ABSTRAK
KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor(L.) Moench) DENGAN KERAPATAN TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN
UBIKAYU (Manihot esculentaCrantz) Oleh
APRI ARIYANTO
Tumpangsari tanaman sorgum dengan tanaman ubikayu merupakan usaha pemanfaatan ruang kosong pada tanaman ubikayu untuk meningkatkan penggunaan lahan. Persaingan cahaya matahari antartanaman yang ditumpangsarikan merupakan permasalahan dalam sistem ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola intersepsi cahaya matahari tiga varietas sorgum pada tingkat kerapatan tanaman berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kerapatan empat tanaman per lubang tanam memiliki persentase intersepsi cahaya matahari tertinggi, (2) intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang relatif sama pada berbagai umur pengamatan (3) interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman memberikan perbedaan intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari dengan ubikayu pada umur 5 dan 7 mst dan (4) persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m2, bobot 100 butir, dan bobot brangkasan kering.
KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN
TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)
Oleh
APRI ARIYANTO Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN
TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)
(Skripsi)
Oleh
APRI ARIYANTO
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak percobaan ... 19
2. Tata letak lubang tanam/ petak ... 20
3. Pola intersepsi cahaya matahari tiga varietas sorgum ... 25
4. Pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada berbagai kerapatan tanaman ... 26
5. Tanaman sorgum anaman sorgum pada umur 3 hst ... 71
6. Tanaman sorgum dengan kerapatan satu tanaman per lubang ... 71
7. Tanaman sorgum dengan kerapatan dua tanaman per lubang ... 72
8. Tanaman sorgum dengan kerapatan tiga tanaman per lubang ... 72
9. Tanaman sorgum dengan kerapatan empat tanaman per lubang .. 73
iii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 4
1.4 Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum ... 7
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 8
2.3 Kerapatan Tanaman ... 9
2.4 Tumpangsari ... 10
2.5 Intersepsi Cahaya Matahari ... 11
III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
3.2 Bahan dan Alat ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 13
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 14
iv
3.4.2 Pembuatan petak percobaan ... 14
3.4.3 Penanaman ... 14
3.4.4 Penjarangan ... 15
3.4.5 Pemupukan ... 15
3.4.6 Pemeliharaan ... 15
3.5 Variabel yang diamati ... 16
3.5.1 Pengukuran intensitas cahaya matahari ... 16
3.6 Variabel pendukung ... 17
3.6.1 Jumlah biji per malai ... 17
3.6.2 Bobot biji per malai ... 17
3.6.3 Bobot 100 butir biji kering ... 17
3.6.4 Bobot brangkasan basah ... 18
3.6.5 Bobot brangkasan kering ... 18
3.6.6 Biji per m2 ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Hasil Penelitian ... 21
4.1.1 Intersepsi cahaya matahari ... 22
4.1.2 Pola intersepsi cahaya matahari ... 25
4.1.3 Korelasi ... 26
4.2 Pembahasan ... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 34
PUSTAKA ACUAN ... 35
v DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kombinasi perlakuan varietas tanaman dan kerapatan
tanaman dalam percobaan. ... 13 2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kerpatan
tanaman terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum. .... 21 3. Pengaruh varietas dan kerapatan tanaman terhadap intersepsi
cahaya matahari tanaman sorgum pada 4 dan 10 mst. ... 22 4. Pengaruh interaksi varietas dan kerapatan tanaman terhadap
intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada 5 mst. ... 23 5. Pengaruh interaksi varietas dan kerapatan tanaman terhadap
intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada 7 mst. ... 24 6. Korelasi intersepsi cahaya matahari dengan hasil tanaman
sorgum dengan varietas berbeda. ... 27 7. Korelasi intersepsi cahaya matahari dengan hasil tanaman
sorgum dengan kerapatan tanaman berbeda. ... 28 8. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 4 mst. ... 39 9. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 4 mst. ... 40 10. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 5 mst. ... 41 11. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 5 mst. ... 42 12. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
vi 13. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 6 mst. ... 44 14. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 7 mst. ... 45 15. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 7 mst. ... 46 16. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 8 mst. ... 47 17. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 8 mst. ... 48 18. Data pengamatan intensitas cahaya matahari (atas kanopi)
tanaman sorgum pada 10 mst. ... 49 19. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 10 mst. ... 50 20. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 11 mst. ... 51 21. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 11 mst. ... 52 22. Data pengamatan intensitas cahaya matahari atas kanopi
tanaman sorgum pada 13 mst. ... 53 23. Data pengamatan intensitas cahaya matahari bawah kanopi
tanaman sorgum pada 13 mst. ... 54 24. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 4 mst. ... 55 25. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 4 mst. ... 55
26. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 5 mst. ... 55
27. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada
