• Tidak ada hasil yang ditemukan

Promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka European neighborhood policy 2011-2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka European neighborhood policy 2011-2013."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

1 Skripsi

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Tisa Lestari 1110113000013

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PROMOSI DEMOKRASI UNI EROPA DI MAROKO DALAM KERANGKA

EUROPEAN NEIGHBORHOOD POLICY (2011-2013)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2014

(3)
(4)
(5)

iv

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan tentang promosi demokrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) di Maroko dalam kerangka European Neighborhood Policy

(ENP) selama tahun 2011-2013. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa cara UE dalam mempromosikan demokrasi di Maroko, setelah terjadinya Revolusi Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara pada tahun 2010, serta reformasi konstitusi Maroko pada tahun 2011. Penelitian ini fokus pada tiga aspek dalam reformasi demokrasi Maroko, yaitu dalam aspek pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi.

Penulis menggunakan pemahaman konstruktivisme sebagai landasan pemikiran utama dalam penelitian ini. Pemahaman konstruktivisme ini digunakan untuk menjelaskan sosialisasi norma dalam membentuk identitas kolektif. Penulis menggunakan konsep sosialisasi norma yang diungkapkan oleh Thomas Risse dan asumsi identitas kolektif Alexander Wendt. Penulis juga menggunakan konsep promosi demokrasi yang diungkapkan oleh Thomas Risse, bahwa promosi demokrasi dapat dijelaskan secara normatif sebagai bentuk transfer norma. Terakhir, penulis menggunakan konsep strategi promosi demokrasi Trine Flockhart, yaitu strategi pengaruh sosial (social influence) atau penguatan dukungan (reinforcement), dalam wujud kondisionalitas.

Berdasarkan analisis konsep-konsep dan asumsi-asumsi tersebut, penelitian ini menemukan bahwa UE telah melaksanakan konstruksi sosial politik dalam mempromosikan demokrasi di Maroko. Adapun konstruksi tersebut telah menghasilkan capaian penting dalam di tiga aspek reformasi demokrasi Maroko, yaitu adanya komitmen Kerajaan Maroko terhadap pemisahan kekuasaan, penggunaan kerangka kerja UE sebagai kerangka kerja Parlemen Maroko, dan pembangunan Civil Society Facility (CSF) dan Citizen for Dialogue yang menjembatani komunikasi pemerintah dan masyarakat sipil Maroko. Penelitian ini juga menemukan bahwa UE mempromosikan demokrasi di Maroko dengan menggunakan kondisionalitas sebagai instrumen yang diwujudkan dalam program-program ENP. Adapun promosi demokrasi UE di Maroko dalam kerangka ENP ini merupakan bentuk sosialisasi norma demokrasi UE di Maroko untuk membentuk identitas kolektif UE dan Maroko sebagai aktor yang pro demokrasi.

(6)

v

ABSTRACT

This Research explains European Union’s (EU) democracy promotion in

Morocco within the framework of European Neighborhood Policy (ENP) during 2011-2013 period. This Research aims to analyze the way used by EU to promotes democracy in Morocco, after Arab Revolution in Middle East and North Africa in 2010, and also Morocco constitutional reform in 2011. This study focuses on three aspects of Moroccan democratic reform, that are the separation of power, strengthening the role of parliament, and strengthening the role of civil society organizations in the development of democracy .

I use constructivism as a basis of main thought in this research. Constructivism is used to explain norm socialization in constructing collective identity. I use norm sosialization concept from Thomas Risse and assumption of collective identity by Alexander Wendt. I also use democracy promotion concept from Thomas Risse, which explain that normatively democracy promotion can be seen as a form of transfer of norms. The Latter, I use democarcy promotion strategy concept by Trine Flockhart, that is social influence or reinforcement strategy, in the form of conditionality.

Based on the analysis of concepts and assumptions , this study found that the EU has implemented social and political construction in promoting democracy in Morocco . The construction has resulted in important achievements in three aspects of democratic reform in Morocco, that are the Kingdom of Morocco 's commitment to the separation of powers, the use of the framework of the EU as a framework for the Moroccan parliament, and the development of the Civil Society Facility (CSF) and Citizen for Dialogue as a bridge for the communication of Moroccan government and Moroccan civil society. This study also found that the EU promote democracy in Morroco by using conditionality as an instrument in the form of ENP programmes. EU democracy promotion in

Morocco within the framework of ENP is a relization of EU’s democratic norm socialization in Morocco that constructs EU and Morocco’s collective identity as

pro-democracy actors.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalammu‟alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Rabb al-A’alamin. Segala puji bagi Allah SWT atas semua

nikmat dan karunia-Nya yang telah peneliti terima, sholawat serta salam penulis

sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas wasilah serta

pencerahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Promosi Demokrasi Uni Eropa di Maroko Dalam Kerangka European Neighborhood Policy (2011-2013)”ini dengan baik.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk yang teristimewa kedua orang tua

penulis, Bapak Salamun dan Ibu Astuti. Terima kasih kepada keduanya yang tak

pernah lelah memberikan dukungan baik moral, material, dan do‟a untuk penulis.

Terima kasih untuk Bapak dan Ibu. Juga kepada adik-adik penulis, Ridwan Dwi

Hanggoro dan Assidiq Nurrohman, skripsi ini penulis persembahkan untuk

mereka berdua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis

untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis juga banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak, baik spiritual, moral dan material. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini peneliti dengan segenap hati dan dengan segala hormat

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ibu Debbie Afianty, M.Si, dan sekretaris program studi,

Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si.

2. Bapak Faisal Nurdin Idris, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

mendedikasikan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk membimbing

penulis. Terima kasih atas begitu banyak arahan, dorongan, motivasi, dan ilmu

yang telah diberikan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak M. Adian Firnas, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan, solusi, dukungan, dan motivasi kepada penulis di awal

(8)

vii

4. Bapak Budi Satari, M.Sc dan Bapak Irfan Hutagalung, S.H, LLM sebagai

dosen penguji sidang DPS; serta Ibu Mutiara Pertiwi, MA dan Bapak Teguh

Santosa, MA sebagai dosen penguji sidang skripsi; yang telah memberikan

banyak sekali masukan, arahan, dan melatih penulis untuk konsisten berfikir

secara ilmiah demi terciptanya sebuah skripsi yang baik.

5. Seluruh jajaran staff dan pengajar di Prodi Hubungan Internasional,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Sahabat-sahabat penulis, Rosa Permata Nurani, Peni Intan Palupi, Istiqamah,

Detty Oktavina, El Humairoh Wijaya, dan Siti Maunah sebagai suporter utama

yang selalu memberi motivasi, masukan, dan do‟a untuk penulis sejak awal

penulisan skripsi hingga melewati sidang skripsi dengan baik.

7. Teman-teman seperjuangan di kelas regular A dan kelas regular B Hubungan

Internasional UIN Jakarta, Oya, Rere, Putri, Bagus, Yuri, Zakiah, Dienny,

Dian, Anggi, Hana, Lilah, Windy, Siska, dan semua teman-teman, terima

kasih atas kebersamaan dan kenangan yang diberikan selama empat tahun

penulis menimba ilmu di UIN Jakarta.

8. Untuk guru-guru penulis, Emine hocam dan Lale abla, yang telah memberi

banyak ilmu dan pengetahuan baru, serta dukungan dan inspirasi kepada

penulis. Juga untuk teman-teman White Pearls Fethullah Gulen Chair UIN

Jakarta, Asiah, Tati, dan teman-teman Turkce Kursu semua. Cok Tesekkur

Ederim.

Akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

serta masih banyak kekuarangan yang menyertai. Untuk itu penulis mengharapkan

masukan serta kritikan, agar nantinya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak.

