BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif / Paradigma Kajian
Kata paradigma berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan
kata serapan dari bahasa Latin di tahun 1483 yaitu paradigm yang berarti suatu
model atau pola, bahasa Yunani paradeigma yang berarti untuk membandingkan.
Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang
diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya dalam disiplin intelektual.
Paradigma yang digunakan dalam penellitian ini adalah paradigma
konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme ini mencoba untuk menjebatani
dualisme objektivisme dan subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan
objek dalam dalam konstruksi ilmu pengetahuan (Ardianto dan Q-Anees,
2007:152). Asumsi pokok dari konstruktivisme, bahwa tujuan pertama dan
terutama dari ilmu pengetahuan adalah mempelajari gagasan dalam pikiran, tidak
saja dalam pemahaman akan sifat ilmu pengetahuan ilmiah, tetapi juga untuk
memahami cara pengetahuan ilmiah dapat berkembang dan peran metode
penelitian didalamnya.
Paradigma konstruktivis juga berpendapat bahwa semesta secara
epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia merupakan
konstruksi yang dibangun dari proses kognitif serta interaksinya dengan dunia
objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap
kenyataan dan bukan reproduksi kenyatan. Oleh karena itu dunia muncul dalam
pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola
konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan
personal yang digali secara terus-menerus. Bagi kaum konstruktivis, semesta
adalah suatu konstruksi, artinya bahwa semesta bukan dimengerti sebagai semesta
yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial.
Menurut Matthews (1994), konstruktivisme merupakan suatu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan manusia merupakan hasil dari
bahwa paradigma konstruktivis tidak dapat dipisahkan dari pengamat. Sehingga
sebuah pengeatahuan dapat dikatakan benar, jika dapat digunakan untuk
menghadapi berbagai fenomena atau persoalan yang terjadi dan berhubungan
pengetahuan tersebut.
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi
Komunikasi jika di aplikasikan dengan benar, maka akan mampu untuk
memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana yang menyenangkan dan
juga dapat membuat hubungan yang lebih harmonis di kalangan keluarga,
pertemanan ataupun bermasyarakat. Hal ini akan dapat membina kesatuan dan
persatuan antara umat manusia seluruh penghuni bumi sehingga dapat
menghasilkan citra positif. Disinilah dapat dilihat begitu pentingnya komunikasi
dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun hubungan tersebut.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
bahasa Latin yaitu communication yang bersumber dari kata communis , berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Lasswell dalam
Onong Uchjana, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Hovland
mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Lasswell mengatakan bahwa
komunikasi memiliki lima unsur, yaitu (Effendi, 2001: 9):
1. Komunikator (Sender)
Komunikator merupakan seseorang yang menyampaikan pesan atau
informasi kepada seseorang atau sejumlah orang. Komunikator yang baik
ialah komunikator yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia
dapat mengubah gaya komunikasinya jika ia mengetahui bahwa umpan
balik dari komunikan bersifat negative.
2. Pesan (Message)
Pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh
verbal. Penyampaian pesan secara verbal dapat dilakukan dengan
menggunakan bahasa, sedangkan pesan secara non verbal dapat dilakukan
dengan menggunakan alat, isyarat, gambar atau warna untuk mendapatkan
umpan balik dari komunikan.
3. Media (Channel)
Media yaitu saluran komunikasi atau tempat dimana berlalunya pesan dari
komunikator kepada komunikan. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain
sebagainya yang dapat secara langsung menerjemahkan pikiran atau
perasaan komunikator kepada komunikan.
4. Komunikan (Receiver / Recipient)
Komunikan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator.
Komunikanlah yang akan memberikan umpan balik kepada komunikator.
Umpan balik memainkan peranan penting dalam komunikasi, sebab
umpan balik yang akan menentukan berlanjutnya komunikasi atau
berhentinya komunikasi yang diutarakan oleh komunikator. Oleh sebab
itu, umpan balik bisa bersifat positif ataupun negative.
5. Efek (Effect)
Efek merupakan tanggapan atau seperangkat reaksi pada komunikan
setelah menerima pesan dari komunikator.
Unsur-unsur komunikasi diatas akan membantu untuk membuat
komunikasi menjadi efektif, namun komunikasi yang efektif tidak hanya dilihat
dari komunikan dan komunikator yang memiliki kesamaan makna saja, menurut
Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss dalam Marhaeni Fajar, komunikasi yang efektif
akan menimbulkan lima hal, yaitu (Fajar,2009:8):
a. Pengertian
Pengertian yaitu penerimaan yang cermat dari stimuli seperti yang
dimaksud oleh komunikator. Sehingga stimuli atau pesan yang
b. Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi.
Misalnya ketika seseorang mengucapkan “selamat pagi, apa kabar?” disini
orang tersebut tidak mencari keterangan atau informasi, namun
komunikasi itu dilakukan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi
seperti ini dapat disebut komunikasi fatis (phatic communication).
