Lampiran 1 INFORMED CONSENT
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care
pada Anak di RSUP H.Adam Malik Medan
NIM : 111101123
Peneliti : Tabita Fitrin Martina Uli Sitorus
Peneliti adalah mahasiswa program studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani
hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Saudara telah diminta untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela.
Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas
penelitian ini kapanpun saudara inginkan tanpa ada konsekuensi dan dampak tertentu.
Sebelum Saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai bahan
pertimbangan untuk ikut serta dalam penelitian, sebagai berikut:
1. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir
di program studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Manfaat penelitian untuk dapat memberikan informasi yang
berguna tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada
anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan dan
pengembangan pelayanan keperawatan anak dengan menerapkan atraumatic
care pada anak yang menjalani hospitalisasi di rumah sakit.
2. Jika Saudara bersedia ikut dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
wawancara pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan. Jika Saudara
mengizinkan, peneliti akan menggunakan alat perekam suara untuk merekam
yang saudara katakan. Wawancara akan dilakukan minimal satu kali selama
lebih kurang 60 menit.
3. Penelitian ini tidak menimbulkaan resiko. Apabila Saudara merasa tidak aman
saat wawancara, Saudara boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari
penelitian ini.
4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada Saudara
jika saudara menginginkannya. Hasil penelitian akan diberikan kepada institusi
tempat peneliti belajar dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.
5. Jika ada yang belum jelas, silahkan Saudara tanyakan kepada peneliti.
6. Jika Saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian
ini, silahkan Saudara menandatangani lembar persetujuan yang akan
dilampirkan.
Peneliti,
Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama (Inisial) : ………..
Umur : ………..
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan dari peneliti, saya memahami
tujuan penelitia ini akan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai partisipan. Saya
berhak tidak melanjutkan berpartisipasi dalam penelitian ini jika suatu saat
merugikan saya.
Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi partisipan pada
penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan pelayanan keperawatan anak
dengan menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi. Dengan
menandatangani lembar persetujuan ini, berarti saya menyatakan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.
Medan, 2015
Partisipan, Peneliti,
Lampiran 3 KUISIONER PENELITIAN
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI RSUP H.ADAM
MALIK MEDAN 1. Kuisioner Data Demografi (KDD)
Petunjuk pengisian: isilah data dibawah ini dengan tepat dan benar. Berilah
tanda check list (√) pada kotak pilihan yang tersedia, atau dengan mengisi titik-titik
sesuai dengan situasi dan kondisi Saudara saat ini. Setiap pertanyaan dijawab hanya
satu jawaban yang sesuai menurut Saudara.
Kode (diisi oleh peneliti) :
1. Nama (Inisial) :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Agama : Islam Protestan Katolik
Hindu Budha Lain-lain,….
5. Suku Bangsa : Batak Melayu
Jawa Lain-lain,…..
6.Pendidikan terakhir :
Lampiran 4 Panduan Wawancara
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN
1. Bagaimana pendapat anda tentang atraumatic care?
2. Bagaimana anda menggambarkan tentang atraumatic care pada anak?
3. Coba anda jelaskan bagaimana pengalaman anda menerapkan prinsip
atraumatic care pada anak?
4. Apa manfaat atraumatic care yang dirasakan pada anak?
5. Apa manfaat atraumatic care yang dirasakan pada anda?
6. Apa yang menjadi hambatan atau kendala anda dalam menerapkan atraumatic
Jenis Kegiatan
September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Mengajukan judul
Menetapkan judul Menyiapkan proposal Uji validitas
Mengajukan sidang proposal
Sidang proposal Revisi proposal Pengumpulan data dan analisa data Penyusunan laporan skripsi
Ujian skripsi Revisi
Lampiran 12
ANGGARAN DANA
NO KEGIATAN BIAYA
1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal Biaya internet dan pulsa modem Kertas A4 80 gr 2 rim
Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka Fotokopi memperbanyak proposal
2 Pengumpulan data dan analisa data
Izin penelitian dan ethical clearence Fakultas Keperawatan USU
Transportasi
Fotokopi KDD dan informed consent Cinderamata
Rp. 150.000,00
Rp. 100.000,00
Rp. 10.000,00
Rp. 100.000,00
3 Pengumpulan laporan skripsi Kertas A4 80 gr 2 rim
4 Biaya tak terduga (10% dari total) Rp. 126.000,00
Lampiran 14 Riwayat Hidup
Nama : Tabita Fitrin Martina Uli Sitorus
Tempat Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 26 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen protestan
Alamat : Jl. Berdikari No.36 Pasar 1 Padang Bulan Medan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Pertiwi Provinsi Tahun1997 – 1999
2. SD Kartika I-IX Tahun 1999 – 2005
3. SMPN 4 Pekanbaru Tahun 2005 – 2008
4. SMAN 1 Pekanbaru Tahun 2008 - 2011
DAFTAR PUSTAKA
Aizah, S., & Wati, S. E. (2014). Upaya menurunkan tingkat stres hospitalisasi dengan aktifitas mewarnai gambar pada anak usia 4-6 tahun di Ruang Anggrek RSUD Gambiran Kediri.
Almeida, F. (2010). Routine use of therapeutic play in the care of hospitalized children: nurses’ perceptions. Acta Paul enferm, 25(1):18-23.
Brady, M. (2009). Hospitalized children’s views on the good nurse. Nursing Ethics 16(5).
Budyasa, A. (2008). Kepuasan orangtua terhadap atraumatic care selama anak mengalami hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan
Fletcher, T., Glasper, A., Prudhoe, G., Battrick, C., Coles, L., Weaver, K., & Ireland, L. (2011) Building the future: children’s views on nurses and hospital care. British Jour-nal of Nursing 20 (1).
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2013). Wong’s Essentials of pediatric Nursing. United States of America: Elsevier Mosby.
Kyle, T., & Carman, S. (2013). Essentials of pediatric Nursing (2nd ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
L. Huff et al., (2009). Atraumatic Care: Emla Cream and Application of Heat to Facilitate Peripheral Venous Cannulation In Children. Comprehensive pediatric nursing, 32 (2), 65-76.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice (9th ed). Philadelphia: Lippincott.
Potts, N. L., & Mandleco, B. L. (2011). Pediatric Nursing: Caring for children and Their Families (3rd ed).USA: Delmar
Purwandari, H. (2010). Pengaruh Terapi Seni dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Wilayah Kabupaten Banyumas.
Roberts, C. A. (2012). Nurses’ perceptions of unaccompanied hospitalized children. Journal of Pediatric Nursing 38(3) 133-136.
Roohafza, H., Pirnia, A., Sadeghi, M., Toghianifar, N., Talaei, M., & Ashrafi, M. (2009). Impact of nurses’ clothing on anxiety of hospitalized children. Journal of Clinical Nurs-ing 18: 1953-1959.
