• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA MASYARAKAT YANG TERPAPAR BISING KERETA API DI SEKITAR STASIUN BALAPAN SOLO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA MASYARAKAT YANG TERPAPAR BISING KERETA API DI SEKITAR STASIUN BALAPAN SOLO"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA MASYARAKAT

YANG TERPAPAR BISING KERETA API DI

SEKITAR STASIUN BALAPAN SOLO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

RAHMA HUTABARAT

G 0007220

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Masyarakat yang Terpapar Bising Kereta Api di Sekitar Stasiun Balapan Solo

Rahma Hutabarat, G0007220, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari...,tanggal ... 2010

Pembimbing Utama

Dr. Hartono, dr., M.Si.

NIP.1965 0727 1997 02 1 001

Penguji Utama

Enny Ratna S., drg.

NIP. 1952 1103 1980 03 2 001

Pembimbing Pendamping

Drs. Hardjono, M.Si.

NIP. 1959 0119 1989 03 1 002

Anggota Penguji

Margono, dr., M.K.K.

NIP. 1954 0915 1986 01 1 001

Tim Skripsi

Ari N Probandari, dr., M.P.H.

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, November 2010

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Rahma Hutabarat, G0007220, 2010. Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Masyarakat yang Terpapar Bising Kereta Api di Sekitar Stasiun Balapan Solo, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan pada masyarakat yang terpapar bising kereta api di sekitar Stasiun Balapan Solo.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan metode cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel 30 pada tiap kelompok area. Kelompok yang bertempat tinggal dengan jarak 0-10 m dari rel kerata api sebagai kelompok I, 10-20 m sebagai kelompok II, dan 20-30 m sebagai kelompok III. Instrumen penelitian menggunakan sound level meter dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Hasil Penelitian: Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan yang bermakna (p>0,05) pada ketiga kelompok area.

Simpulan Penelitian: Tidak terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada masyarakat yang terpapar bising kereta api di sekitar Stasiun Balapan Solo.

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v ABSTRACT

Rahma Hutabarat, G0007220, 2010. The Differences of Anxiety Rate in People Who are Exposed by Train Noise Around Balapan Solo Station, Faculty of Medicine, University of Sebelas Maret, Surakarta.

Objectives: The aim of this research is to know the differences of anxiety rate in people who are exposed by train noise around Balapan Solo Station.

Methods: This research used observasional analytic with cross sectional approach. This research used simple random sampling involved 30 participants for each area’s group. The first group consists of people whose houses are 0-10 m from the railway, second group consists of people whose houses are 10-20 m from the railway, and third group consists of people whose houses are 20-30 m from the railway. The instruments of this research were questionnaire and sound level meter. The data was analyzed by Kruskal-Wallis test.

Results: The result of the test showed that there were not significant differences (P>0,05) in three groups of area.

Conclusion: The conclusion of this research’s result was that there were no differences of anxiety rate in the people who are exposed train noise around Balapan Solo Station.

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya. Karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Adapun dalam penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari bimbingan dan bantuan pihak-pihak lain. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah sabar memberikan saran dan kritik kepada penulis.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., DAFK selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selalu membuat penulis tidak menyerah untuk belajar dan membuat penulis lebih yakin terhadap pentingnya skripsi ini.

3. Dr. Hartono, dr., M.Si., selaku pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya, bimbingan, saran, koreksi, dan nasehat kepada penulis.

4. Drs. Hardjono, M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan koreksi dan memeriksa kata per kata di dalam skripsi penulis. 5. Enny Ratna S., drg., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji

sekaligus memberi saran dan juga koreksi bagi penulis.

6. Margono, dr., M.K.K., selaku penguji pendamping yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulis.

7. Segenap staf skripsi dan staf Laboratorium Fisika FK UNS atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.

Setiap kebenaran datangnya dari Allah SWT dan kesalahan datang dari diri pribadi penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Surakarta, November 2010

(7)
(8)

commit to user

viii

C. Subjek Penelitian ... 20

1. Populasi ... .... 20

2. Besar Sampel ... ... 21

D. Teknik Sampling ... 22

E. Identifikasai Variabel ... 22

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

1. Variabel Bebas ... 23

2. Variabel Terikat ... 23

G. Instrumentasi dan Cara Kerja Penelitian ... 23

H. Rancangan Penelitian ... 24

I. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 26

BAB V. PEMBAHASAN ... 29

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 35

A. Simpulan ... 35

B. Saran ... 35

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi area terpapar menurut kelompok umur... 26 Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut kelompok umur .... 26

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Lampiran 3. Informed Consent

Lampiran 4. Skala L-MMPI Lampiran 5. Kuesioner Penelitian

Lampiran 6. Data Perhitungan Bising Kereta Api Lampiran 7. Data Hasil Penelitian

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan di

kota-kota besar. Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat

mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. Laporan WHO tahun 1988

sebagaimana yang disampaikan oleh Ditjen PPM & PLP Depkes RI (1995),

menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk dunia telah menderita dampak

kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan angka tersebut terus akan

meningkat. Pada tahun 2001 diperkirakan 120 juta penduduk dunia

mengalami gangguan pendengaran (WHO, 2001; Ikron dkk., 2007).

Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah

penggunaan mesin-mesin, dan alat-alat transportasi berat (Arifiani, 2004).

Keberadaan sarana transportasi merupakan aspek urgen pada suatu daerah

perkotaan. Aktivitas transportasi juga tidak lepas dari Undang-Undang No. 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, pemanfaatan

teknologi transportasi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin

kompleks, ternyata menimbulkan berbagai masalah lingkungan (Soekarman,

2002). Menurut BATAN (2007) salah satu parameter kualitas lingkungan

adalah kebisingan dan salah satu jenis transportasi darat yang berpotensi

bising adalah kereta api (Adji, 2002). Aktivitas kereta api di stasiun

(12)

commit to user

terhadap pengguna stasiun maupun masyarakat di sekitarnya secara fisiologis

maupun psikologis (Rahmi dkk., 2003).

Stasiun Balapan Solo berada di kecamatan Banjarsari yang memiliki

populasi penduduk 153.508 jiwa dengan kepadatan 10.365 per km2.

Kecamatan Banjarsari terdiri atas tiga belas kelurahan (Wikipedia, 2010).

Dengan asumsi persebaran penduduk yang merata, terdapat 11.808 penduduk

di sekitar stasiun Balapan Solo. Berdasarkan penelitian Widyawati (2007),

didapatkan bahwa rata-rata intensitas suara kereta api di pemukiman

penduduk adalah 80,13 dBA pada jarak 10 meter, 71,62 dBA pada jarak 20

meter, dan 68,42 dBA pada jarak 30 meter dari rel kereta api. Sementara itu,

hasil penelitian Joseph (2004) menyebutkan bahwa paparan pada deretan

rumah yang paling dekat dengan rel berkisar 85,9 dBA atau 30,9 dBA lebih

tinggi dari nilai baku mutu yang ditetapkan dalam KMLH

Kep-48/MENLH/1996 25 November 1996 tentang baku tingkat kebisingan yaitu

55 dBA.

Dampak bising dapat menyebabkan gangguan kesehatan non auditorik,

yaitu gangguan kesehatan selain gangguan pada indera pendengaran

(Suherwin, 2004). Menurut Sasongko dkk. (2000) pengaruh kebisingan

terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera pendengaran juga

menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta gangguan terhadap

sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional berupa

terganggunya kenyamanan hidup, mudah marah, mudah tersinggung, dan rasa

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

dan berlangsung lama sehingga mengganggu aktivitas kehidupan yang

normal, maka hal ini sudah merupakan suatu gangguan. Gangguan kecemasan

memperingatkan akan adanya ancaman eksternal dan internal (Ibrahim,

2002). Gangguan kecemasan merupakan penyakit psikis yang paling sering

terjadi (Hendrawan, 2004).

Berdasar latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui adanya

perbedaan tingkat kecemasan pada masyarakat yang terpapar bising kereta api

di sekitar Stasiun Balapan Solo.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan pada masyarakat yang

terpapar bising kereta api di sekitar Stasiun Balapan Solo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat

kecemasan pada masyarakat yang terpapar bising kereta api di sekitar Stasiun

Balapan Solo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dampak

kebisingan kereta api terhadap kesehatan khususnya kecemasan, sehingga

(14)

commit to user

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar stasiun, dapat

memberikan gambaran kepada mereka mengenai dampak kebisingan

kereta api terhadap kesehatan, sehingga masyarakat dapat

menggunakan informasi ini dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

b. Bagi pemerintah daerah (pemda), dapat digunakan sebagai acuan

untuk penataan lingkungan yang dapat mengurangi dampak kebisingan

kereta api terhadap kesehatan.

c. Bagi PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), dapat memberikan gambaran

kepada pihak manajemen perusahaan dalam rangka mengurangi

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bising adalah bunyi yang kehadirannya dianggap

mengganggu pendengaran (Everest, 2001). Buchari (2007)

mendefinisikan bising sebagai bunyi atau suara yang tidak

dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya

manusia hanya bisa mendengar suara yang frekuensinya berada dalam

rentangan 20-20.000 Hz (Budiono, 2003). Kebisingan adalah bunyi

yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan

waktu, sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan

dan kesehatan manusia (Sasongko dkk., 2000).

b. Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan dapat diidentifikasi jenis dan

bentuknya. Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan memiliki

tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model lain

(Sasongko dkk., 2000). Proses pemotongan seperti proses

penggergajian kayu merupakan sebagian contoh bentuk benturan

antara alat kerja dan benda kerja yang menimbulkan kebisingan.

Penggunaan gergaji bundar dapat menimbulkan tingkat kebisingan

antara 80-120 dB (Tambunan, 2005). Goembira, Fadjar, Vera S.