Komunikasi seperti inilah yang akan membuat hubungan seseorang
menjadi hangat dan akrab dengan orang lain.
c. Mempengaruhi sikap
Komunikasi biasa juga dilakukan utuk mempengaruhi sikap orang lain.
Misalnya, guru yang ingin mengajak muridnya untuk mencintai ilmu
pengetahuan. Komunikasi seperi ini juga dapat disebut sebagai komunikasi
persuasif.
d. Hubungan sosial yang baik
Komunikasi juga bisa dapat ditujukan untuk menumbuhkan hubungan
sosial yang baik. Hal ini karen, manusia adalah makhluk sosial yang tidak
tahan hidup sendiri.
e. Tindakan
Komunikasi untuk menimbulkan pengertian yang sama antara komunikan
dan komunikator memang sulit, namun lebih sulit lagi untuk
mempengaruhi sikap. Jauh lebih sulit lagi mendorong orang bertindak,
tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang
dilakukan komunikan. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses
komunikasi.
Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari
seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika dalam komunikasi
tersebut terjadi pemahaman yang sama diantara kedua belah pihak. Kualitas
komunikasi juga menentukan keharmonisan hubungan dengan sesama individu.
adapun bentuk dari komunikasi yaitu (Effendy, 2004: 10):
1. Komunikasi Personal (Personal communication)
2. Komunikasi Kelompok
a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) terdiri dari: ceramah, forum, diskusi dan seminar
b. Komunikasi kelompok besar (large group communication) terdiri dari kampanye.
3. Komunikasi Orgaanisasi (Organization communication) 4. Komunikasi Massa (Masscommunication)
Komunikasi menjadi salah satu hal terpenting dalam proses apapun, maka
dalam harmonisasi hubungan ini terbentuk dalam komunikasi antar pribadi
ataupun kelompok, hal inilah yang akan membutuhkan proses komunikasi
didalamnya. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain
sebagainya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati
(Effendi, 2001: 11).
Adapun proses komunikasi menurut onong terbagi atas dua tahap, yaitu :
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Pada proses komunikasi ini, komunikator menyampaikan pikiran atau
perasaannya kepada komunikan dengan menggunakan lambang sebagai
media. Lambang disini pada umumnya adalah bahasa, tetapi dalam situasi
komunikasi tertentu lambang-lambang yang digunakan dapat berupa gerak
tubuh, warna, dan gambar.
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Pada proses komunikasi ini, komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang-lamabang pada media pertama. Seorang
komunikator menggunakan media kedua karena komunikan berada di
tempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak. Misalnya dengan
menggunakan surat, telepon, majalah, radio, televisi, dan sebagainya.
Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus ruang
dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif
dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin
2.2.2 Komunikasi Keluarga
Keluarga adalah satu kesatuan (entity), bukanlah merupakan kumpulan
individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai komponen-komponen
yang akan membentuk organisasi keluarga itu sendiri (Sofyan Willis,2011:50).
Komponen-komponen itu adalah ayah, ibu dan anak.Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat sehingga memegang peranan penting dalam upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan diharapkan dapat menanggulangi
masalah-masalah sosial (Gunarsa,2000: 209). Keluarga yang baik dan harmonis
akan menghasilkan individu ataupun manusia yang cerdas dan kritis, hal inilah
yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menanggulangi masalah yang ada di lingkungan masyarakat.
Sebagaimana keluarga mempunyai nilai dan pengharapan bagi
anggota-anggota, keluarga juga mempunyai pengharapan atas komunikasi. Setiap keluarga
memiliki pedoman mengenai aturan-aturan komunikasi yang harus dapat
dipahami oleh setiap anggota keluarga (Mulyana,2005: 216). Hal ini dapat dilihat
dari cara berkomunikasi antara anggota keluarga. Anggota keluarga yang lebih
muda harus menghormati dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh anggota
keluarga yang lebih tua, hal ini agar dapat terjalin komunikasi yang baik dan
sekaligus mampu menjalankan norma-norma yang ada di masyarakat.
Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh
berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Ada dua fungsi komunikasi
dalam keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural.
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi
itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup,
memperoleh kebahagiaan, menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan.
Selain itu, melalui komunikasi seseorang dapat bekerja sama dengan anggota
masyarakat terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan fungsi komunikasi kultural, diasumsikan dari pendapat para
sosiolog bahwa komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik.
Budaya menjadi bagian dari komunikasi. Peranan komunikasi disini adalah turut
2004:37). Maka, dengan adanya komunikasi yang terjalin dengan baik maka
budaya yang ada akan dapat dikembangkan dan diwariskan.