Rufaidah & Agustin, W. R. (2009). Studi fenomenologi: Pendekatan perawat dalam mengatasi kecemasan dan ketakutan pada anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi di RSUD Kota Semarang. Diunduh pada tanggal 20 November 2014 dari www.jurnal.stikeskusumahusada.ac.id
Sadeghi, T., Mohammadi, N., Shamshiri, M., Bagherzadeh, R., & Hossinkhani, N. (2013). Effect of distraction on children’s pain during intervenous catheter insertion. Journal for Specialist in Pediatric Nursing 18(2013) 109-114
Salmela, M. (2010). Hospital-related fears and coping strategies in 4-6 year old children. Unpublished Doctoral Dissertasion, Medical Faculty of the University of Helsinki, Helsinki, Finland
Saryono & Anggreini, M. D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Utami, Yuli. (2014). Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah Widya, 2(2): 9-20
Wong, D., Hockenberry M., Wilson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P, (2009). Buku ajar keperawatan pediatric vol.1. Jakarta: EGC
. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric vol.2. Jakarta: EGC.
BAB 3
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi. Fenomenologi adalah
suatu penelitian tentang pengalaman yang bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang dalam
situasi tertentu. Fokus utama fenomenologi ini adalah pengalaman nyata, dimana
penelitian ini menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu
pada situasi alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami
fenomena yang dikaji (Saryono & Anggreini, 2010). Dalam pendekatan
fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman yang mendalam tentang
pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang
menjalani hospitalisasi.
2. Partisipan
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian (Polit
& Beck, 2012). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah (1) perawat
Medan (2) komunikatif (3) bersedia menjadi responden (partisipan) yang
dinyatakan secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian.
Jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 8 orang. Pengambilan
sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan
pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai mencapai saturasi data
(Polit & Beck, 2012). Pada penelitian ini sudah terjadi saturasi data saat partisipan
kedelapan.
3. Tempat dan waktu penelitian 3.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rindu B Anak Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan dengan pertimbangan sebagai berikut: (a)
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kepuasan orangtua terhadap
penerapan atraumatic care pada anak mencapai 89% (Budyasa, 2008); (b) belum
adanya penelitian tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic
care pada anak yang menjalani hospitalisasi di rumah sakit tersebut.
3.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan dari September 2014 sampai Agustus 2015. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 5 Maret 2015 sampai 6 April 2015 di
RSUP H. Adam Malik Medan, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan
25
4. Pertimbangan etik
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu
mengajukan surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 6). Setelah
mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan
Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan,
peneliti akan menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila
calon partisipan bersedia berpatisipasi dalam penelitian, maka partisipan
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan
menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga
kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari
partisipan (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya
identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi
yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Instrumen pertama merupakan Kuesioner Data Demografi (KDD) (Lampiran 3),
yang berisi pernyataan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan
data (kuesioner) berupa inisial, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
Instrumen kedua merupakan panduan wawancara berisi 6 pertanyaan yang
diajukan seputar pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada
anak yang menjalani hospitalisasi (Lampiran 4). Instrumen panduan wawancara
ini telah divalidasi oleh salah satu dosen pakar Keperawatan Anak di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Dewi Elizadiani Suza S.Kp.,
MNS., Ph. D (Lampiran 5). Hasil dari validasi pertanyaan tersebut didapatkan
enam pertanyaan yang dibuat peneliti telah clear, credible, dan relevant dengan
judul penelitian yang akan dilakukan.
6. Pengumpulan data
Setelah mendapatkan izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, peneliti meminta
izin RSUP. H.Adam Malik Medan untuk melakukan penelitian. Selanjutnya
peneliti mengambil data perawat anak yang menerapkan atraumatic care pada
anak yang menjalani hospitalisasi untuk memperoleh data calon partisipan.
Kemudian, peneliti melakukan pilot study. Pilot study adalah suatu cara untuk
melakukan studi awal dalam skala kecil atau suatu tes yang digunakan sebagai
persiapan untuk penelitian kualitatif (Polit & Beck, 2012). Pilot study dilakukan
dengan cara mewawancarai seorang perawat anak di RSUP H. Adam Malik
Medan yang dapat dijadikan subjek penelitian (partisipan). Pilot study pada
penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah
27
Setelah melakukan pilot study, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam
bentuk transkrip. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah
mendapat persetujuan pembimbing, kemudian peneliti melanjutkan wawancara
kepada partisipan berikutnya.
Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan wawancara kepada
partisipan. Proses wawancara dimulai dengan melakukan prolonged engagement
yaitu dengan cara mengadakan 2-3 kali pertemuan karena keterbatasan waktu
yang dimiliki oleh partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap memanfaatkan waktu
yang telah disediakan oleh partisipan untuk melakukan prolonged engagement.
Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan saling percaya
dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin
terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang diperoleh akan lebih
lengkap. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud,
tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan.
Langkah selanjutnya, setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka
partisipan diminta membaca dan mengisi lembar persetujuan dan data demografi
untuk mendapatkan data dasar kemudian peneliti melakukan wawancara
mendalam atau in-dept interview. In depth interview adalah salah satu cara
pengumpulan data melalui percakapan dan proses tanya jawab antara peneliti
dengan partisipan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektifitas yang dipahami oleh individu (Polit & Beck, 2012). Pada
metode ini peneliti dan partisipan bertemu secara langsung untuk mendapatkan
permasalahan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan di RSUP H.Adam
Malik Medan.
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan partisipan, peneliti
membuat transkrip hasil wawancara setiap kali selesai wawancara. Peneliti
mengelompokan data dan menguraikan data kedalam bentuk narasi kedalam
bentuk tema, sub tema dan kategori yang utama. Kemudian peneliti membahas
ulang hasil penelitian sesuai dengan analisa data yang telah dilakukan.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan kepada delapan partisipan.
7. Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri dan orang lain (Polit & Beck, 2012).
Proses analisa data dilakukan segera setelah selesai setiap satu proses
wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip wawancara, kemudian
transkrip tersebut dibaca berulang kali atau dilakukan seleksi data satu persatu
(kata per kata). Peneliti menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit &
Beck, 2012) dalam menganalisa data karena metode ini memberikan
29
yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi fenomenologi.
Proses analisa data dalam penelitian ini meliputi:
1. Membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan
partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua transkrip dan juga
mendengarkan alat perekam beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban
terhadap makna ekspresi dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap
partisipan berbicara.
2. Meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan.
Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang
pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang
menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan.
3. Menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam
langkah ini pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil pengertiannya.
