• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Air dalam Mie Instant

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Air dalam Mie Instant"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM MIE INSTANT

TUGAS AKHIR

Oleh:

PRATIWI RUKMANA NST NIM 072410054

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Pujian atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhingga penulis ucapkan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis diberikan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Program D-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU, Judul yang dipilih adalah “Penetapan Kadar Air dalam Mie Instant”.

Tugas akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan, dorongan, dan kerja sama dari berbagai pihak, tidak lebih kiranya melalui tugas akhir ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Farmasi.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc, Apt., selaku dosen pembimbing pada penyelesaian Tugas Akhir ini yang telah memberikan panduan dan saran-saran untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Pantas Siahaan, selaku pembimbing lapangan dan QC proses Spv di PT. Indofood CBP Sukses Makmur yang selalu memberikan bimbingan dan arahan sehingga selesainya Tugas Akhir ini.

(4)

beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan ridho-Nya kepada kedua orang tua penulis. 5. Karyawan PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Ibu Etty, Ibu Lisna Elvi, Ibu

Isna, Ibu Ika, Bapak Ruskan, Bapak Fernando, Bapak Markam dan yang membantu penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Bang Alam yang telah banyak memberikan waktu dan perhatiannya kepada penulis, semoga ini merupakan awal yang indah.

7. Semua rekan-rekan Mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan Angkatan 2007 yang telah memberikan saran dan dukungan dalam menyelesaikan laporan. 8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Akhirnya atas bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih serta semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Mei 2010 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... III

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Air dalam Bahan Makanan ... 3

2.2 Air Dalam Mie Instant ... 6

2.3 Kerusakan mikroorganisme karena pemanasan ... 6

2.4 Penentuan Kadar Air ... 7

2.4.1 Penentuan Kadar Air cara pengeringan ... 8

2.4.2 Penentuan Kadar Air cara Destilasi ... 10

2.4.3 Metode Kimiawi ... 11

2.4.3.1 Cara Titrasi Karl Fischer (1935) ... 11

2.4.3.2 Cara Kalsium Karbid ... 12

2.4.3.3 Cara Asetil Khlorida ... 13

2.4.4 Metode Fisis ... 14

2.5 Penetapan Susut pengeringan ... 14

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1 Alat dan Bahan ... 15

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

5.1 Kesimpulan ... 19

5.2 Saran ... . 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20

LAMPIRAN 1 ... 21

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kadar air (moisture) adalah bagian/contoh yang hilang jika dipanaskan pada kondisi uji tertentu. Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (Anonim, 2003).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Di samping terdapat dalam bahan makanan secara alamiah, air terdapat bebas di alam dalam berbagai bentuk. Air bebas ini sangat penting juga dalam pertanian, pencucian dan sanitasi umum maupun pribadi, teknologi pangan dan sebagai air minum (Sudarmadji, 1989).

(8)

tumbuhnya mikroorganisme di dalam atau pada makanan, sehingga mie tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, mie tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan ini menggambarkan suatu penyia-nyiaan sumber gizi yang berharga.

1.2 Tujuan

Untuk penetapan kadar air dalam mie instant produk PT. Indofood.

1.3 Manfaat

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air dalam Bahan Makanan

Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah “air terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah “air terikat” ini dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno, 1989).

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe. Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw

(10)

seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 − 7%, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 − 25% dengan aw

Selain tipe-tipe air seperti disebutkan di atas, air dibedakan pula menjadi air ambisi dan air Kristal. Air ambisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk Kristal, seperti gula, garam, CuSO

(water activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Sudarmadji, 1986; Winarno, 1989).

4

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a

, dan lain-lain (Winarno, 1989).

w, yaitu jumlah air

(11)

baik, misalnya bakteri aw: 0,90; khamir aw: 0,80 − 0,90; kapang aw

Air murni mempunyai nilai a

: 0,60 − 0,70. (Winarno, 1989).

w = 1,0. Jenis mikroorganisme yang berbeda

membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan nilai aw tinggi

(0,91), khamir membutuhkan nilai aw

A

lebih rendah (0,87 − 0,91), kapang lebih rendah lagi (0.80 − 0.87) (Buckle, 1985).

w yang sama bergantung pada macam bahannya. Pada kadar air yang

tinggi belum tentu memberikan aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini

dikarenakan munkin bahan yang satu disusun oleh bahan-bahan yang mudah mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai aw

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (a

yang rendah (Sudarmadji, 1989).

w) berkaitan erat dengan

kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak

bakteri yang dapat tumbuh sementara jamur tidak menyukai aw

Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pembuatan susu kental pada prinsipnya

(12)

adalah mengurangi kadar air dengan cara dehidrasi. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang per satuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan (Winarno, 1989).

