Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga
Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2
Kecamatan Medan Belawan
Sondang Marisi Widyawati Sagala
Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Sondang Marisi Widyawati Sagala
NIM : 051101011
Judul Penelitian : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga
Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2
Kecamatan Medan Belawan
Skripsi ini telah diperiksa dan dilanjutkan untuk proses selanjutnya.
Medan, 29 Juni 2009
Pembimbing
(Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep)
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Judul : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan
Nama : Sondang Marisi Widyawati Sagala
NIM : 051101011
Program Studi : Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008-2009
ABSTRAK
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi sepanjang kehidupan seorang wanita, termasuk ketika wanita sedang hamil. Meskipun kehamilan sering dianggap sebagai saat dimana wanita harus dilindungi, namun masih banyak wanita hamil yang mendapatkan kekerasan dari pasangannya. Kekerasan yang terjadi selama kehamilan dapat membahayakan ibu dan janin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 3 Juni sampai dengan 18 Juni 2009 dengan menggunakan desain deskriptif. Melalui teknik simple random sampling diperoleh sampel sebanyak 80 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan disajikan dalam analisa univariat.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan 100% berada dalam kategori positif. Masyarakat memiliki persepsi yang positif tentang faktor resiko kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, dukungan sosial terhadap wanita hamil yang mengalami kekerasan, dan dampak kekerasan yang terjadi selama kehamilan.
Perlu dilakukan sosialisasi mengenai kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan kepada masyarakat di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan.
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama
Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan”, yang
merupakan salah satu syarat bagi penulis menyelesaikan pendidikan di Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH
selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Bapak Prof dr. Guslihan Dasa
Tjipta, Sp.A(K) selaku Pembantu Dekan I, kepada Ibu Erniyati, SKp, MNS selaku
Ketua Pelaksana Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU, Ibu Nur Afi Darti
S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang selalu sabar untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini, Ibu
Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji II dan Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku
penguji III yang telah berkenan menyediakan waktu dan memberikan
masukan-masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini, Ibu Yesi Ariani S.Kep,
Ns, selaku dosen pembimbing akademik dan para dosen yang telah banyak
mendidik penulis selama proses perkuliahan, seluruh staff administrasi kampus
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Terima kasih juga diucapkan kepada Ibu Ulina dan Ibu dr. Roos Sinaga
selaku Kepala Puskesmas Medan Belawan yang telah banyak membantu penulis
selama proses perizinan pembuatan skripsi ini.
Teristimewa terima kasih kepada orangtuaku terkasih Bapak Drs. T.B.
Sagala dan Ibu N.Br Naibaho yang selalu mendoakan, membimbing dan memberi
semangat. Kepada saudara-saudaraku yang selalu memberi motivasi dan doa
(Bang Edward Geng, Bang Hendra Cool, Ruccy, dan Vicky).
Terima kasih untuk sahabat-sahabat terbaikku Eva Torang, Lamhot yang
telah banyak memberi bantuan dan doa. Untuk teman-temanku tersayang Polma,
Mindo, Renata, Eva (lucky to know you shawties) dan semua teman-teman PSIK
2005.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat demi
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, Juni 2009
Penulis
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR SKEMA ... ix
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian... 4
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pendidikan Keperawatan ... 5
1.4.2 Pelayanan Keperawatan ... 5
1.4.3 Penelitian Keperawatan ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 6
2.1.1 Defenisi ... 6
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi ... 8
2.2 Masyarakat ... 8
2.2.1 Defenisi ... 8
2.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 9
2.3.1 Defenisi ... 9
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
2.3.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan ... 11
2.3.4 Faktor Resiko Terjadinya KDRT Selama Kehamilan ... 13
2.3.5 Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 14
2.3.6 Dukungan Sosial Kepada Wanita Hamil ... 18
2.3.7 Dampak Kekerasan Selama Kehamilan ... 21
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual... 26
3.2 Defenisi Operasional ... 28
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 29
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 30
4.5 Instrumen Penelitian ... 31
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31
4.7 Pengumpulan Data... 33
4.8 Analisa Data ... 34
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 35
5.1.1 Karakteristik Responden... 35
5.1.2 Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan Selama Kehamilan .... 36
5.2 Pembahasan ... 45
5.2.1 Persepsi Masyarakat tentang Faktor Resiko Kekerasan Selama Kehamilan ... 46
5.2.2 Persepsi Masyarakat tentang Jenis-jenis Kekerasan Selama Kehamilan ... 47
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Hamil yang Mengalami Kekerasan... 50
5.2.4 Persepsi Masyarakat tentang Dampak Kekerasan Selama
Kehamilan ... 52
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 55
6.2 Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 57
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
2. Instrumen Penelitian
3. Izin Survey Awal
4. Izin Penelitian dan Pengumpulan Data
5. Hasil Uji Reliabilitas
6. Tabel Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terkait Persepsi
Masyarakat Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama
Kehamilan
7. Biaya Penelitian
8. Jadwal Penelitian
9. Lembaran Konsul
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Nilai r Hitung Kuesioner Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam
Rumah Tangga Selama Kehamilan
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang Faktor
Resiko Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang
Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang
Dukungan Sosial Kepada Wanita Hamil yang Mengalami Kekerasan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang
Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Siklus Perilaku Kekerasan dalam Rumah Tangga
Skema 3.1 Kerangka Konseptual Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah global yang banyak
dibicarakan saat ini. Diperkirakan paling sedikit satu diantara lima penduduk
perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pria
(Sofyan, 2006). Komnas Perempuan (2008) menyatakan bahwa bentuk kekerasan
terhadap perempuan yang paling sering terjadi adalah Kekerasan dalam Rumah
Tangga (KDRT). Suatu contoh kekerasan dalam rumah tangga adalah kesaksian
yang diberikan seorang korban kepada Komnas Perempuan:
“Kalau menganiaya itu sudah biasa dilakukan suami karena saya selalu mempersoalkan kesukaannya main perempuan. Saya dalam keadaan hamil 7 bulan pernah diseret dan dilempar ke dalam kolam, gara-gara saya meminta dia berhenti main perempuan dan memintanya nafkah untuk anak-anak. Anak saya 5 orang. Dia bilang saya terlalu cerewet dan menghalangi kesukaannya. Malam itu juga saya diperkosa oleh suami saya gara-gara saya tidak mau melayani. Sudah 2 minggu dia tinggal di rumah perempuan idaman lainnya. Saya merasa jijik dengan suami karena kegemarannya main perempuan dan meninggalkan rumah. Dia memaksa, katanya saya wajib melayani jika tidak ingin dilaknat malaikat. Tapi saya tidak peduli, saya tetap menolak. Sampai akhirnya dia menyerang saya, merobek baju saya dan memperkosa saya secara brutal. Saya masih simpan baju itu sampai sekarang. Saya tidak berani teriak untuk minta tolong kepada tetangga, karena percuma mana ada yang percaya kalau saya teriak minta tolong karena diperkosa oleh suami saya sendiri...”