4. Mengelompokkan makna-makna tersebut ke dalam
kelompok-kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna
yang diformulasikan kedalam kelompok sub tema dan kategori.
5. Mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi. Dalam analisis ini,
deskripsi mendalam tentang pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic
care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan, yaitu integrasi narasi dari semua tema, sub tema dan kategori.
6. Memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti
7. Memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai
tahap validasi akhir. Dalam langkah ini peneliti memvalidasi hasil matriks tema
yang didapat kepada perwakilan partisipan sebanyak 2 orang. Dari hasil validasi,
partisipan menyatakan hasil yang didapat pada penelitian ini sudah sesuai dengan
apa yang dimaksud oleh partisipan.
8. Tingkat Kepercayaan Data
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data
divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability, dependability
dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck 2012).
Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Credibility pada penelitian ini dipertahankan
peneliti melalui teknik prolonged engagement. Prolonged engagement pada
penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan mengadakan 2-3 kali pertemuan
karena keterbatasan waktu yang dimiliki partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap
memanfaatkan waktu yang telah disediakan oleh partisipan untuk melakukan
prolonged engagement. Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan saling percaya dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan
semakin akrab, semakin terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang
diperoleh akan lebih lengkap.
Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh transkrip wawancara dan tabel analisis tema kepada ahli di kualitatif. Dalam hal
31
Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks
tema.
Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang
dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah
yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa
data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian
untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.
Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk
melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu
dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki karakteristik yang sama.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman
perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani
hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian yang dibahas
adalah karakteristik partisipan dan tema hasil analisa data penelitian.
2. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang didapatkan saat saturasi
data telah tercapai. Kedelapan partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi
kriteria dan bersedia untuk diwawancarai. Para partisipan adalah perawat yang
bekerja di Ruang Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Karakteristik partisipan
pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir,
dan masa kerja. Dari kedelapan partisipan mayoritas partisipan berusia antara
41-49 tahun (n=5, 62,5 %), beragama Kristen Protestan (n=6, 75%), berjenis kelamin
perempuan (n=8, 100%), bersuku batak (n=8, 100%), berlatar belakang
pendidikan S-1 (n=5, 62,5%), dan memiliki masa kerja antara 10-11 tahun (n=4,
50%) dan 18-25 tahun (n=4, 50%). Data demografi partisipan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Karakteristik Partisipan
3. Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada Anak yang Menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian ini mendapatkan 3 tema terkait pengalaman perawat dalam
menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.
Adam Malik Medan meliputi (1) melibatkan orangtua dalam perawatan anak, (2)
mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak, (3) mengurangi rasa nyeri pada anak.
Matriks tema dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia
32 – 40 tahun 3 37.5
41 – 49 tahun 5 62.5
Jenis kelamin
Perempuan 8 100
Agama
Islam 2 25
Kristen Protestan 6 75
Suku
Batak 8 100
Pendidikan terakhir
D-III 3 37.5
S-1 5 62.5
Masa Kerja
10-17 tahun 4 50
3.1. Melibatkan orangtua dalam perawatan anak
Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa terdapat 2 cara dalam melibatkan
orangtua dalam perawatan anak yaitu (1) melakukan metode rooming in, (2)
berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi.
1. Melakukan metode rooming in
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu cara melibatkan
orangtua dalam perawatan anak adalah dengan melakukan metode rooming in.
Metode ini dilakukan dengan mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak selama
di ruangan, mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan, mengarahkan
orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit, dan
mengizinkan orangtua membawa anak jalan-jalan ke luar ruangan.
a. Mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak di ruangan
Lima dari delapan partisipan dari penelitian ini menjelaskan bahwa mereka
tidak membatasi kehadiran orangtua namun mengizinkan orangtua mendampingi
anak di ruangan selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“Jadi kalo yang anaknya dirawat itu pastinya orangtuanya diwajibkan ikut ke ruangan untuk menemani anaknya itu.”
(Partisipan 1) “Iya disini orangtua tetap bersama anaknya 24 jam”
(Partisipan 3) “Iya karena disini terutama lagi kita kan gak bisa mendampingi anak 24 jam jadi dia 1 orang keluarga harus menunggu pasien jangan meninggalkan pasien.”
35
“Kalo orangtua selama ini gak pernah dibatasi. Pokoknya setiap seluruh pasien ada yang menjaga.”
(Partisipan 6) “Orangtua gak dibatasi di dalam ruangan.”
(Partisipan 7) b. Mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan
Beberapa partisipan mengatakan bahwa orangtua juga dilibatkan dengan
mengarahkan mereka untuk memegang anak dalam tindakan yang dilakukan oleh
partisipan. Upaya ini dilakukan agar anak tetap aman dan orangtua dapat memberikan
pengertian kepada anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“Pendekatan dibujuk, enggak juga dipaksa. Namun dengan ketentuan dipegangi orangtua dipegangi petugas supaya bisa masuk obat.”
(Partisipan 3) “Itu ya kita libatkanlah orangtuanya memegang anaknya. Biar aman”
(Partisipan 5) “Dibantunya dipegangi tangannya mereka juga kasih pengertian ke anaknya.”
(Partisipan 8)
c. Mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka
dirawat di rumah sakit
Salah satu partisipan mengatakan bahwa orangtua juga perlu dilibatkan untuk
menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit sesuai dengan
pernyataan partisipan berikut :
(Partisipan 8)
d. Mengizinkan orangtua menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke
luar ruangan
Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengizinkan orangtua
menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke luar ruangan saat anak sudah mulai
gelisah. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :
“Kalo umpamanya anaknya udah gelisah di ruangan itu kita suruh
gendong aja ama orangtuanya “Gendong aja ya bu tengok-tengok
ya bu”. Nanti digendong mamaknyalah itu jalan-jalan.”
(Partisipan 1) “Paling dikasih izin permisi jalan-jalan itu pasiennya beberapa jam kemudian masuk RS lagi.”
(Partisipan 2) “Ya dibawa keluar sama keluarganya sekitar rumah sakit bisa aja. Ada kursi roda jalan-jalan digendong orangtuanya sekitar taman itu ajalah.”
(Partisipan 3) “Boleh kok dibawa jalan-jalan sama orangtuanya kita suruh kalo kita kan gada waktu bawa mereka jalan.”
(Partisipan 7)
2. Berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi
Partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa selain melakukan metode
rooming in, melibatkan orangtua dalam perawatan anak dapat dilakukan dengan cara lain yakni berkomunikasi dengan orangtua untuk memberikan informasi. Informasi
yang diberikan adalah tindakan yang akan dilakukan pada anak, penyakit, dan
37
a. Memberitahu tindakan yang dilakukan pada anak
Salah satu partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa berkomunikasi
dengan orangtua untuk mmberikan informasi adalah dengan memberitahu mereka
tindakan apa yang akan dilakukan oleh perawat pada anak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan berikut :
“Kalo ke orangtuanya dikasitaulah, “Anak ibu mau diinfus ya mau kita pasang infus.”
