• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh strategi belajar peta konsep terhadap ketuntasan belajar matematika siswa smp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh strategi belajar peta konsep terhadap ketuntasan belajar matematika siswa smp"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

DISUSUN OLEH :

IKA ERYANTI

106017000495

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Tarbiyah and Teachers training , State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

Based on the results of preliminary studies at SMP Negeri 87 Jakarta, is founded that mastery on mathematics learning is still low, it is because learning process is not optimal and the paradigm is teacher centered learning. Concept mapping strategy one of learning strategies which can optimize of the learning process. Then implementing concept mapping strategy support to student improving to make links between concepts. This research aims to know: (1). Effectiveness of learning math with concept mapping strategy. (2). Ratio mastery on mathematics learning among students who were taught with concept mapping strategy and conventional learning. (3). Students activities during the learning process with concept mapping strategy. The method in this research: quasi experiment with two group randomized subject posttest only. Determination of the sample with cluster random sampling technique. The tests which consisted of 10 questions given in the form of a description. Prerequisite test analysis in this research using the test Kai Squares (chi square), Fisher test and data analysis techniques using the t-test. Based on the results of hypothesis testing, thitung=2,11,at significance level of 5%

and db=76, obtained ttabel=1,99. Because thitung > ttabel (2,11>1,99), then Ho is

rejected. So it can be concluded learning with concept mapping strategy have a positive impact to mastery on mathematics learning.

Key words: mastery and concept mapping strategy.

(3)

Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan studi pendahuluan di SMP Negeri 87 Jakarta, ditemukan bahwa ketuntasan belajar matematika siswa masih rendah, karena pembelajaran kurang optimal dan pembelajaran berpusat penuh pada guru. Salah satu strategi belajar yang dapat mengoptimalkan proses belajar adalah melalui strategi peta konsep. Dengan demikian pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep menunjang siswa dalam memahami keterkaitan antara konsep-konsep yang dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Efektifitas pembelajaran matematika dengan strategi belajar peta konsep, (2) Perbandingan ketuntasan belajar matematika siswa antara siswa yang diajarkan dengan strategi belajar peta konsep dan pembelajaran konvensional, (3) Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep. Metode penelitian: quasi eksperimen dengan rancangan penelitian two group randomized subject posttest only. Penentuan sampelnya dengan cluster random sampling. Tes yang diberikan sebanyak 10 soal berbentuk uraian. Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini menggunakan Uji Kai Kuadrat (chi square), Uji Fisher dan teknik analisis data menggunakan Uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian hipotesis diperoleh

thitung=2,11, pada taraf signifikansi 5% dan db=76, diperoleh ttabel=1,99. Karena

thitung> ttabel (2,11>1,99), maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan

pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep berpengaruh positif terhadap ketuntasan belajar matematika siswa.

Kata kunci: ketuntasan belajar dan strategi belajar peta konsep.

(4)

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Strategi Belajar Peta Konsep Terhadap Ketuntasan Belajar Matematika Siswa SMP” sesuai dengan yang penulis harapkan.

Shalawat serta salam tercurah kepada akhirul anbiya baginda Rasulullah SAW karena berkat tuntunannyalah kita dapat memeluk indahnya islam dan meneguhkan kesempurnaan agama yang penuh rahmat dan barokah.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta .

Disadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih tersebut terutama diajukan kepada:

1. Bapak Prof.Dr.H.Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bantuan, saran dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd, Dosen Pembimbing II, yang penuh kesabaran dan perhatian dalam membimbing serta mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(5)

iv

7. Bapak Drs.Ishak Idrus, kepala sekolah SMP Negeri 87 Jakarta, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Aan Mulyanah,S.Pd dan Dra.Hj.Neneng, guru pamong tempat penulis melakukan penelitian.

9. Seluruh guru, staf dan siswa-siswi SMP Negeri 87 jakarta (khususnya kelas VIII-5 dan VIII-6), yang senantiasa bersikap kooperatif selama penulis melakukan penelitian.

10. Kedua Orang tua dan adikku, yang selalu memberikan dukungan serta doa yang menguatkan langkah penulis dalam menyelesaikan skrispsi ini.

11. Orang-orang terdekatku, teruntuk Fatkhul Arifin dan sahabat-sahabatku Iyke, Cucum, Atikah, Neneng, Anita dan Yuni, yang senantiasa mendampingi, memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skrispsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 kelas A, terima kasih atas kebersamaannya selama menempuh perkuliahan.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dengan limpahan rahmat dan kasih-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat berbagai kekurangan dan kecacatan karena terbatasnya kemampuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan. Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, 30 November 2010 Penulis

(6)

v

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

BAB II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS... 10

A. Landasan Teoritis ... 10

1. Hakikat Matematika ... 10

2. Pembelajaran Matematika... 12

3. Hasil Belajar Matematika... 14

4. Ketuntasan Belajar Matematika ... 16

5. Kerangka Dasar Strategi Belajar Peta Konsep... 21

a. Peta Konsep... 22

b. Kelebihan Pembelajaran Peta Konsep ... 25

c. Peta Konsep Pohon Jaringan (Network Tree) ... 26

(7)

vi

D. Hipotesis Penelitian... 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 34

C. Metode dan Desain Penelitian... 35

D. Teknik Pengumpulan Data... 36

E. Rancangan Alur Penelitian... 37

F. Instrumen Penelitian ... 38

1. Konsep ... 38

2. Uji Coba Instrumen Tes Penelitian ... 38

a. Kisi-Kisi Instrumen... 38

b. Uji Validitas ... 39

c. Uji Reliabilitas ... 40

d. Taraf Kesukaran Butir Soal... 41

e. Daya Pembeda Butir Soal ... 42

G. Teknik Analisis Data... 43

1. Uji Normalitas ... 43

2. Uji Homogenitas... 44

3. Pengujian Hipotesis ... 45

H. Perumusan Hipotesis Statistik... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Data... 49

1. Hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen 50 2. Hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol... 53

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 54

1. Uji Normalitas ... 54

(8)

vii

2. Ketuntasan Belajar Matematika Siswa... 57

3. Pembahasan ... 59

D. Keterbatasan Penelitian... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran... 63

(9)

Gambar 2. Histogram dan poligon distribusi frekuensi ketuntasan belajar matematika kelompok eksperimen... 52 Gambar 3. Histogram dan poligon distribusi frekuensi ketuntasan belajar

matematika kelompok kontrol... 54 Gambar 4. Peta konsep yang dibuat oleh siswa ... 61

(10)

belajar peta konsep ... 29

Tabel 2. Perbedaan pembelajaran konvensional dengan strategi belajar peta konsep... 30

Tabel 3. Rancangan penelitian ... 36

Tabel 4. Klasifikasi interpretasi taraf kesukaran butir soal ... 42

Tabel 5. Klasifikasi interpretasi daya pembeda butir soal ... 43

Tabel 6. Hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 50

Tabel 7. Distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen ... 51

Tabel 8. Distribusi frekuensi hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol ... 53

