• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Arsitektur Perilaku Pada Perancangan Rest Area (Studi Kasus: Rest Area Tebing Tinggi, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Arsitektur Perilaku Pada Perancangan Rest Area (Studi Kasus: Rest Area Tebing Tinggi, Sumatera Utara)"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA

PERANCANGAN REST AREA

(Studi Kasus: Rest Area Tebing Tinggi, Sumatera Utara)

TESIS

Oleh

ADHITA NUGRAHA MESTIKA

087020002/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PERANCANGAN REST AREA

(Studi Kasus: Rest Area Tebing Tinggi, Sumatera Utara)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADHITA NUGRAHA MESTIKA

087020002/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PERANCANGAN REST AREA

(Studi Kasus: Rest Area Tebing Tinggi, Sumatera Utara) Nama Mahasiswa : ADHITA NUGRAHA MESTIKA

Nomor Pokok : 087020002

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : Studi-studi Arsitektur (Alur Pendidikan Profesi)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, Ph.D)

Anggota

(Wahyuni Zahrah, ST, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr.Ir. Bustami Syam, MSME)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 April 2012

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, Ph.D Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS

2. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc 3. Ir. Samsul Bahri, MT

(5)

PERNYATAAN

PENERAPAN ARSITEKTUR PERILAKU PADA PERANCANGAN REST AREA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2012

(6)

ABSTRAK

Kebutuhan para pengguna akan adanya tempat beristirahat sejenak membutuhkan rest area yang sesuai standar dan layak memenuhi syarat dengan tidak mengesampingkan perilaku pengguna yang telah ada. Suatu rest area yang baik harus dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan para pengguna yang beristirahat berdasarkan hasil pengamatan serta evaluasi desain yang berbasis tingkat kepuasan pengguna dengan memperhatikan analisa perilaku dan kebutuhan para pengguna selama di perjalanan.

Di dalam menganalisa perilaku yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang menggunakan elemen arsitektur secara pribadi, berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok besar. Apa saja yang mereka lakukan, bagaimana aktifitas saling berkait, apa pengaruhnya terhadap si pengguna, dan bagaimana elemen fisik itu berpengaruh terhadap kegiatan. Proses perancangan rest area melewati beberapa tahapan, yaitu: (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis dan sintesis, dan (3) tahap konsep perancangan bangunan.

Faktor waktu berhenti yang terbatas bagi pengguna rest area menuntut kemudahan akses dan kejelasan orientasi bagi para pengguna. Organisasi fasilitas-fasilitas yang terdapat pada rest area dengan memperhatikan hubungan dan kedekatan antar fasilitas, kemudahan akses dan pencapaian, kemudahan serta besaran kelompok pengunjung yang datang.

(7)

ABSTRACT

The need for resting for users needs a standard and adequate rest area without disturbing other users. A good rest area which can facilitate the need of the users who need a resting place should be based on the result of an observable and evaluated design according to the users satisfaction by paying attention to the analysis on their behavior and need while they are on the way.

In analyzing the users behavior, it is necessary to consider how they use the architectural elements individually, in pairs, in small groups, and in large groups. It is also necessary to consider what they do, the interrelationship of their activities, how these activities can influence them, and how these physical elements influence these activities. The process of designing a rest area has some stages: (1) data collecting, (2) analysis and synthesis, and (3) structural design concept.

The time factor of stopping which is very limited for the rest are users needs some facilities of the access and clear orientation for them. The organizing facilities found in the rest area should consider the relation and distance among the facilities, the facility of the access and destination, and the facility and the number of the users who stop at the rest area.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang yang selalu dilimpahkanNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis pendidikan Pascasarjana bidang studi-studi Arsitektur alur Profesi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara ini dengan baik.

Untuk Papa yang tercinta Almarhum Letkol. CKM Dr. Mestika Dhamir, SpM; yang telah berpulang kepangkuanNya sebelum saya sempat menyelesaikan pendidikan pascasarjana ini. Mama saya Heryani, SPd; yang telah berjuang seorang diri menjaga saya dan adik-adik, Kukuh Gumilar Mestika dan Indhi Vavirya Mestika selepas kepergian Papa. Terima kasih atas semua cinta, doa dukungan dan semangat yang selalu mereka berikan selama ini.

(9)

Selain itu penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung dalam hal ini adalah: Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc(C.T.M), Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara Medan; Bapak Prof. Dr. Ir Bustami Syam, MSME sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan; Seluruh Dosen pengajar dan pegawai Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, rekan seangkatan khususnya bidang studi-studi Arsitektur alur profesi yang telah memberikan masukan dan informasi kepada penulis dalam pennyelesaian penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada Medy Juliana, ST, yang selalu menemani dan memberikan semangat. Selalu menemani di saat-saat saya jatuh dan rapuh dalam menyelesaikan pendidikan pascasarjana ini. Suria Wiyadi, ST, atas kiriman buku dari Bandung. Fikar, Doni, Agung, Aris, Arif, Candra, Aldo, dan Vianus atas seluruh dukungannya kepada penulis. Kepada pihak-pihak yang membantu meskipun tidak disebutkan satu persatu dalam tulisan ini namun telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam penulisan tesis ini.