Kisah sedih korban pada kasus tersebut adalah salah satu dari sekian
banyak peristiwa kekerasan dalam rumah tangga. Pada tahun 2006, angka
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Perempuan, 2008). Hasil penelitian Nurmalawaty (2005) menunjukkan bahwa
tindak kekerasan yang dialami perempuan terus meningkat setiap tahun. Tahun
2004 jumlah kasus kekerasan di Kota Medan mencapai 1661 kasus, diantaranya
406 kasus adalah kekerasan dalam rumah tangga, 721 kasus perkosaan/
pencabulan, 109 kasus penganiayaan, 253 perampokan, 223 kasus kematian tidak
wajar, dan 58 kasus perdagangan. Pada bulan Januari hingga September 2008,
dilaporkan 84 kasus kekerasan di Kecamatan Medan Belawan. Angka kekerasan
di kecamatan ini merupakan angka yang tertinggi dibanding beberapa kecamatan
lain yang ada di Kota Medan (LBH APIK, 2009).
Praktek kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi tidak hanya
merupakan bentuk pelanggaran norma sosial dan kemanusiaan, namun juga
merupakan wujud pengingkaran kewajiban untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang tinggi. Segala bentuk tindak kekerasan dalam rumah tangga yang
dilakukan oleh suami dapat berdampak serius terhadap kesehatan seorang wanita
(Depkes, 2005).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (UU PKDRT
No. 23, 2004).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi sepanjang kehidupan seorang
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
dianggap sebagai saat dimana wanita harus dilindungi, kebanyakan studi
menunjukkan antara 4% - 12% wanita yang hamil melaporkan bahwa mereka
tetap mendapat perilaku kekerasan selama kehamilannya. Lebih dari 90% para
wanita ini mendapatkan kekerasan dari pasangannya. Sebagian dari wanita
tersebut mendapatkan perilaku kekerasan fisik berupa tendangan dan pukulan di
bagian perut (Depkes, 2005).
Wanita yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik
dan mental. Dampak kekerasan dalam rumah tangga berupa keinginan dan
perilaku bunuh diri, tekanan mental, dan gangguan fisik seperti pusing, nyeri,
lemas dan gangguan fungsi vagina. Pada wanita hamil, kekerasan mengakibatkan
gangguan dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, peningkatan kebiasaan
merokok, penyakit menular seksual, keguguran, kelahiran prematur, gawat janin,
dan perdarahan dalam kehamilan yang sering berujung pada kematian ibu dan
bayi (Dharmono, 2008).
Menyadari banyaknya dampak negatif dari kekerasan dalam rumah tangga,
maka pemerintah mengatakan bahwa korban kekerasan harus mendapat
perlindungan dari negara dan masyarakat agar terhindar dari kekerasan atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Hal ini didukung
melalui pembuatan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). UU ini
menjadi payung hukum yang membenarkan tindakan masyarakat dan aparat untuk
turut campur dalam urusan kekerasan dalam rumah tangga (Komnas Perempuan,
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Pembuatan UU PKDRT ini tidak serta merta diikuti dengan penurunan
angka kasus kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi KDRT tetap ada bahkan terus mengalami peningkatan adalah
adanya persepsi sosial bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami adalah wajar
sebagai bentuk pendisiplinan suami terhadap istri. Kebanyakan masyarakat
berkeyakinan bahwa masalah dalam keluarga adalah masalah internal keluarga
masing-masing, termasuk juga persoalan kekerasan di dalamnya. Keluarga dan
korban sendiri akan merasa malu jika aib keluarga terdengar sampai keluar rumah
(Komnas Perempuan, 2008).
Persepsi masyarakat yang negatif menyulitkan perempuan untuk bisa lepas
dari siklus kekerasan yang menimpa dirinya. Berdasarkan uraian studi literatur
dan gambaran fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh
suami terhadap istri selama kehamilan di Kecamatan Medan Belawan.
1.2Pertanyaan Penelitian
Bagaimana persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga
selama kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan?
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang praktek kekerasan dalam
rumah tangga selama kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan
Medan Belawan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang faktor resiko kekerasan
dalam rumah tangga selama kehamilan.
2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang jenis-jenis kekerasan dalam
rumah tangga selama kehamilan.
3. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang dukungan sosial kepada
wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
4. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang dampak kekerasan dalam
rumah tangga selama kehamilan.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mata
kuliah keperawatan maternitas sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan peserta didik terutama tentang kekerasan dalam rumah
tangga selama kehamilan.
1.4.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
keperawatan yang lebih komprehensif pada ibu hamil khususnya yang
terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga.
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dan informasi
bagi penelitian selanjutnya yang memiliki topik dan ruang lingkup
terkait kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Persepsi 2.1.1 Defenisi
Persepsi adalah tanggapan langsung dari sesuatu dan merupakan proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Departemen
Pendidikan Nasional, 2005). Rakhmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus
yang diterima oleh panca indera sehingga merupakan sesuatu yang berarti.
Persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu, oleh sebab itu
apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Hasil persepsi
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Hasil persepsi dipengaruhi oleh perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman
individu yang berbeda satu dengan yang lain (Davidoff, 1981 dalam Walgito,
2002).
Kozier (1995) menyatakan bahwa persepsi juga dapat dijelaskan sebagai
proses seleksi dan mengintepretasikan stimuli sensori ke dalam gambaran yang
saling berkaitan. Persepsi merupakan kesadaran seseorang terhadap realita dan
didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu individu. Lapangan
persepsi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai atau kepercayaan dan
konsep diri seseorang.
Siagian (1995) menyatakan bahwa persepsi seseorang tidak timbul begitu
saja, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang
menyebabkan adanya perbedaan interpretasi pada dua orang tentang suatu objek
yang sama. Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang, yaitu:
1. Diri orang yang bersangkutan
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi
tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang
turut berpengaruh seperti sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapannya.