2.2 Air dalam Mie Instant

Persyaratan mutu SNI tentang mie instant meliputi keadaan (tekstur, aroma, rasa, warna normal/dapat diterima); benda asing tidak ada; kadar air (proses penggorengan maksimal 10,0% b/b, proses pengerigan maksimal 14,5 % b/b); kadar protein (mi dari terigu minimal 8,0%, mi dari bukan terigu minimal 4,0% b/b) bilangan asam maksimal 2 mg KOH/g minyak (SNI, 2000). Sedangkan menurut Quality Control di PT. Indofood kadar air maksimal dalam mie instant adalah 3,5%.

2.3 Kerusakan Mikroorganisme Karena Pemanasan

(13)

organisme-organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) dan menyebabkan sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya rusak, maka perlakuan panas pada yang makanan untuk mencapai sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai tingkat yang dibutuhkan (Buckle, 1985).

Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat dan Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Syamsir, 2008).

2.4 Penentuan kadar Air

Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 − 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan di dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan.

(14)

dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut. Untuk bahan pangan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi (Winarno, 1984).

Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Sudarmadji, 1989; Winarno, 1984).

Menurut Sudarmadji (1989), kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain: metode pengeringan, metode destilasi, metode kimia, metode fisis dan lain-lain.

2.4.1 Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan

(15)

berat konstan yang berarti semua air sudah diuapakan. Cara ini relatif mudah dan murah (Sudarmadji, 1989).

Kelemahan cara ini adalah:

− Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama

dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.

− Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat

mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.

− Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan dipeoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji, 1989).

(16)

yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 1989).

2.4.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xilem, benzen, tetrakhlorethilen dan xilol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75 – 100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2 – 5 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung strak dean dan sterling bidwell atau modifikasinya (Sudarmadji, 1989).

(17)

mengandung gula dan protein yang tinggi sering ditambahkan serbuk asbes ke dalam bahan. Hal ini untuk mencegah terjadinya superheating yang dapat menimbulkan dekomposisi bahan tersebut. Untuk memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan untuk memperlancar terjadinya destilasi dapat ditambahkan tanah diatomen pada bahan yang telah ditumbuk halus sebelum destilasi (Sudarmadji, 1989).

2.4.3 Metode Kimiawi

Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain:

2.4.3.1 Cara Titrasi Karl Fischer (1935)

Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau (Sudarmadji, 1989).

(18)

C6H5N. I2 + C6H5N. SO2 + C6H5N + H2O → 2(C6H5N. HI) + C6H5N. SO

C

3

6H5N. SO3 + CH3OH → C6H5N (H)SO4CH

I

3

2 dengan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau.

Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari

pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, 1989).

2.4.3.2 Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat tepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara:

− Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini

selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.

− Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan

(19)

− Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan

dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.

− Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga

dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.

Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut: CaC2 + H2O → CaO + C2H

Tiap 1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume 1 grol gas asetilin dianggap sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Cara tersebut telah berhasil untuk menentukkan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10 menit (Sudarmadji, 1989).

2

2.4.3.3 Cara Asetil khlorida

Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil klorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil klorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin (Sudarmadji, 1989).

(20)

Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, 1989).

2.4.4 Metoda Fisis

Menurut Sudarmadji (1989), ada beberapa cara penentuan kadar air cara fisis ini antara lain:

− Berdasarkan tetapan dielektrikum

− Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistansi

− Berdasarkan resonansi nuklir magnetik

2.5 Penetapan Susut Pengeringan

(21)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: cawan/botol timbang, oven listrik suhu 105 ± 2o C, neraca analitik pembacaan sampai 0,1 mg, desikator, dan penjepit. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah: mie instant (indomie, supermie, sakura, dan sarimie).

3.2 Prosedur Kerja

Prosedur yang digunakan sesuai dengan prosedur yang diuraikan di laboratorium PT. Indofood.