(16)

commit to user

Bachtiar (2003) menyebutkan pembagian sumber bising lain dapat

dibedakan menjadi:

1) Kegiatan konstruksi, misalnya : truk, disel, peralatan

penambangan/penggalian, peralatan pemadatan tanah,

penghancuran material, pengadukan semen,

2) Kegiatan transportasi, misalnya : kereta api, penerbangan,

kendaraan bermotor,

3) Kegiatan perdagangan, misalnya : pasar tradisional, pasar

modern,

4) Kegiatan perindustrian, misalnya : bunyi alat-alat produksi,

mesin-mesin, disel,

5) Kegiatan permukiman, misalnya : alat pemanas, air

conditioning (AC), aktivitas manusia,

6) Kegiatan aktivitas khusus, misalnya : tembakan, ledakan,

peristiwa alam.

c. Pembagian Kebisingan

Berdasarkan sifat, spektrum, dan frekuensi, Prabu dan Putra

(2009) menyebutkan jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan

adalah:

1) Kontinyu – spektrum frekuensi luas (steady state, wide band

noise). Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

periode 0,5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit

pesawat helikopter, kipas angin, dan suara dapur pijar.

2) Kontinyu – spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow

band noise). Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi

tertentu, yaitu frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz. Sebagai

contoh suara gergaji sirkular dan suara katup gas.

3) Intermiten, yaitu kebisingan tidak berlangsung terus menerus,

melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini

adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

4) Impulsif, yaitu bising yang memiliki perubahan tekanan suara

melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya

mengejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya

suara ledakan mercon, tembakan, dan meriam.

5) Impulsif berulang, yaitu bising yang memiliki perubahan

tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat

terjadi secara berulang-ulang. Sebagai contoh mesin tempa di

perusahaan.

Menurut Buchari (2007), berdasarkan bentuk gangguannya

terhadap manusia jenis bising dapat dibagi atas:

1) Mengganggu (irritating noise), karakteristik dari jenis bising

ini intensitasnya yang tidak terlalu keras, misalnya

(18)

commit to user

2) Menutupi (masking noise), merupakan bising yang menutupi

pendengaran yang jelas, misalnya mesin yang bekerja

terus-menerus.

3) Merusak (damaging/injurious noise), merupakan bising yang

intensitasnya melampaui ambang pendengaran. Selain itu,

akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran,

misalnya ledakan.

d. Kebisingan Kereta Api

Kereta api merupakan salah satu alat transportasi yang

dapat menimbulkan paparan kebisingan terhadap daerah sekitarnya,

sehingga permukiman yang berada dekat dengan rel kereta api

menerima paparan kebisingan intermiten yang sangat tinggi akibat

adanya perlintasan kereta. Bising kereta api pada umumnya

diakibatkan oleh pengoperasian kereta api atau lokomotif tersebut,

bunyi sinyal di perlintasan kereta api, bising di stasiun, dan pengerjaan

serta pemeliharaan konstruksi rel. Tetapi sumber utama penyebab

kebisingan kereta api adalah bunyi bising akibat roda dan gesekan

antara roda dengan rel, serta bising yang ditimbulkan oleh sistem dan

proses pembakaran pada kereta api tersebut. Sumber bising kereta api

memiliki risiko 3.47 kali lebih besar untuk terjadinya gangguan

kesehatan dibandingkan dengan sumber bising lainnya (Suherwin,

2004). Kebisingan dari suara kereta api merupakan faktor yang

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

berpengaruh pada dua aspek, yaitu aspek gangguan pendengaran

(auditory effect) dan aspek gangguan bukan pada indera pendengaran

(non auditory effect). Kebisingan kereta api terdapat pada salah satu

parameter kualitas lingkungan yang harus diawasi agar tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan (Susanto, 2006).

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda,

contohnya jika seseorang berteriak suaranya lebih kuat daripada

berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk

mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi

adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat

logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat

kebisingan yang cukup besar (Susanto, 2006).

Kebisingan diukur berdasarkan baku tingkat kebisingan

yang diperuntukkan kawasan perumahan dan pemukiman sesuai

dengan KEP-48/MENLH/11/1996 sebagai berikut (Yahya, 2002):

1) Cara sederhana

Dengan sebuah sound level meter bisa diukur tingkat tekanan

bunyi antara 30-180 dB(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk

tiap pengukuran (Hapsari, 2003). Pembacaan dilakukan

setiap 5 (lima) detik.

2) Cara langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang

(20)

commit to user

waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10

(sepuluh) menit. Waktu pengukuran dilakukan selama

aktivitas 24 jam (Leq) dengan mengacu pada Daytime average

soundlevel (Ld12): Leq yang dihitung dari pukul 07.00 hingga

pukul 19.00 dan Night average soundlevel (Ln): Leq yang

dihiutng mulai pukul 22.00-07.00 (Yahya, 2002).

Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah

melampaui baku tingkat kebisingan, maka perlu dicari nilai Leq dari

pengukuran lapangan. Leq dihitung dari rumus:

Leq= 10 log 1/24 {15.10(Ld12/10) + 9.10(Ln/10)} dB (A)

Keterangan :

1) Leq= equivalent continuous noise level atau tingkat kebisingan

sinambung setara ialah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan

yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara

dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang tetap (steady)

pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A).