Tabel 9. Hasil perhitungan uji normalitas ... 55

Tabel 10. Hasil perhitungan uji homogenitas... 56

Tabel 11. Hasil uji perbedaan rata-rata dengan statistik Uji-t... 57

Tabel 12. Ketuntasan belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 174

(11)

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas kontrol ... 91

Lampiran 3. Kisi-kisi instrumen tes... 110

Lampiran 4. Instrumen tes uji coba... 112

Lampiran 5. Instrumen tes ... 115

Lampiran 6. Kunci jawaban instrumen tes uji coba... 117

Lampiran 7. Kunci jawaban instrumen tes... 123

Lampiran 8. Lembar evaluasi siswa... 127

Lampiran 9. Lembar tugas siswa ... 135

Lampiran 10. Peta konsep pengajaran ... 141

Lampiran 11. Validitas instrumen tes ... 150

Lampiran 12. Reliabilitas instrumen tes ... 153

Lampiran 13. Taraf kesukaran butir soal ... 155

Lampiran 14. Daya pembeda butir soal ... 157

Lampiran 15. Hasil perhitungan uji validitas, taraf kesukaran dan daya pembeda instrumen tes ... 159

Lampiran 16. Distribusi frekuensi kelompok eksperimen ... 160

Lampiran 17. Tabel distribusi frekuensi kelompok eksperimen... 161

Lampiran 18. Distribusi frekuensi kelompok kontrol... 164

Lampiran 19. Tabel distribusi frekuensi kelompok kontrol... 165

Lampiran 20. Perhitungan uji normalitas kelas eksperimen ... 168

Lampiran 21. Perhitungan uji normalitas kelas kontrol... 169

Lampiran 22. Perhitungan uji homogenitas ... 170

Lampiran 23. Perhitungan uji hipotesis statistik... 172

Lampiran 24. Ketuntasan belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol... 174

Lampiran 25. Nilai korelasi “r” Product moment dari Pearson ... 176

Lampiran 26. Luas di bawah kurva normal ... 177

(12)
(13)

Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia. Menurut Muhibbin, dalam pengertian yang agak luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1 Selain itu pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dan senantiasa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan definisi pendidikan menurut UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:2

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pendidikan terjadi proses belajar mengajar yang pada dasarnya proses tersebut merupakan interaksi antara siswa dengan guru. Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakikatnya adalah hubungan antar dua pihak yang setara yaitu interaksi antara dua manusia yang tengah mendewasakan diri.

Pada pola interaksi tersebut salah satu pihak, yaitu guru telah ada pada tahap yang lebih maju dalam aspek akal, moral maupun emosional. Sementara siswa atau peserta didik merupakan subyek belajar yang seyogyanya memiliki kesadaran dan kebebasan aktif dalam belajar. Pada proses belajar mengajar terjadi suatu proses yang sangat kompleks, rumit dan unik. Hal ini terjadi dikarenakan

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 10.

2

Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Bandung: CITRA UMBARA, 2003), h. 3.

(14)

latar belakang, kemampuan dan karakteristik yang berlainan antar siswa yang satu dengan siswa yang lain.

Proses pembelajaran pada pendidikan formal (pendidikan di sekolah) merupakan upaya pengembangan pengetahuan dan kemampuan siswa yang telah ditetapkan pada kurikulum dan diwujudkan melalui penyelenggaraan mata pelajaran-mata pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap jenjangnya. Adapun jenjang pendidikan formal meliputi: Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit karena tidak hanya proses transfer informasi guru kepada siswa, tetapi juga melibatkan berbagai kegiatan yang dilakukan. Siswa dapat mengetahui suatu materi tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya.

Permasalahan yang kini di hadapi di dalam dunia pendidikan adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang umumnya dikaitkan dengan tinggi atau rendahnya prestasi belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pengelola pendidikan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum dan perubahan proses pembelajaran di sekolah. Langkah ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun kenyataannya prestasi belajar siswa yang dicerminkan melalui ketuntasan belajar siswa terutama dalam bidang matematika masih tergolong rendah.

(15)

bahkan pada tingkat perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa matematika memegang peranan yang penting dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia. Erman mengemukakan dalam pembelajaran matematika diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran tersebut. Adapun efek iringan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:3

1. Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lainnya.

2. Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain.

3. Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia. 4. Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.

5. Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah.

6. Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.

Pandangan siswa tentang mata pelajaran matematika sebagai pelajaran yang sulit dipahami masih banyak ditemui atau didapatkan, pandangan seperti ini yang mengakibatkan siswa menjadi pasif, enggan, takut atau malu mengungkapkan ide-ide maupun penyelesaian atas soal-soal latihan yang diberikan oleh guru. Tidak jarang siswa kurang mampu mempelajari matematika sebab matematika dianggap sulit. Padahal sulit tidaknya pelajaran itu tergantung pada siswa sendiri, siap atau tidak mereka menerima pelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat meyakinkan siswa bahwa pelajaran matematika tidak sulit seperti yang mereka bayangkan. Karena dengan ketidaksenangan tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

Hal ini bukan hanya karena kesalahan siswa tetapi mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti penggunan strategi pembelajaran dari guru yang monoton. Penggunaan strategi pembelajaran yang monoton memungkinkan siswa akan mengantuk pada saat proses belajar mengajar berlangsung karena membosankan. Padahal menurut Dede Rosyada, selain harus diawali dengan

3

(16)

perencanaan yang bijak, serta didukung dengan kemampuan komunikasi yang baik, pembelajaran efektif juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan siswa.4 Karena belajar yang efisien dapat tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat, seperti yang dikemukakan oleh Slameto, bahwa strategi belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.5 Saat ini masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran lama pada proses pembelajaran di sekolah-sekolah. Guru membacakan atau membawakan bahan yang disiapkan dan siswa mendengarkan, mencatat, dan mencoba menyelesaikan soal sesuai contoh dari guru, atau biasa di sebut model pembelajaran konvesional. Hal ini mengakibatkan kurangnya interaksi antara guru dan siswa serta menjadikan siswa pasif, kurang perhatian dalam belajar kreatif dan mandiri, yang pada akhirnya berdampak pada ketuntasan belajar matematika siswa yang rendah.

Hasil observasi awal penulis menemukan bahwa beberapa kekurangan dalam proses pembelajaran matematika yang diterapkan di kelas VIII SMP Negeri 87 Jakarta, antara lain:

1. Metode penyampaian materi matematika hanya berlangsung satu arah (pihak guru) atau dikenal dengan metode ceramah.

2. Kurangnya keterlibatan siswa secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Menurut pendapat dari guru, bahwa kesulitan siswa dalam mata pelajaran matematika, antara lain:

1. Kesulitan dalam memahami konsep matematika yang abstrak. 2. Kesulitan mengaitkan konsep matematika yang dipelajari.

Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan tercatat bahwa siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika masih rendah.

Kenyataan tersebut merupakan tantangan serius, khususnya guru perlu mencari strategi pembelajaran yang bisa membangkitkan motivasi belajar siswa dan untuk siswa diharapkan untuk lebih giat menggali dan memahami

4

Dede Rosyada, ParadigmaPendidikan Demokratis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 156.

