KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK
JAUH
(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga
Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua
dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program
Sarjana (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara
Novia Sabrina Ginting
090904028
Hubungan Masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK
JAUH
(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga
Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua
dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)
SKRIPSI
Novia Sabrina Ginting
090904028
Hubungan Masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Novia Sabrina Ginting
NIM : 090904028
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH
(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)
Medan, April 2013
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A
NIP:197310212006042001 NIP:196208281987012001
Dra. Fatmawardy Lubis, M.A
Dekan
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian
hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Novia Sabrina Ginting
NIM : 090904028
Tanda Tangan :
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Novia Sabrina Ginting
NIM : 090904028
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH
(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ( )
Penguji : ( )
Penguji Utama : ( )
Ditetapkan di : Medan
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat
kasih karunia-Nya yang senantiasa memberikan kesehatan dan semangat kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis,
atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya almarhum
M.Ginting dan Ingan M. Br Tarigan dalam mendukung saya menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih atas dukungan yang diberikan baik secara moril maupun
materil, serta seluruh doa yang tiada hentinya. Penulis juga menyampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA
yang telah memberikan kesempatan dan dukungan bagi saya untuk
menyelesaikan penyelesaian skripsi ini.
2. Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Ibu Dra. Dayana, M.Si yang
juga memberikan kesempatan dan dukungan untuk menyelesaikan
penyelesaian skripsi ini.
3. Dosen Pembimbing, Kak Emilia Ramadhani, S.Sos, MA yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu saya
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah mengarahkan dan
membimbing saya dari awal pembuatan judul sampai akhirnya siap
menjadi skripsi
4. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si. selaku dosen wali yang telah
membimbing penulis selama menjalani masa studi sebagai mahasiswa
5. Kepada para informan Rahmi, Yedidia, Oschar, Rimbun, Nando, Ibu Rani
dan Ibu Lina yang telah menyediakan waktu dan memberikan informasi
yang terkait dengan penelitian ini.
6. Kepada abang dan kakak yang juga banyak membantu dalam penyelesaian
skripsi ini. Johanes Edentha Ginting (Abang) dan Ida Silvania Ginting
(Kakak). Terima kasih untuk motivasi dan nasehatnya kepada penulis.
7. Kak Maya dan Seluruh Staf Dosen dan Adiministrasi Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU, yang telah memberikan pendidikan pelajaran,
bimbingan serta bantuan lainnya pada penulis dari semester awal hingga
menamatkan perkuliahan.
8. Teman-teman Rangers yang juga banyak memotivasi saya untuk segera
menyelesaikan skripsi ini. Dana A. Anjani, Sheila Sultana, Nelly F
Kembaren, Juliawaty, terima kasih untuk motivasinya.
9. Teman-teman seperjuangan yang juga banyak memotivasi Reno, Sarah,
Rittar, Windo dan seluruh teman-teman jurusan ilmu komunikasi angkatan
2009 yang tidak dapat penulis sebutkan. Terima kasih untuk semuanya.
10.Kak Tira dari mahasiswa ekstensi ilmu komunikasi yang selalu membantu
dan memberikan informasi kepada penulis.
11.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, masih terdapat kekurangan Oleh karena itu diharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kedepannya bagi penulis. Semoga skripsi ini dapat
berguna bagi seluruh pihak yang membacanya.
Medan, Agustus 2013
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Unversitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Novia Sabrina Ginting
NIM : 090904028
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH
(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota
Medan)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan. Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal :Agustus, 2013
Yang Menyatakan
ABSTRAK
Skripsi ini berisi penelitian mengenai komunikasi keluarga yang berjudul Komunikasi Keluarga dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah Dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi keluarga pada mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dan juga untuk mengetahui harmonisasi hubungan yang tercipta antara mahasiswa dan orangtua yang tinggal terpisah. Penelitian ini memakai paradigma konstruktivis sebagai pendekatan. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti bagaimana komunikasi dan hubungan yang terjalin pada mahasiswa yang tinggal terpisah dari orang tua.
Peneliti menggunakan beberapa teori yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan diantaranya, teori Komunikasi Keluarga, teori self disclosure,
Hubungan Harmonisasi,dan teori Interaksi Simbolik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa yang telah tinggal terpisah dari orangtua selama dua tahun atau lebih. Objek penelitian ini adalah peran komunikasi keluarga pada mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dalam hubungan harmonisasi antara orangtua dan mahasiswa dikota Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa komunikasi keluarga mempunyai peran yang penting dalam hubungan harmonisasi pada mahasiswa yang tinggal terpisah dari orangtua. Komunikasi keluarga yang baik akan membentuk hubungan yang harmonis diantara mahasiswa dan orangtua yang tinggal terpisah. Hubungan yang harmonis akan tetap terjalin jika mahasiswa dan orangtua selalu menjaga intensitas komunikasi mereka. Penelitian ini juga menemukan bahwa mahasiswa yang tinggal terpisah dari orangtua ternyata tidak menceritakan semua hal kepada orangtuanya. Hal ini, karena para mahasiswa takut membuat orangtuanya menjadi cemas dan khawatir. Hubungan jarak jauh yang dialami oleh mahasiswa dan orangtuanya juga membuat terjadinya perubahan sikap pada diri mahasiswa. Namun, perubahan tersebut dapat diterimai oleh para orangtua karena perubahan tersebut kearah yang positif
Kata kunci :
ABSTRACT
This thesis contains research on family communication entitled Family Communication in Long Distance Relationships (Qualitative Descriptive Study Role of Family Communication Students Against Separate Lives With Parents in Relation Harmonization in Medan). This study aims to determine the role of family communication in students living separately with parents and also to know the harmonization of the relationship that is created between the students and parents who live apart. This study used a constructivist paradigm as an approach. In this study, researchers tried to examine how communication and the relationship to students who live apart from their parents.
Researchers used several theories according to research conducted including, Family Communication theory, the theory of self-disclosure, Relationship Harmonization, and the theory of Symbolic Interaction. This research uses descriptive qualitative method. Subjects of this study were students who had been living apart from their parents for two years or more. Object of this study is the role of family communication in students with parents who live separately in harmonizing the relationship between the parents and students in the city of Medan. Data collection techniques used in this study were interviews and literature study. The data analysis technique used is the analysis of qualitative data.
