Lampiran 6Persyaratan Kemasan Biodegradabel menurut SNI 7188.7:2011
No Aspek Lingkungan Persyaratan Metode Uji/Verifikasi
Al Malaika,S and K.Artus. 1997. Chemical Modification Of Polymer Blends by Reactive with Biopolymers. Jurnal of Applied Polymer Science,10,118-129.
Clemons. 2003. Biodegradable Composite.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung: Penerbit ITB.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996.
Evrianni, S. 2009. Reaksi grafting Maleat Anhidrida Pada Polipropilena dengan Insiator Benzoil Peroksida. Skripsi, Medan: USU.
Flieger, MM. Kantorova A. Prell T. 2003. Biodegradable Plastic Renewable Sources, J.Folia Microbiol 48 (1) : 22-44.
Gatcher, M. 1990. Plastic Additives Handbook. Third Edition.Hanser Publisher : Munich
Gracia-Martinez, JM, O Laguna, EP Collar. 1997. Role of Reaction in batch Process Modification of Attatic Polypropilena by Maleic Anhydride in Melt. Madrid Spain : John Wiley & Son, Inc.
Hartomo, A.J. 1995. Politeknik Pemrosesan Polimer Praktis. Andi Off Set. Yogyakarta.
Jones, RM. 2005. Mechanics of Composite Materials. Washington DC: Scripta Book Company
Mc. Hugh, T.H and Krochta, J.M. 1994. Sorbitol us Glycerol-Plasticized Whey Protein Edible Films: Integrated Oxygen Permeability and Tensile Property Evaluation, J Agric. Food Chem : 42:841_5.
Nasution. R. S., 2009. Pengaruh Konsentrasi Maleat Anhidrida Terhadap Derajat Grafting Maleat Anhidrida pada Polipropilena Terdegradasi Inisiator Benzoil Peroksida. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Nolan-ITU. 2002. Biodegradables Plastics Developments and Environmental Impacts.Prepared in association with ExcelPlas Australia. Ref:3111-(01) : 29
Rachmi, T. 2012. Penentuan Derajat Grafting Dan Fraksi Gel Dari Polipropilena Terdegradasi Yang Difungsionalkan Dengan Maleat Anhidrida. Skripsi, Medan : USU.
Rukmana. 1996. Klasifikasi BotaniTanaman Durian.
Rusdi Rafli. 2008. Karakteristik Matriks Termoplastik Polietilena Terplastisasi Poligliserol Asetat. Tesis Program Pascasarjana USU. Medan.
Satrohamidjoojo. 2005. Struktur Amilosa dan Amilopektin.
Seal, K.J and Grifin, G.J.L.1994. Test Methods and Standards for Biodegradable Plastic. In: Chemistry and Technology of Biodegradable Polymer, Blackie Academic and Proffesional , Chapman and Hall.
Severini, F. 1999. Free Radical Grafting of Maleic Anhydride In Vapour Phase on Polypropilena Film. Elsevier Science : Milan
Siregar, Afriando. 2009. Pengaruh Konsentrasi Benzoil Peroksida Pada Degradasi Thermal Polypropilena. Skripsi, Medan: USU.
SNI 7188.7 : 2011
Stevent, MP. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta : Pradya Paramitha.
Sudarma, Harta, J. 2012. Pembibitan Tanaman Buah. Klaten : Bola Bintang Publishing.
Syafriana. 2008. Komposit dari Serat Karbon.
Syamsir. E. 2008. Plastik Dari Senyawa Limonen.
Syarief, R, Santausa, S, dan Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: IPB.
Thitithammawong, A., Nakason.C.,Sahakaro,K.Noordermeer,J. 2007. Effect of Different Types of Peroxides on Rheological,mechanical and Morphological Properties of Thermoplastic Vulcanizates Based on Natural Rubber/Polypropylene Blends.Polymer testing 26 :537-546
Wahyono. 2009. Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar Kulit dan Pati Biji Durian Untuk Pengemasan Buah Strawberry. Skripsi, Surakarta : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH.
Warman. 2012. Differential Thermal Analysis. Medan : PTKI.
Widyasari,R. 2010. Kajian Penambahan Onggok Termoplastis Terhadap Karakteristik Komposit Polietilen. Tesis Institut Pertanian Bogor
Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G.1998. Kimia Pangan. PT. Gramedia, Jakarta
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Nama Bahan Asal/merek
Biji durian Beberapa tempat di kota Medan jenis biasa
Polipropilena Isotaktik Sigma Aldrich
Maleat Anhidrida 97% p.a Merck
Dikumil peroksida 98% Aldrich
Methanol 99% p.a Merck
Xilen 99,8% p.a Merck
Aseton 99,8% p.a Merck
3.2. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Nama Alat Merek
Pendingin Liebig
Hot plate stirer Favorit HS 0707V2
Magnetic Stirer
Labu Alas 250 ml Pyrex
Termometer Pyrex
Blender Miyako
Ayakan Tantalum 3N8 Purity
Beaker glass Pyrex
Neraca Analitis Mettler Toledo
Gelas Ukur Pyrex
Spatula
Alat pencetak tekan Type HPTS 0001.08
Internal mixer Heles CR-52
Kertas saring Whatman no.42
Pompa Vakum Welch Duo Seal
Seperangkat alat SEM JEOL type JSM-6510LA
Universal Testing Machine Type SC-2DE, CAP 2000 kgf
Seperangkat alat DTA Thermal Analizer DT-30
shimadzu
Fourier Transform Infrared Spectroscopy shimadzu
(FTIR)
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Tepung Biji Durian
Biji durian yang telah dipisahkan dengan daging buahnya dicuci sampai bersih, dijemur
untuk menghilangkan airnya kemudian dikupas kulit arinya, diiris tipis-tipis lalu dikeringkan,
diblender sampai halus dan dijemur untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam
tepung.
3.3.2. Pembuatan Grafting Polipropilena dengan Maleat Anhidrida
Ditimbang polipropilena dengan maleat anhidrat dan juga dikumil peroksida dengan
menggunakan alat internal mixer dengan perbandingan polipropilena, dikumil peroksida,
maleat anhidrat 95% : 3% : 2% ( berat/berat) pada suhu 1650C dan akan dihasilkan polipropilena yang telah tergrafting dengan maleat anhidrida (PP-g-MA).
3.3.3. Proses Pemurnian PP-g-MA
Ditimbang PP-g-MA sebanyak 30 gram kemudian dimasukkan kedalam labu alas.
Ditambahkan 200 ml xilena dan direflux sampai larut. Selanjutnya diendapkan dengan 150
ml aseton. Disaring dengan kertas saring yang terhubung dengan pompa vakum. Endapan
dicuci dengan methanol berulang-ulang. Endapannya dikeringkan dalam oven pada suhu
3.3.4. Proses Pengepresan dengan memvariasikan berat Tepung Biji Durian
Timbang tepung biji durian dan PP-g-MA masing-masing sesuai dengan variasi sebagai
berikut: 0,2 gram; 0,3 gram; 0,4 gram; 0,5 gram; dan 0,6 gram dan pada proses ini juga
dilakukan variasi berat PP-g-MA dengan berat variasi PP-g-MA adalah: 7 gram.
Dicampur sampel 1 kedalam beaker glass, diblender kering sampai rata kemudian
dituang kedalam cetakan, dan di press pada alat hidroulik press pada suhu 1600C selama 30 menit. Hasilnya didinginkan pada suhu kamar dan dikeluarkan dari dalam cetakan.