5

(17)

konsep dalam matematika. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak jenuh dalam menerima dan mengikuti proses belajar mengajar matematika.

Salah satu faktor yang mungkin sebagai penyebab rendahnya ketuntasan belajar matematika siswa adalah bahwa perencanaan dan implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh para guru matematika tampaknya masih dilandasi dengan metode transfer informasi. Meskipun telah dicoba beberapa strategi, metode penyampaian seperti ini masih dominan. Kondisi pembelajaran matematika seperti ini akan menimbulkan kebosanan bagi siswa, siswa tidak dapat menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain dalam satu pokok bahasan, ataupun sub pokok bahasan.

Padahal materi matematika bersifat hierarkis, yang berarti dalam mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadikan prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan. Untuk itu dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa dan bagaimana siswa dapat memahaminya. Pembelajaran pada matematika dilakukan dengan memperhatikan urutan konsep di mulai dari yang paling sederhana.

Apabila siswa tidak mampu mengorganisasikan hubungan antar konsep yang telah mereka pelajari, maka merekapun tidak akan mampu memahami konsep tersebut. Akibatnya, ketuntasan belajar matematika siswa kurang sesuai dengan yang diharapkan. Peserta didik SMP merupakan peralihan dari tahap operasional konkret menuju tahap operasional formal. Pelajaran matematika di sekolah merupakan pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga diperlukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan matematika agar peserta didik lebih mudah memahami konsep yang terkandung dalam setiap materi yang dipelajari.

(18)

bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.6

Maka pembelajaran dengan membimbing siswa terampil membuat peta konsep diharapkan dapat meningkatkan hasil pemahaman suatu konsep dengan baik, karena siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu dalam jejaring dan pemetaan (mapping), siswa mengidentifikasi gagasan utama dan kemudian membuat diagram yang menghubungkan semuanya,seperti yang dikemukakan Robinson dan Skinner yang dikutip oleh Slavin.7

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Kadir bahwa strategi belajar peta konsep dalam pembelajaran sains dan matematika sangat membantu siswa dalam proses belajarnya, pemahaman yang memadai dalam menentukan hubungan atau keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain yang saling berhubungan, membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran sains dan matematika.8 Struktur kognitif siswa dibangun secara hirarkis dengan konsep-konsep dari yang bersifat umum ke khusus akan lebih bermakna bila siswa menyadari adanya kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan.

Strategi peta konsep merupakan salah satu bagian dari strategi organisasi. Strategi organisasi bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman terutama dilakukan dengan menggunakan pengorganisasian bahan-bahan baru. Martin dalam Trianto mengatakan bahwa pemetaan konsep merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas.9 Peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi itu di sampaikan.

Strategi belajar peta konsep adalah penyampaian pembelajaran matematika dengan menggunakan peta konsep dari setiap bab dan materi yang diberikan

6

Trianto, Mendesain Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana, 2009), cet ke-1, h. 137-138.

7

Slavin, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Indeks, 2008), h. 256.

8

Kadir, Efektifitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.051 tahun ke-10, November 2004, h. 761.

9

(19)

sehingga konsep yang diberikan akan lebih mudah dipahami. Dengan kata lain pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep, siswa diharapkan menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Strategi Belajar Peta Konsep Terhadap Ketuntasan Belajar Matematika Siswa SMP“.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai beikut :

1. Sebagian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar matematika.

2. Metode pembelajaran yang dilakukan oleh para guru matematika masih dilandasi dengan metode transfer informasi.

3. Siswa tidak mampu mengorganisasikan hubungan antar konsep yang telah mereka pelajari, sehingga merekapun tidak mampu memahami konsep tersebut. Akibatnya ketuntasan belajar matematika siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah yang ada, maka masalah yang diteliti dibatasi hanya pada pengaruh penggunaan strategi belajar peta konsep terhadap ketuntasan belajar matematika siswa. Agar dalam penelitian ini tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka diberikan batasan ruang lingkup masalah sebagai berikut :

(20)

2. Peta konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta konsep yang menggambarkan hubungan-hubungan konsep-konsep yang dilukiskan sesuai dengan pengetahuan siswa tentang konsep fungsi. Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat maupun bentuk lain, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukkan hubungan antara ide-ide itu.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

”Apakah pembelajaran matematika dengan strategi belajar peta konsep berpengaruh positif terhadap ketuntasan belajar matematika siswa?“

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk:

1. Mengetahui efektifitas pembelajaran matematika dengan strategi belajar peta konsep.

2. Mengetahui perbandingan ketuntasan belajar matematika siswa antara siswa yang diajarkan dengan strategi belajar peta konsep dan pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep.

F. Manfaat Penelitian

Dengan mengadakan penelitian tentang pengaruh pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep terhadap ketuntasan belajar matematika siswa, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat, yaitu sebagai berikut:

(21)

2. Bagi guru bidang studi matematika, diharapkan guru dapat menerapkan strategi belajar peta konsep sebagai salah satu alternatif dalam memilih strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan ketuntasan belajar matematika siswa.

3. Bagi siswa, diterapkannya pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep diharapkan memberi pengalaman baru dalam belajar dan dapat lebih mengaktifkan siswa, sehingga seiring dengan berlangsungnya proses pembelajaran, siswa akan lebih termotivasi dan dapat memahami konsep-konsep matematika dengan baik.

(22)

A. Landasan Teoritis 1. Hakikat Matematika

Andi Hakim Nasution mengemukakan bahwa matematika berasal dari bahasa Latin yaitu Matematica.1 Istilah matematika itu pada awalnya diambil dari bahasa Yunani, Mathematike (Mathein) yang artinya berpikir atau belajar. Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia, matematika adalah ilmu yang memuat bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dari berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.

Menurut Johnson dan Rissing, matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang mengunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, representasinya dengan simbol dan padat. Lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada bunyi. Reys, dkk dalam Erman juga mengemukakan bahwa matematika adalah telaah pola dan hubungan suatu jalan atau pola berpikir suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.2

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika, supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat

1

Andi Hakim Nasution, Landasan Matematika, (Jakarta: Karya Aksara, 1982), h. 12.

2

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), h. 17.

(23)

dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang benilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Matematika merupakan subyek yang sangat penting dalam system pendidikan di seluruh dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibandingkan dengan negara lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subyek yang sangat penting. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai dengan Perguruan Tinggi, bahkan mungkin sejak playgroup atau sebelumnya (baby school), syarat penguasaan terhadap matematika jelas tidak bisa dikesampingkan. Untuk dapat menjalani pendidikan selama di bangku sekolah sampai kuliah dengan baik, maka anak didik dituntut untuk dapat menguasai matematika dengan baik. Menurut Johnson dan Mykkburt yang dikutip oleh Yuni Wijayanti, mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang tinggi, praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.3

Menurut Sidi yang dikutip oleh Hera Sri, matematika dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang strategis dan berungsi untuk:4

1. Menata dan meningkatkan ketajaman penalaran siswa sehingga dapat memperjelas penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2. Melatih kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol.