Untuk memahami masalah yang terjadi dalam sebuah keluarga maka
seseorang harus memahami hubungan komunikasi dan interaksi antar anggota
keluarga. Proses dimana anggota keluaga yang saling berhubungan dan
berinteraksi dinamakan sistem keluarga. Dalam sistem keluarga interaksi yang
terjadi sifatnya adalah circular bukan linier karena interaksi yang terjadi lebih
dari dua arah atau menyeluruh. Sedangkan dalam komunikasi linier sifatnya satu
arah.
Gambar 2.1 Interaksi Komunikasi
A B A B
C D
Linier Circular
Sumber : Sofyan Willis, Konseling Keluarga, 2011 halaman 46.
Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena didalam
keluarga, individu diterima dala pola-pola tertentu. Kelompok primer merupakan
persemaian dimana manusia memeperoleh norma-norma, nilai-nilai, dan
kepercayaan. Selain itu, kelompok primer bersifat fundamental karena
membentuk titik pusat utama untuk memenuhi kepuasan-kepuasan sosial, seperti
mendapat kasih sayang, keamanan dan kesejahteraan diwujudkan melalui
komunikasi yang dilakukan terus menerus dan membentuk sebuah pola.
Menurut devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
(1986), ada empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa tiap individu membagi kesempatan
anggota keluarga adalah sama. Tiap orangg dianggap sederjat dan setara
kemampuannya, bebas mengungkapkan ide-ide, dan opini. Komunikasi
yang terjadi pun berjalan dengan terbuka, langsung dan bebas. Tiap
anggota keluarga juga memiliki hak yang sama dalam pengambilan
keputusan, misalnya seperti menentukan film yang akan ditonton, makan
bersama di mana, atau universitas aman yang akan dimasuki oleh
anak-anak.
2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa dalam keluarga terdapat persamaan hubungan
yang tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kekuasan
atau control dalam bidangnya masin-masing. Misalnya dalam keluarga
seorang ayah ataupun suami dipercaya untuk bekerja mencari nafkah dan
istri dipercaya untuk mengurus anak dan memasak.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Pola ini menyatakan bahwa dalam sebuah keluarga ada satu orang yang
mendominasi dan dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah
komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering
memegang kontrol. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, member tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memainkan
kekuasann untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain
kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi dirinya atau sekedar
meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak
yang lain juga meminta pendapat dan berpegang pad pihak yang
mendominasi dalam mengambil keputusan.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat
memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah
meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi
2.2.3 Komunikasi Antar Pribadi
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari komunikasi. Dalam sebuah
keluarga, komunikasi juga dapat terjadi diantara anggota keluarga, seperti antara
ayah dan ibu, ibu dan anak, atau ayah dan anak. Komunikasi seperti ini juga dapat
disebut sebagai komunikasi antar pribadi. Secara umum, komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam
bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan
muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, seperti telepon. Ciri khas
komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik
(Effendy, 2001 : 50). Sehingga dalam hal ini, komunikasi yang dilakukan antara
orang tua dan mahasiswa yang tinggal terpisah juga merupakan komunikasi antar
pribadi.
Adapun beberapa pengertian komunikasi antar pribadi yang diungkapkan
oleh beberapa ahli seperti Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book (1984 : 4) yaitu “komunikasi antarpribadi merupakan
proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika”. (Effendy, 1993 : 59). Lain halnya Vandeber (1986) yang menjelaskan
bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses interaksi dan pembagian
makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan. (Liliweri, 1997 :12).
Effendy juga (1986) mengemukakan bahwa “pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan“.
(Liliweri,1997 : 12).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai komunikasi antar pribadi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah suatu proses
pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain, baik secara verbal maupun
non-verbal yang ditanggapi orang lain dan merupakan interaksi antara
pribadi-pribadi yang terlibat secara utuh dan langsung satu sama lain dalam
menyampaikan maupun menerima pesan secara nyata.
Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja seseorang
menyampaikan informasi kepada orang lain, agar orang tersebut mengetahui
sesuatu. Adapun tujuan lain dari komunikasi antar pribadi tersebut adalah :
1. Berbagi pengalaman
Selain menyampaikan informasi, komunikasi antarpribadi juga
memiliki tujuan untuk saling membagi pengalaman pribadi kepada orang
lain mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang
menyedihkan/menyusahkan. Hal ini sangat berguna bagi orang lain, agar
seseorang dapat belajar dari kesalahan yang di buat oleh orang lain.
2. Menumbuhkan simpati
Simpati merupakan suatu sikap positif yang ditunjukkan oleh
seseorang yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam untuk ikut
merasakan bagaimana beban, derita, musibah, kesedihan dan kepiluan
yang sedang dirasakan oleh orang lain. Komunikasi dapat juga digunakan
untuk menambah rasa simpati seseorang kepada orang lain.
