• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma

(paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of thought)

atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam

sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka

apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif,

menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan

pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang. Akan tetapi, menurut

Patton, aspek paradigma inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan

kelemahannya. Kekuatannya adalah hal itu memungkinkan tindakan,

kelemahannya adalah bahwa alasan untuk melakukan tindakan tersebut

tersembunyi dalam asumsi-asumsi paradigma yang dipersoalkan (Mulyana, 2011:

8-9).

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana pada dasarnya landasan

teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi.

Pada penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan

sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan

diuji secara empiris. Dalam uraiantentang teori tersebut, Bognan dan

Bikenmenggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan

longgar tentang asumsi secara logis dianut bersama konsep, atau preposisi yang

mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian (Moleong, 2010: 14).

Paradigma penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan sistematis dan

subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan

(empiris). Pendekatan kualitatif terus berkembang di bidang sains dan pendidikan.

(2)

Universitas Sumatera Utara

dalam aneka bentuk. Penelitian kualitatif lebih berorientasi kepada upaya untuk

memahami fenomena secara menyeluruh. Pendekatan semacam ini lebih

konsisten dengan filosofi holistik di bidang sains sosial dan pendidikan. Penelitian

kualitatif berangkat dari ilmu perilaku manusia dan ilmu sosial melalui

penelaahannya terhadap interaksi orang-orang dengan situasi sosial dalam

membangun pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan (meaning and

discovery) (Iskandar, 2010:189).

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma

Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma

positivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh

seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua peran seperti yang biasa

dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari

pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan

perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi

dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun

pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri.

Paradigma konstuktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu

realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan bersifat relatif. Pertama,

dilihat dari penjelasan ontologis, realitas yang dikonstruksi itu berlaku sesuai

konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Kedua, paradigma

konstruktivisme ditinjau dari konteks epistimologis, bahwa pemahaman tentang

suatu realitas merupakan produk interaksi antara peneliti dengan objek yang

diteliti. Dalam hal ini paradigma konstuktivisme bersifat transaksional atau

subjektif. Ketiga, dalam konteks aksiologi, yakni peneliti sebagai passionate

participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku

sosial.

Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut

Weber,menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak

hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan

perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa

(3)

Universitas Sumatera Utara

beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut

harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari

melalui penafsiran serta pemahaman (interpretive understanding). Kajian

paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa

mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan

mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman isi subjek yang akan

diteliti. Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa

pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk

mengerti.

Menurut Ardianto (2007: 154), konstruktivisme merupakan salah satu

filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil

konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut Ardianto (2007: 161), prinsip dasar

konstruktivisme menerangkan bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh konstruk

diri sekaligus juga konstruk lingkungan luar dari perspektif diri. Sehingga

komunikasi itu dapatdirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di tengah pengaruh

lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori Ron Herre

mengenai perbedaan antara person dan self. Personadalah diri yang terlibat dalam

lingkup publik, padadirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya,

sedangkanself adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah

sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya.

Ada tiga macam konstruktivisme, (1) konstruktivisme radikal; (2)

konstruktivisme realisme hipotesis; (3) konstruktivisme biasa (Suparno, 1997:

25). Ketiga macam konstruktivisme diatas memiliki kesamaan, dimana

konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan

dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan

lingkungan atau orang disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri

pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur

pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget (Suparno, 1997: 30)

disebut dengan skema/skemata.

Kata kunci paradigma konstruktivisme adalah pendekatan antar pesona

(4)

Universitas Sumatera Utara

membangun (mengkonstruksi) pemahaman atau makna, secara bersama-sama

melalui pemahaman berbasis pada subjek, dengan menggunakan elaborasi kode

yang mana, menghargai perasaan, kepentingan, dan sudut padangan orang lain.

2.2Uraian Teoritis

Teori adalah himpunan konstruk (konsep). Definisi dan proposisi yang

mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di

antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Fungsi teori

dalam penelitian adalah untuk membantu peneliti menerangkan fenomena sosial

atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Sebelum melakukan

penelitian, peneliti memerlukan kejelasan berpikir mengenai teori sebagai

landasan atau dasar dari penelitian. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang

memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

penelitian yang akan diteliti. Berdasarkan alasan itu, maka peneliti melaksanakan

penelitian menggunakan teori–teori yang dianggap relevan adalah sebagai berikut:

2.2.1 Psikologi Komunikasi

2.2.1.1 Pengertian Psikologi Komunikasi

Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan,

meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam

komunikasi.Perisitiwa mental adalah apa yang disebut Fisher “internal mediation

of stimuli”, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral

adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi (Rakhmat: 9).

Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama

mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan

proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Menurut Fisher

(dalam Rakhmat: 8) menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi

penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang

mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli), prediksi respons

(prediction of response), dan peneguhan response (reinforcement of responses).

(5)

Universitas Sumatera Utara

dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah

respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dari sinilah timbul

perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu

dan masa sekarang).

2.2.1.2 Hubungan Komunikasi dengan Psikologi

Dilihat dari perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para

peneliti psikologi. Tiga di antara empat orang bapak ilmu komunikasi yang

disebut Wilbur Schramm adalah serjana psikologi. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu

komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud,

Bapak Psikoanalisis. Hovland, Janis, dan Kelly semuanya psikolog,

mendefinisikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai

usaha “menimbulkan respons melalui lambang verbal”, ketika

lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Kamus psikologi, dictionary of

behavioral science, menyebutkan enam pengertian komunikasi:

1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat lain seperti

dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.

2. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesam oleh organisme.

3. Pesan yang disampaikan.

4. (teori komunikasi) proses yang dilakukan satu sistem untuk

mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang

disampaikan.

5. (K Lewin) Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang

lain sehingga perubahan dalam satu wilayah lain menimbulkan perubahan

yang berkaitan pada wilayah lain.

6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi (Fajar, 2009: 3-4).

Psikologi komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala

penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau

organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan,

(6)

Universitas Sumatera Utara

psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke

otak, pada peristiwa penerimaan dan pengelohan informasi, pada proses saling

pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.

Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam

proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik

manusia komunikan serta faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku

komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya:

Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi

orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak.

Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana

pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada

individu yang lain. Psikologi bahkan meneliti lambang-lambang yang

disampaikan. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke

dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan

situasional yang mempengaruhinya dan menjelaskan berbagai corak komunikan

ketika sendirian atau dalam kelompok (Fajar, 2009: 4-5).