3. Melatih siswa untuk selalu logis, kritis, kreatif, objektif, rasional, cermat, disiplin dan mampu bekerja sama secara efektif.

3

Yuni Wijayanti, “Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Strategi Concept Mapping dan Preview Question Read Reflect Recite Review Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada himpunan”, dari http://etd.eprints.ums.ac.id/8377/1/A410060174.pdf, 18 Oktober 2010, h.13.

4

(24)

4. Melatih siswa untuk berfikir secara teratur, sistematis, dan terstruktur dalam konsepsi yang jelas.

Berdasarkan uraian dan beberapa pengertian tentang matematika yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu pengetahuan tentang ilmu bilangan, logika mengenai bentuk, susunan besaran dan konsep-konsep dimana dalam mempresentasikannya menggunakan simbol-simbol. Matematika dapat pula diartikan sebagai suatu pola berpikir yang bersifat logik dan berguna untuk memecahkan masalah.

2. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya suatu proses perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaannya. Anthony Robbins dalam Trianto mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antar sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan suatu pengetahuan yang baru.5 Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: penciptaan hubungan, sesuatu hal (pengetahuan) yang mudah dipahami, dan sesuatu pengetahuan yang baru. Jadi dalam makna belajar, disini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan yaitu pengertian belajar maka terdapat istilah yang relevan sesuai perkembangan pendidikan yaitu proses pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

5

(25)

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengarkan, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam belajar membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis, tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik, proses belajar sebagai sistem yang saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain pembelajaran adalah upaya guru menciptakan situasi agar siswa belajar, meliputi penggunaan berbagai metode dan media pembelajaran. Trianto mendefinisikan pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan.

(26)

Gambar 1.

Alur proses pembelajaran

Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses untuk membantu peserta didik agar belajar matematika lebih baik. Proses pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa dengan mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.

3. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Secara garis besar pembelajaran matematika harus mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika. Standar kompetensi matematika merupakan kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan siswa pada hasil belajarnya dalam pelajaran matematika.

(27)

matematika yang telah dilakukan serta hasil akhir setelah mengalami proses pembelajaran.

Bloom dan Rathwol mengkategorikan jenis hasil belajar kepada tiga jenis ranah yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Hasil belajar matematika siswa yang akan diukur dalam penelitian ini adalah pada ranah kognitifnya saja yaitu berupa tes formatif pokok bahasan fungsi. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kerja otak. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang/level proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Menurut revisi Bloom, keenam level tersebut adalah: 6

Knowledge Remembering

(Pengetahuan) (Mengingat)

Comprehension Understanding

(Pemahaman) (Memahami)

Application Applying

(Aplikasi) (Mengaplikasikan)

Analysis Analyzing

(Analisa) (Menganalisa)

Synthesis Evaluating

(Perpaduan) (Mengevaluasi)

Evaluating Creating

(Evaluasi) (Membuat)

Keterangan :

1. Remembering (Mengingat)

Pada level ini, kerja otak kita hanya mengambil informasi dalam satu langkah dan menulisnya secara apa adanya.

6

Prasetyo Wijaya, Mengetahui Level Soal Matematika Dengan Taksonomi Bloom,

(28)

2. Understanding (Memahami)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menjelaskannya secara gamblang.

3. Applying (Mengaplikasikan)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada. 4. Analyzing (Menganalisa)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada. Akan tetapi informasi itu belum bisa memecahkan permasalahan, sehingga dibutuhkan informasi lain yang berbeda dari informasi sebelumnya untuk memecahkan permasalahan.

5. Evaluating (Mengevaluasi)

Pada level ini, kita dihadapkan pada permasalahan yang menuntut suatu keputusan. Dimana keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa secara menyeluruh.

6. Creating (Membuat)

Pada level ini, kita diharuskan untuk menghasilkan sesuatu hal/rumus yang baru yang bisa kita gunakan untuk memecahkan persoalan.

4. Ketuntasan Belajar Matematika

Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“Mastery Learning”. Martinis menjelaskan bahwa belajar tuntas merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, selain itu belajar tuntas juga bertujuan untuk menciptakan kecepatan belajar.7 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tuntas diartikan sebagai selesai secara menyeluruh, sedangkan belajar

7

(29)

diartikan sebagai memperoleh kepandaian atau ilmu. Bila kedua kata tadi digabung dapat diperoleh makna ketuntasan belajar sebagai ilmu yang diperoleh secara menyeluruh, dalam artian kemampuan seseorang dalam hal ini siswa dalam menguasai konsep-konsep pelajaran yang telah diberikan atau dipelajari secara menyeluruh. Menurut Hartutik yang dikutip oleh Desy, ketuntasan belajar atau disebut juga daya serap adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan oleh guru dalam tujuan pembelajaran setiap satuan pelajaran.8 Ketuntasan belajar merupakan pencapaian hasil belajar yang ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut

Belajar tuntas (mastery learning) dikembangkan oleh John B.Caroll dan Benjamin Bloom. Belajar tuntas adalah sebuah pola pembelajaran yang mengharuskan pencapaian penguasaan siswa secara tuntas, terhadap setiap unit pembahasan dengan pemberian tes formatif pada setiap pembelajaran baik sebelum maupun sesudahnya untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahan ajar yang telah mereka pelajari. Made menyatakan bahwa belajar tuntas menyajikan suatu cara yang menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja siswa ke tingkat pencapaian suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan.9 Belajar tuntas (mastery learning) adalah filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum.

8

Desy Rikha Setyanti, “Efektivitas Pembelajaran Matematika Bangun Ruang Dengan Strategi Student Tem Heroic Leadership dan Pemberian Tugas Terstruktur Pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 15 Semarang”,dari

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH040f.dir/doc.pdf,18 November 2010, h. 18.

9

(30)

Belajar tuntas merupakan pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan setiap unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun secara kelompok, dengan kata lain apa yang telah dipelajari siswa telah dikuasai sepenuhnya. Jadi belajar tuntas adalah suatu sistem pengajaran yang menuntaskan tercapainya tujuan pengajaran oleh semua siswa. Hal yang perlu mendapat perhatian guru adalah bagaimana mengusahakan agar siswa dapat belajar efektif sehingga dapat menguasai materi pelajaran yang dianggap esensial bagi perkembangan siswa itu sendiri.

Ketuntasan belajar yang diperoleh siswa berhubungan erat dengan hasil belajar yang diperolehnya selama menjalani proses pembelajaran di sekolah. Menurut Mulyasa, berdasarkan teori belajar tuntas, kegiatan belajar dikatakan tuntas secara klasikal apabila siswa di kelas yang mendapat nilai 65 ke atas mencapai 85%. Sedangkan secara individu kegiatan belajar dikatakan tercapai dengan baik apabila siswa tersebut telah mencapai nilai minimal 65.10 Namun tiap sekolah dapat menentukan standar minimal ketuntasan sesuai dengan kondisi sekolah tersebut, dan secara bertahap dapat meningkatkan standar ketuntasannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketuntasan belajar menurut Uzer Usman yang dikutip oleh Setyaningsih adalah:11

1. Bakat (aptitude)

Bakat yaitu sejumlah waktu yang diminta oleh siswa untuk mencapai penguasaan suatu tugas pelajaran. Siswa yang berbakat akan dapat menguasai pelajaran yang sulit, sedangkan siswa yang tidak berbakat dianggap hanya mampu menguasai bagian yang mudah saja. Siswa akan mencapai penguasaan semua tugas yang diberikan jika siswa diberikan waktu yang cukup.

