. Lima Elemen
Jepang (Godai) tersebut terdiri dari unsur tanah, api, angin, air dan langit. Dan dalam skripsi
ini, penulis menggunakan air sebagai unsur peribahasa Jepang tersebut dan
Perlu kita ketahui, air memiliki banyak sifat dan bila dihubungkan dengan manusia,
air dapat mewakili karakteristik dan pemikiran manusia. Karena kita dapat memperoleh
nilai-nilai luhur melalui sifat-sifat air tersebut. Sehingga menjadi suatu budaya yang tertanam
dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat dalam
memahami lingkungannya yang dituangkan kedalam suatu unsur seni bahasa yang bersifat
nasihat atau sindiran.
Peribahasa Jepang berunsur air cukup banyak, namun penulis hanya
menginterpretasikan 16 peribahasa Jepang saja., dan ke-16 peribahasa Jepang tersebut
kemudian akan dihubungkan dengan sifat air yang sesungguhnya. 16 peribahasa Jepang
tersebut adalah :
1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)
a. “mizu itarite kyonaru”
2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)
a. ”mizu kyokereba uo sumazu”
3. 水と油 (みずとあぶら)
a. “mizu to abura”
4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)
a. “mizu no soko no hari o sagasu”
5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)
a. “mizu no nomi okide yakuni tatazu”
6. 水に絵を描く (みずにえをかく)
a. “mizu ni e o kaku”
a. “mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”
8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)
a. “mizu ni korite yu o jisu”
9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおをふるう
のうおなし)
a. “mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”
10.水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)
a. “mizu wa ten kara morai mizu”
11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)
a. “mizu tsumorite kawa to naru”
12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)
a. “mizu tsumorite uo atsumaru”
13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる ( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、
がくつもりてせいとなる)
a. “mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”
14.水入りて垢落ちず (みずいりてあかおちず)
a. “mizu irite aka ochizu”
15.水音すれば里に近し (みずおとすればさとちかし)
a. “mizu otosureba sato chikashi”
16.水と魚 (みずとうお)
a. “mizu to uo”
Kemudian setelah menginterpretasikan ke-16 peribahasa Jepang tersebut, maka
1. Unsur air yang digunakan pada peribahasa Jepang tersebut berasal dari kepercayaan
masyarakat terhadap Godai atau Lima Elemen Jepang.
2. Dari ke-16 peribahasa Jepang berunsur air yang penulis interpretasikan, hanya 7
peribahasa Jepang yang maknanya berhubungan dengan sifat air. Yakni peribahasa
nomor 1, 4, 6, 8, 10, 11, dan 13.
3. Hanya 7 peribahasa Jepang yang maknanya berhubungan dengan sifat air. Yakni
perbahasa :
1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)
“mizu itarite kyonaru”
4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)
“mizu no soko no hari o sagasu”
6. 水に絵を描く (みずにえをかく)
“mizu ni e o kaku”
8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)
“mizu ni korite yu o jisu”
10. 水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)
“mizu wa ten kara morai mizu”
11. 水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)
“mizu tsumorite kawa to naru”
13. 水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、
がくつもりてせいとなる)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Hanya melihat pada air, orang akan berfikir bahwa air adalah sesuatu yang sangat
sederhana di sekitar kita. Namun bila kita teliti kembali dan melihat keadan sekitar yang
menunjukkan keadaan dimana ada air dapat dipastikan ada kehidupan di sekitarnya, dan
sebaliknya bila tidak ada air dapat dipastikan kehidupan makhluk di sekitar tempat tersebut
akan kesulitan atau berjuang keras dalam mempertahankan kehidupannya, atau bahkan punah.
Maka, dengan ini dapat disimpulkan bahwa air merupakan bagian penting dalam kehidupan
dan sebagai salah satu faktor penting dalam perkembangbiakan makhluk hidup di bumi ini.
Air merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, terdapat
dan diperlukan di kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan yang secara kimiawi
mengandung senyawa hidrogen dan oksigen, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 8).
Atom-atom hidrogen tertempel pada sisi atom oksigen sehingga menghasilkan molekul air
dengan muatan positif dan negative. Keduanya saling tarik-menarik, dan apabila kita sering
melihat tetesan air maka keadaan tersebut bukanlah dikarenakan gaya gravitasi bumi, tapi
lebih dikarenakan molekul air yang saling tarik menarik, H. Nuijten (2007 : 2)
Air disebut “pelarut universal (sedunia)” karena air melarutkan lebih banyak zat
daripada cairan apapun. Ini berarti bahwa dimanapun air mengalir, baik melalui tanah
maupun badan kita, air itu membawa serta zat-zat berharga seperti zat kimia, zat mineral
(tambang), dan bahan gizi, H. Nuijten (2007 : 5).
Air merupakan zat yang unik, karena ia merupakan zat alamiah yang dapat berubah
memiliki indeks panas khusus yang tinggi. Ini berarti air dapat menyimpan panas, sebelum
air mulai dipanaskan. Inilah sebabnya air sangat berharga untuk industri dan dalam radiator
mobil sebagai pendingin. Selain itu air memiliki ketegangan permukaan yang sangat tinggi.
Dengan kata lain, air itu lengket dan elastis serta condong menggumpal dalam tetes daripada
menyebar dalam lapisan tipis, H. Nuijten (2007 : 7, 8). Sifat air yang di atas juga
menunjukkan bahwa ketika kecondongan air menggumpal dan gumpalan air menjadi air yang
berkumpul besar, maka air tersebut bahkan dapat menghancurkan sebuah tembok, atau
bangunan rumah. Menagapa ? ini dikarenakan sifat air yang lain, yakni bersifat menekan ke
segala arah yang disebabkan pengaruh dari kuantitas air dan kedalaman air.
Jika kita melakukan suatu percobaan terhadap air, yakni dengan memasukkan air pada
tempat atau wadah yang berbeda, seperti : gelas, cawan, piring dan lain sebagainya, maka kita
akan melihat bahwa air tersebut berubah bentuk. Misalnya, kita memasukkan air ke dalam
gelas, maka bentuk air akan menyerupai gelas, begitu juga bila kita tuangkan air ke dalam
tempat / wadah yang lainnya. Ini membuktikan bahwa air juga dapat berubah bentuk sesuai
dengan tempatnya, H.Nuijen (2007 : 9).
Siklus awal air pertama kali tidak dapat ditentukan. Namun kita dapat memulainya
dari air laut yang menguap karena panas yang diberikan matahari. Suhu yang lebih dingin
dari uap tersebut akan mengembun dan membentuk awan. Arus udara menggerakkan butiran
awan tersebut sehingga bertubrukan, membesar kemudian jatuh ke bumi yang disebut hujan,
salju atau es. Limpasan air tersebut kemudian sebagian meresap ke dalam lapisan tanah dan
menjadi cadangan air pada batu-batuan yang jenuh dengan air di bawah permukaan tanah dan
menyimpan air segar untuk jangka waktu yang panjang. Sedangkan sebagian lagi
menginfiltrasi atau merembes kembali ke permukaan tanah yang terendah sehingga ada yang
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan sifat air yang sesungguhnya, yakni :
1. Air tidak berwarna, berbau maupun berasa.
2. Air sebagai zat “pelarut universal (sedunia)” karena mampu melarutkan lebih banyak
zat daripada cairan apapun.