3. Melakukan kerja sama
Tujuan komunikasi antarpribadi yang lainnya adalah untuk
melakukan kerja sama antara seseorang dengan orang lain agar tercapai
suatu tujuan tertentu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kedua
belah pihak.
4. Menceritakan kekecewaan atau kekesalan
Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan seseorang untuk
menceritakan rasa kecewa atau kesalahan kepada orang lain.
Pengungkapan segala bentuk kekecewaan atau kekesalan secara tepat
akan dapat mengurangi beban pikiran yang ada pada diri seseorang.
5. Menumbuh motivasi
Melalui komunikasi antarpribadi, seseorang dapat memotivasi
orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik dan positif. Motivasi
adalah dorongan kuat dari dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu. Pada dasarnya, seseorang cenderung untuk melakukan sesuatu
karena dimotivasi orang lain dengan berbagai cara.
Komunikasi yang terjadi diantara individu juga tidak selamanya berjalan
masalah atau konflik, maka komunikasi yang terjadi juga mungkin tidak akan
efektif. Sehingga dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip
pendapat Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif,
yaitu:
a. Keterbukaan (openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada
komunikannya. Hal ini bukan berarti bahwa orang harus dengan segera
membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik,
tetapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut dan wajar. Aspek
kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak
tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang menjemukan. Bila
ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang komunikator ucapkan,
komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi
secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan
perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab
atasnya.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan individu untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dan dari sudut pandang
individu tersebut. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan
bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan
keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat
mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal.
c. Dukungan (supportiveness)
Dukungan yang positif sangat dibutuhkan dalam sebuah hubungan dan
hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Seseorang dapat
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif dan spontan.
d. Rasa Positif (positiveness)
Rasa positif sangat diperlukan oleh seseorang untuk mendorong orang lain
lebih aktif berpartisipasi, sehingga dapat menciptakan situasi komunikasi
yang efektif.
e. Kesetaraan (equality)
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila berada pada suasana yang
setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
yang berkomunikasi saling menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu
yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan ini meminta seseorang
untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain.
Selain memiliki ciri-ciri mengenai komunikasi yang efektif, komunikasi
antar pribadi juga memiliki unsur-unsur. Johnson (Supratiknya, 1995: 31)
menyatakan bahwa komunikasi interpersonal memiliki tujuh unsur dasar, sebagai
berikut:
a. Maksud-maksud, gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan yang ada dalam diri
pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal
bagi perbuatan komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang
mengandung unsur tertentu.
b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan,
dan maksud-maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan.
c. Proses pengiriman pesan kepada penerima.
d. Adanya saluran (channel) atau media, melalui mana pesan dikirimkan.
e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima menginterpretasikan atau
menafsirkan makna pesan.
f. Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makna
pesan yang ditangkap.
Johnson mengungkapkan tahap pengungkapan perasaan dalam komunikasi
interpersonal. Menurutnya,setiap kali individu berkomunikasi dengan individu
lain maka sebenarnya paling sedikit terjadi lima proses, sebagai berikut
(Supratiknya, 1995:.51-52):
1. Mengamati (sensing)
Pada proses ini individu mengamati tingkah laku lawan komunikasinya. Individu
mengumpulkan informasi tentang lawan komunikasinya dengan alat indera yang
dimilikinya.Informasi tersebut semata-mata bersifat deskriptif dan semua itu
direkam dalam pikiran dan hati individu.
2. Menafsirkan (interpreting)
Proses ini menjelaskan bahwa individu menafsirkan semua informasi yang ia
terima dari lawan komunikasinya. Kemudian individu tersebut menentukan makna
dari kata-kata dan perbuatannya.
3. Mengalami perasaan (feeling)
Pada proses ini, seseorang akan mengalami perasaan tertentu sebagai reaksi
spontan dari penafsirannya terhadap informasi yang telah diterima dari lawan
komunikasinya.
4. Menanggapi (intending)
Proses ini mengatakan bahwa Individu akan terdorong untuk menanggapi
perasaannya. Di dalam dirinya terbentuk intensi yang akan mendorong dan
mengarahkan untuk berbuat sejalan dengan perasaannya. Intensi inilah yang
membimbing tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagai bentuk
pengungkapan perasaan.
5. Mengungkapkan (expressing)
Pada tahap ini seseorang akan mengungkapkan perasaan yang ia alami kepada
lawan komunikasinya.
Setelah itu, Johnson juga menunjukkan beberapa peranan yang
disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan
kebahagiaan hidup manusia, yakn (Supratiknya, 2003: 9-10) :
1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial
seseorang. Perkembangan ini terjadi sejak masa bayi sampai masa dewasa
Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu
pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi
semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas
komunikasi kita dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri seseorang juga akan terbentuk lewat komunikasi
dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar
maupun tidak sadar seseorang dapat mengamati, memperhatikan dan
mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain
terhadap diri seseorang. Seseorang menjadi tahu bagaimana pandangan
orang lain itu tentang dirinya, Berkat pertolongan komunikasi dengan
orang lain seseorang dapat menemukan dirinya, yaitu mengetahui siapa
diri sebenarnya.
