• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Karakterisasi Kitosan Bead/Manik dengan Ikatan Silang Glutaraldehida Sebagai Adsorben untuk Menurunkan Kadar Ion Logamcadmium(Cd2+)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dan Karakterisasi Kitosan Bead/Manik dengan Ikatan Silang Glutaraldehida Sebagai Adsorben untuk Menurunkan Kadar Ion Logamcadmium(Cd2+)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran I. Kitosan Bead/Manik

(3)

Lampiran 3. Hasil Adsorbsi Logam Cd dengan Alat Kolom

Lampiran 4. Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR PUSTAKA

AksuZ. 2005. Application of Biosorption for The Removal of Organic Pollutants: A review. Process Biochemistry 40: 997-1026.

Altschul, A.M. 1976. New Protein Food. Academic Press Ltd. London

Austin PR. 1988. Chitin Solution and Purification of Chitin. Di dalam Wood WA dan Kellog ST. New York: Biomass Academic Pr.

Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta : Erlangga.

Berger, J., M. Reist, J. M. Mayer, O. Felt, N. A. Peppas, and Gurny, R. 2004. Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogels for Biomedical Applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 57, 19-34.

Connel, D.W. 1995. Kimia Dan Ekotoksilogi Pencemaran . Jakarta: UI-Press.

Clark, D.V. 1979. Approach to Atomic Absorption Spectroscopy. Analytic Chemistry Consultans Pty Ltd. Sidney-Australia

Haswell,S.J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry Theory. Design and Application. Amsterdam: Elsevier

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Weinheim. New York.

Indah, L. 2012. Penyediaaan dan Karakterisasi Kitosan Glutaraldehida Sebagai Adsorben Untuk Menentukan Kadar Ion Logam Cu Dengan SSA.

Karthikeyan G, Anbalagan K, Muthulakshmi AN. 2004. Adsorption dynamis and equilibrium studies Antibiotic Delivery. J wiley DOI 10.1002.1260 Khopkar, S.M.2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

(8)

Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. Canada : John Wiley & Sons.

Mulja, M, 1995, Water Treatment Principles and Design, New York : John Willey and Sons, Inc.

Martinou, A., Kafetzopoulos, D., Bouriotis, V. 1995. Chitin Deacetylation by Enzymatic Means : Monitoring of Deacetylation Processes. Carbohydrate Research 273 : 235-242

Monteiro, O. A. C., Airoldi, C. 1999. Some Studies of Crosslinking ChitosanGlutaraldehyde Interaction in a Homogeneous System. InternationalJournal of Biological Macromolecules, 26, 119-128.

No HK., and S.P. Meyers. 1989. Isolation and Characterization of Chitin From Crawfish Shell Waste. J Agri Food Chem 37:575-579

Nugroho, A.2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.

Osifo PO ., 2008. The Influence of The Degree of Cross-Linking on The Adsorption Properties of Chitosan Beads. Bioresource Technol 99: 7377-7382

Rao, A. M., van Buren, J. P., Cooley, H. J. 1993. Rheological Changes During Gelation of High-Methoxyl Pectin/Fructosee Disperaions, Effect of Temperature and Ageing. J Food Sci 58(1) : 173-176.

Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Jakarta : Pustaka Pelajar

Silverstein, R. M. 1967. Spectrometric Identification of Organic Compounds. New York : John Wiley and Sons.

Shadidi F, Synowiecki J. 1991. Isolation and Characterization of Nutrients and Value Added Products from Snow Crab (Chinoeages opilio) and Shrimp(Pandalus borealis) Processing Discards. J Agric Food Chem 39:1527-1532.

(9)

Singh V, Sharma A.K, Tripathi D.N, Sanghi R. 2008. Poly(Methylmetacrylate) Grafted Chitosan : An Efficient Adsorbent For Anionic Azo Dyes. J Hazard Mater doi: 10. 1016/j. Jhatmat. 2008.04.096

Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press.

Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., Bouriotis, V. 2000. Chitin Deacetylases : New, Versatile Tools in Biotechnology. TIBTECH 18 : 305-312.

Walsh, A. 2005. Potensi Kitosan dan Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil. Jurnal. Surabaya: ITS

Widowati, W, Sastiono, A, Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam . Yogyakarta Andy Yogyakarta.

(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan

- Kitosan

- NaOH p.a (E.Merck)

- Glutaraldehida p.a (E.Merck)

- Asam Asetat p.a (E.Merck)

- CdCl2.H2O p.a (E.Merck)

- Akua steril

- Aquadest

3.2. Alat

- Atomic Absorbtion Spectrophotometer AA 7000-F

- Seperangkat alat spektrofotometer FTIR Shimadzu

- Beaker Glass Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Gelas Ukur Pyrex

- Spatula

- Corong

- Kertas Saring Whatman no.1/41

- Labu Takar Pyrex

- Neraca Analitik (presisiÂą0,0001g) Mettler

(11)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1.Pembuatan Larutan Asetat 5% (v/v)

Sebanyak 5 mL asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,

kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.1.2.Pembuatan Larutan NaOH 2 M (b/v)

Sebanyak 40 g NaOH pelet dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan

500mL aquadest. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH

2 M.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2.5% dari Glutaraldehida 25%

Sebanyak 2,5 ml glutaraldehida dimasukkan kedalam labu takar 100 ml,

kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.2. Pembuatan Kitosan Bead/manik

Sebanyak 2 g dilarutkan kedalam larutan asetat 5% (b/v) dengan ratio 1:40 di

dalam beaker glass, lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan

kitosan, kemudian diteteskan kedalam larutan NaOH 2 M, hingga terbentuk gel.