2) LTMS= Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik

(Yahya, 2002)

2. Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

kepribadian masih utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam

batas normal (Hawari, 2001). Kecemasan dapat bervariasi pada semua

individu dengan frekuensi dan intensitas yang berbeda, walaupun

respons itu pada stimulus yang sama (Veeraghavan dan Singh, 2002).

b. Tingkat Kecemasan

Stuart dan Sundeen (1988) mengidentifikasi tingkat

kecemasan menjadi 4 tingkat yaitu:

1) Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada serta meningkatkan lahan persepsinya.

2) Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan

yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih tinggi.

3) Kecemasan berat, sangat mengurangi lahan persepsi

seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir

tentang hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi kekurangan. Orang tersebut banyak memerlukan

pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

4) Kecemasan tingkat panik berhubungan dengan terperangah,

kekuatan dan teror, rincian terpecah dari profesinya karena

(22)

commit to user

tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan.

c. Gangguan Cemas Menyeluruh

1) Definisi

Menurut DSM-IV (Diagnosis Statistical and

Manual of Mental Disorder) yang dimaksud gangguan cemas

menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan

yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang-kurangnya

selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau

aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang

menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial,

pekerjaan, dan fungsi-fungsi lainnya Sedangkan menurut

ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases)

gangguan ini merupakan bentuk kecemasan yang sifatnya

menyeluruh dan menetap selama beberapa minggu atau bulan

yang ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan,

ketegangan motorik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan.

2) Epidemiologi

Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan

ansietas yang paling sering dijumpai di klinik, diperkirakan

12 % dari seluruh gangguan ansietas. Prevalensinya di

masyarakat diperkirakan 3 %, dan prevelansi seumur hidup

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pasti belum diketahu, namun diperkirakan 2% -5% (Iskandar,

2002).

Gangguan ini lebih sering dijumpai pada wanita

dengan rasio 2 : 1, namun yang datang meminta pengobatan

rasionya kurang lebih sama atau 1 :1 antara laki-laki dan

wanita (Kaplan dan Sadock, 2005).

3) Etiologi

Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara

pasti, namun diduga dua faktor yang berperan terjadi di

dalam gangguan ini yaitu, faktor biologik dan psikologik

(Sharma, 2001).

Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini

adalah neurotransmiter. Ada tiga neurotransmiter utama yang

berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin,

dan gamma amino butiric acid atau GABA. Namun menurut

Iskandar (2002) neurotransmiter yang memegang peranan

utama pada gangguan cemas menyeluruh adalah serotonin,

sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan

panik. Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan

cemas didasarkan percobaan pada hewan primata yang

menunjukkan respons kecemasan pada perangsangan locus

sereleus yang ditunjukkan pada pemberian obat-obatan yang

(24)

tanda-commit to user

tanda kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar

norepinefrin akan menyebabkan depresi.

Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan

ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat

merangsang timbulnya ansietas, sedangkan Gamma Amino

Butiric Acid atau GABA bersifat menghambat terjadinya

ansietas ini. Pengaruh dari neutronstransmiter ini pada

gangguan ansietas didapatkan dari peranan benzodiazepin

pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA

membentuk “GABA-Benzodiazepin complex” yang akan

menurunkan ansietas atau kecemasan (Stahl, 2010).

Penelitian pada hewan primata yang diberi suatu agonist

inverse benzodiazepine Beta-Carboline-Carboxylic-Acid

(BCCA) menunjukkan gejala-gejala otonomik gangguan

ansietas.

Mengenai peranan serotonin dalam gangguan

ansietas ini didapatkan dari hasil pengamatan efektivitas

obat-obatan golongan serotonergik terhadap ansietas, seperti

buspiron atau buspar yang merupakan agonist reseptor

serotorgenik tipe 1A (5-HT 1A). Diduga serotonin

mempengaruhi reseptor GABA-Benzodiazepin complex

sehingga dapat berperan sebagai anti cemas (Kaplan dan

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

serotonin dan norepinefrin dalam mekanisme ansietas sebagai

anti cemas (Iskandar, 2002).

4) Manifestasi klinis

Menurut DSM-IV gambaran klinik dari gangguan

ini ditandai oleh adanya ketakutan dan kecemasan yang

berhubungan dengan masa yang akan datang, gejala

ketegangan motorik, hiperaktivitas sistem saraf otonom dan

meningkatnya kewaspadan (Stuart dan Sundeen, 2000)

Ketegangan motorik bermanisfetasi sebagai sakit

kepala, gemetar dan gelisah. Gejala hiperaktivitas sistem

saraf otonom berupa jantung berdebar-debar, napas pendek,

berkeringat banyak, dan berbagai gejala sistem pencernaan.

Meningkatnya kewaspadaan ditandai dengan adanya perasaan

mudah marah dan mudah terkejut, serta tidak dapat tidur

(WHO, 2001).

5) Perjalanan penyakit

Perlangsungan dari gangguan ini bersifat kronis

residif dan prognosisnya sukar diramalkan. Sebanyak 25 %

dari penderita gangguan ini mengalami gangguan panik

(Kaplan dan Sadock, 2005).

