ANALISA LENDUTAN PROFIL BAJA NON PRISMATIS
PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
OLEH :
CITRA UTAMI
060404101
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA
ANALISA LENDUTAN PROFIL BAJA NON PRISMATIS
PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
Disusun Oleh :
CITRA UTAMI
06 0404 101
Dosen Pembimbing :
Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004
Diketahui :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA LENDUTAN PROFIL BAJA NON PRISMATIS
PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
Disusun Oleh :
CITRA UTAMI
06 0404 101
Dosen Pembimbing :
Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA
Penguji IIr. Sanci Barus, MT NIP :195209011981121001
Penguji II
Ir. Daniel R Teruna, MT NIP : 195907071987101001
Penguji III
ABSTRAK
Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk
mendesain suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika
dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan bangunan.
Salah satunya adalah dengan menggunakan baja dalam perencanaan konstruksi.
Penggunana baja prismatis dalam konstruksi telah sering dijumpai, namun pada
kondisi-kondisi tertentu penggunaan profil baja non prismatis lebih disukai
penggunaannya.
Perencanaan secara plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap
menguntungkan untuk mendesain suatu struktur dibandingkan dengan desain secara
elastis, karena selain menggunakan persamaan matematis yang lebih mudah, metode
plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada material
lebih ekonomis.
Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa lendutan plastis profil IWF non
prismatis lebih besar bila dibandingkan dengan lendutan plastis profil IWF prismatis
pada volume yang sama. Lendutan plastis profil IWF non prismatis beban terpusat
adalah 0,19833 cm sedangkan lendutan plastis profil IWF prismatis adalah 0,29589
cm. Dan Lendutan plastis profil IWF non prismati beban terbagi rata adalah 0,14324
cm sedangkan lendutan plastis profil IWF prismatis adalah 0,2455 cm.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara, dengan judul “Analisa Lendutan Profil Baja Non Prismatis Perletakan
Sendi-Rol Dengan Metode Plastis .”
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa
pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir.Besman Surbakti selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan
dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada
saya.
6. Buat keluargaku, terutama kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Asrizal dan
ibunda Yenni yang telah memberikan motivasi,semangat dan nasehat kepada
saya, adik-adikku Thariq Tarzi, Tri Wita Sari dan Wina Asrini, kakakku Astri
Yayanti dan abangku Zefrizal yang telah banyak membantu saya.
7. Buat Fahim Ahmad, yang banyak memberikan motivasi, nasehat dan membantu
saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Buat saudara/i seperjuangan Wynda, Didik, Diana, Any, Irin, Yovanka, Nurul,
Marni, dina, Tami, Alfi, Budi, Ucup, Rivan, rahmat, Radi, Hanif, Agung, Herry,
Ajir, Farqi, Hardiansyah, Haikal, Untung, Anton, Biondi, Helen, Alex, Subroto,
abang-abang dan kakak senior, bg Nova, bg Juri, bg budi, bg Afrizal, bg Baga
kak Nova, Kak Dian, kak Rhini, kak Vika, kak Emma, kak Dini, kak Tanti, kak
Henny, kak Wida, kak icha,adik-adik pondasi dan adik-adik 07,08,09 ,serta
teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan
seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
9. Buat mas subandi dan ibu kantin beton.
10. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata
sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan
saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR NOTASI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LATAR BELAKANG ... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 4
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN ... 4
1.4 PEMBATASAN MASALAH ... 4
1.5 METODOLOGI PENULISAN ... 5
BAB II STUDI PUSTAKA ... 11
2.1 PENGENALAN STRUKTUR BAJA ... 11
2.1.1 Bentuk Profil baja ... 14
2.2 HUBUNGAN TEGANGAN REGANGAN ... 15
2.3 HUBUNGAN MOMEN KELENGKUNGAN ... 20
2.4 ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS ... 26
2.4.1 Pengertian Sendi Plastis ... 26
2.4.2 Bentuk Sendi Plastis ... 29
2.4.3 Perhitungan Struktur berdasarkan kekuatan batas ... 30
2.4 METODE NUMERIK ... 33
BAB III ANALISA KELENGKUNGAN STRUKTUR ... 36
3.1.1 Perletakan Sendi-rol Pembebanan Terpusat ... 36
3.1.2 Perletakan Sendi-rol Pembebanan Terbagi rata ... 39
3.2 Analisa Kelengkungan Pada Gelagar Non Prismatis ... 42
3.2.1 Perletakan Sendi-rol Pembebanan Terpusat ... 42
3.2.2 Perletakan Sendi-rol Pembebanan Terbagi rata ... 46
BAB IV ANALISA LENDUTAN GELAGAR NON PRISMATIS ... 50
4.1 METODE ANALISA ... 50
4.1.1 Metode Integrasi ... 50
4.1.2 Metode Numerik ... 52
4.1.2.1 Struktur non prismatis perletakan sendi-rol ... 54
4.1.2.1 Struktur prismatis perletakan sendi-rol ... 83
BAB V APLIKASI ... 85
5.1 Perletakan Sendi-rol beban Terpusat ... 85
5.2 Perletakan Sendi-rol beban Terbagi rata ... 90
5.3 Hubungan lendutan dengan jarak x ... 94
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
6.1 Kesimpulan ... 97
6.2 Saran ... 97
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Daerah perubahan momen
Gambar 1.2 Distribusi tegangan pada profil IWF
Gambar 1.3 Perletakan sendi- rol prismatis beban terpusat
Gambar 1.4 Perletakan sendi-rol non prismatis beban terpusat
Gambar 1.5 Penampang non prismatis
Gambar 1.6 Perletakan sendi rol prismatis beban terbagi rata
Gambar 1.7 Perletakan sendi rol non prismatis beban terbagi rat
Gambar 1.8 Penampang non prismatis
Gambar 2.1a Bentuk profil baja (hot rolled shapes)
Gambar 2.1b Bentuk profil baja (Cold formed shapes)
Gambar 2.2 Hubungan antara tegangan regangan baja lunak
Gambar 2.3 Efek Bauschinger
Gambar 2.4 Hubungan plastis ideal
Gambar 2.5 Kelengkungan balok
Gambar 2.6 Distribusi tegangan pada penampang I
Gambar 2.7 Hubungan momen-kelengkungan penampang I
Gambar 2.8a Mekanisme keruntuhan balok
Gambar 2.8b Mekanisme keruntuhan balok
Gambar 2.8c Mekanisme keruntuhan balok
Gambar 2.8d Mekanisme keruntuhan balok
Gambar 2.9a Bentuk sendi plastis beban terpusat
Gambar 2.10 Grafik aproksimasi diferensiasi maju, mundur, dan tengah
Gambar 3.1 Perletakan sendi-rol beban terpusat
Gambar 3.2 Keadaan elastoplastis
Gambar 3.3 Keadaan plastis