This study found that family communication has an important role in harmonizing the relationship of students who live apart from their parents. Good family communication will create a harmonious relationship between the students and parents who live apart. Harmonious relationship will remain established if the student and parents always keep the intensity of their communications. The study also found that students who live away from parents did not tell everything to her parents. This, because the students are afraid to take their parents to be anxious and worried. Distance relationship experienced by students and parents also make a change in the attitude of the students themselves. However, these changes can be understood by the parents because of the changes in a positive direction.
Keywords :
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
LEMBAR PENGESAHAN……….. ii
KATA PENGANTAR………... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……… v
ABSTRAK………. vi
1.3 Tujuan Penelitian………... 3
1.4 Manfaat Penelitian………. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif / Paradigma Kajian……..………. 5
2.2 Kajian Pustaka………..………. 6
2.3 Model Teoritis……… 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……….……… 33
3.2 Objek Penelitian………...……….… 33
3.3 Subjek Penelitian……….. 34
3.4 Kerangka Analisis………..……….. 34
3.5 Teknik Pengumpulan Data……….………. 35
3.6 Teknik Analisis Data……….……….. 36
DAFTAR REFERENSI………. 75 LAMPIRAN
- Hasil Wawancara - Biodata
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Interaksi Komunikasi 11
2.2 Jendela Johari 20
2.3 Model Teoritis 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Hasil Wawancara 77
Lampiran 2 : Biodata Peneliti 101
ABSTRAK
Skripsi ini berisi penelitian mengenai komunikasi keluarga yang berjudul Komunikasi Keluarga dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah Dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi keluarga pada mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dan juga untuk mengetahui harmonisasi hubungan yang tercipta antara mahasiswa dan orangtua yang tinggal terpisah. Penelitian ini memakai paradigma konstruktivis sebagai pendekatan. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti bagaimana komunikasi dan hubungan yang terjalin pada mahasiswa yang tinggal terpisah dari orang tua.
Peneliti menggunakan beberapa teori yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan diantaranya, teori Komunikasi Keluarga, teori self disclosure,
Hubungan Harmonisasi,dan teori Interaksi Simbolik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa yang telah tinggal terpisah dari orangtua selama dua tahun atau lebih. Objek penelitian ini adalah peran komunikasi keluarga pada mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dalam hubungan harmonisasi antara orangtua dan mahasiswa dikota Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa komunikasi keluarga mempunyai peran yang penting dalam hubungan harmonisasi pada mahasiswa yang tinggal terpisah dari orangtua. Komunikasi keluarga yang baik akan membentuk hubungan yang harmonis diantara mahasiswa dan orangtua yang tinggal terpisah. Hubungan yang harmonis akan tetap terjalin jika mahasiswa dan orangtua selalu menjaga intensitas komunikasi mereka. Penelitian ini juga menemukan bahwa mahasiswa yang tinggal terpisah dari orangtua ternyata tidak menceritakan semua hal kepada orangtuanya. Hal ini, karena para mahasiswa takut membuat orangtuanya menjadi cemas dan khawatir. Hubungan jarak jauh yang dialami oleh mahasiswa dan orangtuanya juga membuat terjadinya perubahan sikap pada diri mahasiswa. Namun, perubahan tersebut dapat diterimai oleh para orangtua karena perubahan tersebut kearah yang positif
Kata kunci :
ABSTRACT
This thesis contains research on family communication entitled Family Communication in Long Distance Relationships (Qualitative Descriptive Study Role of Family Communication Students Against Separate Lives With Parents in Relation Harmonization in Medan). This study aims to determine the role of family communication in students living separately with parents and also to know the harmonization of the relationship that is created between the students and parents who live apart. This study used a constructivist paradigm as an approach. In this study, researchers tried to examine how communication and the relationship to students who live apart from their parents.
Researchers used several theories according to research conducted including, Family Communication theory, the theory of self-disclosure, Relationship Harmonization, and the theory of Symbolic Interaction. This research uses descriptive qualitative method. Subjects of this study were students who had been living apart from their parents for two years or more. Object of this study is the role of family communication in students with parents who live separately in harmonizing the relationship between the parents and students in the city of Medan. Data collection techniques used in this study were interviews and literature study. The data analysis technique used is the analysis of qualitative data.
This study found that family communication has an important role in harmonizing the relationship of students who live apart from their parents. Good family communication will create a harmonious relationship between the students and parents who live apart. Harmonious relationship will remain established if the student and parents always keep the intensity of their communications. The study also found that students who live away from parents did not tell everything to her parents. This, because the students are afraid to take their parents to be anxious and worried. Distance relationship experienced by students and parents also make a change in the attitude of the students themselves. However, these changes can be understood by the parents because of the changes in a positive direction.
Keywords :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan individu untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak hanya di lingkungan sosial, di dalam
lingkungan keluarga komunikasi juga sangat diperlukan untuk menjaga hubungan
yang harmonis antara anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial
pertama dalam kehidupan manusia dimana seseorang bisa belajar sebagai manusia
sosial. Di dalam keluarga, manusia pertama-tama belajar memperhatikan
keinginan orang lain, belajar bekerja sama, saling membantu, dan lain sebagainya.
Perkembangan zaman yang terus berkembang akan mempengaruhi setiap
keluarga untuk membentuk anggota keluarga menjadi individu yang cerdas.
Karena itu, banyak orangtua yang ingin memberikan pendidikan yang terbaik
untuk anak mereka. Para orangtua juga rela terpisah jauh dengan anak mereka
demi masa depan dan cita-cita yang akan dicapai oleh anak yang mereka cintai.
Hal ini karena menurut para orangtua banyak sekolah dan universitas memiliki
kualitas yang baik berada di luar kota dari tempat tinggal mereka. Sehingga para
orangtua tetap memberikan motivasi agar anaknya tetap mendapat pendidikan
yang terbaik walau harus tinggal terpisah dengan orangtua.