2. Sasaran persepsi
Sasaran itu mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat
sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi apa
persepsi itu timbul. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam
penumbuhan persepsi seseorang.
Rakhmat (2005) mengatakan bahwa ada dua bentuk persepsi yaitu positif
dan negatif. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat
diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan
positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsi. Sementara apabila tidak sesuai dengan penghayatannya maka
persepsinya negatif atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapi secara
berlawanan terhadap objek persepsi tersebut.
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi
Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau
reseptor. Proses ini disebut dengan proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat
indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini disebut proses fisiologis.
Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu
menyadari apa yang dilihat, didengar, atau yang diraba. Proses yang terjadi dalam
otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis.
Dalam proses persepsi tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk
dipersepsi, tergantung pada perhatian individu, stimulus dan individu yang
bersangkutan (Walgito, 2002).
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
2.2.1 Defenisi
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh kebudayaan yang mereka anggap sama (Departemen Pendidikan Nasional,
2005). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan
istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama (Kontjaraningrat, 1990 dalam Effendy, 1998).
Masyarakat adalah suatu pranata yang terbentuk karena interaksi antara
manusia dan budaya dalam lingkungannya, menempati wilayah dengan
batas-batas tertentu, saling tergantung satu dengan lainnya, memiliki identitas bersama,
bersifat dinamis dan terdiri dari individu, keluarga, kelompok, dan komunitas
yang mempunyai tujuan dan norma sebagai sistem nilai (Gaffar, 1999).
2.3Kekerasan dalam Rumah Tangga 2.3.1 Defenisi
Merujuk Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), maka yang
dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup rumah tangga meliputi:
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
2. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri,
dan anak, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga
3. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
Komnas Perempuan (2008) menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah
tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender, yakni kekerasan
yang terjadi karena adanya asumsi gender dalam relasi laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksikan masyarakat. KDRT lebih buruk dari sekedar perselisihan
dalam rumah tangga. KDRT bersumber pada cara pandang yang merendahkan
martabat kemanusiaan dan relasi yang timpang, serta pembakuan peran-peran
gender pada seseorang. Dengan demikian, KDRT bisa menimpa dan terjadi pada
siapa saja yang hidup dalam rumah tangga. Bisa terjadi pada istri, suami, ibu,
anak, saudara atau pekerja rumah tangga yang hidup dalam satu rumah. Tetapi,
perempuan lebih banyak menjadi korban KDRT karena konstruksi masyarakat
yang masih patriarkhi.
Menurut Luhulima (2000) fenomena kekerasan terhadap perempuan sama
sekali bukan merupakan masalah kelainan individual. Akan tetapi, merupakan
bagian dari masyarakat yang membentuk ketimpangan relasi yang kemudian
tercipta pembagian kekuasaan yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Kenyataan ini kemudian menciptakan sebuah kondisi sosial,
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
perempuan sehingga berperan dalam pelestarian kondisi pembagian kekuasaan
yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.
2.3.2 Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga
Skema 2.1 Siklus perilaku kekerasan dalam rumah tangga (Walker, 1982 dalam
Mattson & Smith, 2004)
Siklus kekerasan pada KDRT seringkali mempunyai pola tertentu. Tindak
kekerasan oleh pelaku biasanya diawali dengan suasana emosi yang meninggi,
misalnya memanggil nama pasangannya dengan suara keras, gelisah, tangan
mengepal-ngepal, membentak, membanting pintu, dan berbagai perilaku yang
memperlihatkan ancaman kekerasan. Selanjutnya diikuti dengan ledakan emosi
dan luapan perilaku kekerasan bertubi-tubi, serangkaian pukulan, tendangan,
jambakan, cekikan leher, disertai teriakan dan umpatan-umpatan kasar. Setelah
korban tak berdaya, emosi pelaku mulai mereda, bahkan meminta maaf, 1.Suasana emosi memanas
pelaku memanggil nama korban dengan suara keras
membentak, memukul meja, membanting pintu ancaman tindak kekerasan
3. Emosi pelaku mereda menyesal, minta maaf, berjanji tidak melakukan kekerasan lagi mengungkapkan kasih sayang (periode bulan madu)
2. Luapan emosi dan tindak kekerasan bertubi-tubi memukul, mencekik,
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
menyesali perbuatannya, mengungkapkan kata-kata manis (panggilan sayang atau
ungkapan cinta kasih) dan janji untuk tidak mengulangi kekasarannya. Pola
perilaku kekerasan seperti ini yang menempatkan korban pada situasi yang sulit
dan membingungkan (Walker, 1982 dalam Dharmono, 2008). Perilaku yang
ditunjukkan pada fase ketiga dari siklus kekerasan memberi wanita harapan dan
kekuatan untuk tetap tinggal atau menjaga hubungan dengan pasangan. Wanita
berharap suaminya akan berubah dan kekerasan tidak akan terjadi lagi (Mattson &
Smith, 2004).
2.3.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Kehamilan sering dianggap sebagai waktu perayaan dan sukacita bagi
keluarga. Namun, sejumlah besar wanita hamil mengalami kekerasan, termasuk
penganiayaan fisik dan mental. Penelitian menunjukkan bahwa 4% - 12% wanita
hamil mendapatkan kekerasan. Lebih dari 90% para wanita ini mendapat
kekerasan dari pasangannya (Depkes, 2005).
Kesempatan untuk melakukan penganiayaan meningkat 60% saat seorang
wanita hamil (Bobak, 2004). Beberapa penelitian menyatakan bahwa kehamilan
merupakan periode dengan resiko tinggi untuk mengalami kekerasan. KDRT
selama kehamilan dapat merupakan lanjutan dari tindak kekerasan yang dialami
wanita sebelum kehamilan, atau dimulai pada saat kehamilan dengan kehamilan
sebagai faktor pemicu (Johnson, 2003 dalam O’Reilly, 2007). Kekerasan dalam
rumah tangga dimulai atau meningkat selama kehamilan karena kehamilan
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
KDRT adalah penyebab penting yang menyebabkan kesakitan pada wanita
selama kehamilan. KDRT selama kehamilan merupakan penyebab utama
kematian ibu hamil akibat pembunuhan yang dilakukan oleh pasangan (Campbel,
1998 dalam O’Reilly, 2007). Banyak orang berpikir bahwa kekerasan akan
berhenti jika seorang wanita dalam keadaan hamil. Penelitian menunjukkan
bahwa kekerasan tidak berakhir ketika wanita hamil. Bahkan banyak penelitian
mengatakan bahwa kehamilan dapat memperburuk tingkat kekerasan. Suatu hal
yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana pasangan (suami) akan
memperlakukan calon anak jika mereka sudah memperlakukan isteri dengan
buruk (Jennifer, 2008). Mulroney (2003 dalam O’Reilly, 2007) mengatakan
bahwa kebanyakan wanita yang mengalami KDRT menghadapi masalahnya
sendiri dan tidak membicarakannya pada orang lain, atau lebih memilih untuk
berbicara kepada keluarga dan teman daripada mencari perlindungan dari luar
disebabkan oleh beberapa hambatan, seperti takut, isolasi, kurang dukungan dan
malu.