3. Air dapat berubah wujud dari cair menjadi padat (es) kemudian menjadi gas (uap)
atau sebaliknya.
4. Dapat menyerap dan menyimpan panas.
5. Air memiliki ketegangan yang tinggi sehingga menjadikannya condong berbentuk
tetesan daripada menyebar dalam lapisan tipis.
6. Air bersifat menekan ke segala arah.
7. Air dapat berubah bentuk.
8. Air cenderung mengalir dari dataran/tempat tinggi menuju dataran/tempat yang
rendah.
Air memiliki posisi yang sangat penting bagi sebagian kelompok atau Negara, salah
satunya Jepang. Bagi masyarakat Jepang air dihubungkan erat dengan kehidupan sosial dan
nilai keagamaan mereka. Misalnya, ada beberapa tempat di Jepang yang difungsikan airnya
untuk beberapa ritual yang memberikan bantuan atau jaminan yang berhubungan dengan
hampir semua peristiwa dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Koichiro Matsuura, Direktur Jenderal UNESCO, mengirim pesan untuk Hari Air
Dunia pada tahun 2002: yang menyatakan bahwa"...Air bukan hanya merupakan sumber daya
alam sebagai pembentuk suatu peradaban yang dimulai dari pertanian dan pengembangan
perindustrian, tapi juga sebagai nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi
air telah menjadi kekuatan pendorong sosial dan budaya pembangunan ekonomi seluruh
masyarakat di dunia".
Nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi suatu budaya yang
tertanam dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat
dalam memahami lingkungannya yang dituangkan ke dalam suatu unsur seni bahasa yang
bersifat nasihat dan pedoman hidup atau sindiran terhadap seseorang.
Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia, sebab bahasa sebagai
alat komunikasi yang membantu manusia dalam mengungkapkan perasaan jiwa manusia
dalam suatu masyarakat.
Menurut Poerwadarminta (1985:5) menyatakan bahwa bahasa adalah alat yang
digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan.
Ia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa,
sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut.
Gorys Keraf (1980:16)mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar
anggota mayarakat berupa lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Jadi dapat
disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang atau lebih
berupa lambang bunyi, suara untuk menyampaikan informasi sehingga dapat mengungkapkan
gagasan dan perasaan seseorang.
Peranan bahasa juga mempengaruhi hubungan antar masyarakat ataupun bangsa.
Melalui kemajuan hubungan tersebut mendorong banyak orang untuk tidak hanya menguasai
bahasa ibu sebagai alat komunikasi tetapi juga harus mampu mempelajari bahasa asing.
Ada begitu banyak hal yang dapat dipelajari dari bahasa asing khususnya bahasa
Jepang. Salah satu kesulitan tersebut diantaranya adalah peribahasa atau yang diartikan dalam
dipelajari, karena gramatika peribahasa yang digunakan berbeda dengan gramatika yang
dipelajari oleh mahasiswa. Selain itu juga karena peribahasa tidak selalu dipakai dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Harimurti Kridalaksana (1993:169) yang dimaksud dengan peribahasa
adalah kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun digunakan untuk
menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup.
Dalam peribahasa, memiliki jumlah yang cukup banyak dan berasal dari berbagai
macam unsur, baik itu dari unsur manusia, hewan/binatang, benda-benda, tumbuhan bagian
tubuh dan lain-lain. Dari sekian banyak unsur tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti
peribahasa Jepang yang terbentuk dari unsur air (mizu) untuk dijadikan bahan skripsi.
Contohnya : dapat kita lihat dari peribahasa Jepang di bawah ini :
水と油
mizu to abura
Peribahasa ini mempunyai makna :
Dua hal yang tidak cocok satu dan lainnya. (故事ことわざ事典,小学館)
Pada contoh peribahasa di atas, kita dapat melihat pemakaian unsur yang sama yaitu
air (mizu)sebagai unsur utamanya.
Melihat hal ini penulis merasa tertarik mempelajari peribahasa yang memiliki unsur
air (mizu). Apakah semua peribahasa yang menggunakan kata mizu menggunakan unsur air
bila kita melihat maknanya. Sehingga penulis terdorong untuk menulis skripsi yang berjudul :
“Interpretasi Makna Peribahasa Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata Mizu”
1.2 Perumusan Masalah
Peribahasa merupakan salah satu aspek budaya Jepang. Tanpa disadari sering
asli Jepang. Selain itu peribahasa Jepang khususnya yang terbentuk dari kata Mizu jumlahnya
cukup banyak dan mengandung arti yang bermacam-macam dan kalau diinterpretasikan,
maka kata Mizu tersebut kedalam peribahasa Indonesia terkadang tetap memakai kata
mizu(air), namaun terkadang yang lainnya.
Melihat latar belakang dan penjelasan diatas, maka penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana makna yang dimiliki oleh peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata
Mizu ?
2. Sejauh mana pemakaian kata Mizu dalam peribahasa Jepang ?
1.3Ruang Lingkup Pembahasan
Mengingat peribahasa Jepang yang menggunakan kata Mizu sangat banyak, maka
penulis akan membatasinya menjadi 16 peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu,
karena menurut saya hanya 16 peribahasa Jepang yang bila diiterpretasikan sama maknanya
dengan peribahasa Indonesia. Adapun peribahasa tersebut yakni :
Untuk melengkapi pembahasannya, maka dalam penulisan akan didukung dengan
contoh penggunaan peribahasa Jepang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)
“mizu itarite kyonaru”
2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)
”mizu kyokereba uo sumazu”
3. 水と油 (みずとあぶら)
“mizu to abura”
4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)
5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)
“mizu no nomi okide yakuni tatazu”
6. 水に絵を描く (みずにえをかく)
“mizu ni e o kaku”
7. 水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまっているよう
なも)
“mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”
8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)
“mizu ni korite yu o jisu”
9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおを
ふるうのうおなし)
“mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”
10.水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)
“mizu wa ten kara morai mizu”
11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)
“mizu tsumorite kawa to naru”
12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)
“mizu tsumorite uo atsumaru”
13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、
がくつもりてせいとなる)
“mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”
14.水入りて垢落ちず (みずいりてあかおちず)
“mizu irite aka ochizu”
“mizu otosureba sato chikashi”
16.水と魚 (みずとうお)
“mizu to uo”
1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka
Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia yang dipergunakan
dalam berbagai macam situasi. Bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan
pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2000:8).
Harimurti Kridalaksana (1993: 169) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun digunakan
untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup.