10

Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet ke-3, h. 254

11

Setyaningsih, ”Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Mencapai Ketuntasan Belajar Pada Pokok Materi Sistem Koloid Bagi Siswa Kelas XI Semester II SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006”, dari

(31)

2. Ketekunan (perferance)

Ketekunan adalah waktu yang diinginkan siswa untuk belajar. Siswa tidak akan menguasai tugas yang diberikan sepenuhnya jika waktu yang diberikan tidak sesuai dengan waktu yang diperlukan. Ketekunan berhubungan dengan minat dan sikap belajar. Ketekunan banyak ditentukan oleh kualitas pengajaran yang diberikan guru kepada para siswa.

3. Kemampuan untuk menerima pelajaran (ability to understand intruction) Kesanggupan untuk menerima dan memahami pelajaran berhubungan erat dengan kemampuan menguasai bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan untuk mengerti bahasa tulisan banyak ditentukan oleh cara penyusunan buku teks sedangkan kemampuan mengerti bahasa lisan berhubungan dengan kemampuan guru mengajar.

4. Kualitas pengajaran (quality of Intruction)

Kualitas pengajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengembangan metode-metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa secara individual, sehingga dapat menghasilkan tingkat penguasaan materi pelajaran yang hampir sama pada semua siswa yang berbeda-beda bakatnya.

5. Kesempatan waktu untuk belajar (time allowed for learning)

Alokasi waktu tiap bidang studi telah ditentukan dalam kurikulum yang telah disesuaikan dengan kebutuhan waktu belajar siswa dan perkembangan jiwanya. Waktu yang tersedia mungkin terlalu banyak bagi sebagian siswa, sedangkan bagi sebagian lain mungkin kurang. Guru perlu mengatasi agar waktu sesuai dengan kebutuhan sehingga waktu untuk mempelajari bidang studi tersebut benar-benar efektif.

Adapun langkah-langkah umum yang harus ditempuh agar ketuntasan belajar tercapai:

(32)

2. Memberikan tes diagnosa untuk memeriksa kemajuan belajar siswa setelah disampaikan satuan pelajaran tersebut sehingga dapat diketahui siswa yang telah memenuhi kriteria dan yang belum.

3. Siswa yang telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan diperkenankan menempuh pengajaran berikutnya, sedangkan bagi yang belum diberikan kegiatan korektif.

4. Melakukan pemeriksaan akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah tercapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, standar ketuntasan untuk pelajaran matematika yang ditetapkan oleh sekolah adalah 60% siswa telah mencapai ketuntasan dengan ketuntasan individu yang harus dicapai siswa sebesar 65. Berdasarkan standar yang telah ditetapkan tersebut, maka peneliti menetapkan standar ketuntasan yang harus siswa peroleh adalah 65 untuk standar ketuntasan individual dan 60% untuk standar ketuntasan klasikal dalam kelas. Penguasaan materi pelajaran dapat dilihat dari nilai hasil belajar yang diperoleh siswa. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari 65 dinyatakan belum tuntas, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 65 dinyatakan telah tuntas belajar.

Menurut Setyaningsih, ketuntasan belajar secara klasikal dapat dihitung dengan rumus:12

% 100

% x

Siswa Seluruh Jumlah

Belajar Tuntas

Yang Siswa Jumlah

=

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan ketuntasan belajar matematika adalah ketuntasan belajar diukur dari hasil belajar yang dicapai setelah pembelajaran berlangsung secara efektif, keberhasilan suatu pengajaran dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung.

12

(33)

5. Kerangka Dasar Strategi Belajar Peta Konsep

Ausubel merekomendasikan penggunaan pengorganisasian awal (advance organizer) sebagai suatu alat pengajaran untuk mengkaitkan bahan-bahan pelajaran baru dengan pengetahuan awal.13 Pengetahuan awal menurut Ausubel, adalah menggaris bawahi ide-ide utama dalam suatu situasi pembelajaran yang baru dan mengaitkan ide-ide baru tersebut dengan pengetahuan yang telah ada dalam pembelajar. Ausubel juga mengungkapkan bahwa apa yang disebut belajar bermakna merupakan suatu proses yang mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Maksudnya untuk memahami suatu konsep atau materi yang baru pada diri siswa harus dikaitkan dengan konsep atau materi yang sudah ada atau pada diri siswa, sehingga siswa menjadi mengerti.

Strategi belajar peta konsep diartikan suatu strategi pembelajaran yang pada prinsipnya siswa dapat menyerap, mencerna, dan mengingat bahan pelajaran dengan baik. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antar konsep-konsep. Hal ini pula yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep dan dengan demikian hanya memperlihatkan gambar satu dimensi saja.

Ratna Willis menyatakan bahwa peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan yang bermakna antara konsep-konsep itu.14 Lebih lanjut Trianto menyebutkan bahwa para guru yang telah menggunakan peta konsep dalam pembelajaran, menemukan bahwa peta konsep memberi mereka basis logis untuk

13

Trianto, Mendesain Model..., h. 157.

14

(34)

memutuskan ide-ide utama apa yang akan dimasukkan atau dihapus dari rencana-rencana dan pengajaran sains mereka.15

Peta konsep membantu guru memahami macam-macam konsep yang ditanamkan di topik lebih besar yang diajarkan. Pemahaman ini akan memperbaiki perencanaan dan instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat membantu menghindari miskonsepsi yang dibentuk siswa. Tanpa peta konsep guru memilih untuk mengajar apa yang diingat atau disukai.

Pemetaan atau mapping adalah pendiagraman ide-ide utama dan hubungan antara ide-ide utama itu. Dalam pembuatan jaringan dan pemetaan, siswa mengidentifikasi ide-ide pokok dan kemudian membuat diagram yang menghubungkan diantara mereka. Dengan kata lain pembuatan pemetaan dapat sebagai alat bantu belajar.

Hisyam,dkk juga mengungkapkan bahwa strategi peta konsep cocok untuk menggantikan ringkasan yang bersifat naratif atau tulisan naratif yang panjang.16 Peta konsep berbentuk metrik yang terdiri dari baris-baris dan kolom-kolom kosong atau satu kolom yang telah diisi. Strategi ini dapat mengevaluasi kekuatan daya ingat peserta didik akan materi pelajaran yang penting dan hubungan antar materi serta menilai kecakapan peserta didik mengorganisir informasi ke dalam kategori-kategori tertentu.

a. Peta Konsep

Dzamarah dan Zain yang dikutip oleh Trianto, mendefinisikan konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya.17 Syaiful Sagala menjelaskan bahwa konsep merupakan buah pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi

15

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,(Surabaya: Prestasi Pustaka,2007), h. 157.