2.3.4 Faktor Resiko Terjadinya KDRT Selama Kehamilan
Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan KDRT selama
kehamilan adalah kehamilan yang tidak diharapkan, stress akibat kehamilan,
jumlah anak yang banyak (multipara), penggunaan alkohol dan obat-obatan
(substance abuse). Kehamilan yang tidak direncanakan berisiko membuat wanita
mengalami KDRT 4 kali lebih besar dari wanita dengan kehamilan yang
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
jika pasangan (suami) merasa kehamilan lebih cepat dari yang diharapkan
(Jasinski, 2004 dalam O’Reilly, 2007).
Kekerasan selama kehamilan juga dapat terjadi akibat peningkatan stress
yang dialami oleh pasangan pria. Stres ini disebabkan oleh perasaan
meningkatnya tanggung jawab materi yang harus dipenuhi nantinya, yang
akhirnya mengharuskan pria menambah pemasukan atau bekerja lebih. Stress juga
terjadi akibat pasangan belum siap jadi seorang ayah, dan pria lebih enggan
mencari bantuan untuk mengatasi stress atau kebutuhan emosional daripada
wanita sehingga menimbulkan stress yang berkepanjangan (Condon, 2004 dalam
O’Reilly, 2007).
Nasir (2003) mengatakan bahwa jumlah anak yang banyak dapat
meningkatkan resiko terjadinya kekerasan terhadap istri. Penelitian yang
dilakukan oleh Kataoka (2005) juga mengatakan bahwa kekerasan selama
kehamilan lebih berisiko terjadi pada ibu yang multipara.
Pada saat kehamilan, pasangan (pria) lebih cenderung menggunakan
alkohol sehingga lebih mudah marah, depresi dan mempunyai sikap yang negatif.
Penyalahgunaan alkohol pada pria meningkatkan resiko kekerasan dalam rumah
tangga.
Faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya KDRT tetapi tidak
spesifik pada saat kehamilan adalah usia ibu. Wanita yang lebih muda (ibu muda)
juga berisiko mengalami kekerasan. Wanita dengan usia muda (13-17 tahun)
masih memiliki pengalaman yang sedikit tentang hubungan interpersonal. Mereka
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
hidup yang berbahaya (catatan kejahatan di kepolisian, penggunaan obat-obat
terlarang). Masalah sosial ekonomi seperti pendapatan yang rendah, pendidikan
yang rendah, pengangguran meningkatkan resiko terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (O’Reilly, 2007).
2.3.5 Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Menurut Dharmono (2008), kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari
kekerasan fisik, emosional, seksual, sosial dan ekonomi, dan penelantaran. CDC
(Central for Disease Control) mendefinisikan KDRT selama kehamilan sebagai
kekerasan fisik, seksual, psikologis/emosional yang terjadi pada wanita hamil
(Midwifery Today, 1998 dalam PAHO, 2001). O’Reilly (2007) mengatakan
bahwa kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan dapat berupa kekerasan
fisik, seksual, emosional, sosial, dan ekonomi. Penelitian Jahanfar (2007) yang
dilakukan di salah satu rumah sakit di Iran mengatakan bahwa dari 1091 wanita
hamil yang diteliti, terdapat 14,6% yang mengalami kekerasan fisik, kekerasan
psikologis sebanyak 60,5%, dan kekerasan seksual sebanyak 23,5% .
1. Kekerasan fisik
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa penganiayaan fisik. Bentuk
kekerasan fisik ada bermacam-macam, yaitu tindakan yang bertujuan melukai,
menyiksa, atau menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh
pelaku (tangan, kaki) mulai dari pukulan, jambakan, cubitan, mendorong secara
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
menggunakan alat seperti pentungan, pisau, ban pinggang, setrika, sundutan
rokok, siraman air keras dan sebagainya. Tindakan tersebut mengakibatkan rasa
sakit, luka berat, kecacatan, bahkan sampai meninggal dunia (Dharmono, 2008).
Penelitian Jahanfar (2007) yang dilakukan terhadap 1091 wanita hamil di Iran
mengatakan bahwa kekerasan fisik yang paling sering dialami wanita hamil
adalah tamparan (78,6%), dorongan (59,8%), ditinju (46,2%). Kekerasan selama
kehamilan cenderung diarahkan pada dada, perut, dan alat kelamin (Bewley, 1994
dalam PAHO, 2001).
2. Kekerasan emosional
Tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menyerang wilayah psikologis
korban, bertujuan untuk merendahkan citra seorang perempuan baik melalui
kata-kata maupun perbuatan seperti mengumpat, membentak dengan kata-kata-kata-kata kasar,
menghina, mengancam. Tindakan tersebut mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan
penderitaan psikis berat pada seseorang (Dharmono, 2008). Jahanfar (2007) dalam
penelitiannya terhadap 1091 wanita hamil mengatakan bahwa 100% wanita hamil
mendapatkan kekerasan emosional berupa kata-kata kasar dari suami.
3. Kekerasan seksual
Penganiayaan atau penyerangan seksual bukan monopoli kegiatan penjahat
dan pemerkosa di luar rumah, tetapi ternyata dapat terjadi dalam kehidupan rumah
tangga. Suami memaksa isterinya berhubungan seksual dengan cara yang
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
kekerasan seksual dalam rumah tangga. Contoh kekerasan seksual yang tersamar
(sering dianggap kewajaran) adalah suami mengharuskan isteri melayani
kebutuhan seksualnya setiap saat tanpa mempertimbangkan kemauan isteri,
dengan kata lain isteri tidak boleh menolak (marital rape).