5 mst. ... 55
28. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
vii 29. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 6 mst. ... 55
30. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 7 mst. ... 56 31. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 7 mst. ... 56
32. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 8 mst. ... 56
33. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 8 mst. ... 56
34. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 10 mst. ... 56
35. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 10 mst. ... 56
36. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 11 mst. ... 57
37. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 11 mst. ... 57
38. Uji homogenitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 13 mst. ... 57
39. Uji aditifitas intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
pada 13 mst. ... 57 40. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum
umur 4 mst. ... 58 41. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum
umur 4 mst. ... 58 42. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum
umur 5 mst. ... 59 43. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum
viii 44. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur
6 mst. ... 60
45. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 6 mst. ... 60
46. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 7 mst. ... 61
47. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 7 mst. ... 61
48. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 8 mst. ... 62
49. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 8 mst. ... 62
50. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 10 mst. ... 63
51. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 10 mst. ... 63
52. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 11 mst. ... 64
53. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 11 mst. ... 64
54. Rata-rata intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 13 mst. ... 65
55. Analisis ragam intersepsi cahaya matahari (%) tanaman sorgum umur 13 mst. ... 65
56. Deskripsi Varietas Numbu. ... 66
57. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Keller. ... 66
58. Hasil penelitian Rahmawati tentang Varietas Wray. ... 67
59. Data analisis tanah sebelum dan sesudah dilakukan penelitian. ... 67
ix 61. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 5 mst. ... 68 62. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 6 mst. ... 68 63. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 7 mst. ... 69 64. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 8 mst. ... 69 65. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 10 mst. ... 69 66. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
umur 11 mst. ... 70 67. Data intersepsi cahaya matahari (%) tanaman ubikayu pada
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
(QS. Al-Mujadalah: 11)
PERSEMBAHAN
✁ ✂✄ ☎✆ ✝✁ ✞✁ ✁✄✂✞ ✟✄ ✠ ✠✞ ✁✄✁ ✄ ☎✞ ✡
Dengan Ketulusan Hati dan Rasa Penuh Syukur, Kupersembahkan Karya ini Kepada:
Kedua Orang Tuaku
Bapak Damitri dan Ibu Sumirah untuk Kasih Sayang, Pengorbanan dan Doa yang Tiada Henti
Kakak dan Adikku
Budi Setiawan dan Dani Syahrul Rammadhan yang Menjadi Kebanggaanku
Para Sahabat yang Selalu Menemani dalam Suka Duka
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pulau Tengah pada tanggal 26 April 1993, sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Damitri dan Ibu Sumirah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N Pulau Tengah dan
lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Penengahan dan lulus pada tahun 2008, pendidikan
Sekolah Menengah Atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Kalianda dan lulus
pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Tertulis, dan sebagai penerima
Beasiswa Bidik Misi angkatan kedua. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman dan Produksi
Tanaman Pangan tahun ajaran 2014/2015. Pada tahun 2014 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa
Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur. Pada
tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kebun Percobaan Natar
i SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, tempat
kita memuja, meminta petunjuk dan memohon pertolongan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan yang tidak disengaja. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi
ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Muhammad Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku pembimbing pertama
atas waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama
pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku pembimbing kedua
atas waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama
pelaksanaan penelitian hingga proses penulisan skripsi.
3. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku pembimbing akademik sekaligus dosen
penguji yang telah memberikan saran, nasehat, motivasi, serta kritik dan
saran dalam penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
ii 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi
Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Kebun Percobaan
(KP) Natar, Bapak Jumari, Pakde dan Bukde Untung dan segenap pegawai
BPTP Lampung atas segala bantuan selama penelitian berlangsung.
8. Kedua orangtuaku Bapak Damitri dan Ibu Sumirah, serta kakakku Budi
Setiawan dan adikku Dani Syahrul Rammadhan terimakasih atas semua doa,
kasih sayang, perhatian, bantuan, dan motivasi yang selalu diberikan hingga
saat ini.
9. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Anggi Anggrestyas
Siwi, Agung Dwi Saputro, Ade Fitri Anggraeni, Christy Gomgom Ebeneer
Sitorus, atas kerjasama, semangat dan bantuannya.
10. Sahabat-sahabat yaitu Erdiana Damayanti, Anggi, Agung DS., Ade Fitri A.,
Christy Gomgom E.S. , Agnesi Deria H., Abdul Rohman, Arief Dwi P., Bayu
K.W., Andika Putra, Andrestu K., Benny K., dan segenap teman-teman di
Jurusan Agroteknologi 2011 atas bantuan, doa dan persahabatan yang terjalin.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2015
Penulis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh
petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Pada setiap daerah
tanaman sorgum dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Di daerah Jawa
sorgum dikenal dengan namaCanteldan umumnya ditanam di lahan tegalan
sebagai tanaman sela atau ditumpangsarikan dengan tanaman pangan lainnya
(Talanca, 2011). Secara umum, sorgum mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang cukup luas.
Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat
berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama dan
penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan, bahan baku
industri pakan dan pangan seperti industri gula, monosodium glutamat (MSG),
asam amino, dan industri minuman (Sirappa, 2003).
Biji sorgum memiliki kandungan energi metabolisme sebesar 3288 kkal/kg,
2
dengan rumput gajah yaitu protein kasar 3,3% dan serat kasar 32,2% (Hartadi
dkk., 1980). Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14−16% dari bobot
segar batang atau sekitar 3 ton daun segar/ha dari total produksi 20 t/ha (Sirappa,
2003).
Salah satu usaha intensifikasi pangan adalah dengan dilakukan penanaman ganda
atau tumpangsari. Menurut Warsana (2009), tumpangsari adalah suatu usaha
menanam beberapa jenis tanaman pada satu lahan dan waktu yang sama.
Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang
relatif seumur, atau pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda.
Berdasarkan penelitian Lesoing dan Francis (2000) tumpangsari tanaman sorgum
dengan kedelai menunjukan peningkatan hasil tanaman sorgum, namun terjadi
penurunan hasil kedelai dibandingkan dengan monokulturnya.
Menurut Hamim dkk. (2012), sistem tumpangsari sorgum dengan tanaman
ubikayu merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan pada lahan yang
terbatas. Persaingan unsur hara, air dan cahaya matahari merupakan
permasalahan dalam sistem ini. Persaingan yang sangat berpengaruh dalam
sistem tumpangsari adalah penyerapan cahaya matahari. Oleh karena itu, untuk
menghindari persaingan antartanaman yang ditumpangsarikan dalam hal
mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antartajuk
tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antartanaman yang
ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari.
3
cahaya dapat dikurangi dengan mengatur waktu tanam, jarak tanam, kerapatan
tanaman, dan defoliasi daun.
Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan
radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya matahari dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi
tanaman. Persentase maksimum intersepsi didapat dari populasi tanaman tinggi,
jika populasi tanaman rendah maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan
berkurang sehingga mengurangi bobot tanaman (Fachrudin, 2003 dalam Suryadi
dkk.,2013). Efisiensi penggunaan cahaya merupakan komponen penentu pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dihubungkan dengan produksi
akumulasi biomassa dari intersepsi cahaya (Pembengo dkk., 2012).
Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1) Apakah kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap intersepsi cahaya
matahari tanaman sorgum?
2) Apakah varietas dapat berpengaruh terhadap intersepsi cahaya matahari
tanaman sorgum?
3) Apakah interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas dapat berpengaruh
terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum?
4) Apakah terdapat korelasi antara persentase intersepsi cahaya matahari dengan
hasil tanaman sorgum yang ditanam dengan kerapatan berbeda pada sistem
4
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada tingkat kerapatan tanaman
sorgum berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
2) Mengetahui pola intersepsi cahaya matahari pada varietas sorgum yang
berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubikayu.
3) Mengetahui pengaruh interaksi kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem
tumpangsari dengan ubikayu.
4) Mengetahui korelasi antara persentase intersepsi cahaya matahari dengan
hasil sorgum yang ditanam dengan kerapatan berbeda pada sistem
tumpangsari dengan ubikayu.
1.3 Kerangka Pemikiran
Tanaman sorgum merupakan tanaman pangan alternatif yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan di Indonesia. Menurut Sirappa (2003), tanaman
sorgum memiliki keunggulan toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat
berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan
hama/penyakit.