(Partisipan 8)
b. Memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan
anak
Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa
memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan anak agar
orangtua mengetahui dan mengerti tentang masalah anaknya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan berikut :
“Kalo ada agak-agak itu kita informed consentlah keluarganya dijelaskan penyakit anaknya terapinya apa yang mau dikasih”
(Partisipan 1) “Saya tanya itu masalah datang ke rumah sakit kenapa baru saya terangkan bagaimana perjalanan penyakit itu dan penanganannya bagaimana. Kita punya proses awal pengobatan sampai nanti kita akhir. Itu kujelaskan semua dari awal sampai akhir kujelaskan semua supaya dia ngerti”
(Partisipan 5) c. Memberikan penkes pada orangtua dalam merawat anak di ruangan
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam
ruangan. Penkes yang diberikan tersebut adalah bagaimana hidup sehat, menjaga
infus dan NGT, mobilitas dan hygienis pasien dan lainnya. Hal ini sejalan dengan
pernyataan partisipan berikut:
“Kita sambil edukasi bagaimana hidup sehat. Bagaimana hidup selanjutnya. Bagaimana kalo diinfus gaboleh tangannya digoyang-goyang”
(Partisipan 3) “Itu wajib kasih edukasi sama keluarga pasien. “Bu jaga infusnya ya. Payah mencari uratnya kan kecil-kecil. Posisi anaknya begini posisinya harus bagus ya bu.”
(Partisipan 4) “Iya semuanya sekalian mobilisasinya hygienisnya dikasih tau. Dan pergantianpun dikasih tau. Infus kalo udah tiga hari harus diganti. NGT juga tujuh hari harus diganti.”
(Partisipan 5)
3.2. Mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak
Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 cara dalam mengatasi kecemasan/
ketakutan pada anak menurut partisipan yaitu (1) mengalihkan perhatian/ distraksi,
(2) melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi, (3) memfasilitasi lingkungan
yang aman dan nyaman, (4) memfasilitasi kunjungan sosial.
1. Mengalihkan perhatian/distraksi
Partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa salah satu cara untuk
mengatasi kecemasan/ ketakutan adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau
disebut distraksi. Mereka mengalihkan perhatian anak dengan cara memotivasi anak
untuk menggambar dan mewarnai, mengajak anak bercerita, mengajak anak
39
a. Memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai
Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan salah satu cara
mengalihkan perhatian/ distraksi dalam mengatasi kecemasan/ ketakutan pada anak
adalah dengan memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai. Anak biasanya
menggambar kupu-kupu, bebek atau lainnya sesuai dengan apa yang digemari
mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Saya mendekatkan diri dengan ini saya menggambar di kakinya saya gambar itu gambar kupu-kupu di tangannya saya gambar itu”
(Partisipan 5) “Mewarnai itu. Kan dari orang sering ada buku-buku gambar ya kan pensil apa cat pensil itu. Nah kita kasih itu baru dia
Beberapa partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa dengan mengajak
anak bercerita sebelum tindakan adalah untuk mengalihkan perhatian agar anak tidak
terfokus dengan tindakan yang sedang dilakukan perawat. Hal ini mereka sampaikan
melalui pernyataan berikut :
“Kita ajak ngomong-ngomong kalo anak-anak mungkin lebih banyak ke bujukannya”
“Dengan cara kita ajak dulu cerita-cerita sebelum tindakan. Biar gak tertuju perhatiannya dengan memasukkan obat itu.”
(Partisipan 2) satu orang yang ajak-ajak bicara, dialihkan perhatiannya.”
(Partisipan 6) “Mau juga gini pas mau pasang kan . “Udah sekolah dek?” “Udah.” “1+1 berapa?” “2.” “2+2?” kita sambil kerjain. Gak terasa dia udah siap. Dialihkan perhatiannya gitu.”
(Partisipan 8) c. Mengajak anak bercanda
Empat dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka
mengajak anak bercanda agar anak dapat terhibur sebelum melakukan tindakan atau
di waktu lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kami kadang melawak sama pasien itu gimana untuk dia gitukan. Jadi langsung ketawalah pasien itu.”
(Partisipan 4) “Saya ajak bercanda ada pasien agak besar. “Sudah anak lajang. Udah kelas berapa?” umpamanya dia bilang kelas satu. “Kelas satu SMA atau SMP atau SD? Ada ceweknya?” Saya pancing tetap.”
41
nyanyi jantungnya di dalam atau jerit-jerit.”Baru nanti dia ketawa-ketawa.”
(Partisipan 6) “Sebagai sahabat kita harus bisa becanda dengan mereka. Kalo memberikan tindakan itu gak mesti kita tunjukkan apa yang mau kita kerjakan. Jadi kita bercandai dulu.”
(Partisipan 7) d. Memberikan pujian pada anak
Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka
memberikan pujian pada anak agar anak tidak takut saat mereka akan melakukan
tindakan pada anak. Hal ini mereka sampaikan melalui pernyataan berikut :
“Paling kita bilang “Jangan takut ya ibu gak ngapa-ngapain ibu cuma liat aja. Eh ini siapalah namanya cantik kali.” Gitu-gitulah yang kita kerjakan.”
(Partisipan 1) “Bagaimanalah perasan ibu dekat ama anak. Kalo aku itulah. pendekatan, bujuk-bujuk. Angkat-angkat dia. dipuji puji. “Pintar ya. Aduh cantik kali. Siapa namanya?”
(Partisipan 5) “Terus kadang kita puji-puji dia. “Oh ini anak pande ini anak cantik ini. Dia paling pande disini.” Jadi pikirnya dia paling pandelah. Diam dia. Kalo dia udah ngerti ya.”
(Partisipan 8)
2. Melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi
Beberapa partisipan dari penelitian ini menjelaskan cara yang lain untuk
mengatasi kecemasan/ ketakutan adalah dengan melakukan pendekatan pada anak
menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur, meyakinkan anak
bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan, menyapa anak saat bertemu dan
berdiskusi dengan anak tentang masalahnya.
a. Menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur
Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan mereka
menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur. Hal ini dilakukan
agar anak tidak terkejut saat diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kitakan dalam merawat pasien itu kita harus kenalkan apa yang mau dikerjakan biar dia gak terkejut.”
(Partisipan 2) “Lebih banyak kita komunikasikan ke anak-anaknya gak langsung main kasih tindakan.”
(Partisipan 4) “Jadi dari awal pas dia masuk ke kamar ini kita ajarin dulu. “Kita mau masukin obat ya nak. Coba bilang namanya nak.”