Selanjutnya dilakukan prosedur yang sama untuk sampel yang lain.
3.3.5. Karakterisasi
3.3.5.1 Pengukuran KekuatanTarik dan Kemuluran
Dihidupkan alat Torsee’s Electronic System. Dibiarkan selama 1 jam. Sampel dijepit dengan
menggunakan griff. Diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Dihidupkan recorder (ON).
Dipasang tinta pencatat. Diatur sumbu x (regangan) dan sumbu y (tegangan) serta diatur
satuannya. Dipasang sampel. Ditekan tombol start. Dinolkan nilai Load dan stroke. Dilihat
angka di Load (tegangan) dan stroke (regangan), bila sampel sudah putus. Dicatat nilai Load
dan stroke sampel.
Perhitungan Uji Kuat Tarik :
Kekuatan tarik = =
Keterangan : Load = tegangan
A0 = Luas spesimen
3.3.5.2. Analisa Differential Thermal Analysis (DTA)
Sebelum alat digunakan, alat harus ON ½ jam sebelum dipakai (Main Switch ON) kemudian
alirkan alat pendingin. Lalu set Detektor DTG dan Thermo Couple PR, amplifair DTA ON.
30mg bahan pembanding (Al2O3) dalam mangkok platina, dan timbang 30mg bahan sampel pada mangkok platina yang lain. Bahan pembanding dan bahan sampel ditempatkan diatas
Thermo Couple PR (Bahan pembanding disebelah kiri dan sampel sebelah kanan). Set
recorder, kertas recorder. Swicht “ST By” ON dan Swicht “START” ON. Amati hasil yang
diperoleh dari Rekorder.
3.3.5.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)
Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel
dengan stab yang terbuat dari logam spesimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan
dengan alat peniup, sampel diisi dengan emas dan palladium dengan mesin diospater yang
bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan kedalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran elektron terpental yang dapat dideteksi dengan
detektor scienter yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan
timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian
tertentu dari objek (sampel) dan pembesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang
baik dan jelas.
3.3.5.4. Uji Biodegradabilitas Komposit
Uji biodegradabilitas dilakukan dengan penanaman pada lingkungan tanah dimulai dengan
menanamkan setiap spesimen dalam wadah yang masing-masing berisi 3 jenis tanah yaitu
tanah pasir, tanah sampah, tanah kebun. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pada
jenis tanah yang mana tingkat biodegradasinya yang lebih baik. Laju biodegradasi penanaman
dalam tanah diamati selama 1 bulan dengan pengamatan setiap 10 hari, dengan dihitung
persentase perubahan berat spesimen dilakukan dengan penimbangan spesimen dan dengan
hasil SEM. Dan dihitung berat awal sebelum penanaman dan berat setelah penanaman, dicatat
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Proses Penyiapan Tepung Biji Durian
Dicuci bersih
Dijemur
Diiris-iris tipis-tipis
Dikeringkan
Dihaluskan
Dijemur sampai kering
3.4.2. Proses Grafting Maleat Anhidrida (MA) kedalam PP
Dimasukkan kedalam internal mixer pada suhu 1650C dan diputar sampai melebur
Ditambahkan DKP Sebanyak 1g dan
diputar kembali selama 5 menit
Dikeluarkan dan didinginkan pada
suhu kamar
Biji Durian
Tepung Biji Durian
PP sebanyak 47,5 g + MA sebanyak 1,5 g
Leburan PP + MA
3.4.3. Pemurnian PP-g-MA
Direfluks dengan 200 ml xilena sampai larut
Ditambahkan 150 ml aseton
Disaring dengan kertas saring yang terhubungdengan
pompa vakum
Dicuci kembali dengan metanol berulang-ulang
Dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 6 jam PP-g-MA sebanyak 30 g
Larutan PP-g-MA
Endapan basah Filtrat
3.4.4. Proses Pengepresan dengan memvariasikan berat Pati Biji Durian
Dicampurkan dalam gelas beaker dan diaduk dengan blender kering
Dipress pada alat hidraulik press pada suhu 160oC selama 30 menit
Didinginkan pada suhu kamar
Dikeluarkan dari dalam cetakan
Dikarakterisasi dengan beberapa uji
Uji SEM
PP PP-g-MA Tepung Biji Durian
Spesimen Komposit Polimer
Uji KekuatanTarik dan Kemuluran Uji
Biodegradabel Uji SEM
3.4.5. Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Bahan Komposit
Diukur panjang, lebar, dan tebalnya
Sampel diletakkan secara mendatar pada penyangga
Diatur kecepatan mesin uji 10 mm/menit
Dihidupkan tombol pembebanan
Dicatat defleksi dan beban sampai beban maksimum
3.4.6. Uji SEM
Direkatkan dengan stub dari logam
Sampel dibersihkan dengan alat peniup
Sampel dilapisi dengan emas atau palladium dalam ruangan bertekanan 1492 x 10-2 Dimasukkan kedalam ruangan khusus dan disinari dengan pancaran electron sehingga mengeluarkan electron sekunder
Electron yang terpental dideteksi dengan detector
Pemotretan dilakukan setelah gambar
CRT muncul
Sampel
3.4.7 Uji Biodegradabilitas Bahan Komposit
Dipotong dengan ukuran 2x2 cm
s
Ditimbang, difoto permukaannya sebelum
penguburan dalam tanah
Dikubur dalam tiga jenis tanah (tanah berpasir, tanah perkebunan, tanah sampah)
Diamati perubahan berat, serta perubahan permukaan dengan difoto setiap selama 1 bulan
Lembaran Komposit Terbiodegradasikan
Spesimen
Hasil penimbangan berat, serta permukaan sebelum penguburan dalam tanah
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Berdasarkan Analisa Sifat Mekanik Dengan Uji Tarik dan Kemuluran
Analisa kekuatan tarik dan kemuluran dari komposit terbiodegradasikan dari tepung biji
durian dengan menggunakan polipropilena, polipropilena tergrafting maleat anhidrida dengan
berbagai variasi komposisi dan massa yaitu:
1. PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,2)g
2. PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,3)g
3. PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,4)g
4. PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,5)g
5. PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,6)g
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kekuatan Tarik dan Kemuluran Komposit
Terbiodegradasikan
No Perbandingan (komposisi dan massa) Kuat Tarik ( t)
(N/m2)
PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,2)
PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,3)
PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)
PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,5)
PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,6)
10,296 %
Gambar 4.1 Grafik Kekuatan Tarik ( t)(N/m2
) dari Komposit Terbiodegradsikan
Berdasarkan hasil perhitungan kekuatan tarik dan kemuluran komposit terbiodegradasikan,
mekanis paling maksimum yaitu 12,556 N/m2, kemudian diikuti dengan PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,4)g yaitu 8,878 N/m2, lalu PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,6)g yaitu 7,377 N/m2 dan PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,2)g yaitu 3,855 N/m2 lalu PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,3)g yaitu 3,846 N/m2.