Beberapa kondisi yang dapat dianggap sebagai marital rape diantaranya
memaksakan hubungan seksual yang tidak dikehendaki isteri karena
ketidaksiapan isteri dalam bentuk fisik dan psikis; hubungan seksual dengan cara
yang tidak dikehendaki isteri, misalnya oral dan anal; hubungan seksual disertai
kekerasan yang mengakibatkan isteri mengalami luka ringan maupun berat
(Dharmono, 2008). Jahanfar (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
bentuk kekerasan seksual yang dialami wanita hamil yang ditelitinya adalah
memaksa isteri untuk melayani kebutuhan seksual saat suami menginginkannya
tanpa mempertimbangkan kemauan isteri (93,1%), hubungan seksual dengan
kekerasan (18,9%).
4. Kekerasan Sosial dan Ekonomi
Tindak kekerasan dilakukan oleh suami dengan cara membuat isteri
tergantung secara ekonomi dengan cara melarang isteri bekerja, atau suami
melarang isterinya bekerja mencari uang sementara ia juga tidak memberikan
nafkah kepada isterinya, suami mengeksploitasi isteri untuk mendapatkan uang
bagi kepentingannya, membatasi ruang gerak (mengontrol setiap keputusan,
mengontrol uang) atau mengawasi kegiatan isteri hingga mengisolasi korban dari
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Osborne (2002, dalam O’Reilly, 2007) mengatakan bahwa wanita yang
mengalami kekerasan selama kehamilan akan terlambat dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan adanya pembatasan dari
suami terhadap isteri untuk kontak dengan dunia luar karena takut tindak
kekerasan yang dilakukannya diketahui oleh orang lain.
Jahanfar (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa wanita hamil
yang diteliti mengalami tindak kekerasan berupa tidak diberi izin untuk bekerja
(55,4%), tidak diberi izin untuk menghadiri upacara atau tempat-tempat menarik
(31,3%), tidak diberi izin untuk meninggalkan rumah (29,1%), tidak diberi izin
untuk mengikuti pendidikan (25,7%).
5. Penelantaran
Penelantaran adalah jenis kekerasan yang bersifat multi dimensi (fisik,
seksual, emosional, sosial, ekonomi). Menelantarkan isteri dengan cara tidak
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, pengobatan. Tidak pernah
menyentuh atau berhubungan seksual terutama di saat yang memungkinkan untuk
kedua belah pihak, membiarkan anak dan isteri terlantar tanpa uang dan
mempertahankan sikap tidak acuh untuk tidak berusaha mencari nafkah
(kekerasan pasif) adalah beberapa contoh penelantaran lainnya (Dharmono, 2008).
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga
membutuhkan dukungan dari orang lain (social support). Dukungan sosial dapat
mengurangi rasa putus asa dan kecemasan, memberi atau memfasilitasi solusi
yang positif untuk memecahkan masalah, menyediakan saran dan bantuan untuk
kesehatan (Charles, 2007).
Bantuan sosial dapat berasal dari orangtua, saudara-saudara, tetangga,
tokoh setempat, tenaga kesehatan, lembaga yang bergerak di bidang sosial. Saat
ini telah banyak berkembang lembaga-lembaga yang menyediakan berbagai
bentuk pertolongan bagi korban KDRT. Mulai dari pertolongan medis, bantuan
psikososial, menyediakan rumah singgah/rumah aman, hingga pendampingan
upaya hukum. Beberapa lembaga yang memberikan bantuan kepada korban
KDRT antara lain Mitra Perempuan (Women’s Crisis Center), LBH APIK,
Yayasan Kalyanamitra, Yayasan SIKAP, Yayasan Pulih, Komnas Perempuan,
P2TP2A (Dharmono, 2008).
Kehamilan memberi kesempatan yang unik kepada pelayan kesehatan
untuk mengenali kekerasan dan memberi intervensi yang sesuai (Mattson &
Smith, 2004). Kekerasan dapat dikenali melalui pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan oleh ibu hamil, berupa luka memar seperti pada perut atau melakukan
pengkajian tindakan kekerasan kepada setiap ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya seperti yang dilaksanakan di Queensland Australia (Webster,
2001).
Namun, masih banyak wanita yang tidak memperoleh dukungan dari
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
KDRT dianggap urusan internal dan hanya menyangkut pihak suami dan istri
belaka. Paling jauh, keluarga terdekat dari pihak suami maupun istri yang dapat
turut campur. Itupun masih sangat jarang. Keluarga pihak suami, atau pihak istri,
bahkan perempuan korban itu sendiri, akan merasa malu jika aib keluarga
terdengar sampai keluar rumah. Karena itu, kasus-kasus kekerasan yang menimpa
perempuan akan tetap dibiarkan dan ia hanya diminta bersabar, tabah dan berdoa.
Keadaan ini semakin menyulitkan perempuan untuk bisa lepas dari siklus
kekerasan yang menimpa dirinya.
Masyarakat pasti akan bertindak jika melihat ada perempuan yang
diserang orang tidak dikenal, tetapi jika yang menyerang adalah suaminya sendiri,
justru mereka mendiamkannya. Jika kekerasan suami ini terjadi di luar rumah,
masyarakat hanya akan menasihati untuk dibawa ke dalam rumah saja. Ada
catatan pendamping korban, yang menulis ungkapan seorang Satpam: “Waktu
Satpam itu melerai suami yang memukuli istri di tempat parkir, ia mengatakan: “Istighfar pa. Sekarang bulan puasa. Kalau mau pukul istri di rumah saja, jangan di tempat umum seperti ini...” (Komnas Perempuan, 2002 dalam Komnas
Perempuan, 2008).
Keyakinan-keyakinan yang berkembang di masyarakat termasuk yang
mungkin bersumber dari tafsir agama mengatakan bahwa perempuan harus
mengalah, bersabar atas segala persoalan keluarga, harus pandai menjaga rahasia
keluarga, keyakinan tentang pentingnya keluarga ideal yang penuh dan lengkap,
juga kekhawatiran-kekhawatiran terhadap proses perceraian dan akibat dari
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
ini, pada awalnya adalah untuk kebaikan dan keberlangsungan keluarga. Tetapi
dalam konstruksi relasi yang timpang, seringkali digunakan untuk melanggengkan
KDRT. Setidaknya, membuat istri berpikir seribu kali ketika harus memutuskan
untuk mengakhiri KDRT yang menimpa dirinya karena seringkali berakibat pada
perceraian, atau minimal pengabaian dari suami dan pihak keluarga suami
(Komnas Perempuan, 2008).