Gambar 3.4 Perletakan sendi-rol beban terbagi rata
Gambar 3.5 Perletakan sendi-rol beban terpusat
Gambar 3.6 Penampang profil I
Gambar 3.7 Penampang non prismatis
Gambar 3.8 Keadaan elastoplastis
Gambar 3.9 Keadaan plastis
Gambar 3.10 Perletakan sendi-rol beban terbagi rata
Gambar 4.1 Penampang profil I pada jarak x
Gambar 4.2 distribusi tegangan keadaan elastoplastis
Gambar 4.3 kurva f (x)
Gambar 4.4 Kurva lendutan perletakan sendi- rol
Gambar 4.5 Profil I
Gambar 5.1 Perletakan sendi rol non prismatis beban terpusat
Gambar 5.2 (a) Potongan 1-1 profil I, (b) Potongan 2-2 profil I
Gambar 5.3 Profil IWF 400x300
DAFTAR NOTASI
q beban merata
L panjang bentang
Lp panjang plastis pada balok
P beban terpusat
n Jumlah sendi plastis untuk runtuh
r derajat statis tak tentu
y tinggi serat
α faktor daerah elastis pada penampang
φ sudut kelengkungan balok
M momen lentur
RA reaksi di titik A
RB reaksi di titik B
ε regangan (strain)
εy regangan (strain) pada keadaan leleh
εs regangan (strain) pada keadaan strain hardening
lo panjang awal
k Kelengkungan
ky Kelengkungan pada keadaan leleh
E modulus elastis baja
Es modulus elastis baja pada keadaan strain hardening
σ tegangan normal
σy tegangan leleh
σyu tegangan leleh atas
FK faktor keamanan
Mp momen plastis
My momen leleh
Mx momen pada saat elastis sejauh x
f faktor bentuk (shape factor)
S section modulus
Z plastic modulus
x jarak bentang sejauh x satuan
D tinggi profil
d tinggi profil
Dx tinggi profil pada jarak x
b lebar profil
t tebal badan
T tebal flens
I momen inertia
Ix momen inersia pada jarak x
Δp lendutan plastis
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hubungan persentase karbon (C) terhadap tegangan
Tabel 5.1 Hubungan jarak dengan lendutan plastis perletakan sendi- rol
non prismatis beban terpusat dan terbagi rata
ABSTRAK
Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk
mendesain suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika
dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan bangunan.
Salah satunya adalah dengan menggunakan baja dalam perencanaan konstruksi.
Penggunana baja prismatis dalam konstruksi telah sering dijumpai, namun pada
kondisi-kondisi tertentu penggunaan profil baja non prismatis lebih disukai
penggunaannya.
Perencanaan secara plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap
menguntungkan untuk mendesain suatu struktur dibandingkan dengan desain secara
elastis, karena selain menggunakan persamaan matematis yang lebih mudah, metode
plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada material
lebih ekonomis.
Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa lendutan plastis profil IWF non
prismatis lebih besar bila dibandingkan dengan lendutan plastis profil IWF prismatis
pada volume yang sama. Lendutan plastis profil IWF non prismatis beban terpusat
adalah 0,19833 cm sedangkan lendutan plastis profil IWF prismatis adalah 0,29589
cm. Dan Lendutan plastis profil IWF non prismati beban terbagi rata adalah 0,14324
cm sedangkan lendutan plastis profil IWF prismatis adalah 0,2455 cm.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penggunaan batang prismatis pada gelagar baja telah sering dijumpai
pada konstruksi-kon1wstruksi yang menggunakan baja sebagai komponen
strukturnya, tetapi sekarang ini pada kondisi-kondisi tertentu batang non
prismatis lebih disukai penggunaanya daripada batang prismatis. Banyak
sekali keuntungan-keuntungan penting yang terdapat dalam penerapan
penggunaan batang non prismatis. Perubahan penebalan pada batang non
prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya.
Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh pada
besarnya momen-momen dan gaya-gaya geser di titik tersebut. Perbedaan
besar momen-momen dan inersia di setiap titik pada penampang gelagar baja
non prismatis ini mempengaruhi lendutan yang akan terjadi pada konstruksi
tersebut. Selain itu suatu keuntungan yang tidak kalah penting, dari segi
konstruksinya balok non-prismatis memiliki nilai keindahan (estetika).
Salah satu kriteria kenyamanan adalah lendutan. Selain direncanakan
untuk menahan beban yang bekerja padanya, suatu struktur juga harus
menghasilkan defleksi (lendutan) yang berada dalam batas-batas tertentu agar
struktur tersebut dapat memberikan pelayanan yang aman. Lendutan ini tidak
boleh terlalu besar sampai melebihi peraturan atau spesifikasi defleksi.
Dalam menghitung lendutan digunakan integral dari persamaan
EI M dx
y d R 2
2
1
Untungnya, telah terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan
persamaan ini baik secara elastis maupun plastis. Metode-metode
penyelesaian tersebut biasanya hanya berbeda dalam menyatakan
kelengkungan dan syarat batasnya saja.
Metode plastis merupakan metode desain struktur yang
memperhitungkan keruntuhan suatu struktur dikarenakan terjadinya sejumlah
sendi plastis. Lendutan pada kondisi plastis akan terus bertambah tanpa
memerlukan penambahan beban lagi. Keadaan ini menunjukkan bahwa
struktur telah mencapai makanisme runtuhnya. Semakin besar penambahan
beban yang dilakukan secara bertahap maka daerah serat dari penampang
akan mengalami tegangan leleh yang semakin besar pula. Hingga pada suatu
beban plastis, maka seluruh serat akan mengalami leleh, yang akibatnya
konstruksi akan runtuh. Metode ini berdasar prinsip kerja virtual yaitu kerja
Keterangan gambar di atas, yaitu :
a. Titik 1 = Momen Elastis Leleh
b.Titik 2 = Momen Leleh
c. Titik 3 = Momen elastoplastis
d.Titik 4 = Momen Plastis Penuh
Gambar 1.2 Distribusi tegangan pada profil IWF
Keterangan gambar 1.2 di atas, yaitu :
1.2.a Daerah 1 disebut daerah elastis
1.2.b dan 1.2.c Daerah 2-3 disebut Daerah Elasto-Plastis
1.2.d Daerah 4 disebut derah momen plastis penuh
Dimana :
M1 = Momen Elastis
My = Momen Yield (Leleh)
My’= Momen peralihan (ElastoPlastis)
Mp = Momen Plastis
Desain plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap
menguntungkan untuk mendesain suatu struktur statis tak tentu dibandingkan
matematis yang lebih mudah, metode plastis juga dapat meramalkan beban
runtuh sehingga pendimensian pada material lebih ekonomis.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perbedaan kekakuan disetiap titik pada batang non prismatis
memberikan pengaruh terhadap momen inersia dan lendutan yang terjadi. Hal
ini berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan dan segi ekonomisnya.