2.2.2 Pengungkapan Diri (Self Disclosure) 2.2.2.1Pengertian Pengungkapan Diri

Self disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi

fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan, merupakan proses

mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya

(Sendjaja, 2005: 2.41). Self disclosure adalah salah satu tipe komunikasi dimana

informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan dari orang lain, kini

dikomunikasikan kepada orang lain (Devito, 1997: 215).

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau

tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi, serta memberikan

informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami

tanggapan kita di masa kini tersebut (Supraktiknya, 1995: 4).

Self disclosure mengacu pada mengkomunikasikan informasi tentang diri

(7)

Universitas Sumatera Utara

kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah

dikatakan/dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian yang baru saja

kita saksikan. Mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang

sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.

Teori self disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama

menjadi fokus penelitian dalam teori komunikasi. Pengertian pengungkapan diri

adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang

kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang

berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Supratiknya, 1995: 8).

Tanggapan terhadap orang lain atau kejadian tertentu berarti membagikan

kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau

dilaksanakan atau perasaan kita terhadap kejadian yang baru saja kita saksikan.

Mengungkapkan hal yang sangat pribadi di masa lalu dapat menimbulkan

perasaan intim untuk sesaat.

Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah yang lain

akan menerima atau menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui

tentang diri kita ditentukan oleh bagaimana individu mengungkapkan dirinya.

Pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam

kegiatan membagi perasaan dan informasi pada orang lain (Wrightsman dalam

Dayaksini, 2003: 87).

Menurut Morton, pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi

perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam

pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu

melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui

oleh orang lain. Sedangkan, evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat

atau perasaannya terhadap sesuatu.

Joseph Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada model

interaksi manusia yang disebut Johari Window, dimana terdapat empat bidang

(8)

Universitas Sumatera Utara

Diketahui oleh Tidak diketahui

diri sendiri oleh diri sendiri

Diketahui oleh orang lain

Tidak diketahui oleh orang lain

1 TERBUKA

2 BUTA

3

TERSEMBUNYI

4 TIDAK DIKETAHUI

Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan

terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke

dalam kuadran “terbuka”. Kuadran 4 sulit untuk diketahui, tetapi mungkin dapat

dicapai melalui kegiatan seperti refleksi diri dan mimpi. Meskipun self disclosure

mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya.

Artinya, perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu

tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan

kita dengan orang tersebut.

Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar

pribadi menurut Devito adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua

orang.

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut akan

menyukai kita, sehingga ia akan semakin membuka diri terhadap kita.

3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung

memiliki sifat-sifat, seperti: kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel,

adaptif, dan intelijen.

4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar reaksi yang

memungkinkan komunikasi intim yang baik dengan diri kita sendiri

(9)

Universitas Sumatera Utara

5. Membuka diri berarti bersikap realistis sehingga harus jujur, tulus, dan

autentik.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi

perilaku, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai yang terdapat di dalam diri

orang yang bersangkutan. Kedalaman dari pengungkapan diri seseorang

tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Jika orang yang

berinteraksi dengan kita menyenangkan dan membuat kita merasa aman serta

dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi kita untuk lebih

membuka diri sangat besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu kita dapat

saja menutup diri karena kurang percaya.

Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang

terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Jika

seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan

cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita mengharapkan

orang lain memperlakukan kita sama seperti kita memperlakukan mereka

(Dayaksini, 2003: 88). Seseorang yang mengungkapkan informasi yang bersifat

pribadi lebih akrab daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa

terancam dan membuat kita lebih senang untuk mengakhirinya. Bila sebaliknya

kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain, maka kita

akan merasa tidak aman.

Luft, 1969 (dalam Tubbs, 2005: 19) menggambarkan beberapa ciri

pembukaan diri yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut :

1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung.

2. Dilakukan oleh kedua belah pihak.

3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung.

4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang

yang terlibat.

(10)

Universitas Sumatera Utara

Selain konsep Johari Window, ada juga konsep diri yang diperkenalkan

oleh Weaver (1978). Konsep ini terdiri atas empat macam yakni, self awareness,

self acceptance, self actualization dan self disclose (Cangara, 2005:85).

Self awareness ialah proses menyadari diri tentang siapakah aku, dimana

aku berada dan bagaimana orang lain memandang diriku. Jika orang sadar pada

dirinya, maka apa yang terjadi akan diterimanya sebagai kenyataan (self

aceeptance). Dengan menerima kenyataan itu, orang baru dapat mengembangkan

dirinya (self actualization) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jadi jika

seseorang memiliki keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu

perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, apakah itu secara terang-terangan atau

terselubung, agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk

Menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk

memperlihatkan diri.

2.2.2.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu,

berikut beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri:

a. Besar Kelompok

Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada

kelompok besar. Diad (kelompok yang terdiri atas dua orang) merupakan

lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu pendengar,

pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan

cermat. Orang dapat memantau pengungkapan diri ini, meneruskannya apabila

situasi mendukung atau menghentikannya jika situasi tidak mendukung. Bila ada

lebih dari satu orang pendengar, pemantauan akan lebih sulit dilakukan karena

tanggapan yang muncul pasti akan berbeda dari setiap orang.

b. Perasaan Menyukai

Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan

(11)

Universitas Sumatera Utara

1987). Ini tidak mengherankan karena orang yang kita sukai (dan barangkali

menyukai kita) akan bersikap mendukung dan positif. Kita juga membuka diri

lebih banyak kepada orang yang kita percayai (Wheels dan Grotz, 1977).

c. Efek Diadik

Kita melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama kita juga

melakukan pengungkapan diri. Efek diadik ini barangkali membuat kita merasa

lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri kita sendiri.

d. Kompetensi

Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri

daripada yang kurang kompeten. Orang yang kompeten barangkali memiliki lebih

banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orang

yang tidak kompeten (James McCroskey dan Lawrence, 1976).

e. Kepribadian

Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan

pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul.

Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan diri. Rasa gelisah ada

kalanya meningkatkan pengungkapan diri namun bisa juga menguranginya hingga

batas minimum. Orang yang kurang berani berbicara pada umumnya juga kurang

mengungkapkan diri dibandingkan mereka yang merasa lebih nyaman dalam

berkomunikasi.

f. Topik

Kita lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu. Sebagai contoh,

kita lebih mungkin mengungkapkan hal-hal yang baik dibandingkan hal yang

kurang baik. Umumnya, makin pribadi dan negatif suatu topik, makin kecil

(12)

Universitas Sumatera Utara g. Jenis Kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis

kelamin. Umumnya, pria lebih kurang terbuka ketimbang wanita. Judy Person

(1980) berpendapat bahwa peran seks (sex role) dan bukan jenis kelamin dalam

arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri.

2.2.2.3Bahaya Pengungkapan Diri

Banyaknya manfaat pengungkapan diri jangan sampai membuat kita buta

terhadap resiko-resikonya (Bochner, 1984). Berikut ini adalah beberapa bahaya

utamanya:

a. Penolakan Pribadi dan Sosial

Biasanya kita melakukan pengungkapan diri kepada orang yang kita

percaya dan kita anggap akan mendukung kita. Namun mungkin saja orang

tersebut melakukan penolakan terhadap beberapa hal, seperti misalnya orangtua

akan menolak jika ternyata anaknya berniat untuk menikah dengan orang yang

berbeda agama.

b. Kerugian Material

Adakalanya pengungkapan diri mengakibatkan kerugian

material.Misalnya dalam dunia bisnis, pengungkapan diri mengenai

ketergantungan terhadap alkohol seringkali diikuti dengan pemecatan.

c. Kesulitan Intrapribadi

Bila reaksi dari orang lain tidak seperti yang kita duga dan harapkan,

seseorang akan mengalami kesulitan intrapribadi. Tidak seorang pun senang

ditolak, mereka yang egonya rapuh perlu memikirkan kerusakan yang dapat

disebabkan oleh penolakan semacam ini.

Pengungkapan diri, seperti bentuk komunikasi yang lain bersifat tidak

(13)

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat ditarik kembali. Kita juga tidak dapat menghapus kesimpulan yang

ditarik oleh pendengar berdasarkan pengungkapan diri kita.

2.2.2.4Pedoman Untuk Pengungkapan Diri

Dalam proses pengungkapan diri, terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain sebagai berikut:

a. Motivasi Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap

hubungan, orang lain yang terlibat, juga diri sendiri. Pengungkapan diri tidak

boleh digunakan untuk menyakiti orang lain dan menghukum diri sendiri.

Pengungkapan diri hendaknya bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

b. Kepatutan Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri harus sesuai dengan lingkungan dan hubungan antara

pembicara dan pendengar. Umumnya semakin pribadi suatu pengungkapan diri,

dibutuhkan hubungan yang semakin dekat. Barangkali sebaiknya kita tidak

mengungkapkan sesuatu yang bersifat terlalu pribadi kepada orang yang tidak

terlalu akrab dengan kita khususnya menyangkut pengungkapan diri yang bersifat

negatif.

c. Pengungkapan Diri Orang Lain

Selama pengungkapan diri kita, berikan lawan bicara kesempatan untuk

dapat juga melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Apabila lawan bicara kita

tidak melakukan pengungkapan diri seperti yang kita lakukan, mungkin hal ini

merupakan isyarat bahwa orang tersebut tidak menyambut baik pengungkapan

diri kita. Kita harus melakukan pengungkapan diri secara bertahap, karena apabila

(14)

Universitas Sumatera Utara d. Beban yang Mungkin Ditimbulkan Pengungkapan Diri

Kita harus dapat mempertimbangkan dengan cermat resiko ataupun

kesulitan yang mungkin akan terjadi setelah pengungkapan diri.

2.2.2.5Tingkatan Dalam Pengungkapan Diri

Dalam proses hubungan antarpribadi, terdapat tingkatan-tingkatan yang

berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Dayaksini, 2003: 89)

tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:

1. Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau

dangkal, walaupun terdapat keterbukaan di antara individu, tetapi tidak

terjadi hubungan antarpribadi. Masing-masing individu berkomunikasi

basa-basi sekedar kesopanan.

2. Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah

tentang orang lain atau hal-hal di luar dirinya walaupun pada tingkat ini

isi komunikasi lebih mendalam, tetapi individu tidak mengungkapkan

diri.

3. Menyatakan gagasan atau pendapat: setiap individu dapat memiliki

gagasan atau pendapat yang sama, tetapi perasaan atau emosi yang

menyertai gagasan setiap individu berbeda-beda. Setiap hubungan harus

didasarkan atas kejujuran, keterbukaan, dan penyataan perasaan-perasaan

yang mendalam.

4. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,

individu yang menjalin hubungan antarpribadi dapat menghayati perasaan

yang dialami oleh individu lain. Segala persahabatan yang mendalam dan

sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang

(15)

Universitas Sumatera Utara 2.2.2.6Manfaat Pengungkapan Diri

a. Pengetahuan Diri

Salah satu manfaat pengungkapan diri adalah kita mendapatkan perspektif

baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku

kita sendiri.

b. Kemampuan Mengatasi Kesulitan

Kita akan lebih mampu menanggulangi masalah atau kesulitan kita,

khususnya perasaan bersalah. Salah satu perasaan takut yang besar yang ada pada

diri banyak orang adalah bahwa mereka tidak diterima lingkungan karena suatu

rahasia tertentu, sesuatu yang pernah mereka lakukan atau perasaan, dan sikap

tertentu yang mereka miliki. Karena kita percaya bahwa hal-hal ini merupakan

dasar penolakan, kita membangun rasa bersalah. Dengan mengungkapkan

perasaan seperti itu dan menerima dukungan, kita menjadi lebih siap untuk

mengatasi perasaan bersalah dan barangkali mengurangi atau menghilangkannya.

Bahkan penerimaan diri menjadi sulit tanpa pengungkapan diri. Kita

menerima diri kita sebagian besar melalui kacamata orang lain. Jika kita merasa

orang lain menolak kita, kita cenderung menolak diri sendiri juga. Melalui

pengungkapan diri dan dukungan yang datang, kita menemukan diri sendiri dalam

posisi yang lebih baik untuk menangkap tanggapan positif kepada kita, dan kita

akan lebih mungkin memberikan reaksi dengan mengembangkan konsep diri yang

positif.

c. Efisiensi Komunikasi

Pengungkapan diri akan memperbaiki komunikasi karena kita akan

berusaha memahami pesan-pesan dari orang lain sejauh kita memahami orang lain

secara individual. Kita dapat lebih memahami apa yang dikatakan seseorang jika

kita mengenal baik orang tersebut. Kita dapat mengenal apa makna nuansa-nuansa

tertentu, bila orang itu sedang bersikap serius dan bila ia sedang bercanda dan bila

ia menjadi sarkatis atau marah. Pengungkapan diri adalah kondisi yang penting

(16)

Universitas Sumatera Utara d. Kedalaman Hubungan

Barangkali alasan utama pentingnya pengungkapan diri adalah bahwa ini

perlu untuk membina hubungan yang bermakna di antara dua orang. Tanpa

pengungkapan diri, hubungan yang bermakna dan mendalam tidak mungkin

terjadi. Dengan pengungkapan diri berarti kita memberi tahu orang lain bahwa

kita mempercayai, menghargai dan peduli terhadap mereka.