Sedangkan nilai kemuluran paling maksimum pada perbandingan PP:PP-g-MA: tepung biji
durian (7:0,5:0,5)g yaitu 8,600% kemudian diikuti dengan PP:PP-g-MA: tepung biji durian
(7:0,5:0,4)g yaitu 7,800%, lalu PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,6)g yaitu 7,160%
dan PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,2)g yaitu 3,820% lalu PP:PP-g-MA: tepung biji
durian (7:0,5:0,3)g yaitu 3,200%. Dari hasil perhitungan kekuatan tarik dan kemuluran diatas
dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik tidak tergantung dengan kenaikan bahan pengisi biji
durian yang ditambahkan. Dispersi pengisi yang baik dan interaksi matriks pengisi mungkin
menjadi dua faktor utama yang bertanggung jawab untuk penurunan kekuatan tarik, kekuatan
tarik berbanding lurus dengan kemuluran.
4.2. Analisa Differential Thermal Analysis (DTA)
Gambar 4.3 Grafik Analisa DTA Tepung Biji Durian
Gambar 4.3 adalah hasil grafik analisa DTA tepung biji durian yang menunjukkan adanya 3
peak temperatur kritis yaitu pada temperatur kritis pertama, tepung biji durian mengalami
Gambar 4.4 Grafik Analisa DTA PP
Gambar 4.4 adalah hasil grafik analisa DTA PP yang menunjukkan adanya 3 peak temperatur
kritis yaitu pada temperatur kritis pertama, PP mengalami perubahan sifat thermal pada suhu
1700C, pada temperatur kritis kedua juga terjadi perubahan thermal yaitu pada suhu 3400C, pada temperatur kritis ketiga, pp telah terbakar pada suhu 3800C.
Gambar 4.5 Grafik Analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,2)g
Gambar 4.5 adalah grafik analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7: 0,5 : 0,2)g yang
PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,2)g mengalami perubahan sifat thermal pada suhu 1600C, pada temperatur kritis ketiga PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,2)g terbakar pada suhu
3750C. sedangkan PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,2)g pada temperatur kritis kedua tidak ada muncul temperatur kritisnya karena jika PP dan tepung biji durian dicampur
yang ditambahkan dengan PP-g-MA maka ketiga bahan ini terjadi interaksi, ini dibuktikan
dengan munculnya 2 peak pada PP : PP-g-MA : tepung biji durian ((7:0,5:0,2)g ini sehingga
pada suhu 3750C, PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,2)g langsung terbakar.
Gambar 4.6 Grafik Analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,3)g
Gambar 4.6 adalah grafik analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5: 0,3)g yang
menunjukkan hanya ada 2 peak temperatur kritis yaitu pada temperatur kritis pertama,
PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,3)g mengalami perubahan sifat thermal pada suhu 1600C, pada temperatur kritis ketiga PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,3)g terbakar pada suhu
3700C. sedangkan PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,3)g pada temperatur kritis kedua tidak ada muncul temperatur kritisnya karena jika PP dan tepung biji durian dicampur yang
ditambahkan dengan PP-g-MA maka ketiga bahan ini terjadi interaksi, ini dibuktikan dengan
munculnya 2 peak pada PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,3)g ini sehingga pada suhu
Gambar 4.7 Grafik Analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)g
Gambar 4.7 adalah grafik analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)g yang
menunjukkan hanya ada 2 peak temperatur kritis yaitu pada temperatur kritis pertama,
PP:PP-g-MA:tepung biji durian (7:0,5:0,4)g mengalami perubahan sifat thermal pada suhu 1600C, pada temperatur kritis ketiga PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)g terbakar pada
suhu 3750C. sedangkan PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)g, pada temperatur kritis kedua tidak ada muncul temperatur kritisnya karena jika PP dan tepung biji durian dicampur
yang ditambahkan dengan PP-g-MA maka ketiga bahan ini terjadi interaksi, ini dibuktikan
dengan munculnya 2 peak pada PP : PP-g-MA : tepung biji durian ((7:0,5:0,4)g ini sehingga
pada suhu 3750C, PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4)g langsung terbakar.
Gambar 4.8 adalah grafik analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5: 0,5)g yang
menunjukkan hanya ada 2 peak temperatur kritis yaitu pada temperatur kritis pertama,
PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,5)g mengalami perubahan sifat thermal pada suhu 1600C, pada temperatur kritis ketiga PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,5)g terbakar pada
suhu 3700C. sedangkan PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,5)g pada temperatur kritis kedua tidak ada muncul temperatur kritisnya karena jika PP dan tepung biji durian dicampur
yang ditambahkan dengan PP-g-MA maka ketiga bahan ini terjadi interaksi, ini dibuktikan
dengan munculnya 2 peak pada PP : PP-g-MA : tepung biji durian ((7:0,5:0,5)g ini sehingga
pada suhu 3700C, PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,5)g langsung terbakar.
Gambar 4.9 Grafik Analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7 : 0,5 : 0,6)g
Gambar 4.9 adalah grafik analisa DTA PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5: 0,6)g yang
menunjukkan hanya ada 2 peak temperatur kritis yaitu pada temperatur kritis pertama,
PP:PP-g-MA: tepung biji durian (7:0,5:0,6)g mengalami perubahan sifat thermal pada suhu 1600C, pada temperatur kritis ketiga PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,6)g terbakar pada
suhu 3750C. sedangkan PP : PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,6)g pada temperatur kritis kedua tidak ada muncul temperatur kritisnya karena jika PP dan tepung biji durian dicampur
yang ditambahkan dengan PP-g-MA maka ketiga bahan ini terjadi interaksi, ini dibuktikan
dengan munculnya 2 peak pada PP : PP-g-MA : tepung biji durian ((7:0,5:0,6)g ini sehingga
Tabel 4.2 Data Hasil DTA Spesimen Komposit Terbiodegradasikan
NO Sampel Temperatur Kritis (oC)
I II III
(Terbakar)
1 Tepung Biji Durian 80 275 380
2 PP 170 340 380
3 PP:PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,2) 160 - 375
4 PP:PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,3) 160 - 370
5 PP:PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,4) 160 - 375
6 PP:PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,5) 160 - 370
6 PP:PP-g-MA : tepung biji durian (7:0,5:0,6) 160 - 375
Temperatur : 0 s/d 5500C Thermocouple/mv : PR/15 mv
DTA Range : ± 500 μv
Heating Speed : 100C/menit Chart Speed : 2,5 mm/menit
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa PP & tepung biji durian saling mempengaruhi sifat
thermalnya. Ini dibuktikan adanya interaksi pada temperatur kritis kedua, jika PP telah
dicampur dengan PP-g-MA dan tepung biji durian sehingga pada temperatur kritis ketiga, PP:
PP-g-MA: tepung biji durian sudah terbakar. PP dan tepung biji durian tidak terjadi reaksi
4.3. Analisa Sifat Morfologi dengan Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)
Gambar 4.10 Foto SEM Komposit Terbiodegradasikan perbandingan PP:PP-g-
MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g sebelum dikubur dalam tanah sampah
dengan pembesaran 2000 x
Gambar 4.10 adalah hasil foto SEM permukaan komposit terbiodegradasikan
PP:PP-g-MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g sebelum dikubur dalam tanah sampah dengan
pembesaran 2000 kali menunjukkan bahwa permukaannya tidak rata dan adanya
butiran-butiran kecil yang mengindikasikan bahwa butiran-butiran tersebut adalah tepung biji durian yang
Gambar 4.11 Foto SEM Komposit Terbiodegradasikan perbandingan PP:PP-g-MA:Tepung
Biji Durian (7:0,5:0,5)g setelah dikubur dalam tanah sampah dengan
pembesaran 2000 x
Gambar 4.11 adalah hasil foto SEM permukaan komposit terbiodegradasikan
PP:PP-g-MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g setelah dikubur dalam tanah sampah selama 30 hari
menunjukkan bahwa permukaan yang sedikit rata dan sedikit adanya butiran kecil, hal ini
disebabkan komposit sudah dikubur pada tanah sampah dan dapat berinteraksi dengan baik.