(Partisipan 7) b. Meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka juga
meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan agar anak tidak
merasakan ketakutan saat akan diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kita bilang “Betul janji. Satu kali. Pokoknya kalo gak dapat ini ibu langsung keluar ya.” Gitu-gitulah biar mau.”
43 kecil kok.” Kita tunjukkanlah jarumnya kecil. “Adek diujung gak nangis”
(Partisipan 8) c. Menyapa anak saat bertemu
Beberapa partisipan mengatakan mereka menyapa anak dengan lembut saat
bertemu. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kalo memang dia anak kecil ajak dulu berbicara dengan lembut hanya tegur sapa. “Halo udah makan? Enak?”
(Partisipan 3) “Kalo hanya bertegur sapa itu gampang kali sebetulnya. Hanya dengan “Halo selamat pagi siapa namanya nak?” Pancing terus biar dia mau.”
(Partisipan 5) “Caranya kalo ketemu pagi atau operan pagi, kita sapa mereka panggil namanya”
(Partisipan 7) d. Berdiskusi dengan anak tentang masalahnya
Salah satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa anak juga dapat
berdikusi tentang masalahnya dengan perawat agar anak dapat memahami
penyakitnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :
“Dan kalo kita ketemu kasih salam kasih tanya jawab sama dia apa masalahnya. Baru dia paham.”
3. Memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman
Partisipan dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam mengatasi kecemasan/
ketakutan pada anak yang lain adalah memfasilitasi lingkungan yang aman dan
nyaman dengan memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang,
membatasi jumlah pengunjung di ruangan dan mematikan/ mengecilkan suara TV di
ruangan.
a. Memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang
Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka
memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang untuk menjaga
keamanan dan kenyamanan pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan
berikut :
“Jadi yang diperbolehkan menjaga hanya dua orang tidak boleh lebih dari dua orang..”
(Partisipan 1) “Boleh kalo dua pasiennya masih kecil kalo udah besar satu yang menunggu didalam.”
(Partisipan 2)
“Kalo disini kan dua orang yang menjaga anak orangtua pada umumnya.”
(Partisipan 4) “Setiap hari kami bicarakan pengunjung pasien penunggu pasien diharapkan 1 didalam demi keamanan pasien.”
(Partisipan 5) “Kami bilang ya, “Bu udah bisa pulang. Dua-dua orang aja masuk ke dalam jangan sekaligus.”
45
b. Membatasi jumlah pengunjung di ruangan
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa dengan
membatasi jumlah pengunjung di ruangan dapat menjaga keamanan dan kenyamanan
pada anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kalo kita pagi hari kan kita operan ruangan pengunjung pasien tidak boleh lebih dari dua atau satu orang saja. Kita harapkan pengunjung pasien hanya satu.”
(Partisipan 5) “Tamunyapun harus betul-betul jangan berbondong-bondong. Boleh bertamu tapi dilihat situasinya. Dari kita sih pihak rumah sakit kita jaga kenyamanan pasien keamanan pasien biar pasien nyaman.”
(Partispan 7) “Kalo banyak kali tamunya kita suruh keluar. Jadi yang didalam terbatas paling banyak dua.”
(Partisipan 8) c. Mematikan/ mengecilkan suara TV dalam ruangan
Salah satu partisipan mengatakan bahwa anak akan merasakan lingkungan
aman dan nyaman jika perawat mematikan/ mengecilkan suara TV dalam ruangan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kalo ada yang hidupkan TV kita usahakan matikan dulu kalo adapun yang minta hidupkan TV dikecilkan suaranya.”
(Partisipan 7)
4. Memfasilitasi kunjungan sosial
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa cara lain dalam mengatasi
Kunjungan sosial tersebut berasal dari YOAM (Yayasan Onkologi Anak Medan),
gereja, dan perwiritan.
a. Memfasilitasi kunjungan dari YOAM (Yayasan Onkologi Anak Medan)
Beberapa partsipan mengatakan bahwa mereka memfasilitasi adanya
kunjungan sosial dari YOAM. Kunjungan ini dilakukan untuk menyenangkan hati
pasien anak dengan memberikan mereka kado, balon atau mengajak jalan-jalan
keluar rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kemudian dari YOAM terapi bermain sering juga. Mereka sering kunjungan-kunjungan menyenangkan hati dan bawa kado bawa balon menyenangkan hati pasien”
(Partisipan 1) “Kunjungan dari YOAM juga ada. Mereka punya rutinitas untuk berkunjung bahkan anak-anak disini dibawa menonton ke bioskop izin.”
(Partisipan 3) “Cuma kan disini ada yang ngajak anak-anak disini ntah ke Medan Plaza atau Millenium. Itukan dari YOAM gitu yang datang berkunjung.”
(Partisipan 6) b. Menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan
Salah satu dari delapan partisipan juga mengatakan bahwa mereka
menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan dalam mengatasi melalui
bimbingan rohani dan permainan. Hal itu sesuai dengan pernyataan berikut :
“Cuma dari rumah sakit ada jugak dari buat bimbingan rohani Kristen dan perwiritan datang kesini bikin kunjungan bikin permainan”
47
Selain pengalaman tersebut, penelitian ini juga mengungkapkan manfaat dan
kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak.
3.2. Mengurangi rasa nyeri pada anak
Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 cara dalam mengurangi rasa nyeri
pada anak menurut partisipan yaitu (1) berkolaborasi dengan dokter dalam
penatalaksanaan farmakologi, (2) melakukan intervensi mandiri
1. Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan farmakologi
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu cara mengatasi
nyeri pada anak adalah berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan
farmakologi. Analgesik yang diberikan sebagai hasil kolaborasi dengan dokter berupa
ketorolac (toradol), paracetamol, dan kodein.
a. Memberikan ketorolac (toradol) atas intruksi dokter
Beberapa partisipan dalam penelitian ini menyatakan mereka berkolaborasi
dengan dokter dalam memberikan ketorolac (toradol) pada anak saat mengalami
nyeri berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“Biasanya ketorolac, tergantung intruksi dokter. Bisa ketorolac bisa toradol yang sering”
(Partisipan 1) “Kalo udah tingkat nyeri berat dikasih obat sama dokter. Umpamanya kalo udah nyeri kan udah dikasih ama dokter ketorolaclah kita kasih”
b. Memberikan paracetamol atas intruksi dokter
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini juga mengatakan mereka
memberikan paracetamol atas intruksi dokter untuk diberikan pada anak yang
mengalami nyeri ringan sampai sedang seperti peryataan partisipan berikut :
“Kalok nyerinya masih menengah ke bawah masih pake paracetamol”
(Partisipan 1) “Kalo kira-kira susah mendapatkannya, kita kasih paracetamol. Biar jangan terasa nyeri kali dia.