Menurut Johnson, 1981 (dalam Supratiknya, 2009: 15-16), beberapa

manfaat dan dampak pembukaan diri (self disclosure) terhadap hubungan antar

pribadi adalah sebagai berikut:

1. Self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua

orang.

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain

tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya ia akan membuka diri kepada

kita.

3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung

memiliki sifat-sifat seperti, kompeten, ekstrovert, fleksibel, adaptif dan

inteligen.

4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi

yangmemungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri

maupundengan oranglain.

5. Membuka diri berarti bersifat realistik. Selain membuka diri kepada orang

lain, kita pun harus membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi

yang baik dengannya. Terbuka bagi orang lain berarti menunjukkan bahwa

kita menaruh perhatian pada perasaannya terhadap kata-kata atau perbuatan

kita. Artinya, kita menerima pembukaan dirinya. Kita rela atau mau

mendengarkan reaksi atau tanggapannya terhadap situasi yang sedang

dihadapinya kini maupun terhadap kata-kata dan perbuatan kita(Johnson,

1981 dalam Supratiknya, 2009:16).

Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun

(17)

Universitas Sumatera Utara

apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan

menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan yang ekstrim akan memberikan efek

negatif terhadap hubungan. Seperti dikemukakan oleh Shirley Gilbert (dalam

Sendjaja, 2005: 2.42) bahwa kepuasan dalam hubungan dan disclosure memiliki

hubungan kurvalinier, yaitu tingkat kepuasan mencapai titik tertinggi pada tingkat

disclosure yang sedang (moderate).

Ada berbagai keuntungan dalam melakukan self disclosure(Devito,

2007:68), keuntungan dari self disclosure adalah:

1. Pemahaman tentang diri, salah satu keuntungan dari self disclosure

adalah mendapatkan perspektif yang baru tentang diri, sebuah pemahaman

yang dalam tentang diri.

2. Komunikasi dan Hubungan yang efektif, memahami pesan orang lain secara lebih luas dapat melebarkan pemahaman tentang orang lain, self

disclosure adalah suatu keadaan untuk saling memahami.

3. Kesehatan Psikologi, dengan melakukan self disclosure berarti belajar bagaimana berbagi informasi dengan orang lain tentang berbagai

permasalahan dan bagaimana untuk mengatasi masalah tersebut.

2.2.3 Komunikasi Keluarga

2.2.3.1Pengertian Komunikasi Keluarga

Dalam pengertian psikologis menurut Soleman (dalam Gunarsa, 2003: 10)

keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal

bersama, dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga

terjadi saling mempengaruhi, dan saling memperhatikan.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia

dimana ia belajar dan menyatakam diri sebagai manusia sosial dalam interaksi

dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi

merupakan sesuatu yang harus dibina sehingga anggota keluarga merasakan

(18)

Universitas Sumatera Utara

kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari

hubungan laki-laki dan perempuan untuk menciptakan dan membesarkan

anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri

dari ayah, ibu, dan anak-anak.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara

dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan

pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsaidan

memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga

tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah

keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi

dengan anggota lainnya sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan

mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar

komunikasi dan hubungan timbal balik dapat terpelihara dengan baik, maka

hubungan timbal balik dalam keluarga harus mengembangkan ikatan yang sangat

kuat (dalam Gunarsa, 2002: 13) sebagai berikut:

a. Hubungan suami-istri berdasarkan cinta kasih.

b. Hubungan orangtua dengan anak didasarkan kasih sayang.

c. Hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan rasa sabar.

d. Hubungan antara anak didasarkan atas kasih sesama.

e. Komunikasi dalam keluarga akan memberikan rasa aman dan bahagia bila

berlandaskan kasih sayang.

Setiap individu dilahirkan, tumbuh dan berkembang di dalam keluarga.

Peranan individu ditentukan adat istiadat, norma-norma dan nilai-nilai serta

bahasa yang ada pada keluarga itu melalui proses sosialisasi dan internalisasi.

Keluarga merupakan kelompok perantara pertama yang mengenalkan nilai-nilai

budaya kepada si anak. Di sinilah anak mengalami hubungan sosial dan disiplin

(19)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Koentjaraningrat (dalam Posman, 1998: 61), fungsi pokok

keluarga ada dua, yaitu:

a. Sebagai kelompok dimana individu pada dasarnya dapat menikmati

bantuan utama dari sesamanya serta keamanan dalam hidupnya.

b. Sebagai kelompok dimana individu mendapat pengasuhan permulaan dari

pendidikannya.

Perlu disadari bahwa ada banyak jenis keluarga. Ada keluarga kecil dan

besar, keluarga miskin dan kaya, keluarga di desa dan di kota, keluarga yang

harmonis dan kurang harmonis, dan seterusnya. Banyak hal yang didapat seorang

anak sebagai anggota keluarga, yaitu sebagai berikut:

a. Keagamaan: keluarga harus mampu menjadi wahana yang pertama dan

utama untuk membawa seluruh anggotanya melaksanakan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

b. Kebudayaan: keluarga dikembangkan menjadi wahana untuk melestarikan

budaya nasional yang luhur dan bermartabat.

c. Kasih sayang: keluarga dikembangkan menjadi pertama dan utama untuk

menumbuhkan rasa kasih sayang sesama anggotanya.

d. Perlindungan: keluarga dikembangkan menjadi pelindung yang utama dan

kokoh dalam memberikan kebenaran dan keteladanan kepada anak-anak.

e. Reproduksi: keluarga menjadi pengatur dan pembina reproduksi keturunan

secara sehat dan berencana, sehingga anak berkualitas prima.

f. Pendidikan: keluarga sebagai tokoh dan guru yang pertama dan utama

dalam mengantarkan anak-anak untuk mandiri dan menjadi panutan.

g. Ekonomi: keluarga menyiapkan dirinya untuk menjadi suatu unit yang

mandiri dan sanggup meningkatkan kesejahteraan baik lahir maupun batin.

h. Pemeliharaan lingkungan: keluarga siap dan sanggup untuk memelihara

kelestarian lingkungannya guna memberikan yang terbaik kepada generasi

(20)

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan

membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Juga siap menyelesaikan

masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam

kesabaran, kejujuran serta keterbukaan. Dengan adanya komunikasi,

permasalahan yang terjadi dalam keluarga dapat dibicarakan dan dicari solusi

terbaiknya. Suasana kekeluargaan dan kelancaran berkomunikasi antara anggota

keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga menyadari dan

menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya

sebagai anggota keluarga (Gunarsa, 2002: 13).