16

Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 170.

17

(35)

sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsup, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan bersifat abstrak.18

Dalam proses belajar mengajar, Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa supaya belajar bermakna dapat berlangsung. Sehubungan dengan itu, menurut Novak yang dikutip Pitadjeng dan Wahyuningsih, keadaan ini dapat diatasi dengan peta konsep.19 Dahar dalam Zulfiani,dkk memberikan batasan pengertian tentang peta konsep sebagai suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagan dari suatu bidang studi.20 Ini merupakan ciri peta konsep yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposional antara konsep-konsep. Sehingga dapat dikatakan bahwa peta konsep merupakan suatu alat yang disusun secara skematik untuk mewakili himpunan konsep-konsep bermakna, dituangkan dalam suatu kerangka proposisi-proposisi. Konsep-konsep bermakna yang dijabarkan dalam suatu proposisi-proposisi itu akan memudahkan para peserta didik dalam memahaminya.

Jadi dengan kata lain peta konsep memperlihatkan hierarki dari konsep-konsep. Yang perlu diketahui bahwa konsep-konsep itu tidak memiliki bobot yang sama. Konsep yang lebih umum atau lebih inklusif diletakkan diatas, sedangkan konsep yang kurang inklusif diletakkan dibagian puncaknya. Dengan demikian akan terbentuk skema, dimana skema ini menggunakan urutan dari yang umum ke yang rinci, seperti teori yang dikemukakan oleh Ausubel.

Teori Ausubel memandang bahwa proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri siswa dengan cara mengaitkannya dengan (assimilation it to) struktur kognitif yang sudah ada (schema). Hasil belajar dipandang sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, yang

18

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 71.

19

Pitadjeng dan Wahyuningsih, Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran untuk Memahami Konsep-Konsep Penting Matematika di SD, dalam Laporan Penelitian, (Jakarta: PDII LIPI, 2003), h. 3.

20

(36)

mengintegrasikan pengetahuan yang lama dan yang baru. Struktur yang baru ini nantinya akan menjadi assilative schema pada proses belajar berikutnya.

Peta konsep adalah suatu konsep yang disajikan berupa kaitan-kaitan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Konsep konsep tersebut dikait-kaitkan dengan kata-kata tertentu sehingga mengandung pengertian yang bermakna. Misalnya konsep fungsi (pemetaan) adalah relasi khusus. Konsep relasi dan tepat satu, proposisinya yaitu merupakan, kaitannya menjadi fungsi(pemetaan) dari himpunan A ke himpunan B merupakan relasi khusus yang memasangkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B.

Sedangkan menurut Martinis Yamin, ”peta konsep yang dikembangkan oleh seseorang akan tidak sama dengan peta konsep yang dikembangkan oleh orang lain, sebab dalam fikiran seseorang akan banyak konsep-konsep, dan konsep-konsep itu yang akan kita tuangkan secara individu”.21

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peta konsep adalah menyatakan hubungan-hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua kata atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Peta konsep yang kita buat terdiri dari satu kata yang dapat dihubungkan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk proposisi.

Ciri-ciri peta konsep antara lain sebagai berikut:

1. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau proposisi-proposisi suatu bidang studi agar lebih jelas dan bermakna.

2. Peta konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi dari suatu bidang studi, atau bagian dari bidang studi yang memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Di samping itu juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari cara belajar bentuk lain dengan tidak memperlihatkan hubungan-hubungan konsep-konsep. Peta konsep memperlihatkan hubungan-hubungan konsep antara satu dengan lainnya.

21

(37)

3. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antara satu dengan lainnya, ia dapat berbentuk aliran air, cabang pohon, urutan-urutan kronologis, dan lain sebagainya.

4. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat beberapa konsep, maka konsep itu akan lebih terurai secara jelas sehingga apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan timbul, seperti; fungsi, bentuk, contoh, tempat dan sebagainya.

Adapun tujuan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep antara lain sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan menggambarkan kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal.

2. Mengembangkan kemampuan mensintesis dan mengintegrasikan informasi atau ide menjadi satu.

3. Mengembangkan kemampuan berpikir secara holistik untuk melihat keseluruhan dan bagian-bagian.

4. Mengembangkan kecakapan, strategi , dan kebiasaan belajar. 5. Belajar konsep-konsep dan teori-teori.

6. Belajar memahami perspektif dan dalam suatu konsep. 7. Mengembangkan suatu keterbukaan terhadap ide baru.

8. Mengembangkan suatu kapasitas untuk memikirkan kemandirian.

b. Kelebihan Pembelajaran Peta Konsep

Pemetaan konsep dapat membantu mengembangkan beberapa potensi (kekuatan) pada diri siswa yaitu :

1. Kekuatan untuk mengekskresikan gagasan-gagasan. 2. Kekuatan untuk menanggapi.

3. Kekuatan untuk berinteraksi. 4. Kekuatan untuk belajar.

(38)

Menurut Ratna Wilis, dalam pendidikan peta konsep dapat diterapkan dalam berbagai tujuan, antara lain sebaga berikut:22

1. Menyelidiki apa yang telah diketahui oleh siswa. 2. Menyelidiki cara belajar siswa.

3. Mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa. 4. Sebagai alat evaluasi.

Adapun para meter untuk menilai peta konsep adalah sebagai berikut : a. Banyaknya konsep yang relevan yang dikembangkan oleh pembelajar. b. Banyaknya proposisi yang benar.

c. Banyaknya cabang.

d. Banyaknya contoh konsep spesifik.

Siswa dikatakan telah paham benar dengan konsep apabila mampu mengaitkan konsep-konsep yang telah dipelajari. Karena peta konsep menggambarkan bagaimana konsep-konsep saling berhubungan dan berkaitan.

Peta konsep merupakan cara untuk mengulang dan membuat catatan. Sebuah peta yang mencatat poin-poin utama dengan cara yang sama dengan otak menyimpan informasi, seperti cabang dan dahan pohon.

c. Peta Konsep Pohon Jaringan (Network Tree)

Menurut Nur yang dikutip oleh Trianto23, peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map). Salah satu jenis peta konsep yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan adalah peta konsep jenis pohon jaringan (network tree). Dalam peta konsep pohon jaringan, ide-ide pokok dapat dibuat dalam persegi empat, oval, lingkaran atau bentuk lain. Sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung merupakan hubungan antara konsep-konsep.

22

Ratna Wilis, Teori-Teori…, h. 129.

23

(39)

Pada peta konsep pohon jaringan (network tree) dibutuhkan poin dan penghubung. Poin mewakili konsep dan penghubung mewakili hubungan antar konsep-konsep dan beberapa penghubung diberi label atau tanda berupa kata penghubung seperti merupakan, dengan, diperoleh dan lain-lain.