Gel dicuci dengan aquades hingga netral dan dikeringkan.

3.3.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan DenganGlutaraldehid

Kitosan bead dimasukkan dalam larutan glutaraldehid 2,5% dengan rasio 1,5 ml

tiap gram kitosan bead, dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kitosan yang

telah terikat silang kemudian dicuci dengan aquades. Kitosan yang telah dicuci

(12)

3.3.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+)

3.3.5. Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+) 1000 mg/L

Sebanyak 0,1475 g kitosan CdCl2.H2O dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL lalu dilarutkan dengan HCl(p) sambil diaduk hingga larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Setelah itu ditambahkan akuades hingga garis tanda

dan dihomogenkan.

3.3.6. Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+) 100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Kadmium ( Cd2+) 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda.

3.3.5.1. Pembuatan Larutan Standar logam Kadmium ( Cd2+ ) 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan standar 100 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.5.2. Pembuatan larutan Standart logam Kadmium ( Cd2+ ) 5 mg/L

Sebanyak 25 mL larutan standar 10 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

lalu diencerkan dengan aquades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.5.3. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium ( Cd2+ ); 0,2; 0,4; 0,6;

0,8 dan 1,0 mg/L

Sebanyak 2; 4; 6; 8; dan 10 mL Larutan Cd2+ dimasukkan kedalam 5 buah labu takar 50 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga garis batas tanda dan

dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri standar (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0

(13)

3.3.5.4. Pembuatan Kurva standar

Larutan seri standar 0,2 mg/L dibuat dengan pH tidak lebih dari 3 kemudian

diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serpan Atom pada

panjang gelombang spesifik 228,80 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dan

dilakukan hal yang sama dengan larutan standar yang lain (0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0

mg/L).

3.3.5.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida

Larutan Standar logam Cadmium 5 mg/L dimasukkan kedalam kolom yang telah

berisi kitosan glutaraldehida, didiamkan berdasarkan variasi 15, 30, 45, 60 menit,

kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial, kemudian diuji

(14)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Pereaksi

3.4.1.1. Larutan asam asetat 5%

3.4.1.2.Larutan NaOH 2 M

(15)

3.4.2 Pembuatan Kitosan Bead/Manik (Agusnar, 2006)

(16)

3.4.4.Pembuatan Kurva Kalibrasi

Catatan : Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 0,2; 0,4; 0,6;

0,8; dan 1,0 mg/L

3.4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida

(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standar Cadmium(Cd)

Data absorbansi untuk larutan standar Cadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.1

dibawah ini

Tabel 4.1 Data Absorbansi Larutan Standar Cadmium(Cd)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

1

Kondisi alat spektrofotometer AA-7000 untuk absorbansi logam Cd dapat dilihat

pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Cd

(18)

4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva

Kalibrasi untuk Larutan Standar Cd2+

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Cd diplotkan

terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa

garis linear seperti pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square,

dimana konsenterasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi

dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi

Logam Cd Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar

(19)

Dari persamaan garis regresi dengan metode Least Square tersebut dapat

diperoleh nilai konsentrasi rata-rata ( Ė… dan nilai absorbansi rata-rata ( Ė… dengan

persamaan berikut :

Harga Slope dan intercept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least

square sebagai berikut :

∑ Ė… Ė…∑ Ė…

∑ ∑

Maka Persamaan Garis Regresi adalah :

Y = 0,5981X + 0,0059

4.1.1.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut :

∑ Ė… Ė… √∑ Ė… Ė…

(20)

4.1.1.3. Persentasi Penurunan Kadar Ion Cadmium (Cd2+) dalam larutan

(Penentuan Persen (%) Adsorpsi)

Persentasi penurunan kadar ion Cd2+ dalam larutan sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

%

Adsorpsi =

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada table 4.3 dan 4.4 maka penentuan

(21)

4.2. Reaksi-reaksi

4.2.1. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida

Mekanisme reaksi ikat silang kitosan bead dengan glutaraldehida dapat dilihat

pada gambar 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid

(22)

4.2.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida dengan Ion Logam Cd2+

Mekanisme reaksi ikat silang kitosan glutaraldehida dengan ion logam Cd2+ dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah ini:

(23)

4.3. Pembahasan

4.3.1. Analisa Spektrum FT-IR

Analisa dengan spektroskopi FT-IR ini dapat digunakan sebagai informasi

mengenai perubahan gugus yang mengindentifikasi adanya interaksi secara kimia

Spektrum FTIR pada kitosan komersial menunjukkan adanya serapan pada daerah

bilangan gelombang (cm-1) : 3425,58 yang merupakan daerah (N-H bending dan O-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 2877,79 untuk daerah

puncak gugus (C-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 1658,78

yang merupakan daerah (C=O).