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan

hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan

komunikasiyang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap

anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi

diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

2.2.3.2Pola Komunikasi Keluarga

Banyak teori mengenai komunikasi keluarga yang menyatakan bahwa

anggotakeluarga menjalankan pola interaksi yang sama secara terus menerus. Pola

ini bisa negatif ataupun positif, tergantung dari sudut pandang dan akibat yang

diterima anggota keluarga. Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang

boleh dan yang tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi

itu di interpretasikan. Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa

berkomunikasi, seperti tidak boleh bicara bila orang sedang mencoba tidur, dan

sebagainya. Semua peraturan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

dikomunikasikan melalui cara yang sama secara terus menerus sehingga

membentuk suatu pola komunikasi keluarga.

Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung

ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam

keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi

(21)

Universitas Sumatera Utara

dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam

menjaga kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak

keutuhan keluarga. Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang

sehat dan bahagiadengan keluarga yang dangkal dan bermasalah.

Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada waktu si

anak mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain. “Menurut

Hoselitz, dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain maka si anak

juga belajar menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang lain” (Liliweri,

1997: 45).

Berdasarkan pandangan Klinger dan Gillin yang dikutip Soekanto, maka

kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh

faktor-faktor tertentu. Misalnya pada waktu bayi menangis, tangisan itu mempengaruhi

ibu sehingga sang ibu segera datang membawa botol susu. Sang bayi mulai

belajar dari pengalamannya bahwa setiap tangisan merupakan tanda (sign) yang

selalu dapat digunakan untuk menyatakan kebutuhan makan dan minum (Liliweri,

1997: 45).

Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap

orang, benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan

bagi pola penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana

dilakukan anggota keluarga mereka. Akibatnya mereka belajar menyesuaikan

pada kehidupan atas dasar landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk

sebagian besar terbatas pada rumah.

Dengan meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya

dan orang dewasa di luar rumah, landasan awal ini, yang diletakkan di rumah,

mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali.

Sebaliknya, landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku di kemudian hari.

C. H. Cooley (dalam Daryanto, 1984: 64) berpendapat bahwa keluarga

sebagai kelompok primer, tiap anggotanya memiliki arti yang khas yang tak dapat

digantikan oleh anggota lain tanpa mengganggu emosi dan relasi di dalam

kelompok. Anggota-anggota sebuah keluarga, suami isteri dan anak-anaknya

(22)

Universitas Sumatera Utara

mereka menunjukkan pola yang jelas dan tetap. Status anggota-anggota keluarga

ini sedemikian pentingnya, sehingga bila salah seorang anggota keluarga keluar

dari ikatan atau hubungan keluarga, maka anggota-anggota yang lain akan

merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan dalam hatinya, di samping itu

pola relasi di dalam keluarga itu akan berubah. Tiap anggota keluarga merupakan

kepribadian yang khas dan diperlukan sama oleh anggota-anggota yang lain.

“Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena di

dalamkeluarga, individu diterima dalam pola-pola tertentu. Kelompok primer

merupakan persemaian di mana manusia memperoleh norma-norma, nilai-nilai,

dan kepercayaan. Kelompok primer adalah badan yang melengkapi manusia untuk

kehidupan sosial” (Daryanto, 1984: 64). Selain itu, kelompok primer bersifat

fundamental karena membentuk titik pusat utama untuk memenuhi

kepuasan-kepuasan sosial, seperti mendapat kasih sayang atau afeksi, keamanan dan

kesejahteraan, dan semuanya itudiwujudkan melalui komunikasi yang dilakukan

terus menerus dan membentuk sebuah pola.

Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986)

mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara

merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah

sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas

mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan

dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi

pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan

pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran

yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui

intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah

laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap

orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang

(23)

Universitas Sumatera Utara

mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Konflik

yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisa.

Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi

sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan

persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model

komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan

individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal

balik dan seimbang.

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini

tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing.

Tiaporang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh,

dalamkeluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk

keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua

anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni,

dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak

dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri.

Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah.

Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan

bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak

ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki

wilayahnya sendiri-sendiri.

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli

lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang

mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang

mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain

orang itu secara fisik lebih menarikatau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang

(24)

Universitas Sumatera Utara

membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil

keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas,

memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas,

memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang

lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar

meyakinkan pihaklain akan kehebatanargumennya. Sebaliknya, pihak yang lain

bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam

mengambil keputusan.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat

memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan

umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat,

dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua

sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan

itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi

bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat

atau mengungkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan

menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan

pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya

hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan

perannya tersebut dengan cara menyuruh,membimbing, dan menjaga pihak lain,

sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya

dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung

konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

2.2.3.3Cara Efektif Berkomunikasi dengan Anak

Dalam komunikasi keluarga, ibu dituntut untuk lebih sering

berkomunikasi dengan anak. Hal ini dikarenakan ibu dan anak memiliki

kedekatan yang lebih intim, bahkan ketika anak masih berada dalam kandungan.

(25)

Universitas Sumatera Utara

berkembangnya janin di dalam rahim ibu. Untuk dapat menciptakan komunikasi

yang efektif dan dapat membentuk keterbukaan diri anak, para ibu perlu

memperhatikan beberapa cara. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

a. Seni mendengarkan

Komunikasi sesungguhnya tidak hanya terbatas dalam bentuk kata-kata.