Menurut Ishida Shooichiroo dalam Dharmayanty (1999: 9) :
“Kotowaza seikatsu suru no ni sankoo ni naru mijikai kotoba”
(peribahasa adalah kalimat pendek yang berguna dalam kehidupan).
Begitu pula menurut Akiyama Ken dalam Dharmayanty (1999: 9) :
“Kotowaza wa oshie ya imashime nado imi o motta mijikai bun”
(Peribahasa adalah kalimat pendek yang mengandung arti nasehat, peringatan dan
sebagainya).
Sedangkan menurut Kunimitsu Shooichi dalam Darmayanty (1999: 10) :
“Kotowaza wa furuku kara hitobito ni ii nara wa sareta kotoba, kyookun, fuushi,
nado no imi o fukumi, jisei no shinjitsu o ugatsu mono ga ooi”
(peribahasa dalam kalimat disebarluaskan melalui adat kebiasaan oleh masyarakat
sejak lama, isinya banyak mengandung pengajaran, sindiran, kebenaran dalam kehidupan
Hiyashi Shinobu juga mengungkapkan pernyataan yang sama tentang peribahasa Jepang :
“Kotowaza wa hitobito no seikatsu no chie kara umareta kita. Kyookun ya hihan o
fukumu mijikai kotoba”.
(peribahasa adalah kalimat pendek yang lahir dari pemikiran kehidupan masyarakat,
mengandung isi kritikan, pengajaran dan lain sebagainya).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kotowaza
atau peribahasa adalah kalimat pendek yang mengandung nasehat, kritik, peringatan, sindiran,
ajaran, kebenaran dan lain sebagainya dalam kehidupan manusia yang disebarluaskan melalui
adat kebiasaan masyarakat setempat.
b. Kerangka Teori
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori semiotika. Kata semiotika
sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang berarti tanda. Semiotika adalah cabang
ilmu yang berhubungan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. (Van
Zoest, 1993:1).
Luxemberg (1992:46) menjelaskan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari
tanda-tanda, lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang
semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial ataupun masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda.
Menurut Pradopo (2001:7) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang
mempelajari sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda
tersebut punya arti.
Wahab (1995:16) mengatakan bahwa teori semantik yang berdasarkan kebenaran
kebenaran analistis dapat ditarik, dan ini memberikan titik temu yang nyata dengan karya
yang sekarang ini sedang digarap dalam logika formal.
Van Zoest (1996:5) juga megungkapkan bahwa semiotika adalah studi tentang tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, baik itu cara berfungsinya, hubungan
dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaanya oleh mereka yang
mempergunakannya.
Semiotik mencakup tiga bidang, yakni :
1. Sintaksis, yang menelaah tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat.
Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup : jenis dan fungsinya,
unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya (Nita dalam Dedi Sutedi
2003:61).
Contoh dalam peribahasa Jepang :
“Air tenang biasa menghanyutkan”. Jenisnya adalah peribahasa yang berfungsi
sindiran atau pujian bagi orang lain. Sedangkan maknanya adalah ”orang yang
pendiam biasanya banyak pengetahuannya atau bisa juga berbahaya”
(Muhammad Ali 1993:2)
2. Semantik, menelaah tentang makna yang merupakan penghubung komunikasi
agar dapat dimengerti oleh pembicara dan lawan bicara.
Contoh dalam peribahasa Indonesia :
Engkau bagaikan air di daun talas. Kalimat peribahasa ini disebutkan agar
komunikasi tidak terlihat kasar, dapat dimengerti keduanya namun dapat
menyampaikan perasaan pembicara. Makna peribahasa tersebut adalah “selalu
berubah-ubah, tidak tetap pendirian”. (Muhammad Ali 1993:2)
3. Pragmatik, menelaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsiran atau
Contohnya bila kita mendengar seseorang mengucapkan peribahasa “menjilat air
ludah sendiri” . Maka dengan mudah disimpulkan bahwa pembicara sedang
marah ataupun mencibir seseorang.
Semiotik sebagai ilmu yang mempelajari lambang-lambang sangat berhubungan erat
dengan hal yang dijadikan lambang. Di kehidupan sehari-hari, lambang digunakan dalam
berkomunikasi. Lambang yang sudah umum dikenal di seluruh dunia dan telah mendapatkan
kesepakatan semua orang adalah lambang lalu lintas. Tapi ada juga lambang-lambang di
beberapa negara yang menggunakan hewan atau tumbuhan untuk menggambarkan sesuatu.
Misal : singa, atau beruang yang melambangkan orang yang kuat, ular sebagai orang yang
licik, kuda sebagai orang yang bijak, bunga untuk melambangkan sesuatu yang indah, dan
sebagainya.
1.5Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui makna yang dimiliki oleh peribahasa Jepang yang
terbentuk dari kata Mizu.
2. Untuk mengetahui pemakaian kata Mizu dalam peribahasa bahasa Jepang.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis sendiri adalah sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan
dan wawasan mengenai makna peribahasa Jepang yang menggunakan kata
2. Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa
sastra dan bahasa Jepang pada khususnya mengenai makna dari peribahasa
yang terbentuk dari kata Mizu.
3. Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya
yang ingin membahas tentang interpretasi makna peribahasa yang
munggunakan atau terbentuk dari kata Mizu.
1.6Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang
membicarakan kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan cara
mengumpulkan data, mnganalisa, dan menginterpretasikannya (Surahmad, 1982:147).
Untuk mendapatkan tanda-tanda yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara menghimpun data dari berbagai literature, baik dari buku-buku yang
berhubungan dengan peribahasa Jepang secara langsung maupun dari buku-buku yang
membahas masalah tentang makna peribahasa jepang yang menggunakan kata Mizu.
Pengumpulan data dilakukan dengan mencari buku-buku, baik yang berhubungan
langsung maupun sebagai tambahan dari judul yang diteliti. Buku-buku dikumpulkan dari
perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah, situs-situs internet, dan
BAB II
PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU DI JEPANG
Unsur-unsur Bahasa Fonem
Fonem adalah bunyi unsur terkecil dari suatu bahasa yang berbeda atau mirip
kedengarannya bila diucapkan dan digunakan untuk membedakan arti dari suatu kata. Dalam
ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../.
/p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:
pola — /pola/ : bola — /bola/ parang — /paraŋ/ : barang — /baraŋ/
peras — /pɘras/ : beras — /bɘras/
Contoh lainnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem
/er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya
bahasa
diganti dengan fonem /ra/.
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada
tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat
mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara
lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk kemudian
diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas;
bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan bunyi ini. Dengan demikian, fonem
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon
dituliskan di antara dua kurung siku [...]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja,
sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>], maka kita dapat berkata bahwa dalam
bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].