Jakarta, 16 Desember 2014

(9)

viii

DAFTAR SINGKATAN

AA : Association Agreements

AP : Action Plan

CGEM : General Confederations of Morocco‟s Enterprises CSF : Civil Society Facility

CSO : Civil Society Organization

EMP : Euro-Mediterranean Partnership

ENP : European Neighborhood Policy

ENPI : European Neighborhood Partnership Instrument

GUMW : General Union of Moroccan Workers

NIS : Newly Independent States

NGO : Non-Governmental Organization

PAM : Party of Authenticity and Modernity

PCA : Pre-Accession Assistance

PJD : Justice and Development Party

RNI : National Rally of Independents

SPRING : Support for Partnership, Reforms and Inclusive Growth

SUPF : Socialist Union of Popular Forces

UE : Uni Eropa

UfM : Union for Mediterranean

WDC : Workers Democratic Confederation

(10)

ix

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel

Tabel I.A.1. Morocco‟s National Indicative Programme 2011-2013...10

Tabel II.B.1. Distribusi Kursi Parlemen Maroko...45

Tabel II.B.1. Komponen Utama Action Plan EU-Maroko...60

Tabel III.C.1. Rincian Dana Program SPRING...66

Tabel III.C.2. Rincian Dana Untuk Program Tematik...69

(11)

x

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI...iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

D. Tinjauan Pustaka ... 13

E. Kerangka Pemikiran ... 16

1. Konstruktivisme ... 17

2. Promosi Demokrasi ... 21

3. Kondisionalitas ... 26

F. Metode Penelitian...30

G. Sistematika Penulisan...31

BAB II DEMOKRATISASI DI MAROKO ... 32

A. Pemisahan Kekuasaan ... 33

1. Periode Awal Transisi Demokrasi-Reformasi Konstitusi 1996...33

(12)

xi

3. Pasca Reformasi Konstitusi 2011-Desember 2013...38

B. Penguatan Peran Parlemen ... 40

1. Periode Awal Transisi Demokrasi-Reformasi Konstitusi 1996...40

2. Pasca Reformasi Konstitusi 1996-Reformasi Konstitusi 2011...42

3. Pasca Reformasi Konstitusi 2011-Desember 2013...44

C. Penguatan Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Pembangunan Demokrasi ... 47

1. Periode Awal Transisi Demokrasi-Reformasi Konstitusi 1996...47

2. Pasca Reformasi Konstitusi 1996-Reformasi Konstitusi 2011...49

3. Pasca Reformasi Konstitusi 2011-Desember 2013...51

BAB III EUROPEAN NEIGHBORHOOD POLICY (KEBIJAKAN EROPA UNTUK NEGARA TETANGGA) DI MAROKO...55

A. Pengertian European Neighborhood Policy (ENP)...56

B. Landasan Kerjasama Uni Eropa-Maroko dalam Kerangka ENP...58

C. Promosi Demokrasi Uni Eropa di Maroko Dalam Kerangka ENP (2011-2013)...61

1. Bidang Pemisahan Kekuasaan...63

2. Bidang Penguatan Peran Parlemen...64

3. Bidang Penguatan Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Pembangunan Demokrasi...66

BAB IV ANALISIS PROMOSI DEMOKRASI UNI EROPA DI MAROKO DALAM KERANGKA EUROPEAN NEIGHBORHOOD POLICY (ENP) TAHUN 2011-2013 ... 71

A. Sosialisasi Norma Demokrasi UE di Maroko Untuk Membentuk Identitas Kolektif ...71

(13)

xii

C. Kondisionalitas Sebagai Instrumen Promosi Demokrasi UE di

Maroko...78

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Uni Eropa (UE) adalah salah satu aktor internasional yang paling aktif

mempromosikan demokrasi kepada negara-negara tetangganya. Sejak

berakhirnya Perang Dunia II, Uni Eropa terus berusaha memperluas nilai-nilai

politik dan ekonominya, tidak hanya kepada negara-negara di kawasan Eropa,

tetapi juga negara-negara di luar kawasan Eropa.1Uni Eropa sendiri relatif

masih dikenal sebagai „young promoter of democracy‟ (promotor muda demokrasi) dalam hubungan eksternalnya,2 karena UE baru benar-benar

menjadi lebih aktif dalam mempromosikan demokrasi setelah runtuhnya Uni

Soviet, ketika 15 negara tetangganya meraih kemerdekaan dan terjadi

perubahan demokratis di negara-negara tersebut.3

Meningkatnya keinginan UE dalam mempromosikan demokrasi

kepada negara-negara tetangganya di kawasan Eropa kemudian mendorong

UE untuk membentuk beberapa strategi promosi demokrasi kepada

negara-negara tetangganya di kawasan ini, salah satunya melalui European

1 Megan Leahy, “A New Tool for Democratization within the European Neighborhood Policy: The “Advanced Status” Program in Morocco”, (Paper Akademik, University of North Carolina, North Carolina, 2011), hlm.1

2 Günther Guggenberger, “Symbolic actions or effective endeavours? The EU‟s activities to promote democracy in Ukraine, Moldova and Belarus.” European Union and its New

Neighborhood: Addressing Challenges and Opportunities, ed. Jolanta Grigaliunaité and Sarunas Liekis (Vilnius: Demokratiezentrum Wien, 2006), hlm. 87

(15)

Neighborhood Policy (ENP).4 ENP adalah strategi politik UE yang secara luas

bertujuan untuk memperkuat kesejahteraan, stabilitas, dan keamanan

negara-negara tetangga Eropa guna menghindari munculnya garis pembatas antara

UE yang diperluas (Enlarged EU) dengan negara-negara tetangga yang

berbatasan secara langsung dengan UE. 5 Adapun menurut dokumen

Copenhagen European Council pada Desember 2002, ENP juga bertujuan

mempromosikan Nilai-nilai Eropa (European Values), dimana UE harus

mempromosikan kerjasama regional dan sub-regional serta integrasi yang

dikondisikan untuk stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan penurunan

tingkat kemiskinan.6

Sejak tahun 2004, lingkup ENP mencakup 16 negara 7 , dan

keanggotaannya didominasi oleh negara-negara Eropa.8 ENP dalam jangka

pendek dijalankan melalui Perjanjian Asosiasi (Association Agreement)

antara UE dengan negara mitra, sedangkan dalam jangka panjang

European Neighborhood and Partnership Instrument, http://eeas.europa.eu/enp/index_en.htm, diakses pada 17 Maret 2014.

6 Florent Parmentier, “The European Neighborhood Policy as a Process of Democratic Norms Diffusion in Ukraine, Can The EU Act Beyond Kondisionalitas?”, Les Cahiers europeens de Sciences Po. No. 02 (2006), hlm. 2

7

12 Negara telah menyetujui ENP Action Plans, yaitu Armenia, Azerbaijan, Mesir, Georgia, Israel, Yordania, Lebanon, Moldova, Maroko, Palestina, Tunisia, dan Ukraina; Satu negara dalam proses negosiasi Action Plans, yaitu Aljazair; dan tiga negara berada diluar sebagian besar struktur ENP, yaitu Belarusia, Libya, dan Suriah

8

Richard G. Whitman dan Stefan Wolff, “Much Ado About Nothing? The European Neighborhood Policy in Context,” The European Neighborhood Policy in Perspective: Context, Implementation and Impact, ed. Richard G. Whitman dan Stefan Wolff (New York: Palgrave Macmillan, 2010), hlm. 3

9

(16)

insentif yang diberikan kepada negara anggota diatur dalam European

Neighborhood and Partnership Instrument (ENPI).

Pada dasarnya ENP dibentuk untuk membantu negara-negara tetangga

di sebelah Timur (Eastern Neighbours) UE, yang tengah berupaya menuju

demokrasi dan berjuang untuk menjadi anggota baru UE. Keberhasilan ENP

dalam promosi demokrasi di beberapa negara Eastern Neighbours seperti

Moldova dan Ukraina, yang keduanya kemudian masuk menjadi anggota UE,

kemudian mendorong UE untuk juga melaksanakan promosi demokrasi ke

negara-negara tetangga di sebelah Selatan (Southern Neighbours).10

Salah satu negara Southern Neighbours yang menjadi prioritas UE

dalam mempromosikan demokrasi melalui ENP adalah Maroko.11Prioritas UE

terhadap Maroko didorong oleh beberapa faktor dan kepentingan, diantaranya

bahwa secara tradisional Maroko adalah negara yang memiliki hubungan

paling dekat Eropa, terutama dengan dua negara anggota UE, Spanyol dan

Perancis.12 Karena kedekatan geografis, dua negara Mediteranian UE tersebut

fokus pada kontrol imigran dari Afrika, keamanan regional, perdagangan

bebas, dan hak perikanan dengan Maroko.13 Selain itu, Maroko juga menjadi

mitra utama UE dalam memerangi terorisme, terutama karena Maroko terkena

10Tina Freyburg, et.al., “Democracy promotion through functional cooperation? The Case of The European Neighborhood Policy”, Democratization, Vol. 18, No. 4, (Agustus 2011) [jurnal on-line]; tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13510347.2011.584738; internet; diunduh pada 17 Januari 2014.