Perkembangan teknologi dan komunikasi yang juga semakin pesat pada
saat ini mempengaruhi komunikasi yang terjalin diantara anggota keluarga. Hal
ini dapat dilihat dari munculnya aplikasi dan alat komunikasi yang setiap saat
dapat digunakan oleh setiap individu. Bagi para orangtua dan anak yang tinggal
terpisah, maka perkembangan ini akan membantu mereka untuk menjaga
komunikasi diantara orangtua dan anak. Misalnya dengan menggunakan alat
komunikasi handphone, para orangtua dapat menghubungi anak mereka setiap
saat. Sedangkan jika para orangtua ingin melihat keadaan fisik anak mereka
apakah semakin kurus atau bertambah gemuk, maka orangtua dapat menggunakan
fasilitas Skype atau sejenisnya melalui internet.
Walaupun begitu banyak alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
dapat dipungkiri juga banyak anak yang tinggal terpisah dengan orangtua mereka
tidak mengungkapkan semua masalah yang mereka hadapi selama tinggal terpisah
dengan orangtua. Hal ini karena para anak yang sudah mulai mendapat pendidikan
di tingkat universitas merasa bahwa mereka sudah mampu untuk menyelesaikan
masalah mereka sendiri, sehingga tidak ingin memberatkan para orangtua mereka.
Ketika mahasiswa tersebut kembali ke rumah maka komunikasi yang akan
terjalin dengan anggota keluarga yang lainnya mungkin akan sedikit merenggang.
Situasi inilah yang akan membentuk tingkat keterbukaan diri yang rendah terjadi
saat mahasiswa tinggal terpisah dengan orangtua dan mereka tidak jujur terhadap
masalah yang mereka hadapi. Hal inilah yang akan mengganggu hubungan yang
harmonis antara mahasiswa dan orang tuanya. Keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak merupakan suatu kesatuan dengan dasar yang kuat bila antara
anggota keluarga terdapat hubungan yang baik. Hubungan baik ini menandakan
adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antara anggota keluarga
(Gunarsah,2003: 39).
Oleh sebab itu, komunikasi yang terjalin antara anggota keluarga akan
mempengaruhi hubungan harmonisasi antara anggota keluarga. Komunikasi yang
baik akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara komunikator dan
komunikan karena mereka memiliki makna yang sama tentang hal yang
dibicarakan. Sebaliknya komunikasi yang tidak baik antara anggota kelurga akan
menyebabkan terjadinya krisis keluarga. Namun, komunikasi yang efektif tidak
sama dengan komunikasi yang baik dan konstruktif atau menyenangkan. Misalnya
bantingan pintu mengkomunikasikan kemarahan secara efektif, tetapi tidak
merupakan suatu komunikasi yang konstruktif karena tidak dapat memecahkan
persoalan (Wahlroos,2002:5).
Hubungan jarak jauh yang dialami oleh mahasiswa dengan orang tuanya
tidak selamanya berjalan dengan lancar. Ada beberapa masalah yang dihadapi
oleh para mahasiswa. Misalnya, masalah psikologis dan masalah ekonomi yang
dihadapi oleh mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orang tuanya. Masalah
psikologis seperti, menahan rasa rindu kepada orangtua dan anggota keluarga
lainnya dan harus terbiasa melakukan semua aktivitas sendiri,dan tanpa bantuan
transportasi,dan makan yang dilakukan sendiri. Sehingga mahasiswa harus
mampu untuk menghemat sampai datangnya kiriman biaya dari orangtua kembali.
Permasalahan komunikasi jarak jauh antara orangtua dengan anak ini
menarik untuk diteliti, karena pada umumnya anak dengan orangtua berhubungan
dekat dan sering berkomunikasi tatap muka karena tinggal dalam satu rumah.
Orangtua dengan anak memiliki kedekatan emosional satu sama lain dan
kedekatan batin, hal inilah yang membuat hubungan komunikasi antara orangtua
dan anak menjadi dekat. Seorang anak pasti ingin berkomunikasi dengan ayah
atau ibunya walaupun sekedar menanya kabar atau bercerita tentang
perkuliahannya. Begitupun orangtua pasti ingin berkomunikasi dengan anaknya
walaupun hanya mengingatkan untuk makan saja. Tetapi lain halnya dengan
orangtua dan anak yang tidak tinggal serumah atau tinggal berjauhan karena
perbaedaan jarak dan tempat, komunikasi yang terjadi tidak akan lagi sama seperti
pada waktu tinggal serumah karena komunikasi dilakukan dengan menggunakan
media seperti telepon yang tidak berkomunikasi secara tatap muka. Atas dasar
inilah peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai komunikasi keluarga
terhadap mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dalam hubungan
harmonisasi.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus
masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimanakah peran komunikasi keluarga
pada mahasiswa yang tinggal terpisah dengan orangtua dalam hubungan
harmonisasi antara orangtua dan mahasiswa di kota Medan?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran komunikasi keluarga pada mahasiswa yang
tinggal terpisah dengan orangtua.
2. Untuk mengetahui harmonisasi hubungan yang tercipta antara
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi,
khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoritis, Penelitian ini diharapakan dapat melengkapi dan
menambah pengetahuan serta wawasan peneliti maupun mahasiswa
lain,khususnya mengenai komunikasi keluarga.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan informasi yang lebih
mendalam berkaitan dengan komunikasi keluarga dalam hubungan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif / Paradigma Kajian
Kata paradigma berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan
kata serapan dari bahasa Latin di tahun 1483 yaitu paradigm yang berarti suatu
model atau pola, bahasa Yunani paradeigma yang berarti untuk membandingkan.
Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang
diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya dalam disiplin intelektual.
Paradigma yang digunakan dalam penellitian ini adalah paradigma
konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme ini mencoba untuk menjebatani
dualisme objektivisme dan subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan
objek dalam dalam konstruksi ilmu pengetahuan (Ardianto dan Q-Anees,
2007:152). Asumsi pokok dari konstruktivisme, bahwa tujuan pertama dan
terutama dari ilmu pengetahuan adalah mempelajari gagasan dalam pikiran, tidak
saja dalam pemahaman akan sifat ilmu pengetahuan ilmiah, tetapi juga untuk
memahami cara pengetahuan ilmiah dapat berkembang dan peran metode
penelitian didalamnya.
