• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Praktek Pengawas Menelan Obat Dengan Keberhasilan Pengobatan Tubekkolosis Paru Di Puskesmas Glugur Darat Pada Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Praktek Pengawas Menelan Obat Dengan Keberhasilan Pengobatan Tubekkolosis Paru Di Puskesmas Glugur Darat Pada Tahun 2011"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru memiliki prevalensi yang tinggi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, Indonesia menduduki peringkat kelima dengan jumlah insiden kasus TB terbanyak. Salah satu penyebab adalah kegagalan pengobatan yang disebabka n inefektifitas peran Pengawas Menelan Obat (PMO) . Pengawas Menelan Obat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan TB dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan TB paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan,sikap, praktek PMO dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional retrospektif. Penelitian ini memiliki 99 sample PMO dari pasien tuberkulosis paru di P uskesmas Glugur darat 1. Analisis Bivariat menggunakan uji Chi Square.

Sampel penelitian berjumlah 99 orang terdiri dari pria 31 orang (31,3%) dan perempuan 68 orang (68,7%). Analisis bivariat dengan uji Chi Square, hubungan pengetahuan PMO nilai p-value 0,000, sikap PMO nilai p-value 0,006 dan praktek nilai p-value 0,008 dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

(3)

ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis has a high prevalence in developing countries, including in Indonesia. Based on WHO data in 2009 Indonesia is in the fifth position by the number of incident TB cases. One cause of treatment failure is caused ineffectiveness of a treatment observer role .It is very important for Pulmonary Tuberculosis treatment success and prevent resistance and regularity of treatment of pulmonary tuberculosis. The objective of this study is to know about the relationship of knowledge, attitudes, practices that affect the success of treatment of pulmonary tuberculosis.

Design of this study is retrospective cross sectional. This study has 99 sample treatment observer role (PMO) of pulmonary tuberculosis patients in Puskesmas Glugur Darat 1. It was performed by using Chi Squaretest.

The study sample has 99 samples persons, consist of men 31 men (31.3%) and 68 women (68.7%). Bivariate analysis with the Chi Square test ,relationship knowledge PMO p-value of 0.000, Attitude PMO p-value 0.006 and Practices PMO p-value of 0.008 with pulmonary Tuberculosis treatment success .

Knowledge, attitude and practice a treatment observer role in bivariate analysis with the Chi Square test significantly influence the success of treatment of pulmonary tuberculosis.

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SW T atas berkah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini ini yang berjudul“Hubungan pengetahuan, sikap dan praktek PMO dengan keberhasilan pengobatan TB paru di Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2011” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara .

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar -besarnya kepada:

1) Dr. H. Delyuzar,M.Ked(PA), Sp.PA (K) selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memberi inspirasi, saran dan kritik yang membangun dalam penul isan dan perbaikan proposal penelitian Dan Terimakasih kepada JKM yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian saya 2) Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada orangtua yang saya hormati dan sayangi, Elven Sudirwan Pulungan dan Srimahanum Siregar atas memberi dukungan dan semangat kepada penulis, juga segala doa, kekuatan, kasih sayang, kesabaran, dan pengorbanan yang diberikan dengan segenap hati yang tulus selama ini telah ban yak mendukung dan membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini.

3) Rekan-rekan stambuk 2010 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu nama yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian proposal penelitian ini. Dan khusus nya kepada Rika hanifah dan Aditya Prawira banyak membantu dalam menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian jauh dari sempurna, untuk it u kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga apa yang tertulis dalam naskah ini menunjang kemajuan dalam bidang ilmu kedokteran dan memberikan manfaat bagi pembaca.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... .... i

KATA PENGANTAR ... ... ... ii

DAFTAR ISI ... ... ... iii

DAFTAR TABEL ... ... ... vii

DAFTAR GAMBAR... ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ... x

DAFTAR SINGKATAN ... ... ... xi

ABSTRAK ... ... ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... .... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... ... . 3

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ... 5

2.1.1 Defenisi dan Epidemiologi TB Paru... ... 5

2.1.2 Morfologi dan Etiologi TB Paru……….... 5

2.1.3 Klasifikasi TB Paru ... ... 5

2.1.4 Faktor Risiko TB Paru ... ... 6

2.1.5 Patogenesis Tuberkulosis Paru ... ... 7

2.1.6 Gejala Klinis TB Paru... ... 8

2.1.7 Diagnosis TB paru ... ... 9

2.1.7.1 Pelaksanaan Pengumpulan Dahak ... 9

2.1.7.2 Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Dada ... 9

(6)

2.1.10 Strategi DOTS ……… . 13

2.1.11 Evaluasi Klinik... ... ... 13

2.1.13 Pencegahan TB Paru ………... 14

2.2 Faktor individu yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB Paru………. ... 16

2.3 Pengawas Menelan Obat (PMO) ... ... 16

2.3.1 Defenisi PMO ……….. 16 2.3.2 Persyaratan PMO ……… ……... 16

2.3.3 TujuanPMO ………. 17

2.3.4 TugasPMO ………... 17

2.3.5 Informasi penting yang perlu dpahami PMO ……….... 18

2.3.6 KetentuanPMO ……….. 18

2.3.7 Peran dan Fungsi PMO ... ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP DA N DEFINISI OPERASIONAL ….. 22

3.1 Kerangka Konsep ... ... 22

3.2 Defenisi Operasional ... ... 22

3.2.1 Variabel Terikat ... ... .. 22

3.2.2 Variabel Bebas ... ... .... 23

BAB IV METODE PENELITIAN ... ... 28

4.1. Jenis Penelitian ... ... .... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 28

4.3. Populasi dan Sampel ... ... 28

4.3.1. Populasi ... ... ... 28

4.3.2. Sampel ... ... ... 28

(7)