Spektrum FTIR dari kitosan bead menunjukkan adanya serapan pada daerah

bilangan gelombang (cm-1) : 3448,72 yang merupakan daerah (N-H bending dan O-H stertching), pita serapan pada bilangan gelombang 2924,09 merupakan

daerah (C-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 1635.64 yang

merupakan daerah (C=O).

Spektrum FTIR ikat silang kitosan dengan glutaraldehida menunjukkan serapan

pada daerah bilang gelombang (cm-1) : 2939,52 yang merupakan daerah (C-H yang berikatan dengan C=O), pita serapan bilangan gelombang 1566,20

merupakan (N-H stretching dan N-H .bending).

(24)

4.3.2 Adsorpsi Ion Kadmium(Cd2+)

4.4.2.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum Dengan Menggunakan Kitosan

Bead Glutaraldehida

Penentuan kadar logam berat cadmium(Cd2+) dalam larutan standar sebelum dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida dengan menentukan waktu

kontak optimum dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan konsentrasi

menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion

(Cd2+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan memiliki konsentrasi 5,0000 mg/L dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida konsentrasi

berkurang menjadi, 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106 dengan variasi waktu

kontak 15; 30; 45; dan 60 menit. Dengan kata lain, persentase penurunan

konsentrasi ion (Cd2+) masing- masing 94,828%; 98,472%; 97,198% dan 95,788%.

Dari data tampak bahwa daya serap kitosan yang telah dimodifikasi

dengan ikat silang glutaraldehida dapat meningkatkan daya serap terhadap logam

berat, Hai ini disebabkan oleh karena adanya asam lemah encer pada matriks

kitosan bead yang menyebabkan gugus -NH2 kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibandingkan kitosan tanpa modifikasi. Afinitas yang dimiliki kitosan bead

menyebabkan kemampuan kitosan bead dalam menyerap logam-logam berat.

Agen penautsilang yang digunakan seperti glutaraldehida dapat meningkatkan

proses penjerapan berdasarkan mekanisme reaksi basa schif dimana pasangan

elektron bebas pada gugus N akan berikatan kuat dengan logam yang bermuatan

positif(menyumbang 2 elektron dari Cd) serta kitosan glutaraldehid dapat

(25)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan :

1. Kitosan limbah kulit udang dapat dimodifikasi menjadi kitosan bead yang

diikatsilang dengan glutaraldehida.

2. Pengaruh waktu optimum terhadap penyerapan dengan metode

perendaman berdasarkan variasi waktu kontak 15; 30; 45; dan 60 menit

dengan penurunan konsentrasi 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106

Dengan persentase penurunan konsentrasi ion (Cd2+) masing- masing 94,828%; 98,472%; 97,198% dan 95,788%. dimana pada proses

perendaman akan terjadi interaksi kimia antar permukaan adsorben

(kitosan glutaraldehida) akan membentur adsorbat (ion logam Cd2+), namun waktu yang terlalu lama dapat membuat kinerja penyerapan

semakin berkurang.

3. Waktu kontak optimum pada kitosan bead glutaraldehid adalah 30 menit

dengan persentase penurunan 98,472%

5.2. Saran

1. Disarankan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian modifikasi

kitosan dengan membuat kitosan nanopartikel yang diikatsilang dengan

agen penautsilang untuk penyerapan pestisida terhadap tanaman pangan.

2. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan modifikasi

kitosan yang kegunaannya untuk bidang farmasi(obat-obatan) seperti

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin

Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-Îē-(1 4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang

terikat diposisi atom C-2. Gugus pada selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan

pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil(-NHCOCH3asetamida). Seperti yang tampak pada (gambar 2.1) dibawah ini:

O

Gambar 2.1. Struktur polimer selulosa (R= -OH) dan kitin (R= -NHCOCH3) (Sugita, 2009)

Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa,

kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur

dari genus mucor, phycomyces, dan saccharomyces (Hirano,1986; Knorr,1991). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai

pigmen. sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40% CaCO3, dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis

udangnya(Altschul,1976). Sebagian besar kelompok Crustacea, seperti kepiting, udang, dan lobster merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang

diproduksi secara komersial 120 ribu ton pertahun. Kitin yang berasal dari

kepiting dan udang sebesar 39 ribu ton (32,5%)dan dari jamur 32 ribu ton(26,7%)

(27)

Spesifikasi Kitin dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Spesifikasi kitin

Parameter Ciri – ciri

Ukuran partikel Serpihan dalam bentuk serbuk

Kadar air (%) â‰Ī 10,0

- Pelarut organik Tidak larut

- LiCl2/ dimetilasetamida Sebagian larut

Enzim pemecah Lisozim dan kitinase

(Sugita, 2009)

2.2. Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-Îē-(1 4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Struktur polimer kitosan

dapat dilihat pada gambar (Gambar 2.2.) di bawah ini :

O

Gambar 2.2. Struktur polimer kitosan (Sugita, 2009)

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun

enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat

menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai

85-93 % (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan

(28)

2.3. Transformasi kitin menjadi kitosan secara kimia

2.3.1. penghilangan protein

Deproteinasi kitin merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana asam atau basa.