11

Ibid, hlm. 3 12

Carl Dawson, EU Intergration With North Africa: Trade Negotiations and Democracy Deficits in Morocco (London: IB Tauris & Co. Ltd, 2009), hlm. 51

13 Kristina Kausch, “Morocco,”

(17)

imbas kekerasan politik dan terorisme di Aljazair.14 Adapun dalam bidang

energi, UE sangat membutuhkan Maroko sebagai alternatif penyuplai energi

ke Eropa Barat, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia dan

memburuknya hubungan UE-Rusia. Maroko juga diharapkan dapat menjadi

negara transit gas dari Aljazair ke Eropa.15

Maroko sendiri sejak Raja Mohammed VI berkuasa, memiliki

komitmen yang kuat untuk melaksanakan demokratisasi. Beberapa reformasi

dilaksanakan oleh Raja Mohammed VI diantaranya adalah mendirikan Equity

and Reconciliation Commission (IER) sebagai komisi HAM, adopsi hukum

status liberal personal (Moudwana), dan National Human Development

Initiative (INDH).16 Reformasi ini yang kemudian mendorong UE untuk

memberikan Advanced Status kepada Maroko sebagai negara dengan progres

demokratisasi yang baik pada Oktober 2008. Maroko menjadi negara ENP

pertama yang mendapatkan status ini.17 Kepentingan UE, serta komitmen dan

reformasi demokrasi Maroko tersebut yang kemudian menjadikan Maroko

sebagai prioritas promosi demokrasi UE melalui ENP di kawasan Southern

Neighbours.

Maroko bergabung dalam ENP sejak tahun 2004, dan merupakan salah

satu negara yang pertama kali menandatangani Action Plan. Pada masa awal

14 Ian O. Lesser, Geoffrey Kemp, Emiliano Alessandri, dan S. Enders Wimbush, “Morocco‟s New Geopolitics: A Wider Atlantic Perspective,” GMF Wider Atlantic Series (Washington DC: The German Marshall Fund of the United States, 2012), hlm. 13

15

Loc.Cit, hlm. 15

16 Haim Malka dan Jon B. Alterman, “Arab Reform and Foreign Aid: Lessons from Morocco,” CSIS Significant Issues Series, Vol. 28, No. 4 (2006), hlm. 47

17

(18)

ENP di Maroko, yakni dari tahun 2006 sampai sebelum Revolusi Arab, Action

Plan hanya meliputi bentuk kondisionalitas positif yang lemah dimana

Maroko sebagai negara ENP, tergantung pada progres reformasi politik,

ekonomi, dan institusionalnya (yang tidak didefinisikan secara jelas),

diberikan akses ke pasar tunggal UE dan hubungan yang lebih erat dengan

UE.18

Kebijakan promosi demokrasi UE dalam ENP di Maroko pada periode

ini juga banyak dikritik karena dianggap tidak serius dan tidak konsisten

dalam pelaksanaannya. Karena terlalu fokus pada keamanan dan perdagangan,

beberapa kebijakan dalam aspek politik justru menjadi tidak tepat sasaran

dalam pelaksanaannya. 19 Pemberian Advanced Status misalnya, hanya

bertujuan ekonomis dimana Maroko dapat masuk ke dalam pasar tunggal UE

dengan hanya melaksanakan modernisasi dalam beberapa bidang seperti

kebijakan publik, namun tidak melaksanakan reformasi dalam bidang politik,

seperti reformasi kekuasaan Raja dan kekuasaan parlemen.20 Maka, dapat

dikatakan bahwa pada awalnya UE tidak serius mempromosikan demokrasi di

negara ini, ENP dilaksanakan hanya sebagai alat untuk membangun hubungan

baik dengan negara-negara Southern Neighbours, demi menjaga stabilitas

kawasan.

18 Anna Khakee, “Assessing Democracy Assistance: Morocco”,

Fride Project Report (Mei 2010), hlm. 3

19 Kausch, “Morocco,”

Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood?”, hlm. 16

(19)

Adapun pada masa awal bergabung dalam ENP, situasi demokrasi

Maroko juga tidak mengalami banyak perubahan, khususnya dalam aspek

reformasi politik. Sebagai negara semi otoriter, kehidupan politik Maroko

ditandai dengan realitas demokrasi ganda. Secara formal, Maroko memang

memiliki struktur dan institusi demokratis, namun secara informal struktur ini

dibayangi oleh struktur pemerintahan yang disebut Makhzen, yaitu jaringan

kerajaan yang menguasai garis kebijakan utama dan bertindak sebagai penjaga

segala bentuk reformasi politik. Sebagai akibatnya, reformasi politik di

Maroko berjalan selektif dan superfisial.21

Terkait pembagian kekuasaan misalanya, konsentrasi kekuasaan di

tangan Raja sama sekali tidak tersentuh oleh reformasi. Raja Maroko

bertindak sebagai penjamin keteraturan politik sebagai dasar legitimasi

relijius, kekuasaan absolut dan kekuasaan mempertahankan takhta. 22

Kekuasaan di Maroko memang dibedakan secara hukum dan fungsinya,

namun pada praktiknya tidak ada pemisahan kekuasaan, dengan kerajaan

memimpin kekuasaan eksekutif dan memiliki pengaruh besar atas kekuasaan

legislatif dan yudikatif.23

Oleh karena tidak ada pembagian kekuasaan yang jelas, maka

parlemen tidak memiliki kekuatan dan peran yang signifikan dalam

pembangunan demokrasi Maroko. Meskipun memiliki sistem multipartai dan

rutin melaksanakan pemilu legislatif, kerajaan mengesampingkan peran

21 Kausch, “Morocco,”

Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood? hlm. 10

22

Dawson, hlm. 75 23

(20)

parlemen. Akibatnya, partai-partai politik menjadi lemah dan parlemen lebih

memilih melaksanakan keinginan kerajaan dan Makhzen, daripada keinginan

konstituennya. Dalam proses reformasi demokrasi di Maroko, parlemen juga

tidak memiliki peran.24

Selain masalah pembagian kekuasaan dan wewenang parlemen,

terbatasnya kontrol dan pengaruh masyarakat sipil dalam politik dan

pemerintahan Maroko juga menjadi permasalahan lain. Beberapa organisasi

masyarakat sipil Maroko yang aktifitasnya terkait dengan isu-isu tabu seperti

monarki, pemisahan kekuasaan, atau kemerdekaan Sahara Barat segera

dihentikan melalui berbagai langkah hukum oleh pemerintah.25

Kondisi demokrasi Maroko yang demikian, juga tidak didukung dalam

prioritas reformasi yang dicanangkan UE dalam program-program ENP pada

periode tersebut. Isu-isu reformasi yang secara langsung berkenaan dengan

kelemahan-kelemahan demokratis yang spesifik di Maroko, seperti lemahnya

parlemen dan pemisahan kekuasaan yang tidak jelas, tidak ada dalam prioritas

ENP di Maroko.26 Pada periode 2007-2010 misalnya, dalam National

Indicative Programme ENP in Morocco 2007-2010 disebutkan bahwa

prioritas ENP di Maroko hanyalah prioritas sosial, seperti dukungan kepada

INDH dan kebijakan pendidikan; prioritas HAM, seperti mendukung Ministry

of Justice dan impelementasi IER; prioritas ekonomi, seperti promosi investasi

24

Haim Malka dan Jon B. Alterman, hlm. 55

25 Driss Ben Ali, “Civil Society and Economic Reform in Morocco,”

ZEF Project Research Paper, Universitat Bonn (Januari 2005), hlm. 3

(21)

dan ekspor industri Maroko, pertanian, dan pembangunan infrastruktur; serta

prioritas lingkungan, seperti memberikan dana bantuan untuk menanggulangi

depolusi. Adapun demokrasi tidak ada dalam proritas program tersebut.27

Pergeseran prioritas UE dalam program-program ENP untuk secara

„serius‟ mempromosikan demokrasi baru terjadi setelah Revolusi Arab (Arab Spring) yang melanda negara-negara ENP di Selatan seperti Mesir dan

Tunisia pada tahun 2010. UE kemudian merespon Revolusi Arab salah

satunya dengan menggeser fokus ENP dari pembangunan ekonomi menjadi

pembangunan demokrasi.28 Revolusi Arab menjadi momentum bagi UE

untuk memulai promosi demokrasi dalam aspek politik di Southern

Neighbours melalui ENP.

