• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kemampuan Bentonit untuk Dekolorisasi Limbah Cair yang Mengandung Melanoidin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kemampuan Bentonit untuk Dekolorisasi Limbah Cair yang Mengandung Melanoidin"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN

Oleh

RIPTO WIDARGO F 28.1340

1996

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Ripto Widargo. F 28.1340. Kajian Kemampuan Bentonit untuk Ockoiorisasl Limbah Cair yang mcngandung Melanoidin. Oibawah bimbingan Muhammad Romli dan Muslich.

RINGKASAN

Melanoidin merupakan penyebab warna coklat kehitaman pada molases yang dihasilkan dari industri pembuatan gula dan ektraksi etanol dengan destilasi. Bila limbah cair molases yang mengandung melanoidin dibuang di perairan bebas. akan menyebabkan BOD dan COO meningkat dan menimbulkan warna coklat. Oalam penelitian ini benton it digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan warn a melanoidin secara adsorpsi.

Penelitian dilakukan terdiri dari dua tahap. yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu kontak optimal dan isoterm Freundlich adsorpsi masing-masing adsorben bentonit terhadap melanoidin sintetis. Melanoidin sintetis yang digunakan terbuat dari eampuran antara Glukosa ; Glisin ; Na2CO] (6 : 2.2 : 1.8) dengan perbandingan konsentrasi masing-masing l: l: 0.5 molar. sedangkan penelitian utama dilakukan pada sebuah kolom adsorpsi berukuran diameter 2.5 em dan bed adsorben setinggi 2 em. Ukuran mesh hed adsorben pada kolom adsorpsi untuk Koleang dan Kebon Awi adalah 8 mesh. Tonsil dan arang aktif masing-masing sebesar 200 dan 300 mesh. Debit influen melanoidin sintetis (60 gil) untuk Koleang dan Kebon Awi masing-masing sebesar 1.23 mllmenit. Tonsil dan arang aktif masing-masing sebesar 0.15 dan 0.13 mllmenit.

(3)

FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN KEMAMPUAN

BENTON IT

UNTUK

DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG

MELANOIDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RIPTO WIDARGO F 28.1340

Dilahirkan pada Tanggal19 Desember 1972 diBogor

Disetujui,

Bogor, Oktober 1996

0'

...

o·!

- " \'"" (J) ,

Ir. Muslich .,'.< .. セ@ セ@ '.Ir. Muhammad Romli, MSc

Dosen Pembimbing

1)'''<> , ,

.' ..

Dosen Pembimbing I '. \ «"-t .... セセセL|LGセ|ャNLセ@
(4)

"'":::----KAT A PENGANT AR

I'uji syukur dipanjatkan kepada Allah S.W.T. atas segal a Rahmat dan Karunia-Nya

sehingga penuIis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Skripsi ini ditulis berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

Institut Pertanian Bogor selama tujuh bulan (Januari sid Juli 1996).

Penyusunan skripsi ini tidak teriepas dari batuan semua pihak. Untuk itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

I. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materil.

2. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing

penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Muslich sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti sebagai dosen penguJI yang telah banyak memberikan

masukan untuk penulisan skripsi ini.

5. Ir. Tika Kartika yang selalu memberikan perhatian. nasehat. semangat dan dorongan.

6. Ir. Arief, Iwan Ramos, Ir. Sujudi, Ir. Eki, Ir. Rio. Ir. Ozi. Ir. Aldo, Sulis, Iskandar dan

rckan-rekan di YYZ.

7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu seeara langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Kritik dan saran yang konstruktif diperlukan untuk penyempurnaan penyusunan

skripsi ini. karella penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Scmoga

skripsi ini berguna bagi penulis dan bagi semua yang memeriukanllya.

(5)

KATA PENGANTAR ..

OAFTAR GAMBAR ..

DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN II III IV PENDAHULUAN ..

A LATAR BELAKANG ..

B. TUJUAN ... .

TINJAUAN PUSTAKA

A BENTONIT.

B. MELANOIDIN

c.

KONSEP ADSORPSI ... . D. PENANGANAN LlMBAH CAIR ..

BAHAN DAN METODE ..

A BAHAN DAN ALA T ...

1. Bahan ...

2. Alat.. . ... .

B. METODE PENELITIAN ....

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Melanoidin ..

b. Penetapan Kurva Standar Konsentrasi Melanoidin ..

c Penentuan waktu kontak ..

d Penentuan nilai K,dan 1/n ...

2. Penelitian Utama ..

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A PENELITIAN PENDAHULUAN ... .

1. Penentuan Waktu Kontak Optimal ..

2. Penentuan Nilai K, dan 1/n ..

B. PENELITIAN UTAMA.

1. Kondisi Operas; ..

2. Waktu Kontak ...

3. Volume dan Konsentrasi pad a saat Breakpoint ..

(6)

4. Estlmasl Blaya Operasi dan Kebutuhan Bentonlt Minimum pada

Sistem Kolom Adsorpsi dengan Debit 1 m3/meniL ..

v

KESIMPULAN DAN SARAN ..

A KESIMPULAN.

B. SARAN ..

DAFTAR PUSTAKA ....

LAMPIRAN

111

35

37

37

(7)

Halaman Gambar 1. Skema reaksi browning non enzimatik dalam pembentukan

melanoid in .. 6

Gambar 2. Kurva hubungan antara waktu kontak dan konsentrasi

akhir yang dicapai . 8

Gambar 3. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi Fixed Bed ... 11

Gambar 4. Kurva adsorpsi bentonitjenis Tonsil terhadap melanoidin .. 19

Gambar 5 Kurva adsorpsi bentonit jenis Koleang terhadap melanoidin .... 19

Gambar 6. Kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon Awi terhadap melanoidin 20

Gambar 7. Kurva adsorpsi Arang aktif terhadap melanoidin . 20

Gambar 8. Kurva Isoterm Freundlich untuk berbagai adsorben. 23

Gambar 9. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci ... 27

Gambar 10 Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci .. 27

Gambar 11 Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci.. 29

Gambar 12. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci 29

Gambar 13. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci . 33

Gambar 14. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi benton it Kebon Awi

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci ... 33

Gambar 15. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil

sebagai hubungan antara volume efiuen dan rasio Ce/Ci 34

Gambar 16. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci. 35

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimiawi dan komponen mineral benton it Koleang dan

セセョセゥ@ ... 3

Tabel 2. Pendekatan formula empirik melanoid in . 7

Tabel 3. Nilai K, dan 1/n berbagai adsorben ... 22

Tabel 4 Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi berbagai bed adsorben .... 25

Tabel 5. Kemampuan adsorpsi maksimum dan breakpoint waktu.. 26

Tabel 6. Nilai Vb dan Cb berbagai adsorben pada sistem kolom adsorpsi.. 31

Tabel 7. Estimasi kebutuhan adsorben, biaya dan dimensi kolom adsorpsi pad a konsentrasi awal 60 g/l dan debit 1 m3/menit

(1440 m3/hari) tanpa regenerasi adsorben. 36

(9)

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Penentuan panjang gelombang (i.) berdasarkan persen transmiten dan adsorbansi bagi Melanoidin ..

Kurva standar konsentrasi melanoidin.

Evaluasi waktu kontak berdasarkan persen dekolorisasi ... .

Uji statistik terhadap evaluasi waktu kontak .... .

Data penentuan Isoterm Freundlich .. ... .

Data hasil pengukuran kolom adsorpsi berbagai adsorben ..

Halaman

41

42

43

44

46

47

Estimasi dimensi kolom, kebutuhan adsorben dan biaya pad a debit 1

m'/meniL 49

Metoda penelitian pendahuluan untuk penentuan waktu kontak

セゥュオュ@ ... 55

Desain kolom adsorpsi yang dlgunakan untuk memucatkan

melanoidin... 56

(10)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Molases merupakan produk sampingan dari proses pembuatan gula. rum

dan ekstraksi alkohol dengan destilasi. Warna coklat kehitaman pada molases

merupakan komponen melanoidin. Melanoidin merupakan komponen yang

terbentuk dari reaksi non-enzymatic Maillard antara gula dan asam amino.

Apabila molases dibuang ke perairan bebas akan menyebabkan tingginya nilai

COD dan BOD perairan tersebut. Pembuangan molases ke permran Juga

menyebabkan penampakan fisik warna air yang tidak dikehendaki.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghilangkan warna

meianoidin melaiui degradasi biologis. Penanganan iimbah cair secara biologis

hanya mampu l11enurunkan warna limbah cair molases hingga 18 persen (Nugraha.