4.6. Metode pengolahan data dan analisiadata ………. 29

4.6.1 Analisis Univariat ………. 29

4.6.2 Analisis Bivariat ... ... .. 29

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil penelitian ………. ... 30

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ………. 30

5.1.2 Wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat ……… 30

5.1.3 Deskripsi Responden ... ... 31

5.1.4 Penyajian Hasil Penelitian Analisis Univariat ... 37

5.1.4.1 Keberhasilan pengobatan TB paru ... ... 37

5.1.4.2 Jenis Kelamin ... ... .... 37

5.1.4.3 Umur PMO ... ... ... 37

5.1.4.4 Pendidikan PMO ... ... 38

5.1.4.5 Status Pekerjaan... ... .. 38

5.1.4.6 Status tempat tinggal PMO ... ... 38

5.1.4.7 Hubungan Kekeluargaan PMO ... ... 39

5.1.4.8 Penyuluhan dari tenaga kesehatan ... ... 39

5.1.4.9 Tingkat pengetahuan PMO ... ... 39

5.1.4.10 Sikap PMO ... ... ... 40

5.1.4.11 Praktek PMO ... ... ... 40

5.1.4.12 Hasil Uji Variabel Pengetahuan ... ... 41

5.1.4.13 Hasil Uji Variabel Sikap ... ... 41

5.1.4.14 Hasil Uji Variabel Praktek ... ... 42

5.1.5 Penyajian Hasil Tabulasi Silang (Crosstab) ... 42

5.1.5.1 Kelompok Umur dengan Keberh asilan Pengobatan TB ... 42

5.1.5.2 Tingkat Pendidikan dengan Keb erhasilan Pengobatan TB .. 43

(8)

5.1.6.2 Pengaruh status pekerjaan PMO terhadap keberhasilan ...

pengobatan TB paru ... ... 44

5.1.6.3 Pengaruh status tempat tinggal PMO terhadap keberhasilan pengobatan TB paru ... ... 44

5.1.6.4 Pengaruh hubungan kekeluargaan dengan keberhasilan .... pengobatan TB paru ... ... 45

5.1.6.5 Pengaruh penyuluhan dari tenaga kesehatan teradap keberhasilan pengobatan TB paru ... ... 45

5.1.6.6 Pengaruh tingkat pengetahuan PMO terhadap keberasilan . pengobatan TB paru ... ... 46

5.1.6.7 Pengaruh Sikap PMO terhadap keberhasilan pengobatan TB Paru ... ... ... 47

5.1.6.8 Pengaruh praktek PMO terhadap keberhasilan pengobatan TB paru ... ... ... 47

5.2 Pembahasan ... ... ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 53

6.1 Kesimpulan ... ... ... 53

6.2 Saran ... ... ... 53

Daftar Pustaka ... ... ... 54

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Mekanisme Kerja OAT dan Efek Samping OAT 12

2 Kerangka Konsep 22

3 Defenisi Operasional 22

4 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Keberhasilan Pengobatan TB Paru 37

5 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin 37

6 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kelompok Umur 37

7 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan 38

8 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Status Pekerjaan 38

9 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Status Tempat Tinggal 38

10 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Hubungan Kekeluargaan 39

11 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berd asarkan

Penyuluhan dari Petugas Kesehatan 39

12 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Tingkat Pengetahuan 40

13 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Sikap PMO 40

14 Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

(10)

16 Tabel 5.13 Hasil Uji Variabel Sikap 41

17 Tabel 5.14 Hasil Uji Variabel Praktek 42

18 Tabel 5.15 Kelompok Umur terhadap Keberhasilan Pengobatan

Penderita TB 42

19 Tabel 5.16 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Keberhasilan

Pengobatan penderita TB 43

20 Tabel 5.17 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Keberhasilan Pengobatan

Penderita TB 43

21 Tabel 5.18 Pengaruh Status Pekerjaan terhadap

Keberhasilan Pengobatan TB 44

22 Tabel 5.19 Pengaruh Status Tempat Tinggal PMO terhadap

Keberhasilan Pengobatan TB 44

23 Tabel 5.20 Pengaruh Hubungan Kekeluargaan terhadap

Keberhasilan Pengobatan TB 45

24 Tabel 5.21 Pengaruh penyuluhan dari Tenaga Kesehatan

terhadap Keberhasilan Pengobatan TB 46

25 Tabel 5.22 Pengaruh Tingkat Pengetahuan PMO terhadap

Keberhasilan Pengobatan TB 46

26 Tabel 5.23 Pengaruh Sikap PMO terhadap Keberhasilan

Pengobatan TB 47

27 Tabel 5.24 Pengaruh Praktek PMO terhadap Keberhasilan

Pengobatan TB 47

28 Tabel Data Jumlah Penderita TB di Puskesmas Glugur Darat

pada tahun 2011 31

29 Tabel Karakteristik PMO di Puskesmas Glugur Darat pada

(11)

DAFTAR GAMBAR / BAGAN

Nomor Judul Halaman

3.1. Gambar I . Faktor Risiko Kejadian TB 7

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 59

Lampiran 2 Lembar Penjelasan 60

Lampiran 3 Inform Consent 61

Lampiran 4 Kuesioner 62

Lampiran 5 Hasil uji validitas dan reabilitas 66

Lampiran 6 Hasil output pengolaan data SPSS 74

(13)

DAFTAR SINGKATAN

PMO : Pengawas Menelan Obat

BTA : Basil Tahan Asam

DOTS : Direct Observed Treatment Short Course

FDC : Fixed Dose Combination

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

TB : Tuberkulosis

UPK : Unit Pelayanan Kesehatan

WHO : World Health Organization

MDR : Multi Drug Resistent

KDT : Kombinasi Dosis Tetap

INH : Isoniazid

SPS : Sewaktu-Pagi-Sewaktu

PPD : Purifeid Protein Derivativa

IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease HRZE : Isoniazid, Rifamficin, Pirazinamid, Etambutol

MICs : Minimal Inhibitor Concentration

MbCs : Minimal bactericidal concentration

PPTI : Perkumpulan Pembantasan TB Indonesia

DST : Drug Susceptibility Testing

(14)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru memiliki prevalensi yang tinggi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, Indonesia menduduki peringkat kelima dengan jumlah insiden kasus TB terbanyak. Salah satu penyebab adalah kegagalan pengobatan yang disebabka n inefektifitas peran Pengawas Menelan Obat (PMO) . Pengawas Menelan Obat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan TB dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan TB paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan,sikap, praktek PMO dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional retrospektif. Penelitian ini memiliki 99 sample PMO dari pasien tuberkulosis paru di P uskesmas Glugur darat 1. Analisis Bivariat menggunakan uji Chi Square.

Sampel penelitian berjumlah 99 orang terdiri dari pria 31 orang (31,3%) dan perempuan 68 orang (68,7%). Analisis bivariat dengan uji Chi Square, hubungan pengetahuan PMO nilai p-value 0,000, sikap PMO nilai p-value 0,006 dan praktek nilai p-value 0,008 dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

(15)

ABSTRACT

Pulmonary tuberculosis has a high prevalence in developing countries, including in Indonesia. Based on WHO data in 2009 Indonesia is in the fifth position by the number of incident TB cases. One cause of treatment failure is caused ineffectiveness of a treatment observer role .It is very important for Pulmonary Tuberculosis treatment success and prevent resistance and regularity of treatment of pulmonary tuberculosis. The objective of this study is to know about the relationship of knowledge, attitudes, practices that affect the success of treatment of pulmonary tuberculosis.