Di Maroko sendiri, respon masyarakat dan oposisi Maroko terhadap

gelombang protes anti-rezim ini berbeda dengan negara-negara lain di

kawasan yang terdampak Revolusi Arab. Gerakan 20 Februari, muncul

sebagai reaksi terhadap gelombang revolusi ini. Gerakan ini memobilisasi

masyarakat Maroko secara nasional untuk menuntut perubahan sosial

ekonomi, dan juga secara eksplisit menuntut perubahan politik, yaitu:

“The realization of profound and radical constitutional and political changes to consolidate a democratic state built on strong institutions; the construction of a state based on the rule of law and a free and independent legal system with the aim of endowing the country with a political system of parliamentary monarchy.”

“Realisasi perubahan konstitusional dan politik yang mendalam dan mendalam untuk mengkonsolidasikan sebuah negara demokratis yang dibangun dengan institusi yang

27

(22)

kat; konstruksi negara didasarkan pada penegakan hukum serta sistem legal yang bebas dan independen dengan tujuan terbentuknya negara dengan sistem politik monarki parlementer.”29

Pemerintah Maroko kemudian merespon Gerakan 20 Februari dengan

melaksanakan referendum publik untuk menetapkan konstitusi baru pada

September 2011 yang memuat beberapa poin reformasi demokrasi dalam

aspek politik, seperti pemberian kekuasaan dan independensi yang lebih luas

kepada Perdana Menteri, badan legislatif, dan lembaga peradilan Maroko,

serta pengakuan kesetaraan hak-hak wanita.30

Situasi Maroko yang „aman‟ dari Revolusi Arab dan kesadaran

pemerintah Maroko untuk memulai perwujudan demokrasi dengan

melaksanakan reformasi keonstitusi 2011, mendorong UE untuk „melindungi‟ Maroko dengan mendukung reformasi demokrasi yang sudah dimulai di

Maroko melalui kerjasama di bidang demokrasi yang lebih aktif dalam

ENP.31 Dalam dokumen National Indicative Programme untuk tahun

2011-2013, terlihat jelas peningkatan dukungan UE untuk reformasi demokrasi

Maroko, sebagaimana dirinci dalam tabel berikut:

29 Irene Fernandez Molina, “The Monarchy vs The 20 February Movement: Who Holds the Reins of Political Change in Morocco?” Mediterranean Politicsi, Vol. 16, No. 3 (Oktober 2011), hal. 436-437 [jurnal on-line]; tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13629395.2011.614120; internet; diakses pada 16 Agustus 2014

30 Alexis Arieff, “Morocco: Current Issues”

CRS Report for Congress, Congressional Research Service (20 Juni 2012) hlm. 1

(23)

Tabel I.A.1. Morocco’s National Indicative Programme 2011-2013

Development of social policies 296 45.3 116.1 20

Economic modernization 235 35.9 58.05 10

Institutional support 65 9.9 232.2 40

Dalam poin-poin prioritas di atas, bantuan untuk demokratisasi

Maroko masuk kedalam poin good governance and human rights. Dalam

tabel di atas, bantuan dalam poin tersebut meningkat dari 1,2 persen dana

ENP menjadi 15 persen dana ENP. Secara spesifik, UE juga sudah

melaksanakan program-program untuk proses demokratisasi Maroko melalui

ENP, diantaranya dengan mengalokasikan dana sebesar tiga juta Euro untuk

mendukung parlemen Maroko melalui program SPRING.32

Penelitian ini berupaya menjelaskan proses promosi demokrasi Uni

Eropa di Maroko melalui ENP pada tahun 2011-2013. Penelitian ini juga

lebih fokus pada strategi yang digunakan UE daripada motivasi UE dalam

melaksanakan promosi demokrasi di Maroko. Proses promosi ini akan

dijelaskan dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme, dengan

melihat promosi demokrasi sebagai bentuk transfer norma-norma demokrasi

32

(24)

Uni Eropa ke Maroko. Penulis juga akan menggunakan konsep

kondisionalitas sebagai instrumen UE dalam melaksanakan transfer norma

demokrasi ini. Penulis melihat bahwa bantuan dana (funding) dan bantuan

teknis yang diberikan UE dalam program ENP di bidang demokrasi untuk

Maroko sebagai bentuk kondisionalitas UE.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan besar yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana Uni Eropa Mempromosikan Demokrasi di Maroko dalam

Kerangka European Neighborhood Policy tahun 2011-2013?”

Penelitian ini akan fokus pada proses promosi demokrasi UE di tiga

area dalam level politik Maroko, yaitu reformasi bidang pemisahan kekuasaan,

penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil

Maroko dalam pembangunan demokrasi. Dalam tiga area ini, aktor domestik

yang akan diteliti adalah aktor negara (kerajaan dan parlemen Maroko) dan

aktor non negara (organisasi masyarakat sipil Maroko). Adapun aktor

internasional yang menjadi objek penelitian penulis adalah Komisi Eropa

(European Commission) sebagai pelaksana dan pembuat ENP, organisasi

internasional lain di Eropa yang bekerjasama dalam ENP, yaitu Council of

Europe, dan perwakilan UE untuk negara-negara ENP di kawasan

(25)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan proses promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko pada tahun

2011-2013.

2. Mengetahui bentuk kerjasama UE-Maroko dalam kerangka European

Neighborhood Policy (ENP).

3. Mengetahui dinamika dan progres demokratisasi Maroko pada tahun

2011-2013

4. Mengaplikasikan teori konstruktivisme, konsep promosi demokrasi, dan

konsep kondisionalitas untuk menjelaskan proses promosi demokrasi Uni

Eropa di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

Dengan adanya penelitian ini, peneliti mengharapkan penelitian ini

dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Menguji teori terkait tentang promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko

dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

2. Menambah wawasan tentang promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko

dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

3. Dapat dijadikan bahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dengan

masalah yang diteliti serta bagi masyarakat yang membutuhkan informasi

(26)

D. Tinjauan Pustaka

Telah terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan promosi

demokrasi UE melalui kerangka ENP. Seperti dalam studi yang dikemukakan

oleh Parmentier (2006), dalam artikel jurnal yang berjudul The European

Neighbourhood Policy as a Process of Democratic Norms Diffusion in

Ukraine, Can the EU Act Beyond Conditionality?. Dalam penelitian tersebut,

Parmentier berusaha menjelaskan bagaimana proses difusi norma UE ke

Ukraina melalui ENP dan menggunakan kondisonalitas sebagai alat UE dalam

melaksanakan difusi norma demokrasi ini.

Penelitian Parmentier ini juga melihat proses difusi norma demokrasi

tersebut dalam perspektif perluasan UE di Eastern Neighbours. Adapun

penelitian ini kemudian menemukan bahwa promosi demokrasi UE di Ukraina

mendorong Revolusi Oranye (Orange Revolution) yang memulai reformasi

demokrasi di Ukraina pada tahun 2004. Namun, penelitian ini menemukan

bahwa bukan hanya kondisionalitas yang dterapkan oleh UE yang mendorong

difusi norma dan terjadinya revolusi ini, akan tetapi ada faktor lain, yaitu

dukungan UE kepada masyarakat sipil Ukraina dan keinginan masyarakat

Ukraina sendiri untuk melaksanakan reformasi demokrasi. 33

Dari penelitian Parmentier, penulis juga menjelaskan proses transfer

norma demokrasi UE melalui ENP dengan menggunakan konsep

kondisionalitas. Namun penulis melihat proses ini di Southern Neighbours,

dengan memfokuskan penelitian di Maroko pada tahun 2011-2013. Karena

(27)

fokus pada transfer norma demokrasi UE di Maroko yang termasuk dalam

Southern Neighbours, maka proses ini tidak dilihat dari perspektif perluasan

EU, melainkan dlihat dengan perspektif konstruktivisme. Dalam penelitian ini,

penulis juga menjelaskan bahwa reformasi demokrasi di Maroko yang

mendorong UE untuk melaksanakan promosi demokrasi di bidang politik

Maroko, dan bukan sebaliknya.