Morfem
Morfem yait
suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata
praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar,
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Konsep morfem berbeda dari kata. Morfem terbagi 2 jenis, yakni : morfem bebas dan
morfem terikat. Morfem terikat terlihat lebih ekslusif daripada morfem bebas, karena
penulisannya berdampingan dengan morfem bebas. Contohnya :
Morfem bebas
Anak kecil = kata /anak/ berarti manusia yang masih berusia muda, sedangkan kata
/kecil/ adalah merupakan kata dalam suatu kata sifat ukuran suatu
benda.
Morfem terikat
Pragawati = Kata Pragawati memiliki dua morfem yakni /praga/ dan /wati /. Kata
/praga/ merupakan kata dasar, penambahan morfem /wati/ yang
sekaligus merupakan ”akhiran ” menyebabkan perubahan arti dari kata
Sintaksis
Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur
kalimat, klausa, dan frase.
Definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli
- Hari Murt Kridalaksana (1993)
Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap
bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang
kata.
- Ramlah (2001:18)
Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase.
- Gleason (1955)
“Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction
(word) into large constructions of various kinds.”
Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata)
kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
- Ramlah (1976:57)
Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur farase dan kalimat.
Mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata,
atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam
bidang ini adalah kata.
- O’ Grady, et. al., (1997)
“the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human
language.”
Artinya: Aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia.
Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa sintaksis yaitu penggabunga
menjad
contohkan dalam bahasa Indonesia, dalam aturan Sintaksisnya terdapat aturan SPO atau
Jepang yang meletakkan Predikat setelah Objek.
Semantik
Semantik
ekspresi makna:
sert
atau konteks tertentu. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa
Definisi Peribahasa Secara Umum
Harimurti Kridalaksana (1999 : 169 ) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
peribahasa adalah “kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun, digunakan
untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran / pedoman hidup”. Lain
halnya dengan pendapat Lukman Ali (1995 : 755 ), dia menguraikan bahwa peribahasa
adalah “kalimat ringkas yang berisi perbandingan, nasihat, prinsip hidup atau tingkah laku”.
Zainuddin (1992 : 68 ) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah
“ kalimat atau ucapan yang mengungkapkan sesuatu (dengan pengkiasan ) yang makna dan
fungsinya dalam konveksi masyarakat”. Sedangkan Poerwadarminta ( 1976 : 738 )
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah “kalimat atau kelompok
perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengkiaskan sesuatu maksud yang tertentu”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan peribahasa / kotowaza adalah kalimat pendek yang mengandung arti
nasehat, peringatan, perbandingan, kritikan, pengajaran, sindiran dan lain sebagainya.
Digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran / pedoman
hidup yang disebarluaskan melalui adat dan kebiasaan masyarakat.
Definisi Peribahasa Jepang
Menurut Akiyama Ken dalam Dharmayanty (1999:9) :
“Kotowaza wa oshie ya imashime nado imi motta mijikai bun”
“Peribahasa adalah kalimat yang mengandung arti nasehat, peringatan dan lain
sebagainya”.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ishida Shooichiroo dalam Dharmayanty
(1999:9) :
“Kotowaza wa seikatsu suru noni sankoo ni naru mijikai kotoba”.
Sedangkan menurut Hayashi Shinobu dalam Dharmayanty (1999:10) menerangkan
bahwa :
“Kotowaza wa hito bito seikatsu no chie kara umarete kita, kyookun ya hihan o
fukumu mijikai kotoba”.
“Peribahasa adalah kalimat pendek yang lahir dari pemikiran kehidupan masyarakat ,
mengandung isi kritikan, pengajaran dan lainnya”.
Hal ini sependapat dengan pernyataan Kunimitsu Shooichi dalam Dharmayanty
(1999:10) yang menyatakan bahwa :
“Kotowaza furukukara hito bito ni iinarawasareta kotoba, kyookun, fuunishi nado no
imi o fukumi, jinsei no shinjitsu o ugatsu ga ooi”.
“Peribahasa adalah kalimat yang disebarluaskan melalui adat kebiasaan oleh
masyarakat sejak lama, isinya banyak mengandung pengajaran, sindiran, kebenaran
dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya”.
Hal ini sependapat juga sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kindaichi
Haruhiko dalam Darmayanty (1999:10) bahwa :
“Kotowaza wa seken ni hiroku iinasawasarete kito kotoba de, kyookun ya fuushi nado
o fukundo chiku”.
“Peribahasa adalah kalimat yang disebarluaskan melalui adat kebiasaan dalam
masyarakat, yang isinya mengandung pengajaran, sindiran dan lain sebagainya”.
Pengklasifikasian Peribahasa Jepang
Menurut Morikuni Honami dan Hirayama Teruo dalam Dharmayanty (1999:11)
menjelaskan peribahasa Jepang dapat digolongkan menjadi beberapa macam atau jenis, yaitu
berdasarkan : Naiyoo (isi), Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen (cara pengungkapan).
dikemukakan oleh Hirayama Teruo satu sama lain tidak lengkap, tetapi dapat saling
melengkapi. Morikuni Honomi menjelaskan secara rinci mengenai penggolongan peribahasa
Jepang berdasarkan Naiyoo (isi), tetapi tidak menjelaskan tentang penggolongan peribahasa
Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen (cara pengungkapan). Sedangkan
Hirayama Teruo menjelaskan secara rinci mengenai Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen
(cara pengungkapan), tetapi tidak menjelaskan secara rinci mengenai penggolongan
peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi). Dengan kata lain, kedua pendapat di atas dapat
saling melengkapi satu sama lain dalam menjelaskan mengenai penggolongan peribahasa
Jepang.
Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi) menurut Morikuni Honami.
a. Jinsei no ishie ya shinri o arawashita mono.
“Menunjukkan kebenaran dan ajaran kehidupan manusia “.
Contoh : (1) jinji o tsukushite tenmei o matasu.
“yarudake yattara ato wa kami sama ni makasenai to iu koto”.
“Kalau sudah melakukan sesuatu serahkanlah hasilnya kepada Tuhan”
(2) Gei wa mi o tasukeru.
“Isoide iru toki hodo, awatete wa ikenai to iu koto”.
“Sesingkat apapun waktunya, jangan melakukan pekerjaan dengan
terburu-buru”.
(3) tabi wa michizure yow a nasake.
“se no naka o ikite iku ni wa, tagaini omoiyari no kokoro o motsu koto
“Bagi orang yang hidup di dunia ini, mempunyai perasaan simpati
antara satu dengan yang lainnya adalahhal yang sangat penting”.
b. Seikatsu no chishiki ya chie o arawashita mono.
“Menunjukkan pemikiran dan pengetahuan tentang kehidupan”
Contoh : (1) ishi hashi o taite wataru.
“Hijooni yoojinbunkai to iu koto”
“sangat hati-hati”.
(2) Gei wa mi o tasukeru.
“narai oboeta gei ga, seikatsu ni yakudatta to iu koto”.
“Keahlian yang tanpa sengaja teringat karena seringnya latihan, sangat
bergunabagi kehidupan”.
c. Hito o hihan shitari hinikuttari shita mono.