3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji
kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di
sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan
pengertian orang lain dan realitas yang sama. Tentu saja pembandingan
sosial semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan
orang lain.
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas
komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang-orang
yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup
kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka
tentu kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian
kita menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan
terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan
penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan
mungkin juga penderitaan fisik.
Komunikasi antar pribadi sama halnya dengan ilmu-ilmu lain yang
memiliki sifatnya tersendiri sehingga miliki suatu ciri khas pada ilmu tersebut.
Beberapa sifat yang dapat menunjukan komunikasi antara dua orang,dan
verbal maupun nonverbal, sehingga dapat menunjukan seberapa jauh hubungan
antara pihak yang terlibat di dalamanya. Adapun beberapa sifat yang dimiliki oleh
komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut (Liliweri, 1991:29):
a) Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, perilaku ini terjadi
karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi.
b) Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik agar mempunyai
interaksi dan koherensi, artinya suatu komuikasi antar pribadi harus ditandai
dengan adanya umpan balik serta adanya interaksi yang melibatkan suatu
perubahan di dalam sikap, perasaan, perilaku dan pendapat tertentu.
c) Komunikasi antar pribadi biasanya bersifat intrintik dan ekstrinsik. Intrinstik
merupakan suatu standar perilaku yang dikembang oleh seseorang sebagai
panduan melaksanakan komunikasi, sedangkan ekstrinsik yaitu aturan lain
yang ditimbulkan karena pengaruh kondisi sehingga komunikasi antar manusia
harus diperbaiki atau malah harus berakhir.
d) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang
dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan
bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.
e) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Maksudnya
adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama
sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.
2.2.4 Teori Self Disclosure
Teori self disclosure menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan
tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Hal seperti itu dapat di
kelompokan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukan dalam
Gambar 2.2 Jendela Johari
Diketahui Sendiri Tidak
Diketahui
Sendiri
Diketahui Orang Lain
Tidak Diketahui Orang
Lain
Sumber: Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, 1991, halaman
53.
Berdasarkan gambar Johari Window di atas dapat diketahui bahwa tiap diri
kita memiliki keempat unsur tersebut termasuk yang belum diketahui maupun
yang disadari. Dalam pengembangan hubungan terdapat empat kemungkinan
sebagaimana terwakili melalui suasana di keempat bidang tersebut.
Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seseorang dengan yang
lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka. Dalam hal ini kepribadian,
kelemahan, dan kelebihan yang kita miliki, selain diketahui oleh diri sendiri, juga
diketahui oleh orang lain.
Bidang 2, melukiskan suatu kondisi di mana hubungan antara kedua belah
pihak hanya diketahui oleh diri sendiri. Pada bidang buta ini seseorang tidak
mengetahui kekurangan yang dimilikinya, tetapi sebaliknya kekurangan justru
diketahui oleh orang lain.
Bidang 3, disebut bidang tersembunyi yang melukiskan masalah hubungan
antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui oleh orang lain.
1. Terbuka 2. Buta
Ada dua konsep yang erat hubungannya dengan bidang ini yaitu over disclosure
dan under disclosure. .
Over disclosure ialah sikap terlalu banyak mengungkapkan sesuatu,
hingga hal-hal yang seharusnya disembunyikan juga diutarakan. Misalnya saja,
konflik rumah tangga. Sedangkan under disclosure ialah sikap terlalu
menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan. Terlalu banyak tahu
tentang orang lain, namun tidak mau bicara tentang dirinya.
Bidang 4, melukiskan suatu kondisi dimana kedua belah pihak sama-sama
tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka. Bidang ini adalah bidang
kritis dalam komunikasi karena kita sendiri tidak mengenal diri kita, juga orang
lain tidak mengetahui siapa kita. Sehingga dapat terjadi kesalahan persepsi
maupun kesalahan perlakuan kepada orang lain karena tidak saling mengenal baik
kelebihan dan kekurangan juga statusnya.
Dari keempat bidang di atas, keadaan yang paling dikehendaki sebenarnya
ialah bidang 1, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui
makna pesan yang sama (Alo Liliweri, 1991 : 53).
Pada keempat bidang dalam Johari Window merupakan satu kesatuan
yang teradapat dalam diri setiap orang. Hanya saja kadar bidang berbeda satu
dengan yang lain. Mereka yang mampu bersosialisasi dan membangun hubungan
baik, maka akan memperluas bidang terbuka. Sebab dengan memperluas bidang
terbuka maka ketiga bidang yang lain akan menyempit. Dengan demikian
komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan
pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan belajar, kita
menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, menemukan
kasih sayang, bermusuhan, membenci orang lain, dan sebagainya.