4.4. Analisa Kemampuannya Terurai di Alam dengan uji Biodegradasi
Penanaman spesimen komposit terbiodegradasikan pada berbagai jenis tanah (tanah sampah,
tanah kebun, dan tanah berpasir) bertujuan untuk melihat tingkat biodegradasinya di alam.
Hal ini karena salah satu tempat akhir kemasan plastik adalah kembali ke tanah. Oleh sebab
itu, sangat perlu dilakukan pengujian sifat degradasi spesimen komposit terbiodegradasikan
secara in vivo (pengomposan). Data penurunan berat hasil pengomposan spesimen uji dapat
Tabel 4.3. Data Hasil Penurunan Massa (%) Spesimen Komposit Terbiodegradasikan Setelah
Penguburan Dalam Tanah
Penanaman spesimen dilakukan di beberapa jenis tanah selama 30 hari dengan pengamatan
setiap 10 hari. Dilakukan pengamatan setiap 10 hari karena spesimen mulai berinteraksi pada
hari ke 10. Berdasarkan tabel diatas memperlihatkan laju pengurangan massa yang tidak
begitu besar. Besarnya penurunan massa spesimen matriks polimer komposit sejalan dengan
lamanya waktu penanaman. Harga penurunan massa komposit terbiodegradasikan yang
terbesar adalah pada tanah sampah lalu tanah kebun kemudian tanah pasir. Hal ini mungkin
disebabakan karena jumlah nutrisi dalam tanah sampah lebih banyak dibandingkan tanah
lainnya sehingga jumlah dan jenis mikrobanya juga lebih banyak. Oleh karena itu, terjadi
kinerja yang sinergis antara kegiatan beberapa mikroba (Basuki Wirjosentono, 1998).
Tahap utama degradasi adalah pemutusan rantai utama memebentuk fragmen-fragmen
dengan berat molekul rendah (oligomer) yang dapat diasimilasi oleh mikroba. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dilihat degradasi secara penanaman lebih cepat karena semua faktor
yang memicu terjadinya degradasi terdapat dilingkungan luar.
No Jenis Sampel Tanah Sampah (hari) Tanah Kebun(hari) Tanah Pasir (hari)
4.5. Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Analisa dengan menggunakan spektrum infra merah ini dilakukan untuk mengetahui
perubahan gugus fungsi yang mengidentifikasikan adanya interaksi kimia antara komponen
satu dengan komponen lainnya. Analisa dengan spektrum infra merah ini dilakukan dengan
cara mengamati frekuensi-frekuensi yang khas dari gugus fungsi spektra FTIR
masing-masing sampel. Hasil spektra FTIR yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran.
4.5.1. Komposit Terbiodegradasikan PP:PP-g-MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g
Tabel 4.4. Bilangan Gelombang PP:PP-g-MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g sebelum
ditanam dalam tanah
Tabel 4.5. Bilangan Gelombang PP:PP-g-MA:Tepung Biji Durian (7:0,5:0,5)g setelah
ditanam dalam tanah
Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi PP : PP-g-MA : tepung diduga berasal dari maleat anhidrida. Pada bilangan 2722,16 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi C-H-O yang berarti menunjukkan adanya aldehid.
Dari hasil analisa gugus fungsi dengan FTIR, diketahui bahwa spektrum yang
dihasilkan tidak memiliki perubahan gugus fungsi yang mencolok. Hal ini dapat
dibandingkan dengan tabel 4.5 setelah ditanam dalam tanah hanya terjadi pergeseran
gelombang dan terlihat bahwa tidak ada terbentuknya gugus fungsi yang baru. Hanya pada
tabel 4.5 diperoleh panjang gelombang 2838,0 cm-1 menunjukkan –CH Alifatis yang diduga dari polipropilena dan panjang gelombang 1713,52 menunjukkan C=O yang diperkirakan
dari ester yang dihasilkan meskipun hanya kecil. Telah terjadi reaksi esterifikasi antara
Maleat Anhidrida dengan gugus OH dari bahan baku tepung yaitu tepung biji durian
meskipun reaksi itu hanya kecil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisa dengan FTIR juga dapat
Durian berdasarkan adanya perubahan bilangan gelombang pada masing-masing material
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa komposit
terbiodegradasikan dengan perbandingan PP:PP-g-MA:tepung biji durian (7:0,5:0,5)g
memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang paling baik dibandingkan dengan komposit
terbiodegradasikan dengan variasi komposisi dan massa yang lain. Hal ini dibuktikan dengan:
1. Dari analisa sifat mekaniknya diperoleh nilai tegangan kekuatan tarik yang tinggi yaitu
12,556 N/m2.
2. Dari analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel menunjukkan laju
persentase biodegradasi dari komposit biodegradabel ini adalah paling tinggi yakni 5%
penurunan massa dalam tanah sampah.
3. Dari analisa morfologinya diperoleh hasil uji SEM yang menunjukkan bentuk campuran
yang sedikit rata sehingga komposit dapat berinteraksi dengan baik.
4. Dari analisa DTA, jika ditinjau dari sifat thermal PP dan pati biji durian saling
mempengaruhi atau saling memperbaiki sifat thermalnya, ini dibuktikan adanya interaksi
antara PP dan pati biji durian..
5. Dari analisa hasil FTIR menunjukkan interaksi kimia yang baik setelah ditanam dalam
tanah sampah dimana ditemukan gugus C-H-O pada bilangan gelombang 2722,33 cm-1, ikatan C=O pada bilangan gelombang 1713,52 cm-1 dan ikatan C-O pada bilangan gelombang 1219,45; 1102,41 dan 1044,43 cm-1.
5.2 Saran
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh, maka disarankan
agar peneliti selanjutnya pengujian biodegradasi dengan metode yang lain agar diperoleh
tingkat biodegradasikan yang tinggi.
2. Untuk peneliti selanjutnya agar menggunakan zat pengisi yang lain untuk meningkatkan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer
Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun 1833.
Sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan makromolekul tanpa memiliki suatu
pengertian yang jelas mengenai strukturnya. Sebenarnya, beberapa polimer alam yang
termodifikasi telah dikomersialkan. Sebagai contoh, selulosa nitrat yang dikenal lewat
misnomer nitro selulosa, dipasarkan di bawah nama-nama “Celluloid” dan “guncotton”
(Stevens, 2001).
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa yunani poly, yang berarti “banyak” dan mer, yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer.
Secara tradisional polimer-polimer telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama, polimer adisi dan polimer kondensasi. Penggolongan ini pertama kali diusulkan oleh
Carothers, yang didasarkan pada apakah unit ulang dari suatu polimer mengandung
atom-atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya.
Polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya dan
melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas (partikel reaktif
yang mengandung elektron tak berpasangan) atau ion. Polimer adisi terjadi khusus pada
senyawa yang mempunyai ikatan rangkap.
Sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena
terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi(Steven, 2001).