Design of this study is retrospective cross sectional. This study has 99 sample treatment observer role (PMO) of pulmonary tuberculosis patients in Puskesmas Glugur Darat 1. It was performed by using Chi Squaretest.

The study sample has 99 samples persons, consist of men 31 men (31.3%) and 68 women (68.7%). Bivariate analysis with the Chi Square test ,relationship knowledge PMO p-value of 0.000, Attitude PMO p-value 0.006 and Practices PMO p-value of 0.008 with pulmonary Tuberculosis treatment success .

Knowledge, attitude and practice a treatment observer role in bivariate analysis with the Chi Square test significantly influence the success of treatment of pulmonary tuberculosis.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yangdisebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar kuman TB menyerang paru (TB paru),tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB ekstra paru)seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll (Aditama dkk, 2008).

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat kejadian 9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia (Atif et al ,2012) Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),pada tahun 2011 kasus TB baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang terjadi disel uruh dunia. Akan tetapi Afrika Sub Sahara memiliki jumlah terbanya k kasus baru perpopulasi dengan lebih dari 260 kasus per 100000 populasi pada tahun 2011. (WHO,2013) Jumlah kasus TB terbanyak adalah region Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan region Pa sifik barat (20%). Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, lima Negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India (1,6 -2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika selatan (0.4 -0.59 juta), Nigeria (0.37-0.55 juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta) (PDPI, 2011).

Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB di Indonesia untuk semua tipe TB adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 per hari.Indisdensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per hari.Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010).

(17)

Berdasarkan data di Puskesmas Glugur darat kasus TB paru pada tahun 2012 sebanyak 99 orang dengan Dan semua pasien tuberkulosis ada PMO nya, sebagian besar PMO tersebut adalah dari keluarga penderita TB, dan sebagian

kecil tetangga dekat rumah penderita.

Penyebab paling penting peningkatan jumlah penderit a TB di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap program, diagnosis dan pengobatan yang tidak adekuat, migrasi, Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini mengenai sebagian besar kelompok kerja usia produktif dan kebanyakan dengan status sosioekonomi rendah, sehingga memberikan dampak ekonomi yang cukup bermakna. TB menular melalui udara dari pasien yang terinfeksi ke orang-orang di dekatnya. Setelah paparan terhadap TB, sekitar 1 -2% orang yang mengalami kontak akan berkembang menjadi penyakit TB . Sepertiganya akan terinfeksi TB (memiliki TB laten, tapi tidak akan memiliki penyakit TBC) dan dua per tiga lainnya akan tetap tidak terinfeksi. Dari sepertiga yang terinfeksi, terdapat 5-10% risiko seumur hidup untuk berkembang menjadi penyakit TB, dengan risiko tertinggi dalam dua tahun pertama setelah terpapar (Viney, 2011).

Berdasarkan KemenKes RI (2011), visi Stop TB Partnership adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai melalui empat misi sebagai berikut (1) Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobata n yang efektif dan kesembuhan bagi setiap pasien TB (2) Menghentikan penularan TB (3) Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB. (4) Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.

(18)

terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002).

Pada tahun 1995 WHO menganjurkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse),yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen yaitu : (a) Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru, (b) Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c) Pengobatan TB Paru dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pencatatan dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan benar pengawasan langsung oleh PMO (d) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita dan (e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).

PMO sangat penting untuk menjamin kesembuhan pengobatan TB dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan. PMO akan mencegah drop out (putus berobat) dan lalai dengan melakukan pengawasan menelan obat pada penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pe nderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu -waktu yang telah ditentukandan memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka penderita TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan dan DOTS melalui pengawasan langsung menelan obat olehPMO (Depkes RI, 2005)

Adapun yang menjadi persyaratan untuk menjadi seorang PMO menurut Depkes (2005) adalah : (1) Dikenal, di percaya dan di setujui oleh petugas kesehatan dan penderita, selain itu juga harus disegani dan dihormati oleh penderita, (2) Dekat dengan tempat tinggal penderita, (3) Bersedia membantu penderita dengan suka rela, (4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

(19)

Glugur Darat. Peneliti tertarik untuk meneliti di Puskesmas Glugur Darat karena tempat tersebut populasi lebih mud ah dijangkau, Sosio-ekonomi masyarakat masih tergolong rendah, sanitasi lingkungan kurang memadai, dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB dan PMO masih sangat sedikit.

1.2. Perumusan Masalah

Untuk mengetahui hubungan PMO (pengetahuan, sikap dan praktik) dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan praktek PMO dengan keberhasilan pengobatan TB paru 1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mendapatkan jumlah penderita TB dan PMO di Puskesmas Glugur Darat

1.3.2.2. Mendapatkan jumlah pasien yang berhasildan gagal pengobatan TB dengan adanya PMO

1.3.2.3 Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap keberhasilan pengobatan TB paru

1.3.2.4 Mengetahui hubungan sikap terhadap keberhasilan pengobatan TB paru

1.3.2.5 Mengetahui hubungan praktek terhadap keberhasilan pengobatan TB paru

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi Masyarakat

(20)

1.4.2.1 Mendapatkan jumlah PMO dan kasus Penderita TB 1.4.3 Manfaat bagi Institusi Pendidika n

1.4.3.1 Mendapatkan data dan informas i kasus penderita TB dan PMO 1.4.4 Manfaat bagi Pemerintah

1.4.4.1 Membantu mengevaluasi apakah program dengan adanya PMO dalam keberhasilan pengobatan TB dapat berjalan dengan efektif

1.4.5 Manfaat bagi Peneliti

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Defenisi dan Epidemiologi TB Paru

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah danmenular langsung yang disebabkan oleh Micobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru -paru,tetapi dapat juga mengenai organ lain.(TB ekstra paru)seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll (Aditama dkk, 2008).

2.1.2. Etiologi TB Paru

M. tuberculosisadalah bakteri nonmotil berbentuk batang kurus dengan panjang 2-4 μ m dan lebar 0,2-0,5 μ m. Dengan bentuk uniform, tidak berspora

dan tidak bersimpai. Bakteri ini paling banyak ditemukan di lokasi yang kering dan lembab. Bakteri memiliki sifat tidak tahan panas dan akan mati pada suhu 6°C dalam waktu 15-20 menit. Bakteri ini akan tumbu optimal pada suhu 37°C dengan tingkat PH optimal pada 6,4 – 7,0 . Bakteri ini tumbuh secara obligat aerob biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri M. tuberculosis dapat bertahan selama 20-30 jam .kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan Bakteri ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam disebut Bakteri Tahan Asam (BTA) pada pewarnaan (Depkes,RI 2002).