Lazimnya, hidrolisis dilakukan dalam suasana basa dengan menggunakan larutan

NaOH 2-3% pada suhu 63-65oC selama 1-2 jam (Johnson et al,1982). Efisiensi deproteinasi tidak hanya bergantung pada konsentrasi basa dan suhu, tetapi juga

spesies sumber kitin pada tahap deproteinasi, protein diubah menjadi garam

natrium proteinat yang larut air

Kerangka luar Crustacea mengandung kitin yang berikatan dengan kalsium karbonat (CaCO3) dan protein (Austin, 1988), terkadang juga dengan lapisan lilin, kadar protein yang terikat dalam matriks kulit sekitar 30-40% dari

komponen organik totalnya (Johnson et al, 1982). protein terikat secara fisik dan sebagian lainnya terikat secara kovalen yang kadarnya beragam untuk setiap jenis

crustacea. Austin (1988) menyatakan, bahwa dari jumlah protein total dalam

udang (34%) dengan kontribusi protein yang terikat secara kovalen dan fisik

berturut-turut adalah sekitar 16 dan 18%.

2.3.2. Penghilangan Mineral

Hal yang terpenting dalam tahap penghilangan mineral adalah jumlah asam yang

digunakan (Shadidi et al, 1991). Ion mineral ditentukan melalui destruksi dengan asam kuat HCl terhadap abu dari endapan yang diperoleh pada tahap pemisahan

mineral, selanjutnya penetapan ion mineral dilakukan menggunakan metode

Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

2.3.4. Penghilangan gugus asetil (Deasetilasi)

Kandungan gugus asetil pada kitin secara teoretis ialah sebesar 21,2% (No et

al.,1989). Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa

kuat NaOH atau KOH. Penggunaan KOH ini dapat memutuskan ikatan hidrogen

(29)

2.4. Sifat Fisika-Kimia pada Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi

spesifik [ ] -3 ingga -10 pada kon ent a i a am a etat 2 ito an la ut

pada kebanyakan larutan asam organik (Tabel 2.2.) pada pH sekitar 4,0, tetapi

tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol,

dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1 %, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak

larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu

untuk kita ketahui,bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul,

derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber

dan metode isolasi serta transformasinya.

Tabel 2.2. Kelarutan kitosan pada berbagai pelarut asam organik

Konsentrasi asam organik Konsentrasi asam organik (%)

(30)

2.5. Keterkaitan Sifat Fisik –Kimia pada Kitosan

Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang

tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik, seperti yang dapat dilihat pada

Gambar 2.3 dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif

dan biomolekul permukaan. Sedangkan dalam bentuk netralnya, kitosan mampu

mengompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Ph, Hg, Zn,

dan Pd.

Gambar 2.3. Kitosan sebagai polielektrolit kationik (Sugita, 2009)

Spesifikasi Kitin dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.3. Spesifikasi kitosan

Parameter Ciri – ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air (%) â‰Ī 10,0

- Tinggi pelarut organik 8002000

(31)

2.6. Modifikasi Kitosan

Kitosan dapat dimodifikasi, kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai

bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran (film). Kitosan

sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat.

Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat bergantung pada

karakteristik makrostruktur kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan kondisi

pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan akan semakin besar dan

proses adsorpsi pun dapat berlangsung dengan baik. Modifikasi kimia kitosan

menjadi gel kitosan dapat meningkat kapasitas jerapnya, keunggulan ini

disebabkan oleh bentuk butiran gel mempunyai volume pori yang lebih besar

dibandingkan dengan bentuk serpihan. Kitosan dengan bobot molekul tinggi akan

menghasilkan larutan dengan viskositas yang tinggi pula (Rao, 1993)

2.6.1. Glutaraldehida

Glutaraldehida merupakan agen penaut silang kitosan yang paling banyak

digunakan. Glutaraldehida dapat menautsilangkan rantai kitosan melalui reaksi

pembentukan basa Schiff (imina tersubstitusi ,-CH=NR) antara gugus aldehida

glutaraldehida dan guggus –NH2 kitosan. Jumlah tautan silang tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah glutaraldehida yang ditambahkan. Tautan

silang tersebut telah terbukti dapat menghilangkan stabilitas adsorben kitosan

dalam asam. Namun derajat tautan silang yang terlalu tinggi juga akan

menurunkan jumlah –NH2, sehingga kapasitas adsorpsi maksimumnya juga menurun. Selain itu reaksi glutaraldehida dan kitosan juga dapat melemahkan

ikatan antara atom nitrogen dan ion logam yang akan dijerap (Osifo et al, 2008).

Struktur kimia glutaraldehida dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut;

O O

H H

(32)

2.7. Aplikasi Kitosan dalam Bidang Lingkungan

Lingkungan sangat berpotensi tercemar zat organik, anorganik, maupun logam

berat. Keberadaan zat-zat pencemar tersebut akan mengganggu ekosistem yang

ada, termasuk juga manusia. Oleh sebab itu, kelestarian lingkungan dari zat

pencemar harus dijaga dan terus mendapatkan perhatian dari masyarakat sekitar,

yang merupakan elemen dari lingkungan hidup itu sendiri. Salah satu cara yang

dapat digunakan untuk mengurangi zat pencemar pada lingkungan adalah dengan

menggunakan kitosan sebagai adsorben.