Peta konsep pohon jaringan (network tree) dapat membantu siswa untuk menyusun ide-ide sehingga dapat meningkatkan kebermaknaan dengan mengidentifikasi konsep utama dan keterkaitan antar konsep sehingga membentuk proposisi yang dihubungkan dengan garis yang diberi label sehingga memiliki suatu arti.

Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis itu.

Peta konsep pohon jaringan (network tree) cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Suatu hirarki.

2. Menunjukkan informasi sebab akibat. 3. Prosedur yang bercabang.

4. Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.

6. Pembelajaran Matematika Yang Menggunakan Strategi Belajar Peta Konsep

Tujuan pembelajaran matematika di sekolah untuk kelas 5 sampai 9 menurut NCTM (2000) yang dikutip oleh Gelar adalah sebagai berikut:24 1) Meyakinkan siswa bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang

menarik dan bermakna, bukan suatu pelajaran yang membingungkan, abstrak, tidak masuk akal serta membosankan;

24

(40)

2) Pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kepekaan siswa terhadap daya matematika (power of mathematics);

3) Pembelajaran matematika dapat meningkatkan kepercayaan siswa akan kemampuannya dalam berpikir.

Seperti yang diketahui bahwa setiap siswa mempunyai latar belakang yang berbeda baik itu dari aspek kebudayaan, asal usulnya maupun pengalaman sehari-hari yang didapatnya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk memahami suatu konsep matematika. Untuk menjembatani perbedaan latar belakang yang mempengaruhi siswa dalam kemampuan pemahaman konsep matematikanya maka penyusunan peta konsep sangatlah diperlukan, seperti yang dikemukakan oleh Hudojo, dkk yang dikutip oleh Yunia bahwa penyusunan peta konsep menyeluruh untuk matematika sekolah dari SD, SMP dan SMA berfungsi antara lain:25

1. Memberikan gambaran tentang kedalaman dan keluasan suatu konsep yang perlu diajarkan kepada siswa.

2. Dapat dipergunakan untuk menyiapkan urutan konsep-konsep dan pengorganisasian pembelajaran menjadi sistematik.

Pembelajaran dengan peta konsep dapat dilakukan di awal sebelum pembelajaran dimulai, hal ini sebagai pengetahuan awal siswa atau di akhir setelah pembelajaran untuk menemukan alternatif jawaban.

Adapun cara untuk menyusun suatu peta konsep dalam matematika menurut Ernest dalam Yunia adalah sebagai berikut:26

1. Terlebih dahulu menentukan topiknya.

2. Membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk konsep tersebut. 3. Menyusun konsep-konsep tersebut menjadi sebuah bagan.

4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata sehingga terbentuk suatu proposisi.

5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat.

25

Yunia Mulyani Azia, “Penerapan Peta Konsep Segitiga Pada Siswa SMA”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, dari

http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=27, 22 Juni 2010, h. 2.

26

(41)
[image:41.595.114.505.172.728.2]

Berikut adalah skenario pembelajaran matematika dengan strategi belajar peta konsep.

Tabel 1

Langkah-langkah Kegiatan Belajar Mengajar Dengan Strategi Belajar Peta Konsep

No. Langkah Jenis Kegiatan Belajar Mengajar

1. Persiapan a. Menciptakan kondisi belajar siswa

2. Pelaksanaan

a. Pendahuluan

1. Guru mengulang materi yang telah dipelajari siswa pada pertemuan sebelumnya.

2. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi pada pertemuan sebelumnya yang dianggap masih membingungkan bagi siswa.

b. Isi

1. Siswa diberikan pertanyaan pendahuluan mengenai pengetahuan dasar siswa tentang topik yang akan diajarkan.

2. Guru melakukan proses pembelajaran dengan

menggunakan peta konsep yang dibuatnya.

3. Siswa ditugaskan membuat peta konsep dari materi yang telah dipelajari, sebagai bahan evaluasi dan menyelidiki apa yang telah diketahui oleh siswa.

4. Guru menampilkan peta konsepnya kembali sebagai bahan evaluasi apabila terdapat kekeliruan dalam penyusunan peta konsep yang dibuat oleh siswa, kemudian siswa diminta memberikan contoh aplikasi dari materi yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila terdapat materi yang dianggap belum jelas dari materi yang sudah diajarkan.

6. Penutup

Siswa mengerjakan lembar kerja yang terdiri dari latihan soal yang diberikan oleh guru. Pengerjaannya dapat secara individu maupun secara individu dengan diskusi kelompok.

3. Evaluasi

a. Pada akhir pelajaran, guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

b. Memberikan tugas atau latihan soal untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai bahan pelajaran yang telah diterimanya.

c. Guru menugaskan kepada siswa untuk mempelajari materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

(42)
[image:42.595.109.516.142.613.2]

Tabel 2

Perbedaan Pembelajaran Konvensional Dengan Strategi Belajar Peta Konsep No. Aspek Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Dengan Strategi

Belajar Peta Konsep Siswa duduk, mencatat,

dengar dan hafal.

Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

1. Aktivitas siswa.

Siswa tidak dituntut untuk menentukan konsep.

Siswa dituntut untuk menentukan konsep.

2. Sumber belajar.

Sumber informasi hanya guru.

Sumber informasi selain guru yaitu media, teman, dan sebagainya.

3. Metode belajar.

Metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah.

Pemanfaatan peta konsep dan diskusi kelompok dalam penyampaian materi pelajaran.

4. Kondisi kelas.

Suasana kelas

membosankan karena guru lebih aktif.

Suasana belajar menjadi lebih hidup karena siswa dilibatkan dalam pembelajaran.

5. Efisiensi waktu. Banyak waktu yang terbuang.

Penggunaan waktu seefektif mungkin.

Materi pembelajaran banyak dan berat.

Materi pembelajaran disederhanakan.

6. Materi yang

dipelajari.

Rangkuman materi yang telah dipelajari berbentuk catatan biasa.

Materi yang telah dipelajari siswa dalam bentuk kerangka dari konsep-konsep materi trsebut (peta konsep).

Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran secara konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan di dalam proses pembelajarannya siswa pasif dan lebih banyak menunggu sajian materi dari guru, dari pada mencari dan menemukan sendiri konsep dan pengetahuan yang mereka butuhkan. Proses pembelajarannya hanya sebatas dengar, catat dan hafal tanpa siswa.

Ruseffendi memandang strategi pembelajaran konvensional sama dengan pembelajaran tradisonal yaitu proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori. Siswa dalam kelas ini dianggap memiliki kemampuan pada prasyarat minimal, minat, kepentingan, kecakapan, dan kecepatan belajar yang diasumsikan relatif sama.27 Dalam pengajaran matematika konvensional ini, tugas dan peran guru secara esensial hanya

27

(43)

memindahkan atau menyalurkan pengetahuan dan memvalidasi jawaban siswa, sedangkan siswa diharapkan untuk belajar sendiri dalam keadaan kelas yang tenang dan sunyi.