6) Sumber koping

Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan

(26)

commit to user

ekonomik. Kemampuan penyelesaian masalah, dukungan

sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang

menginterpretasikan pengalaman yang menimbulkan stres

dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart dan

Sundeen, 1998).

7) Mekanisme koping

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), ansietas

tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang

serius. Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua

jenis mekanisme koping:

a) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang

disadari dan berorientasi pada tindakan untuk

memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres.

b) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi

ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung

pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri

serta distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat

merupakan respons maladaptif terhadap stres.

8) Karakteristik Cemas

Menurut Hawari (2001), untuk mengetahui sejauh

mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang,

berat atau panik, maka digunakan alat ukur yang dikenal

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

penilaian tingkat kecemasan menggunakan skala HARS yang

terdiri atas 14 kelompok gejala, tiap kelompok diberi bobot

skor 0 – 4, yaitu:

0 = 0%, gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala,

1 = 1% – 25%, gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala,

2 = 26% – 50%, gejala yang timbul pada tiap kelompok

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut

dapat diketahui derajat kecemasan seseorang dengan

menggunakan pengukuran tingkat kecemasan HARS, yaitu:

0 = 14, tidak ada kecemasan,

1 = 15 – 20, kecemasan ringan,

2 = 21 – 27, kecemasan sedang,

3 = 28 – 41, kecemasan berat,

4 = 42 – 56, kecemasan berat sekali (panik).

3. Pengaruh Bising terhadap Kecemasan

Bising kereta api dapat menyebabkan gangguan kesehatan non

(28)

commit to user

pendengaran. Gangguan kesehatan non auditorik pada masyarakat yang

tinggal di sepanjang jalur kereta api yang meliputi : gangguan

komunikasi, gangguan fisiologis yang terdiri atas peningkatan tekanan

darah, peningkatan denyut jantung, melambatkan fungsi organ

pencernaan, serta timbulnya gangguan psikologis. Di samping itu

terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan

non auditorik tersebut (Suherwin, 2004).

Kebisingan juga masih membawa dampak negatif lainnya dapat

disebutkan antara lain: gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan, dan

reaksi masyarakat. Gangguan komunikasi mulai dirasakan apabila

pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi

ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi

kesalahan. Banyak jenis pekerjaan membutuhkan komunikasi, baik

secara langsung maupun lewat telepon. Intensitas kebisingan antara 50 -

55 dB saja menyebabkan telepon terganggu, dan rapat akan berjalan

tidak memuaskan. Sedangkan intensitas di atas 55 dB dapat dianggap

sangat bising, tidak cocok untuk kantor, dan sangat tidak nyaman untuk

komunikasi telepon. Begitu pula pekerjaan yang memerlukan perhatian

terus-menerus. Jenis pekerjaan semacam ini akan terganggu oleh

kebisingan, sehingga tidak jarang dapat membuat kesalahan akibat

konsentrasinya terganggu. Kebisingan juga meningkatkan kelelahan

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan

pada masyarakat yang terpapar bising kereta api di sekitar stasiun Balapan

Solo.

Bising kereta api

Stres psikologis Stres fisik

Kondisi sosial ekonomi

sosial budaya

Mekanisme koping

Kecemasan Faktor biologik

(30)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional. Cross sectional merupakan metode penelitian dengan dinamika

faktor risiko dan efek diperoleh saat semua subjek diobservasi sekali saja

(Arief, 2003).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada masyarakat sekitar stasiun Balapan Solo.

Berdasarkan jarak tempat tinggal dengan stasiun, responden dibagi menjadi 3

kelompok dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Kelompok 1: Responden yang bertempat tinggal berjarak 0-10 meter

dari rel kereta api,

2. Kelompok 2: Responden yang bertempat tinggal berjarak 10-20 meter

dari rel kereta api,

3. Kelompok 3: Responden yang bertempat tinggal berjarak 20-30 meter

dari rel kereta api.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat yang

bertempat tinggal di sekitar stasiun Balapan Solo hingga radius 30 meter.

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Wanita,

b. Sudah berumur 20-50 tahun,

c. Bekerja di lingkungan stasiun,

d. Tinggal di daerah tersebut minimal 1 tahun,

e. Bersedia dilakukan penelitian.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Menderita sakit telinga atau tuli,

b. Menderita sakit kronis,

c. Menggunakan obat anti ansietas,

d. Mengalami tekanan mental, stres, ataupun konflik.

2. Besar Sampel

Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi elemen anggota

sampel yang merupakan anggota populasi dari mana sampel diambil

(Supranto, 2000).Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:

Zα2.

d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (10%)

(32)

commit to user

N= (1.96)2 (0.085) (0.915) = 29.8 = 30

(0.1) 2

Berdasarkan rumus di atas diperoleh besar sampel yang dibutuhkan

30 orang. Kemudian di kali tiga kelompok area sehingga total sampel

sebesar 90 orang. Jumlah tersebut sesuai dengan standar sampel minimal

untuk penelitian medik di Indonesia (Sindhusakti, 2000).

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling. Populasi

diambil langsung berdasarkan data pada daftar penduduk di kelurahan yang

sudah homogen, dalam hal ini sudah memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan

sampel dilakukan secara acak atau menggunakan undian.