Komunikasi adalah ekspresi dari sebuah kesatuan yang sangat kompleks:

bahasa tubuh, senyuman, peluk kasih, ciuman sayang, dan kata-kata. Seni

mendengarkan, membutuhkan totalitas perhatian dan keinginan

mendengarkan, hingga sang pendengar dapat memahami sepenuhnya

kompleksitas emosi dan pikiran orang yang sedang berbicara. Bahkan,

komunikasi yang sejati, sang pendengar mampu memahami apa yang

terjadi atau yang dirasakan oleh lawan bicara meski dengan kata-kata yang

sangat minimal.

b. Fokuskan perhatian pada anak

Pada saat anak mencoba mengatakan sesuatu, berilah perhatian sepenuhnya

pada ceritanya. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita mengalihkan

perhatian sejenak dari film atau sinetron yang sedang ditonton, majalah,

koran, atau dari pekerjaan yang sedang dihadapi. Tataplah langsung di

matanya sambil memberi kesan bahwa kita benar-benar siap

memperhatikan ceritanya, dan mendorongnya untuk bercerita.

c. Mengulang cerita anak untuk menyamakan pengertian

Tahanlah diri untuk tidak menginterupsi ceritanya sampai anak selesai

bercerita. Ketika anak selesai bercerita, cobalah memberikan kesimpulan

berdasarkan hasil tangkapan kita terhadap ceritanya. Pola ini memberikan

feedback bagi orangtua dan anak, apakah kita benar-benar telah memahami

apa yang diceritakan atau apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh

(26)

Universitas Sumatera Utara d. Menggali perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang

dihadapi

Orangtua jangan terlalu cepat memberikan penilaian subyektif kepada

anak. Karena hal itu bisa membuat anak menarik diri untuk tidak lebih

lanjut menceritakan perasaan yang sebenarnya.

e. Bantu anak mendefinisikan perasaan

Mendengarkan sepenuhnya cerita pengalaman anak, baik itu menyedihkan

dan menyenangkan, membuat Ibu dapat berbagi rasa dengan anak dan anak

pun akan merasa Ibu menghargainya. Anak akan biasa bersikap terbuka

karena yakin Ibu pasti bersedia mendengarkan mereka. Jika anak masih

sulit mengidentifikasi perasaan mereka, bantulah dengan mendengarkan

cerita mereka bersungguh-sungguh.

f. Bertanya

Hindari sikap memaksakan pendapat, cara atau penilaian orangtua,

alangkah lebih baik jika orangtua membimbing mereka dengan

pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang

dialami, teman yang dihadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap,

tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.

g. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berfikir positif

Jika anak masih diliputi emosi yang memuncak hingga membuatnya sulit

berbicara, orangtua jangan memaksakan anak untuk segara bicara. Kita

tidak akan berhasil membuatnya bercerita dan kita pun makin tidak sabar

untuk memberikan opini kita padanya. Konflik seringkali terjadi dan ini

menyebabkan memburuknya hubungan orangtua anak. Berikan waktu

untuk menyendiri sampai intensitas perasaannya mereda. Ketika emosinya

mereda, anak akan lebih siap untuk diajak bicara. Sekali lagi, berusahalah

untuk tidak memberikan opini kita pribadi, baik terhadap pilihan sikapnya,

emosinya, dan tindakannya. Tanyakan pemikiran mereka terhadap masalah

ini dan bagaimana kira-kira sikap yang sebaiknya mereka lakukan di

kemudian hari. Sikap ini tidak saja menghindarkan anak dari perasaan

(27)

Universitas Sumatera Utara

kejadian/peristiwa itu secara obyektif serta menemukan nilai atau pelajaran

berharga yang dapat dipetik dari kejadian itu.

2.2.4 Komunikasi yang Efektif

2.2.4.1Pengertian Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan

perubahan sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses

komunikasi. Tujuan dari komunikasi efektif sebenarnya adalah memberikan

kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi

dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informasi

lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh

penerima informasi, atau komunikan. Tujuan lain dari komunikasi efektif adalah

agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feedback dapat seimbang

sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih

penggunaan bahasa non verbal secara baik.

Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi

yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang

paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap

komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan

komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa. Komunikasi

dapat dikatakan efektif apabila komunikasi yang dilakukan dimana:

1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang

dimaksud oleh pengirimnya.

2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan

ditindaklanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.

3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya

dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss

(dalam Rakhmat, 2004: 13-16) paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian,

(28)

Universitas Sumatera Utara a. Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang

dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat

disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in

communication). Perlu pemahaman mengenai psikologi pesan dan

psikologi komunikator untuk menghindari hal tersebut.

b. Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan

membentuk pengertian. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita

hangat, akrab, dan menyenangkan. Dalam hal ini kita perlu mempelajari

psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal

c. Mempengaruhi sikap

Komunikasi untuk mempengaruhi orang lain yaitu komunikasi persuasif

sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang

denganmenggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut

bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.

d. Hubungan sosisal yang baik

Komunikasi untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia

adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kebutuhan sosial

adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan

yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi

(inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih

sayang (affection).

e. Tindakan

Komunikasi untuk mempengaruhi sikap. Persuasi juga ditujukan untuk

melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbulkan tindakan, kita harus

berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah

sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik.

Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling

penting karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil dahulu

(29)

Universitas Sumatera Utara

hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi.

Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis

yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku manusia (Fajar, 2009: 9).

Fungsi dari komunikasi sangat berkaitan dengan satu sama lain meskipun

terdapat suatu fungsi yang dominan yang terbagi atas 4 bagian (Fajar, 2009:

10-11), yaitu:

1. Komunikasi Sosial

Komunikasi sebagai komunikasi sosial sangat penting untuk membangun

konsep diri kita. Aktualisasi untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh

keberhasilan. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa

dibuktikan akan tersesat karena tidak dapat menata dirinya dalam satu

lingkungan sosial. Komunikasiyang memungkinkan mempelajari dan

menerapkan strategi-strategi adaptif atau situasi yang problematic.

2. Komunikasi Ekspresif

Sangat berkaitan dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif

yang dapat dilakukan baik sendirian atau dalam kelompok. Komunikasi

tersebut menjadi alat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kita.

Perasaan-perasaan tersebut dapat diungkapkan melalui

musik/lukisan/tarian.

3. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang

biasanya dilakukan secara kolektif, suatu komunitas sering melakukan

upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang

disebut para antropologis.

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi berfungsi sebagai instument untuk mencapai tujuan-tujuan

(30)

Universitas Sumatera Utara 2.2.4.2Hambatan dalam Komunikasi Efektif

Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi efektif. Bahkan beberapa

ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan

komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa

merusak komunikasi berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hambatan

komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator kalau ingin sukses

komunikasinya (Efendy, 2003: 45-49).