− Keringkan cawan/botol timbang beserta tutupnya dalam oven 105 ± 2o

− Timbang sampai 2,5 gram contoh yang telah disiapkan kedalam botol

timbang

C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator kemudian timbang sampai ketelitian 0,1 mg

− Keringkan dalam oven 105 ± 2o

− Dinginkan dalam desikator selama 30-45 menit (botol timbang dalam

keadaan tertutup)

C selama 3 jam (botol timbang dalam keadaan terbuka)

(22)

Rumus perhitungan:

Kadar air ( % ) =

0 1

2 1

W W

W W

× 100 %

Dimana:

W = Berat cuplikan contoh

(23)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari beberapa produk di PT. Indofood dilakukan pemeriksaan kadar air, dengan mengambil sebagian produk mie instant yaitu indomie, supermie, sakura, dan sarimie. Hasil dari pemeriksaan penetapan kadar air dalam mie instant di laboratorium QC di PT. Indofood dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Hasil penetapan kadar air dalam beberapa produk mie instant

Nama

Dari tabel di atas dapat dilihat hasil dari penetapan kadar air dalam mie instant, yaitu kadar air dalam mie instant tidak lebih dari 3,5%, hasil sesuai dengan persyaratan SNI. Kadar air diurut dari yang paling rendah ke yang paling tinggi yaitu sakura 0,21, indomie 0,69, supermie 0,75, dan sarimie 1,07. Kadar air tertinggi yaitu sarimie 1,07 dan yang terendah yaitu sakura 0,21.

(24)

pada mie tersebut kurang baik. Apabila kadar air tidak memenuhi persyaratan maka mie tersebut akan cepat rusak karena tumbuhnya mikoorganisme. Sehingga waktu penyimpanannya relatif singkat.

Menurut Buckle (1985), kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara komersial yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk membinasakan semua mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung organisme-organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) yang tidak mampu tumbuh dan merusak produk dalam kondisi penyimpanan normal. Di bawah kondisi penyimpanan yang berbeda pertumbuhan organisme dan kerusakan produk dapat terjadi.

(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa penetapan kadar air pada mie yang dilakukan penulis di PT. Indofood CBP Sukses Makmur dengan sampel: indomie, supermie, sakura, dan sarimie. Semua mie instant tersebut kadar airnya memenuhi standard tidak lebih dari 3,5 % yaitu:

− Kadar air indomie yang diperoleh memenuhi syarat,yaitu 0.69%

− Kadar air supermi yang diperoleh memenuhi syarat,yaitu 0,75%

− Kadar air sakura yang diperoleh memenuhi syarat,yaitu 0,21%

− Kadar air sarimi yang diperoleh memenuhi syarat,yaitu 1,07 %

5.2 Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2003). Laporan Praktikum Penentuan Kadar Air.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M. (1985). Ilmu Pangan. Jakarta: UI – Press. Hal. 23, 132, 144, 155-156.

Christian, J.H.B. (1980). Microbial Ecology of Foods. Editor: J.H. Silliker, R.P. Elliot, A.C. Baird − Parker, F.L. Brian, J.H.B. Christian, D.S. Clark, J.C. Olson Jr., and T.A. Roberts. New York: Academic Press. Hal 79 – 90.

Dirjen POM. (1995). Farkamope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1044.

Sudarmadji., S. Bambang, H., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal. 63-70.

SNI. (2000). Diakses tanggal 1 mei 2010.

Syamsir, E. (2008). Prinsip Pengeringan (Dehidrasi) Pangan.

(27)

Lampiran 1

Contoh perhitungan

(28)

Lampiran 2

Gambar

Tabel 1. Hasil penetapan kadar air dalam beberapa produk mie instant

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur

Kadar bahan organik menggunakan metode pembakaran dengan tanur (Aristiani, 2010) sebagai berikut: (1) Mengeringkan cawan dalam oven dengan suhu 105˚ C selama 1 jam

Crucible porcelain dicuci bersih dengan air, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 0 C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit

Kadar bahan organik menggunakan metode pembakaran dengan tanur (Aristiani, 2010) sebagai berikut: (1) Mengeringkan cawan dalam oven dengan suhu 105˚ C selama 1 jam

- Dimasukkan kedalam oven labu destilasi pada suhu 105 ºc selama 3 jam. - Dimasukkan kedalam desikator, tunggu selama

Seluruh sampel tanaman kubis dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 70 o C selama ±24 jam hingga beratnya konstan untuk menghasilkan berat kering dari tanaman

Gambar 2.b Berat sampel setelah pengabuan 3.2 Kadar air Penentuan kadar air sangat penting dilakukan Kadar air ditentukan menggunakan metode oven yang menggunakan prinsip perhitungan

Cawan porselen berisi filtrat serbuk sampel dipanaskan didalam oven pada suhu 105° kemudian ditimbang hingga mencapai berat konstan, lalu kadar sari larut etanol dihitung Kadar sari