E. Identifikasi Variabel

Variabel adalah sesuatu yang dijadikan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian

tertentu (Notoatmodjo, 2002).

1. Variabel bebas: Paparan bising kereta api

2. Variabel terikat: Tingkat kecemasan

3. Variabel luar:

a. Variabel luar yang dikendalikan: umur, jenis kelamin, lama tinggal,

aktivitas, dan obat-obatan.

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas: bising kereta api

Bising kereta api di sini adalah bising yang disebabkan oleh aktivitas

kereta api di stasiun Balapan Solo. Jarak antara sumber kebisingan dengan

tiap kelompok penelitian diukur dengan sound level meter. Berdasarkan

jarak tempat tinggal dengan stasiun, responden dibagi menjadi 3

kelompok.Skala pengukuran variabel ini adalah skala ordinal.

2. Variabel terikat: tingkat kecemasan

Kecemasan adalah perasaan keprihatinan, ketidakpastian, ketakutan

tanpa stimulus yang jelas, dan dikaitkan dengan perubahan-perubahan

fisiologis yang dialami oleh responden dalam kurun waktu minimal

sebulan terakhir. Pengukuran tingkat kecemasan menggunakan kuesioner

Hamilton Ansiety Rating Scale (HARS), skalanya ordinal.

G. Instrumen dan Cara Kerja Penelitian

1. Instrumen :

(34)

commit to user

Berdasarkan jarak tempat tinggal dari rel kereta api stasiun Balapan

Solo, responden dibagi menjadi 3 kelompok dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) Kelompok 1 : Responden yang bertempat tinggal berjarak 0-10

meter dari rel kereta api

2) Kelompok 2 : Responden yang bertempat tinggal berjarak

10-20 meter dari rel kereta api

3) Kelompok 3 : Responden yang bertempat tinggal berjarak

20-30 meter dari rel kereta api

b. Mendatangi rumah responden untuk memberikan kuesioner HARS

dan Skala L-MMPI

H. Rancangan Penelitian

Letak tempat

Kelompok I Kelompok III

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji

Kruskal-Wallis untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua

kelompok. Dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney, untuk membandingkan

perbedaan antar kelompok dengan menggunakan program SPSS for Windows

(36)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang telah dilakukan di kelurahan Kestalan dan

Gilingan kecamatan Banjarsari pada bulan Juli 2010, peneliti mendapatkan

hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi frekuensi area terpapar menurut kelompok umur

No. Umur

Berdasarkan data tabel 1, jumlah responden terbanyak yaitu pada

kelompok umur 40-50 tahun sebesar 15 responden (50,00%) pada area I, 19

responden (63,33%) pada area II, dan 15 responden (50,00%) pada area III.

Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut kelompok umur

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tabel 2 menggambarkan tingkat kecemasan yang dibedakan berdasarkan

kelompok umur. Tingkat kecemasan yang paling banyak dialami adalah tidak

ada kecemasan yaitu sebesar 12 responden (18,18%) pada kelompok umur

20-29, 13 responden (19,70%) pada kelompok umur 30-39, dan 41 responden

(62,12%) pada kelompok umur 30-50.

Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut area terpapar

No. Area Tidak ada Ringan Sedang Jumlah Persentase

Berdasarkan data tabel 3, tingkat kecemasan yang paling banyak dialami

adalah tidak ada kecemasan yaitu sebesar 21 responden (31,82%) pada

kelompok umur 20-29, 21 responden (31,82%) pada kelompok umur 30-39,

dan 24 responden (36,36%) pada kelompok umur 30-50.

Tabel 4. Hitung intensitas bising

(38)

commit to user

Area yang terpapar bising kereta api masing-masing diukur

menggunakan alat sound level meter. Area tersebut terdapat pada jarak 0-10

meter, 10-20 meter, dan 20-30 meter dari rel kereta api di sekitar Stasiun

Balapan Solo. Didapatkan perbedaan intensitas bising kereta api antar

kelompok. Peningkatan intensitas bising pada ketiga kelompok area telah

melampaui nilai baku tingkat kebisingan.

Variabel penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat

merupakan skala ordinal. Oleh sebab itu, data yang diperoleh dianalisis secara

statistik menggunakan uji non parametrik, yaitu Kruskal-Wallis untuk

membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok menggunakan

program SPSS for Windows Release 16.0. Dari hasil uji Kruskal-Wallis

diperoleh nilai tidak signifikan (0,340), jadi ketiga kelompok tersebut tidak

memiliki perbedaan bermakna. Analisis data tidak dilanjutkan dengan post

hoct Mann-Whitney disebabkan tidak signifikannya hasil dari uji

Kruskal-Wallis, sehingga bisa dipastikan tidak mungkin terdapat perbedaan mean

antar kelompok yang bermakna. Hasil perhitungan uji Kruskal-Wallis

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

BAB V

PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat

di sekitar Stasiun Balapan tersaji dalam tabel-tabel yang terdapat pada bab

sebelumnya. Data tersebut dibagi berdasarkan area tempat tinggal, umur

responden, dan tingkat kecemasan yang dialami.