“Isinya menyindir atau mengkritik orang”.
Contoh : (1) I no naka no kawaza taikai o shirazu.
“Seken shirazu de ibatte iru hito o imashimete to iu koto”.
“Menasehati orang yang sombong karena orang itu kurang
pengetahuan”.
(2) Udo no taiboku.
“Karada bakari ookikute, yuku ni tatanai koto”.
“ Badannya saja yang besar, tapi tidak ada gunanya”.
(3) Namakemono no sekku hataraki.
“Fudan, namakete iru hito wa, hokano hito ga yasunde iru toki,
“Biasanya, orang yang malas harus bekerja pada saat orang lain
istirahat”.
d. Monogoto no yoosu omoshiroku tatoeta mono
“Perumpamaan atau kiasan yang menarik tentang keadaan suatu hal”
Contoh : (1) Toranu tanuki no kawazan yoo.
“Doo naru ka wakaranai no ni atte ni shite keikaku o tateru koto o iu”.
“Membuat rencana dengan mengandalkan harapan yang belum pasti”.
(2) Donguri no sei kurabe.
“Dore mo onaji youni hibon de, tokubetsu ni nukidete mono ga naku,
amari kawaranai to iu tatoe”.
“ Perumpamaan yang menyatakan bahwa yang mana pun sama saja,
tidak ada bedanya, tidak ada yang istimewa”.
(3) Hana yori dango.
“Utsukushii mono o me de tanoshimu yori jissai ni mini naru mono no
houga ii to iu tatoe”.
“Rasanya lenih baik makan buah yang sudah matang daripada
menikmati pemandangan yang indah”.
Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) menurut Hirayama Teruo.
a. (nani wa
“Mengambil bentuk deskripsi (nani
dou) no jojutsu keishiki o toru mono.
wa dou)
Contoh : (1) Kaeru no ko wa kaeru.
“Anak orang biasa (kebanyakan), biasanya disebut juga orang
biasa(orang kebanyakan)”.
(2) Oya ni ninu ko wa
b. (nani
oniko.
“Ko wa kanarazu oya ni niru mono de, moshi nitenakereba ningen no
ko dewanaku, oni no ko da to iu koto”.
“Seorang anak pasti mirip dengan orang tuanya sehingga bila ada anak
yang tidak mirip, dia disebut anak hantu”.
seyo
“Mengambil bentuk perintah (nani o )no meirei keishiki o toru mono.
seyo)
Contoh : (1) Zen wa isoge
“Yoi koto ga ki ga kawattari jama ga haittarishinai uchi ni hayaku
shita houga yoi koto”.
“Hal yang baik akan lebih baik bila segera dilakukan, selama tidak
mengganggu atau membuat jadi berubah pikiran”.
(2) Nana tabi sagashite hito o utagae
c. (nani
.
“Mono ga miataranai toki wa tannin ni nusumareta no dewanai ka
utagau mae ni. Jibun de nandemo nen o irete agasu koto,
karugarushiku hito o utagatte wa ikenai to iu imi”.
sureba
“Mengambil bentuk pengandayan bersyarat (nani nani) no jouken keishiki o toru mono.
sureba nani)
Contoh : (1) Uwase o sureba kage ga sasu.
“kage de hito no uwasu o suru to, sono hito ga guuzen ni kuru to iu
“Kalau menggosipkan orang secara diam-diam, maka orang yang
digosipkan tersebut akan muncul tiba-tiba”.
(2) Mateba
d. (nani
kanro no hiyori.
“yukkuri akiramezuni matte ireba kanarazu chansu ga yatte kuru to iu
koto”.
“Bila menunggu tanpa rasa putus asa, kesempatan itu pasti akan
datang”.
to
“Mengambil bentuk menderetkan (nani
nani) no heiretau keishiki o taru mono.
to
e. (nani
nani).
Contoh : (1) Tsuki to suppon
“Futatsu no mono gamitame wa nite iru ga, nakami wa kake hanarete
ite, hidoku chigate iru koto no tatoe”.
“Dua barang yang kelihatannya sama, ternyata dalamnya berbeda,
suatu perbedaan yang sangat jauh”.
yori
“Mengambil bentuk perbandingan (nani
nani) no hikaku keishiki o taru mono.
yori nani).
Contoh : (1) Kame no kou yori toshi no kou.
“Nenchousha no nagai aida no keiken wa totemo toutoi mono da to iu
koto”.
“Pengalaman hidup orang yang usianya jauh lebih tua, ternyata sangat
berharga”.
(2) Iroke yori kuike.
“Sukina hito no koto o omou yori, sukina mono o taberu houga saki da
“Lebih mengutamakan makan makanan yang disukai daripada
melamunkan orang yang disukai”.
Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Hyoogen (cara pengungkapan) menurut Hirayama Teruo.
a. Gaisu denaka, gutai tekina sushi o mochi iru.
“Menggunakan kata bilangan konkrit, bukan hanya angka perkiraan”.
Contoh : (1) Juu nin to iro
“Juu nin yoreba juu nin kao chigau youni, kangaekata ya seishitsu
chigau koto”.
“Bila ada sepuluh orang yang berbeda bentuk mukanya, maka akan ada
sepuluh cara berfikir dan sepuluh karakter yang berbeda”.
(2) Momokuri san nen kaki hach
b. Kochouhou
i nen
“Nani goto no mono ni naru made ni wa, sorenari no jikan ga hitsuyou
to iu koto”.
“Sebelum segala sesuatunya menjadi terlambat, waktu yang masih ada
itu merupakan sesuatu yang penting”.
“Cara yang mengatakan berlebihan”.
Contoh : (1) Suzume hayaku made odori wasurenu
“Chiisai toki ni, mi ni tsuketa koto wa, toshi o totemo wasurenai mono
da to iu koto”.
“hal yang melekat di diri pada masa kecil, merupakan hal yang tidak
dapat dilupakan meskipun sudah tua”.
“Ai no me ya hiiki me de mireba mini kui koto mo utsukushiku mieru”.
“Bila melihat mata yang berpihak pada cinta, maka hal yan jelek pun
terlihat bagus”.
c. Taihihou
“Perbandingan yang kontras”
Contoh : (1) Awasemono wa hanaremono
“Ningen no nikutai wa chisuikafuu ga gattai shite dekita mono de aru
kara, mata moto no shiso ni kangen suru koto”.
“Karena jasmani manusia terbuat dari kombinasi tanah, air, api, dan
udara, maka tubuh dapat mereduksi/memecahkan keempat bahan dasar
tersebut”.
(2) Rongo yomi no rongo
d. Shouryakuhou
shirazu
“Hon o yonde, bunshou toshite wa wakatte ite mo jikko ga dekinai koto
no tatoe”.
“Meskipun membaca buku dan mengerti setiap kalimatnya, tetapi
dalam pelaksanaannya tidak bisa”.
“Cara penyingkatan hal-hal yang menakutkan/mengerikan”.