Polimer kondensasi juga dapat mempunyai kesamaan dengan reaksi kondensasi yang terjadi
pada zat bermassa molekul rendah. Pada polimer ini terjadi reaksi antara dua molekul
bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat
bereaksi) dan memberikan satu molekul besar bergugus fungsi banyak pula, dan diikuti oleh
Dewasa ini, polimer merupakan salah satu bahan teknik yang penting untuk keperluan
kosntruksi atau suku cadang, disamping bahan konvensional lainnya seperti logam dan keramik. Sebagai „polimer komoditas‟, yaitu bahan polimer yang digunakan pada pembuatan barang keperluan konsumen, misalnya untuk peralatan rumah tangga, mainan, alat kantor,
dan sebagainya, volume kebutuhannya semakin meningkat. Sampai tahun 1980-an industri
tersebut telah memperkenalkan berbagai bahan polimer teknik, yang pada berbagai
penggunaannya, bahan polimer tersebut telah menggantikan peranan bahan-bahan lain.
Sebagai salah satu contoh, dalam dunia industri pipa distribusi air dan gas, bahan baja, besi,
tembaga dan keramik telah digantikan oleh polipropilena dan polivinil klorida yang kebih
murah dan mudah diperoleh (Wirjosentono, 1998).
2.2. Komposit
Kemasan adalah satu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang akan dikemas dan
dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya.Beberapa tujuan dari penggunaan
kemasan adalah mencegahatau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di
dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari
segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli (Rachmi, 2012).
Intensitas penggunaan plastik sebagai kemasan pangan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya keunggulan plastik dibandingkan dengan bahan kemasan yang
lain. Plastik merupakan bahan kemasan yang sangat digemari dan banyak digunakan selain
karena sifatnya yang ringan, kuat dan mudah dibentuk, anti karat, dan tahan terhadap bahan
kimia. Plastik juga mempunyai sifat sebagai isolator listrik yang tinggi. Plastik dapat
berwarna ataupun transparan dan biaya proses yang lebih murah, karenanya plastik banyak
digunakan (Widyasari, 2010).
Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu
kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat
(fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Di dalam komposit
unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang mudah dibentuk.
Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan karakteristik bahan komposit, serta
kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan
untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan
itu, untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik
dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia (Rachmi, 2012)
Teknologi komposit saat ini telah banyak menggunakan karbon murni sebagai serat.
Serat karbon memiliki kekuatan yang jauh lebih baik dibandingkan serat kaca tetapi biaya
produksinya juga lebih mahal. Komposit dari serat karbon juga memiliki sifat ringan dan juga
kuat. Komposit juga banyak digunakan untuk struktur pesawat terbang, alat-alat olahraga,
dan terus meningkat digunakan sebagai pengganti tulang rusak (Syafriana, 2008).
2.2.1.Biokomposit
Biokomposit adalah suatu material yang terdiri dari satu asa atau lebih bahan yang berasal
dari alam. Bahan ini bertindak sebagai penguat seperti contohnya sumber yang berasal dari
serat tanaman seperti kapas, rami atau sejenisnya atau dapat pulsa dari serat kayu ataupun
kertas daur ulang atau dari bahan tanaman yang menjadi limbah. Regenerasi serat selulosa
juga termasuk dalam bahan biokomposit, karena pada dasarnya regenerasi selulosa adalah
merupakan bahan yang dapat diperbaharui oleh alam sebagai matriks dalam biokomposit
tersebut dapat berupa bahan polimer yang secara idealnya dapat diperbaharui pula seperti
misalnya dari minyak sayur. Namun pada saat ini, matriks yang lebih umum digunakan
adalah matriks sintetis yang bersumber dari minyak bumi. Matriks sintetis yang sering
digunakan adalah berupa bahan termoplastik yang dapat didaur ulang seperti polietilen,
polipropilena, polistirena, dan polivinil klorida. Dapat pula digunakan bahan dari termoset
seperti polyester tak jenuh, fenol formaldehida, isosianat dan epoksida (Rachmi, 2012).
Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu
mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal amida, atau ester, memiliki berat molekul dan
kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai
dengan spesifikasi teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu
adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap
biodegradibiltas dan sifat mekanik (Steven M.P., 2007).
Menurut Krochta, J.M, (1997), biodegradabel artinya harus sepenuhnya terdegradasi
oleh mikroba yang ada dalam tanah dan hanya menghasilkan senyawa berupa
Menurut Seal (1994), biodegradabel adalah suatu material polimer yang dapat
berubah kedalam senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap
pada proses degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami.
Biodegradabeldidefenisikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi
karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme
enzimatis mikroorganisme, yang bisa diuji dengan pengujian standar dalam periode waktu
tertentu. Biodegradabel merupakan salah satu mekanisme degradasi material,
selaincompostable, hydrobiodegradable, photobiodegradable, biodegradable (Nolan ITU,
2002).
Persyaratan yang dimuat dalam kriteria dan nilai ambang batas merupakan
persyaratan khusus terkait dengan kategori produk sedangkan persyaratan yang dimuat dalam
persyaratan umum merupakan persyaratan umum yang berlaku untuk berbagai kategori
produk manufaktur. Berikut adalah beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam produksi
plastik ekolabel:
1. Bahan baku plastik yang digunakan harus mengandung prodegradant (zat
pendegradasi
2. Campuran bahan baku harus menggunakan pati atau bahan yang bersumber dari alam
serta bahan termoplastik (Flieger, 2003).
Selama ini, biodegradable plastik yang dikembangkan adalah berbasis tepung, baik
tepung alami maupun telah dimodofikasi, proses pembuatan biodegradable plastik berbasis
tepung ini pun sudah banyak dikembangkan, diantaranya:
1. Mencampur tepung dengan plastik konvensional (PE atau PP) dalam jumlah kecil
(10-20%)
2. Mencampur tepung dengan turunan hasil samping minyak bumi seperti PCL, dalam
komposisi yang sama (50%)
3. Menggunakan proses ekstruksi kutuk mencampur tepung dengan bahan-bahan seperti
protein kedelai, gliserol, alginat, lignin, dan sebagainya seperti plasticizer (Flieger Te
la, 2003).
Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam polimer
termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena atau polipropena (PP) adalah
sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai
aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet),
alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan
laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer.Struktur molekul
propilena dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
H CH3
C = C
H H
Gambar 2.1. Struktur Propilena
Polipropilena merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan sebagai lembar
kemasan. Polipropilena memiliki sifat kelembaban yang baik kecuali terjadi inhibisi dengan
oksigen. Untuk pemanfaatan penggunaan dari polipropilena tersebut, dapat dilakukan
modifikasi terhadap polipropilena (Severini, 1999). Polipropilena merupakan suatu
komoditas yang menarik dari polimer termoplastik. Ketertarikan terhadap polipropilena ini
ditimbulkan karena aplikasinya dibidang komposit, bioteknologi, teknologi serbuk, bidang
elektronik, dan pendukung katalisasi untuk bioreaktor dan pada pengeringan air (Paik,2007).
Pada polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah
kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul
tersusun secara tidak teratur) (Cowd, M.A, 1991).
Propilena merupakan polimer termoplastik yang transparan berwarna putih.
Polipropilena memiliki titik lebur 0C. Poliropilena memiliki densitas 0,90 - 0,92 dan titik leleh 165 – 1700C, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidorgen tersier. Penggunaan bahan pengisi
dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan
polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan walaupun pada temperatur tinggi.
Kerapuhan polipropilen dibawah 00C dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi (Gachter, 1990).