1995). Dalam proses pemucatan terhadap komponen warna tertentu. biasanya

digunakan arang aktiC namun bentonit diketahui memiliki sifat menyerap terutama

jcnis yang tidak l11engembang dalam air (non swelling). Dalam penelitian ini

bentonit jenis Koieang. Kebon Awi dan Tonsil digunakan untuk menghilangkan

kOl11ponen warna melanoidin l11elalui mekanisl11e adsorpsi.

Penelitian dilakukan untuk menilai kcmampuan bcntonit. terutama Jellls

Koleang. Kebon Awi dan Tonsil dalam mengadsorpsi warna pad a melanoidin.

Untuk keperiuan anal isis. digunakan melanoidin sintetis yang terbuat dari

campuran antara I molar glukosa.

perbandingan 6 : 2.2 : 1.8 dalam

molar glisin dan 0.5 molar Na2CO, dengan

liter larutan. Call1puran terse but kel11udian

diotoklaf selama 3 jam dan didialisis selama empat hari dengan air bebas Ion.

(11)

LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN

Oleh

RIPTO WIDARGO F 28.1340

1996

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Ripto Widargo. F 28.1340. Kajian Kemampuan Bentonit untuk Ockoiorisasl Limbah Cair yang mcngandung Melanoidin. Oibawah bimbingan Muhammad Romli dan Muslich.

RINGKASAN

Melanoidin merupakan penyebab warna coklat kehitaman pada molases yang dihasilkan dari industri pembuatan gula dan ektraksi etanol dengan destilasi. Bila limbah cair molases yang mengandung melanoidin dibuang di perairan bebas. akan menyebabkan BOD dan COO meningkat dan menimbulkan warna coklat. Oalam penelitian ini benton it digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan warn a melanoidin secara adsorpsi.

Penelitian dilakukan terdiri dari dua tahap. yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu kontak optimal dan isoterm Freundlich adsorpsi masing-masing adsorben bentonit terhadap melanoidin sintetis. Melanoidin sintetis yang digunakan terbuat dari eampuran antara Glukosa ; Glisin ; Na2CO] (6 : 2.2 : 1.8) dengan perbandingan konsentrasi masing-masing l: l: 0.5 molar. sedangkan penelitian utama dilakukan pada sebuah kolom adsorpsi berukuran diameter 2.5 em dan bed adsorben setinggi 2 em. Ukuran mesh hed adsorben pada kolom adsorpsi untuk Koleang dan Kebon Awi adalah 8 mesh. Tonsil dan arang aktif masing-masing sebesar 200 dan 300 mesh. Debit influen melanoidin sintetis (60 gil) untuk Koleang dan Kebon Awi masing-masing sebesar 1.23 mllmenit. Tonsil dan arang aktif masing-masing sebesar 0.15 dan 0.13 mllmenit.

(13)

FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN KEMAMPUAN

BENTON IT

UNTUK

DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG

MELANOIDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RIPTO WIDARGO F 28.1340

Dilahirkan pada Tanggal19 Desember 1972 diBogor

Disetujui,

Bogor, Oktober 1996

0'

...

o·!

- " \'"" (J) ,

Ir. Muslich .,'.< .. セ@ セ@ '.Ir. Muhammad Romli, MSc

Dosen Pembimbing

1)'''<> , ,

.' ..

Dosen Pembimbing I '. \ «"-t .... セセセL|LGセ|ャNLセ@
(14)

"'":::----KAT A PENGANT AR

I'uji syukur dipanjatkan kepada Allah S.W.T. atas segal a Rahmat dan Karunia-Nya

sehingga penuIis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Skripsi ini ditulis berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

Institut Pertanian Bogor selama tujuh bulan (Januari sid Juli 1996).

Penyusunan skripsi ini tidak teriepas dari batuan semua pihak. Untuk itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

I. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materil.

2. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing

penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Muslich sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti sebagai dosen penguJI yang telah banyak memberikan

masukan untuk penulisan skripsi ini.

5. Ir. Tika Kartika yang selalu memberikan perhatian. nasehat. semangat dan dorongan.

6. Ir. Arief, Iwan Ramos, Ir. Sujudi, Ir. Eki, Ir. Rio. Ir. Ozi. Ir. Aldo, Sulis, Iskandar dan

rckan-rekan di YYZ.

7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu seeara langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Kritik dan saran yang konstruktif diperlukan untuk penyempurnaan penyusunan

skripsi ini. karella penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Scmoga

skripsi ini berguna bagi penulis dan bagi semua yang memeriukanllya.

(15)

KATA PENGANTAR ..

OAFTAR GAMBAR ..

DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN II III IV PENDAHULUAN ..

A LATAR BELAKANG ..

B. TUJUAN ... .

TINJAUAN PUSTAKA

A BENTONIT.

B. MELANOIDIN

c.

KONSEP ADSORPSI ... . D. PENANGANAN LlMBAH CAIR ..

BAHAN DAN METODE ..

A BAHAN DAN ALA T ...

1. Bahan ...

2. Alat.. . ... .

B. METODE PENELITIAN ....

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Melanoidin ..

b. Penetapan Kurva Standar Konsentrasi Melanoidin ..

c Penentuan waktu kontak ..

d Penentuan nilai K,dan 1/n ...

2. Penelitian Utama ..

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A PENELITIAN PENDAHULUAN ... .

1. Penentuan Waktu Kontak Optimal ..

2. Penentuan Nilai K, dan 1/n ..

B. PENELITIAN UTAMA.

1. Kondisi Operas; ..

2. Waktu Kontak ...

3. Volume dan Konsentrasi pad a saat Breakpoint ..

(16)

4. Estlmasl Blaya Operasi dan Kebutuhan Bentonlt Minimum pada

Sistem Kolom Adsorpsi dengan Debit 1 m3/meniL ..

v

KESIMPULAN DAN SARAN ..

A KESIMPULAN.

B. SARAN ..

DAFTAR PUSTAKA ....

LAMPIRAN

111

35

37

37

(17)

Halaman Gambar 1. Skema reaksi browning non enzimatik dalam pembentukan

melanoid in .. 6

Gambar 2. Kurva hubungan antara waktu kontak dan konsentrasi

akhir yang dicapai . 8

Gambar 3. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi Fixed Bed ... 11

[image:17.608.105.504.129.545.2]

Gambar 4. Kurva adsorpsi bentonitjenis Tonsil terhadap melanoidin .. 19

Gambar 5 Kurva adsorpsi bentonit jenis Koleang terhadap melanoidin .... 19

Gambar 6. Kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon Awi terhadap melanoidin 20

Gambar 7. Kurva adsorpsi Arang aktif terhadap melanoidin . 20

Gambar 8. Kurva Isoterm Freundlich untuk berbagai adsorben. 23

Gambar 9. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci ... 27

Gambar 10 Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci .. 27

Gambar 11 Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci.. 29

Gambar 12. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif

sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci 29

Gambar 13. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci . 33

Gambar 14. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi benton it Kebon Awi

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci ... 33

Gambar 15. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil

sebagai hubungan antara volume efiuen dan rasio Ce/Ci 34

Gambar 16. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif

sebagai hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci. 35

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimiawi dan komponen mineral benton it Koleang dan

セセョセゥ@ ... 3

Tabel 2. Pendekatan formula empirik melanoid in . 7

Tabel 3. Nilai K, dan 1/n berbagai adsorben ... 22

Tabel 4 Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi berbagai bed adsorben .... 25

Tabel 5. Kemampuan adsorpsi maksimum dan breakpoint waktu.. 26

Tabel 6. Nilai Vb dan Cb berbagai adsorben pada sistem kolom adsorpsi.. 31

Tabel 7. Estimasi kebutuhan adsorben, biaya dan dimensi kolom adsorpsi pad a konsentrasi awal 60 g/l dan debit 1 m3/menit

(1440 m3/hari) tanpa regenerasi adsorben. 36

(19)

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Penentuan panjang gelombang (i.) berdasarkan persen transmiten dan adsorbansi bagi Melanoidin ..

Kurva standar konsentrasi melanoidin.

Evaluasi waktu kontak berdasarkan persen dekolorisasi ... .

Uji statistik terhadap evaluasi waktu kontak .... .

Data penentuan Isoterm Freundlich .. ... .

Data hasil pengukuran kolom adsorpsi berbagai adsorben ..

Halaman

41

42

43

44

46

47

Estimasi dimensi kolom, kebutuhan adsorben dan biaya pad a debit 1

m'/meniL 49

Metoda penelitian pendahuluan untuk penentuan waktu kontak

セゥュオュ@ ... 55

Desain kolom adsorpsi yang dlgunakan untuk memucatkan

melanoidin... 56

(20)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Molases merupakan produk sampingan dari proses pembuatan gula. rum

dan ekstraksi alkohol dengan destilasi. Warna coklat kehitaman pada molases

merupakan komponen melanoidin. Melanoidin merupakan komponen yang

terbentuk dari reaksi non-enzymatic Maillard antara gula dan asam amino.