Kitosan lazimnya disintesis dari deasetilasi kitin yang berasal dari limbah

kulit udang atau kepiting. Oleh karena itu, penggunaan kitosan sejak awal telah

berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Manfaat kitosan dalam

bidang lingkungan adalah untuk menjerap logam berat maupun zat warna yang

banyak dihasilkan dari industri tekstil atau kertas. Logam berat merupakan limbah

yang sangat berbahaya. Hal tersebut dikarenakan logam berat dapat menimbulkan

toksisitas akut pada manusia maupun habitat yang ada di lingkungan perairan.

2.7.1. Logam Berat

Logam berat didefinisikan sebagai logam yang memiliki densitas atau kerapatan

tinggi dan merupakan pencemar yang banyak dijumpai baik di lingkungan darat

maupun di perairan. Keberadaan logam berat akan membawa pengaruh pada

kehidupan organisme di lingkungan (termasuk manusia), karena sifatnya yang

meracun dan dapat menyebabkan kematian apabila jumlahnya melewati ambang

batas yang ditetapkan. Kandungan logam berat di lingkungan dapat dikurangi

dengan cara menjerapnya, salah satunya dengan menggunakan kitosan. Beberapa

contoh logam berat adalah Hg,Zn,Cd,Cu,Co,Pb dan Cr. Proses penjerapan logam

(33)

2.7.2. Zat Warna

Pada umumnya zat warna yang masuk ke dalam lingkungan berasal dari limbah

tekstil dan kertas. Zat warna kedua industri tersebut menimbulkan warna yang

sangat pekat walaupun dalam konsentrasi yang rendah,sehingga dampaknya dapat

mengurangi estetika lingkungan, selain itu limbah zat warna bersifat karsinogenik

jika dikonsumsi dan sulit terdegradasi.

Berdasarkan muatannya, zat warna dapat dibedakan menjadi 2, yaitu zat warna

anionik dan kationik. Kedua zat warna tersebut dapat dijerap dengan kitosan dan

modifikasinya (Singh et al.,2008). Zat warna anionik dan asam,zat warna anionik

sebagian besar merupakan senyawaan azo yang mengandung gugus

sulfonat,sebagaimana diketahui,bahwa zat warna tersebut lebih banyak digunakan

dalam industri tekstil. zat warna kationik. Berbeda dengan zat warna anionik,

muatan positif pada zat warna kationik disebabkan oleh keberadaan garam

kuartener sekunder. Karena muatannya yang positif, zat warna kationik akan

terjerap dengan baik pada kitosan dengan kitosan dengan kondisi netral atau basa

untuk mencegah protonasi pada gugus amino kitosan.

2.7.3. Pestisida

Dua jenis pestisida yang paling penting ialah organoklorin dan organofosforus.

Organoklorin stabil secara kimia dan resisten terhadap penguraian mikrob.

Beberapa contoh organoklorin yang lazim menjadi polutan ialah

diklorofeniltrikloroetana (DDT) dan turunannya, poliklorinasi bifenil (PCB).

Mikrokapsul kitosan yang terkompleks perak dan tertaut glutaraldehida dan

(34)

2.7.4. Senyawaan Fenolik

Fenol merupakan polutan organik yang berbahaya bagi organisme perairan dan

manusia walaupun dalam konsentrasi yang rendah, bahkan hanya dalam

konsentrasi 0,005 mg/L saja sudah dapat merubah rasa dan bau pada air

minum,sehingga tidak baik untuk dikonsumsi, manusia yang mengkonsumsi air

yang terkontaminasi fenol akan mengalami beberapa nyeri yang memicu

kerusakan pembuluh kapiler dan berakibat pada kematian, selain itu proses

klorinasi pada air yang tercemar akan berakibatkan pembentukan klorofenol

(Aksu,2005).

2.8. Kandungan logam berat

I tila “logam” eca a k a membe ikan un u yang me upakan kondukto li t ik

yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan ditempa,

kekerasan dan keelektropositifan yang tinggi. (Connel, 1995) Logam berat (heavy

metal) atau logam (toxic metals) adalah bentuk umum yang digunakan untuk

menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong

berbahaya bila masuk ke dalam tubuh mahkluk hidup. Logam berat yang terdapat

baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang

sangat rendah disebut sebagai trace metals. Trace metals seperti Cadmium(Cd),

Timbal (Pb), dan Merkuri (Hg) (Nugroho, 2006).

2.8.1 Efek Toksik Kadmium

Kadmium (Cd) belum diketahui fungsinya secara biologis dan dipandang sebagai

xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang

persisten.Keracunan yang disebabkan oleh Cd bisa bersifat akut dan kronis,

keracunan akut Cd sering terjadi pada pekerja di industri yang berkaitan dengan

Cd. Gejala keracunan akut Cd adalah timbulnya rasa sakit dan panas di dada.

Paparan Cd secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan iritasi alat

(35)

2.9. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah metoda pengukuran kuantitatif

suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya

pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan

dasar. telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang

dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisi. fraksi atom – atom yang

tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. tekni ini digunakan

untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat

beraneka ragam (Walsh , 1955).