Contoh : (1) Jishin, kaminari, kaji, oyaji
“Kowai mono no junjo o itta mono”.
“Adanya urusan tentang hal-hal yang mengerikan”.
Air Dalam Pandangan Masyarakat Jepang
Kita mengetahui bahwa fakta membuktikan 70% dari permukaan bumi ditutupi oleh
karena air merupakan salah satu alat transportasi dalam tubuh sebagai penyalur nutrisi pada
setiap bagian di tubuh kita. Karenanya air merupakan salah satu bagian penting dalam
kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Air memiliki posisi yang sangat penting bagi sebagian
kelompok atau Negara, salah satunya Jepang. Bagi masyarakat Jepang air dihubungkan erat
dengan kehidupan sosial dan nilai keagamaan masyarakat di Jepang. Misalnya, ada beberapa
tempat di Jepang yang difungsikan airnya untuk beberapa ritual yang memberikan bantuan
atau jaminan yang berhubungan dengan hampir semua peristiwa dalam kehidupan
masyarakat Jepang.
Sebuah peristiwa kelahiran, kesehatan bayi, pemulihan kesehatan atau penyakit,
meminta keberhasilan dalam ujian atau pekerjaan baru, mengetahui hasil yang tepat untuk
pindah rumah, memohon dimudahkan dalam hal perekonomian, penglihatan yang baik,
panjang umur, kedamaian, memohon petunjuk mengambil keputusan agar lebih bijaksana dan
ingin memperoleh wahyu, semua ritual tersebut dilakukan dengan menggunakan air.
Menurut masyarakat Jepang, air bekerja dengan dua cara, yakni memberikan dan
menjauhkan. Memberikan maksudnya disini ritual air dilakukan untuk memohon
diberikannya kesehatan, kekayaan, dan nikmat suci karena asal-usul atau diberkati dalam
kehidupannya. Sedangkan menjauhkan maksudnya disini ritual air digunakan untuk
memohon dijauhkannya dari kejahatan, dijauhkan dari hal-hal buruk dalam kehidupan
sehari-hari, dan untuk menjauhkan pengaruh buruk benda dengan cara mensucikannya. Hal
inilah yang membuat kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak diragukan lagi betapa
pentingnya air dalam ritual praktek keagamaan di Jepang.
Beberapa penjelasan bisa ditawarkan, tapi semua berasal dari satu fakta yang tak
terelakkan dari sejarah Jepang yang telah mengakar bagi masyarakat Jepang tentang air dan
fakta yang berhubungan dengan air tersebut bersumber pada masyarakat Jepang yang
mempercayainya konsep dari lima elemen atau sering disebut Godai, yang sangat dipengaruhi
oleh Buddhism. Ke-lima elemen tersebut adalah :
1. 地Chi (kadang-kadang ji) atau tsuchi, yang berarti "
keras, di dunia. Contoh yang paling dasar dari chi adalah batu. Batu sangat tahan
terhadap pergerakan atau perubahan, sama seperti segala sesuatu yang dipengaruhi
oleh chi. Pada orang dapat dihubungkan dengan tulang, otot dan jaringan yang
diwakili oleh chi. Secara emosional, chi ini terutama terkait dengan pemikiran kuat
seseorang, stabilitas, fisik, dan gravitasi. Dalam pikiran, berhubungan dengan
keyakinan, dan emosional itu untuk memiliki sesuatu tetap seperti apa adanya, atau
melakuakan perlawanan untuk perubahan.
2. 火Ka atau hi, yang berarti "
dunia. Hewan, khususnya predator, yang mampu bergerak dan penuh energi kuat,
adalah contoh utama dari obyek ka. Tubuh, ka mewakili metabolisme kita dan panas
tubuh, dan dalam alam mental dan emosional, itu merupakan dorongan dan semangat.
Ka dapat dikaitkan dengan motivasi, keinginan, niat, dan semangat yang dikeluarkan
tubuh kita.
3. 風Fu atau Kaze, berarti "
menikmati kebebasan bergerak. Selain dari udara, asap, dan sejenisnya, fu dapat
diwakili dalam beberapa hal yang diwakili oleh pikiran manusia. Seperti halnya kita
berkembang secara fisik, kita belajar dan memperluas mental, dalam hal pengetahuan
kita, pengalaman kita, dan kepribadian kita. Fu terkait dengan mental dan emosional
yang terbuka. Hal ini dapat diasosiasikan dengan kemauan, menghindar, kebajikan,
4. 水Sui atau mizu, yang berarti "
tak berbentuk di dunia. Contoh nyatanya adalah sungai dan sejenisnya, tanaman juga
dikategorikan dalam sui, karena mereka beradaptasi dengan lingkungan mereka,
tumbuh dan berubah sesuai dengan arah matahari dan perubahan musim. Darah dan
cairan tubuh lainnya diwakili oleh sui, seperti juga mental atau emosional
kecenderungan terhadap adaptasi dan perubahan. Sui dapat dikaitkan dengan emosi,
pembelaan diri, kemampuan beradaptasi, fleksibilitas, kelenturan, dan magnet.
5. Elemen yang terakhir ini biasanya diartikan sebagai "kekosongan" ketika mengacu ke
elemen, tapi konteks lain kebanyakan mengacu pada "langit", dan karenanya kadang
diterjemahkan sebagai "Surga".
Koichiro Matsuura, Direktur Jenderal UNESCO, mengirim pesan untuk Hari Air
Dunia pada tahun 2002: yang menyatakan bahwa"...Air bukan hanya merupakan sumber daya
alam sebagai pembentuk suatu peradaban yang dimulai dari pertanian dan pengembangan
perindustrian, tapi juga sebagai nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi
kebudayaan yang tertanam dalam budaya masyarakat. Selain itu kebutuhan dan permintaan
air telah menjadi kekuatan pendorong sosial dan budaya pembangunan ekonomi seluruh
masyarakat di dunia".
Nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi suatu budaya yang
tertanam dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat
dalam memahami lingkungannya yang dituangkan kedalam suatu unsur seni bahasa yang
bersifat nasihat atau sindiran.
Sebuah peristiwa kelahiran, kesehatan bayi, pemulihan kesehatan atau penyakit,
meminta keberhasilan dalam ujian atau pekerjaan baru, mengetahui hasil yang tepat untuk
panjang umur, kedamaian, memohon petunjuk mengambil keputusan agar lebih bijaksana dan
ingin memperoleh wahyu, semua ritual tersebut dilakukan dengan menggunakan air.
Selain itu, penghormatan khusus juga diberikan masyrakat Jepang terhadap air, yakni
dapat dilihat melalui taman-taman kota yang sebagian besar berunsur air, dan sungai-sungai
yang terpelihara kebersihan dan kejernihan airnya oleh setiap masyarakat. Sebagian besar
dikarenakan setiap masyarakat Jepang juga masih mempercayai adanya legenda makhluk di
dalam mitologi agama Shinto di Jepang, mengenai makhluk yang diidentifikasikan sebagai
dewa air. Makhluk itu disebut Kappa. Kappa yang sering diidentifikasi sebagai dewa air ini
memiliki berbagai macam sebutan. Nama lain dari makhluk ini diantaranya adalah Kawataro
(bocah air), Kawaka, Kawaranbe, Kyuusenbou, Masunta, Mu jima dan Ningyo.
Peribahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata Air (Mizu) di Jepang
Dalam peribahasa Jepang unsur utama pembentuk sebuah peribahasa terdiri dari
berbagai macam unsur, salah satunya adalah unsur Godai. Godai yang dijadikan unsur utama
pembentuk peribahasa Jepang diantaranya adalah kayu, api, air, tanah, udara/awan. Dari
beberapa Godai yang menjadi unsur utama pembentuk sebuah peribahasa Jepang, penulis
memilih Mizu sebagai unsur utama peribahasa Jepang dalam penelitian ini. Dan dari beberapa
refrensi, penulis memilih 16 peribahasa yang akan diuraikan maknanya.
Berikut ini secara singkat akan penulis uraikan masing-masing makna yang dimiliki
oleh ke-16 peribahasa Jepang tersebut.
1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)
“mizu itarite kyonaru”
“mizu ga nagaretekuruto, shizen ni mizo ga dekiru, shizen ni mizo ga dekiru.
Gakumon fukakunaruto, shizen ni toku ga kanseisuru to iu koto o tatoete iu. Mata
”ibarat air yang mengalir alami ke selokan. Ibarat ilmu yang digali secara alami,
kemudian menghasilkan kesempatan mendatangkan barang yang banyak”.
2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)
”mizu kyokereba uo sumazu”
“mizu ga seiretsu sugiruto kaette sakana wa sumanaimonoda. Jinkaku ga amari
ni seiren sugitarisuru to, kaette hito ni shitashimarenaito iu tatoe.”
”ibarat air yang terlalu jernih malah ikan tidak mau tinggal. Ibarat karakter orang
yang begitu jujur malah tidak mau bergaul dengan orang”.
3. 水と油 (みずとあぶら)
“mizu to abura”
“mizu to abura ga konzari awanai youni, shikkurito chouwashinai koto, tagai
ni shoubun no awanai koto o tatoete iu”
“air dan minyak yang bercampur tidak bisa, hal yang tidak serasi dan harmoni,
karena tidak ada kesesuaian sifat satu sama lainnya”
4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)
“mizu no soko no hari o sagasu”
“mizu no soko shizunde iru hari o sagasu. Nakanakashi gatai koto. Jouju gatai
koto o iu”
”mencari jarum di dasar air. Benar-benar hal yang sulit untuk dilakuakan”.
5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)
“mizu no nomi okide yakuni tatazu”
“mizu wa nomi dame dekizu, ikura takusan nonde mo izura kakuyouni, donna ni
te o utsukushitemo yakunonai tatoe”
”seberapa banayakpun meminum air tetap haus, seberapa kerasnya usaha tangan
6. 水に絵を描く (みずにえをかく)
“mizu ni e o kaku”
“suimen ni e o kaku youna mono dearu. Sugu kieru koto, nanimo ato ni nokoranai
koto, mata, kuroushitemo erutokoro nonai koto o tatoete iu”
”melukis di permukaan air. Segera terhapus dan tidak menyisakan apapun. Walau
berusaha dengan sekuat tenaga tidak akan memperoleh hasil apapun”
7. 水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまっているよう
なも)
“mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”
“mizu no nagare ga kareruno o mate iru youna mono. Bakabakashii hodo ki no
nagai banashi dearu to iukoto”
“ menunggu kering air sungai. Merupakan hal yang mustahil”
8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)
“mizu ni korite yu o jisu”
“mizu de koritatame, mizu ni nite iru yu mademo osorete jitaisuru”
”hal belajar dari pengalaman, suatu reaksi ketika menyentuh air panas”
9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおを
ふるうのうおなし)
“mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”
“mizu ga nigoru to oyogi mawaru sakana wa inakunaru. Seiji ga tadashiku
okonawarete inai to, hitobito wa jiyuu ni tanoshikurasukotoga dekinakunaru”
“ibarat air berlumpur tidak ada ikan yang berenang. Ibarat di bidang politik,
masyarakat tidak memiliki kebebasan menikmati politik yang benar”
“mizu wa ten kara morai mizu”
“seikatsu ni hitsuyouna mizu wa ten kara futta ame o ateru. Ido ya suidou no nai
seikatsu o iu”
“air yang dibutuhkan bagi kehidupan adalah berasal dari hujan yang turun dari
langit. Bukan dari saluran air maupun sumur”.
11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)
“mizu tsumorite kawa to naru”
“mizu ga atsumatte kawa to naru. Chiisana mono ga atsumatte dai o nasuto iu
tatoe”
”air yang berkumpul menjadi sungai. Hal kecil bila ditumpuk akan menjadi besar”
12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)
“mizu tsumorite uo atsumaru”
“mizu ga yutakana tokoro ni wa, sakana ga yotte kuru. Ri no aru tokoro ni hito ga
atsumaru tatoe”
”tempat yang kaya akan air maka ikan akan datang mendekat. Tempat yang dapat
menghasilkan keuntungan maka orang akan datang mendekat”
13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、
がくつもりてせいとなる)
“mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”
“wazukana mizu de atsumareba ookina fuchi to nari, sukoshi zutsu demo
tayumazu gakumon o tsumi kasaneru koto ni yotte, shounin no shiro ni tassuru
koto ga dekiru”
“sediki demi sedikit air berkumpul membentuk lubuk. Ilmu yang dikumpulkan
bahkan mampu menyelesaikan istana ”
“mizu irite aka ochizu”
“mizu irita noni aka wa ochinai. Yarigai no nai tatoe”
”bagai air yang tidak dijatuhi debu. Tidak berarti apa pun”
15.水音すれば里に近し (みずおとすればさとちかし)
“mizu otosureba sato chikashi”
“sanro o tadotte kite, mizu no nagareru oto ga kikoeru youni nabera, hitozato
chikazuitashirushi dearu”
“berjalan di kaki gunung bila terdengar suara air mengalir menandakan sudah
mendekati perkampungan penduduk
16.水と魚 (みずとうお)
“mizu to uo”
“mizu to sakana no youna kankei, missetsuna kankei ni aru koto”
BAB III
INTERPRETASI PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU
Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya peribahasa Jepang yang terbentuk
dari kata mizu memiliki bermacam-macam arti. Setelah penulis menganalisa refrensi yang
ada pada bab II, maka berikut ini akan penulis uraikan arti peribahasa Jepang yang terbentuk
dari kata Mizu, makna peribahasa tersebut, serta contoh peribahasa tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Berikut ini penulis akan menginterpretasikan 16 kotowaza yang terbentuk dari kata
mizu.