Self disclosure memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan
kekurangan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Kelebihan
2. Kekurangan
Tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan, bahkan bisa terjadi salah paham sehingga menimbulkan sebuah masalah yang baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, ia bisa saja memanfaatkan apa yang terlah dia ketahui tentang diri kita tersebuta.
Selain itu, pengungkapan diri juga memiliki beberapa fungi. Menurut
derlega dan grzelak (1979) ada lima fungsi pengungkapan diri (sears, freedman
&peplau, 1985: 254), yaitu :
a. Ekspresi
Dalam kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu
kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan atau
yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya seseorang
akan merasa senang jika bercerita kepada seorang teman yang sudah
dipercaya. Maka dengan pengungkapan diri semacam ini manusia
mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya.
b. Penjernihan Diri
Saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang
dihadapi kepada orang lain, merupakan salah satu cara manusia berharap
agar dauntukpat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan
masalah yang dihadapinya sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan
dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
c. Keabsahan Sosial
Setelah sesorang selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapinya,
biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan
tersebut Sehingga, sesorang akan mendapatkan suatu informasi yang
bermanfaat tentang kebenaran akan pandangan orang lain. Orang yang
mengadapi masalah tersebut juga dapat memperoleh dukungan atau
sebaliknya.
d. Kendali Sosial
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang
misalnya orang lain akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan
kesan baik tentang dirinya.
e. Perkembangan Hubungan
Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta
saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha
merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat
keakraban dan harmonisasi hubungan.
Pengungkapan diri juga memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam
proses hubungan interpersonal. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995)
tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi tersebut adalah :
1. Basa-basi, merupakan tingkatan pengungkapan diri yang paling lemah,
walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi
hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi basa-basi
sekedar kesopanan.
2. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah
tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan diri. Sehingga tingkatan ini juga masih lemah.
3. Menyatakan gagasan atau pendapat , pada tingkatan ini memang sudah
mulai dijalin hubungan yang erat. Individu juga sudah mulai
mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
4. Perasaan, pada tingkatan ini setiap individu dapat memiliki gagasan atau
pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan
atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang
menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah
didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan
perasaan-perasaan yang mendalam.
5. Hubungan puncak, pada tingkatan ini pengungkapan diri telah dilakukan
secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat
yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri
dan kejujuran yang mutlak.
Pengungkapan diri memang lebih sering muncul dalam konteks hubungan
dua orang daripada dalam konteks jenis komunikasi lainnya. Namun dalam
hubungan diantara anggota keluarga pengungkapan diri juga dapat terjadi,
khususnya ketika salah satu dari anggota keluarga tinggal terpisah dari
keluarganya.
2.2.5 Hubungan Harmonisasi
Sebuah hubungan akan menjadi harmonis jika adanya kepercayaan , hidup
berdampingan, dan mempertahankan hubungan. Untuk membangun keselarasan
dan kebahagiaan dalam suatu hubungan, penting bahwa setiap orang ataupun
anggota keluarga untuk menciptakan dan mengikuti setiap peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan secara bersama.
Adapun hal yang diperlukan agar hubungan tetap pada rel utamanya
(Patton,1998: 16) yaitu:
1. Affection (kasih sayang), hal ini menunjukan bagaimana perasaan dan
memberikan diri secara tulus dan tanpa pamrih kepada seseorang.
2. Appreciation (penghargaan), mengetahui betapa penting dan berharganya
seseorang.
3. Acknowledgment (pengakuan), mengakui hak seseorang dan menghormati
perasaannya.
4. Absolute (kemutlakan), komitmen nyata terhadap hubungan dan
mempertahankan tujuan utamanya.
5. Acceptance (penerimaan), memberi kesempatan kepada orang lain untuk
berkembang dan memenuhi ambisinya serta menciptakan ruang untuk
mencapai semuanya.
6. Action ( tindakan), berusaha agar hubungan menjadi harmonis dan selalu
mencari cara-cara untuk meningkatkan hubungan tersebut.
Dengan adanya ketentuan diatas, dan didukung dengan komunikasi antar
pribadi maka hubungan yang terjalin akan tetap harmonis dengan rasa
berkomunikasi sangat diperlukan agar setiap hubungan menjadi menyenangkan
dan membahagiakan. Maka, kejujuran dalam suatu hubungan juga diperlukan
untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
Dalam penelitian ini,hubungan harmonisasi yang terjalin antara mahasiswa
dan orangtuanya akan diketahui dari beberapa hal diatas. Jika mahasiswa dan
orangtua yang tinggal terpisah melakukan beberapa hal diatas maka hubungan
mereka dapat dikatakan harmonis, dan sebaliknya jika mereka tidak melakukan
hal tersebut maka hubungan diantara mahasiswa dan orangtuanya tidak dapat
dikatakan memiliki hubungan yang harmonis.