Apabila molases dibuang ke perairan bebas akan menyebabkan tingginya nilai

COD dan BOD perairan tersebut. Pembuangan molases ke permran Juga

menyebabkan penampakan fisik warna air yang tidak dikehendaki.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghilangkan warna

meianoidin melaiui degradasi biologis. Penanganan iimbah cair secara biologis

hanya mampu l11enurunkan warna limbah cair molases hingga 18 persen (Nugraha.

1995). Dalam proses pemucatan terhadap komponen warna tertentu. biasanya

digunakan arang aktiC namun bentonit diketahui memiliki sifat menyerap terutama

jcnis yang tidak l11engembang dalam air (non swelling). Dalam penelitian ini

bentonit jenis Koieang. Kebon Awi dan Tonsil digunakan untuk menghilangkan

kOl11ponen warna melanoidin l11elalui mekanisl11e adsorpsi.

Penelitian dilakukan untuk menilai kcmampuan bcntonit. terutama Jellls

Koleang. Kebon Awi dan Tonsil dalam mengadsorpsi warna pad a melanoidin.

Untuk keperiuan anal isis. digunakan melanoidin sintetis yang terbuat dari

campuran antara I molar glukosa.

perbandingan 6 : 2.2 : 1.8 dalam

molar glisin dan 0.5 molar Na2CO, dengan

liter larutan. Call1puran terse but kel11udian

diotoklaf selama 3 jam dan didialisis selama empat hari dengan air bebas Ion.

(21)

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kemampuan bentonit jenis Koleang,

Kebon Awi dan Tonsil untuk mengadsorpsi warna pada limbah cair yang

mengandung melanoidin dan melakukan estimasi terhadap biaya preparasi

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BENTON IT

Bentonit adalah nama perdagangan untuk sejenis lempung yang

mengandung lebih dari 85 persen mineral monmorilonit (Grim, 1968). Rumus

kimia penyusun monmorillonite adalah AI203.4Si02.5H20.

Bentonit adalah sejenis tanah pemucat yang mempunyai sifat daya serap

yang aktif baik dalam bentuk alami maupun setelah proses pengaktifan.

Berdasarkan teori Davis dan Messer, keaktifan suatu tanah pemucat tergantung

dari rasio Si02 dengan A1203. Bila rasio itu cukup besar maka daya serapnya

semakin besar. Selain itu tanah pemucat yang baik adalah tanah yang tidak

mengandung garam-garaman yang lamt dalam air serta mempunyai derajat

keasaman sekitar pH 6.5 - 7.5. Komposisi kimia dan komposisi mineral bentonit

Koleang dan Kebon Awi disajikan pada Tabel 1.

Tabel I. Komposisi kimiawi dan komponen mineral bentonit Koleang dan Kebon Awi *.

Jenis Bentonit Komposisi kimiawi -(persen) Komponen mineral

Si02 AI203

Koleang 58.55 20.30 Montmoril1onite, Kuarsa

Kebon Awi 52.7 25.15 Montmoril1onite. Kuarsa. Mika dan Kristoballite

*Wldlastutl, (1995).

Komposisi monmorilonit berbeda dari bentonit yang satu dengan yang

lainnya, kandungan elemennya tergantung pada proses terbentuknya di alam.

(23)

I. Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan tergantung

dari j enis dan fragmen mineral yang dikandungnya.

2. Bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah terasa seperti sabun, mudah

menyerap air dan dapat dipakai sebagai penukar ion (ion exchange).

3. Beratjenis bentonit berkisar antara 2.4 - 2.8 g/cm3 (Anonim, 1987).

Menurut Anwar et aI., (1983), bentonit pada umumnya dapat digolongkan

dalam dua jenis :

I. lenis yang volumenya tidak mengembang di dalam air, atau disebut Ca-Mg

bentonit. Bentonit ini digunakan sebagai pengisap dan zat pembawa dan zat

pemisah dalam penghilangan minyak bumi, zat pemutih (penghilang warna).

2. lenis yang volumenya dapat mengembang di dalam air, atau disebut sebagai

Na-bentonit yang digunakan sebagai lumpur pembilas dalam pengeboran.

Jenis kalsium-magnesium bentonit mengandung relatif lebih banyak IOn

Mg dan Ca dibanding ion Na, sifatnya dapat menyerap air (tidak membentuk

suspensi) dan pH-nya adalah sekitar 4 - 7. Natrium bentonit mengandung relatif

lebih banyak ion Na dibandingkan ion Mg dan Ca. Suspensi dari bentonit ini

didalam air mempunyai kisaran pH antara 8.5 - 9.8 (Anonim, 1987).

Aktivasi dilakukan terhadap bentonit untuk mengurangi kadar air, sehingga

diharapkan daya serap bentonit optimal. Kondisi suhu aktivasi dengan

pemanasan yang optimal untuk bentonit dari jenis Koleang adalah 50°C selama 4

jam, sedangkan untuk jenis yang berasal dari Kebon Awi pada suhu 200°C

selama 6 jam. Proses aktivasi meningkatkan kandungan silika bentonit Koleang

dari 58.55 persen menjadi 60.50 persen, dan bentonit Kebon Awi dari 52.70

persen menjadi 55.95 persen (Widiastuti, 1995).

Bahan yang dapat dipakai sebagai adsorben dalam khromatografi

cairan-padatan tidak banyak dan yang paling dikenal adalah silika gel (.')i02) dan

alumina HaャャoセN@ Daya adsorpsi dari bahan tergantung dari sifat kimia

(24)

5

Aktivitas alumina dapat diatur dengan mengubah kandungan airnya. Adsorben

ini dapat dikeringkan selama 5 jam pada suhu 3600

C dan membiarkan bahan

kering ini menyerap sejumlah tertentu air (Nur dan Adijuwana, 1989).

B. MELANOIDIN

Melanoidin adalah suatu senyawa organik yang terbentuk dari reaksi non-enzymatic Maillard antara gula dan asam amino. Melanoidin sintetis dibuat dengan melarutkan I molar glukosa, I molar glisin dan 0.5 molar Na2CO]

dengan perbandingan 6: 2.2 : 1.8 dalam I liter air bebas ion dan diotoklaf

selama 3 jam. Melanoidin adalah senyawa turunan dari asam amino yang

memiliki sifat asam yang disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil enolie dan gugus karboksil (Davidek et aI., 1990).

Pembentukan pigmen coklat dan melanoidin pertama kali ditemukan oleh

ahli kimia Prancis Louis Maillard pada tahun 1912 dengan memanaskan larutan

yang mengandung glukosa dan asam amino lisin. Reaksi tersebut melibatkan

gugus amino dan gugus karbonil yang biasa terdapat pada bahan pangan. Secara

umum reaksi pembentukan melanodin dapat dilihat pada Gambar I. (Eskin,

1990).

Struktur kimia dan karakteristik melanoidin secara lengkap dan pasti belum

diketahui, untuk kebutuhan anal isis digunakan melanoidin sintetis yang telah

diketahui bermuatan negatif, memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air, non

volatil dan memiliki adsorpsi maksimum pada panjang gelombang 297 nm.

Rumus empirik melanoidin tergantung dari komponen pembentuknya dapat

tampak pada Tabel2. (Migo et aI., 1993b).

Sifat secara kimiawi dan fisiologi, melanoidin merupakan senyawa yang

(25)

AldosaJ

N-Substitutedl glycosylamin".J

-H 0 Amadori

+ senyawa 。セゥョッ@

2 rearrangement

1-amino-1-

I

、・ックケMRMォ・エッウセ@

/ H , o

1

-2H,o

I

Schiffs base of

l

HMF atau furfura!J reduktones

fission products (acetol, diacetyl, pyruvaldehyde, etc) .

-senyawa amino + H20

+2 H

-2 H

gula

I

i」Mh」」mM」f]M。Mエ。MオMlセ@

! furfural...J

I ,

I

dehydroreductones

I

I I

/

+ senyawa amino

\

aldols dan polimer bebas N i

+ senyawa amino

+ senyawa amino

L.. _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

strecker degradation

a5am alfa-amin

- CO,

aldehida

+ senyaw

amino

+ senyawa amino

!

melanoid ins I

: brown nitogenous polymers dan copolymers ;

L ______________ . ________ _

[image:25.600.100.520.104.652.2]
(26)

7

merupakan hasil dari reaksi antara gula dengan gugus karbonil yang mengandung

asam amino melalui ikatan nitrogen (Davidek et aI., 1990).