Medan, April 2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : Adhita Nugraha Mestika

Alamat : Jl. Balam no. 8 Sei Sikambing B Medan 20122 Tempat & Tgl lahir : Medan, 24-07-1986

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Email : Nunu_Anarkotig@yahoo.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1991 – 1997 : SD Swasta Tunas Pelita Binjai 1997 – 2000 : SLTP Negeri 1 Medan

2000 – 2003 : SMU Negeri 2 Medan

2003 – 2008 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Departemen Arsitektur

2008 – 2010 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik,

Pendidikan Profesi Arsitektur

2008 – 2012 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Program Studi Magister Teknik Arsitektur,

Konsentrasi Studi-studi arsitektur (Alur Desain) C. PENGALAMAN ORGANISASI

Periode Organisasi Posisi

2001 – 2002 OSIS SMUN 2 Medan Anggota

2003 – 2008 IMA FT USU Anggota

2009 – Ikatan Alumni Arsitektur USU Wakil Ketua

2010 – Ikatan Arsitek Indonesia Anggota

Medan, Mei 2012 Dibuat oleh:

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.8 Sistematika Penulisan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13

2.1 Dasar-Dasar Arsitektur dan Perilaku 13

2.1.1 Pola aktifitas 15

(12)

2.3 Mengumpulkan dan menggunakan informasi Perilaku 18

2.4 Makna Lingkungan 19

2.5 Teori Place 22

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 26

3.1 Metode Perancangan 26

3.2 Pengumpulan dan Klasifikasi Data 27

3.3 Analisis dan Sintesis 30

3.4 Konsep Desain 31

BAB IV TINJAUAN UMUM PROYEK 32

4.1 Deskripsi Proyek dan Pemilihan Lokasi 32

4.1.1 Alternatif lokasi 32

4.1.2 Lokasi penelitian 36

4.1.3 Deskripsi kondisi lokasi penelitian 39

4.2 Studi Banding Proyek Sejenis 42

4.2.1 Rest Area KM 19, Jawa Barat 42

4.2.2 SPBU Rest Area KM 59, Jawa Barat 58

BAB V TINJAUAN KASUS PENELITIAN 72

5.1 Analisa Perilaku 72

5.1.1 Tabulasi kegiatan 73

5.1.2 Pemetaan perilaku secara Place-centered Mapping 82 5.1.3 Pemetaan perilaku secara Person-centered Mapping 83

5.2 Analisa Fisik 84

5.2.1 Kondisi eksisting lahan 84

5.2.2 Batas dan ukuran tapak 85

5.2.3 Sarana dan prasarana 87

(13)

5.2.5 Analisa sirkulasi kendaraan bermotor 89

5.2.6 Analisa vegetasi 90

BAB VI PEMBAHASAN DAN KONSEP 92

6.1 Pembahasan 92

6.1.1 Kriteria dan kebutuhan ruang 93

6.2 Konsep 105

6.2.1 Zoning 105

6.2.2 Rencana tapak 115

6.2.3 Mushala 118

6.2.4 Restoran 124

6.2.5 Ritel 132

6.2.6 Toilet umum 135

6.2.7 Balai peristirahatan 143

6.2.8 Bengkel 146

6.2.9 SPBU 148

6.2.10 Kantor pengelola 151

BAB VII KESIMPULAN 157

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1.1 Peta jalur lintas Sumatera 6

1.2 Skema kemungkinan alasan terbentuknya rest area 8

1.3 Kerangka berpikir 11

3.1 Skema tahapan perancangan 31

4.1 Peta alternatif lokasi Jl. Asrama 33

4.2 Peta alternatif lokasi Pangkalan Brandan 33

4.3 Peta alternatif lokasi kota Tebing Tinggi 34

4.4 Peta lokasi penelitian 36

4.5 Kondisi eksisting lokasi penelitian 37

4.6 Kondisi eksisting lokasi penelitian 38

4.7 SPBU padaRest Area KM 19, Jawa Barat 42

4.8 Rest Area KM 19, Jawa Barat 44

4.9 Desain Rest Area KM 19, Jawa Barat 46

4.10 Suasana Rest Area KM 19, Jawa Barat 47

4.11 Pemetaan Place-centered MappingRest Area Km 19 55 4.12 Pemetaan Person-centered MappingRest Area Km 19 56

4.13 Skematik Rest Area Km 19 57

4.14 Suasana rest area Km 59, Jawa Barat 58

(15)

4.16 Berbagai fasilitas rest area Km 59 seperti rumah makan dan

tempat peristirahatan 60

4.17 Berbagai fasilitas rest area Km 59 61

4.18 Skematik Rest Area Km 59 62

4.19 Skematik Rest Area Km 59 63

5.1 Peta lokasi penelitian 73

5.2 Pemetaan Place-centered MappingRest Area Tebing Tinggi 82 5.3 Pemetaan Person-centered MappingRest Area Tebing Tinggi 83