2.2.6 Teori Interaksi Simbolik
Teori ini menyatakan bahwa interaksi sosial pada hakekatnya adalah
interaksi simbolik. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara
menyampaikan simbol, kemudian yang lain memberi makna atas simbol tersebut.
Para ahli perfeksionisme simbolik melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa
secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang
lain. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan
menggunakan simbol-simbol, yang didalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan
kata-kata. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan
obyek yang disepakati bersama (Mulyana, 2001:84).Esensi dari interaksi simbolik
adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi dan
petukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini
menyarankan agar perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang
memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
Esensi interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri
khas manusia yaitu komunikasi dan petukaran simbol yang diberi makna.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut
pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat
mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra
interaksi mereka. Defenisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek
dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia
bertindak hanya berdasarkan defenisi atau penafsiran mereka atas objek-objek
disekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana
ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang
menciptakan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini makna
dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah sesuatu
medium yang netral yang memungkinkan kekuatan sosial memainkan perannya
melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan
kekuatan sosial (Mulyana, 2001:68)
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner
(2008:96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan mengenai kerangka
referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain,
menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku
manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk maknanya
yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self) dan hubungannya di
tengah interaksi sosial dan tujuan berakhir untuk memediasi, serta
menginterpretasikan makna ditengah masyarakat (Society) dimana individu
tersebut menetap.
Definisi singkat dari ketiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
1. Pikiran (Mind)
Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan symbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus
mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Diri (Self)
Diri disini maksudnya yaitu kemampuan untuk merefleksikan diri tiap
individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain.
3. Masyarakat (Society)
Masyarakat adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun,
dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap
sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses
pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Ralph Larosa dan Donald C. Reitzes (1993) juga telah mempelajari Teori
Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian kelurga. Mereka menyatakan
bahwa hal-hal yang mendasari interaksionisme simbolik memperlihatkan tiga
tema besar, yaitu:
1. Pentingnya Makna bagi Perilaku Manusia
Dalam hal ini, teori intreaksi simbolik berpegang bahwa individu
membentuk makna melalui proses komunikasi dan makna tersebut
jugatidak bersifat intrinsic terhadap apapun. Individu disini memerlukan
konstruksi dan interpretif untuk menciptakan makna tersebut. Sehingga
tujuan interaksi menurut teori interaksi simbolik ini adalh untuk
menciptakan makna yang sama.
2. Pentingnya Konsep Mengenai Diri
Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri, yaitu
seperangkat persepsi yang relative stabil yang dipercaya orang mengenai
dirinya sendiri. Ketika seseorang menanyakan “siapakah saya?” maka
jawabannya akan berhubungan dengan konsep dirinya sendiri. Konsep diri
akan terbentuk oleh ciri-ciri fisik seseorang, talenta, keadaan emosi,
ketrampilan,dan intelektualitas yang ada pada diri seseorang.
3. Hubungan antara Individu dan Masyarakat
Tema interaksionisme simbolik yang terakhir disini berkaitan dengan
hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Dalam hal ini
seseorang dapat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.
2.3 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang pernah meneliti
2.3.1 Penelitian Agnesia
Penelitian yang pernah ada tentang komunikasi keluarga yaitu pernah dilakukan oleh mahasiswi ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Efektivitas
Komunikasi Keluarga” tahun 2010 yang bertujuan untuk mengetahui
komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak dan untuk mengetahui
penyimpangan seperti apa yang sering terjadi dikalangan remaja, serta
untuk mengetahui komunikasi antar pribadi orangtua dan anak dalam
menyikapi penyimpangan pergaulan remaja.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan
untuk menggmbarkan efektivitas komunikasi keluarga tersebut. Penelitian
ini menggunakan teori komunikasi antar pribadi, teori self disclosure,
komunikasi keluarga, dan penyimpangan prilaku. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki di Perumnas Simalingkar
kecamaan Pancur Batu kabupaten deliserdang, medan. Frekuensi yang
diambil dalam penelitian ini adalah 30 orang. Hasil penelitian disimpulkan
bahwa komunikasi antar pribadi diantara orangtua sangat dekat, karena hal
tersebut dapat terlihat ketika para orangtua sering melakukan komunikasi
dengan anaknya.
2.3.2 Penelitian Dia Awalia
Penelitian lain mengenai komunikasi keluarga yaitu pernah
dilakukan oleh mahasiswi ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara yang berjudul "Pola Komunikasi
Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini
menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja
dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada
remaja.
Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan
(Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak
seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli
(Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian
Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan
jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri
8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan
angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu
teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan
anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan
tujuan penelitian.
Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban
kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah
pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja
mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan
jenis kelamin dan kemampuan mereka.