Tabel 2. Pendekatan formula empiris melanoidin.

Struktur kimia empiris Sumber melanoidin

C6H6402N(CH2)(C02H)05 GIukosa : Glisin

=

I : 10

(CnHI3sN057lJO.6 I M Glukosa : I M Glisin : 0.2 M Natrium bikarbonat (6 : 3 : 1)

C I7_IS H26_2701ON Dialisis molases tebu

C. KONSEP ADSORPSI

Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan

bahan tedarut dalam suatu sistem larutan pada bagian interface (antar-muka)

yang bersesuaian. Antar muka tersebut dapat berupa antara cairan dan gas,

padatan atau cairan lainnya. Tahapan proses adsorpsi terdiri dari 3 tahapan ; makrotransport, mikrotransport dan sorpsi. Makrotransport melibatkan gerakan

bahan organik ke lapisan antar permukaan padatan-Iarutan melalui difusi.

Mikrotransport melibatkan mekanisme difusi bahan organik melewati sistem

makropori ke bidang adsorpsi pada permukaan granula adsorben. Tahapan

terakhir adalah sorpsi, apabila laju sorpsi sama dengan laju desorpsi maka

kesetimbangan adsorpsi telah dicapai (Metcalf dan Eddy, 1991).

Adsorpsi secara umum dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu secara

fisik, kimiawi dan adsorpsi pertukaran ion (exchange adsorpsion). Adsorpsi secara fisik disebabkan oleh gaya tarik yang lemah atau gaya Van der Walls

antara kedua molekul. Molekul yang diadsorpsi bebas bergerak di sekitar

permukaan adsorben. Adsorpsi secara fisik umumnya bersifat reversibel,

(27)

normal senyawa yang diadsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan adsorben

pada ketebalan tertentu. Sifat molekul yang diadsorpsi tidak dapat bergerak

bebas dari sisi yang satu ke sisi yang lain dari permukaan adsorben, bila

permukaan adsorben diselubungi oleh lapisan molekul sejenis (monomoleculer), maka kapasitas adsorben telah mencapai jenuh. Adsorpsi kimiawi seperti ini

jarang bersifat reversibel. Exchange adsorpsion merupakan mekanisme adsorpsi yang disebabkan oleh gaya tarik listrik antara adsorbat dan adsorben. proses

penukaran ion merupakan salah satu bentuk Exchange adsorpsion. Ion dari substansi adsorbat mengumpul pada permukaan melalui gaya elektrostatik

terhadap muatan listrik yang berbeda. Ion dengan muatan yang lebih besar

seperti halnya ion trivalen akan memiliki gaya tarik listrik yang lebih besar bi la

dibanding ion yang muatannya lebih kecil terhadap muatan yang berbeda

(Sawyer and McCarty, 1978).

Waktu kontak untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi pertama kali harus

dievaluasi. Evaluasi awal dengan menguji waktu kontak 24 jam. apabila nilai

kesetimbangan setelah 2 jam waktu kontak lebih besar 90 persen dari nilai waktu

kontak 24 jam, maka waktu kontak 2 jam dapat digunakan sebagai acuan

lamanya kontak. Hubungan antara waktu kontak dan konsentrasi akhir adsorbat

yang dicapai dapat dilihat pada Gambar 2. (Eckenfelder, 1989).

Konsentrasi akhir adsorbat (persen)

o

'---t----i'---t-I t

-Waktu kontak

(28)

9

lumlah adsorbat yang diserap oleh adsorben merupakan fungsi dari

konsentrasi adsorbat dan suhu. Umumnya jumlah bahan yang diserap dihitung

sebagai fungsi dari konsentrasi pada temperatur tetap. Secara matematik oleh

Freundlich telah dikembangkan dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

(x/m) = Kf . el/n

dim ana :

x

=

jumlah zat yang diadsorpsi (gram)

m

=

jumlah adsorben (gram)

e

= konsentrasi zat yang terlarut sisa setelah proses adsorpsi

pada keadaan setimbang (gram/liter)

Kf (l/gram) dan lin adalah konstanta empiris

(Metcalf dan Eddy, 1991).

N ilai Kr berhubungan dengan kapasi tas adsorpsi, dan lin merupakan indikator dari intensitas adsorpsi. Menurut Eckenfelder (1981) kegunaan isoterm

Freundlich adalah memberikan informasi cukup penting, antara lain:

I. memberikan gambaran mengenai adsorbilitas atau afinitas relatif suatu

komponen adsorben tertentu

2. jumlah adsorben yang dibutuhkan pada pencapaian kesetimbangan adsorpsi

3. untuk mengetahui derajat penyerapan adsorben pada saat pencapaian

kesetimbangan adsorpsi.

Selanjutnya dikatakan bahwa isoterm Langmuir lebih teoritis bila

digunakan dalam adsorpsi pada fasa gas. kadang-kadang dipergunakan dalam

aplikasi terhadap penanganan limbah. Rumusan yang paling umum digunakan

untuk adsorpsi adalah isoterm Freundlich.

Kapasitas adsorpsi pada saat tepat akan jenuh (x/m)b pada skala penuh dari

sistem kolom adsorpsi tunggal dapat diasumsikan mendekati 25 sampai 50 persen

(29)

jenuh diketahui, maka waktu breakthrough (tb) dapat dihitung dengan asumsi

konsentrasi influen tetap dan kenaikan konsentrasi efluen linier sampai pada

konsentrasi breakthrough (Cb) sebagai berikut :

(Xlm)bM tb=

-Q[(Ci - Cb I 2)]

dimana:

(Xlm)b isoterm Freundlich bagi adsorben (gIg)

Q

=

laju alir influen yang masuk ke kolom (ml/menit)

tb

=

waktu proses yang diperlukan sampai adsorben

tepat saat akanjenuh (menit)

Ci

=

konsentrasi influen yang masuk ke kolom (gIl)

Cb konsentrasi efluen yang keluar dari kolom pada saat

tepat akan jenuh (gIl)

M

=

massa dari adsorben yang digunakan (gram)

(Metcalf dan Eddy, 1991).

Breakpoint didifinisikan sebagai titik volume atau waktu dimana cairan yang dilewatkan pada kolom adsorpsi tepat saat konsentrasi efluen akan

mencapal maksimum. bila zone adsorpsi bergerak ke bagian bawah hed adsorben, konsentrasi efluen meningkat secara linier hingga breakpoint dan akhirnya konsentrasi efluen sarna dengan konsentrasi influen seperti yang

disajikan pada Gambar 3. Titik kejenuhan akan semakin cepat dicapai apabila

ketinggian bed diperkecil, ukuran partikel adsorben. laju alir influen dan

(30)

II

Ce/Ci 1.0

0.5

Breakpoint

o

Waktu atau Volume

Gambar 3. Kurva kejenuhan kolom adsorpsifixed bed (Eckenfelder, 1981).

D. PENANGANAN LlMBAH CAlR

Penanganan limbah cair secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian

utama yaitu penanganan primer, sekunder dan tersier. Pada penanganan primer

limbah cair dipersiapkan untuk memasuki penanganan biologis, terdiri dari tahap

penyaringan (screening) untuk memisahkan padatan yang berukuran besar dan

pasir, tahap equalisasi untuk menyeragamkan variasi konsentrasi dan laju alir,

tahap netralisasi diperlukan setelah proses equalisasi untuk mencapai pH yang

dikehendaki. tahap flotasi bertujuan untuk memisahkan bahan minyak dan lemak

serta padatan tersuspensi, dan terakhir adalah tahap sedimentasi dan filtrasi.

Penanganan sekunder adalah proses degradasi biologis melalui proses lumpur

aktif. Setelah melalui proses degradasi ini mikroorganisme dan padatan yang

terbawa dalam lumpur diendapkan, sebagian lumpur dikembalikan pada proses

tertentu, tetapi akan dibuang pada akhir proses (Eckenfelder, \989).

Selanjutnya, penanganan secara tersier diperlukan setelah penanganan

biologis agar menghilangkan tipe-tipe residu tertentu, seperti logam-logam be rat

(31)

dirasa cukup mahal, diantara rangkaian penanganan tersier adalah adsorpsi dan

oksidasi kimiawi.

Adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk

menghilangkan bahan-bahan organik yang masih tertinggal setelah melewati

tahap penanganan sekunder. Adsorpsi adalah proses akumulasi materi terlarut

pada antar permukaan zat dan juga merupakan proses transfer massa dimana

massa yang ditransfer berasal dari fasa cairan ke permukaan fasa padatan melalui

ikatan kimia atau gaya fisik (Davis and Cornwell, 1991).