Sementara itu, dalam studi yang dikemukakan oleh Freyburg,

Lavenex, Schimmelfennig, Skripka, dan Wetzel (2011) dalam artikel jurnal

yang berjudul Democracy promotion through functional cooperation? The

case of the European Neighbourhood Policy. Studi tersebut membahas

tentang sejauh mana dan dalam kondisi apa UE efektif dalam mentransfer

norma-norma pemerintahan demokratis kepada negara-negara ENP.

Penelitian ini melihat relevansi variabel-variabel negara dengan sektor

kebijakan publik untuk efektifitas promosi pemerintahan demokratis UE di

empat negara ENP, yaitu Moldova, Ukraina, Yordania, dan Maroko selama

tahun 2004-2011.

Penelitian Freyburg, Lavenex, Schimmelfennig, Skripka, dan Wetzel

ini berusaha menjelaskan demokrasi di level sektoral seperti sektor kebijakan

publik, dan bukan di level politik. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa

transfer demokrasi lebih efektif di negara dengan aspirasi anggota dan

liberalisasi politik yang lebih besar. Disebutkan juga bahwa negara-negara

(28)

ENP Selatan sebab negara ENP Timur memiliki aspirasi anggota dan

liberalisasi politik yang lebih tinggi.34

Sama seperti penelitian Freyburg, Lavenex, Schimmelfennig, Skripka,

dan Wetzel tersebut, penulis juga menjelaskan kondisi yang mendorong UE

untuk melaksanakan proses reformasi demokrasi melalui ENP di Maroko,

yaitu adanya Revolusi Arab dan Reformasi Konstitusi 2011. Adapun analisis

penelitian ini difokuskan dalam aspek politik (pemisahan kekuasaan,

penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil).

Selain dua penelitian di atas, ada beberapa tesis yang berkaitan dengan

penelitian ini, di antaranya tesis yang ditulis oleh Eike Meyer, dari Potsdam

University, Jerman, tahun 2007 dengan judul Democracy Promotion by The

European Union in Morocco within The Framework of The European

Neighborhood Policy. Dalam penelitian ini, Meyer membandingkan promosi

demokrasi UE melalui EMP (Euro-Meditterranean Partnership) dan ENP

(European Neighborhood Policy) dengan menganalisa berbagai instrumen

untuk promosi demokrasi seperti kondisionalitas, dialog politik (diplomasi),

dan instrumen positif. Tesis Meyer tersebut menggunakan perbandingan

pendekatan struktural (structural approach) dengan pendekatan aktor-sentris

(actor-centric approach), yang digunakan EU dalam ENP, dengan tahun

penelitian dari 2004-2007.

(29)

Adapun penelitian Meyer tersebut menemukan bahwa promosi

demokrasi UE dalam ENP, menggunakan pendekatan yang lebih aktif,

dibandingkan dengan pendekatan promosi demokrasi UE dalam EMP.

Meskipun perubahan yang dihasilkan tidak signifikan dan tidak beorientasi

secara aktif untuk mereformasi kebebasan politis dan kekuasaan rezim

kerajaan Maroko, akan tetapi di dalam ENP hubungan UE-Maroko lebih baik

daripada di dalam EMP karena berhasil mendorong beberapa modernisasi di

Maroko.35

Berdasarkan tesis di atas, penelitian ini juga akan menjelaskan

promosi demokrasi UE di Maroko melalui ENP. Namun, penelitian akan

difokuskan pada penjelasan proses dan strategi promosi demokrasi UE secara

normatif yang dilihat melalui perspektif konstruktivisme dan hanya

menggunakan kondisionalitas sebagai instrumen promosi demokrasi UE.

Adapun penelitian ini melihat bahwa promosi demokrasi yang dilaksanakan

UE di Maroko berhasil menciptakan beberapa capaian penting dalam proses

demokratisasi Maroko, yaitu reformasi di bidang pemisahan kekuasaan,

penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi Masyarakat Sipil

dalam pembangunan demokrasi.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai promosi demokrasi UE

di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013, studi ini mengacu pada

35Eike Meyer,“Democracy Promotion by The European Union in Morocco within

(30)

pemahaman konstruktivisme, konsep promosi demokrasi, dan konsep

kondisionalitas. Penulis akan mengaplikasikan teori konstruktivisme sebagai

perspektif dalam menjelaskan proses transfer norma demokrasi dari UE ke

Maroko melalui ENP. Adapun konsep promosi demokrasi digunakan untuk

menjelaskan proses promosi demokrasi di Maroko. Kemudian, konsep

kondisionalitas digunakan sebagai instrumen strategi promosi demokrasi UE

ke Maroko.

a. Konstruktivisme

Pemahaman konstruktivisme dalam penelitian ini penulis gunakan

untuk menjelaskan sosialisasi norma dalam membentuk identitas kolektif.

Penjelasan mengenai hal ini diawali dengan pemaparan konsep identitas

dan norma dalam konstruktivisme yang menjadi landasan terbentuknya

konsep sosialisasi norma.

Konstruktivisme secara umum menekankan pada struktur normatif

atau ideasional dalam mendefinisikan identitas setiap orang.36 Menurut

konstruktivisme, keyakinan atau norma bersama membentuk identitas

yang bersifat relatif dan relasional.37 Oleh sebab itu, menurut Wendt

negara sangat mungkin untuk menciptakan identitas baru dan

36 Alexander Wendt, “Anarchy is what states make of it”,

The MIT Press, Vol. 46, No. 2, (Spring 1992), hlm. 380.

37Nilüfer Karacasulu dan Elif Uzgören, “Explaining Social

(31)

mentransformasi peran internasional mereka, melalui interaksi yang

terjadi dengan aktor lain.38

Terkait identitas, Wendt menyatakan bahwa kepentingan dan

preferensi ditentukan oleh identitas aktor, karena pada dasarnya seorang

aktor tidak bisa mengetahui keinginan aktor lain tanpa mengetahui siapa

aktor tersebut. Pada bentuk yang paling sederhana, identitas berkaitan

dengan bagaimana kita berpikir tentang diri kita sebagai seseorang,

bagaimana kita berpikir tentang orang lain di sekitar kita, dan bagaimana

mereka berpikir tentang kita.39

Dengan demikian, menurut Wendt identitas pada dasarnya berakar

dari pemahaman diri seorang individu dengan kualifikasi bahwa identitas

tersebut harus dipahami orang lain dengan cara yang sama.40 Wendt juga

menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap suatu objek atau aktor

lain didasarkan pada nilai dan norma yang dianut objek tersebut.41 Oleh

karena itu, identitas menurut Wendt dapat dilihat secara kolektif

bergantung pada bagaimana kepentingan aktor didefinisikan. Dalam

bukunya, Social Theory, Wendt menjelaskan identitas kolektif sebagai

identifikasi hubungan diri (self) dengan orang lain (others), dimana

perbedaan antara diri dan orang lain menjadi kabur dan melewati seluruh

38

Maja Zehfuss, Constructivism in International Relations: The Politics of Reality (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), hlm. 40

39

Trine Flockhart, “Socialization and Democratization: a Tenuous but Intriguing Link,” Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of Europe, ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm.12-13

40

Ibid, hlm. 13

41Ganjar Nugroho, “Constructivism and International Relations,”