1. Ganguan

a. Ganguan mekanik (mechanical, channel noise).

b. Gangguan semantik (semantik noise).

2. Kepentingan

3. Motivasi terpendam

4. Prasangka

Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpestasikan pesan

yang diterimanya sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim. Kenyataannya,

sering kita gagal saling memahami. Sumber utama kesalahfahaman dalam

komunikasi adalah cara penerima menangkap makna suatu pesan berbeda

yangdimaksud oleh pengirim, karena pengirim gagal mengkomunikasikan

maksudnya dengan tepat. Kegagalan dalam komunikasi yang timbul karena

adanya kesenjanganantara apa yang sebenarnya dimaksud pengirim dengan apa

yang oleh penerima diduga dimaksud oleh pengirim, menurut Johnson (dalam

Supratiknya, 2009: 34)bersumber pada sejumlah faktor berikut:

1. Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan social atau

cultural.

2. Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun tidak sadar untuk

memberikan penilaian dan menghakmi si pembicara.

3. Sering kita gagal menangkap maksud konotatif di balik ucapannya kendati

kita sepenuhnya tahu arti denotative kata-kata yang digunakan oleh

(31)

Universitas Sumatera Utara

4. Kesalahfahaman atau distorsi dalam berkomunikasi sering terjadi karena

kita tidak saling mempercayai.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang disebut “The condition of

success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita

menginginkan agar pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

Berikut adalah kondisi yang ditampilkan oleh Wilbur Schramm (dalam Efendy,

2003: 41) yaitu:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat

menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman

yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama

mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang

tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat

ia digerakkan untuk memberkan tanggapan yang dikehendaki.

Bagaimana mengirimkan pesan secara efektif? Menurut Johnson (dalam

Supratiknya, 2009: 35) ada tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu: Pertama, kita

harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah dipahami.

Kedua, sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima.

Ketiga, kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal tentang

pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima.Dengan kata lain, kita harus memiliki

kredibilitas dan terampil mengirimkan pesan.

Menurut teori penilaian sosial terdapat tiga faktor yang sangat berperan

menentukan apakah suatu ide atau pernyataan akan masuk kedalam wilayah

penerimaan atau penolakan yaitu sebagai berikut. 1) Krediblitas narasumber. 2)

(32)

Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Commuter Marriage

2.2.5.1Definisi Commuter Marriage

Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah,

kemudian terdapat peran dan status sosial baru sebagai suami atau istri, dimana

umumnya dalam keluarga yang baru terbentuk tersebut, suami dan istri tinggal

dalam satu rumah dengan anak-anak mereka. Namun, dengan berbagai alasan

terdapat keadaan dimana suatu keluarga tidak dapat tinggal satu atap, karena salah

satu pasangan harus ditugaskan di luar kota seperti, suami yang harus bekerja

misalnya di lepas pantai, atau untuk mempertahan profesi atau pekerjaan

masing-masing pasangan di kota yang berbeda. Pasangan suami istri yang dalam kurun

waktu tertentu tinggal terpisah inilah yang dapat dikatakan sebagai pasangan

commuter marriage.

Commuter sendiri berasal dari kata “Commuting” yang berarti perjalanan

yang selalu dilakukan seseorang antara satu tempat tinggal dengan tempat bekerja

atau tempat belajar. Marriage dapat diterjemahkan sebagai perkawinan yaitu

pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud

memisahkan suatu ikatan.

Dari beberapa definisi tentang commuter marriage, salah satu yang kerap

dipakai sebagai acuan adalah definisi dari Gerstel and Gross; and Crossman

(dalam Marriage and Family Encylopedia, 2009). Definisi tersebut adalah sebagai

berikut:

Commuter marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentu secara

sukarela dimana pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat

tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan (pasangan tersebut) terpisah paling

tidak tiga malam per minggu selama minimal 3 bulan.

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa commuter marriage

merupakan kondisi perkawinan di mana pasangan suami istri harus tinggal

berpisah secara geografis dalam jangka waktu tertentu, perpisahan tersebut

(33)

Universitas Sumatera Utara

itu telah diputuskan oleh pasangan suami istri secara sukarela tanpa paksaan pihak

lain, bukan karena adanya masalah dalam perkawinan, seperti perceraian.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Rhodes (2002) menyatakan bahwa

commuter marriage adalah:

Men and women in dual-career marriages who desire to stay married,

but also voluntary choose to pursue careers to which they feel a strong

commitment. They establish separate homes so they can do so”.

Terjemahan:

Pria dan wanita dalam perkawinan dual-career yang ingin tetap berada

dalam ikatan perkawinan, tetapi juga secara sukarela memilih untuk tetap berkarir

dengan komitmen yang kuat. Mereka memutuskan untuk berpisah rumah sehingga

mereka tetap bisa berkarir.

Maksud dari pengertian di atas bahwa commuter marriage adalah

pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dan telah berkomitmen untuk tetap

menjalani karir sambil mempertahankan perkawinannya, dan memilih untuk

berpisah tempat tinggal yang merupakan konsekuensi agar mereka dapat

menjalani karirnya.

Torsina (dalam Ekasari, dkk, 2007), menyatakan bahwaCommuter

marriagemerupakan pernikahan yang karena alasan khusus

menyebabkanpasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rhodes (2002)

jugamenambahkan bahwa pasangan yang tinggaldi rumah yang berbeda juga

disebut commuter marriage. Lebih lanjut dijelaskan bahwa commuter

marriagemerupakan kondisi yang mengharuskan suami dan istri tinggal terpisah

karena berbagai alasan khusus, selain karena tuntutan pekerjaan juga dapat

disebabkan oleh tuntutan pendidikan, atau keadaan ekonomi keluarga. Jadi,

meskipun Gersteland Gross; Orton and Crossman (dalam Marriage and Family

Encyclopedia, 2009) dan Rhodes (2002) menyatakan bahwa commuter marriage

merupakan pasangan dual career, sebenarnya konsep commuter marriage

mencakup lingkup yang lebih luas; bisa pasangan dual career, bisa pasangan

(34)

Universitas Sumatera Utara

Jadi, dari beberapa definisi yang ada maka peneliti berpendapat bahwa

commuter marriageadalah kondisi perkawinan dimana pasangan suami istri secara

rela berpisah lokasi tempat tinggal dengan pasangannya karena ada suatu keadaan

tertentu, seperti menjalani pekerjaan atau menyelesaikan pendidikan, dilokasi

geografis yang berbeda dengan tempat tinggalnya sambil tetap mempertahankan

perkawinan mereka. Kondisi commuter marriage tersebut telah disepakati

masing-masing pasangan perkawinan.