Hal ini dibandingkan dengan batang prismatis yang lebih sering digunakan.
Sehingga penulis merasa analisis lendutan pada gelagar baja non prismatic
dianggap penting untuk di bahas dalam tugas akhir ini.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui persamaan lendutan plastis profil IWF non prismatis yang
terjadi pada perletakan sendi-rol beban terpusat simetris dan beban terbagi
rata.
1.4 PEMBATASAN MASALAH
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah
penyelesaian adalah :
a. Perencanaan suatu gelagar statis tertentu dengan menggunakan profil baja
IWF (Wide Flange), dimana untuk profil IWF, D > b.
d. Metode penyelesaian persamaan menggunakan metode numerik.
e. Tegangan geser, gaya normal dan regangan tidak ditinjau.
f. Pengaruh komposisi bahan, temperature, kecepatan regang bahan dan
residual stress tidak ditinjau.
g. Penggunaan profil IWF diambil dari tabel profil konstruksi baja.
h. Aplikasi dalam perletakan sendi-rol dengan beban terpusat dan terbagi
rata.
1.5 METODOLOGI PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah kajian
literatur berdasarkan metode plastis untuk menghitung lendutan serta
masukan-masukan dari dosen pembimbing.
Dalam menghitung lendutan digunakan integral dari persamaan
kelengkungan yaitu :
EI M dx
y d R 2
2
1
Pada penampang prismatis, hanya nilai dari momen yang bervariasi
terhadap x disepanjang bentang gelagar (L) sedangkan nilai inersia dari
penampang adalah konstan. Namun pada penampang non prismatis nilai
momen dan inersia bervariasi terhadap x disepanjang bentang gelagar (L)
yaitu Mxdan EIx, sehingga persamaan kelengkungan tersebut pada
penampang non prismatis menjadi :
x x
EI M dx
y d
R 2 2
Nilai momen pada penampang non prismatis dijabarkan dengan rumus :
a. Balok yang dibebani oleh beban terpusat (P) , nilai momen di x adalah
:
l x M
Mx p
2 1
b. Balok yang dibebani oleh beban terbagi rata (q) yang terletak di
sepanjang bentang, nilai momen di x adalah :
1 422
l x M
Mx p
Misalnya perhitungan defleksi (lendutan) pada dua perletakan
sendi-rol :
1. Perletakan sendi-rol dengan beban terpusat
a. Pada penampang prismatis
Gambar 1.3 Perletakan sendi-rol prismatis beban terpusat
x dimulai dari titik terjadinya sendi plastis.
l x PL
factor load PL
M l
x M
Mx p p
1
2 1 4 1
4 1 ; 2
1
x xx x
d x L EI
P EI
x L P
dx dy
EI M dx
y d
prismatis penampang
inersia I
0 0 2 2
2 4
2 4
1
L x
dxEI P
y
24
b. Pada penampang non prismatis
Gambar 1.4 Perletakan sendi-rol non prismatis beban terpusat
3 3 2 2 1 2 12 1 12 1 2 2 4 1 2 1 4 1 4 1 ; 2 1 T D t b bD I D D D L x D x L P l x Pl Pl M l x M M x x x x p p x
xx x x x x x x x d T D t b bD x L E P y d T D t b bD x L E P dx dy EI M dx y d
3 30 3 3
2 2 2 12 1 2 4 2 12 1 12 1 2 4
2. Perletakan sendi-rol dengan beban terbagi rata
a. Pada penampang prismatis
Gambar 1.6 Perletakan sendi-rol prismatis beban terbagi rata
2 2
2 2 2 2 2 2 4 1 4 1 8 1 8 1 ; 4 1 x L q l x ql ql M l x M
Mx p p
EI M dx
y d
prismatis penampang
inersia I
x
2 2
xx x
x
d x L EI
q y
d x L EI
q
EI x L q
dx dy
2 2 0
2 2 0
2 2
4 8
4 8
4 8
1
b. Pada penampang non prismatis
Gambar 1.7 Perletakan sendi-rol non prismatis beban terbagi rata
3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 12 1 12 1 4 8 1 4 1 8 1 8 1 ; 4 1 T D t b bD I x L q l x ql ql M l x M M x x x p p x
xx x x x x x x x x x x x d T D t b bD x L E q y d T D t b bD x L E q d T D t b bD E x L q dx dy EI M dx y d
3 3 2 20 3 3
2 2
0 3 3
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 PENGENALAN STRUKTUR BAJA
Sebagaimana yang telah diketahui, bahan baja merupakan kreasi
manusia modern. Sebelum manusia menggunakan baja pada konstruksi utama
yang berkembang dengan pesat pada saat sekarang ini, besi cetak ( cast iron,
ditemukan di cina pada abad ke IV sebelum masehi) dan besi tempa (wrougt
iron) telah banyak digunakan pada banyak gedung dan jembatan sejak
pertengahan abad kedelapan belas sampai pertengahan abad kesembilan belas
. Penggunaan baja pertama kali adalah sebagai konstruksi utama jembatan
Eads di St. Louis, Missouri, yang dimulai pembangunannya pada tahun 1868
dan selesai pada tahun 1874. Kemudian pada tahun 1884 diikuti dengan
pembangunan gedung bertingkat sepuluh berstruktur baja, yaitu Home
Insurance Company Building di Chicago. Seabad setelah ditemukannya,
bahan baja telah banyak dikembangkan, baik dalam sifat materialnya maupun
dalam metode dan jenis penggunaannya. Perkembangan ini tidak
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk
semua masalah struktural. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan
kayu, mempunyai peran sendiri-sendiri, dan dalam banyak situasi dapat
merupakan alternative yang ekonomis.