Paradigma konstruktivis juga berpendapat bahwa semesta secara
epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia merupakan
konstruksi yang dibangun dari proses kognitif serta interaksinya dengan dunia
objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap
kenyataan dan bukan reproduksi kenyatan. Oleh karena itu dunia muncul dalam
pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola
konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan
personal yang digali secara terus-menerus. Bagi kaum konstruktivis, semesta
adalah suatu konstruksi, artinya bahwa semesta bukan dimengerti sebagai semesta
yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial.
Menurut Matthews (1994), konstruktivisme merupakan suatu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan manusia merupakan hasil dari
bahwa paradigma konstruktivis tidak dapat dipisahkan dari pengamat. Sehingga
sebuah pengeatahuan dapat dikatakan benar, jika dapat digunakan untuk
menghadapi berbagai fenomena atau persoalan yang terjadi dan berhubungan
pengetahuan tersebut.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi
Komunikasi jika di aplikasikan dengan benar, maka akan mampu untuk
memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana yang menyenangkan dan
juga dapat membuat hubungan yang lebih harmonis di kalangan keluarga,
pertemanan ataupun bermasyarakat. Hal ini akan dapat membina kesatuan dan
persatuan antara umat manusia seluruh penghuni bumi sehingga dapat
menghasilkan citra positif. Disinilah dapat dilihat begitu pentingnya komunikasi
dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun hubungan tersebut.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
bahasa Latin yaitu communication yang bersumber dari kata communis , berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Lasswell dalam
Onong Uchjana, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Hovland
mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Lasswell mengatakan bahwa
komunikasi memiliki lima unsur, yaitu (Effendi, 2001: 9):
1. Komunikator (Sender)
Komunikator merupakan seseorang yang menyampaikan pesan atau
informasi kepada seseorang atau sejumlah orang. Komunikator yang baik
ialah komunikator yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia
dapat mengubah gaya komunikasinya jika ia mengetahui bahwa umpan
balik dari komunikan bersifat negative.
2. Pesan (Message)
Pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh
verbal. Penyampaian pesan secara verbal dapat dilakukan dengan
menggunakan bahasa, sedangkan pesan secara non verbal dapat dilakukan
dengan menggunakan alat, isyarat, gambar atau warna untuk mendapatkan
umpan balik dari komunikan.
3. Media (Channel)
Media yaitu saluran komunikasi atau tempat dimana berlalunya pesan dari
komunikator kepada komunikan. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain
sebagainya yang dapat secara langsung menerjemahkan pikiran atau
perasaan komunikator kepada komunikan.
4. Komunikan (Receiver / Recipient)
Komunikan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator.
Komunikanlah yang akan memberikan umpan balik kepada komunikator.
Umpan balik memainkan peranan penting dalam komunikasi, sebab
umpan balik yang akan menentukan berlanjutnya komunikasi atau
berhentinya komunikasi yang diutarakan oleh komunikator. Oleh sebab
itu, umpan balik bisa bersifat positif ataupun negative.
5. Efek (Effect)
Efek merupakan tanggapan atau seperangkat reaksi pada komunikan
setelah menerima pesan dari komunikator.
Unsur-unsur komunikasi diatas akan membantu untuk membuat
komunikasi menjadi efektif, namun komunikasi yang efektif tidak hanya dilihat
dari komunikan dan komunikator yang memiliki kesamaan makna saja, menurut
Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss dalam Marhaeni Fajar, komunikasi yang efektif
akan menimbulkan lima hal, yaitu (Fajar,2009:8):
a. Pengertian
Pengertian yaitu penerimaan yang cermat dari stimuli seperti yang
dimaksud oleh komunikator. Sehingga stimuli atau pesan yang
b. Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi.
Misalnya ketika seseorang mengucapkan “selamat pagi, apa kabar?” disini
orang tersebut tidak mencari keterangan atau informasi, namun
komunikasi itu dilakukan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi
seperti ini dapat disebut komunikasi fatis (phatic communication).
Komunikasi seperti inilah yang akan membuat hubungan seseorang
menjadi hangat dan akrab dengan orang lain.
c. Mempengaruhi sikap
Komunikasi biasa juga dilakukan utuk mempengaruhi sikap orang lain.
Misalnya, guru yang ingin mengajak muridnya untuk mencintai ilmu
pengetahuan. Komunikasi seperi ini juga dapat disebut sebagai komunikasi
persuasif.
d. Hubungan sosial yang baik
Komunikasi juga bisa dapat ditujukan untuk menumbuhkan hubungan
sosial yang baik. Hal ini karen, manusia adalah makhluk sosial yang tidak
tahan hidup sendiri.
e. Tindakan
Komunikasi untuk menimbulkan pengertian yang sama antara komunikan
dan komunikator memang sulit, namun lebih sulit lagi untuk
mempengaruhi sikap. Jauh lebih sulit lagi mendorong orang bertindak,
tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang
dilakukan komunikan. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses
komunikasi.
Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari
seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika dalam komunikasi
tersebut terjadi pemahaman yang sama diantara kedua belah pihak. Kualitas
komunikasi juga menentukan keharmonisan hubungan dengan sesama individu.
adapun bentuk dari komunikasi yaitu (Effendy, 2004: 10):
1. Komunikasi Personal (Personal communication)
2. Komunikasi Kelompok
a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) terdiri dari: ceramah, forum, diskusi dan seminar
b. Komunikasi kelompok besar (large group communication) terdiri dari kampanye.
3. Komunikasi Orgaanisasi (Organization communication) 4. Komunikasi Massa (Masscommunication)
Komunikasi menjadi salah satu hal terpenting dalam proses apapun, maka
dalam harmonisasi hubungan ini terbentuk dalam komunikasi antar pribadi
ataupun kelompok, hal inilah yang akan membutuhkan proses komunikasi
didalamnya. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain
sebagainya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati
(Effendi, 2001: 11).
Adapun proses komunikasi menurut onong terbagi atas dua tahap, yaitu :
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Pada proses komunikasi ini, komunikator menyampaikan pikiran atau
perasaannya kepada komunikan dengan menggunakan lambang sebagai
media. Lambang disini pada umumnya adalah bahasa, tetapi dalam situasi
komunikasi tertentu lambang-lambang yang digunakan dapat berupa gerak
tubuh, warna, dan gambar.