Limbah cair industri kebanyakan mengandung bahan organik yang sulit

dihilangkan dengan penanganan biologis konvensional. Adsorpsi dengan

menggunakan karbon aktif merupakan adsorben paling umum digunakan

(Eckenfelder, 1989). Dosis karbon aktif yang digunakan umumnya berkisar pada

200 - 50.000 mg/l untuk mengadsorpsi limbah cair yang belum diketahui.

sedangkan volume larutan adsorbat yang digunakan untuk penentuan isoterm

(32)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALA T

1. Bahan

Bahan baku yang dipergunakan adalah tiga jenis produk bentonit yaitu.

Koleang 8 dan 60 mesh, Kebon Awi 8 dan 60 mesh (nama bentonit berdasarkan

daerah asalnya, yaitu dari kawasan Ciampea, Bogor), Tonsil 200 mesh (imporl

dan arang aktif 300 mesh.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian lDl antara lain

spektrofotometer Spectronic-20, magnetic stirrer, timbangan, sentrifuse, tanur,

erlenmeyer, pipet, kertas saring dan kolom adsorpsi dengan diameter 2.5 em

dan panjang 35 em.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan terdiri dua tiga tahap, yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Melanoidin

Dilakukan pengukuran adsorbansi dengan spektrofotometer terhadap

(33)

yang memiliki nilai adsorbansi maksimum dipilih sebagai panJang

gelombang maksimum yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.

b. Penetapan Kurva Standar Konsentrasi Melanoidin

Dilakukan pengukuran adsorbansi pada konsentrasi melanoidin 10, 12,

14, 16, 18 dan 20 gil pada spektrofotometer. Kurva standar diperoleh

melalui regresi linier terhadap plot antara konsentrasi dan adsorbansi.

C. Penentuan waktu kontak

Sebanyak 2 gram bentonit ditempatkan pada erlenmeyer yang telah

berisi 100 ml melanoidin dengan konsentrasi 100 gil (telah ditentukan

absorbansinya). Untuk arang aktif (300 mesh) ditimbang sebanyak 0.3 gram,

kemudian dicampurkan dengan melanoidin 100 ml (100 gil). Tahap

selanjutnya adalah pengadukan campuran. kemudian waktu pengadukan

dievaluasi dengan menggunakan 10 taraf selang waktu yang ditetapkan dari

o

sampai 24 jam. Evaluasi waktu kontak dilakukan terhadap ketiga jenis

bentonit yang diteliti, begitu pula terhadap arang aktif. Waktu kontak yang

dipilih adalah waktu kontak yang menghasilkan dekolorisasi maksimum.

Secara umum metode penentuan waktu kontak dapat dilihat pada Lampiran

8.

d. Penentuan nilai K,dan 11n

Sebanyak 0.3, 0.7, 1.0, 1.3, 1.7 dan 2 gram bentonit ditempatkan

dalam masing-masing erlenmeyer (dalam 6 erlenmeyer 500 mIl.

Ditambahkan 100 mililiter melanoidin pada setiap erlenmeyer dengan

konsentrasi 60 gil. Campuran tersebut diaduk selama waktu kontak yang

(34)

15

bentonit diaduk selama waktu yang telah ditetapkan pada penelitian

pendahuluan. Campuran tersebut disaring setelah pengadukan selesai.

Adsorbansi filtrat tersebut diukur sebagai adsorbansi akhir.

Konsentrasi melanoidin (gil) dapat ditentukan dengan menggunakan

kurva standar konsentrasi melanoidin. Nilai (x/m) dan nilai C dapat ditentukan sebagai berikut :

x = berat melanoidin awal - berat melanoidin akhir (gram) C = konsentrasi akhir pada saat kesetimbangan adsorpsi (gil)

m = massa adsorben yang digunakan (gram)

Langkah selanjutnya adalah membuat plot antara log(xlm) dan log{Cc)

untuk menentukan Kr dan lin (lin sebagai gradien kurva dan log (Kr) dari intersep kurva). Penentuan ini dilakukan terhadap semua jenis bentonit yang

diteliti. Dilakukan pula pengukuran terhadap arang aktif tetapi dengan berat

0.05, 0.1, 0.15, 0.2, 0.25 dan 0.3 gram yang ditempatkan pada 6 erlenmeyer

500 mililiter dan kemudian dilakukan langkah seperti diatas.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengukur breakthrough time (tb )

dengan mengasumsikan bahwa konsentrasi influen tetap dan konsentrasi etluen

naik seeara linier sampai pada breakpoint. Sistem kolom adsorpsi yang digunakan dengan tinggi bed adsorben 2 em, panjang kolom adsorpsi 35 em, dengan diameter sebesar 2.5 em. Laju alir influen melanoidin (Q) ditetapkan berdasarkan kemampuan filtrasi bed adsorben.

Kinerja kolom adsorpsi dapat diketahui dengan melewatkan sejumlah 2

liter melanoidin sintetis dengan konsentrasi awal 60 gil (sebagai Ci ) seeara

kontinyu pada kolom adsorpsi. Sampling dilakukan setiap kenaikan volume 50

mililiter sekaligus dihitung waktu kontak untuk setiap kenaikan 50 mililiter.

(35)

adsorbansi dengan spektrofotometer. Nilai adsorbansi dikonversi ke dalam

satuan konsentrasi (sebagai konsentrasi efluen, Ce) melalui kurva standar

konsentrasi melanoidin. Kurva kejenuhan didapatkan dengan memplotkan titik

CelCi terhadap kenaikan volume sample efluen.

Breakthrough time dicapai pada saat konsentrasi efluen melanoidin (Ce) !epat saat akan jenuh. Skema peralatan kolom adsorpsi dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Prosedur pengamatan :

Sebanyak 5 ml sampel efluen ditempatkan pada kuvet yang diambil pada

setiap kenaikan volume efluen 50 mililiter sekali. Adsorbansi sampel tersebut

diukur dengan menggunakan alat Spectronic-20, pengukuran sampel dengan

menggunakan panjang gelombang yang telah ditentukan sebelumnya. Langkah

berikutnya nilai adsorbansi dikonversi ke dalam satuan konsentrasi (gil)

melanoidin dengan kurva standar konsentrasi yang telah ditentukan

sebelumnya. Dekolorisasi pada breakthrough time dihitung dengan rum us sebagai berikut :

Dekolorisasi (%) = [(Ci - Cb)/Cil x 100

Rasio antara konsentrasi efluen dan influen (Ce/Ci) digunakan untuk plotting pada kurva kejenuhan. Konsentrasi, waktu dan volume pada

(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Penentuan Waktu Kontak Optimal

Pencapaian kesetimbangan dalam sistem adsorpsi (steady state) melanoidin tergantung dari lamanya kontak (contact-time) antara adsorbat dan

adsorben bentonit, ukuran partikel adsorben bentonit dan banyaknya adsorben

yang digunakan. Bentonit yang digunakan terdiri dari tiga jenis, yaitu dari

daerah Koleang, Kebon Awi berukuran 60 mesh dan Tonsil (impor) yang

berukuran 200 mesh serta arang aktif berukuran 300 mesh. Bentonit jenis

Koleang dan jenis Kebon awi terlebih dahulu diaktivasi dengan pemanasan

masing-masing pada suhu 50 DC selama 4 jam dan pada suhu 200 DC selama 6

jam. Waktu kontak untuk pencapaian kesetimbangan perlu dievaluasi dalam

interval waktu antara 0 sampai 24 jam dengan sistem pengadukan. Untuk

pengujian awal dilakukan pengadukan selama 24 jam waktu kontak, dan

dibandingkan dengan pengadukan dengan waktu kontak 2 jam.

Evaluasi dilakukan untuk mendapatkan waktu kontak yang optimal dari

masing-masing bentonit yang diteliti. Kesetimbangan dicapai pada saat

kapasitas adsorpsi bentonit menurun, semakin lama kontak antara adsorbat

dengan adsorben maka semakin sempurna untuk mencapai keadaan setimbang.

Melanoidin sintetis digunakan sebagai bahan (adsorbat) yang diadsorbsi

oleh bentonit. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang gelombang bagi

melanoidin yang memberikan adsorbansi maksimum adalah pada Ie = 335 nm

(Lampiran I), sedangkan kurva standar bagi konsentrasi melanoidin dapat

dilihat pada Lampiran 2, sebanyak 100 ml limbah cair yang melanoidin dengan

(37)

cair keseluruhan, kemudian dilakukan pengadukan pada taraf waktu dari 0

sampai 24 jam. Taraf waktu kontak 2 jam (120 menit) digunakan sebagai

pembanding terhadap tarafwaktu kontak 24 jam.

Waktu kontak yang optimal digunakan sebagai acuan lamanya

pengadukan untuk penentuan lsoterm Freundlich dari masing-masing benton it.