Salah satu contoh kekerasan dalam rumah tangga yang sulit diintervensi
karena alasan adat adalah penyiksaan terhadap perempuan suku Asmat oleh
suaminya karena menolak “pupis” (bertukar isteri yang oleh adat seolah
memperoleh pembenaran). Hal ini serupa dengan pendapat bahwa perselingkuhan
atau hubungan di luar nikah akan lebih ditoleransi pada laki-laki daripada
perempuan, karena laki-laki dianggap secara alami lebih aktif atau bersemangat
(Geertz, 1983 dalam Luhulima, 2000).
Masyarakat cenderung memposisikan istri sebagai milik penuh suami,
yang berada pada kontrol dan pengawasannya. Sehingga apapun yang dilakukan
istri, harus seizin dan sepengetahuan suami. Tidak sebaliknya, suami tidak perlu
minta izin kepada istri sebelum melakukan suatu tindakan. Kekerasan seringkali
dipandang sebagai hukuman fisik untuk kebaikan dan hak suami untuk
mengkoreksi istri yang salah (Luhulima, 2000).
Banyak masyarakat berpendapat bahwa seorang isteri dianiaya karena
kesalahannya sendiri, keras kepala, cerewet, membantah. Namun kenyataannya,
isteri seringkali dipukul karena alasan-alasan diluar kendali mereka dan menurut
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
suami, atau karena tidak dapat membuktikan bahwa mereka tidak berselingkuh.
Banyak isteri yang dipukul adalah mereka yang penurut dan mengalah (Komnas
Perempuan, 2008).
2.3.7 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Dipandang dari segi kesehatan, kekerasan tidak hanya mengakibatkan
dampak fisik semata, tetapi juga dampak psikologis yang lebih sulit untuk
dideteksi dan membawa penderitaan yang tidak sedikit bagi penderita (Luhulima,
2000). Kekerasan yang terjadi selama masa kehamilan dapat membahayakan ibu
dan janin.
1. Dampak fisik
Dampak fisik KDRT selama kehamilan berupa cidera fisik (dengan variasi
tingkat luka hingga kondisi cacat yang permanen); berat badan ibu rendah; trauma
abdomen; keguguran; berat bayi lahir rendah; kelahiran premature; ruptur
membran; abruption placenta; uterine infection; memar, fraktur dan hematoma;
perdarahan; penyakit menukar seksual; kematian ibu dan janin (Journal of
American Medical Association, 1992 dalam PAHO, 2001). Wanita yang
mengalami kekerasan selama kehamilan empat kali lebih berisiko untuk
mendapatkan bayi dengan berat badan rendah (WHO, 2005).
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Dampak psikologis pada korban kekerasan dapat berupa keinginan bunuh
diri, gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri,
kelelahan, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan, ketagihan
alkohol dan obat-obatan, isolasi atau menarik diri (Sofyan, 2006). Menurut
Luhulima (2000) dampak psikologis kekerasan adalah jatuhnya harga diri dan
konsep diri korban. Ia akan melihat diri negatif, banyak menyalahkan diri,
menganggap diri menjadi penanggung jawab tindakan kekerasan yang dialaminya.
Korban juga dapat mengalami depresi dan bentuk-bentuk gangguan lain sebagai
akibat dari bertumpuknya tekanan, kekecewaan, ketakutan, dan kemarahan yang
tidak dapat diungkap terbuka.
Hedin (2000) mengatakan bahwa wanita yang mengalami KDRT selama
kehamilan cenderung menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk mengatasi
perasaan malu dan menderita. Kekerasan yang dikombinasikan dengan
penggunaan obat-obatan sangat membahayakan kesehatan wanita hamil dan janin
yang dikandungnya.
Menurut Dharmono (2008), wanita yang mengalami KDRT rentan untuk
mengalami berbagai bentuk gangguan kejiwaan, antara lain:
a. Battered Women’s Syndrome
Merupakan sindroma psikologik yang ditemukan pada perempuan yang
hidup dalam siklus KDRT yang berkepanjangan. Dicirikan dengan perasaan tidak
berdaya sebagai akibat dari penyiksaan berulang, menyalahkan diri, ketakutan
akan keselamatan diri dan anaknya, ketidakberdayaan untuk menghindar dari
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
masalah justru seringkali dianggap orang merugikan diri sendiri, misalnya
melindungi pelaku, membiarkan diri mengalami tindak kekerasan dari pelaku dan
sebagainya. Bila situasi kekerasan terus berlangsung, mengakibatkan penurunan
kemampuan-kemampuan diri misalnya kemampuan dalam mengambil keputusan,
kemampuan untuk merawat dan mendidik anak, dan sebagainya yang pada
akhirnya akan semakin mempersulit korban untuk keluar dari siklus kekerasan ini
akibat perasaan tergantung yang tidak rasional.
b. Gangguan Stres Pasca Trauma
Merupakan masalah mental serius yang terjadi pada korban yang
mengalami penganiayaan yang bersifat luar biasa dan mengancam kehidupan. Ciri
khas dari gangguan stres pasca trauma adalah:
1) Tampak selalu tegang dan ketakutan, gelisah, tidak bisa diam, takut
tidur, takut sendirian, tidak mampu berekspresi secara wajar terhadap
kejadian di lingkungannya.
2) Menghindari situasi-situasi tertentu, atau obyek tertentu (orang, bau,
warna pakaian) yang mengingatkan akan peristiwa tersebut.
3) Mimpi-mimpi buruk atau timbul pikiran seperti mengalami kembali
peristiwa traumatisnya (flashback).
c. Depresi
Depresi merupakan problem kejiwaan yang paling sering ditemukan pada
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
minat, gairah hidup, putus asa, perasaan bersalah dan berdosa, pikiran bunuh diri
sampai pada usaha untuk bunuh diri. Gejala depresi lainnya diantaranya gangguan
tidur (sulit untuk memulai tidur/tidak merasa kantuk, terbangun dini hari dan tidak
merasa segar), perlambatan gerak atau bicara atau malah sebaliknya, gangguan
nafsu makan, konsentrasi dan perhatian buruk.
Gejala depresi tidak selalu tampak dan sering terselubung dalam wujud
keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan seperti kelelahan kronis, problem
seksual, kehilangan nafsu makan atau sebaliknya.
d. Gangguan panik
Merupakan gangguan cemas akut yang sering dijumpai pada korban
KDRT. Penderita mengalami serangan ketakutan yang hebat dengan cepat disertai
pikiran bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila (kehilangan kontrol). Didahului
keluhan subyektif seperti sesak nafas, perasaan tercekik, berdebar-debar, nyeri
dada, perut seperti terbakar, pusing, atau perasaan asing yang tidak nyata).