Adapun beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksi antara
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran
struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup
menguntungkan bagi struktur-struktur jembatan yang panjang, gedung
yang tinggi atau juga bangunan-bangunan yang berada pada kondisi
tanah yang buruk.
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material
beton bertulang yeng terdiri dari berbagai macam bahan penyusun,
material baja jauh lebih seragam/homogeny serta mempunyai tingkat
keawetan yang jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan
secara semestinya.
3. Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan
asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja dapat
berperilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti hokum
hooke. Momen inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan
pasti sehingga memudahkan dalam melakukan proses analisa struktur.
4. Daktalitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima
tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar
sebelum terjadi keruntuhan.
5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi
adalah kemudahan penyambungan antar elemen yang satu dengan
lainnya menggunakan alat sambung las atau baut. Pembuatan baja
melalui proses gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk
pelaksanaan konstruksi baja juga menjadi keunggulan suatu material
baja.
Namun disamping keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh bahan
baja terdapat pula kekurangannya, terutama dari sisi pemeliharaan.
Konstruksi baja yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara
periodik harus dicat karena mudahnya bahan ini mengalami korosi
(kebanyakan baja, tidak semua jenis baja). Perlindungan terhadap bahaya
kebakaran juga harus menjadi perhatian yang serius, sebab material baja akan
mengalami penurunan kekuatan secara drastis akibat kenaikan temperature
yang cukup tinggi disamping itu baja juga merupakan konduktor panas yang
baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebar dengan
lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah tekuk yang
merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang. Baja tidak mudah
terbakar, tetapi harus anti api.
Baja yang dipergunakan untuk konstruksi ini adalah baja paduan
(alloy steel) terdiri atas 98 % besi, 1 % karbon, silicon, mangan, sulfur, phosphor, tembaga, chromium dan nikel. Karbon dan mangan adalah bahan
pokok untuk meningkatkan tegangan atau strength dari baja murni. Baja tidak
merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi mempunyai
daur ulang (recycled) dan komponen utamanya yaitu besi sangat banyak. Baja berdasarkan jumlah karbon yang dikandungnya dapat dibagi
menjadi empat kategori yaitu :
b. Mild carbon : Mengandung karbon kurang dari 0,15 % -
0,29 %
c. Medium carbon : Mengandung karbon 0,3 % - 0,59 %
d. High carbon : Mengandung karbon 0,6 % - 1,7 %
Penambahan persentase karbon akan meningkatkan tegangan ijin baja,
tetapi akan mengurangi daktilitas baja tersebut. Idealnya adalah kadar karbon
pada baja adalah tidak lebih dari 0,3 %.
2.1.1 Bentuk Profil Baja
Ada dua macam bentuk profil baja yang didasarkan pada
pembuatannya, yaitu :
a. Hot rolled shapes : profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja
yang panas, diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled
shapes ini mengandung tegangan residu. Jadi sebelum batang
dibebanipun sudah terdapat residual yang berasal dari pabrik.
Gambar :
b. Cold formed shapes : profil semacam ini dibentuk dari plat-plat
yang sudah jadi, menjadi profil baja dalam temperature atmosfer
(dalam keadaan dingin). Tebal plat yang dibentuk menjadi profil
[image:30.595.202.526.202.403.2]ini tebalnya kurang darti 3/16 inch.
Gambar :
Gambar 2.1b Bentuk profil baja (Cold formed shapes)
Sifat mekanis yang sangat penting pada baja dapat diperoleh dari uji
tarik, yaitu Modulus Elastisitas (E) yang merupakan perbandingan antara
tegangan dengan regangan. Uji ini melibatkan pembebanan tarik sampel baja
dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan
sehingga akan diperoleh tegangan dan regangan.
2.2 HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN
Ada hubungan umum antara tegangan dan regangan untuk material
elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert Hooke (1635-1703) dan
dikenal sebagai hukum Hooke. Dalam hukum Hooke dijelaskan hubungan
keadaan yang terjadi pada batang baja lunak yang ditarik gaya aksial tertentu
pada kondisi temperatur ruang. Dari hubungan ini diperoleh bahwa nilai
regangan yang terjadi berbanding lurus dengan tegangan atau beban aksial
yang diberikan pada batang tersebut. Kondisi ini yang kemudian disebut
sebagai kondisi elastis. Biasanya, regangan (strain) yang menyatakan
besarnya perubahan panjang, dilambangkan oleh ε dan tegangan (stress) yang
dilambangkan oleh σ, yang menyatakan gaya per luas satuan yang bekerja
pada penampang tersebut.
Dimana ;
lo = panjang awal
l = panjang batang setelah mendapat beban
Hubungan antara tegangan dan regangan diperlihatkan pada gambar
2.2 berikut.
Titik-titik penting ini membagi gambar menjadi beberapa daerah
sebagai berikut:
1. Daerah pertama, yaitu OA, merupakan garis lurus, pada daerah ini
jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali kebentuk
semula, dan daerah ini dinyatakan daerah linier elastis.. Kemiringan
garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebut juga
modulus Young (E).
2. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik
leleh atas (upper yield point), σyu , dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’, tidaklah terlalu berarti sehingga
pengaruhnya sering diabaikan. Tegangan pada titik A disebut sebagai
tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0,0012.
3. Dalam daerah AB, dapat dilihat bahwa bila regangannya terus
bertambah hingga melampaui titik A’, ternyata tegangannya dapat
dikatakan tidak bertambah. Sifat dalam daerah AB inilah yang disebut
sebagai plastis. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan
mengalami sedikit kenaikan, tidaklah tertentu. Tetapi, sebagai
perkiraan dapat ditentukan terletak pada regangan 0,014 atau secara
praktis dapat ditetapkan sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh.
4. Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan.
Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Es. Di titik
M, yaitu pada regangan berkisar 20 % dari panjang bahan,
tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai
tegangan tarik ultimit (ultimate tensile strenght). Kemudian, pada titik C material putus.
Dari gambar 2.2, diperoleh besaran-besaran yang bergantung pada
komposisi baja, proses pembuatan baja tersebut (hot rolling process),
pengerjaan baja tersebut selanjutnya, serta temperatur saat percobaan. Tetapi
faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh besar terhadap nilai modulus Young
(E).
Dari hasil percobaan lentur yang dilakukan oleh Roderick dan
Heyman (1951) terhadap empat jenis baja yang memiliki kadar karbon
berbeda, diperoleh data-data seperti pada tabel 2.1 berikut.