(32)

batas yang ada antara keduanya. Diri kemudian „dikategorikan‟ sebagai

orang lain.42

Selain identitas, konstruktivisme juga berpegang pada konsep

norma. Menurut Farrell, norma dilihat sebagai kepercayaan intersubjektif

tentang dunia sosial, yang memiliki konsekuensi behavioral. Norma

mendefinisikan standar kolektif atas apa yang menyusun perilaku

(behaviour) aktor yang tepat dengan identitas yang dimilikinya.43 Namun,

meskipun norma membedakan benar dan salah, tetapi tidak menetapkan

klaim perilaku individu. Norma juga berbeda dengan rule of law, karena

norma dipatuhi bukan karena dipaksakan, tetapi karena norma dilihat

sebagai apa yang menyusun perilaku dengan tepat.44

Terkait dengan konstruktivisme sebagai perspektif dalam melihat

transfer norma demokrasi, Risse berpendapat bahwa peran sosialisasi

norma-norma spesifik, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan frekuensi

perubahan identitas individu sehingga identitas kolektif yang terbentuk

dapat didasarkan pada norma tertentu.45 Hal ini diperkuat oleh pendapat

Sedelmeier, bahwa norma-norma yang menjadi karakter identitas UE

seringkali berdifusi dan tersosialisasi ke aktor lain, sehingga terbentuk

identitas kolektif antara UE dan aktor tersebut.46

42

Zehfuss, hlm. 56 43

Flockhart, hlm. 13-14 44

Ibid, hlm. 14 45

Ibid, hlm. 13

46Ulrich Sedelmeier, “Collective Identity,”

(33)

Selain untuk membentuk identitas kolektif yang didasarkan pada

norma tertentu, konstruktivisme juga melihat bahwa sosialisasi norma

spesifik dapat mengasumsikan karakter struktur dalam institusi

internasional, dimana kemudian norma yang disosialisasikan dapat

membentuk perilaku negara dan bahkan membentuk identitas dan

kepentingan aktor.47 Lebih lanjut, Risse juga menyatakan bahwa salah

satu cara terpenting dalam mengenalkan norma baru adalah tekanan

eksternal yang secara perlahan membentuk reformasi negara dan

diperkuat oleh perubahan kepercayaan aktor domestik yang mendukung

dan berusaha mengatur transformasi negara.48

Asumsi bahwa sosialisasi norma spesifik oleh aktor internasional

dapat merubah perilaku norma aktor domestik juga sesuai dengan

pendapat Koslowski dan Kratochwil, bahwa perubahan praktik-praktik

politik aktor domestik terjadi karena aktor eksternal merubah aturan dan

norma yang membangun interaksi internasional. Perubahan tersebut

terjadi ketika kepercayaan dan identitas aktor domestik berubah, sehingga

kemudian merubah perilaku aktor domestik tersebut.49

Dalam penelitian ini, norma spesifik yang disosialisasikan adalah

norma demokrasi. Oleh karena itu, penjelasan mengenai sosialisasi norma

ini penulis kaitkan dengan konsep promosi demokrasi, yang dilihat baik

47 Ibid

48 Jean Grugel, “The „International‟ in Democratization: Norms and the Middle Ground,” Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of Europe, ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm. 3

(34)

secara umum maupun melalui perspektif konstruktivisme sebagai

landasan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

b. Promosi Demokrasi

Pada sub bab ini penulis memaparkan tentang demokrasi, proses

demokratisasi, dan konsep promosi demokrasi. Konsepsi dan definisi

demokrasi digunakan untuk memahami terjadinya proses demokratisasi

yang kemudian dijadikan sebagai landasan dalam menjelaskan konsep

promosi demokrasi.

Sejak lama, definisi demokrasi telah banyak didiskusikan, dan

definisi demokrasi yang paling berkembang selalu merujuk pada konsep

demokrasi liberal. Seperti definisi demokrasi yang diungkapkan oleh

Robert Dahl:

“Seluruh rezim politik yang menjamin partisipasi nyata dari populasi pria dan wanita secara luas, serta adanya kemungkinan untuk bertentangan dengan pemerintah, dapat diakui sebagai demokrasi”. 50

Adapun secara umum dan paling sederhana, demokrasi

didefinisikan oleh Lavenex dan Schimmelfennig sebagai akuntabilitas

otoritas publik kepada rakyat. Mekanisme akuntabilitas terdiri atas

akuntabilitas pejabat negara terhadap pemilih melalui pemilihan umum

yang bebas dan adil, akuntabilitas pemerintah terhadap parlemen, atau

akuntabilitas lembaga negara terhadap pengamatan publik.51

50

Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 5-6

(35)

Adapun demokratisasi, sebagaimana diungkapakan oleh Morlino,

adalah proses terbuka dan merupakan hasil interaksi faktor internal dan

eksternal. Proses ini dapat diartikan sebagai transisi dari rezim politik

non-demokratis yang otoriter menjadi rezim demokratis, dimana rezim

telah kehilangan beberapa aspek fundamental sebagai rezim otoriter dan

belum memiliki karakter baru akan rezim yang hendak dibangun.

Kemudian negara secara perlahan munuju proses pembangunan

(perluasan dan pemahaman standar demokrasi), konsolidasi

(pendefinisian dan adaptasi struktur norma dari rezim demokratis yang

berbeda), krisis, atau peningkatan kualitas yang demokratis..52

Sementara itu, menurut Schmitz dan Sell, demokratisasi dipahami

sebagai proses perubahan rezim yang memiliki tujuan spesifik yaitu

pembentukan dan stabilisasi demokrasi substantif53. Oleh karena itu, hasil

akhir demokratisasi adalah perluasan hak-hak yang penting bagi seluruh

rakyat. Dalam hal ini, demokratisasi adalah proses yang terus menerus

terjadi.54

Demokratisasi, menurut Kamp, yang mengutip pernyataan

beberapa peneliti seperti Grugel dan Nielinger, merupakan hasil dari

52

Leonardo Morlino, Democracy and Democratization (Bologna: Il Mulino, 2003), hlm. 12 53

Demokrasi substantif adalah bentuk demokrasi yang menggabungkan konotasi idealistik, termasuk kontrol rakyat terhadap kebijakan, pemerintah yang bertanggung jawab, pertimbangan rasional, dan kebajikan warga negara lainnya. Demokrasi substantif merupakan pembangunan budaya demokrasi dari aspek-aspek teknis yang telah terbangun.

54

Hans Peter Schmitz dan Katrin Sell, International Factors in Processes of Political

(36)

berbagai faktor internal dan eksternal. Proses demokratisasi utamanya

adalah hasil dari tekanan dan pembangunan internal yang kompleks.

Namun, faktor eksternal atau internasional juga memiliki dampak

terhadap proses demokratisasi. Faktor-faktor eksternal ini diantaranya tren

internasional, kekuatan milter, diplomasi atau bantuan luar negeri.55

Berdasarkan definisi demokratisasi di atas, dapat disimpulkan

bahwa demokratisasi terjadi salah satunya karena ada promosi demokrasi

dari aktor eksternal. Menurut Sandschneider, promosi demokrasi oleh

aktor eksternal adalah seluruh usaha aktor eksternal dalam merubah pola

keteraturan politik dan pembuatan kebijakan dalam negara yang menjadi

target, sehingga menghasilkan kriteria minimun akan keteraturan

demokratis.56 Adapun bila merujuk kembali pada definisi demokrasi

menurut Lavenex dan Schimmelfennig, promosi demokrasi juga dapat

diartikan sebagai segala aktifitas yang dibentuk untuk memperkuat

akuntabilitas dan pemahaman pemerintah terhadap masyarakat.57

Sementara itu dalam perspektif konstruktivisme, promosi

demokrasi menurut Risse dapat dijelaskan secara normatif atau dilihat

sebagai bentuk transfer norma. Transfer norma ini terjadi karena

negara-negara yang sudah demokratis menginginkan penyebaran norma-norma

demokrasi kepada negara-negara yang belum demokratis. Sebab, semakin

55 Mathias Kamp, “The EU as External Democracy Promoter in Sub-Saharan Africa-The Role of Conditionality and Positive Measures,” (Skripsi, Universities of Münster and Twente, 2007), hlm. 9

56 Janine Reinhard, “EU Democracy Promotion Through Conditionality in Its Neighborhood: The Temptation of Membership Perspective or Flexible Integration?”, Caucasian Review of