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Pada proses komunikasi ini, komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang-lamabang pada media pertama. Seorang
komunikator menggunakan media kedua karena komunikan berada di
tempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak. Misalnya dengan
menggunakan surat, telepon, majalah, radio, televisi, dan sebagainya.
Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus ruang
dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif
dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin
2.2.2 Komunikasi Keluarga
Keluarga adalah satu kesatuan (entity), bukanlah merupakan kumpulan
individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai komponen-komponen
yang akan membentuk organisasi keluarga itu sendiri (Sofyan Willis,2011:50).
Komponen-komponen itu adalah ayah, ibu dan anak.Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat sehingga memegang peranan penting dalam upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan diharapkan dapat menanggulangi
masalah-masalah sosial (Gunarsa,2000: 209). Keluarga yang baik dan harmonis
akan menghasilkan individu ataupun manusia yang cerdas dan kritis, hal inilah
yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menanggulangi masalah yang ada di lingkungan masyarakat.
Sebagaimana keluarga mempunyai nilai dan pengharapan bagi
anggota-anggota, keluarga juga mempunyai pengharapan atas komunikasi. Setiap keluarga
memiliki pedoman mengenai aturan-aturan komunikasi yang harus dapat
dipahami oleh setiap anggota keluarga (Mulyana,2005: 216). Hal ini dapat dilihat
dari cara berkomunikasi antara anggota keluarga. Anggota keluarga yang lebih
muda harus menghormati dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh anggota
keluarga yang lebih tua, hal ini agar dapat terjalin komunikasi yang baik dan
sekaligus mampu menjalankan norma-norma yang ada di masyarakat.
Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh
berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Ada dua fungsi komunikasi
dalam keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural.
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi
itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup,
memperoleh kebahagiaan, menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan.
Selain itu, melalui komunikasi seseorang dapat bekerja sama dengan anggota
masyarakat terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan fungsi komunikasi kultural, diasumsikan dari pendapat para
sosiolog bahwa komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik.
Budaya menjadi bagian dari komunikasi. Peranan komunikasi disini adalah turut
2004:37). Maka, dengan adanya komunikasi yang terjalin dengan baik maka
budaya yang ada akan dapat dikembangkan dan diwariskan.
Untuk memahami masalah yang terjadi dalam sebuah keluarga maka
seseorang harus memahami hubungan komunikasi dan interaksi antar anggota
keluarga. Proses dimana anggota keluaga yang saling berhubungan dan
berinteraksi dinamakan sistem keluarga. Dalam sistem keluarga interaksi yang
terjadi sifatnya adalah circular bukan linier karena interaksi yang terjadi lebih
dari dua arah atau menyeluruh. Sedangkan dalam komunikasi linier sifatnya satu
arah.
Gambar 2.1
Interaksi Komunikasi
A B A B
C D
Linier Circular
Sumber : Sofyan Willis, Konseling Keluarga, 2011 halaman 46.
Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena didalam
keluarga, individu diterima dala pola-pola tertentu. Kelompok primer merupakan
persemaian dimana manusia memeperoleh norma-norma, nilai-nilai, dan
kepercayaan. Selain itu, kelompok primer bersifat fundamental karena
membentuk titik pusat utama untuk memenuhi kepuasan-kepuasan sosial, seperti
mendapat kasih sayang, keamanan dan kesejahteraan diwujudkan melalui
komunikasi yang dilakukan terus menerus dan membentuk sebuah pola.
Menurut devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
(1986), ada empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa tiap individu membagi kesempatan
anggota keluarga adalah sama. Tiap orangg dianggap sederjat dan setara
kemampuannya, bebas mengungkapkan ide-ide, dan opini. Komunikasi
yang terjadi pun berjalan dengan terbuka, langsung dan bebas. Tiap
anggota keluarga juga memiliki hak yang sama dalam pengambilan
keputusan, misalnya seperti menentukan film yang akan ditonton, makan
bersama di mana, atau universitas aman yang akan dimasuki oleh
anak-anak.
2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa dalam keluarga terdapat persamaan hubungan
yang tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kekuasan
atau control dalam bidangnya masin-masing. Misalnya dalam keluarga
seorang ayah ataupun suami dipercaya untuk bekerja mencari nafkah dan
istri dipercaya untuk mengurus anak dan memasak.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa dalam sebuah keluarga ada satu orang yang
mendominasi dan dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah
komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering
memegang kontrol. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, member tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memainkan
kekuasann untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain
kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi dirinya atau sekedar
meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak
yang lain juga meminta pendapat dan berpegang pad pihak yang
mendominasi dalam mengambil keputusan.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat
memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah
meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi
2.2.3 Komunikasi Antar Pribadi
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari komunikasi. Dalam sebuah
keluarga, komunikasi juga dapat terjadi diantara anggota keluarga, seperti antara
ayah dan ibu, ibu dan anak, atau ayah dan anak. Komunikasi seperti ini juga dapat
disebut sebagai komunikasi antar pribadi. Secara umum, komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam
bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan
muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, seperti telepon. Ciri khas
komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik
(Effendy, 2001 : 50). Sehingga dalam hal ini, komunikasi yang dilakukan antara
orang tua dan mahasiswa yang tinggal terpisah juga merupakan komunikasi antar
pribadi.
Adapun beberapa pengertian komunikasi antar pribadi yang diungkapkan
oleh beberapa ahli seperti Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book (1984 : 4) yaitu “komunikasi antarpribadi merupakan
proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika”. (Effendy, 1993 : 59). Lain halnya Vandeber (1986) yang menjelaskan
bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses interaksi dan pembagian
makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan. (Liliweri, 1997 :12).
Effendy juga (1986) mengemukakan bahwa “pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan“.
(Liliweri,1997 : 12).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai komunikasi antar pribadi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah suatu proses
pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain, baik secara verbal maupun
non-verbal yang ditanggapi orang lain dan merupakan interaksi antara
pribadi-pribadi yang terlibat secara utuh dan langsung satu sama lain dalam
menyampaikan maupun menerima pesan secara nyata.
Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja seseorang
menyampaikan informasi kepada orang lain, agar orang tersebut mengetahui
sesuatu. Adapun tujuan lain dari komunikasi antar pribadi tersebut adalah :
1. Berbagi pengalaman
Selain menyampaikan informasi, komunikasi antarpribadi juga
memiliki tujuan untuk saling membagi pengalaman pribadi kepada orang
lain mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang
menyedihkan/menyusahkan. Hal ini sangat berguna bagi orang lain, agar
seseorang dapat belajar dari kesalahan yang di buat oleh orang lain.
2. Menumbuhkan simpati
Simpati merupakan suatu sikap positif yang ditunjukkan oleh
seseorang yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam untuk ikut
merasakan bagaimana beban, derita, musibah, kesedihan dan kepiluan
yang sedang dirasakan oleh orang lain. Komunikasi dapat juga digunakan
untuk menambah rasa simpati seseorang kepada orang lain.
3. Melakukan kerja sama
Tujuan komunikasi antarpribadi yang lainnya adalah untuk
melakukan kerja sama antara seseorang dengan orang lain agar tercapai
suatu tujuan tertentu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kedua
belah pihak.
4. Menceritakan kekecewaan atau kekesalan
Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan seseorang untuk
menceritakan rasa kecewa atau kesalahan kepada orang lain.
Pengungkapan segala bentuk kekecewaan atau kekesalan secara tepat
akan dapat mengurangi beban pikiran yang ada pada diri seseorang.
5. Menumbuh motivasi
Melalui komunikasi antarpribadi, seseorang dapat memotivasi
orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik dan positif. Motivasi
adalah dorongan kuat dari dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu. Pada dasarnya, seseorang cenderung untuk melakukan sesuatu
karena dimotivasi orang lain dengan berbagai cara.
Komunikasi yang terjadi diantara individu juga tidak selamanya berjalan
masalah atau konflik, maka komunikasi yang terjadi juga mungkin tidak akan
efektif. Sehingga dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip
pendapat Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif,
yaitu:
a. Keterbukaan (openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada
komunikannya. Hal ini bukan berarti bahwa orang harus dengan segera
membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik,
tetapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut dan wajar. Aspek
kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak
tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang menjemukan. Bila
ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang komunikator ucapkan,
komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi
secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan
perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab
atasnya.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan individu untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dan dari sudut pandang
individu tersebut. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan
bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan
keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat
mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal.
c. Dukungan (supportiveness)
Dukungan yang positif sangat dibutuhkan dalam sebuah hubungan dan
hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Seseorang dapat
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif dan spontan.
d. Rasa Positif (positiveness)
Rasa positif sangat diperlukan oleh seseorang untuk mendorong orang lain
lebih aktif berpartisipasi, sehingga dapat menciptakan situasi komunikasi
yang efektif.
e. Kesetaraan (equality)
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila berada pada suasana yang
setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
yang berkomunikasi saling menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu
yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan ini meminta seseorang
untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain.
Selain memiliki ciri-ciri mengenai komunikasi yang efektif, komunikasi
antar pribadi juga memiliki unsur-unsur. Johnson (Supratiknya, 1995: 31)
menyatakan bahwa komunikasi interpersonal memiliki tujuh unsur dasar, sebagai
berikut:
a. Maksud-maksud, gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan yang ada dalam diri
pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal
bagi perbuatan komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang
mengandung unsur tertentu.
b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan,
dan maksud-maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan.
c. Proses pengiriman pesan kepada penerima.
d. Adanya saluran (channel) atau media, melalui mana pesan dikirimkan.
e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima menginterpretasikan atau
menafsirkan makna pesan.
f. Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makna
pesan yang ditangkap.
Johnson mengungkapkan tahap pengungkapan perasaan dalam komunikasi
interpersonal. Menurutnya,setiap kali individu berkomunikasi dengan individu
lain maka sebenarnya paling sedikit terjadi lima proses, sebagai berikut
(Supratiknya, 1995:.51-52):
1. Mengamati (sensing)
Pada proses ini individu mengamati tingkah laku lawan komunikasinya. Individu
mengumpulkan informasi tentang lawan komunikasinya dengan alat indera yang
dimilikinya.Informasi tersebut semata-mata bersifat deskriptif dan semua itu
direkam dalam pikiran dan hati individu.
2. Menafsirkan (interpreting)
Proses ini menjelaskan bahwa individu menafsirkan semua informasi yang ia
terima dari lawan komunikasinya. Kemudian individu tersebut menentukan makna
dari kata-kata dan perbuatannya.
3. Mengalami perasaan (feeling)
Pada proses ini, seseorang akan mengalami perasaan tertentu sebagai reaksi
spontan dari penafsirannya terhadap informasi yang telah diterima dari lawan
komunikasinya.
4. Menanggapi (intending)
Proses ini mengatakan bahwa Individu akan terdorong untuk menanggapi
perasaannya. Di dalam dirinya terbentuk intensi yang akan mendorong dan
mengarahkan untuk berbuat sejalan dengan perasaannya. Intensi inilah yang
membimbing tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagai bentuk
pengungkapan perasaan.
5. Mengungkapkan (expressing)
Pada tahap ini seseorang akan mengungkapkan perasaan yang ia alami kepada
lawan komunikasinya.
Setelah itu, Johnson juga menunjukkan beberapa peranan yang
disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan
kebahagiaan hidup manusia, yakn (Supratiknya, 2003: 9-10) :
1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial
seseorang. Perkembangan ini terjadi sejak masa bayi sampai masa dewasa
Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu
pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi
semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas
komunikasi kita dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri seseorang juga akan terbentuk lewat komunikasi
dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar
maupun tidak sadar seseorang dapat mengamati, memperhatikan dan
mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain
terhadap diri seseorang. Seseorang menjadi tahu bagaimana pandangan
orang lain itu tentang dirinya, Berkat pertolongan komunikasi dengan
orang lain seseorang dapat menemukan dirinya, yaitu mengetahui siapa
diri sebenarnya.
3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji
kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di
sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan
pengertian orang lain dan realitas yang sama. Tentu saja pembandingan
sosial semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan
orang lain.