Tabel 1 menyajikan distribusi frekuensi area terpapar menurut kelompok

umur. Responden yang tercakup dalam penelitian ini yaitu responden dengan

umur 20-50 tahun. Meskipun kelompok umur yang terdapat di area terpapar

bising bervariasi, frekuensi terbanyak pada penelitian ini yaitu pada kelompok

umur 40-50 tahun baik pada area I, area II, maupun area III. Hal ini sesuai dengan

persebaran penduduk di lokasi penelitian, sepertihalnya pada tabel 2, meskipun

Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah

menderita kecemasan daripada umur tua.

Dari tabel 3 dapat dilihat pada area I jumlah responden paling banyak

berada pada tingkat tidak ada kecemasan, di bawahnya diikuti dengan tingkat

kecemasan sedang. Kemudian pada area II jumlah responden paling banyak

berada pada tingkat tidak ada kecemasan, namun diikuti dengan tingkat

kecemasan ringan. Sedangkan pada area III, jumlah reponden paling banyak

berada pada tingkat tidak ada kecemasan, namun angkanya sedikit lebih besar bila

dibandingkan dengan area I dan II. Tabel 4 memberi informasi bahwa intensitas

bising area I adalah 92,54 dBA, area II sebesar 81,65 dBA, dan area III sebesar

(40)

commit to user

77,76 dBA. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rahmi (2003) yang

menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antara tempat tinggal penduduk dengan

rel kereta api, maka akan semakin rendah kebisingan yang ditimbulkan.

Dari analisis perhitungan statistik dengan uji Kruskal-Wallis didapatkan

p=0,340. Nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 yang menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada ketiga kelompok area. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi hasil penelitian sehingga tidak signifikan,

antara lain individual differences, kondisi situasional, kondisi sosial, tingkat

pendidikan, dan gangguan psikologis (Sasongko dkk., 2000).

Menurut Hawari (2001) terdapat gejala-gejala kecemasan yang tampak

seperti keluhan fisik sehari-hari sehingga tidak disadari sebagai suatu gangguan.

Contohnya penurunan minat terhadap aktivitas seksual, gangguan konsentrasi dan

daya ingat, gangguan tidur, dan sering merasa sakit kepala. Faktor internal

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kecemasan

responden. Faktor internal kecemasan berawal dari pandangan psikoanalisis yang

berpendapat bahwa sumber kecemasan itu bersifat internal dan tidak disadari

(Stuart dan Sundeen, 2000). Adanya pengkondisian yang siap (prepared

conditioning) pada individu membuat individu semakin siap dalam menghadapi

berbagai situasi stressor di kemudian hari. Responden tidak lagi menyadari

datangnya rasa cemas karena sudah terbiasa mendapatkan bising dari lingkungan

sekitar di mana angkanya telah melampaui nilai baku mutu.

Kejadian-kejadian di lingkungan yang antara lain bencana alam dan

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

dapat memacu seorang individu untuk memberikan respons yang berupa

timbulnya rasa cemas. Pada akhirnya, seorang individu dapat mengatasi rasa

cemas setelah melalui beberapa proses, di antaranya mendapatkan ancaman,

persepsi terhadap ancaman, coping (penyesuaian) dengan ancaman, sampai

individu tersebut mampu beradaptasi dengan hal tersebut (Stuart dan Sundeen,

2000).

Tingkat pendidikan juga merupakan faktor internal yang mempengaruhi

kecemasan yang dialami individu (Stuart dan Sundeen, 2000). Semakin tinggi

tingkat pendidikannya akan semakin baik pemecahan terhadap masalah yang

dihadapinya. Seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan

memberikan respons yang lebih rasional dibandingkan mereka yang

berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak mempunyai pendidikan,

namun penelitian di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Tingkat

pendidikan yang rendah menyebabkan adanya beda penafsiran baik antara peneliti

dengan responden maupun antar tiap-tiap responden sehingga memungkinkan

untuk terjadinya kekeliruan dalam menjawab kuesioner tentang tingkat

kecemasan.

Menurut Stuart dan Sundeen (2000), apabila individu sedang mengalami

kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari, atau meniadakan

kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,

mekanisme koping yang digunakan yaitu menangis, tidur, makan, olahraga,

(42)

commit to user

untuk mengatasi kecemasan sedang dan berat, dengan cara perilaku menyerang,

perilaku menarik diri, dan perilaku kompromi.

Terdapat variabel-variabel yang perlu dikendalikan seperti obat-obatan dan

masalah keluarga. Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama baik

diminum maupun melalui suntikan menyebabkan terjadinya gangguan

pendengaran (Sulistia Gan, 1999). Dukungan dari keluarga merupakan unsur

terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada

dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk mengahadapi

masalah yang terjadi akan meningkat (Noorkasiani dan S. Tamher, 2009).

Selain itu, kecenderungan timbulnya gangguan kecemasan dipengaruhi

oleh dukungan sosial. Smet (1994) mengartikan dukungan sosial sebagai

pertolongan, bantuan yang diterima oleh individu dari interaksinya dengan

lingkungan. Kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial.