Propilena memiliki tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact
Polipropilena juga dapat bersifat sebagai isolator yang baik, mudah diproses dan sangat tahan
terhadap air karena sedikit sekali menyerap air dan sifat kekakuan yang tinggi.
Polipropilena merupakan suatu polimer yang bersifat non polar. Polipropilena ini
dapatdiubah sifat non polarnya menjadi polar dengan cara menggrafting gugus fungsi polar
kedalam rantainya dengan adanya suatu inisiator. Grafting maleat anhidrida kedalam
polipropilena bertujuan untuk meningkatkan kompatibilitas dan kereaktifan polipropilena.
Reaksi grafting polipropilena telah banyak dilakukan tetapi dengan metode lelehan lebih baik
bila dibandingkan dengan metode pencampuran dalam larutan (Gracia-Martinez, 1997).
Untuk meningkatkan kesesuaian sifat polimer (compability) seperti hidrofilitas agar
dapat berikatan dengan tepung dari biji durian, polipropilena harus dimodifikasi terlebih
dahulu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Salah satu modifikasi yang efektif untuk
memasukkan sifat-sifat yang diinginkan adalah dengan teknik grafting (tempel/cangkok)
yang difungsionalisasikan dengan maleat anhidrida.
2.3.1. Grafting Polipropilena
Grafting kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-molekul dengan satu atau
lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat
juga disiapkan oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan membentuk
rantai utama. Grafting maleat anhidrida kedalam polipropilena bertujuan untuk meningkatkan
kompatilibitas dan kereaktifan dari polipropilena.
Secara laporan fungsionalisasi yang diterima, proses dilakukan dengan cara grafting
maleat anhidrida (MA) kepada polipropilena yang dalam kondisi cair dengan keberadaan
suatu peroksida organik. Reaksi tersebut dapat dijabarkan suatu mekanisme reaksi radikal.
Inisiator peroksida membentuk suatu radikal yaitu yang akanmenyerang satu atom hidrogen
yang berasal dari karbon tersier polipropilena yang akan membentuk polipropilena makro
radikal.
Fungsionalisasi terhadap polipropilena oleh monomer-monomer polar merupakan
suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepolaran dari polipropilena tersebut dengan cara
grafting maleat anhidrida pada polipropilena. Dan kenyataannya berbagai jenis dari
polimer-polimer yang tergrafting telah digunakan secara luas untuk memperbaiki adhesi permukaan
antara komponen pada campuran polimer. Modifikasi dari polipropilena juga digunakan
berbahan dasarpolipropilena dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit tersebut
(Rachmi, 2012).
Mekanisme penempelan gugus fungsi pada polipropilena diawali dengan hilangnya
satu atom H dari atamom C tersier dengan adanya inisiator dikumil peroksida menghasilkan
radikal polipropilena selanjutnya akan berinteraksi dengan gugus maleat anhidrida.Tahapan
reaksinya adalah sebagai berikut:
Dekomposisi peroksida
Inisiasi
Terminasi
2.4.Maleat Anhidrida
Maleat anhidrida larut dalam aseton dan air, meleleh pada temperatur 57-600C, mendidih pada 2020C, tidak berwarna atau berwarna putih padat dalam keadaan murni dengan bau yang sangat tajam. Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan
mentah dalam sintesa resin polyester, pelapisan permukaan karet deterjen, bahan aditif dan
minyak pelumas, plastisizer, dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas
yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya. Ikatan ini berperan dalam
reaksi adisi.maleat anhidrida juga dikenal sebagai 2,5-furandione (Parker,P. 1984).
O O O
Gambar 2.3 Struktur Maleat Anhidrida
2.5. Dikumil Peroksida
Sekarang sudah banyak tersedia inisiator-inisiator radikal bebas; mereka biasa
dikelompokkan ke dalam 4 tipe utama: peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator
Radiasi berenergi tinggi bisa juga menimbulkan polimerisasi radikal bebas meskipun radiasi
seperti ini jarang digunakan.
2.5.1. Penggunaan Dikumil Peroksida (DKP) Sebagai Inisiator
Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan
jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi
radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Yang ideal suatu
inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju
reaksi yang layak (Steven, 2011).
Dikumil peroksida adalah sumber radikal sumber yang kuat, dan digunakan sebagai
inisiator polimerisasi, katalis, dan zat penvulkanisasi. Sifat fisik dikumil peroksida:
1. Ttitk lebur 39-410C 2. pH 5.7
3. Kelarutan larut dalam alkohol, keton, ester dan aromatik hidrokarbon
4. Berupa bubuk putih kristal
5. Titik didih 1300C
Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama.
Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagaizat ikat silang adalah ketahanannya baik
pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada
penghilangan warna pada produk akhir (Thitithammawong dik, 2007).
Gambar 2.4. Struktur Dikumil Peroksida
DKP terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan
dan dibawah pengaruh cahaya. DKP juga bereaksi keras dengan senyawa yang bertentangan (asam,
basa, zat pereduksi, dan logam berat). Sebaiknya DKP disimpan dalam kondisi temperatur kamar
2.6. Durian
Klasifikasi botani tanaman durian adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Berkeping Dua)
Ordo : Malvaceae
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus Murr
(Rukmana, 1996)
Tanaman durian adalah nama tumbuhan tropis dari Asia Tenggara, sekaligus nama
buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan
berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Durian termasuk dalam keluarga
Bombaceae, genus Durio yang kerabat dekat dengan kapuk randu.
Terdapat banyak nama lokal bagi durian. Nama terbanyak ditemukan di kalimantan,
yang mengacu pada berbagai varietas dan spesies yang berbeda. Durian di Jawa dikenal
sebagai duren dan kadu, Di Sumatera dikenal sebagai duriandan duren.
2.6.1. Morfologi
Durian merupakan pohon tahunan, pengguguran daun tidak tergantung musim tetapi ada saat
tertentu untuk menumbuhkan daun-daun baru yang terjadi setelah masa berbuah selesai.
Durian dapat tumbuh tinggi yang dapat mencapai ketinggian 25-50 m tergantung spesiesnya,
pohon durian sering memiliki banir (akar papan). Kulit batang berwarna cokelat kemerahan,
mengelupas tak beraturan. Tajuknya rindang dan renggang.
Daun berbentuk jorong hingga lanset 10-15 cm x 3, 4-5 cm, terletak berseling,
bertangkai, berpangkal lancip atau tumpul dan berujung lancip melandai, sisi atas berwarna
hijau terang, sisi bawah tertutup sisik-sisik berwarna perak atau keemasan.
Bunga (juga buahnya) muncul langsung dari batang (cauliflorous) atau
kuntum berbentuk tukal atau malai rata. Pada siang hari bunga menutup. Bunga ini
menyebarkan aroma wangi yang berasal dari kelenjar nektar di bagian pangkalnya.
Buah durian bertipe kapsul berbentuk bulat, bulat telur sehingga lonjong dengan
panjang 25 cm dan diameter hingga 20 cm. Kulit buahnya tebal, permukaannya bersudut
tajam berwarna hijau kekuning-kuningan, kecokelatan hingga keabu-abuan. Buah
berkembang setelah pembuahan memerlukan 4-6 bulan untuk pemasakan. Pada masa
pemasakan terjadi persaingan antarbuah pada satu kelompok sehingga hanya satu atau
beberapa buah yang akanmencapai kemasakan dan sisanya gugur. Pada umumnya berat buah
durian mencapai 1,5 hingga 5 kilogram.