Pola tanam tumpangsari tanaman sorgum dan ubikayu dapat menjadi salah satu
cara untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pada saat tanaman ubikayu belum
5
memiliki jarak yang cukup lebar, hal ini merupakan cara untuk mengefisienkan
penggunaan lahan. Namun persaingan antartanaman sering menjadi masalah
utama dalam hal ini, oleh sebab itu pengaturan waktu tanam dan populasi tanaman
harus sangat diperhatikan guna mendapatkan hasil tanaman yang baik.
Menurut Willey dalam Kantur dkk. (2006), persaingan antartanaman terhadap
cahaya dapat dikurangi dengan mengatur waktu tanam, jarak tanam, kerapatan
tanaman, dan defoliasi daun. Kerapatan tanaman mempengaruhi jumlah tanaman
per satuan lahan. Semakin tinggi kerapatan tanaman akan meningkatkan populasi
tanaman sehingga produksi sorgum akan meningkat. Namun, populasi tanaman
yang tinggi akan meningkatkan persaingan air, hara, dan cahaya antartanaman.
Intersepsi cahaya matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan
radiasi yang ditransmisikan. Intersepsi cahaya dapat dipengaruhi oleh faktor
antara lain ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi tanaman.
Persentase maksimum intersepsi didapat dari populasi tanaman tinggi, jika
populasi tanaman rendah maka jumlah radiasi yang diintersepsi akan berkurang
sehingga mengurangi bobot tanaman (Fachrudin, 2003).
Setiap tanaman memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut penelitian
yang dilakukan Septiani (2009), genotipe mengacu kepada gen
yang mengendalikan sifat suatu tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sangat tergantung kepada sifat genetik tanaman, tetapi sifat genetik suatu
genotip tanaman masih dapat berubah akibat pengaruh lingkungan. Lingkungan
adalah suatu faktor luar yang mepengaruhi kinerja gen termasuk didalamnya
6
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diambil hipotesis
sebagai berikut:
1) Intersepsi cahaya matahari maksimum akan cepat terjadi pada tanaman
sorgum dengan kerapatan tanaman tertinggi.
2) Varietas sorgum yang berbeda akan menghasilkan pola intersepsi cahaya
matahari tanaman sorgum yang berbeda.
3) Adanya interaksi varietas sorgum dengan kerapatan tanaman berbeda
terhadap pola intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada sistem
tumpangsari dengan ubikayu.
4) Persentase intersepsi cahaya matahari akan berkorelasi dengan hasil tanaman
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum
Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia yang berasal dari Ethiopia dan
Sudan di Afrika. Di Indonesia tanaman sorgum memiliki beberapa nama seperti
gandrung, jagung pari, dan jagung cantel. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolorL.
Moench) termasuk dalam divisiSpermatopytha, kelas Monokotiledonae, ordo
Poales, dan familiGraminae. Tanaman sorgum memiliki akar tunggal yang
terbentuk oleh kecambah biji, kemudian dari pangkal batang akan tumbuh tunas
akar serabut. Kedalaman perakaran mencapai 30 cm (Sorghum bicolor, 2008).
Batang sorgum berbentuk silindris, beruas-ruas, dan mengandung gula, yaitu 55%
sukrosa (berat kering) dan 3,2% glukosa (berat kering), juga mengandung selulosa
12,4% dan hemiselulosa 10,2%. Kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan
meningkat setelah bunga mekar (Almodares dan Hadi, 2009). Batang sorgum
dapat dipanen pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16
–18 minggu (112–126 hari), sedangkan biji sorgum umumnya matang pada
umur 90–100 hari. Oleh karena itu biji sorgum dipanen terlebih dahulu
(Sumantri, 1996).
Tanaman sorgum termasuk dalam tanaman C-4. Karakteristik tanaman C-4 yaitu
8
sehingga menghasilkan biomassa lebih banyak dibandingkan dengan tanaman C-3
(Salisbury and Ross, 1985). Selain sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas
tanaman sorgum juga didukung oleh fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi
oleh lilin yang dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran
yang ekstensif. Kedua faktor ini menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif
dalam pemanfaatan air, sehingga produktivitas biomassa sorgum lebih tinggi
dibandingkan jagung atau tebu (Hoeman, 2007).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum
Tanaman sorgum merupakan tanaman asli daerah tropis yang dapat beradaptasi di
daerah sedang (temperate) dan sub tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi pada
daerah mulai 45oLU sampai dengan 40oLS, dari daerah dengan iklim
tropis-kering (semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat
menghasilkan pada lahan marginal. Sorgum dapat tumbuh pada tanah liat berat
ataupun tanah pasir yang ringan. Kisaran pH optimalnya adalah antara 5,0–8,5
sehingga jika pH 13 rendah perlu dilakukan pengapuran untuk perbaikan (Suwelo,
1978).