(Partisipan 7) “Melaporlah sama dokter kalau terlalu kesakitan. Dikasih paracetamol untuk nyeri ringan”
(Partisipan 8) c. Memberikan kodein atas intruksi dokter
Beberapa partisipan lainnya dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa
mereka memberikan kodein sesuai petunjuk dokter yang diberikan jika anak
mengalami nyeri berat. Hal tersebut dinyatakan mereka seperti :
“Hmm biasanya dikasih obat kalo pasien nyeri berat kodein sesuai petunjuk dokter”
(Partisipan 2) “Tapi kalo udah nyeri hebat dikasih analgesik diberi pemberian paling sedikit kodein”
(Partisipan 3)
2. Melakukan intervensi mandiri
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam mengurangi rasa
49
teknik relaksasi napas dalam, memfasilitasi anak menonton TV, melakukan kompres
air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus dan mengajak anak untuk
bermain.
a. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka
mengajarkan pada anak teknik napas dalam untuk mengatasi nyeri saat perawat
melakukan tindakan pada anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :
“Tapi kalo udah besar kita bilang “Gak sakit ya nak sebentar. Tenang tenang. Tarik nafas tenang udah ya jangan meronta.”
(Partisipan 3) “Sakit ya nak sakit sedikit sebentar.Tahan napas ya? Tarik napas
sebentar.” Gitulah kubilang.”
(Partisipan 5)
“Makanya sebelum tindakan kita lakukan kita apa dulu ajari dulu. “Nanti sakit dulu ya nak,tahan sedikit ya nak. Tarik napas dek. Biar cepat dapat.” Gitu.”
(Partisipan 7)
b. Memfasilitasi anak menonton TV
Salah satu dari delapan partisipan menyatakan satu dari empat intervensi
mandiri yang dilakukan untuk mengatasi nyeri anak yaitu dengan memfasilitasi anak
menonton TV seperti pernyataan partisipan berikut :
“Kalo nggak yang ada di ruangan khusus kayak nomor 39 itu ada TV itu. Bisa kita kasih nonton TV.”
c. Melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan infus
Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa
mereka pernah melakukan kompres air hangat untuk meredakan nyeri pemasangan
infus yang dirasakan anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kalo yang ringan diapa ajalah kan biasa nyeri pas dibuka infusnya, dikompres hangat ajalah tangannya itu”
(Partisipan 4) “Kalo udah terjadi bengkak ya dikompres karena terlalu diinfus mungkin.”
(Partisipan 8) d. Mengajak anak untuk bermain
Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa bentuk
lain intervensi mandiri yang dilakukan dalam mengurangi rasa nyeri pada anak
adalah dengan mengajak anak bermain. Hal ini dilakukan untuk menghibur anak
dengan permainan yang dibawa sendiri atau bermain bersama perawat sesuai dengan
pernyataan partisipan berikut :
“Diperbolehkan kok banyak pasien yang bawa boneka bawa mobil-mobilan ke dalam ruangan”
(Partisipan 1) “Perawat juga bisa kasih hiburan bagi dia karna nanti ada terapi bermain dan perawat berkomunikasi yang apapun dia inginkan bisa disesuaikan.”
(Partisipan 3)
“Saya emang bisa bermain mengajak bermain dengan anak-anak
pada saat tertentu”
51
“Ya menghiburnya kayak apa yang dia sukalah. Mau ngapain mau bermain ya itu aja sih yang bisa kami lakukan disini”
(Partisipan 6)
3.4. Manfaat dalam menerapkan atraumatic care pada anak
Berdasarkan analisa data didapatkan ada 3 bagian manfaat dalam menerapkan
atraumatic care pada anak yaitu (1) manfaat yang dirasakan anak, (2) manfaat yang dirasakan perawat, (3) manfaat yang dirasakan keluarga.
1. Manfaat bagi anak
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa manfaat dalam
menerapkan atraumatic care bagi anak meliputi mengurangi rasa nyeri dan trauma,
mengurangi beban fisik dan psikologis, anak tidak menangis, anak nyaman dengan
perawat, anak semangat saat didampingi orangtua, rasa takut berkurang dan anak
tenang dan rileks.
a. Mengurangi rasa nyeri dan trauma
Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak
merasakan manfaat penerapan atraumatic care adalah nyeri dan trauma yang
dirasakan anak berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“AC itu cara perawat atau asuhan keperawatan kepada anak agar mereka tidak trauma atau mengurangi nyeri selama dirawat di RS”
(Partisipan 1) “Tapi memang kalo untuk anak ya kita lakukan cara supaya dia tidak nyeri selama tindakan”
(Partisipan 8) b. Anak tidak menangis
Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak
tidak menangis lagi saat atraumatic care diterapkan dalam perawatan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan berikut :
“Mau masuk obatpun dia yang bilang “Masukkan obat saya suster.” Gitu. Gak menangis lagi.”
(Partisipan 2) “Itulah yang kubilang jadi dia gak nangislah lagi.”
(Partisipan 4) c. Anak nyaman dengan perawat
Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa anak nyaman dengan
perawat sebagai manfaat dalam menerapkan atraumatic care. Anakpun senang dan
mau diarahkan oleh perawat sesuai dengan pernyataan berikut :
“Nyamanlah. Pasti mereka bilang “Bu aku boleh nangis sedikit kan bu?” “Iya boleh tapi jangan digoyang-goyangkan ya tangannya.” “Udah bu,ini bu.”
(Partisipan 3) “Kekmana kita senang diapun ikut senang. Kek mana dia merasa nyaman gitu aja.”
(Partisipan 6) d. Anak semangat saat didampingi orangtua
Kehadiran orangtua selama proses tindakan pada anak adalah faktor yang
membuat anak semangat dan tidak merasa takut lagi. Salah satu partisipan
53
“Kalo ada disitu orangtuanya mamaknya atau bapaknya salah satu kan semangat. Jadi diapun kalo kita melakukan tindakan diapun tidak merasa takut. Karena selalu didampingi orangtuanya.”
(Partisipan 7) e. Rasa takut berkurang
Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat dalam
menerapkan atraumatic care bagi adalah rasa takut yang dirasakan anak berkurang.
Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“Nampak-nampak. Jadi, rasa takutnya itu berkurang.”
(Partisipan 7) “Iya makanya jarang anak yang takut.”
(Partisipan 8) f. Anak tenang dan rileks
Dua orang partisipan dalam penelitian ini mengatakan anak menjadi tenang
dan rileks ketika perawat menerapkan atraumatic care bagi mereka. Hal ini sejalan
dengan pernyataan berikut :
“Ketenangan ada. Dia merasakan ketenangan.”