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas
komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang-orang
yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup
kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka
tentu kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian
kita menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan
terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan
penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan
mungkin juga penderitaan fisik.
Komunikasi antar pribadi sama halnya dengan ilmu-ilmu lain yang
memiliki sifatnya tersendiri sehingga miliki suatu ciri khas pada ilmu tersebut.
Beberapa sifat yang dapat menunjukan komunikasi antara dua orang,dan
verbal maupun nonverbal, sehingga dapat menunjukan seberapa jauh hubungan
antara pihak yang terlibat di dalamanya. Adapun beberapa sifat yang dimiliki oleh
komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut (Liliweri, 1991:29):
a) Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, perilaku ini terjadi
karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi.
b) Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik agar mempunyai
interaksi dan koherensi, artinya suatu komuikasi antar pribadi harus ditandai
dengan adanya umpan balik serta adanya interaksi yang melibatkan suatu
perubahan di dalam sikap, perasaan, perilaku dan pendapat tertentu.
c) Komunikasi antar pribadi biasanya bersifat intrintik dan ekstrinsik. Intrinstik
merupakan suatu standar perilaku yang dikembang oleh seseorang sebagai
panduan melaksanakan komunikasi, sedangkan ekstrinsik yaitu aturan lain
yang ditimbulkan karena pengaruh kondisi sehingga komunikasi antar manusia
harus diperbaiki atau malah harus berakhir.
d) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang
dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan
bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.
e) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Maksudnya
adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama
sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.
2.2.4 Teori Self Disclosure
Teori self disclosure menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan
tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Hal seperti itu dapat di
kelompokan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukan dalam
Gambar 2.2
Jendela Johari
Diketahui Sendiri Tidak
Diketahui
Sendiri
Diketahui Orang Lain
Tidak Diketahui Orang
Lain
Sumber: Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, 1991, halaman
53.
Berdasarkan gambar Johari Window di atas dapat diketahui bahwa tiap diri
kita memiliki keempat unsur tersebut termasuk yang belum diketahui maupun
yang disadari. Dalam pengembangan hubungan terdapat empat kemungkinan
sebagaimana terwakili melalui suasana di keempat bidang tersebut.
Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seseorang dengan yang
lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka. Dalam hal ini kepribadian,
kelemahan, dan kelebihan yang kita miliki, selain diketahui oleh diri sendiri, juga
diketahui oleh orang lain.
Bidang 2, melukiskan suatu kondisi di mana hubungan antara kedua belah
pihak hanya diketahui oleh diri sendiri. Pada bidang buta ini seseorang tidak
mengetahui kekurangan yang dimilikinya, tetapi sebaliknya kekurangan justru
diketahui oleh orang lain.
Bidang 3, disebut bidang tersembunyi yang melukiskan masalah hubungan
antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui oleh orang lain.
1. Terbuka 2. Buta
Ada dua konsep yang erat hubungannya dengan bidang ini yaitu over disclosure
dan under disclosure. .
Over disclosure ialah sikap terlalu banyak mengungkapkan sesuatu,
hingga hal-hal yang seharusnya disembunyikan juga diutarakan. Misalnya saja,
konflik rumah tangga. Sedangkan under disclosure ialah sikap terlalu
menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan. Terlalu banyak tahu
tentang orang lain, namun tidak mau bicara tentang dirinya.
Bidang 4, melukiskan suatu kondisi dimana kedua belah pihak sama-sama
tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka. Bidang ini adalah bidang
kritis dalam komunikasi karena kita sendiri tidak mengenal diri kita, juga orang
lain tidak mengetahui siapa kita. Sehingga dapat terjadi kesalahan persepsi
maupun kesalahan perlakuan kepada orang lain karena tidak saling mengenal baik
kelebihan dan kekurangan juga statusnya.
Dari keempat bidang di atas, keadaan yang paling dikehendaki sebenarnya
ialah bidang 1, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui
makna pesan yang sama (Alo Liliweri, 1991 : 53).
Pada keempat bidang dalam Johari Window merupakan satu kesatuan
yang teradapat dalam diri setiap orang. Hanya saja kadar bidang berbeda satu
dengan yang lain. Mereka yang mampu bersosialisasi dan membangun hubungan
baik, maka akan memperluas bidang terbuka. Sebab dengan memperluas bidang
terbuka maka ketiga bidang yang lain akan menyempit. Dengan demikian
komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan
pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan belajar, kita
menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, menemukan
kasih sayang, bermusuhan, membenci orang lain, dan sebagainya.
Self disclosure memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan
kekurangan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Kelebihan
2. Kekurangan
Tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan, bahkan bisa terjadi salah paham sehingga menimbulkan sebuah masalah yang baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, ia bisa saja memanfaatkan apa yang terlah dia ketahui tentang diri kita tersebuta.
Selain itu, pengungkapan diri juga memiliki beberapa fungi. Menurut
derlega dan grzelak (1979) ada lima fungsi pengungkapan diri (sears, freedman
&peplau, 1985: 254), yaitu :
a. Ekspresi
Dalam kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu
kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan atau
yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya seseorang
akan merasa senang jika bercerita kepada seorang teman yang sudah
dipercaya. Maka dengan pengungkapan diri semacam ini manusia
mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya.
b. Penjernihan Diri
Saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang
dihadapi kepada orang lain, merupakan salah satu cara manusia berharap
agar dauntukpat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan
masalah yang dihadapinya sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan
dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
c. Keabsahan Sosial
Setelah sesorang selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapinya,
biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan
tersebut Sehingga, sesorang akan mendapatkan suatu informasi yang
bermanfaat tentang kebenaran akan pandangan orang lain. Orang yang
mengadapi masalah tersebut juga dapat memperoleh dukungan atau
sebaliknya.
d. Kendali Sosial
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang
misalnya orang lain akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan
kesan baik tentang dirinya.
e. Perkembangan Hubungan
Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta
saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha
merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat
keakraban dan harmonisasi hubungan.
Pengungkapan diri juga memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam
proses hubungan interpersonal. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995)
tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi tersebut adalah :
1. Basa-basi, merupakan tingkatan pengungkapan diri yang paling lemah,
walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi
hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi basa-basi
sekedar kesopanan.
2. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah
tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan diri. Sehingga tingkatan ini juga masih lemah.
3. Menyatakan gagasan atau pendapat , pada tingkatan ini memang sudah
mulai dijalin hubungan yang erat. Individu juga sudah mulai
mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
4. Perasaan, pada tingkatan ini setiap individu dapat memiliki gagasan atau
pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan
atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang
menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah
didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan
perasaan-perasaan yang mendalam.
5. Hubungan puncak, pada tingkatan ini pengungkapan diri telah dilakukan
secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat
yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri
dan kejujuran yang mutlak.
Pengungkapan diri memang lebih sering muncul dalam konteks hubungan
dua orang daripada dalam konteks jenis komunikasi lainnya. Namun dalam
hubungan diantara anggota keluarga pengungkapan diri juga dapat terjadi,
khususnya ketika salah satu dari anggota keluarga tinggal terpisah dari
keluarganya.
2.2.5 Hubungan Harmonisasi
Sebuah hubungan akan menjadi harmonis jika adanya kepercayaan , hidup
berdampingan, dan mempertahankan hubungan. Untuk membangun keselarasan
dan kebahagiaan dalam suatu hubungan, penting bahwa setiap orang ataupun
anggota keluarga untuk menciptakan dan mengikuti setiap peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan secara bersama.
Adapun hal yang diperlukan agar hubungan tetap pada rel utamanya
(Patton,1998: 16) yaitu:
1. Affection (kasih sayang), hal ini menunjukan bagaimana perasaan dan
memberikan diri secara tulus dan tanpa pamrih kepada seseorang.
2. Appreciation (penghargaan), mengetahui betapa penting dan berharganya
seseorang.
3. Acknowledgment (pengakuan), mengakui hak seseorang dan menghormati
perasaannya.
4. Absolute (kemutlakan), komitmen nyata terhadap hubungan dan
mempertahankan tujuan utamanya.
5. Acceptance (penerimaan), memberi kesempatan kepada orang lain untuk
berkembang dan memenuhi ambisinya serta menciptakan ruang untuk
mencapai semuanya.
6. Action ( tindakan), berusaha agar hubungan menjadi harmonis dan selalu
mencari cara-cara untuk meningkatkan hubungan tersebut.
Dengan adanya ketentuan diatas, dan didukung dengan komunikasi antar
pribadi maka hubungan yang terjalin akan tetap harmonis dengan rasa
berkomunikasi sangat diperlukan agar setiap hubungan menjadi menyenangkan
dan membahagiakan. Maka, kejujuran dalam suatu hubungan juga diperlukan
untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
Dalam penelitian ini,hubungan harmonisasi yang terjalin antara mahasiswa
dan orangtuanya akan diketahui dari beberapa hal diatas. Jika mahasiswa dan
orangtua yang tinggal terpisah melakukan beberapa hal diatas maka hubungan
mereka dapat dikatakan harmonis, dan sebaliknya jika mereka tidak melakukan
hal tersebut maka hubungan diantara mahasiswa dan orangtuanya tidak dapat
dikatakan memiliki hubungan yang harmonis.
2.2.6 Teori Interaksi Simbolik
Teori ini menyatakan bahwa interaksi sosial pada hakekatnya adalah
interaksi simbolik. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara
menyampaikan simbol, kemudian yang lain memberi makna atas simbol tersebut.
Para ahli perfeksionisme simbolik melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa
secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang
lain. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan
menggunakan simbol-simbol, yang didalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan
kata-kata. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan
obyek yang disepakati bersama (Mulyana, 2001:84).Esensi dari interaksi simbolik
adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi dan
petukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini
menyarankan agar perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang
memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
Esensi interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri
khas manusia yaitu komunikasi dan petukaran simbol yang diberi makna.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut
pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat
mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra
interaksi mereka. Defenisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek
dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia
bertindak hanya berdasarkan defenisi atau penafsiran mereka atas objek-objek
disekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana
ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang
menciptakan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini makna
dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah sesuatu
medium yang netral yang memungkinkan kekuatan sosial memainkan perannya
melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan
kekuatan sosial (Mulyana, 2001:68)
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner
(2008:96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan mengenai kerangka
referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain,
menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku
manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk maknanya
yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self) dan hubungannya di
tengah interaksi sosial dan tujuan berakhir untuk memediasi, serta
menginterpretasikan makna ditengah masyarakat (Society) dimana individu
tersebut menetap.
Definisi singkat dari ketiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
1. Pikiran (Mind)
Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan symbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus
mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Diri (Self)
Diri disini maksudnya yaitu kemampuan untuk merefleksikan diri tiap
individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain.
3. Masyarakat (Society)
Masyarakat adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun,
dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap
sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses
pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Ralph Larosa dan Donald C. Reitzes (1993) juga telah mempelajari Teori
Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian kelurga. Mereka menyatakan
bahwa hal-hal yang mendasari interaksionisme simbolik memperlihatkan tiga
tema besar, yaitu:
1. Pentingnya Makna bagi Perilaku Manusia
Dalam hal ini, teori intreaksi simbolik berpegang bahwa individu
membentuk makna melalui proses komunikasi dan makna tersebut
jugatidak bersifat intrinsic terhadap apapun. Individu disini memerlukan
konstruksi dan interpretif untuk menciptakan makna tersebut. Sehingga
tujuan interaksi menurut teori interaksi simbolik ini adalh untuk
menciptakan makna yang sama.
2. Pentingnya Konsep Mengenai Diri
Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri, yaitu
seperangkat persepsi yang relative stabil yang dipercaya orang mengenai
dirinya sendiri. Ketika seseorang menanyakan “siapakah saya?” maka
jawabannya akan berhubungan dengan konsep dirinya sendiri. Konsep diri
akan terbentuk oleh ciri-ciri fisik seseorang, talenta, keadaan emosi,
ketrampilan,dan intelektualitas yang ada pada diri seseorang.
3. Hubungan antara Individu dan Masyarakat
Tema interaksionisme simbolik yang terakhir disini berkaitan dengan
hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Dalam hal ini
seseorang dapat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.
2.3 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang pernah meneliti