Penentuan waktu kontak yang optimal didasarkan pada pengukuran efesiensi

dekolorisasi (penghilangan warna) yang tertinggi diantara perlakuan taraf-taraf

waktu kontak, seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Pengujian statistika

pada hasil evaluasi waktu pengadukan menunjukkan pengaruh yang sangat

berbeda nyata terhadap konsentrasi akhir maksimum yang dicapai.

Kurva adsorpsi bentonit Tonsil terhadap melanoidin dapat dilihat pada

Gambar 4. Waktu kontak yang optimum bagi pengadukan bentonit Tonsil dan

melanoidin adalah 2 jam. Konsentrasi akhir maksimum yang dapat dicapai

pada waktu kontak 6 jam adalah sebesar 55.23 persen. Konsentrasi akhir yang

dicapai berfluktuasi untuk setiap selang waktu karena daya adsorpsi oleh

permukaan partikel bentonit telah berkurang pada saat melewati titik jenuh,

sehingga terjadi desorpsi.

Kurva adsorpsi benton it jenis Koleang pada Gambar 5. menunjukkan

gejala fluktuasi yang serupa, sehingga dipilih waktu kontak 2 jam untuk

pengadukan melanoidin dengan bentonit jenis Koleang. Persentase dekolorisasi

maksimum dicapai pada waktu kontak 6 jam yaitu sebesar 23.23 persen atau

(38)

Konsentrasl

meianoidin athlr ipersen)

19

120,---100

80

60

40

20

Gw。セャオ@ kcntak cpijmum '" 120 menit Kcnsentriui 。セャiゥヲ@ maksimum '" 5922 %

o

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu kontak (jam)

Gambar 4. Kurva adsorpsi bentonit jenis Tonsil terhadap melanoidin

Konsentrasi

,e) anoi di n ath i r i perm)

1 2 0 , - - - ,

Waktu ォcャ|エ。セ@ optimum'" 120 menit Kcnsenhsi akllir maksimum • 78.89 'it

100-'-- /

XPMセセセ@

__

-

60+-40

I-

20-1-oセイhNKKLセセKKイLhTKKセTKKKhTKKセhkBtKKセセKエセᄋセLKKKイhTKKセ@

o

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu kontak (jam)

[image:38.612.124.512.132.355.2] [image:38.612.122.514.437.658.2]
(39)

Konlentrali me! anoi di n athir (persen)

120.---.

100

80

60

40

20

Waklu konlak optimum' 10 menil

kッョウ・ョセ。ウゥ@ athir maksimum ' 86.85 ,

o

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu kentak (jam)

Gambar 6. Kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon Awi terhadap melanoidin

Konsentrasi me! ano; di n akhir (persen!

120,---,

100+

80

-60

40+

20+

\

Waktu kontak optimum. 120 menit konsenlnsi akhir maksimum ,. 51."'6 %

o

oセセセセ、セBセセNKイGセhKセセKイセセGNjKhGセGセNKイGセhKNセGKNセGセ@

2 4 6 8 1 0 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu Kentak (jam)

[image:39.607.135.523.124.350.2] [image:39.607.132.514.430.653.2]
(40)

21

Perilaku kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon awi secara umum memiliki

kapasitas adsorpsi yang kecil bila dibandingkan dengan bentonit jenis Tonsil

danjenis Koleang. Pada Gambar 6. terlihat bahwa konsentrasi akhir maksimum

yang bisa dicapai adalah 83.34 persen pada waktu kontak 2 jam, namun uji

statistika menunjukkan bahwa waktu kontak 10 menit sangat tidak berbeda

nyata dengan waktu kontak 30 dan 60 menit dan demikian pula dengan waktu

kontak 2, 6 dan 24 jam. Waktu kontak yang optimal untuk pengadukan

melanoidin dengan bentonit jenis Kebon Awi adalah 10 menit.

Kurva adsorpsi arang aktif menunj ukkan nilai penurunan warna yang

lebih baik. Berdasarkan uji statistika, waktu kontak yang optimum adalah pada

2 jam. Kurva adsorpsi karbon aktif terhadap melanoidin dapat dilihat pada

Dambar 7. Konsentrasi akhir maksimum sebesar 51.46 persen dicapai pada

waktu kontak 2 jam dengan dekolorisasi sebesar 48.54 persen. Waktu kontak

untuk pengadukan melanoidin dengan arang aktif adalah 2 jam.

Efesiensi dekolorisasi tertinggi dicapai oleh arang aktif, walaupun jumlah

adsorben arang aktif yang ditambahkan lebih keciL Disusul kemudian oleh

bentonitjenis Tonsil, Koleang dan Kebon Awi. Efesiensi dekolorisasi terhadap

melanoidin pada waktu kontak optimum untuk bentonit Tonsil adalah 40.78

persen, Koleang 2UI persen dan Kebon Awi 13.15 persen. Arang aktif

mampu menurunkan warna hingga 48.54 persen pada pengadukan 0.3 gram

arang aktif dengan 100 mililiter melanoidin (lOOg/I).

2. Penentuan nilai K, dan 1/n

Harga Kr dan lin betonit berbeda-beda tergantung dari jenis bentonit

yang digunakan dan sifat dari adsorbat melanoidin yang diadsorpsi. Perbedaan

ini disebabkan oleh keaktifan masing-masing bentonit berbeda-beda. Hasil

penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu kontak diperoleh efesiensi

(41)

TonsiL Kecendrungan sifat adsorpsi arang aktif dan bentonit Tonsil dapat

dilihat dari kurva isolerm Freundlich pada Gambar 8. Kedudukan kurva isoterm arang aktif berada diatas semua kurva isoterm bentonit. F enomena

tersebut menunjukkan bahwa kapasitas dan intensitas adsorpsi berbeda-beda

menurut jenis adsorben. Kapasitas adsorpsi adalah jumlah gram bahan yang

diadsorpsi per gram adsorben pada keadaan setimbang dengan konsentrasi awal

larutan.

Persamaan isolerm Freundlich yang didapat dari percobaan digunakan

sebagai acuan untuk menentukan berat minimum adsorben pada kolom adsorpsi

pada saat adsorben mencapai titik tepat saat akan jenuh (breakthrough lime). Konstanta Kr dan lin yang diperoleh dari regresi kurva merupakan nilai

empiris, sedangkan yang dipakai sebagai acuan untuk penentuan berat adsorben

minimum pada kolom adsorpsi adalah antara 25 sampai 50 persen dari hasil

pengukuran empiris. Gradien kurva yang didapat merupakan nilai konstanta

lin, sedangkan instersep merupakan Log Kr. Nilai Kr bersifat unik, tergantung dari jenis adsorben bentonit dan adsorbat yang diserap. Nilai Kr dan lin dari

masing-masing bentonit disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kr dan lin untuk berbagai adsorben

Jenis adsorben Kr (I1g) lin

Koleang 0.048 0.838

Kebon awi 0.050 0.785

Tonsil 0.046 0.866

Arang aktif 0.251 1.329

Gradien kurva isoterm yang curam menunjukkan besarnya fraksi

melanoidin yang diserap per gram adsorben yang diberikan. Fenomena terse but

juga dapat menjelaskan bahwa bila ditarik garis vertikal yang tegak lurus

[image:41.608.121.510.493.600.2]
(42)

23

disusul oleh Tonsil kemudian oleh jenis bentonit Koleang dan Kebon awi. Pola

kedudukan kurva yang lebih tinggi menunjukkan bahwa Log (x/mlcarbon

aktirLog (xlmhonsil>Log (x/m)Koleang>Log (xlm)Kebon Awi, sehingga dapat

dijelaskan pula bahwa untuk mencapai kedudukan konsentrasi akhir Ce yang sarna, dengan berat adsorben yang digunakan sarna jumlahnya, maka urutan

besarnya gram melanoidin yang diserap per gram bentonit adalab Xkarbon akti!" >

Xtonsil> Xkoleang> XKebon Awi"

log

(x/m)

UセMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセ@

Karbon aktif

4

3

Tonsil

2

1

Koleang

/

Kebon Awi

PTMMMセMMMMMMMMセセMMMMMMMMMMMMMMMMセ@

-1

-2 -H-H--H-++++++H--I-H-H-+-+++++J-+..f+-I++++++++++1

o

0.5 1.5 2 2.5 3 3.5 4

log (Ge)

[image:42.610.153.497.249.643.2]
(43)

Nilai Kr bersifat unik, tergantung dari Jems adsorben bentonit dan

adsorbat yang diserap. Pengukuran adsorpsi melanoidin dalam penentuan

persamaan isoterm Freundlich masing-masing adsorben pada suhu kamar (2Soq.