Gangguan terjadi dalam bentuk serangan yang tidak dapat dijelaskan, mendadak,
dan biasanya hanya berlangsung beberapa menit saja. Gangguan panik yang tidak
ditangani dengan benar akan berkembang menjadi agrofobia, yaitu suatu perasaan
takut akan keramaian, dan cenderung menghindar dari kehidupan sosial.
e. Keluhan psikosomatis
Perempuan korban KDRT seringkali datang ke fasilitas kesehatan dengan
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
nafas, jantung berdebar. Namun pada pemeriksaan medis tidak ditemukan
penyakit fisik. Kondisi ini disebut sebagai gangguan psikosomatis. Keluhan
psikosomatis bukan gangguan buatan atau sekedar upaya mencari perhatian, tetapi
merupakan penderitaan yang sungguh dirasakan oleh penderita, merupakan
konversi dari masalah psikis yang tidak mampu diungkapkan.
Hasil akhir dari berbagai dampak tersebut dapat mengakibatkan bahaya
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menjelaskan bahwa masyarakat
memiliki persepsi terhadap kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan,
yang meliputi faktor resiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga selama
kehamilan, jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan,
dukungan sosial kepada wanita hamil yang mengalami kekerasan, dampak
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi selama kehamilan. Persepsi tersebut
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti diri orang yang bersangkutan,
sasaran persepsi, dan faktor situasi. Persepsi dibagi atas dua kategori yaitu positif
dan negatif. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat
diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan
positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsi. Sementara apabila tidak sesuai dengan penghayatannya maka
persepsinya negatif atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapi secara
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Skema 3.1
- Persepsi positif - Persepsi negatif
Faktor –faktor yang mempengaruhi persepsi - Diri orang yang
bersangkutan - Sasaran persepsi - Situasi
Persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan
- Faktor resiko
- Jenis-jenis KDRT
- Dukungan sosial
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Kerangka Konseptual Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah
Tangga Selama Kehamilan
3.2 Defenisi Operasional
No. Defenisi operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil
ukur 1. Persepsi adalah
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap kekerasan dalam
rumah tangga selama kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan
Medan Belawan.
4.2Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Medan Belawan, yaitu Kelurahan 2 Lingkungan 03 yang berjumlah
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik simple
random sampling yang diambil secara acak dengan sistem undian. Nama-nama
masyarakat yang didapat diberi nomor urut. Nomor urut dituliskan pada
potongan-potongan kertas kecil, kemudian diundi. Nomor yang didapat melalui
undian dijadikan sampel penelitian. Penentuan besarnya jumlah sampel dalam
penelitian ini berdasarkan ketetapan 10% dari populasi (Dempsey dan Dempsey,
2002). Besarnya sampel dari hasil perhitungan adalah 80 orang.
Adapun kriteria sampel yang dapat dimasukkan atau layak diteliti terdiri
dari masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Belawan
Kelurahan 2 Lingkungan 03, dapat membaca dan menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik, masyarakat yang sudah menikah dan pernah hamil/pernah punya
isteri hamil.
4.3Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 3 Juni sampai dengan 18
Juni 2009 di wilayah kerja Puskesmas Medan Belawan tepatnya di Kelurahan 2
Lingkungan 03. Daerah ini dipilih peneliti dengan pertimbangan bahwa di
Kecamatan Medan Belawan angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup
tinggi bahkan tertinggi diantara kecamatan lain yang ada di Kota Medan (LBH
APIK, 2009) dan di daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang persepsi
masyarakat terhadap kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan.
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari bagian
pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FK USU dan izin dari Dinas
Kesehatan Kota Medan. Pada saat melakukan penelitian peneliti menjelaskan
tujuan, manfaat penelitian dan proses pengisian kuesioner serta menyerahkan
langsung lembar persetujuan penelitian kepada calon responden/masyarakat.
Setelah calon responden yang dimaksud bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini maka terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan
responden. Calon responden yang menolak menjadi responden tidak dipaksa oleh
peneliti dan peneliti tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan
responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya
diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden
dijamin oleh peneliti.
4.5Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang disusun sendiri oleh
peneliti dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Instrumen penelitian dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kuesioner data demografi masyarakat meliputi usia, jenis kelamin, agama,
suku, pendidikan terakhir, pekerjaan yang berbentuk isian (tulisan).
Kuesioner ini digunakan untuk melihat distribusi demografi dari
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
2. Kuesioner persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga
selama kehamilan berisi 27 pertanyaan. Kuesioner ini menggunakan skala
likert dengan skor untuk pernyataan positif adalah sangat setuju = 4, setuju
= 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Skor untuk pernyataan negatif
adalah sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, dan sangat tidak
setuju = 4.
4.6Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu
instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Uji validitas dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 30 orang responden
yang memenuhi kriteria. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik
komputerisasi. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Pearson
product moment. Item pertanyaan yang valid adalah jika item pertanyaan tersebut
mempunyai dukungan yang kuat terhadap skor total. Oleh karena itu, sebuah item
pertanyaan dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika terdapat skor kesejajaran
(korelasi yang tinggi) terhadap skor total item. Untuk menguji korelasi, hasil r
hitung dibandingkan dengan r tabel. Pada r tabel dengan N 30, taraf signifikansi
95% = 0,361. Pernyataan dikatakan valid jika r hitung > 0,361 (Wasis, 2008).
Tabel 4.1 Nilai r Hitung Kuesioner Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam
Rumah Tangga Selama Kehamilan
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
1. 1 0,423 15. 15 0,559
2. 2 0,401 16. 16 0,573
3. 3 0,516 17. 17 0,451
4. 4 0,428 18. 18 0,611
5. 5 0,671 19. 19 0,525
6. 6 0,404 20. 20 0,460
7. 7 0,651 21. 21 0,546
8. 8 0,569 22. 22 0,517
9. 9 0,568 23. 23 0,679
10. 10 0,414 24. 24 0,587
11. 11 0,469 25. 25 0,637
12. 12 0,548 26. 26 0,441
13. 13 0,491 27. 27 0,448
14. 14 0,373
Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 15 orang
responden yang memenuhi kriteria (Arikunto, 2005). Uji reliabilitas dilakukan
dengan teknik komputerisasi untuk analisa Cronbach Alpa. Polit dan Huengler
(1999) mengatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai
reliabilitas lebih dari 0,70.