Setiap buah memiliki lima ruang (awam menyebutnya “kamar”), yang menunjukkan
banyaknya daun buah yang dimiliki. Biji terbungkus oleh arilus (salut biji), yang biasa disebut sebagai „daging buah” durian) berwarna putih hingga kuning terang dengan ketebalan yang bervariasi namun pada kultivar unggul ketebalan arilus ini dapat mencapai 3m. Biji
dengan salut biji dalam perdagangan disebut pongge. Biji durian memiliki kandungan pati
cukup tinggi dan berpotensi sebagai pengganti makanan, bahan pengisi atau bahan pengikat.
2.6.2. Keanekaragaman
Durian sangat beranekaragam,di Indonesia tercatat ada 20 spesies anggota durian (Durio
zibethinus). Terdapat lebih dari 55 varietas/jenis durian budidaya dan ada 38 kultivar unggul
diperbanyak secara vegetatif.
Beberapa diantaranya:
a. „Gapu‟ dari Pancu, Kediri, Jawa Timur
b. „Hepe‟, bijinya kempis dengan daging tebal
c. „Ligit‟, dari kutai
d. „Selat‟, dari Jaluko, Muaro Jambi
2.6.3. Kandungan Biji Durian
Potensi dan kandungan nutrisi biji durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan
lainnya, terdapat manfaat dari bagian lainnya, yaitu: tanamannya sebagai pencegah erosi
dilahan-lahan yang miring, batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga, kayu
durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.
Biji durian memiliki kandungan karbohidratyang cukup tinggi sekitar 42,1% sehingga
berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan,sebagai bahan pengisi atau bahan
pengikat. Komposisi kimia biji durian per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Data Komposisi kimia biji durian per 100 gram:
Komposisi biji Biji durian
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)
2.7. Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi yang biasa terdapat di alam, baik sebagai
molekul-molekul yang relatif kecil (gula) maupun sebagai kesatuan yang besar sampai makromolekul-molekul
(polisakarida). Nama karbohidrat semula berasal dari rumus umum Cx(H2O)y, denganhidrat dari karbon, tetapi bentuk definisi sederhana ini tidak mencakup kelas karbohidrat yang luas
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana,
heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dalam berat molekul tinggi seperti pati, pektin,
selulosa, dan lignin. Polisakarida seperti pati banyak terdapat dalam serealia dan
umbi-umbian; selulosa dan pektin banyak terdapat dalam buah-buahan. Sumber karbohidrat utama
dalam bahan makanan kita adalah serealia dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam
beras 78,3%, jagung 72,4%, singkong 34,6%, dan talas 40% (Winarno, 1992).
Jenis-jenis karbohidrat sangat beragam dan mereka dibedakan satu dengan yang lain
berdasarkan susunan atom-atomnya, panjang/pendeknya rantai serta jenis ikatan akan
membedakan karbohidrat yang satu dengan yang lainnya.Dari
kompleksitasstrukturnyadikenal kelompok karbohidrat sederhana(seperti monosakarida dan
disakarida) dan karbohidrat dengan struktur yang kompleks atau polisakarida(seperti pati,
glikogen, selulosa dan hemiselulosa).
2.7.1. Pati
Pati merupakan karbohidrat, kandungan utama pada tanaman tingkat tinggi yang diproduksi
melalui fotosintesis dalam tanaman hijau. Pati diperoleh dalam seluruh organ tanaman tingkat
tinggi yang disimpan dalam biji, umbi, akar, dan jaringan batang tanaman sebagai cadangan
energi untuk masa pertumbuhan dan pertunasan. Selain sebagai bahan makanan pati juga
digunakan dalam non food, diantaranya perekat, detergen, dalam industri tekstil dan polimer.
Pati merupakan polisakarida yang dapat diperbaharui (renewable), mudah rusak (degradable)
dan harga murah. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung pada panjang rantai
atom C nya, apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya, untuk menganalisa adanya pati
menggunakan iodin, karena pati yang berikatan dengan iodin akan menghasilkan warna biru
(Winarno, 1998).
Pati digunakan dalam industri makanan baik sebagai komponen bahan makanan atau
dihidrolisis lebih lanjut dengan menggunakan glukosa. Pati juga digunakan untuk
menghasilkan kanji untuk kertas dan tekstil dan untuk diragikan menjadi alkohol (Cowd,
1991). Pati merupakan granula berwarna putih dengan diameter 2 – 100 μm, merupakan
polimer karbohidrat dari unit anhidroglukosa. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan
Gambar 2.5Struktur Amilosa
Sifat-sifat dari amilosa:
1. Ikatannya linear (lurus)
2. Larut dalam air dingin dalam batas tertentu
3. Ikatan antar molekul α.D. glukosa dihubungkan pada ikatan 1,4.
Gambar 2.6 Struktur Amilopektin (Satrohamidjojo, 2005)
Sifat-sifat dari amilopektin:
1. Ikatannya bercabang
2. Tidak larut dalam air dingin
3. Mempunyai berat molekul 60000 – 100000 (603– 104)
4. Ikatan antar molekul α.D. glukosa dihubungkan oleh ikatan 1,4 dan ikatan 1,6 pada
percabangan
2.8. Karakterisasi dan pengujian bahan polimer
Teknik karakterisasi bahan polimer mencakup teknik spektroskop, analisis termal, pengujian
mengkarakterisasi senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah. Karakterisasi yang
dilakukan untuk menganalisa campuran polimer yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisa sifat mekanik meliputi kekuatan tarik dan kemuluran, sifat termal
(DTA), SEM (Scanning Electron Microscopy), uji FTIR, uji biodegradable.
2.8.1. Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik ( t) menggunakan
alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan.
Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan,
spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan
dengan luas penampang semula (A0)
t = Fmaks /A0 ... (2.2)
selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah, sehingga
perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat , A0 / A = l / l0, dengan l dan l0 masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila didefinisikan besaran kemuluran ( ) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula ( = Δl / l0) maka diperoleh hubungan:
A = A0 / (l + ) ... (2.3)
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan,
yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang
disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan
karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah,
rapuh, atau liat (Basuki wirjosentono, 1995). Film hasil spesimen dengan ketebalan 0,2 mm
64 mm
33mm
19 mm 6 mm
25.5 mm
115 mm
Gambar 2.7 Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan
ASTM D – 638 – 72 – Type IV
Kedua ujung spesimen dijepit pada alat kemuluran kemudian dicatat perubahan panjang
(mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit.
2.8.2. Analisa Differential Thermal Analysis (DTA)
Termal analisis merupakan teknik untuk mengkarakterisasi sifat material yang dipelajari
berdasarkan respon material tersebut terhadap temperatur.Untuk menentukan sifat
termofisiknya metode yang biasa digunakan salah satunya adalah differential thermal
analysis (DTA).
Differential thermal analysis (DTA) adalah analisis termal yang menggunakan
referensi sebagai acuan perbandingan hasilnya, material referensi ini biasanya material inert.
Sampel dan material referensi dipanaskan secara bersamaan dalam satu tempat. Perbedaan
temperatur sampel dengan temperatur material referensi direkam selama siklus pemanasan
dan pendinginan.
DTA juga dapat didefinisikan sebagai teknik untuk merekap perbedaan temperatur
antara sampel material dengan material referensi terhadap waktu atau temperatur dimana
kedua spesimen diperlakukan dibawah temperatur yang identik didalam lingkungan
pemanasan atau pendinginan pada laju yang dikontrol. DTA sangat berguna untuk material
dengan dekomposisi yang cukup intensif seperti elastomer, material eksotermik.