2.1.3. Klasifikasi TB Paru

Menurut Depkes RI (2008), pembagian TB adalah

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam : 1. TB Paru BTA positif

(22)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto toraks menunjukkan gambaran TB.Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika dan non OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

2. Tipe TB Berdasarkan tipe p asien 1. Kasus baru

Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

2. Kasus Kambuh (Relaps)

Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan leng kap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. 3. KasusDefaultedatauDrop Out

Pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut -turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

4. Kasus gagal

- Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

- Pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke -2 pengobatan.

5. Kasus kronik / persisten

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

6. Kasus Bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi T B yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

2.1.4. Faktor Risiko TB Paru

(23)

Penyakit TB dapat menyerang laki -laki dan perempuan. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki dan perempuan sampai pada umur pubertas .

2. Status gizi.

Telah terbukti bahwa malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit terma suk TB. Faktor ini sangat berperan pada negara -negara miskin dan tidak mengira usia (Croft, 2002)

3. Sosioekonomi.

Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi rendah.Lingkungan yang buruk dan permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB (Croft, 2002).

4. Pendidikan.

Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa seseorang ya ng mempunyai pendidikan rendah akan berpeluang untuk mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Croft, 2002).

5. Faktor-faktor Toksis.

(24)
(25)

2.1.6. Gejala Klinis TB Paru

Gejala utama penderita TB paru adalah batu k berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan ,dan berkeringat walau tanpa aktivitas fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI,2002)

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal berupa gejala respiratorik (PDPI, 2011).

1. Gejala respiratorik

Gejala respiratorik sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari: (PDPI, 2011)

a. Batuk > 2 minggu b. Batuk darah c. Sesak nafas d. Nyeri dada. 2. Gejala sistemik

Gejala sistemik yang dapat timbul berupa: a. Demam

b. Keringat malam c. Anoreksia

d. Berat badan menurun.

2.1.7. Diagnosa TB Paru

(26)
(27)

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

2.1.8. Penatalaksanaan Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk: (PDPI, 2011)

1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas 2. Mencegah kematian

3. Mencegah kekambuhan 4. Mengurangi penularan

5. Mencegah terjadinya resistensi obat

Menurut Depkes RI (2008), OAT diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu 1. Tahap Awal(Intensif)

Pada tahap awal (Intensif) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi (kekebalan).Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.T ahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten(dormant)sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

(28)

Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (Depkes RI, 2002).

Menurut Depkes RI (2002), paduan OAT dise diakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk penderita dalam satu masa pengobatan. Program Nasional Penaggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT :

1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita baru TB Paru BTA positif , TB Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat, dan TBC Ekstra paru berat.

2. Kategori 2 (2HRZE/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) da n suntikan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan dengan 1 bulan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali seminggu.Perlu diperhatikan bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh (relaps), gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan yang diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan pada penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan serta penderita Ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfademitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

(29)

Bila pada akhir tahap intensif pen gobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama satu bulan.Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat -obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan.

2.1.9. Mekanisme Kerja OAT dan Efek Samping OAT

OBAT Mekanisme Kerja Efek Samping

Isoniazid Minimal Inhibitor Concentration (Mics) ,Minimal bactericidal concentration (Mbcs) yang sangat rendah berkisar 0,025 -0,050 ug/dl

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki terjadi peningkatan fungsi hati

Rifamfisin Aktivitas mikroba ikatan antara DNA -RNA dependent polimerase dari mikrobacterium mengambat sintesis awal RNA

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Warna kemerahan pada air seni termasuk syok dan purpura

Pirazinamid Bersifat bakrisidal dapat membunuh kuman alam suasana asam, mengambat sintesa dinding sel

Nyeri sendidan reaksi kulit yang lain.

Etambutol Bersifat bakteriostatik, mencegah pembentukan dinding sel dengan mengambat arabinosyl transferase

Terjadi Neuritis Optic,

dan Gangguan

penglihatan terjadi peningkatan fungsi hati

Tabel Mekanisme Kerja Obat dan Efek Samping OAT

(30)

2.1.10. Strategi DOTS

Sejak Tahun 1995, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri atas lima komponen yaitu : (a) Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru, (b) Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopi s, (c) Pengobatan TB Paru dengan paduan OAT jangka pendek dengan pencatatan dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan benar pengawasan langsung oleh PMO, (d) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita dan (e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).

DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru.Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung dengan cepat.DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh (Depkes RI, 2007 ).

Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai 8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat ketidaktaatan penderita pada instruksi dan aturan minum obat yang m eliputi dosis, cara, waktu minum obat dan periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002).

2.1.11. Evaluasi Pengobatan

Menurut (PDPI,2006) Evaluasi pengobat an terdiri dari : 1. Evaluasi Klinik

(31)

Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.

Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis. 2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) · Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik harus selalu dilakukan yaitu :

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan. Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

3. Evaluasi radiologik (0 - 2–6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks d ilakukan pada :

- Sebelum pengobatan

- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan)

- Pada akhir pengobatan

4. Evaluasi efek samping secara klinis

- Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek sampi ng, maka dilakukan - pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek - samping obat sesuai pedoman.

5. Evaluasi keteraturan berobat

- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum/tidaknya obat tersebut.

- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalahresistensi.

2.1.12. Pencegahan TB Paru

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas kesehatan (Hiswani, 2002).

(32)

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG.

3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang -orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TB paru. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan social ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

5. Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan luda h (piring, tempat tidur dan pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

6. Penyelidikan orang-orang kontak. Uji kulit tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara -cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

7. Pengobatan khusus. Penderita dengan TB paru aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat -obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

B. Tindakan Pencegahan.

(33)

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemerik saan penderita, kontak, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspek,dan perawatan.

3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencega han. 4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama -tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

5. Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan tukang potong sap i, dan pasteurisasi air susu sapi.

6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya. 7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.

8. Pemeriksaan screening dengan uji kulit tuberkulin pada kelompok berisiko tinggi, seperti para emigran, orang -orang yang melakukan kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen. 9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang -orang yang positif dari hasil pemeriksaan uji kulit tuberkulin.

10.