%C σy (N/mm 2
) σya / σy εs / εy Es / Es
[image:33.595.179.529.474.623.2]0,28 340 1,33 9,2 0,037 0,49 386 1,28 3,7 0,058 0,74 448 1,19 1,9 0,07 0,89 525 1,04 1,5 0,098
Tabel 2.1 Hubungan persentase karbon (C) terhadap tegangan
Dari tabel tersebut, diperoleh hubungan antara tegangan leleh dan
mengakibatkan duktilitas dari baja tersebut berkurang. Duktilitas merupakan
perbandingan antara εs dengan εy , dimana εs adalah regangan strain
hardening dan εy regangan leleh.
Apabila suatu material logam mengalami keadaan tekan dan tarik
[image:34.595.207.489.243.461.2]secara berulang, diagram tegangan-regangannya dapat terbentuk seperti
gambar 2.3
Gambar 2.3 Efek Bauschinger
lintasan tekan dan tarik adalah sama. Hal ini menunjukkan suatu
keadaan yang disebut sebagai efek Bauschinger, yang diperkenalkan oleh J.
Bauschinger dalam makalahnya yang dipublikasikan tehun 1886.
Hubungan tegangan-regangan untuk keperluan analisis ini
diedealisasikan dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas, strain
hardening, dan efek Bauschinger, sehingga hubungan tersebut menjadi
seperti gambar 2.4. Keadaan ini sering dikatakan sebagai hubungan plastis
Gambar 2.4 Hubungan Plastis Ideal
2.3 HUBUNGAN MOMEN-KELENGKUNGAN
Suatu struktur akan berotasi secara tidak terbatas pada saat terjadi
sendi plastis. Momen menyebabkan terjadinya lenturan pada struktur.
Semakin besar momen yang terjadi, akan semakin besar pula lenturan yang
diakibatkannya. Sebelum gaya luar bekerja pada balok, maka balok masih
dalam keadaan lurus. Namun setelah gaya luar bekerja pada balok tersebut,
maka balok akan melentur. Biasanya diasumsikan bahwa material balok
bersifat homogen, dan balok hanya mengalami lentur murni, yaitu dengan
mengabaikan pengaruh gaya lintang dan gaya aksial yang bekerja pada balok
tersebut. Adapun perubaan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan
Gambar 2.5 Kelengkungan Balok
Titik A, B dan C akan tertekan, sedangkan titik A1, B1 dan C1 akan
meregang. Perpanjangan garis A1-A, B1-B, atau C1-C akan bertemu disuatu
titik, misalkan titik O. Kita mengasumsikan bahwa bidang rata akan tetap
rata, dan selalu tegak lurus serat memanjang. Sudut yang terbentuk akibat
terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C , kita
nyatakan dengan ΔØ. Kalau ΔØ ini cukup kecil, maka :
ab = (ρ - y) ΔØ,
a1b1=ρΔØ………..2.1
Dengan demikian, regangan memanjang di suatu serat sejauh y dari
sumbu netral dinyatakan sebagai :
2 . 2 .... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
1 1
1 1
y b a
b a ab
Dimana 1/ ρ menunjukkan kelengkungan. Tanda negatif
menunjukkan bahwa bagian di atas garis netral berada pada kondisi tekan
sedangkan bagian di bawah garis pada kondisi tarik.
Dengan ε = σ / E, maka :
3 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
Ey R
R y E
Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas
adalah :
S M
Dimana : S=Modulus penampang
y = D/2
[image:38.595.184.492.464.651.2]
4 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
2 / 2
/ 1
2 2
dx y d EI M R
SD I ESD
M R
Dari persamaan (2.2), untuk harga ε = εy dan y = z diperoleh harga
kelengkungan:
K=εy/z……….2.5
Dengan εy merupakan regangan leleh.
Pada saat penampang I seperti pada gambar 2.6 mengalami lenturan,
bagian sayap (flange) atas akan memendek dan bagian sayap bawah akan
memanjang. Distribusi tegangan pada penampang I diperlihatkan pada
gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Distribusi Tegangan pada Penampang I
Keadaan ini menunjukkan tegangan leleh hanya terjadi pada bagian
serat terluar saja. Keadaan ini disebut keadaan elastis.
2. Gambar 2.6.b
Pada saat tegangan lelehnya masih berada di dalam bagian sayap.
3. Gambar 2.6.c
Saat tegangan leleh telah melampaui bagian sayap, yaitu berada di
pelat badan(web).
4. Gambar 2.6.d
Saat seluruh serat telah mencapai tegangan leleh. keadaan dikatakan
bahwa telah tercapai kondisi plastis penuh.
5. Gambar 2.6.e
Tegangan leleh baru terjadi pada serat terluar saja.
6. Gambar 2.6.f
Distribudi tegangan leleh baru berada pada bagian sayap(flange) .
7. Gambar 2.6.g
Distribusi tegangan leleh telah melampaui bagian sayap dan berada
pada bagian badan (web).
Persamaan kelengkungan untuk penampang I yaitu :
a. Untuk tegangan yang masih berada di dalam sayap :
[image:40.595.195.515.440.649.2]6 . 2 ... ... ... ... ... 3
1 1 4 6
1
2 2
2
y f
f
y
y K
K Z
d b Z d b K
K M
M
b. Untuk tegangan yang berada di pelat badan :
7 . 2 ... ... ... ... ... ... ... 12
2 2
K K Z d b f M
M w y
y
Dimana f adalah faktor bentuk, f = Z/S
Kurva momen-kelengkungan yang diperoleh dari persamaan (2.6) dan
(2.7) diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut:
Gambar 2.7 Hubungan Momen-Kelengkungan Penampang I
1. Titik a merupakan keadaan elastis.
2. Titik b dan c merupakan keadaan peralihan dari elastis ke plastis.
Keadaan ini disebut elastoplastis.
3. Titik d merupakan keadaan plastis penuh.
Perbandingan antara momen plastis Mp dengan momen leleh My
menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi
plastis. Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampangnya, f (shape factor). Maka :
8 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ...
S Z M M f
y p
Dimana : f = faktor bentuk (shape factor)
Mp = momen plastis penampang
My = momen leleh
S = modulus penampang
Z = modulus plastis
2.4 ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS
2.4.1 Pengertian Sendi Plastis
plastis. Keruntuhan dapat bersifat menyeluruh atau parsial.