International Affairs, Vol. 4 (3) (Summer 2010), hlm. 198 57

(37)

demokratis negara mitra, maka negara yang telah demokratis akan lebih

mudah menghidupkan situasi demokrasi dengan membangun hubungan

internasional yang didasarkan pada kerjasama dan saling

percaya.58Menurut Risse-Kappen, norma tidak dapat berpindah secara

bebas kepada satu aktor atau agen sosial, tetapi harus dipromosikan oleh

seseorang dan kondisi yang demikian lebih kondusif dalam promosi dan

penerimaan norma dibandingkan cara yang lain.59

Dalam konstruktivisme, proses promosi demokrasi adalah bentuk

sosialisasi norma internasional. Adapun Barnes menyebutkan definisi

sosialisasi norma sebagai induksi anggota baru ke dalam cara berperilaku

yang diharapkan dalam masyarakat. Tujuan dari proses sosialisasi menurut

Risse adalah agar mereka yang tersosialisasi dapat mengadopsi dan

menginternalisasi seperangkat norma sehingga tekanan eksternal tidak lagi

dibutuhkan.60

Trine Flockhart kemudian membedakan strategi sosialisasi norma

menjadi dua:

1. Melalui strategi pengaruh sosial (social influence) atau penguatan

dukungan (reinforcement)

58Jonas Wolff dan Iris Wurm, “Towards a Theory of External Democracy Promotion? Approximations from the perspective of International Relations theories,” (the 51st Annual Convention of the International Studies Association (ISA), New Orleans, 17-20 Februari, 2010), hlm. 7

59 Ibid 60

(38)

Dalam strategi ini, pembentukan perilaku pro-norma

dilaksanakan melalui distribusi imbalan dan hukuman (rewards and

punishments) sosial. Strategi ini menggunakan berbagai imbalan, mulai

dari imbalan psikologis seperti menaikkan status kemitraan hingga

imbalan materi. Strategi ini mengasumsikan bahwa aktor-aktor yang

menjadi target diharapkan mampu mencapai tujuan tertentu dalam

proses perubahan norma.61

Menurut Schimmelfennig, strategi ini dapat dilaksanakan

melalui kondisionalitas dengan imbalan-imbalan yang didistribusikan

ketika kondisi-kondisi yang disyaratkan dapat terpenuhi. Namun

demikian, secara negatif strategi ini juga dapat menggunakan hukuman

seperti penghinaan di hadapan publik, dikeluarkan dari keanggotaan

organisasi, atau pengangguhan imbalan materi yang dijanjikan.62

2. Melalui strategi persuasi

Stretegi ini berusaha mendorong perilaku yang konsisten

terhadap norma, dan dilaksanakan melalui proses interaksi sosial yang

meliputi perubahan perilaku tanpa menggunakan tekanan materi atau

mental.63 Proses persuasi lebih mendalam daripada strategi pengaruh

sosial, dan memiliki efek yang lebih baik dalam merubah perilaku dan

keyakinan aktor yang menjadi target dalam kondisi tertentu.

61 Trine Flockhart, “Complex Socialization and the Transfer of Democratic Norms,”

Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of Europe, ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm. 48

62 Ibid 63

(39)

Berbeda dengan pengaruh sosial yang hanya dijalankan di area

publik, persuasi dapat dijalankan di area privat, seperti forum dialog

atau diplomasi, dimana persuasi merupakan proses debat dan

mempertahankan argumen. Jeffrey Checkel menyatakan bahwa

efektifitas persuasi terjadi bila negara target secara kognitif termotivasi

untuk menganalisa informasi baru yang dipersuasikan. Oleh karena itu,

persuasi lebih cocok digunakan untuk mempengaruhi level elit atau

negara daripada level nasional atau rakyat.64

Adapun dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan strategi

sosialisasi berupa pengaruh sosial atau reinforcement yang diwujudkan

dalam konsep kondisionalitas.

c. Kondisionalitas

Secara umum, kondisionalitas dilihat sebagai metode yang

menjelaskan hubungan logis antara dua aktor atau lebih. Kondisionalitas

juga dapat didefinisikan sebagai persetujuan antara dua aktor, dimana

aktor pertama menawarkan imbalan kepada aktor kedua, bila aktor kedua

memenuhi kondisi tertentu.65 Kondisionalitas juga dipahami sebagai

norma dalam persetujuan internasional. Menurut Killick, kondisionalitas

adalah, “seperangkat peraturan yang saling mengatur, yang diambil oleh

satu pemerintahan, baik melalui janji-janji maupun kebijakan yang nyata,

64

Ibid, hlm. 49 65

(40)

dalam rangka mendukung institusi keuangan internasional atau agensi lain

yang menyediakan bantuan keuangan dalam jumlah tertentu”.66

Kondisionalitas didasarkan pada asumsi bahwa bantuan akan

menghasilkan progres dan pertumbuhan kumulatif yang dapat mendorong

terwujudnya reformsi dan menciptakan dukungan politik. Adapun

dukungan politik akan memudahkan pelaksanaan reformasi.67

Sebagai sebuah konsep, kondisionalitas dapat dibedakan

berdasarkan tiga aspek utama:

1. Berdasarkan waktu pemenuhan kondisi yang disyaratkan

Kondisionalitas dibedakan menjadi dua, yatiu Ex Post

Conditionality dan Ex Ante Conditionality. Ex Post Conditionality

memiliki bentuk seperti hukum internasional, dimana kondisi yang

diharapkan dalam perjanjian dapat terwujud setelah ratifikasi

perjanjian. Sedangkan Ex Ante Conditionality mengharuskan kondisi

yang diinginkan dalam perjanjian dapat dipenuhi atau sedang dalam

proses perwujudan sebelum perjanjian ditandatangani.68

2. Berdasarkan jumlah negara yang melaksanakan kondisionalitas

Kondisionalitas dapat bersifat unilateral, yaitu dilakukan oleh

satu negara, seperti AS dan Uni Soviet pada masa Perang Dingin di

negara-negara sekutunya masing-masing, maupun multilateral, seperti

66 Viljar Veebel, “European Union‟s Positive Conditionality Model in Pre-accession Process”, TRAMES, Vol. 13 (63/58), No. 3 (2009), hlm. 208

67

Ibid, hlm. 208-209 68

(41)

yang dilaksanakan oleh UE, NATO, atau OSCE, sebagai satu

komunitas atau organisasi multinegara di negara-negara anggotanya

maupun negara-negara tetangganya.69

3. Berdasarkan sifatnya

Kondionalitas pada hakikatnya dapat bersifat negatif maupun

positif. Kondisionalitas negatif bertujuan mempengaruhi situasi yang

ada (rezim perdagangan, ekonomi, politik), yang dijanjikan atau

ditekan untuk dirubah, bila negara target tidak memenuhi persyaratan

atu kriteria tertentu. Kondisionalitas negatif meliputi sanksi berupa

pengurangan, penundaan, atau pemberhentian imbalan jika negara

target tidak memenuhi kondisi yang disyaratkan.70

Sebaliknya, kondisionalitas positif memiliki sifat ex ante. Oleh

sebab itu, kondisionalitas positif tidak hanya memuaskan satu pihak

saja (penekan) tetapi juga memotivasi pihak lain untuk merubah situasi

yang ada. Pengaruh yang diberikan biasanya didasarkan pada janji

aktor penekan untuk memberikan insentif tertentu, ketika negara target

mampu memenuhi kondisi yang diinginkan. Menurut Fierro,

Kondisionalitas positif dapat efektif apabila keuntungan yang

69 Ibid

(42)

dijanjikan jauh lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan

negara target untuk memenuhi kondisi yang disyaratkan.71

Sementara itu, dalam perspektif konstruktivisme kondisionalitas

yang dilakukan oleh UE dapat dipahami sebagai bentuk norma UE sendiri.