2.2.5.2Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Commuter Marriage

Ada beberapa faktor utama yg mempengaruhi terjadinya commuter

marriagemenurut Anderson (1992), yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita, dengan banyaknya wanita yang

memilih untuk bekerja maka semakin banyak juga pasangan yang menikah

yang menjalani commuter marriage.

b. Meningkatnya jumlah pasangan yang sama-sama bekerja. Pada saat ini

sudah banyak pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Entah

disebabkan karena tuntuan ekonomi atau gaya hidup, yang meningkatkan

kemungkinan keluarga menjalani keadaan commuter.

c. Meningkatnya jumlah wanita yang mencari karir dengan training khusus,

yang mana mengharuskan mereka untuk tinggal dikota yang berbeda

dengan pasangannya.

d. Faktor lain yang juga mempengaruhi commuter marriage adalah pekerjaan

yang menuntut orang untuk berpindah-pindah lokasi geografis mereka

harus berpisah dengan pasangannya untuk sementara waktu. Misalnya,

salah satu pasangan dituntut untuk bekerja diluar kota untuk sementara

waktu dan sementara pasangannya tetap tinggal untuk menjaga anak-anak.

Selain faktor yang telah dikemukakan diatas, Mardien & Prihantina (dalam

Ekasari, dkk, 2007), juga menjelaskan beberapa faktor penyebab terbentuknya

(35)

Universitas Sumatera Utara

1. Karir dan pekerjaan. Tuntutan studi dan karir tidak jarang membuat suami

istri terpisah oleh jarak. Misalnya istri tidak bisa tinggal bersama dengan

suami yang bertugas atau menjalani pendidikan dikota berbeda untuk

kurun waktu tertentu, karena harus menjaga anak-anak yang masih

sekolah.

2. Tuntutan ekonomi dan pola hidup. Misalnya, untuk individu yang hendak

meningkatkan perekonomian keluarga dengan menjadi tenaga kerja di luar

negeri.

3. Penolakan hidup bersama, yaitu istri menolak untuk pindah

mengikutisuami dengan berbagai alasan, seperti; suami belum memiliki

tempattinggal sendiri, menunggu harta orangtuaatau keluarga, atau

menjagaorangtua yang kondisi kesehatanya kurang baik.

2.2.5.3 Jenis-jenis Commuter Marriage

Berikut terdapat beberapa jenis commuter marriage. Menurut Harriett

Gross (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009), ada dua tipe dari

pasangan commuter marriage, yaitu:

1. Pasanganadjusting, yaitu pasangan suami istri yang usiaperkawinnanya

cenderung lebih muda, menjalanicommuter marriagedi awal pernikahan,

dan memilikisedikit atau tidak ada anak.

2. Pasanganestablished, yaitu pasangan suami istri yangusiaperkawinannya

lebih tua, telah lama bersama dalam perkawinan danmemiliki anak yang

sudah dewasa yang telah keluar dari rumah.

Pasanganestablishedcenderung lebih sedikit mengalami stres

dalamcommuter marriagedaripada pasanganadjusting. Kondisi ini disebabkan

olehperbedaan dalam hal dominasi masalah perkawinan. Kepercayaan menjadi

masalah yanglebih besar bagi pasanganadjusting, sementara mempertahankan

kenikmatandalam hubungan menjadi masalah utama pasanganestablished.

Dalam pernyataan diatas telah disebutkan bahwa

(36)

Universitas Sumatera Utara

mengalamikecemasan yang lebih besar ketika mereka akan tinggal terpisah di

kota yang berbeda, dan memandang bahwa keadaan tersebut akan membahayakan

keutuhan perkawinan mereka. Begitu juga halnya dengan kepercayaan, yang

menjadi masalah besar bagi pasangan adjusting. Hal ini disebabkan karena

pasangan ini menjalani commuter marriagedi tahap awal perkawinan, di mana di

antara mereka belum tercipta keyakinan sepenuhnya. Akibatnya, timbul rasa takut

kehilangan keintiman antara suami istri dalam menjalani rutinitas sehari-hari yang

baru mereka jalani.

2.2.6 Remaja

2.2.6.1Pengertian Remaja

Masa remaja yaitu beralihnya anak-anak menjadi dewasa. Masa remaja

ditandai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai

matang secara hukum. Awal masa remaja berlangsung kira-kira pada usia 13

sampai 16 tahun dan akhir masa remaja berawal pada usia 17 sampai 18 tahun

(Hurlock, 1998: 45).

Seringkali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode

transisi antara anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika

seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah

terangsang perasaannya dan sebagainya. Tetapi mendefinisikan remaja ternyata

tidak semudah itu (Sarwono, 1997: 2).

Menurut Piaget (dalam Ali dan Asrorim 2004: 90), secara psikologis masa

remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyrakat dewasa, usia

dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua

melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah

hak. Integrasi dalam masyarakat mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih

berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang

mencolok, dan transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja. Ini

memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang

dewasa yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

Referensi

Dokumen terkait

Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk

Dengan mengacu pada teori intensitas komunikasi yang efektif khususnya antara orangtua dan anak, maka penelitian ini dapat memberi gambaran kepada orangtua

Dengan adanya dukungan sosial orangtua maka remaja penderita thalassemia cenderung dapat menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif Jersild (dalam

Saya memberikan pandangan sinis setiap bertemu dengan teman atau adik kelas, yang suka melaporkan sikap yang telah saya lakukan terhadap dia, kepada orang

Menurut Robbin (2002 : 155) menyimpulkan bahwa terdapat 6 bagian dari hambatan komunikasi efektif, yaitu penyaringan( Filter ), persepsi selektif, gaya gender, emosi, bahasa

Artinya, melalui komunikasi efektif, karyawan dapat memenuhi kebutuhannya yang sifatnya non-material, yaitu kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang

Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian informasi dan saling pengertian antara dua orang atau lebih, pesan -.. pesan yang disampaikan dapat

Begitu pula komunikasi yang terjadi pada mahasiswa FISIP angkatan 2009 yang berasal dari luar propinsi Sulut dengan orang tuanya, ada yang berkomunikasi secara efektif dengan