Penambahan beban lagi pada suatu struktur setelah serat terluar telah
mencapai kondisi leleh, akan mengakibatkan tegangan lelehnya
menjalar ke serat sebelah dalam. Dengan penambahan beban sedikit
lagi maka seluruh serat pada penampang tersebut akan mengalami
tegangan leleh. Dan momen maksimum yang terjadi pada penampang
tersebut menjadi momen plastis. Pada saat keadaan ini, penampang
akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi perubahan
momen. Dapat dikatakan bahwa pada struktur tersebut yang terjadi
momen maksimum telah terbentuk sendi plastis (plastic hinge). Titik-titik tertentu pada penampang yang memiliki momen terbesar akan
lebih cepat terbentuk sendi plastis dibandingkan titik-titik lain pada
penampang tersebut.
Dari keadaan di atas dapat dikatakan bahwa sendi plastis
merupakan suatu kondisi dimana terjadi perputaran (rotasi) pada suatu
struktur yang berlangsung secara terus menerus sebelum pada
akhirnya mencapai keruntuhan yang diakibatkan oleh pembebanan
eksternal. Jumlah sendi plastis yang diperlukan untuk mengubah suatu
struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya, sangat berkaitan
dengan derajat statis tak tentu yang ada dalam struktur tersebut. Pada
struktur statis tak tentu, pembentukan satu sendi plastis belum
langsung menyebabkan terjadinya keruntuhan struktur. Sejumlah
kondisi mekanisme keruntuhannya. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
n = r +1
dimana : n = jumlah sendi plastis untuk runtuh
r = derajat statis tak tentu atau redundan
Adapun mekanisme keruntuhan pada berbagai perletakan yaitu
:
1. Struktur dua perletakan sendi - rol (balok statis tertentu)
Struktur pembebanan mekanisme runtuh
Gambar 2.8 a Mekanisme Keruntuhan Balok
Struktur dengan beban terpusat di tengah bentang ini hanya
memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai mekanisme
keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk di tengah bentangan
struktur tersebut karena momen maksimum terjadi pada titik ini.
Sehingga titik inilah yang mencapai kapasitas momen plastis
penampangnya lebih dahulu dari pada titik lain pada bentang tersebut.
Struktur ini memerlukan dua buah sendi plastis agar tercapai
mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk pada titik
momen maksimum dan tumpuan jepit.
3. Struktur dua perletakan jepit – jepit (balok statis tak tentu)
[image:44.595.212.517.210.271.2]Struktur pembebanan mekanisme runtuh
Gambar 2.8 c Mekanisme Keruntuhan Balok
Struktur ini memerlukan tiga buah sendi plastis untuk mencapai
mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada kedua
tumpuan jepit dan titik momen maksimum.
4. Struktur jepit – bebas (balok kantilever)
Struktur pembebanan mekanisme runtuh
Gambar 2.8 d Mekanisme Keruntuhan Balok
Struktur ini hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk
mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada
tumpuan jepit struktur tersebut.
2.4.2 Bentuk Sendi Plastis
a. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terpusat
Gambar 2.9 a Bentuk sendi plastis beban terpusat
a l
x M
MR P 1 2 ...2.9
b. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terbagi rata
Gambar 2.9 b Bentuk sendi plastis beban terbagi rata
b l
x M
MR P 1 4 ...2.9
2 2
2.4.3 Perhitungan Struktur berdasarkan Kekuatan Batas
Perhitungan struktur ketika mencapai kondisi runtuh
didasarkan atas tiga kondisi berikut, yaitu :
Kondisi leleh merupakan keadaan pada saat runtuh, dimana
momen lentur dari suatu struktur tidak ada yang melampaui kapasitas
momen plastisnya, yaitu Mp > Melastis.
2. Kondisi Keseimbangan (equilibrium condition)
Kondisi keseimbangan merupakan kondisi dimana jumlah
gaya-gaya dan momen-momen dalam keadaan seimbang adalah nol.
3. Kondisi Mekanisme (mechanism condition)
Kondisi mekanisme merupakan suatu kondisi dimana sejumlah
sendi plastis telah terbentuk dan cukup untuk mengubah sebagian
ataupun seluruh struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya.
Kondisi – kondisi di atas merupakan dasar dari teorema –
teorema berikut :
1. Teorema Batas Bawah (lower bound theorem)
Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen
dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban
(factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih kecil atau sama dengan
harga yang sebenarnya λc.
λ≤λc
2. Teorema Batas Atas (upper bound theorem)
Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen
Maka beban (factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih besar atau
sama dengan beban yang sebenarnya λc.
λ≥λc
Analisa struktur berdasarkan kekuatan batas, secara umum ada
tiga cara yaitu ;
1. Cara Grafostatis
Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidangmomen
dalam keadaan batas sedemikian rupa, sehingga dengan momen di
setiap penampang tidak melampaui momen batas ( M < Mp), tercapai
suatu mekanisme keruntuhan.
2. Cara Mekanisme
Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk
mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara grafostatis, terutama
pada struktur yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak. Cara
mekanisme mempergunakan prinsip kerja virtual.
Prinsip kerja virtual adalah suatu cara yang meninjau
keseimbangan energi dari struktur ketika mengalami mekanisme
keruntuhannya. Dapat dikatakan bahwa energi dalam = energi luar.
Persamaan prinsip kerja virtual dijelaskan berdasarkan persamaan
Dimana : Mp = Momen platis tampang
θ = Sudut Rotasi Sendi Plastis
PV = Gaya Vertikal
PH = Gaya Horizontal
ΔV = Displacement Vertikal
ΔH = Displacement Horizontal
3. Cara Distribusi Momen (moment balancing method)
Cara distribusi momen mirip dengan metode distribusi cara cross,
sehingga cara ini sering juga disebut metode distribusi momen plastis.
2.5 METODE NUMERIK
Metode numerik adalah suatu teknik penyelesaian yang
diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan/aritmatik dan
dilakukan secara berulang-ulang dengan bantuan computer atau secara
manual (hand calculation).
Dalam menganalisis suatu permasalahan yang didekati dengan
menggunakan metode numerik, umumnya melibatkan angka-angka dalam
jumlah banyak dan melewati proses perhitungan matematika yang cukup
Gambar 2.10 Grafik aproksimasi diferensiasi maju, mundur, dan
tengah
Deret Taylor akan memberikan nilai hampiran bagi suatu fungsi pada
suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya pada titik yang lain.
Persamaan Deret Taylor yaitu :
. ...2.10! ) ( ...
. ! 2
) ( " ).