Kapasitas adsorpsi masing-masing adsorben dapat ditentukan dengan

menarik garis vertikal pada sumbu Log Ce dari titik konsentrasi awal 60 gil,

kemudian ditarik garis horisontal ke arah sumbu Log (x/m) hingga didapatkan jumlah melanoidin yang diserap per satuan berat berat adsorben pada keadaan

setimbang dengan konsentrasi awal. Pada kurva isoterm Freundlich didapatkan

kapasitas adsorpsi dari yang tertinggi ke yang terendah untuk arang aktif adalah

57.92, Tonsil 1.59, Koleang 1.48 dan Kebon Awi 1.24 (dalam unit gram

adsorbat per gram adsorben).

B. PENELITIAN UTAMA

1. Kondisi Operasi

Penelitian utama dilakukan dengan menempatkan adsorben bentonit pada

kolom adsorpsi. Bentonit dalam hal ini bertindak sebagai adsorben. Kondisi

Operasi kolom dari berbagai adsorben yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4.

Sifat aliran limbah cair melanoid in kedalam kolom adalah down flow, yaitu aliran kebawah dengan sistem gravitasi. Debit influen disesuaikan dengan

kemampuan filtrasi limbah cair melanoidin ke dalam butiran bed yang digunakan pada kolom. sehingga diharapkan tidak terjadi akumulasi cairan pada

(44)

25

Tabel 4. Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi berbagai bed adsorben

Melanoidin Adsorben

.

Jenis bed

Konsentra Debit Tinggi Diameter Sistem adsorben

si influen, influen,

Q

bed kolom aliran C.(gll) (mllmenit) (cm) (cm) influen

Koleang 60 1.23 2 2.5 downJlow

Kebon Awi 60 1.23 2 2.5 downJlow

Tonsil 60 0.15 2 2.5 downJlow

Arang aktif 60 0.13 2 2.5 downJlow

2. Waktu Kontak

Penetapan waktu kontak didasarkan pada Empty Bed Contact Time (EBCT), yaitu berdasarkan debit influen dibagi dengan volume bed adsorben pada kolom dalam keadaan kosong. Waktu kontak untuk sistem kolom bentonit

Koleang dan Kebon Awi adalah 7.98 menit. Sedangkan untuk Tonsil dan arang

aktifmasing-masing adalah 65.47 menit dan 75.54 menit.

Pengamatan terhadap waktu kontak yang dihitung dari setiap kenaikan

volume efluen 50 mililiter menunjukkan kecendrungan semakin melebarnya

waktu kontak. Hal ini merupakan pengaruh dari mengecilnya ruang filtrasi bagi

cairan melanoidin sebagai akibat hancurnya butiran bentonit yang kemudian

menutupijalan bagi filtrasi melanoidin, disamping itu kemampuan adsorpsi dari

bentonit dan arang aktif semakin menurun dengan meningkatnya waktu

pengoperasian kolom adsorpsi.

Kurva hubungan antara raslo konsentrasi efluen dan influen (Ce/Ci)

versus waktu kontak dapat digunakan untuk pendugaan breakthrough time

[image:44.608.125.510.102.317.2]
(45)

preferensi meningkatnya konsentrasi efluen pada setiap waktu. Hal 1111

menunjukkan pola menuju pada keadaan jenuh sempurna, titik breakthrough

diperoleh dari titik dimana konsentrasi efluen atau Ce/Ci mulai meningkat

tajam. Dalam jangka waktu yang lama akan mencapai kejenuhan sempurna

dimana Ce/Ci akan mendekati nilai 1.0.

Tabel5. Kemampuan adsorpsi maksimum dan breakthrough time

JeDis bed Dekolorisasi (perseD) Breakthrough time, tb (jam) adsorbeD

Koleang 84 2.08

KeboD Awi 85 0.66

Tonsil 91 32.83

Arang aktif 86 69.25

Karakteristik kurva kejenuhan sebagai hubungan antara rasio Ce/Ci dan

waktu kontak sistem kolom dengan adsorben jenis Koleang dapat dilihat pada

Gambar 9. Kekeruhan efluen mulai terjadi pada volume 10 mililiter. sedangkan

sebelumnya penampakan efluen adalah jernih, sehiDgga pengukuran adsorbansi

dimulai pada volume tersebut saat 0.14 jam operasi. Titik waktu tepat saat akan

jenuh (tb) untuk sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang adalah pada 2.08 jam

operasi. Pada kedudukan titik ini rasio Ce/Ci adalah sebesar 0.16, dan tingkat

dekolorisasi pada saat itu sebesar 84 persen, tetapi dapat mencapai efesiensi

dekolorisasi 88 persen pada jam ke 0.68 operasi. Informasi yang didapat dari

kurva Gambar 9 terse but adalah bahwa pada jam ke 2.08 waktu operasi, adalah

merupakan titik penggantian adsorben yang baru, mengingat kemampuan

adsorpsi yang semakin menurun. Kemampuan adsorpsi maksimum yang

didasarkan pada persentase melanoidin yang diserap hingga tepat saat akan

(46)

Ce/Ci

0.5,---,

0.4

0.3

0.2

Breakpoint

Waktu breakthrough = 2.08 jam

0.1

o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu kontak Gam)

Gambar 9. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang sebagai hubungan an tara waktu kontak dan rasio Ce/Ci

Ce/Ci

0.6,---,

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

o

2 4

Breakpoint

Waktu breakthrough =- 0.66 jam

6 8 1 0 1 2 14 1 6 1 8 20 22 24

Waktu kontak (jam)

27

[image:46.605.133.477.101.322.2] [image:46.605.130.465.406.632.2]
(47)

Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom bentonit Kebon Awi dapat

dilihat pada Gambar 10. Kecendrungan melebarnya waktu kontak per kenaikan

volume efluen 50 militerdialami juga oleh sistem kolom tersebut. Titik waktu

tepat saat akan jenuh adalah pad a 0.66 jam. Rasio Ce/Ci pada saat itu adalah

sebesar 0.15, ini berarti pada saat tersebut kemampuan adsorpsi terhadap

mdanoidin mencapai 85 persen, tetapi bisa mencapai 86 persen pada saat 0.26

jam operasi. Rasio Ce/Ci meningkat dari 0.15 menjadi 0.39 dan seterusnya

hingga mendekati kejenuhan. Pengukuran adsorbansi dilakukan pada saat

mulai terjadi kekeruhan yaitu pada volume efluen 10 mililiter pada 0.13 jam

operasi. Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi Koleang dan Kebon Awi

seperti ukuran butiran dan debit influen adalah sarna, tetapi lama pencapaian

breakthrough lebih panjang pada sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang. Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom bentonit Tonsil menunjukkan

breakthrough time yang cukup panjang. bila dibandingkan dengan sistem

kolom adsorpsi bentonit Koleang dan Kebon Awi, hal ini berkaitan dengan

kapasitas adsorpsi dari bentonit Tonsil yang lebih besar dibandingkan bentonit

Koleang dan Kebon Awi, selain itu ukuran butiran bentonit Tonsil lebih kecil

yang menyebabkan pencapaian breakthrough semakin panjang.

Kurva pada Gambar II. menunjukkan titik waktu tepat saat akan jenuh

bentonit Tonsil adalah pada 32.83 jam. Setelah pada jam tersebut terjadi

kenaikan konsentrasi efluen dimana Ce/Ci meningkat tajan1 dari 0.09 menjadi

0.45 dan seterusnya. Waktu breakthrough pada sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil lebih panjang bila dibandingkan dengan Koleang dan Kebon Awi, hal ini

ini sangat berhubungan sekali dengan besarnya debit influen yang diberlakukan.

semakin kecil debit influen maka akan semakin lebar pula waktu mencapai

breakthrough, semakin kecil ukuran but iran adsorben maka semakin lama

(48)

Ce/Ci

QセMMMMMMMMMMMMMMMMセ]]]]]MMMセ@

O.B

-f-0.6

,0.4

0.2

-Breakpoint

J .... '---

Waktu breakthrough = 32.83 jam

PThセセセセセセセセセセセセJJセセセセセセ@

o

50 100 150 200 250 300 350 400

Waktu kontak Gam)

Gambar II. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci

Ce/Ci

QNRセMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMML@

O.B

0.6

0.4

0.2 Breakpoint

Waktu breakthrough = 69.25 jam

o

100 200 300 400 500 600 700

Waktu kontak (jam)

Gambar 12. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci

[image:48.605.147.494.108.324.2] [image:48.605.147.474.411.632.2]
(49)

Awi. Pada keadaan tertentu yaitu pada jam operasi ke 23.33, efesiensi

dekolorisasi dapat mencapai 97 persen.