Sedangkan dalam pembelajaran dengan strategi belajar peta konsep, siswa dilibatkan dalam proses pembelajaran dengan kata lain terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Pada proses pembelajaran siswa dituntut untuk menemukan konsep dan menghubungkan keterkaitan konsep-konsep yang dipelajarinya, rangkuman materi yang telah dipelajarinya dituangkan kedalam bentuk peta konsep sehingga siswa lebih mudah dalam belajarnya sehingga dapat disimpulkan bahwa peta konsep dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui pemahaman konseptual siswa.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Intan Amalia (2007) yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Metode Peta Konsep Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan BRSL (Bangun Ruang Sisi Lengkung), menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan meggunakan metode peta konsep lebih tinggi (μE= 62,6) dari pada

rata-rata hasil belajar matematika siswa yang tidak menggunakan metode peta konsep (μK= 51,6).

Penelitian Sukayasa, dkk, (1997) yang berjudul, ”Kontribusi Peta Konsep Terhadap Hasil Belajar Kalkulus I Mahasiswa Matematika FKIP Universitas Tadulako”, menunjukkan bahwa ada pengaruh (kontribusi) kemampuan membuat peta konsep suatu topik materi kalkulus I terhadap hasil belajar mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan topik tersebut. Dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sampel pembahasan: (a).Pertaksamaan rxy=0,739, (b).Fungsi Komposisi rxy=0,579, (c).Limit fungsi rxy=0,657, (d).Fungsi

(44)

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan ide atau konsep-konsep yang abstrak yang diberi simbol tertentu dan tersusun secara hierarki serta berpenalaran deduktif. Karena kehierarkiannya tersebut, maka dalam mempelajari matematika harus mengikuti aturan tertentu dan tidak terputus-putus serta berdasarkan pada pengalaman belajar sebelumnya. Dengan kata lain, penguasaan materi sebelumnya merupakan konsep prasyarat bagi materi atau konsep berikutnya, seperti salah satu pernyataan dalam teori Ausubel yaitu“ bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui oleh siswa (pengetahuan awal). Dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru dan siswa saling berinteraksi dalam pertukaran ilmu. Interaksi ini menetukan berhasil tidaknya belajar siswa. Dalam melakukan interaksi guru akan menggunakan suatu strategi yang mudah diterima dan mendapat respon yang baik dari siswa, juga dapat meningkatkan ketuntasan belajar matematika.

Pelajaran matematika terkesan dengan pelajaran yang sulit. Berbagai strategi dilakukan agar pembelajaran matematika dianggap mudah dan menyenangkan. Salah satu strategi yang digunakan adalah strategi belajar peta konsep. Pembelajaran sains pada mata pelajaran matematika umumnya dikaitkan dengan dua aspek sains yaitu sebagai bidang ilmu dan sebagai proses untuk mengetahui.

Guru matematika dituntut berfikir bagaimana cara meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan menerapkan strategi belajar peta konsep. Strategi belajar peta konsep diartikan suatu strategi pembelajaran yang pada prinsipnya siswa dapat menyerap, mencerna, dan mengingat bahan pelajaran dengan baik. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi.

(45)

konsep yang umum dan yang khusus yang dihubungkan dengan garis penghubung (tanda panah), dan setiap penghubung dibubuhi dengan kata penghubung yang relevan, peta konsep juga merupakan rangkuman dari konsep-konsep yang dipetakan (jaring-jaring konsep). Ketuntasan belajar diukur dari hasil yang dicapai setelah pembelajaran berlangsung secara efektif, keberhasilan suatu pengajaran dapat dilihat dari nilai yang didapat siswa setelah pembelajaran selesai.

Berdasarkan kerangka berpikir secara teoritis dan kutipan dari para ahli yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi peta konsep adalah suatu strategi yang digunakan guru dalam mengajar untuk memudahkan siswa dalam mengingat konsep-konsep yang diajarkan sehingga tidak terjadi kekeliruan konsep dalam belajar. Dimana konsep-konsep disusun secara hirarkis dengan membuat diagram konsep dimulai dari konsep yang umum ke yang khusus yang dihubungkan dengan garis penghubung. Dengan demikian peneliti memilih untuk menggunakan strategi belajar peta konsep sebagai pola yang digunakan dalam pembelajaran yang diduga dapat memiliki pengaruh positif terhadap ketuntasan belajar matematika siswa SMP.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

(46)

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 87 Jakarta yang beralamat di Jalan Ciputat Raya, Pondok Pinang, No.13, Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2010.

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Suharsimi Arikunto yang dikutip oleh Subana,dkk mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan subjek penelitian.1 Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 87 Jakarta semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, yakni kelas VII sebanyak enam kelas, kelas VIII sebanyak enam kelas, dan kelas IX sebanyak enam kelas. Sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 87 Jakarta yang terdaftar pada semester pertama tahun ajaran 2010/2011. Adapun jumlah siswa kelas VIII sebanyak 240 siswa yang terbagi ke dalam enam kelas. Penempatan siswa pada kelas VIII SMP Negeri 87 Jakarta dilakukan secara acak oleh pihak sekolah, tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Dengan demikian, diasumsikan bahwa setiap kelas pada kelas VIII merupakan kelas yang relatif homogen.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sudjana2 mengemukakan bahwa sampel adalah bagian terkecil dari suatu populasi yang mewakili secara representatif. Sampel ini diambil dari populasi terjangkau. Dari banyaknya kelas VIII yang ada di SMP Negeri 87

1

Subana,dkk., Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 24.

2

Sudjana,Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 6.

(47)

Jakarta diambil 2 kelas yang memiliki kondisi awal yang sama secara Cluster Random Sampling (pengambilan kelas secara acak), dengan unit samplingnya adalah kelas. Dari 2 kelas tesebut diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah dilakukan sampling terhadap enam kelas yang ada, diperoleh sampel yaitu kelas VIII-6 sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII-5 sebagai kelompok kontrol.

C. Metode Dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental). Metode eksperimen semu merupakan metode penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol semua variabel yang relevan, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Hadjar3.

Penelitian ini dilakukan terhadap kelompok-kelompok homogen, dengan membagi kelomp

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 Rancangan Penelitian
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang diperoleh, nilai WL yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 o C dan konsentrasi larutan 66 o Brix) yaitu 64.68

Langkah analisis yang dilakukan meliputi (i) penyusunan peta endemik kekeringan yang diperlukan sebagai dasar dalam penentuan wilayah prioritas pengelolaan risiko

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) Perencanaan pembelajaran dalam menanamkan nilai-nilai karakter kebangsaan ketika kegiatan pembelajaran dengan membuat

(1982:27- 29) yaitu: (1) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah “situasi yang wajar atau natural setting ” dan peneliti merupakan instrument kunci; (2) riset

yang diberikan pihak marketing dengan yang diharapkan oleh mata pelajaran di sekolah marketing dengan yang diharapkan oleh mata pelajaran di sekolah Perbandingan

[r]

yang salah satunya terkenal bermerk Mahkota PW. Produk unggulan pada waktu itu adalah batik motif Tirto Tejo. Sepeninggal pendirinya antara tahun 1993 sampai dengan tahun 2005

Tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah agar suatu penelitian dapat lebih terarah dan ada batasan-batasannya tentang obyek yang diteliti. Penelitian ini