Kesimpulan penelitian adalah pola komunikasi persamaan
merupakan pola yang paling menunjang dalam menanamkan nilai gender
pada remaja karena pola ini menekankan kesetaraan di antara anggota
keluarga.
2.3.3 Penelitian Ardhi Kurniadi
Penelitian lain yang dilakukan berjudul “Korelasi Antara Intensitas
Komunikasi Keluarga Dengan Prestasi Belajar Anak “, bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi
keluarga dan prestasi belajar anak. Penelitian yang dilakukan oleh
mahsiswa jurusan ilmu komunikasi, Universitas Sebelas Maret pada tahun
2010 ini dilaksanakan di SD Djama’atul Ichwan Surakarta. Masalah dalam
penelitian ini adalah adakah pengaruh yang signifikan antara komunikasi
keluarga dengan prestasi belajar anak. Adapun populasi penelitian ini
adalah Siswa-siswi kelas V SD Djama’atul Ichwan Surakarta. Teknik
sampling yang digunakan adalah Propotional Random Sampling, jumlah
sampel yang dipakai adalah 32 Siswa-siswi kelas V SD Djama’atul Ichwan
tahun ajaran 2009-2010.
Hipotesis yang diajukan penulis adalah ada korelasi yang positif
Alat analisis yang digunakan adalah teknik metode analisis statistik.
Dalam melakukan uji korelasi menggunakan rumus Correlations Product
Moment. Berdasarkan hasil uji validitas, semua instrument menghasilkan
koefisien korelasi (R) lebih besar dari 0,576 dinyatakan valid. Dengan uji
reliabilitas untuk variabel komunikasi keluarga (X) yang terdiri dari 18
pertanyaan mempunyai alpha cronbach > 0,576. dan variabel prestasi
belajar anak yang terdiri dari 18 pertanyaan mempunyai alpha cronbach >
0,576. sehingga dari sejumlah pertanyaan kedua variabel dinyatakan
reliabel. Berdasarkan hasil dari hipotesis I, hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (Ha), jika r hitung > r tabel dengan taraf signifikan (α) 0,05 maka ada hubungan / korelasi yang signifikan antara komunikasi keluarga dan
prestasi belajar anak. Hasil hipotesis II, hipotesis nol (Ho), jika r hitung < r
tabel dengan taraf signifikan (α) 0,05 maka tidak ada hubungan / korelasi
yang signifikan antara komunikasi keluarga dan prestasi belajar anak
Saran yang diberikan kepada orang tua adalah diharapkan orang
tua sesering mungkin selalu berkomunikasi dengan anak, serta keluarga
selalu mendukung agar anak-anaknya termotivasi dalam belajar sehingga
prestasi belajar anak dapat tercapai atau meningkat. Saran untuk anak
(siswa-siswi) adalah anak / siswa-siswi diharapkan untuk selalu
berinteraksi dengan orang tua. Mengutarakan segala masalah yang
dihadapi, tidak malu kalau ada kekurangan yang harus diutarakan.
Semakin baik hubungan antara anak (siswa-siswi) dengan orang tua, maka
semakin mudah untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak dan dapat
mencari jalan keluarnya, sehingga tercapai komunikasi yang aktif dan
bersinergi.
Tiga penelitian mengenai komunikasi keluarga diatas, menjelaskan
bahwa penelitian mengenai komunikasi keluarga sudah ada yeng meneliti.
Namun disetiap penelitian tersebut terdapat perbedaan yang membedakan
dari penelitian yang satu dengan yang lainnya. Pada penelitian agnesia
penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana peran komunikasi keluarga
untuk mengetahui penyimpanagan pada diri anak remaja, kemudian
menanamkan nilai gender pada remaja, selanjutnya penelitian dari ardhi
kurniadi mengenai korelasi antara intensitas komunikasi keluarga dengan
prestasi belajar anak.
Sebenarnya penelitian mengenai komunikasi keluarga sebelumnya
tidak hanya tiga penelitian diatas tadi saja, tetapi masih ada beberapa
penelitian lagi yang tidak dapat dituliskan oleh peneliti semuanya. Tetapi,
sejauh ini peneliti jarang menemukan penelitian mengenai komunikasi
keluarga yang dikaitkan dengan hubungan jarak jauh dan hubungan
2.4 Model Teoritik
Gambar 2.3
Bagan Model Teoritik Penelitian Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah Dengan Orangtua Dalam Hubungan
Harmonisasi
Mahasiswa yang tinggal terpisah
dengan orang tua
• Komunikasi Sosial • Komunikasi Kultural
• Affection (kasih sayang)
• Appreciation (penghargaan)
• Acknowledgment (pengakuan)
• Absolute (kemutlakan)
• Acceptance (penerimaan)
• Action ( tindakan)
Sumber : Hasil Penelitian 2013 Hubungan Jarak Jauh
Komunikasi Keluarga