2.9.1 Prinsip dan Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom pada suatu

unsur dapat mengabsropsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. banyak

energi sinar yang di absropsi berbanding lurus dengan jumlah atom – atom unsur

yang mengabsropsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton

bermuatan positif dan neutron berupa pertikel netral, dimana inti atom

dikelilingi oleh elektron –elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang

berbeda – beda. Jika energi diabsropsi oleh atom, maka elektron yang berada di

kulit terluar ( electron valensi ) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar

atau tingkat energi yang terendah kekeadan tereksitasi dengan tingkat energi yang

terendah. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat

energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut

(Clark, 1979).

2.9.2 Instrumentasi

Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom, maka

sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus

diperlukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan

jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan

(36)

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:

 Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

 Sampel dilarutkan dalam suatu asam

 Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa

kemudian hasil leburan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan

spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa larutan yang

dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.

Pelarutan juga dimaksudkan untuk destruksi sampel dimana sampel dimana

biasanya digunakan asam-asam seperti asam nitrat pekat (Rohman, 2007)

Komponen penting yang membentuk spektrofotomter serapan atom diperlihatkan

pada gambar 2.5 dibawah ini.

2.9.3 Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom

A

B

C

D E

F

Gambar 2.5. Rangkaian ringkas Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan Gambar :

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri

(37)

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis

harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada

berbagai macam yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi

uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

1. Nyala (flameless)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

2. Tanpa nyala(flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam

tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan

cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini,maka gas yang akan

dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).

c. Monokromator

Monokromator memisahkan,mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi

energi yang mencapai detektor (Haswell, 1991).

d. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak

memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi

termal.(Khopkar, 2007).

e. Read Out

Merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem beberapa

(38)

2.9.4 Gangguan pada SSA dan cara mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak

sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini

adalah faktor matriks sampel dan faktor kimia karena adanya gangguan molekuler

yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan

cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya

ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh

ion jauh berbeda denga spektrum absorpsi atom netral yang memang akan

ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA

yaitu dengan cara:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu

dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat

kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya

penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam

yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi

(Mulja, 1995).

2.10. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang

(39)

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data

seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi

dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan

polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini

padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat

kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Sensitivitas FTIR

adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena

resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).

Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra

merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti

monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan

memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul

yang berupa interferogram (Bassler, 1986).

Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada

intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor

diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain,

tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform).

Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektrofotometer

FTIR digunakan untuk :

1. Mendeteksi sinyal lemah.

2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah.

(40)

2.11 Reaksi Ikat Silang

Ikatan silang merupakan ikatan yang menghubungkan rantai polimer yang

satu dengan rantai polimer yang lain di mana ikatan tersebut berupa ikatan

kovalen atau ionik. Reaksi ikat silang memberikan pengaruh yang besar baik

dalam sifat kimia maupun sifat mekanik dari polimer (Nicholson, 2006).

Pembentukan ikat silang dilakukan dengan penambahan suatu agen pengikat

silang ke dalam larutan bahan yang akan dimodifikasi (Berger et al, 2004).

Ikatan silang dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan membentuk

ikatan kovalen dan dengan membentuk ikatan ionik. Dalam reaksi pembentukan

ikatan silang kovalen, agen pengikat silang yang umum digunakan adalah

dialdehid, contohnya glioksal dan glutaraldehid (Monteiro et al, 1999).

Akan tetapi, kedua agen pengikat silang tersebut bersifat toksik.

Glutaraldehid bersifat neurotoksik, sedangkan glioksal bersifat mutagenik.

Meskipun hasil modifikasi tersebut dimurnikan sebelum pemberian, keberadaan

dialdehid bebas yang tidak ikut bereaksi tidak seluruhnya dapat dihilangkan dan

dapat memberikan efek toksik.

Agen pengikat silang kovalen lainnya yang dapat digunakan untuk

membentuk reaksi ikat silang dengan kitosan telah banyak diteliti sebagai

alternatif pilihan. Di samping dialdehid, asam oksalat dan genipin terbukti dapat

digunakan sebagai agen pengikat silang. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada

data yang lengkap mengenai biokompatibilitas dari senyawa-senyawa tersebut.

Kebanyakan agen pengikat silang yang membentuk ikatan kovalen dapat

menginduksi toksisitas jika sebelum pemberian masih terdapat sisa dari pereaksi.

Untuk mengatasi masalah toksisitas yang terjadi tersebut, dapat dilakukan reaksi

ikat silang ionik. Kitosan bersifat polikationik dalam lingkungan asam. Sifat ini

menyebabkan terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan negatif (anionik),

(41)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Dibidang industri

kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan

limbah cair ,pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga,

pewarna residu pestisida, lemak, tanin, dan lain sebagainya, sementara dibidang

pertanian dan pangan kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampuran

ransum pakan ternak, antimikrob, anti jamur serat bahan pangan, penstabilisasi

pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, pengemulsi produk olahan pangan,

pembawa zat aditif makanan. Sedangkan dalam bidang farmasi dan kedokteran

kitosan dapat digunakan sebagai bahan pembuat obat-obatan, anti tumor, anti

virus, pembuluh darah kulit dan ginjal sintetik, aditif kosmetik, anti infeksi,

pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap (Sugita, 2009)

Modifikasi kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara

lain bentuk butir, serpih, hidrogel, membran(film). Kitosan sebagai adsorben

sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. . Kemampuan kitin

dan kitosan dalam mengadsorpsi logam berat dipengaruhi oleh jumlah gugus –

NH2 yang ditunjukkan oleh derajat deasetilasi. Kitosan dapat disintesis menjadi kitosan bead yang tidak larut dalam asam sehingga dapat dimanfaatkan lebih luas.