Karakterisasi dengan menggunakan DTA banyak dilakukan oleh banyak peneliti
penelitian yang dilakukan oleh Grega Klancnik dkk, differential thermal analysis (DTA)
digunakan untuk mengetahui sifat thermodinamika dimana sifat tersebut akan dapat
memberitahukan mengenai perilaku material pada proses pemanasan yang berbeda serta pada
tekanan gas yang berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengujian DTA adalah:
1. Berat sampel
2. Ukuran partikel
3. Laju pemanasan
4. Kondisi atmosfir
5. Kondisi material itu sendiri
2.8.3. Analisa Sifat Permukaan dengan pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik.
Berkas elektron dengan diameter 5-10 mm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas
elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas
elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data
atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh
dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron
sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor
akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya
gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula
direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai konduktivitas rendah maka bahan perlu
adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas dan
paladium (Rusdi, 2008).
2.8.4. Analisa Spektrofotometer FTIR
Sistem analisa spektroskop infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam
mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merah (IR)
akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan
infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang
karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah
dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur
molekulnya (Hummel, 1985).
2.8.5. Analisa Kemampuannya Terurai di Alam dengan Uji Biodegradabel
Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan : pengamatan visual,
perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran pengurangan berat (penentuan
polimer residu), konsumsi O2 dan perubahan CO2 penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan agar), penurunan densitas optik, penurunan ukuran
partikel, dan penentuan asam bebas.
Standarisasi uji biodegradasi terbagi berdasarkan lingkungan uji yakni:
a. Pengujian kompos
b. Pengujian biodegradasi anaerobik
c. Pengujian biodegradasi di tanah (Müller, 2005)
Biodegradasi plastik dipengaruhi oleh karakteristik polimer, tipe organisme, dan
perlakuan awal. Karakteristik polimer tersebut meliputi mobilitas, kristalinitas, taksititas,
berat molekul, tipe gugus fungsi, bahan pemlastis, atau bahan tambahan yang ditambahkan
dalam polimer (Rachmi, 2012). Analisis pengujian sifat biodegradabilitas pada plastik
komposit dengan dua cara pendekatan yaitu secara kuantitatif dengan reaksi enzimatis
(penambahan enzim alfa amilase dan selulase) dan secara kualitatif penanaman pada cawan
agar yang diinokulasikan dengan kapang penicillium sp dan asperagillus niger (Widyasari,
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Saat ini, ada banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan diantaranya
adalah berbagai jenis plastik, kertas, gelas, fibreboard, aluminium (Syamsir, 2008). Secara
garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yakni plastik yang bersifat
termoplastik dan termoset. Termoplastik dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses
menjadi bentuk lain sedangkan jenis termoset apabila telah mengeras maka tidak dapat
dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan sehari-hari adalah bentuk
termoplastik, seiring dengan perkembangan teknologi kebutuhan plastik terus meningkat
(Amin, S, 2011).
Namun, penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan
lingkungan, yaitu tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat diuraikan secara alami oleh
mikroba di dalam tanah sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang menyebabkan
pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan.
Dewasa ini, penggunaan material komposit sudah banyak dikembangkan dalam dunia
industri manufaktur. Material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang
kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu material komposit yang
diharapkan di dunia industri yaitu material komposit dengan material pengisi (filler) baik
yang berupa serat alami maupun serat buatan. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan
serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan sifat spesifik
yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati
kebutuhan (Jones, 1975).
Telah dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan suatu
material komposit yang bersifat biodegradabel seperti yang dilakukan oleh (Clemons, 2003)
yang membuat suatu material komposit dengan menggabungkan material plastik
polipropilena dengan selulosa yang dicampurkan kemudian diproduksi dengan dua cara yaitu
dicetak tekan dengan sistem penyuntikan bahan matriks polipropilena (PP) untuk
menghasilkan suatu komposit biodegradabel. Selulosa dipilih sebagai bahan pengisi karena
cetak tekan dan metode penyuntikan didapatkan penurunan sifat elastisitas dengan kenaikan
persentase selulosa. Pada hasil metode penyuntikan matriks, didapatkan hasil yang lebih baik
pada uji permukaan yang dilakukan, karena susun selulosa lebih teratur dibanding pada
metode cetak tekan.
Biji durian merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi (42,1%) sehingga
berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan, bahan pengisi atau bahan pengikat.
Rahmi (2012) meneliti tentang pembuatan papan komposit biodegradable dari α
-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum officinarum) dan polipropilena dengan
menggunakan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen
ikat silang, Dimana dapat disimpulkan memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik. Dari
analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel menunjukkan laju
persentase biodegradasi dari komposit biodegradabel ini adalah paling tinggi yakni dalam
tanah sampah, yang didukung data spektra FTIR setelah biodegradasi yang menunjukkan
melemahnya ikatan kimia yang ada pada komposit biodegradabel ini.
Dari uraian tersebut diatas, untuk mengubah sifat non polar polipropilena menjadi
bersifat polar dan meningkatkan nilai tambah biji durian sebagai bahan pengisi serta cara
untuk mengatasi masalah akibat tumpukan sampah plastik yang tidak dapat terurai oleh
tanah, maka dari itu penulis berkeinginan membuat komposit terbiodegradasikan dengan
menggunakan polipropilena yang di-grafting dengan maleat anhidrida dan menggunakan
tepung biji durian sebagai bahan pengisi (filler) untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanis
dari bahan komposit terbiodegradasikan.
1.2.Permasalahan
Bagaimanakah karakteristik dari komposit terbiodegradasikan dengan menggunakan
polipropilena yang digrafting dengan maleat anhidrida, dan berapakah variasi berat
optimumnya untuk menghasilkan bahan komposit terbiodegradasikan yang memiliki
karakteristik meliputi: sifat mekanik, sifat termal, degradabilitas, morfologi bentuk yang
1.3.Pembatasan Masalah
1. Bahan polimer yang digunakan adalah polipropilena isotaktik yang di-grafting dengan
maleat anhidrida.
2. Dalam penelitian ini pada proses grafting digunakan perbandingan PP : MA : DKP
yaitu : 95% : 3% : 2%.
3. Pembuatan komposit terbiodegradasikan dilakukan dengan metode kempa tekan (hot
press).
1.4.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik Komposit Terbiodegradasikan dari Tepung Biji
Durian, Polipropilena dan Polipropilena tergrafting Maleat Anhidrida.
2. Menemukan cara untuk mengurangi limbah biji durian dan dapat meningkatkan nilai
tambah biji durian serta sebagai bahan alternatif yang dapat digunakan untuk
pembuatan komposit terbiodegradasikan.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diinginkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai karakterisasi komposit terbiodegradasikan dari polipropilena,
polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan tepung biji durian dan dapat mendorong
munculnya pemikiran mengenai cara menyelamatkan lingkungan melalui pembuatan bahan
komposit terbiodegradasikan yang dapat terurai di alam sehingga dapat mengurangi dampak
polusi dari plastik konvensional.
1.6.Metodologi Penelitian
Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Ada beberapa tahapan penelitian.
1. Dalam penelitian ini biji durian yang digunakan yaitu biji durian (Durio zibethinus