2.2. Faktor Individu yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan TB Paru

Faktor individu itu sendiri juga mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru adalah :

1. Putus berobat.

2. Jika terdapat efek samping pende rita berhenti berobat. 3. Menelan obat tidak teratur .

4. Tidak memeriksakan dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan . 5. Tidak menaati nasihat petugas kesehatan , PMO dan keluarga . 6. Pindah berobat.

(34)

2.3. Pengawasan Menelan Obat 2.3.1. Definisi PMO

Menurut (Depkes RI,1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam meminum obatnya secara teratur dantuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,tetangga, kader atau t okoh masyarakat atau petugas kesehatan.Pengawas MenelanObat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis parupada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes, 2007)

2.3.2. Persyaratan PMO

Menurut (Depkes RI,2008) persyaratan seorang PMO adalah :

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pend erita.

3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela melaksanakan tugas PMO. 4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila t idak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya.Bagi penderita TB yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya maka PMOnya adalah petu gas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang rumahnya jauh, diperlukan PMO atas bantuan masyarakat, LSM, PPTI (Perkumpulan Pembantasan TB Indonesia) dan PKK.(Depkes RI,2000).

2.3.3. Tujuan PMO

(35)

1. Untuk menjamin ketekunandan keteraturan pengobatan sesuai jawal yang telah ditentukan pada awal pengobatan.

2. Untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya.

3. Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan kekebalan terhadap OAT.

Sebelum menjadi PMO harus dilakukan pelatihan/penjelasan terhadap petugas kesehatan, kader, masyarakat,tokoh masyarakat, keluarga pasien yang dipercaya sebagai calon PMO dengan materi pelatihan sebagai beri kut :

1. Cara menelan obat setiap hari secara teratur sampai selesai pengobatan. 2. Cara pemberian OAT dan jenis OAT untuk kategori I, II, III.

3. Cara-cara mengeluarkan dahak untuk periksa ulang.

4. Cara pengisian buku kader atau pencatatan dan pelaporan pelaksanaan PMO.

2.3.4. Tugas PMO

Menurut (Depkes RI,2002) PMO memiliki beberapa tugas penting yaitu:

1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan (6-9 bulan)

2. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat – nasehat agar mau berobat teratur.

3. mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain.

4. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala -gejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan.

(36)

2.3.5. Informasi Informasi pen ting yang perlu dipahami PMO

Menurut (Depkes RI,2007) Informasi Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya:

1. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. 2. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.

3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.

4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). 5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur. 2.3.6. Ketentuan menjadi PMO

Dalam buku panduan PMO yang diterbitkan oleh (D epkes RI,2007) untuk kesuksesan menjalankan tugasnya PMO perlu memiliki ketentuan sebagai berikut :

1. Umur

Umur adalah usia yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan logis (Notoatmodjo, 2007). Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang disebabkan semakin cukupnya umur dan kedewasaan dalam berfikir dan bekerja. Sesuai deng an pendapat (Notoatmodjo,2007) bahwa seseorang yang umurnya lebih tua akan lebih banyak pengalamannya sehingga mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki, artinya semakin tua umur seseorang maka semakin baik pengetahuannya. 2. Pendidikan

(37)

Pemilihan seorang PMO yang memiliki pekerjaan yang layak diharapkan lebih memiliki perhatian yang serius bagi perkembangan kesehatan penderita tuberkulosis paru dengan memahami perannya sebagai pengawas menelan obat.

4. Pengetahuan PMO

Menurut (Depkes RI,2008) bahwa informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya adalah :

1. Tuberkuosis disebabkan oleh kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan,

2. Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai selesai,

3. Cara penularan tuberkulosis, gejala -gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya,

4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap awal dan lanjutan ), 5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur, dan

6. Kemungkinan terjadi efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.

2.3.7. Peran dan Fungsi PMO

Menurut (Depkes RI,2002) informasi tenta ng tuberkulosis yang harus di pahami oleh PMO sehubungan dengan tugas pokok, peran dan dan fungsinya sebagai pengawas menelan obat bagi penderita tuberkulosis antara lain :

1. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis paru (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.

2. Sifat Kuman Tuberkulosis Paru

(38)

lembab.Dalam jaringan tubuh k uman ini dapat dormant, tidur lama selama beberapa tahun.

3. Cara Penularan Tuberkulosis Paru

Sumber penularan adalah pasien (basil tahan asam) BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar beberapa jam.Orang dapat terinfeksi kalau droplet dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem sal uran getah bening atau menyebar langsung kebagian –bagian tubuh lainnya.

4. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis Paru

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kuman tuberkulosis paru.Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat mele wati sistem pertahanan mukosilier bronchus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.Infeksi dimulai pada saat kuman tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer adalah 4–6 minggu.Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis paru.Meskipun demikian, ada (tidur). Kadang–kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjad i penderita tuberkulosis paru (Depkes RI, 2008).

5. Gejala Klinik Tuberkulosis Paru

(39)

menyerang organ tubuh lain selain paru, pleura, kelenjar limfe, persendian, tulang belakang, saluran kencing, dan susunan syaraf.

6. Diagnosa Tuberkulosis Paru

Dalam penanggulangan tuberkulosis paru, diangnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis pasti tuberkulosis paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, Pemeriksaan kultur memerlukan wa ktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Diagnosisi tuberkulosis paru dilakukan berdasarkan gejala batuk berdahak lebih dari 3 minggu dan ditemukan 2 kali BTA posititf pada pemeriksaan mikroskopis dahak selama 3 kali yaitu sewaktu, pagi da n sewaktu, yakni pemeriksaan dahak sewaktu datang di unit pelayanan kesehatan, selanjutnya pemeriksaan dahak pada waktu pagi hari ketika bangun tidur pemeriksaan dahak pada sewaktu datang ke unit pelayanan kesehatan pada hari kedua.

7. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Obat tuberkulosis paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 –8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman tuberkulosis paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderit a menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS =

Directly Observed Treatment) oleh PMO (Depkes RI, 2007). 8. Kemampuan Komunikasi PMO

(40)
(41)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penyusun membuat kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variable Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Terikat (Variabel dependen)

Keberhasilan Pengobatan TB paru : Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap,pemeriksaan dahak ulang BTA negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhi r pengobatan). Pada foto toraks,gambaran radiologi serial ada perbaikan dan adanya perbaikan klinis.