Hal ini sesuai dengan pendapat Karen Smith bahwa cara UE melaksanakan

kondisionalitas membuktikan signifikansi norma atau keyakinan bersama

dalam kebijakan luar negeri. Kondisionalitas itu sendiri adalah norma,

sikap standar, yang „berkompetisi‟ dengan kepentingan yang lain.72 Adapun dalam perspektif konstruktivisme, kondisionalitas merupakan

instrumen promosi demokrasi yang merupakan perwujudan dari strategi

pengaruh sosial (social influence) atau penguatan dukungan

(reinforcement). Dalam mengaplikasikan kondisionalitas, aktor sosial

mengunakan mekanisme pengaruh sosial atau penguatan dukungan untuk

merubah perilaku aktor lain.73

Pengaruh sosial atau penguatan dukungan adalah bentuk dari

kontrol sosial dimana aktor yang pro perilaku sosial akan diberi imbalan

dan yang anti-perilaku sosial akan dihukum. Diharapkan setelah masa

tertentu, aktor yang ditargetkan oleh strategi tersebut akan tunduk pada

perilaku sosial yang sesuai sehingga tidak akan dihukum dan akan terus

71 Ibid

72 Karen E. Smith, “The Use of Political Conditionality in the EU‟s Relations with Third

Countries: How Effective?”,(ECSA International Conference, Seattle, 29 Mei-1 Juni, 1997) hlm. 3 73 Frank Schimmelfennig, “The EU: Promoting Liberal-Democracy through Membership

(43)

diberi imbalan. Pada akhirnya, pengaruh sosial atau penguatan dukungan

yang sukses akan menjadikan negara target terus mengikuti norma.74

F. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode

deskriptif analitis. Dalam menyusun penelitian ini, penulis mengumpulkan

data dengan menggunakan teknik studi kepustakaan (Library Research) atau

dokumentasi, dimana penulis melakukan penelaahan literatur dan referensi

dari berbagai data sekunder yang bersumber dari buku-buku dan jurnal yang

penulis dapatkan dari beberapa lokasi, yaitu: Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan Perpustakaan Utama Universitas Indonesia.

Selain dari perpustakaan, penulis juga mengakses buku-buku dan

jurnal elektronik dari beberapa website, seperti Taylor and Francis, Jstor, dan

Pro Quest. Penulis juga menelaah dokumen dan laporan ENP yang diakses

dari website resmi European Commission, EU External Action Service serta

website Kementerian Luar Negeri dan Parlemen Maroko. Setelah melakukan

penelaahan literatur, penulis melakukan analisa penelitian dengan

mengklasifikasi data dan referensi yang didapat untuk kemudian difokuskan

pada proses promosi demokrasi ENP di Maroko, dengan menganalisa tiga

aspek politik di Maroko yaitu pembagian kekuasaan, penguatan peran

parlemen dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil Maroko.

(44)

G. Sistematika Penulisan

BAB II Demokratisasi di Maroko

A. Pemisahan Kekuasaan B. Penguatan Peran Parlemen

C. Penguatan Peran Organisasi Masyarakat sipil Dalam Pembangunan Demokrasi

BAB III European Neighborhood Policy (Kebijakan Eropa Untuk Negara Tetangga) Di Maroko

A. Pengertian European Neighborhood Policy (ENP) B. Landasan Kerjasama UE-Maroko Dalam Kerangka ENP

2011-2013

C. Promosi Demokrasi Uni Eropa di Maroko Dalam Kerangka ENP (2011-2013)

1. Bidang Pemisahan Kekuasaan 2. Bidang Penguatan Peran Parlemen

3. Bidang Penguatan Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Pembangunan Demokrasi

BAB IV Analisis Promosi Demokrasi Uni Eropa di Maroko Dalam Kerangka European Neighborhood Policy Tahun 2011-2013

A. Sosialisasi Norma Demokrasi UE di Maroko Untuk Membentuk Identitas Kolektif UE

B. Promosi Demokrasi UE di Maroko dalam Kerangka ENP sebagai Perwujudan Sosialisasi Norma Demokrasi

C. Kondisionalitas Sebagai Instrumen Promosi Demokrasi UE di Maroko

(45)

32

BAB II

DEMOKRATISASI DI MAROKO

Sebagai negara monarki di kawasan Timur Tengah dengan kultur

otoritarian yang sangat kuat, proses demokratisasi di Maroko mengalami pasang

surut sejak negara ini merdeka pada tahun 1956. Sejak meraih kemerdekaan

Maroko sesungguhnya telah mengadopsi sistem pemerintahan demokratis dengan

bentuk negara monarki konstitusional, sistem multipartai, dan pemilu parlemen

yang rutin dilaksanakan. Akan tetapi, perebutan kekuasaan politik antara

partai-partai politik dengan kerajaan kemudian menghambat keterbukaan sistem politik

di Maroko. Tercatat Maroko telah melaksanakan amandemen konstitusi sebanyak

enam kali sejak tahun 1956. 75 Namun demikian, faktor eksternal seperti

penyebaran norma demokrasi oleh aktor internasional seperti Uni Eropa (UE) dan

Amerika Serikat, serta faktor internal seperti tuntutan masyarakat sipil Maroko

akan proses demokratisasi dalam pemerintahan Maroko, kemudian mendorong

Maroko untuk memulai proses demokratisasi yang lebih nyata dalam aspek

politik.

Dalam bab ini penulis akan memaparkan proses demokratisasi di Maroko

dalam aspek-aspek politik yang penting bagi demokrasi Maroko, yaitu pemisahan

kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi

masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi. Pemisahan kekuasaan yang

jelas, dengan tidak adanya dominasi kekuasaan oleh eksekutif, legislatif, atau

75

(46)

yudikatif akan memudahkan berjalannya reformasi demokrasi. Hal ini kemudian

akan mendorong penguatan peran parlemen, dimana reformasi demokrasi yang

dijalankan bisa mendapatkan kontrol yang jelas dari legislatif. Sementara itu, bila

negara menginginkan proses reformasi demokrasi yang transparan dan inklusif

harus juga memberdayakan rakyatnya. Masyarakat sipil menjadi forum bagi

rakyat yang memiliki kepentingan bersama, serta dapat menjadi pemicu

demokratisasi yang potensial. Sebab, pergerakan masyarakat sipil dapat

membentuk kebijakan pemerintah dan perilaku sosial, sehingga dapat bermuara

pada demokrasi.76

Demokratisasi adalah landasan bagi promosi demokrasi. Oleh karena itu,

dengan melihat proses demokratisasi dalam tiga aspek politik dalam demokrasi

Maroko tersebut, proses promosi demokrasi yang dianalisa dalam penelitian ini

akan memiliki landasan yang jelas. Adapun dalam penjelasan mengenai reformasi

dan proses demoratisasi di tiga aspek tersebut, penulis akan membagi uraian

dalam tiga periode, yaitu periode awal transisi demokrasi – reformasi konstitusi 1996, pasca reformasi konstitusi 1996- reformasi konstitusi 2011, dan periode

pasca reformasi konstitusi 2011-Desember 2013.

A. Pemisahan Kekuasaan

1. Periode awal transisi demokrasi – Reformasi Konstitusi 1996

Proses demokratisasi secara nyata di Maroko baru dilaksanakan

pada awal tahun 1990-an, yang disebut sebagai „periode transisi

Gambar

Tabel Tabel I.A.1. Morocco‟s National Indicative Programme 2011-2013...................10
Tabel I.A.1. Morocco’s National Indicative Programme 2011-2013
Tabel II.B.1. Distribusi Kursi Parlemen Maroko
Tabel II.B.1. Komponen Utama Action Plan EU-Maroko
+2

Referensi

Dokumen terkait

Layout PCB hendaknya bersih dari segala macam benda yang dapat mempengaruhi dalam proses pembuatan PCB, misal bayangan hitam karena tinta, benda kecil, dan lain sebagainya. Karena

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengapa ASN tidak netralitas dalam pilkada Kota Bandar Lampung tahun 2015 di Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung, dan

BAB IV ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUNTUKAN DAN FUNGSI HUTAN DALAM KASUS PEMANFAATAN TANAH

Pegadaian cabang pelajar medan merupakan salah satu cabang BUMN yang bergerak dalam bidang pegadaian berupa emas dan barang berharga lainnya yang dapat diukur

Analisis ini merupakan suatu analisis dampak dengan sol usi bu kan-opti ma1 (non-optimalizasion solurion). 'radii waktu penelitian ini dilakukan, kerangka SNSE nasional

Seleksi primer dilakukan berdasarkan tingkat ketebalan pita dan polimorfik dari 11 primer yang sukses amplifikasi untuk analisis RAPD tanaman Nepenthes.. Hasil Amplifikasi pada

Merujuk kepada kes guru tersebut, guru berkenaan sepatutnya menjelaskan dan membincangkan masalah bisikan misteri yang telah dihadapi olehnya kepada rakan

Karakteristik lahan tambak di kawasan pesisir Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau dicirikan dengan topografi yang relatif landai dan elevasi yang tidak terlalu tinggi,