水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)
Peribahasa Jepang mizu itarite kyonaru memiliki arti sebagai berikut : “mizu ga
nagaretekuruto, shizen ni mizo ga dekiru, shizen ni mizo ga dekiru. Gakumon fukakunaruto,
shizen ni toku ga kanseisuru to iu koto o tatoete iu. Mata kikai ga touraisuru to shizen ni
monogoto wa dekiagaru to iukoto” yang artinya ”ibarat air yang mengalir alami ke dermaga.
Ibarat ilmu yang digali secara alami, kemudian menghasilkan kesempatan mendatangkan
barang yang banyak”. Peribahasa tersebut melambangkan pada seseorang yang bila secara
alamiah menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, maka apapun yang diinginkan dan
dicita-citakannya akan dapat diperolehnya kelak.
Hal ini dapat diibaratkan pada air yang secara alami mengalir mencari celah, melewati
berbagai saluran hingga akhirnya berhasil menempuh tujuannya untuk berkumpul di satu
tempat yang sama dengan air yang lain yakni dermaga.
Jadi penulis berpendapat bahwa bila kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)
Peribahasa Jepang mizu kyokereba uo sumazu memiliki arti sebagai berikut :“mizu ga
seiretsu sugiruto kaette sakana wa sumanaimonoda. Jinkaku ga amari ni seiren sugitarisuru
to, kaette hito ni shitashimarenaito iu tatoe” .Yang artinya ”bagai air yang terlalu jernih
malah tidak mau ditinggali ikan. Bagai karakter, orang yang suci dan jujur malah tidak
bergaul dengan orang lain”. Peribahasa ini melambangkan air yang jernih dengan karakter
baik dan suci seseorang dan ikan sebagai makhluk sosial.
Kita mengetahui bahwa air berhubungan erat dengan ikan. Namun dalam konteks
peribahasa Jepang di atas memiliki keadaan yang berlawanan. Air yang jernih malah ikan
tidak ada di dalamnya, dan bila dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari diibaratkan
seseorang yang memiliki sifat yang suci malah tidak ingin bergaul dengan atau bersosialisasi
dengan orang lain. Ini berarti bahwa ada 2 kemungkinan mengapa orang suci tersebut tidak
ingin bersosialisasi. Kemungkinan yang pertama adalah orang tersebut merasa minder atau
kurang percaya diri untuk memulai bersosialisasi, atau yang ke-dua karena dia menganggap
dirinya tidak pantas bersosialisasi dengan orang disekitarnya atau lingkungannya. Hal ini
dapat merugikannya kelak, karena pada dasarnya manusia atau makhluk hidup tidak dapat
hidup sendiri tanpa bantuan makhluk hidup lainnya.
水と油 (みずとあぶら)
Peribahasa Jepang “mizu to abura” memiliki arti sebagai berikut “mizu to abura ga
ko zari awanai youni, shikkurito chouwashinai koto, tagai ni shoubun no awanai koto o
tatoete iu”. Yang artinya, “air dan minyak yang bercampur tidak bisa, hal yang tidak serasi
dan harmoni, karena tidak ada kesesuaian sifat satu sama lainnya”.
Bila kita melakukan percobaan kimia dengan mencampurkan air dan minyak didalam
dibawahnya. Ini dikarenakan berat jenis air lebih berat daripada minyak yang mengakibatkan
minyak tidak larut (menyatu) dengan air sehingga yang terlihat air terpisah dari minyak
walau berada dalam satu wadah sekalipun.
Bila situasi tersebut dilambangkan dengan kehidupan sehari-hari kita, hal tersebut
merupakan keadaan dimana dua karakter orang yang berbeda atau keduanya pernah memiliki
permasalahan sebelumnya, bila dipertemukan pada tempat atau ruang kerja yang sama, maka
keduanya tidak akan memiliki kecocokan satu dan lainnya sehingga mengakibatkan
kurangnya kekompakan dalam menyelesaikan masalah atau pekerjaan.
水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)
Peribahasa Jepang“mizu no soko no hari o sagasu” memili arti sebagai berikut :
“mizu no soko shizunde iru hari o sagasu. Nakanakashi gatai koto. Jouju gatai koto o iu”,
yang artinya, ”mencari jarum di dasar air. Benar-benar hal yang sulit untuk dilakuakan”.
Peribahasa di atas dapat digambarkan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni dimana bila
kita menjatuhkan benda kecil ke dasar air, adalah hal yang mustahil dan sukar untuk
mencarinya kembali. Ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama kita berada dalam air,
sedangkan manusia tidak dapat bertahan lebih lama di dalam air karena manusia memerlukan
oksigen untuk bernafas dan hidup.
Contoh lainnya adalah ketika kita mencari seseorang di kota yang baru kita datangi,
dimana kita tidak mengetahui dengan jelas identitas orang yang kita cari. Maka kesulitanlah
yang akan kita peroleh.
水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)
Peribahasa Jepang “mizu no nomi okide yakuni tatazu” memiliki arti “mizu wa nomi
yakunonai tatoe”, yang artinya sebagai berikut , ”seberapa banayakpun meminum air tetap
haus, seberapa kerasnya usaha tangan untuk menganbil air pun tidak bias menghilangkan rasa
harus tersebut”.
Peribahasa ini menggambarkan orang yang merasa selalu kurangan dalam hidupnya.
Ini dapat dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari, dimana seseorang yang hidupnya kaya
harta dan hidupnya serba berkecukupan. Tapi dia masih melakukan segala cara apapun untuk
menambah kekayaan hartanya tersebut, dan itu semua belum menutupi kekurangannya
terhadap harta yang dimilikinya.
Apakah yang menyebabkan hal itu terjadi?, dan mengapa orang tersebut selalu belum
merasa cukup atas harta yang dimilikinya?. Itu semua dikarenakan kurangnya rasa syukur
orang tersebut terhadap nikmat yang diberikan Sang Pencipta padanya, sehingga dia
terus-menerus merasa kekurangan.
水に絵を描く (みずにえをかく)
Peribahasa Jepang “mizu ni e o kaku” memiliki arti, “suimen ni e o kaku youna mono
dearu. Sugu kieru koto, nanimo ato ni nokoranai koto, mata, kuroushitemo erutokoro nonai
koto o tatoete iu”, yang dapat diartikan sebagai berikut : ”melukis di permukaan air. Segera
terhapus dan tidak menyisakan apapun. Walau berusaha dengan sekuat tenaga pun tidak akan
memperoleh hasil apapun”.
Bila kita mengambil sepotong kayu dan mencoba menulis atau menggambar sesuatu
di atas air, maka hasilnya tidak akan tampak. Itu dikarenakan gambar yang kita buat terbawa
oleh arus air yang mengalir, sehingga tidak meninggalkan apapun. Berbeda bila kita
menggambar sesuatu di atas kertas, maka akan tampak hasil dari yang kita gambar.
Bila digambarkan dalam kehidupan sehari-hari dapat diibaratkan seseorang yang