Adanya asam lemah encer dalam matriks kitosan bead menyebabkan gugus –NH2 kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibanding kitosan. Afinitas yang

dimiliki kitosan bead menyebabkan meningkatnya kemampuan kitosan bead

dalam mengadsorpsi logam berat. Kemampuan penjerapan dapat ditingkatkan

(42)

Berbagai modifikasi kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang salah

satunya sebagai adsorben logam-logam berat seperti penelitian oleh Antuni, dkk

melakukan penelitian mengenai “Penggunaan kitosan dari cangkang udang untuk penjerapan berbagai logam berat dan diperoleh hasil efesiensi penjerapan kitosan

yang optimum berturut-turut untuk logam Cr, Fe, Cu, Ni dan Zn adalah 98,44%

untuk berat kitosan 0,375 gram), 99,21% (0,5 gram); 58,62% (0,375 gram);

99,65% (0,375); 56% (0,5 gram) dan pada tahun 2012 Indah, L melakukan

Modifikasi kitosan menjadi kitosan glutaraldehid untuk meningkatkan daya serap

terhadap ion logam (Cu2+) mengalami penurunan konsentrasi sebesar 73%.

Berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik untuk memodifikasi kitosan

dengan mengikatsilangkannya dengan Glutaraldehida untuk penyerapan logam

Cadmium (Cd2+) berdasarkan variasi waktu.

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana modifikasi kitosan menjadi kitosan bead yang terikatsilang dengan Glutaraldehida?

2. Bagaimana pengaruh daya serap kitosan terhadap logam berat Cd2+? 3. Berapakah waktu kontak optimum penyerapan ion Cd2+ menggunakan

kitosan bead yang diikatsilang dengan Glutaraldehida

1.3. Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan adalah kitosan dari limbah kulit udang 2. Modifikasi kitosan dibuat menjadi kitosan bentuk bead/manik 3. Kitosan bead diikatsilangkan dengan menggunakan Glutaraldehida 4. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan dalam percobaan adalah

5 mg/L sebanyak 50 mL

(43)

1.4. Tujuan Penelitian

1 Untuk mengetahui modifikasi kitosan menjadi kitosan bead yang terikatsilang dengan Glutaraldehida.

2 Untuk mengetahui pengaruh daya serap kitosan bead Glutaraldehid terhadap logam berat Cd2+ .

3 Untuk mengetahui waktu kontak optimum penyerapan ion Cd2+ menggunakan kitosan bead Glutaraldehida.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah

satu informasi ilmiah bahwa modifikasi kitosan bead/manik yang diikatsilangkan

hlutaraldehida untuk penanggulangan pencemaran logam berat seperti logam

Cd2+ berdasarkan waktu kontak optimum.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis

gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)

di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Gajah Mada. Analisa logam Cadmium dilakukan di Badan Riset

(44)

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium.

2. Pembuatan kitosan bead/manik dengan cara menimbang kitosan dan dilarutkan dalam asam asetat 5% dengan ratio perbandingan 1:40 dan selanjutnya diteteskan dalam larutan NaOH 2 M hingga terbentuk bead. kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan. Kitosan bead diikatsilangkan dengan glutaraldehida dan perendaman selama 24 jam dengan perbandingan 1,5 ml/g kitosan bead. Hasil dikarakterisasi dengan spektrofotometer FTIR.

3. Analisa logam Cd2+ sebelum dan sesudah penyerapan dengan kitosan dianalisa dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Variabel terikat meliputi:

a) Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan adalah 5 mg/L

b) Volume ion Cd2+ yang digunakan pada penyerapan adalah 50 mL c) Metode penyerapan dengan menggunakan alat kolom berdasarkan

perendaman variasi waktu kontak 2. Variabel bebas meliputi

(45)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR IONLOGAM KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Penelitian mengenai analisis dan karakterisasi kitosan bead/manik dengan ikat silang glutaraldehida sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion logam kadmium(Cd2+) telah dilakukan. Pada penelitian ini, didahului dengan pembuatan kitosan bead/manik dengan mencampurkan kitosan dan asam asetat 5% dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2M yang kemudian membentuk gel (bead). Kitosan bead yang telah dikeringkan direndam selama 24 jam dalam larutan Glutaraldehida 2,5% dengan perbandingan 1,5 mL tiap gram kitosan, dicuci dan dikeringkan, sebanyak 2 gram kitosan ikat silang glutaraldehida dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar kadmium 5mg/L.didiamkan berdasarkan variasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan 98,472% pada waktu kontak optimum 30 menit.