Tanaman sorgum dapat tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut.
Tanaman sorgum lebih cocok di daerah yang bersuhu panas, suhu optimum untuk
sorgum yaitu 28oC–30oC. Kelembaban tanah pada 40% - 60% kapasitas lapang
menghasilkan perkecambahan yang terbaik. Curah hujan yang diperlukan
berkisar 375 - 425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat beradaptasi
dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun hujan apabila
9
2.3 Kerapatan Tanaman
Populasi tanaman yang tinggi akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD)
sehingga jumlah cahaya matahari yang dimanfaatkan lebih banyak dalam proses
fotosintesis. Takagi dan Sumadi (1984) berpendapat bahwa Indeks Luas Daun
(ILD) meningkat dengan meningkatnya populasi tanaman. Namun, luas daun
tanaman menurun jika populasi tanaman meningkat, sedangkan jumlah buku per
tanaman berkurang (Fadhly dkk., 2000).
Kerapatan tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan tanaman lebih cepat
menutupi permukaan tanah dan terjadi saling menaungi. Semakin banyak
tanaman per satuan luas maka semakin tinggi ILD sehingga persen cahaya yang
diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat
adanya penghalang cahaya oleh daun-daun di atasnya (Hanafi, 2005). Kompetisi
pada keadaan ekstrim (ILD yang terlalu tinggi) mengakibatkan penyerapan cahaya
matahari oleh daun-daun bagian bawah begitu rendah sehingga hasil fotosintesis
tidak mencukupi untuk kebutuhan respirasi (Sugito, 1999).
Persaingan antartanaman terhadap cahaya matahari, unsur hara, dan air
merupakan permasalahan utama yang muncul. Semakin tinggi kerapatan
tanaman, maka akan meningkatan kompetisi yang terjadi antartanaman.
Pengaturan kerapatan tanaman yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi
terhadap faktor-faktor tumbuh tanaman (Aribawa dkk., 2007)
2.4 Tumpangsari
10
lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan
tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis
tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga
pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda.
Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki
pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara
lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan
maupun penyerapan cahaya matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai
yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu
komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis
tanaman yang diusahakan gagal dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat
menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis
sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan
kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009).
Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh
terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil
sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara
keseluruhan. Sebaran cahaya matahari penting, hal ini bertujuan untuk
menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal
mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk
11
2.5 Intersepsi Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi bumi. Energi ini
dipancarkan sejauh kurang lebih 150 miliar km melewati ruang angkasa dalam
bentuk radiasi. Radiasi dengan panjang gelombang antara 400-700 μ m adalah
yang digunakan tumbuhan untuk proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis
tanaman, yang sangat berpengaruh terhadap produksi bahan keringnya adalah
kualitas sinar (panjang gelombang), intensetas sinar (kuat pinyinaran) dan lama
penyinaran (duration) (Ashari (2006) dalam Suryadi, 2013). Intersepsi cahaya
matahari merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi yang
ditransmisikan. Intersepsi cahaya matahari dapat dipengaruhi oleh faktor antara
lain ILD (Indeks Luas Daun), jarak tanam dan populasi tanaman (Fachrudin,
2003).
Kuantitas radiasi matahari yang diintersepsi tanaman tergantung pada kuantitas
radiasi datang yaitu radiasi yang sampai pada permukaan tajuk tanaman, tingkat
luas daun yang biasa dinyatakan dalam satuan indeks luas daun (ILD), kedudukan
atau sudut daun dan distribusi daun dalam tajuk. Radiasi yang diabsorbsi dalam
tajuk tanaman dapat ditaksir dari selisih radiasi yang sampai pada permukaan atas
tajuk tanaman dengan radiasi yang lolos pada permukaan tanah dibawah tajuk.
Peningkatan produktivitas tanaman yang ditanam dibawah naungan dapat didekati
melalui peningkatan efisiensi intersepsi dan absorbsi cahaya serta efisiensi
konversi energi cahaya yang diintersepsi menjadi biomasa tanaman (Sitompul,
12
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Selatan dari bulan Agustus sampai November 2014.