Sistem kolom adsorpsi arang aktif memiliki waktu kontak yang lebih

lama sebanding dengan besarnya debit influen yang diterapkan. Breakthrough time yang dicapai adalah pada 69.25 jam dengan rasio Ce/Ci sebesar 0.14. Pada

keadaan breakpoint efesiensi dekolorisasi mencapai 86 persen. Posisi breakpoint dapat dilihat pada Gambar 12, yaitu pada Ce/Ci dari 0.14 menjadi 0.24 dan seterusnya. Penampakan efluen dari jam ke nol sanlpai pada jam

operasi ke 55.77 secara fisik jernih, dan mulai terjadi kekeruhan pada volume

efluen 350 mililiter padajam operasi ke 69.25.

Zona adsorpsi pada sistem kolom yang dioperasikan selama dalam

penelitian tidak teramati, batas antara zona adsorpsi dengan bagian bed adsorben yang belum jenuh tidak terlihat nyata. Dalam percobaan ini

pengoperasian sistem kolom hanya terdiri satu tahap, yaitu tahap adsorpsi,

sedangkan tahap pencucian dan regenerasi tidak dilakukan. Keadaan ukuran

fisik dari butiran bentonit dalam kolom menjadi kecil setelah kontak dengan

limbah cair melanoidin.

3. Volume dan Konsentrasi pada sa at Breakpoint

Volume dan konsentrasi pada saat breakpoint ditentukan pada saat tepat akan terjadi kenaikan konsentrasi efluen yang tajam, yang merupakan indikasi

mulai menurunnya kapasitas adsorpsi dari adsorben. Volume breakthrough (V b) adalah jumlah influen yang dapat ditangani hingga pada saat tepat akan

jenuh, dan konsentrasi pada saat Vb yang dicapai merupakan konsentrasi

(50)

31

Tabel6. Nilai Vb dan Cb berbagai adsorben pada sistem kolom adsorpsi

Jenis bed Konsentrasi Volume Rasio Ce/Ci

adsorben breakpoint, Cb breakpoint, Vb

(gil) (ml)

Koleang 9.60 150 0.16

Kebon Awi 9.00 50 0.15

Tonsil 5.40 200 0.09

Arang aktif 8.4 350 0.14

Nilai Vb dan Cb setelah pengoperasian kolom adsorpsi berbagai adsorben

dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai Vb dan Cb yang bervariasi disebabkan oleh kondisi operasi kolom adsorpsi masing-masing kolom tidak sama (kecuali

Koleang dan Kebon Awi). Ukuran Mesh adsorben Tonsil dan arang aktif yang

digunakan disesuaikan dengan ketersediaan adsorben tersebut di pasaran.

Kurva hubungan volume efluen dan rasio Ce/Ci untuk sistem kolom

adsorpsi bentonit Koleang menunjukkan kecenderungan kenaikan rasio Ce/Ci dengan meningkatnya volume efluen. Konsentrasi efluen pada keadaan tepat

saat akan jenuh adalah sebesar 9.6 gil pada nilai Ce/Ci sebesar 0.16, sedangkan kedudukan volume breakthrough adalah sebesar 150 mil iter. Pada saat titik volume dan konsentrasi terse but merupakan titik penggantian adsorben benton it

koleang. Kurva hubungan volume dan rasio Ce/Ci dapat dilihat pada Gambar

13.

Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi Kebon Awi.

memiliki kecenderungan yang sama dengan Koleang. Kedudukan volume dan

konsentrasi pada saat tepat akan jenuh masing-masing adalah 50 ml dan 9.00 gil dengan nilai rasio Ce/Ci sebesar 0.15. Rasio Ce/Ci meningkat dari 0.15

menjadi 0.39, volume limbah cair yang mampu ditangani oleh sistem kolom

(51)

dibandingkan denganjumlah volume yang mampu ditangani oleh sistem kolom

adsorpsi bentonit Koleang. Hal ini disebabkan kapasitas adsorpsi bentonit

Kebon Awi (dari penelitian pendahuluan) lebih kecil daripada bentonit

Koleang, sehingga kemampuan untuk mcnangani sejumlah volume tertentu

melanoidin sangat tergantung dari besarnya kapasitas adsorpsi.

Volume influen yang mampu diadsorpsi oleh sistem kolom adsorpsi

bentonit Tonsil lebih banyak bila dibandingkan volume yang ditangani oleh

sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang dan Kebon Awi. Pada rasio Ce/Ci sarna dengan 0.09 sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil mampu menangani

lim bah cair melanoidin sampai pada volume 200 mililiter, setelah melewati

nilai 0.09 terjadi kenaikan konsentrasi efluen yang tajam, dengan demikian

konsentrasi pada saat tepat akan jenuh sarna dengan 5.4 gil. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil dapat dilihat pada Gambar 15. Efluen

dari sistem kolom tersebut mulai terlihat keruh pada 14.46 jam operasi,

sehingga pengukuran adsorbansi dilakukan pada saat sampel efluen mencapai

100 mililiter.

Kemampuan sistem kolom adsorpsi arang aktif dalam menangani volume

influen melanoidin hingga 350 mililiter pada rasio Ce/Ci sebesar 0.14 dengan konsentrasi breakthrough 8.4 gil. Penampakan fisik efluen hingga pada volume efluen 300 mililiter masih jernih, sehingga pengukuran terhadap adsorbansi

dilakukan pada volume efluen 350 mililiter yang penampakannya secara fisik

telah keruh. Kurva karakteristik kejenuhan sistem kolom adsorpsi arang aktif

dapa! dilihat pada Gambar 16. Debit influen yang diterapkan lebih kecil yaitu

0.13 mililiter/menit yang disesuaikan dengan kemampuan filtrasi lim bah cair

melanoidin dengan ukuran mesh arang aktif sebesar 300.

Titik konsentrasi dan volume pada keadaan breakpoint dapa! digunakan

sebagai acuan untuk pengoperasian sistem adsorpsi kolol11 pada skala yang

(52)

CerCi

NRセMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセ@

1

0.8

0.6

0.4

0.2

o

100

Volume efluen breakthrough = 150 ml Konsentrasi breakthrough = 9.61 gn セBiMMMMM Breakpoint

200 300 400 500 600

Volume efluen (ml)

700 800

Gamba!" 13. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci

Ce/Ci

0.6,---0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

o

20 40 60

Volume efluen breakthrough = 50 ml Konsentrasi breakthrough = 9.00 gil

Breakpoint

80 100 120 140 160 180 200

[image:52.603.136.498.91.319.2]

Volume efluen (ml)

Gambar 14. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci

(53)

Parameter debit influen, ketinggian bed adsorben, konsentrasi influen, waktu dan volume pada keadaan breakpoint hasil percobaan dapat menunjang kearah tersebut. Dalam hal ini parameter-parameter operasi yang didapatkan dari hasil

percobaan seperti konsentrasi inf

Gambar

Gambar 1. Skema reaksi browning non enzimatik dalam pembentukan
Gambar 1. Skema reaksi browning non enzimatik dalam pembentukan melanoidin (Eskin, 1991)
Gambar 4. Kurva adsorpsi bentonit jenis Tonsil terhadap melanoidin
Gambar 7. Kurva adsorpsi arang aktif terhadap melanoidin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil analisis perhitungan dari regresi berganda, menunjukkan bahwa pengetahuan (X5) memiliki nilai positif sebesar 1,008. Hal ini menunjukkan bahwa proses

Responden yang tidak mengkonsumsi air hujan dan mengalami karies hal ini dikarenakan faktor makanan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan mulut dan

Perubahan ini harus dihadapi dengan penyesuaian diri terhadap keadaan tidak bekerja, berakhirnya karier dalam pekerjaan, berkurangnya penghasilan, dan bertambah

Benzer şekilde Aksoy ve Baran (2010) “Çocukların resimlerinde bahçe ve içerisinde kendi evlerine yer verilmesi ve arkadaşlarıyla oyun oynuyor olması çocuğun

Suatu pemindah haba tiub kelompang yang mempunyai satu laluan kelompang dan dua laluan tiub diperlukan untuk memanas 7.5kg/s air daripada 85 ke 99 ° C menggunakan stim pada

Pada aspek kedua yang berkaitan dengan konten dan keterampilan yang dimiliki para santriwati, seperti pada information skills , peneliti menemukan bahwa

Dari Tokoh Muhammadiyah menurut bapak Junari S, Ag dalam menanggapi pihak dropshipper yang mempromosikan suatu barang tanpa mengetahui kondisi barang dalam sistem dropshipping

Penelitian bertujuan untuk menetapkan kelas kesesuaian lahan padi sawah di Kota Langsa dan menentukan faktor penentu produksi padi sawah pada lahan sawah di Kota Langsa..