(Partisipan 5) “Dia agak tenang merasa rileks kadang-kadang dia gak sadar udah siap dikerjain.”
(Partisipan 8)
2. Manfaat bagi perawat
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa manfaat dalam menerapkan
dikenalinya untuk melakukan prosedur, anak akrab dan lebih dekat dengan
perawat, perawat puas dengan hasil pekerjaan, perawat senang, dan tindakan lebih
cepat selesai.
a. Anak mencari perawat yang dikenalinya untuk melakukan tindakan
keperawatan
Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat yang
dirasakan mereka dalam menerapkan atraumatic care adalah anak mencari perawat
yang diketahuinya tidak sakit dalam memasang infus untuk melakukan tindakan
keperawatan pada dirinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Pasti kalo kita bagus buat anak itu dalam menginfus umpamanya selanjutnya kita dicari dia pas menginfus”
(Partisipan 1) “Yang jualan parfum itulah yang infus aku.” Jadi gak suka dia sama perawat-perawat lain jadi dicari-carinya aku.”
(Partisipan 4) “Kadang-kadang kalo dia gak merasakan sakit sama perawat A, dia besoknya cari perawat si A juga.Ditandainya siapa yang gak sakit menginfus.”
(Partisipan 6) “Mau sama ibulah. Sama ibu ajalah ya infus dululah bu baru ibu pulang.” “Kenapa?Kan ada dinas malam.” “Sama ibu ajalah.”
(Partisipan 8) b. Anak akrab dan lebih dekat dengan perawat
Lima dari delapan partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa manfaat
55 Disalamnya kita diciumnya. Berarti emang dia mendapat respon yang baik juga terhadap hubungan yang kita lakukan tadi.”
(Partisipan 3) “Dia mau dekat dengan saya. Dia mau saya salam. Dia diciumpun mau.”
(Partisipan 5) “Setiap ketemu pasti disapa. “Ibu Fatma Ibu Fatma.” Kalau dia tidak terpasang infus dia datang ke tempat perawat.”
(Partisipan 6) “Dia kan suka warna-warni. Udah berterima kasih kali dia dikasih pulpen sayanglah dia jadi dekat sama ku.”
(Partisipan 8)
c. Perawat puas dengan hasil pekerjaan
Beberapa partisipan dalam penelitian ini juga mengungkapkan bahwa mereka
puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan saat perawat menerapkan atraumatic
care pada anak. Kepuasan tersebut dirasakan setelah tindakan keperawatan tuntas dikerjakan dan anak juga tidak merasakan takut terhadap tindakan yang dilakukan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut :
“Kalo manfaatnya ke perawatnya namanya gini kalo kita kerja bagus pasti kita puas pulang gada beban”
“Diapun capeknya kan nangis tapi akhirnya puaslah sama kerjaan kita, kitapun puas juga”
(Partisipan 4) “Saya puas. Kalo saya mengerjakan pasien itu tidak tuntas. Saya kecewa pulang. Kesitu aja pikiran kita.”
(Partisipan 7) “Karena pekerjaan kita tuntas anak gak takut itulah buat senang dan ada kepuasan sendiri.”
(Partisipan 8) d. Perawat senang
Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa
perawat senang dalam menerapkan atraumatic care pada anak karena anak dapat
lebih diam dan tenang saat perawat melakukan tindakan keperawatan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan partisipan berikut :
“Ya kalo dia bisa berhasil kita diamkan kita senanglah. Jadi apa yang kita rasakan kalo anak itu bisa kita pengaruhi ya kita merasa senang.”
(Partisipan 3) “Manfaatnya istilahnya ya karena saya sudah senang di anak ini saya senanglah gitu pokoknya.”
(Partisipan 4) “Merasa senang. Kalo anak-anak itu bisa dikerjain dapat terapi rasanya dia gak terbeban dan bahagia kita pun ikut senang.”
(Partisipan 8) e. Tindakan lebih cepat selesai
Empat dari delapan partisipan juga mengatakan bahwa dengan menerapkan
atruamtic care pada anak tindakan keperawatan lebih cepat selesai dilakukan. Hal ini
57
perawat lebih mudah untuk melakukan tindakan keperawatan yang sejalan dengan
pernyataan partisipan berikut :
“Pasti manfaatnya ya lebih mudah didapatkan. Lebih mudah jadinya dipasang lebih cepat selesai. Setiap anak yang kerja sama lebih cepat didapatkan”
(Partisipan 3) “Ya lebih cepatlah memang kalo apa kita bisa dekat ama anak ama dia care cepatlah kerjaan selesai daripada yang susah diatur gitu
(Partisipan 4) “Memudahkan kami melakukan tindakan . Mempermudahkan kami supaya cepat selesai pekerjaan”
(Partisipan 6 ) “Otomatislah kalo kita care sama mereka otomatis si anak itupun eceknya untuk pengobatan itu mereka gampang mendapatkan informasi dari kita atau obatnya cepat masuk.”
(Partisipan 7)
3. Manfaat bagi keluarga
Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manfaat dalam
menerapkan atraumatic care bagi keluarga yaitu keluarga puas, keluarga senang atas
tindakan perawat, keluarga tenang bersama perawat dan keluarga lebih mudah
berkomunikasi dengan perawat.
a. Keluarga puas
Dua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa keluarga puas atas
implementasi yang dilakukan perawat yang dilakukan dengan menerapkan atraumatic
“Kalo untuk keluarga ya pasti mereka puas kalo implementasi kita baik”
(Partisipan 1) “Puas memang mereka dek.”
(Partisipan 4) b. Keluarga senang atas tindakan perawat
Dua dari dalam peneliti delapan partisipan lainnya juga menyatakan bahwa
manfaat dalam menerapkan atraumatic care selain keluarga puas mereka juga senang
atas implementasi yang dilakukan oleh perawat. Hal ini sejalan dengan pernyataan
berikut :
“Kalo kita implementasikan dengan bagus kan keluarganya senang juga.”
(Partisipan 1) “Senanglah dia. Beberapa orang saya liat ya. “Trimakasih ya bu. Saya sudah mengerti saya sudah paham.”Begitu”
(Partisipan 5) c. Keluarga tenang bersama perawat
Beberapa partisipan lainnya dalam penelitian ini mengatakan bahwa manfaat
dalam menerapkan atraumatic care lainnya adalah keluarga tenang dan yakin untuk
bekerjasama dengan perawat karena perawat dapat menerangkan tentang kondisi
yang dialami anaknya dengan jelas dan dapat dimengerti. Hal ini sesuai dari
pernyataan berikut :
“Dan orangtuanya akan merasa tenang juga. Karena dia yakin kalo anak itu mau kerja sama mau menerima apa yang diucapkan susternya gak payah masangnya.”