( ' ) ( )
( 1 1 2 i n n
n i
i i i i
i h R
n x f h
x f x x x f x f x
f
Dalam metode numerik, persamaan diferensi hingga (finite difference) secara umum yaitu :
12 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... )
( '
11 . 2 ... ... ... ... ... 0
) ( ) ( ) (
' 1
1 1
h f x f atau
x x x
x
x f x f x f
i i
i i i
i
i i
i
Persamaan 2.11 dan 2.12 disebut sebagai persamaan diferensi hingga
a h x f h x f x f x f i i i
i . ...2.13
! 2 ) ( " ). ( ' ) ( )
( 1 2
Dan bila dipotong setelah suku turunan pertama, maka akan diperoleh
: b h h x f x f x
f i i
i 0. ...2.13
) ( ) ( ) (
' 1
Persamaan 2.13b ini disebut diferensi hingga mundur dari turunan
pertama. Bila persamaan 2.13a dan 2.11 dikurangkan maka akan didapat :
14 . 2 ... ... ... ... ... ... ... . 0 2 ) ( ) ( ) (
' 1 1 h2
h x f x f x
f i i
i
Persamaan 2.14 disebut diferensi hingga tengah dari turunan pertama.
Sedangkan persamaan diferensi hingga maju turunan kedua yaitu :
...2.15 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 2 1 2 h h x f x f x f xf i i i i
Selanjutnya dapat diturunkan diferensi mundur turunan kedua yaitu :
...2.16 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 2 2 1 h h x f x f x f xf i i i
i
Dan diferensi tengahnya adalah :
...2.17 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) ( " 2 1 1 h h x f x f x f xf i i i
i
BAB III
ANALISA KELENGKUNGAN STRUKTUR
3.1 Analisa Kelengkungan Pada Gelagar Prismatis
3.1.1 Perletakan Sendi – Rol Pembebanan terpusat a. Kelengkungan pada keadaan Elastis
[image:51.595.206.526.222.394.2]
Gambar 3.1 perletakan sendi-rol beban terpusat
Dari gambar 3.1 di atas di peroleh :
Reaksi di A :
P RA
2 1
Reaksi di B :
P RB
2 1
Momen di x ( 0 < x < L ) :
1 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1
Dari persamaan 2.4 :
EI M dx
y d R 2
2
1
Sehingga persamaan kelengkungan menjadi :
[image:52.595.232.535.285.415.2] [image:52.595.238.535.561.670.2]2 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1 1
EI Px R
b. Kelengkungan pada keadaan Elastoplastis
Gambar 3.2 Keadaan elastoplastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan elastoplastis :
3 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... 2 / 1 1
ED R
y
c. Kelengkungan pada keadaan Plastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan plastis :
2 / 1 1
ED R
y
Pada kondisi plastis α= 0
4 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
[image:54.595.213.527.150.285.2]
3.1.2 Perletakan Sendi – Rol Pembebanan terbagi rata a. Kelengkungan pada keadaan Elastis
Gambar 3.4 perletakan sendi-rol beban terbagi rata
Dari gambar 3.4 di atas di peroleh :
Reaksi di A :
qL RA
2 1
Reaksi di B :
qL RB
2 1
Momen di x ( 0 < x < L ) :
5 . 3 .... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1
qLx Mx
Dari persamaan 2.4 :
EI M dx
y d R 2
2
1
[image:55.595.236.529.190.304.2] [image:55.595.242.532.489.606.2]
6 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1 1
EI qLx R
b. Kelengkungan pada keadaan Elastoplastis
Gambar 3.2 Keadaan elastoplastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan elastoplastis :
3 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... 2 / 1 1
ED R
y
c. Kelengkungan pada keadaan Plastis
Gambar 3.3 Keadaan Plastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan plastis :
2 / 1 1
ED R
y
Pada kondisi plastis α= 0
4 . 3 .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
3.2 Analisa Kelengkungan Pada Gelagar Non Prismatis
[image:57.595.206.523.153.320.2]3.2.1 Perletakan Sendi – Rol Pembebanan terpusat a. Kelengkungan pada keadaan Elastis
Gambar 3.5 perletakan sendi-rol beban terpusat
Adapun potongan gelagar non prismatis gambar di atas di
perlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 3.6 penampang profil I
Pada gambar 3.5 di atas, ditentukan nilai y :
Gambar 3.7 penampang non prismatis penampang profil
di titik A
penampang profil
di titik x
penampang profil
[image:57.595.212.537.389.719.2]
7 . 3 ... ... ... ... ... ... ... )... (
2 2 1
2 1
2 1
D D L
x y
L D D x y
Nilai Dx = D2 + y
Maka ;
) (
2
2 1
2 D D
L x D
Dx
8 . 3 .. ... ... ... ... ... ... )
2 1 ( ) ( 2
2
1 D
L x D
L x
Dx
Dari gambar 3.5 di peroleh :
Reaksi di A :
P RA
2 1
Reaksi di B :
P RB
2 1
Momen di x ( 0 < x < L ) :
1 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1
Px Mx
Dari persamaan 2.4 :
x
EI M dx
y d R 2
2
Sehingga persamaan kelengkungan menjadi :
[image:59.595.195.533.66.787.2] [image:59.595.213.535.177.303.2]9 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1 1
x
EI Px R
b. Kelengkungan pada keadaan Elastoplastis
Gambar 3.8 Keadaan elastoplastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan elastoplastis :
10 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... 2 / 1 1
x y
ED R
Dimana;
2
1 )
2 1 ( ) ( 2
D L
x D
L x
Dx
Maka :
11 . 3 ... ... ... ... ... ... ) (
2 1
1
2 ) 2 1 ( ) 1 ( 2
D L
x D
L x
y
E
R
c. Kelengkungan pada keadaan Plastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan plastis :
2 / 1 1
x y
ED R
Pada kondisi plastis α= 0
12 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