(Conel, 1994). Responden pada penelitian ini tinggal di lingkungan yang mudah

mendapatkan dukungan sosial sebagai sumber koping, di mana kehadiran orang

lain dapat membantu seseorang mengurangi kecemasan (Stuart dan Sundeen,

2000).

Gangguan psikologis yang diakibatkan oleh bising dapat berpengaruh

terhadap kecemasan. Tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama

kejadian, kompleksitas spektrum atau kegaduhan, dan ketidakteraturan

kebisingan. Semakin lama waktu paparan terhadap bising, maka semakin berisiko

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

kecemasan (Sasongko dkk., 2000). Intensitas dan periode bising kereta api yang

tidak teratur menyebabkan responden tidak terus-menerus mendapatkan paparan.

Alat ukur yang digunakan mempengaruhi hasil penelitian ini. Kuesioner

HARS menggunakan choice questions dengan skala rasio 0 sampai 4. Jenis dari

pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan responden untuk memberikan

pendapatnya. Kuesioner ini sangat rumit karena banyaknya kelompok gejala dan

pilihan jawaban yang terdiri dari 5 tingkatan berbeda. Berbeda dengan yes/no

questions yang memungkinkan responden untuk hanya menjawab “ya” atau

“tidak”. Seharusnya dalam mengerjakan kuesioner seperti ini, responden

didampingi sehingga apabila mengalami kesulitan mengisi akan dapat langsung

bertanya kepada peneliti, namun karena keterbatasan waktu hal tersebut tidak bisa

dilakukan (Nurgiyantoro dkk., 2000).

Pengumpulan data dalam penelitian ini selain menyerahkan kuesioner

yang kemudian akan diisi oleh responden, juga menggunakan wawancara.

Kuesioner dipegang oleh peneliti dan responden hanya menjawab pertanyaan

yang diajukan, kemudian peneliti yang mencatat. Menurut Nurgiyantoro dkk.

(2000) proses wawancara di lapangan membutuhkan waktu yang lama sehingga

memungkinkan responden untuk merasa bosan dengan pertanyaan yang ditujukan.

Selain itu, hasil wawancara dapat mudah dipengaruhi oleh lingkungan tempat

tertentu, misalnya di tempat yang ribut dan ramai seperti ketika diadakannya

kegiatan PKK.

Kelemahan dari penelitian ini juga berkaitan dengan kondisi responden

(44)

commit to user

secara langsung karena responden tidak berada di tempat, sehingga kuesioner

hanya dititipkan pada anggota keluarga lainnya. Pada saat pengambilan terdapat

kuesioner yang tidak kembali atau belum selesai diisi oleh reponden sehingga

peneliti harus memberikan ulang. Pada saat pengisian juga terdapat beberapa

responden yang membutuhkan waktu beberapa hari, sehingga dikhawatirkan

dalam pengerjaannya responden kurang memahami maksud setiap poin dalam

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tingkat

kecemasan pada masyarakat yang terpapar bising kereta api di sekitar Stasiun

Balapan Solo.

B. Saran

1. Bagi masyarakat, agar lebih mewaspadai bahaya bising dan mampu

melakukan tindakan pengendaliannya. Misalnya dengan membuat tembok

pembatas setinggi 6 meter atau tanaman untuk mereduksi intensitas

kebisingan.

2. Untuk pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), sebaiknya

agar lebih memperhatikan upaya mengurangi atau bahkan menghilangkan

kebisingan kereta api di lokasi pemukiman.

3. Untuk menindaklanjuti penelitian ini maka disarankan agar penelitian

yang akan datang dilakukan dengan sampel yang lebih besar dan metode

yang lebih baik dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang

berpengaruh terhadap tingkat kecemasan, misalnya tingkat pendidikan

dan lingkungan sosial.

Gambar

Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut kelompok umur ....
gambaran dampak
Tabel 2.  Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut kelompok umur
Tabel 3.  Distribusi frekuensi tingkat kecemasan menurut area terpapar

Referensi

Dokumen terkait

Jika terdapat bukti obyektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi yang tidak dicatat pada nilai wajar karena nilai

berada pada titik A dengan pertimbangan pada sisi sebelah timur tapak merupakan jalan arteri sekunder. kemudian untuk lokasi peletakan gate

Jika di implemtasikan dalam tahapan web enginnering, sebutkan tujuan dari proses analisis pada web engineering , dan jelaskan pula hubungan atara tahapan

Peraturan Pemerintahan Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.Lembaran Negara Republik

Memberikan informasi terhadap pihak rumah sakit tentang ada tidaknya perbedaan berat badan pada pasien karsinoma nasofaring yang. mendapat pengobatan utama yakni

sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.. Sampel pada penelitian ini adalah sebuah sekolah yang mewakili tingkatan

Aku teringat saat bertanya kepada ibu ku sendiri (yang pertalian darahnya begitu berarti segala­galanya), “Ji­ ka si anu bukan keluarga kita, akankah aku meng hormati nya sampai

Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap aroma sampel pada hari pertama dapat diketahui bahwa sampel dengan perlakuan (Al) memiliki tata'rata skor penilaian tertinggi