59
“Bu setelah ibu terangkan baru saya mengerti. Kalo gak ibu terangkan saya pikir kalo ga disembuhkan cepat mencretnya ntah gimana anak saya. Berarti itu ya bu.” Jadi ada ketenangan sama dia saat saya terangkan.”
(Partisipan 5) d. Keluarga lebih mudah berkomunikasi dengan perawat
Salah satu dari delapan partisipan juga menyatakan bahwa keluarga lebih
mudah mengenali dan berkomunikasi dengan perawat sebagai manfaat dalam
menerapkan atraumatic care pada anak mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan
berikut :
……lebih mudah berkomunikasi. “Bu, ini anakku terlepas infusnya dia mau terapi pasangin ya.” Kan diapun lebih mudah mencari perawatnya yang gimana gitu kan. Yang baiklah.
(Partisipan 6)
3.5 Kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak
Berdasarkan analisa data didapatkan ada 3 bagian kendala dalam menerapkan
atraumatic care pada anak yaitu : (1) kendala dari anak, (2) kendala dari perawat, (3) kendala dari keluarga.
1. Kendala dari anak
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala dalam
menerapkan atraumatic care berasal dari anak. Kendala dari mereka yaitu banyaknya
tindakan yang dilakukan terhadap anak dan kondisi penyakit anak.
a. Banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap anak
Salah satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa banyaknya tindakan
Sehingga perawat sulit untuk bersahabat dengan mereka sesuai dengan pernyataan
berikut :
“Kalo banyak tindakan sama dia merasa perawat itu adalah yang menyakitkan tapi kalo gak banyak gak payah bersahabat dengan dia.”
(Partisipan 3) b. Kondisi penyakit anak
Salah satu partisipan lainnya juga mengatakan bahwa kondisi penyakit yang
membuat anak lama menjalani perawatan di rumah sakit menjadi kendala bagi
perawat untuk menjumpai mereka. Hal ini sejalan sesuai dengan pernyataan berikut :
”Ada juga karena memang kondisi penyakitnya. Semua menumpuk disini pasien sudah lama dirawat tidak sembuh-sembuh jadi menjumpainya susah jadi kendala.”
(Partisipan 5)
2. Kendala dari perawat
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala dalam
menerapkan atraumatic care juga berasal dari perawat itu sendiri. Kendala tersebut
adalah keterbatasan waktu yang dimiliki dan kurangnya jumlah perawat.
a. Keterbatasan waktu yang dimiliki
Tiga dari delapan partisipan mengatakan bahwa keterbatasan waktu yang
dimiliki perawat menjadi kendala dalam berinteraksi lebih lama dengan anak. Hal ini
sejalan dengan pernyataan berikut :
“Mau apapun dikerjakan karena satu keterbatasan waktu”
61
“Hambatan sama pasien gitu? Ya ada aja sih, waktulah itu. Terbatas kita berinteraksi sama pasien kan.”
(Partisipan 4) “Dikejar waktu. Karena saya dituntut dari atas harus juga selesai. Ya itu salah satu hambatan.”
(Partisipan 5) b. Kurangnya jumlah perawat
Salah satu dari delapan partisipan menyatakan bahwa kurangnya jumlah
perawat juga menjadi kendala bagi mereka dalam menerapkan atraumatic care pada
anak. Hal ini disebabkan karena banyaknya tindakan yang dikerjakan sesuai dengan
pernyataan berikut :
“Banyak mau dikerjakan tetapi perawat kan gak mencukupi.” (Partisipan 4)
3. Kendala dari keluarga
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kendala lain dalam
menerapkan atraumatic care juga berasal dari keluarga. Kendala tersebut adalah
orangtua kurang kooperatif, komunikasi yang kurang baik, dan orangtua tidak siap
diberikan pelayanan oleh perawat.
a. Orangtua kurang kooperatif
Dua dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa masih
banyaknya orangtua kurang kooperatif terlibat dalam perawatan anak. Hal ini sejalan
dengan pernyataan berikut :
“Masih banyak loh orangtua yang kurang kooperatif .”
“Gak kooperatif orangtuanya. Biasanya kan anak kalok orangtua bisa berkomunikasi baik dengan perawat, “Oh family kami rupanya ini saudara mamakku ini.” Pasti seperti itu.”
(Partisipan 3) b. Komunikasi orangtua kurang baik
Kendala lain yang berasal dari orangtua yaitu komunikasi yang kurang baik.
Hal ini menyebabkan perawat sulit berinteraksi dengan anak dan keluarganya sesuai
dengan pernyataan partisipan berikut :
“Orangtuapun banyak juga yang komunikasinya kurang baik.” (Partisipan 3) “Umpamanya kan kalo gak beres, cara ngomongnyapun kadang gak beres, terganggu juga sama kita. Otomatis jadi berkurang kita melihat pasien gak ada lagi banyak ngobrol dengan pasien dan orangtuanya juga.”
(Partisipan 4) c. Orangtua tidak siap diberikan pelayanan oleh perawat
Dua dari delapan partisipan lainnya dalam penelitian ini juga mengungkapkan
orangtua terkadang tidak siap diberikan pelayanan oleh perawat. Mereka masih sering
mempertimbangkan pengobatan alternatif atau dokter lain yang berada di luar
prosedur rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :
“Mau kadang orangtuanya gak mau juga. Karena merasa kasihan
dia melihat anaknya dicucuk.”
(Partisipan 4) “Kalo keseringan dari keluarganya hambatan itu selalu timbul. Mereka tidak siap dilayani. Ada informasi dari sana ada pengobatan alternatif, dokter paling jago. Itu membuat orangtua tidak siap itulah kendalanya.”
63
Tabel 4.2. Matriks Tema
Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Atraumatic Care pada anak yang menjalani Hospitalisasi di RSUP H. Adam Malik Medan
No Tema 1: Melibatkan Orangtua dalam Perawatan Anak 1 Sub Tema:
a. Mengizinkan orangtua selalu mendampingi anak di ruangan
b. Mengarahkan orangtua memegang anak dalam tindakan
c. Mengarahkan orangtua untuk menjelaskan kepada anak alasan mereka dirawat di rumah sakit
d. Mengizinkan orangtua menggendong anak untuk dibawa jalan-jalan ke luar ruangan
a. Memberitahu tindakan yang dilakukan pada anak
b. Memberikan informasi pada orangtua tentang penyakit dan pengobatan anak
c. Memberikan penkes pada orangtua dalam merawat anak di ruangan
Tema 2: Mengatasi Kecemasan/ Ketakutan pada Anak 2 Sub Tema:
a. Memotivasi anak untuk menggambar/ mewarnai
b. Mengajak anak bercerita c. Mengajak anak bercanda d. Memberikan pujian pada anak
a. Menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur
b. Meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan
c. Menyapa anak saat bertemu