penampang profil
di titik A
penampang profil
di titik x
penampang profil
di titik C 3.2.2 Perletakan Sendi – Rol Pembebanan terbagi rata
[image:61.595.221.524.127.280.2]a. Kelengkungan pada keadaan Elastis
Gambar 3.10 perletakan sendi-rol beban terbagi rata
Adapun potongan gelagar non prismatis gambar di atas di
[image:61.595.223.552.366.623.2]perlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 3.6 penampang profil I
7 . 3 ... ... ... ... ... ... ... )... (
2 2 1
2 1
2 1
D D L
x y
L D D x y
Nilai Dx = D2 + y
Maka ;
) (
2
2 1
2 D D
L x D
Dx
8 . 3 .. ... ... ... ... ... ... )
2 1 ( ) ( 2
2
1 D
L x D
L x
Dx
Dari gambar 3.10 di atas di peroleh :
Reaksi di A :
qL RA
2 1
Reaksi di B :
qL RB
2 1
Momen di x ( 0 < x < L ) :
5 . 3 .... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1
qLx Mx
Dari persamaan 2.4 :
EI M dx
y d R 2
2
Sehingga persamaan kelengkungan menjadi :
[image:63.595.196.532.153.804.2] [image:63.595.206.524.182.302.2]13 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2
1 1
x
EI qLx R
b. Kelengkungan pada keadaan Elastoplastis
Gambar 3.8 Keadaan elastoplastis
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan elastoplastis :
10 . 3 ... ... ... ... ... ... ... ... 2 / 1 1
x y
ED R
Dimana;
2
1 )
2 1 ( ) ( 2
D L
x D
L x
Dx
Maka :
11 . 3 ... ... ... ... ... ... ) (
2 1
1
2 ) 2 1 ( ) 1 ( 2
D L
x D
L x
y
E
R
Berdasarkan persamaan (2.3), maka persamaan kelengkungan
pada keadaan plastis :
2 / 1 1
x y
ED R
Pada kondisi plastis α= 0
12 . 3 .... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
BAB IV
ANALISA LENDUTAN GELAGAR NON PRISMATIS
4.1 METODE ANALISA
Dalam menghitung lendutan yang terjadi pada suatu struktur dapat
digunakan beberapa metode, yaitu :
1. Metode integrasi
2. Metode numerik
4.1.1 Metode Integrasi
Perhitungan lendutan dengan metode integrasi dilakukan
dengan cara mengintegralkan persamaan kelengkungan, yaitu :
EI M dx
y d
k x
2 2
Sehingga persamaan lendutan tersebut menjadi :
x x
d EI M y
Sedangkan pada struktur non prismatis persamaan lendutan
tersebut adalah sebagai berikut :
x x d
Gambar 4.1 Penampang profil I pada jarak x
Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat ditentukan persamaan
Inersia profil I tersebut, yaitu :
b t D T
aD b
Ix x x 2 ...4.1 12
1 .
12
1 3 3
Sehingga persamaan lendutan non prismatis menjadi
b t D T
d bD b E
M
y x
x x
x
[image:66.595.199.487.596.707.2]1 . 4 ... ... ... ... 2
12 1 .
12
1 3 3
Berdasarkan persamaan pada bab sebelumnya :
Z D E
M R
k
k persamaan sehingga
Z M
D y plastis kondisi
pada Ey R k
p p y
y
2 / 1
:
2 / ,
1
Dimana : Z = Modulus Penampang Plastis
αD/2.Z = I (Momen Inertia)
Sehingga persamaan lendutan pada saat kondisi plastis, yaitu :
b t D T
d dD b E
M y
c EI
M dx
y d k
x
x x
p p
1 . 4 ... ... ... 2
12 1 .
12 1
1 . 4 . ... ... ... ... ... ... ... ...
3 3
2 2
Dalam perhitungan lendutan pada struktur non prismatis
seperti persamaan di atas akan sulit diselesaikan dengan
menggunakan metode integrasi, sehingga dalam penyelesaiaan
persamaan tersebut dapat digunakan metode numerik.
4.1.2 Metode Numerik
Gambar 4.3 kurva f(x)
Berdasarkan gambar 4.3 di atas, maka persamaan turunan yaitu :
x y y tg i i1
dx dy x f x
y
tg 0 '( )
lim
Dimana : f’(x) = laju rata-rata selisih nilai(Δy) per selang (x)
f’(x) = turunan pertama
maka persamaan turunan pertama berdasarkan gambar 4.3 di atas,
yaitu :
x y y dx
dy i i1
2 . 4 ... ... ... ... ... ... ... 2
: 2 2
2 1 1
2 2
2 0 1 2
2 0 1 2 2 2
x y y y
dx y d k maka
x y y y k
x y y y dx
y d
i i i
Dimana : 2
2 dx y d
adalah kelengkungan (K)
4.1.2.1Struktur non prismatis perletakan sendi – rol
Berdasarkan teori Finite Difference, penyelesaian struktur non prismatis perletakan sendi – rol berdasarkan syarat batas adalah
sebagai berikut :
Gambar 4.4 Kurva lendutan perletakan sendi rol
Bentang dibagi dalam 32 diskrit, maka :
X = L/32
Lendutan = yA = yB = 0
sudut = θA = θB0
y. A = K . x2
Berdasarkan persamaan 4.2 maka :
1. Titik 1 :
a x
k y y
y x k y y
yA A
3 . 4 ... ... ... ... ... .
2
0 ; . 2
2 1 2 1
2 1 2 1
2. Titik 2 :
b x
k y y
y 2 . 2...4.3
2 3 2 1
3. Titik 3 :
c x
k y y
y 2 c. ...4.3
2 4
3 2
4. Titik 4 :
d x
k y y
y32 4 5 4. 2...4.3
5. Titik 5 :
e x
k y y
y42 5 6 5. 2...4.3
6. Titik 6 :
f x
k y y
y52 6 7 6. 2...4.3
7. Titik 7 :
g x
k y y
y62 7 8 7. 2...4.3
8. Titik 8 :
h x
k y y
9. Titik 9 :
i x
k y y
y82 9 10 9. 2...4.3
10.Titik 10 :
j x
k y y
y92 10 11 10. 2...4.3
11.Titik 11 :
k x
k y y
y10 2 11 12 11. 2...4.3
12.Titik 12 :
l x
k y y
y 2 . 2...4.3
12 13 12
11
13.Titik 13 :
m x
k y y
y122 13 14 13. 2...4.3
14.Titik 14 :
n x
k y y
y132 14 15 14. 2...4.3
15.Titik 15 :
o x
k y y
y142 15 16 15. 2...4.3
16.Titik C :
p x
k y y
y y x
k y y y
c c
c c
3 . 4 .... ... ... ... ... .
2 2
; . 2
2 15
15 16 2
16 15
18.Titik 17 = Titik 14
19.Titik 18 = Titik 13
20.Titik 19 = Titik 12
21.Titik 20 = Titik 11
22.Titik 21 = Titik 10
23.Titik 22 = Titik 9
24.Titik 23 = Titik 8
25.Titik 24 = Titik 7
26.Titik 25 = Titik 6
27.Titik 26 = Titik 5
28.Titik 27 = Titik 4
29.Titik 28 = Titik 3