Pengawas menelan Obat - Status Pekerjaan PMO - Status tempat tinggal

PMO

- Umur PMO

- Tingkat Pendidikan PMO - Hubungan Kekeluargaan

PMO

- Adanya Penyuluhan dari petugas Kesehatan - Pengetahuan PMO

- Sikap PMO

Keberhasilan Pengobatan

(42)

Defenisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Keberhasilan Pengobatan TB kepatuhan menelan obat, dan periksa dahak ulang ke puskesmas.

Wawancara Kuesioner Berhasil pengobatan  Gagal

pengobatan

Ordinal

3.2.2 Variabel Bebas (Variabel Independen) 1. Pengawas Menelan Obat

Defenisi Operasional Cara Ukur

Alat

Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pelaksanaan PMO memantau penderita TB menelan obat sesuai jadwal dengan teratur dibuktikan dengan kelengkapan cacatan di kartu kontrol yang di pegang oleh PMO

Studi

 Kurang baik : Jika kartu tidak terisi

Hasil Ukur Skala

Ukur Lama waktu

hidup sejak dilahirkan

Wawancara Kuesioner 1. Diatas Umur 35 Tahun

2. Dibawah umur 35 tahun

(43)

3. Jenis Kelamin PMO

Defenisi operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Ciri khas organ reproduksi penderita

Wawancara Kuesioner 1. Laki-Laki

2. perempuan

Nominal

4. Tingkat Pendidikan PMO

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Jenjang pendidikan sekolah formal yang telah diselesaikan oleh PMO

Wawancara Kuesioner, nomor 4 (bagian Identitas PMO)

1.Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SLTA 5.Akademi /Sarjana

Ordinal

5. Jenis Pekerjaan PMO

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Kedudukan individu yang berhubungan dengan aktivitas mencari nafkah

Wawancara Kuesioner, nomor 5 (bagian Identitas PMO)

Bekerja Tidak

bekerja

(44)

6. Status Tempat tinggal PMO

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Status tempat tinggal PMO apakah serumah dengan penderita TB

Wawancara Kuesioner,

7. Hubungan dengan penderita TB

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Hubungan yang terikat

emosional antara PMO dengan penderita

8. Penyuluhan dari Tenaga Kesehatan

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Kegiatan tenaga

kesehatan dari puskesmas dalam rangka menambah pengetahuan PMO tentang TB dan OAT

Wawancara Kuesioner  Tidak dapat

penyuluhan

(45)

9. Tingkat Pengetahuan PMO

Defenisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Penilaian

dilakukan terhadap jawaban individu terhadap pertanyaan : 1. Penyebab TB 2. Tanda TB 3.Cara

penularan TB 4. Cara

pencegahan 5. Tujuan

minum OAT 6. Cara minum

OAT 7. Tanda efek

samping OAT 8. Pengobatan

TB

Wawancara Kuesioner nomor 1-8 (8 pertanyaan) bagian

pengetahuan PMO

Baik : Nilai ≥ =

70

Tidak baik : Nilai

≤ = 70

(46)

10. Sikap PMO

Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

Tanggapan respon responden terhadap pelayanan PMO, sikap terhadap kegiatan pendamping menelan obat.

Wawancara Kuesioner nomor 1-2 bagian sikap PMO

1. Baik : Nilai ≥ = 30

2. Kurang baik : Nilai

≤ = 30

(47)

11. Praktek PMO

Defenisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Tindakan atau

peran seorang PMO dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang pengawas menelan obat

Wawancara Kuesioner nomor 1-5 ( 5 pertanyaan) bagian praktek PMO

1.Dilakukan dengan baik : Nilai ≥ = 60

2.Dilakukan kurang baik : Nilai ≤ = 60

(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik.dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yaitu subjek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel pada saat penelitian. Teknik analisis data menggunakan uji chi square.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Glugur Darat bekerja sama dengan Program Strategi penanggulangan TB Cepat JKM Indonesia.

Pengumpulan data akan dilakukan pada Agustus–September 2013, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PMO dari penderita TB dengan BTA positif yang masih aktif di Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2011 (data diambil pada bulan Mei 2013 yaitu sebanyak 99 orang di Puskesmas Glugur Darat.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah PMO dari penderita TB sebanyak 99 orang di Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2011.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan dari Agustus – September 2013. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder yaitu :

(49)

2. Data sekunder, diperoleh dari laporan pelaksanaan program penanggulangan TB paru JKM Indonesia di kota Medan.

4.5. Ethical Clearence

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapat surat izin d ari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan kepada responden. Peneliti mengakui hak -hak responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan untuk mejadi subjek penelitian.Jika bersedia, responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian.

Peneliti melindungi subjek dari kerugian material, nama baik, bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang mungkin timbul akibat penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan inf ormasi responden dijamin oleh peneliti.

4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science

(SPSS).Kemudian dianalisis dengan me nggunakan tabel distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang telah kita teliti, analisis ini berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran menjadi informasi yang lebih sederhana (Hastono, 2007) bentuk penyajian data menggunakan tabel frekuensi dan persentasi untuk data ketegori dan numerik.

(50)
(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Glugur Darat terletak di Jalan Pendidikan No. 8 Kelurahan Glugur Darat Kecamatan Medan Timur, dengan batas wilayah :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Deli.

2. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Perjuangan dan Medan Tembung. 3. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Kota.

4. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Barat. 5.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas Glugur Darat melayani 11 Kelurahan yang ada di wilayah kerja Kecamatan MedanTimur, yaitu :

1. Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru. 2. Kelurahan Pulo Brayan Bengkel . 3. Kelurahan Pulo Brayan Darat I. 4. Kelurahan Pulo Brayan Darat II . 5. Kelurahan Glugur Darat I. 6. Kelurahan Glugur Darat II. 7. Kelurahan Sidodadi. 8. Kelurahan Gang Buntu. 9. Kelurahan Perintis. 10. Kelurahan Gaharu. 11. Kelurahan Durian.

Wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat, Kecamatan Medan Ti mur ini terdiridari : 1. Luas wilayah kerja : 776 Ha

(52)

5. Jumlah Kepala Keluarga: 28.230 KK 6. Jumlah Bayi : 3.241 jiwa 7. Jumlah Batita : 9.985 jiwa 8. Jumlah Balita : 13.746 jiwa 9. Jumlah Bumil : 4.150 jiwa

5.1.3 Deskripsi Responden

Karakteristik Penderita TB di Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2011

No Nama JK Umur

1 HS L 43

2 ROS P 32

3 SR L 58

4 JOG L 22

5 IRV L 27

6 SMT P 52

7 WT P 24

8 YM L 26

9 LB L 49

10 EDS L 45

11 JST L 62

12 RBS L 23

13 ZL L 56

14 MD P 46

15 MDU P 20

16 NRH P 25

17 SR L 49

18 MYS L 52

19 HLS P 45

20 MGA P 60

21 PJM L 42

22 AWI L 6

23 RMW P 32

24 HMP L 21

25 DN L 32

26 RS P 40

27 SZ P 65

28 ERY L 58

29 NHY P 60

30 RSP L 62

(53)

33 YSN P 37

34 MHF L 13

35 PN L 28

36 HML L 29

37 DTS L 28

38 RSM P 72

39 SSA P 7

40 RDS P 34

41 SPN L 30

42 IRW L 28

43 ADG L 47

44 PSS L 21

45 SFY L 48

46 BHS L 52

47 ZDR L 24

48 JNS P 17

49 THT P 32

50 NRL P 31

51 NRL P 31

52 MLS L 66

53 MRF P 29

54 DMW P 45

55 RNK P 34

56 RSS P 40

57 MTG L 42

58 NRH P 61

59 MS L 75

60 DSD L 45

61 AJS L 24

62 ASM P 58

63 TM L 75

64 INA L 22

65 JL L 53

66 STL L 35

67 HST P 24

68 RK L 24

69 MLN L 55

70 MDS L 33

71 JES L 55

72 RDW L 14

73 WND P 36

74 KNA P 28

75 IMN L 32

(54)

77 RMN P 40

78 GHN L 24

79 ISM L 39

80 SMP P 80

81 SLW P 23

82 TS L 51

83 ATP L 23

84 ABM P 33

85 LHT L 18

86 IK P 30

87 MLY P 56

88 NRL P 25

89 WTM L 50

90 NRW L 47

91 AWL L 25

92 TNS L 42

93 ESP L 25

94 AFS L 18

95 BJP L 20

96 AL L 32

97 EBH L 45

98 JMN P 56

99 ISM L 18

Karakteristik PMO di Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2011

No Nama JK Umur

1 RS P 21

2 KLS P 22

3 DLW P 25

4 LC P 24

5 NS P 34

6 MR P 33

7 LG P 34

8 YT P 43

9 MR P 34

(55)

11 RHW P 22

12 NL P 39

13 NHY P 38

14 SDK L 27

15 SR L 25

16 MHB P 20

17 RT P 19

18 SR P 45

19 RT P 34

20 SML L 49

21 DS P 44

22 DR P 43

23 VN P 34

24 SW L 35

25 RMD L 36

26 BR L 36

27 SW L 38

28 JD L 29

29 NAI P 42

30 RF L 26

31 TN P 46

32 LS L 45

33 YD L 34

34 HRT P 46

35 SWD P 44

36 HL P 38

37 IN P 32

(56)

39 NB P 32

40 SYF P 21

41 SN L 21

42 STA P 31

43 KH P 40

44 MD P 40

45 DT L 37

46 SRT P 42

47 RSM P 43

48 MS L 44

49 SM L 43

50 SRA P 34

51 SRA P 45

52 FT P 47

53 SM L 45

54 AJ L 47

55 TA L 48

56 PS L 49

57 SMA P 49

58 SA P 46

59 RD P 28

60 SN P 34

61 NH P 27

62 JK L 27

63 SW L 49

64 ZT P 45

65 HM P 44

66 NL P 39

(57)

69 DL P 33

70 VW P 32

71 RP P 21

72 ST P 21

73 MSP P 31

74 ZD P 40

75 MT L 40

76 ANI P 42

77 SMN P 42

78 MD P 43

79 MLT P 44

80 RMS P 43

81 FRA P 42

82 ALX L 32

83 OSC L 23

84 MGT L 45

85 UHB P 45

86 IKF P 43

87 ATK P 31

88 AMS L 32

89 RNW P 34

90 AN P 35

91 EDG P 25

92 WGV L 26

93 AZH L 23

94 RND L 27

95 FRS P 28

96 CTY P 29

97 RMW P 31

98 WD P 30

(58)

5.1.4 Penyajian Hasil Penelitian : Analisis Univariat 5.1.4.1. Keberhasilan pengobatan T B paru

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh PMOdengan penderita yang berhasil pengobatan sebanyak 63 orang (63,6%) lebih besar daripada jumlah PMO dengan penderita yang gagal pengobatan sebanyak 36 orang (36,4%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Keberhasilan Pengobatan Penderita TB Paru

Keberhasilan Pengobatan Frekuensi %

Berhasil 63 63,6

Gagal 36 36,4

Total 99 100,0

5.1.4.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil pengukuran maka diperoleh jumlah PMO perempuan sebanyak 68 0rang (68,7%) lebih mendominasi daripada jumlah PMO laki -laki sebanyak 31 orang (31,3%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi PMO Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 31 31,3

Perempuan 68 68,7

Total 99 100,0

5.1.4.3. Umur PMO

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh umur PMO tertinggi 49 tahun, dan umur terendah 19 tahun didapatkan nilai median35. berdasarkan kategori terdiri dari umur dibawah umur 35 tahun sebanak 47 orang (47,5%) dan diatas umur 35 tahun sebanyak 52 orang (52,5%). Lebih jelas lihat tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Umur

Kelompok Umur Frekuensi %

Diatas Umur 35 tahun 52 52,5

Dibawah Umur 35 tahun 47 47,5

(59)

5.1.4.4. Pendidikan PMO

Berdasarkan gambaran hasil terlihat jumlahPMO yang tidak sekolah sebanyak 2 orang (2,0%), tamat SD 11 orang (11,1%), tamat SMP sebanyak 30 orang (30,3%), tamat SMA sebanyak 47 orang (47,5%)dan Ak ademi/Sarjana sebanyak 9 orang (9,1%).Lebih jelas liat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan PMO Frekuensi %

Tidak sekolah 2 2,0

Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Akademi/Sarjana

11 30 47 9

11,1 30,3 47,5 9,1

Total 99 100,0

5.1.4.5. Status Pekerjaan PMO

Berdasarkan jenis pekerjaan PMO, maka diperoleh jumlah PMO yang tidak bekerja sebanyak 54 orang (54,5 %) lebih besar daripada PMO yang bekerja sebanyak 45 orang (45,5%).Lebih jelas lihat pada t abel 5.5.

Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Pekerjaan

Status Pekerjaan Frekuensi %

Tidak Bekerja 54 54,5

Bekerja 45 45,5

Total 99 100,0

5.1.4.6.Status Tempat Tinggal PMO

(60)

Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarka n Status Tempat Tinggal

Status tempat tinggal Frekuensi %

Serumah 44 44,4

Tidak serumah 55 55,6

Total 99 100,0

5.1.4.7. Hubungan PMO

Berdasarkan pembagian hubungan PMO dengan penderita, maka diperoleh jumlah PMO yang memiliki hubungan dekat (jika keluarga) dengan penderita TB sebanyak 88 orang (88,9%) lebih besar daripada hubungan kurang dekat (jika tetangga) dengan penderita TB sebanyak 11 orang (11,1%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Hubungan

Hubungan PMO Frekuensi %

Dekat 88 88,9

Kurang Dekat 11 11,1

Total 99 100,0

5.1.4.8. Penyuluhan dari Petugas Kesehatan

Berdasarkan variabel penyuluhan dari petugas kesehatan yang diajukan kepada setiap 99 PMO, maka diperoleh jumlah PMO ya ng dapat penyuluhan dari petugas kesehatan sebanyak 61 orang (61,6%) lebih besar daripada jumlah PMO yang tidak mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan sebanyak 38 orangg (38,4%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakter istik PMO Berdasarkan Penyuluhan dari Petugas Kesehatan

Penyuluhan Frekuensi %

Dapat Penyuluhan 61 61,6

Tidak dapat Penyuluhan 38 38,4

(61)

5.1.4.9. TingkatPengetahuan PMO

Berdasarkan hasil pengukuran dari 8 butir pertanyaan yang diajuk an kepada setiap 99 PMO, maka diperoleh jumlah PMO dengan tingkat pengetahuan yang baik 63 orang (63,6%) lebih besar daripada jumlah PMO dengan tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 36 orang (36,4%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi %

Baik 63 63,6

Kurang baik 36 36,4

Total 99 100,0

5.1.4.10. Sikap PMO

Berdasarkan hasil pengukuran 2 butir pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden PMO, maka diperoleh jumlah PMO dengan sikap yang baik sebanyak 97 orang (98%) lebih besar daripada jumlah PMO dengan sikap yang kurang baik sebanyak 2 orang (2%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Sikap PMO

Sikap PMO Frekuensi %

Baik 97 98,0

Kurang Baik 2 2

Total 99 100,0

5.1.4.11. Praktek PMO

Berdasarkan hasil pengukuran 5 butir pertanyaan yang diajukan kepada setiap PMO, maka diperoleh jumlah PMO dengan praktek yang baik sebanyak 96 orang (97%) lebih besar daripada jumlah PMO dengan praktek yang kurang baik sebanyak 3 orang (3%). Lebih jelas lihat pada tabel 5.11

(62)

Praktek PMO Frekuensi %

Dilakukan dengan Baik 96 97,0

Dilakukan kurang baik 3 3

Total 99 100,0

5.1.4.12 Hasil Uji Variabel Pengetahuan

Berdasarkan data jawaban kuesioner responden pada variabel pengetahuan terlihat bahwa pertanyaan yang paling banyak jawaban yang benar adalah penyebab penyakit TB sebanyak 74 orang (74,7%), sedangkan yang paling banyak menjawab salah adalah tentang efek samping OAT dan cara pencegahan TB sebanyak 33 orang (33,3%).Lihat lebih jelas pada tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner PMO Variabel Pengetahuan

Pertanyaan Jawaban

benar

Jawaban salah Total

N % n % %

Penyebab penyakit TB 74 74,7 25 25,3 100,0

Tanda TB 67 67,7 32 32,3 100,0

Cara penularan TB 67 67,7 32 32,3 100,0

Cara pencegahan TB 66 66,7 33 33,3 100,0

Tujuan minum OAT 68 68,7 31 31,3 100,0

Cara minum OAT 76 76,8 23 23,2 100,0

Tanda efek samping OAT 66 66,7 33 33,3 100,0

Pengobatan TB 69 69,7 30 30,3 100,0

5.1.4.13. Hasil Uji Variabel Sikap

(63)

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner PMO Berdasarkan

Apakah anda setuju dengan adanya program Pengawas Menelan Obat?

78 78,0 21 21,0 100,0

Apakah menurut anda perlu diadakan penyuluhan tentang PMO secara berkala?

60 60,0 39 39,0 100,0

Apakah anda dapat penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang penyakit TB, OAT dan peran sebagai PMO?

65 65,0 34 34,0 100,0

5.1.4.14. Hasil Uji Variabel Praktek

Berdasarkan data jawaban kuesioner responden pada variabel praktek terlihat bahwa pertanyaan yang paling banyak jawaban yang benar adalah Mengawasi penderita dalam menelan obat setiap hari sebanyak 79 orang (79,8%), sedangkan yang paling banyak menjawab salah adalah Mengingatkan penderita TB untuk berobat dan memeriksakan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukansebanyak 41 orang (41,4%). Lihat lebih jelas pada tabel 5.14.

Tabel 5.14 Distribusi Frekue nsi Jawaban Kuesioner PMO Berdasarkan Variabel Praktek

Mengawasi penderita dalam menelan obat setiap hari

79 79,8 20 20,2 100,0

Memberikan peyuluhan kepada keluarga mengenai penyakit TB

69 69,7 30 30,3 100,0

Memberikan dorongan

semangat kepada penderita TB untuk berobat

62 62,6 37 37,4 100,0

Mengingatkan penderita TB untuk berobat dan

memeriksakan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan

Gambar

Tabel 5.13 Hasil Uji Variabel Sikap
Tabel Mekanisme Kerja Obat dan Efek Samping OAT
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Keberhasilan
Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Karakteristik PMO Berdasarkan Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adapun beberapa batasan yang muncul dari permasalahan yang timbul diantaranya. 1) Pencitraan sampel golongan darah menggunakan kamera digital dengan Auto focus. 2) Aplikasi

spread of local history and culture and which are mainly non-profit are defined as “cultural undertaking facilities.” Profit-oriented facilities which rely on the local

Setiap bilangan yang berada di sebelah kanan bilangan nol adalah bilangan bulat positif. Setiap bilangan yang berada di sebelah kiri bilangan nol adalah bilangan bulat

Proses penjualan, yang kemudian akan secara oomatis tersimpan dalam suatu database dan akan keluar hasil tampilan output yang akan diterima pelanggan atau customer sebagai faktur

Kabupaten Ogan Ilir No... Kabupaten Ogan

EMELDA Bimbingan dan Konseling SMAN 07 PRABUMULIH SMA/MA Wisma Olga Kelas C 25 14116181010293 MUSILAWATI Bimbingan dan Konseling SMP YPS PRABUMULIH SMP/MTs Wisma Olga Kelas C

[r]