(46)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF BEAD CHITOSAN WITH GLUTARALDEHYDE CROSSLINKING AS REDUCING

ADSORBENT CADMIUM METAL CONTENT

ABSTRACT

Research on the analysis and characterization of chitosan beads with glutaraldehyde crosslink has been done as an adsorbent to reduce concentration of Cd metal. In this research, preceded by making chitosan beads by mixing chitosan and 5% acetic acid and dropped into a solution of NaOH 2M which then forms gel (bead). Chitosan beads were dried soaked for 24 hours in a solution of Glutaraldehyde 2.5% with a ratio of 1.5 mL per gram of chitosan, washed and dried, 2 grams of glutaraldehyde crosslink chitosan included in the column, then was added with 50 ml of standard solution of cadmium 5mg / L was alllowed by variations in time. The results showed that the adsorption process was gained 98.472% in the percentage of absorption optimum contact time of 30 minutes.

(47)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI,KITOSAN BEAD/MANIK

DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDASEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR

ION LOGAM KADMIUM (Cd

2+

)

SKRIPSI

AYU MANJA

120802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI,KITOSAN BEAD/MANIK

DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

LOGAM KADMIUM (Cd

2+

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

AYU MANJA 120802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(49)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Dan Karakterisasi Kitosan Bead/Manik Dengan Ikatan Silang Glutaraldehida Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Ion Logamcadmium(Cd2+) NIP.195504051983031002 NIP.195308171983031002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(50)

PERNYATAAN

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM KADMIUM (Cd2+)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2016

(51)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapat gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu tercinta Fatmawati dan ayah tercinta Alm Zurli,Sk yang telah memberikan doa cinta dan kasih sayang nya serta perjuangan buat kami anak-anaknya, serta kepada keluarga abang dan kakak tersayang,bg Ali, bg Hendrik,bg ijol, kak mery, kk iip, kk maya serta semua keponakan tercinta, dan sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah memberikan topik dan tunjuk ajar hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini dan Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. selaku pembimbing II yang pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakannya.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Dr. Rumondang Bulan, MS. dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc., kepala dan laboran Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU, Prof. Dr. Harlem Marpaung dan laboran analitik Sri Pratiwi Aritonang, M,Si serta seluruh staff dosen kimia analitik, abang kakak asisten stambuk 09,010,011.serta terima kasih buat semua asisten analitik teman seperjuangan, Nori, Nany, Ruben, Raniko,Crystina juni,dan Dessy darman yang telah menjadi keluarga kedua dalam hidup saya,terima kasih juga atas bantuan doa dan semangatnya buat adik-adik fitri, Rianda, Jojo, Davi, Dewi dan Ester yang sudah seperti adik kandung bagi saya, serta buat teman-teman stambuk 012, dan kakak abang 09, 010, 011 buat semua pihak yang telah membantu.

(52)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR IONLOGAM KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Penelitian mengenai analisis dan karakterisasi kitosan bead/manik dengan ikat silang glutaraldehida sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion logam kadmium(Cd2+) telah dilakukan. Pada penelitian ini, didahului dengan pembuatan kitosan bead/manik dengan mencampurkan kitosan dan asam asetat 5% dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2M yang kemudian membentuk gel (bead). Kitosan bead yang telah dikeringkan direndam selama 24 jam dalam larutan Glutaraldehida 2,5% dengan perbandingan 1,5 mL tiap gram kitosan, dicuci dan dikeringkan, sebanyak 2 gram kitosan ikat silang glutaraldehida dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar kadmium 5mg/L.didiamkan berdasarkan variasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan 98,472% pada waktu kontak optimum 30 menit.

(53)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF BEAD CHITOSAN WITH GLUTARALDEHYDE CROSSLINKING AS REDUCING

ADSORBENT CADMIUM METAL CONTENT

ABSTRACT

Research on the analysis and characterization of chitosan beads with glutaraldehyde crosslink has been done as an adsorbent to reduce concentration of Cd metal. In this research, preceded by making chitosan beads by mixing chitosan and 5% acetic acid and dropped into a solution of NaOH 2M which then forms gel (bead). Chitosan beads were dried soaked for 24 hours in a solution of Glutaraldehyde 2.5% with a ratio of 1.5 mL per gram of chitosan, washed and dried, 2 grams of glutaraldehyde crosslink chitosan included in the column, then was added with 50 ml of standard solution of cadmium 5mg / L was alllowed by variations in time. The results showed that the adsorption process was gained 98.472% in the percentage of absorption optimum contact time of 30 minutes.

(54)
(55)
(56)

Gambar

Tabel 4.2  Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Cd
Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi
Tabel 4.4. Data penurunan kadar ion Cd dan persentase adsorpsi berdasarkan
Gambar 4.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid
+6

Referensi

Dokumen terkait

Etiologi penyakit tersebut belum diketahui dengan pasti, namun demikian patogenesisnya diketahui bersifat multifaktorial meliputi faktor genetik, paparan sinar ultra violet (UV)

Dalam proses pengisian formulir yang menjadi syarat untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK), dan apabila ada yang di rubah di dalam Kartu Keluarga harus melengkapi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial, variabel persepsi pemanfaatan sistem informasi akuntansi dan motivasi kerja secara signifikan berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

Gambar 9 menunjukan pada saat pengambilan data debit 0.5 lpm dengan variasi nilai Q energi cairan tertinggi yaitu dengan variasi menggunakan batu kerikil pada

Innovation Cabang Medan merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan

[r]

Seiring dengan perkembangan KRPL, kehidupan masyarakat di sekitar desa penerima bantuan program KRPL mengalami perubahan baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun