BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi
Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada orang lain
sebagai penerima. Penerima menerima pesan itu, dan mengerti isi pesan, sesudah mengerti isi pesan itu kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya
kepada pengirim pesan. Pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirim. Everett M. Rogers pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak member perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaraan inovasi
membuat defenisi bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah
laku mereka (Hardjana, 2003)
Dalam komunikasi menurut effendi (2004) mulanya dilukiskan secara model sederhana dengan model S-M-C-R (Source-Message-Channel-Receiver) artinya
komunikasi terdiri dari tiga unsur yaitu : Sumber-Pesan-Media-Penerima.
Proses komunikasi meliputi unsur-unsur yaitu (effendi,2004) :
a. Komunikator yakni orang yang menyampaikan, mengatakan ayau menyatakan
suatu pesan.
b. Pesan yaitu ide, informasi,opini dan sebagainya
d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan.
e. Efek yaitu pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator untuk komunikan.
Berkaitan dengan efektivitas komunikasi interpersonal DeVito menyatakan efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima cirri yaitu;
a. Keterbukaan
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam menghadapi hubungan antarpribadi.
b. Emphaty
Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan
Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi yang berlangsung efektif d. Rasa positif
Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih efektif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi yang konduktif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan
Pengakuan secara dia-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna,
Untuk menentukan langkah dalam komunikasi, menurut Stock dan Rachboun dalam
effendi (1994) diperlukan pengetahuan tentang faktor psikologis dan sosial budaya. Dengan menggunakan faktor ini maka strategi yang digunakan dalam komunkasi
adalah sebagai berikut :
a. Persuatif, membujuk sasaran (komunikan) akan mempunyai kesamaan pengertian sehingga pesan dapat disampaikan dengan daya tarik positif yaitu
dengan memberikan imbalan, insentif dan lain-lain
b. Kompulsif, menciptakan sesuatu sedemikian rupa sehingga secara tidak
langsung komunikan menerima pesan dari sumber.
c. Pervasif, dilakukan pengulangan secara terus-menerus terhadap pesan yang diadopsi sehingga secara tidak sadar komunikan ikut menerima pesan.
d. Koersif, dengan cara memaksa seperti hukuman.
Zulkifli (1997) menyatakan faktor yang mendukung proses
komunikasi adalah pengetahuan dan pengalaman ddari komunikator. Jika pengetahuan, keterampilan dan pengalaman komunikator cukup, maka proses komunikasi tentunya akan membawa hasil yang baik, sedangkan faktor-faktor
yang dapat menghambat proses komunikasi adalah :
a. Komunikator tidak mengenal isi pesan yang disampaikan, kurang pengalaman
dan penampilan kurang menyakinkan.
c. Media yang digunakan tidak cocok dengan topic permasalahan yang
disampaiaknan.
d. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu bising sehingga pesan
yang disampaikan tidak jelas 2.2. Jenis-jenis Komnikasi Kesehatan
Ada 4 tipe komunikasi menurut buku cangara harried (2012)
a. Komunikasi dengan diri sendiri
Adalah proses komunikasi yang terjadi didalam diri individu, atau dengan
kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjdinya proses ini karena adanya orang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbentuk dalam pikirannya.
b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
Adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih, menurut sifatnya komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam
yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil
• Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara
dua orang dalam situasi tatap muka, komunikasi dialik menurut pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan
wawancara.
• Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang
c. Komunikasi publik
Adalah proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar, komunikasi
public memiliki kesamaan dengan komunikasi interpersonal, karena berlangsung dengan secara bertatap muka, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar sehingga memiliki cirri masing-masing.
d. Komunikasi Massa Adalah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan nya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayaknyang
sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.
2.3. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua atau
beberapa orang dimana pengirim dapat menyampikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana,
2003). Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan insane, menghindari atau mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman
dengan orang lain (Canggara, 2012)
Komunikasi interpersonal merupakan salah satu bentuk yang dilakukan
seorang lainnya. Interaksi yang melibatkan dua orang ini menyebabkan proses komunikasi yang terjadi diaglogis. Keduanya dapat berperan sebagai komunikator sekaligus menjadi komunikan. (effendi, 2004). Komunkasi interpersonal sanagt
a. Komunikator dapat dapat mengetahui kerangka refrensi komunikan secara
penuh dan utuh.
b. Komunikasi berlangsung secara dialogis, berbentuk percakapan, Tanya jawab
sehingga komunikator dapat mengetahui segalanya mengenai diri komunikan. c. Komunikasi berlangsung secata tatap muka, saling berhadapan dan saling
menatap sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap
dalam bentuk dslsm bentuk gerak-gerik dan lain-lain yang merupakan umpan balik nonverbal dalam komunikasi yang berlangsung.
Proses komunikasi interpersonal adalah proses dua arah, lingkaran interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan. Kedua pihak menjadi pengirim maupun penerima pesan. Dalam proses ini sipenerima
menafsirkan pesan pengirim sebelumnya dan member tanggapan dengan pesan yang baru. Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian informasi dan saling pengertian antara dua orang atau lebih, pesan
-pesan yang disampaikan dapat secara verbal maupun nonverbal (Depkes RI, 1993)
2.3.1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal
Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi, sebaliknya harus ada kesediaan membuka
diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada
umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak
mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.Aspek ketiga menyangkut
“kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk
menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empathy (empathy)
Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’
apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan
berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara
yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka
untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui
ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3)
sentuhan atau belaian yang sepantasnya 3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidakmendukung. Kita
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat
yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi
interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang
tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebihefektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan
pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan
2.3.2 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Hardjana (2003) menyatakan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi
interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap sebagai berikut: 1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya selalu mencakup dua unsure pokok yaitu isi pessan dan bagaimana
isi itu disampaikan, baik secara verbal maupun nonverbal. Kefektifan kedua unsur itu dipengaruhi berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi dan keadaan penerima pesan
2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu yaitu; Ada tiga perilaku komunikasi yaitu :
i. Perilaku spontan dalah perilaku yang dilakukan karena dalam desakan
emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif artinya perilaku itu terjadi begitu saja.
ii. Perilaku menurut kebiasaan adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita, perilaku itu khas dilakukan pada situasi tertentu dan dimengerti orang
iii. Perilaku sadar adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang
3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan.
Komunikasi interpersonal berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan itu
berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga dapat putus sampai akhinya melupakan.
4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi dan koherensi. Komunikas interpersonal merupakan komunikasi tatap mika karena itu
kemungkinan umpan balik besar sekali. Dalam komunikasi itu, komunikan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, diantara komunikator dan komunikan terjadi interaksi. Keduanya
saling mempengaruhi, member serta menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran pengetahuan, perasaan dan perilaku.
5. Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu
Agar komunikasi interpersonal berjalan baik, maka harus mengikuti peraturan tertentu yaitu yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik. Peraturan intrinsik adalah
peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.
6. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif
Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif bukan pasif.
penerima. Karena itu pihak-pihak yang berkomunikasi harus bertindak aktif
pada waktu menerima dan menyampaikan pesan. 7. Komunikasi interpersonal saling mengubah
Komunikasi interpersonal juga berperan saling mengubah dan mengembangkan melalui interaksi, pihak-pihak yang terlibat dapat saling member inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pikiran, perasaan
dan sikap sesuai dengan topik yang dibahas bersama.
2.4. Kepuasan
Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi
provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu
pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006)
Menurut Irawan (2003) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari
seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi
ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan
kecewa. Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang
pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa
pengertian di atas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi harapan klien.
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien
Menurut Kotler & Amstrong (dalam Huriyati, 2005 & Rangkuti, 2006)
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi.
a. Faktor budaya
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu
budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan
orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif
homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat
dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor
melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel
b. Faktor sosial
Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai
karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.
c. Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya.
Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,
artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan
kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang
dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan
Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak
pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan. seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan.
Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian
d. Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat
dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo,
2003). Menurut Kotler (2005 dalam Wijono 1999) menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu
informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien
merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau pelayanan.
2.6. Aspek-aspek kualitas pelayanan pengukuran kepuasan pasien
Menurut Zeithhml Parasuraman (1997, dalam Purwanto,2007), aspek- aspek kepuasan yang diukur adalah: kenyataan, kehandalan, ketanggapan,
a) Kenyataan: meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas,
kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan
seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat.
b) Kehandalan: yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan
segera, tepat waktu dan benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga
merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan
c) Ketanggapan: yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien
termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.
d) Jaminan: yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan
keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan
pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan.
e) Empati ; meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh
2.7. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu (Muninjaya, 1999). Menurut Dep.Kes RI (2002) Puskesmas dibedakan atas 4 macam, yaitu : .
1. Puskesmas tingkat desa 2. Puskesmas tingkat kecamatan
3. Puskesmas tingkat kewedanan
4. Puskesmas tingkat kabupaten Pada raker kesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh 2. .Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh 3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik
Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini
kurang sesuai karena untuk puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya
satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa.
Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan konsep
wilayah (Dep.Kes RI, 2002).
Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan
dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 tahun 1974, Nomor. 7 tahun 1975 dan Nomor. 4 tahun 1976, telah berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan diseluruh pelosok tanah
air, maka sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar 30.000 jiwa (Dep.Kes RI, 2002).
Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berada di suatu
kecamatan, maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan nama Puskesmas tingkat kecamatan atau Puskesmas pembina. Puskesmas- Puskesmas yang ada ditingkat kelurahan
atau desa disebut Puskesmas kelurahan atau yang lebih dikenal dengan puskesmas pembantu, dan sejak itu puskesmas dibagi dalam 2 kategori yaitu:
1. Puskesmas kecamatan (Puskesmas pembina)
2. Puskesmas Kelurahan/desa (Puskesmas pembantu) (Dep.Kes RI, 2002). Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilakukan dengan cara:
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri.
3. Memberikan bantuan-bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan
rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. 5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam
melaksanakan program Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).
2.7.2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang ertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Dep.Kes RI, 2002).
2.7.3. Upaya Kesehatan di Puskesmas
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional (Dep.Kes RI, 2002).
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut yakni Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang
masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus dilaksanakan oleh setiap
Puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah : (Kepmenkes, 2004).
1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya perbaikan gizi masyarakat
4. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 5. Upaya pengobatan
Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, hal ini sangat tergantung kepada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Kegiatan pokok
puskesmas tersebut antara lain: 1. Upaya kesehatan ibu dan anak 2. Upaya keluarga berencana
3. Upaya Peningkatan gizi 4. Upaya kesehatan lingkungan
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan gawat darurat karena kecelakaan 7. Upaya penyuluhan
8. Upaya kesehatan sekolah 9. Upaya kesehatan olah raga
12. Upaya kesehatan gigi dan mulut
13. Upaya kesehatan jiwa 14. Upaya kesehatan mata
15. Upaya laboratorium sederhana
16. SUpaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan 17. Upaya kesehatan usia lanjut
18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional 19. Upaya kesehatan remaja
20. Dana sehat
Pelaksanaan kegiatan pokok diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Oleh karena itu kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk
kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya (Effendy, 1998)
2.7.4. Wilayah Kerja Puskesmas
Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang terdiri dari wilayah kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo meter
dari Puskesmas. Azas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan tindakan pencegahan penyakit, dan bukan tindakan untuk pengobatan penyakit. sehingga dengan demikian puskesmas harus secara aktif terjun ke masyarakat dan bukan
menantikan masyarakat datang ke puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).
Wilayah kerja Puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas
perangkat Pemerintah Kabupaten, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas
ditetapkan oleh Bupati, mendengar saran teknis dari Kantor Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan
Puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsí koordinasi. Sasaran penduduk yang dilaksankan oleh sebuah puskesmas rata-rata
30.000 penduduk. Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah
kerjanya yang dipandang optimal adalah dengan radius 3 km (Effendy, 1998).
2.7.5. Kedudukan Puskesmas
1. Kedudukan dalam bidang administrasi Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II.
2. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) maka
puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama 2.8. Program Pemerintah dalam meningkatkan kepuasaan pasien
Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap
kinerja pelayanan yang diberikan aparatur penyelenggara pelayanan publik. Indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat
aparatur penyelenggara pelayanan publik dan membandingkan antara harapan
dan kebutuhannya.
Sasaran pengukuran kepuasan masyarakat: (a) tingkat pencapaian
kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; (b) penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan sehingga pelayaan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna
dan berhasil guna; (c) tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ruang lingkup pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing-masing.
Manfaat dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: (a) diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (b) diketahui kinerja
penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik;(c) sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan
upaya yang perlu dilakukan; (d) diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan public
pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah; (e) memacu persaingan positif,
antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; (f) bagi masyarakat dapat
Unsur indeks kepuasan masyarakat berdasarkan prinsip pelayanan
sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang
relevan, valid dan reliabel dalam KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: (1) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan
tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan
teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta
kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) tanggung jawab
petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) kemampuan petugas
pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; (7) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak (KEPMENPAN NO.
2.9. Kerangka konsep
Menurut teori komunikasi Devito (1989), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepuasan keluarga pasien adalah efektivitas
komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, konsumen akan puas dan menerima informasi yang diberikan oleh petugas
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Kateristik Responden: - Umur