Hasil uji reliabilitas pada kuesioner persepsi masyarakat tentang kekerasan
dalam rumah tangga selama kehamilan didapatkan dengan nilai 0,752.
4.7Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian melalui bagian pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran USU dan Dinas Kesehatan Kota Medan. Setelah mendapat surat izin
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Setelah itu peneliti langsung melaksanakan pengumpulan data penelitian ke
masyarakat. Peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria yang dibuat
sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan tujuan,
manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden
yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden
dalam penelitian ini. Responden yang menolak, tidak dipaksa untuk mengisi
kuesioner. Responden menolak karena adanya kecurigaan kepada peneliti dan
tidak suka dengan topik penelitian. Setelah itu responden yang bersedia diminta
mengisi kuesioner yang diberikan peneliti selama ±15 menit. Responden diberi
kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner tentang hal yang tidak
dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Kuesioner
diisi oleh 80 orang responden. Setelah responden mengisi kuesioner penelitian,
peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban responden sesuai dengan
pertanyaan kuesioner kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.
4.8Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan
editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta
memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, dilanjutkan dengan memberikan
kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Kemudian
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
persentase.
Penilaian persepsi masyarakat terhadap kekerasan dalam rumah tangga
didasarkan atas rumus statistik menurut Sudjana (1992):
P merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurang
dengan nilai terendah) sebesar 81 dan dibagi atas 2 kelas maka akan diperoleh
panjang kelas sebesar 41. Untuk menilai persepsi masyarakat terhadap kekerasan
dalam rumah tangga selama kehamilan dikategorikan atas dua kelas yaitu positif
dan negatif. Untuk persepsi masyarakat dikategorikan atas interval 27-67 adalah
negatif dan 68-108 adalah positif. Semakin tinggi skor maka semakin positif
persepsinya.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai persepsi
masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan. Penelitian
telah dilaksanakan mulai dari tanggal 3 Juni sampai dengan 17 Juni 2009 di
Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah
responden sebanyak 80 orang.
Hasil penelitian ini dibagi dua bagian yaitu hasil mengenai karakteristik
responden dan hasil mengenai persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam
rumah tangga selama kehamilan yang diidentifikasi melalui kuesioner.
5.1.1 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, mayoritas usia masyarakat berada pada rentang 31-40
tahun yaitu 26 orang (32,5%) dan diikuti rentang 41-50 tahun yaitu 21 orang
(26,25%). Sebagian besar masyarakat adalah perempuan yaitu 62 orang (77,5%).
Masyarakat umumnya beragama Islam yaitu 75 orang (93,75%) dan bersuku Jawa
37 orang (46,25%). Latar belakang pendidikan masyarakat paling banyak adalah
tamat SMA sebanyak 40 orang (50%) dan umumnya masyarakat adalah ibu rumah
tangga yaitu 45 orang (56,25%), diikuti 25 orang (31,25%) bekerja sebagai
wiraswasta/pedagang.
Berikut ini merupakan distribusi frekuensi dan persentase karakteristik
masyarakat (tabel 5.1).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan 2009 (n=80)
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
1. Usia
5.1.2 Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Persepsi masyarakat tentang kekerasan selama kehamilan ditinjau dari 4
aspek, yaitu faktor resiko kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan,
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak
kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan.
1. Persepsi Masyarakat tentang Faktor Resiko Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Dari hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 53 masyarakat (66,2%)
menyatakan setuju dengan pernyataan wanita hamil kemungkinan dapat
mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Sebanyak 46 masyarakat (57,5%)
responden setuju bahwa kehamilan meningkatkan resiko terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga. Mayoritas masyarakat yaitu 40 orang (50%) setuju bahwa
kekerasan dalam rumah tangga pasti akan berhenti jika seorang wanita dalam
keadaan hamil. Sebanyak 55 masyarakat (68,8%) setuju bahwa kehamilan yang
tidak diharapkan/tidak direncanakan dapat memicu terjadinya kekerasan selama
kehamilan, sebanyak 61 masyarakat (76,2%) setuju bahwa stres pada suami akibat
kehamilan istri dapat memicu terjadinya kekerasan selama kehamilan, sebanyak
58 masyarakat (72,5%) setuju bahwa kekerasan selama kehamilan beresiko terjadi
pada wanita dengan jumlah anak yang banyak, 49 masyarakat (61,2%) setuju
bahwa penggunaan alkohol oleh pasangan (suami) dapat memicu terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri selama kehamilan. Mayoritas
masyarakat yaitu 53 orang (66,2%) setuju bahwa ibu muda (di bawah 17 tahun)
berisiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, 49
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
pendidikan rendah, pengangguran) dapat meningkatkan resiko terjadinya
kekerasan selama kehamilan.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Persepsi Masyarakat tentang Faktor Resiko Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan 2009 (n=80)
No Pernyataan Kategori Penilaian
SS S TS STS
2. Kehamilan meningkatkan resiko terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.
0 0 46 57,5 33 41,2 1 1,2
3. Kekerasan dalam rumah tangga pasti akan berhenti jika seorang wanita dalam keadaan hamil.
0 0 40 50 39 48,8 1 1,2
4. Kehamilan yang tidak diharapkan/tidak
5. Stres pada suami akibat kehamilan istri dapat memicu terjadinya kekerasan selama kehamilan.
11 13,8 61 76,2 8 10 0 0
6. Kekerasan selama kehamilan berisiko terjadi pada wanita dengan jumlah anak yang banyak.
1 1,2 58 72,5 17 21,2 4 5
7. Penggunaan alkohol oleh pasangan (suami) dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
tangga terhadap istri
No Pernyataan Kategori Penilaian
SS S TS STS
f % f % f % f %
9. Masalah sosial ekonomi (pendapatan rendah,
Dari 80 responden yang diteliti, diketahui bahwa persepsi masyarakat
terhadap faktor resiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga selama
kehamilan adalah positif sebanyak 74 orang (92,5%) dan negatif sebanyak 6 orang
(7,5%).
2. Persepsi Masyarakat tentang Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Dari hasil penelitian didapat bahwa 52 masyarakat (65%) menyatakan
setuju bahwa melukai, menganiaya isteri melalui pukulan, menunjang (terutama
pada bagian perut) merupakan contoh kekerasan yang terjadi selama kehamilan,