Lahan penelitian berada pada ketinggian 135 mdpl, mempunyai jenis tanah latosol
dan sebagian podsolik merah kuning, dengan tingkat kesuburan sedang. Iklim di
sekitar KP natar termasuk tipe B menurut Schmith dan Firguson (1951) dengan
curah hujan rata-rata 1786 mm/tahun. Mempunyai lama bulan kering 2-3 bulan
per tahun, yang terjadi pada bulan Juni-Agustus dengan curah hujan bulan kering
antara 10,6–57 mm/bulan. Untuk lama bulan basah sekitar 7 sampai 9 bulan
terjadi mulai bulan Oktober sampai bulan Mei hanya 8 bulan tiap tahun dengan
curah hujan bulan basah antara 103-481 mm/bulan (BPTP Lampung, 2009).
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 3 varietas sorgum, yaitu
Numbu, Keller, dan Wray. Tanaman ubikayu yang digunakan adalah Varietas
Kasetsart. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah Urea, SP-36 dan
13
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul, koret, timbangan,
arit, ajir bambu, meteran, tali raffia, label, alat penugal, alat penyedot air, selang,
kamera, lux meter, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan disusun secara faktorial (4x3) dalam Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman
(p) yang terdiri dari empat taraf, yaitu satu tanaman per lubang (p1), dua tanaman
per lubang (p2), tiga tanaman per lubang (p3), dan empat tanaman per lubang
(p4). Faktor kedua adalah varietas sorgum (g) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu
Varietas Numbu (g1), Varietas Keller (g2), dan Varietas Wray (g3). Dengan
demikian diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Dengan susunan
[image:33.595.123.440.520.707.2]perlakuan sebagai berikut :
Tabel 1. Kombinasi perlakuan varietas tanaman dan kerapatan tanaman dalam percobaan.
Perlakuan Keterangan
14
Petak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 4 m x 5 m. Data
dianalisis dengan analisis ragam dan untuk penentuan perbedaan nilai tengah antar
perlakuan dilanjutkandengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α= 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah dan mengendalikan
gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara pembalikan tanah,
penggemburan tanah, perataan tanah dan pembuatan petakan percobaan.
3.4.2 Pembuatan Petak Percobaan
Persiapan yang dilakukan adalah dengan membuat petak percobaan, dengan
panjang petakan 5 m dan lebar petakan 4 m. Kemudian hal lain yang dilakukan
adalah mempersiapkan bibit ubikayu dan benih sorgum 3 varietas untuk ditanam.
3.4.3 Penanaman
Penanaman antara tanaman ubikayu dan tanaman sorgum dilakukan pada waktu
yang bersamaan. Tanaman ubikayu ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 60 cm,
kemudian tanaman sorgum ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm. Tanaman
ubikayu yang digunakan adalah Varietas Kasetsart, dan benih sorgum Varietas
15
3.4.4 Penjarangan
Penjarangan dilakukan untuk menyesuaikan dengan perlakuan yaitu jumlah
tanaman per lubang. Penjarangan dilakukan dengan cara mencabut tanaman
sorgum secara perlahan agar tidak merusak perakaran tanaman sorgum lain yang
dipertahankan. Penjarangan dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam dan
dipilih tanaman yang mampu tumbuh dan berkembang dengan dengan baik.
3.4.5 Pemupukan
Pemupukan tanaman sorgum dibagi menadi dua kali. Pemupukan pertama yaitu
pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan perbandingan sebanyak 1/3 : 1 : 1 bagian
diberikan pada umur dua minggu setelah tanam. Pemupukan kedua yaitu pupuk
Urea 2/3 bagian (sisa) diberikan pada umur enam minggu setelah tanam.
Kemudian pemupukan tanaman ubikayu digunakan pupuk Urea 120 Kg/ha, SP-36
30 Kg/ha, dan KCl 50 Kg/ha pada umur 60 hst.
3.4.6 Pemeliharaan
Pada tumpangsari tanaman ubikayu dengan tanaman sorgum pemeliharaan
meliputi beberapa kegiatan yaitu:
A. Penyiraman
Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali dalam satu minggu dengan
16
B. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada penelitian ini, serangan hama dan penyakit pada tanaman sorgum tidak
banyak menyebabkan kerugian, sehingga tidak dilakukan pengendalian.
C. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan dikoret
menggunakan sabit atau cangkul.
3.5 Variabel yang diamati
Setiap petak perlakuan jumlah tanaman yang diamati sebanyak 3 tanaman yang
dipilih secara acak. Adapun kegiatan pengamatan yang dilakukan adalah:
3.5.1 Pengukuran Intensitas Cahaya Matahari
Pengukuran intensitas cahaya matahari pada tanaman sorgum dilakukan dengan
menggunakan alat Lux Meter. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur
intesitas cahaya matahari di atas dan bawah kanopi tanaman sorgum. Pengamatan
dimulai pada umur 4 minggu setelah tanam dengan interval pengamatan setiap 1
minggu. Persentase intersepsi cahaya matahari dapat dihitung dengan rumus:
I = × 100%
Keterangan:
I : Persentase intersepsi cahaya matahari
a: Jumlah radiasi datang (di atas kanopi)
17
3.6 Variabel pendukung
Data komponen hasil tanaman sorgum digunakan dalam analisis korelasi.
Variabel komponen hasil tanaman sorgum diantaranya sebagai berikut:
3.6.1 Jumlah biji per malai
Jumlah biji per malai dihitung dengan menggunakan alatSeed Counter yang
dinyatakan dalam satuan butir.
3.6.2 Bobot biji per malai
Bobot biji per malai dihitung dengan menggunakan timbangan elektrik dalam
satuan gram (g).
3.6.3 Bobot 100 butir biji kering
Bobot biji kering didapatkan dengan pengovenan selama tiga hari dengan suhu
80oC. Dipilih 100 butir biji tanaman sorgum untuk dilakukan pengamatan kadar
air, setelah diketahui persen kadar air setiap sampel maka dilakukan perhitungan
untuk penyetaraan kadar air 14%. Pengamatan ini menggunakan timbangan
elektrik danMoisture Meter.Penyetaraan bobot 100 butir biji kering dengan kadar
air dihitung dengan rumus:
100 kadar air terukur
100 14% x bobot 100 butir terukur
Bobot 100 butir biji kering yang sudah disetarakan dengan kadar air 14%
18
3.6.4 Bobot brangkasan basah
Bobot brangkasan basah didapat dari tanaman sampel sorgum yang telah dipanen
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dan dinyatakan
dalam satuan gram (g).
3.6.5 Bobot brangkasan kering
Bobot brangkasan kering didapat dari tanaman sampel sorgum yang telah dijemur
dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 3 hari dan
ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam satuan
gram (g).
3.6.6 Bobot biji per m2
Bobot biji per m2dihitung dari nilai rata-rata bobot biji/malai pada tiap petak
percobaan dengan menggunakan rumus:
19
Gambar 1. Tata Letak Percobaan
16 m
g2p4 g3p3
g1p1 g2p1 g2p3 g1p3 g3p1 g3p2 g1p4
g3p4 g2p2
g1p2
g2p3 g2p2
g3p4 g3p2 g1p1 g1p3 g2p4 g2p1 g1p4
g3p3 g1p2
g3p1
g3p4 g2p3
g3p3 g2p2 g2p4 g1p4 g1p2 g3p1 g3p2
20
4 m
5
[image:40.595.104.523.109.506.2]Keterangan :
Gambar 2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum Pada Petak Percobaan
Gambar 2. Tata letak lubang tanam/ petakan
Keterangan:
x : Tanaman Ubikayu dengan jarak tanam 60 cm x 80 cm 0 : Tanaman Sorgum dengan jarak tanam 20 cm x 80 cm
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x x x x x x
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap pola intersepsi cahaya
matahari tanaman sorgum. Secara umum kerapatan empat tanaman per
lubang tanam memiliki pesentase intersepsi cahaya matahari tertinggi.
2. Intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang
relatif sama pada berbagai umur tanaman.
3. Interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman berpengaruh nyata
terhadap intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari
dengan Ubi kayu pada umur 5 dan 7 mst.
4. Persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi
negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m2,
34
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan untuk
melakukan penelitian yang sama dengan menambahkan variabel pengamatan
35
PUSTAKA ACUAN
Almodares A., and M.R. Hadi. 2009. Production of bioethanol from sweet sorghum: A Review. African Journal Agric. Research4(9): 772-780.
Aribawa, I. B., S. Mastra , dan I.K. Kariada. 2007. Uji adaptasi beberapa
varietas jagung di lahan sawah. Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bali dan Nusa Tenggara Barat. 8 hal.
BPTP Lampung. 2009. Sekilas Kebun Pecobaan Natar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Lampung. 10 hal.
Balai Penelitian Tanaman Serelia. 2013. Varietas numbu (sorgum).
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_conten t&view=article&id=117:numbu-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum. Diakses pada tanggal 30 Mei 2015.
Fachrudin, J. 2003. Intersepsi radiasi matahari pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan beberapa varietas dan jarak tanam yang berbeda. (Skripsi).Jurusan Geofisika dan Meteorologi. ITB. Bogor. 25 hal.
Fadhly, A. F., Subandi, A. Roslina, T. Fahdiana, dan E.O. Momuat. 2000. Pengaruh N dan kepadatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Risalah penelitian jagung dan serealia lain. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 4: 35-40.
Ferdian, B. 2013. Akumulasi bahan kering beberapa varietas tanaman sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench)ratoon1 pada tingkat kerapatan tanaman berbeda. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 90 hal.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. Diterjemahkan oleh Susilo, H. dan Subiyanto. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI press). Jakarta. 428 hal.
36
Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh kerapatan tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar jagung (Zea maysL.) untuk produksi jagung. (Semi Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 213 hal.
Hartadi, H, S., Reksohadiprojo, L., Soekanto, A. D., Tillman, L. C. Kearl, dan L. E. Haris. 1980. Komposisi bahan makanan ternak untuk Indonesia. Yayasan Rockefeller, Yogyakarta. 145 hal.
Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah
pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol”. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.10 hal.
Kantur, D., Dj. Prajitno, dan P. Yudono. 2006. Kajian defoliasi sorgum pada tumpangsari dengan kacang hijau. Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hal: 57–65.
Lesoing, 1995. and Ch.A. Francis, 2000. Strip intercropping effects on yield and yield components of corn, grain sorghum, and soybean. Agron J.91: 422-426.
Pembengo, W., Handoko, dan Suwarto. 2012. Efisiensi penggunaan cahaya matahari oleh tebu pada berbagai tingkat pemupukan nitrogen dan fosfor. J. Agron. Indonesia40(3): 211 -217.
Rahmawati, A. 2013. Respon Beberapa Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) Terhadap Sistem Tumpangsari Dengan Ubikayu (Manihot esculentaCrantz). (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1985. Plant Physiology. Third Edition. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California. 540 p.
Sari, L.W., N. Nugrahaeni, Kuswanto, dan N. Basuki. 2013. Interakasi genotipe x lingkungan galur-galur harapan kedelai (Glycine max(L)). Jurnal
Produksi Tanaman1(5): 436.
Septiani, R. 2009. Evaluasi pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe sorgum (Sorghum bicolor(L) Moench)ratoon1. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 97 hal.
Sirappa, M.P. 2003. Prospek pembangunan sorgum di Indonesia sebagai
komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian22(4): 133-140.
Sitompul, S.M. 2002. Radiasi dalam Sistem Agroforestri. Bahan Ajar 5.
37
Sorghum bicolor. 2008. www.Plants.usda.gov/java/profil?SymbolSOBI2. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2014. Bandar Lampung.
Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya: Malang.60 hal.
Sumantri, A. 1996. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Industri Gula. Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula: Indonesia. 28 hal.
Suryadi, L. Setyobudi, dan R. Soeliytyono. 2013. Kajian intersepsi cahaya matahari pada kacang tanah (Arachis hypogeae L.) di antara tanaman melinjo menggunakan jarak tanam berbeda. Jurnal Produksi Tanaman 1(4): 49.
Suwarto, S., Y. Handoko dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan ubikayu dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agronomi2(33): 1-7.
Suwelo, I. S. 1978. Prospek Pengembangan Sorgum (Sorgum vulgarePers.) untuk Penganekaragaman Pangan di Indonesia. Dalam Bagian Agronomi LPPP Bogor (Ed). Laporan kemajuan penelitian pemuliaan jagung, sorgum dan ganduum MK 1997 dan MH 1977/1978.
Takagi, H dan S. Sumadi. 1984. Growth of soybean as affected by plant density. Penelitian Pertanian4(2): 83-86.
Talanca, A.H. 2011. Status sorgum sebagai bahan baku bioetanol.Seminar nasional 3-4 Oktober 2011. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Hal: 556-560.