5.4 Kondisi eksisting lokasi penelitian 84

5.5 Batas dan ukuran tapak 85

5.6 Sarana dan prasarana 87

5.7 Pencapaian menuju tapak 88

5.8 Sirkulasi kendaraan bermotor 89

5.9 Vegetasi di sekitar tapak 90

5.10 Vegetasi didalam tapak 91

6.1 Pola aktifitas pengelola dan karyawan 92

6.2 Pola aktifitas pengunjung 92

6.3 Pola aktifitas penyewa fasilitas komersil 93

6.4 Hubungan antar ruang fasilitas rest area 93

6.5 Hubungan antar ruang kantor pengelola 95

6.6 Hubungan antar ruang ritel 96

(16)

6.8 Pembagian zona dan alur sirkulasi rest area 105 6.9 Posisi kantor pengelola terhadap fasilitas rest area 106

6.10 Rencana area parkir pada rest area 107

6.11 Pengelompokan pola aktifitas pengunjung 108

6.12 Orientasi dan kemudahan akses rest area 109

6.13 Orientasi fasilitas ritel 110

6.14 Perilaku pada fasilitas balai peristirahatan 111

6.15 Jarak SPBU terhadap titik rawan api 112

6.16 Pola hubungan antar ruang restarea 113

6.17 Zoning dan sirkulasi fasilitas rest area 114

6.18 Rencana tapak fasilitas rest area 115

6.19 Pemetaan Person-centered Mapping pengunjung

fasilitas rest area 116

6.20 Selasar pada fasilitas rest area 117

6.21 Pola aktifitas pengunjung mushala 118

6.22 Hubungan antar ruang mushala 119

6.23 Keyplan dan denah mushala 119

6.24 Pemetaan Person-centered Mapping pengunjung mushala 120

6.25 Area depan mushala 121

6.26 Area penyimpanan barang pada mushala 122

6.27 Rak khusus pada area wudhu 123

(17)

6.29 Keyplan dan denah restoran 125

6.30 Akses pintu masuk restoran 126

6.31 Orientasi pengunjung restoran 127

6.32 Pemetaan Person-centered Mapping pengunjung restoran 127

6.33 Konsep aliran udara pada area makan 128

6.34 Restoran dengan area makan yang terbuka 129

6.35 Area stand makanan pada restoran 130

6.36 Perabot pada area makan restoran 131

6.37 Denah dan tampak ritel 132

6.38 Ruang karyawan pada ritel 133

6.39 Suasana ritel 134

6.40 Skema antrian kamar mandi 135

6.41 Keyplan dan denah toilet umum 136

6.42 Pemetaan Person-centered Mapping pengunjung

toilet umum 137

6.43 Area duduk pada toilet umum 138

6.44 Bagian atas dinding yang terbuka pada toilet umum 139

6.45 Besaran ruang bilik kamar mandi 140

6.46 Suasana ruang pelayanan bayi 141

6.47 Rak khusus pada bilik kamar mandi 142

6.48 Keyplan dan denah balai peristirahatan 143

(18)

6.50 Konsep visual balai peristirahatan 145

6.51 Denah dan tampak bengkel 146

6.52 Suasana bengkel 146

6.53 Dimensi ruang bengkel 147

6.54 Denah dan tampak SPBU 148

6.55 Pola pergerakan kendaraan pada SPBU 149

6.56 Penampang atap SPBU 150

(19)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1.1 Banyaknya kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan 3

3.1 Kuesioner penelitian untuk rest area 28

4.1 Penilaian alternatif lokasi 34

4.2 Jumlah rata-rata perhari kendaraan bermotor yang melewati kota

Tebing Tinggi menurut jenis kendaraan 41

4.3 Pola aktivitas pelaku Rest Area KM 19, Jawa Barat 48

5.3 Tabulasi aktifitas kegiatan sehabis makan 75

5.4 Tabulasi aktifitas istirahat 76

(20)

5.6 Tabulasi aktifitas kamar mandi 79

5.7 Tabulasi aktifitas Shalat 80

6.1 Kriteria dan kebutuhan ruang restoran 94

6.2 Kriteria dan kebutuhan ruang kantor pengelola 95

6.3 Kriteria dan kebutuhan ruang ritel 96

6.4 Kriteria dan kebutuhan ruang mushala 97

6.5 Kriteria dan kebutuhan ruang toilet umum 98

6.6 Kriteria dan kebutuhan ruang balai peristirahatan 99

6.7 Kriteria dan kebutuhan ruang SPBU 100

6.8 Kriteria dan kebutuhan ruang bengkel 101

6.9 Kebutuhan ruang rest area 102

(21)

ABSTRAK

Kebutuhan para pengguna akan adanya tempat beristirahat sejenak membutuhkan rest area yang sesuai standar dan layak memenuhi syarat dengan tidak mengesampingkan perilaku pengguna yang telah ada. Suatu rest area yang baik harus dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan para pengguna yang beristirahat berdasarkan hasil pengamatan serta evaluasi desain yang berbasis tingkat kepuasan pengguna dengan memperhatikan analisa perilaku dan kebutuhan para pengguna selama di perjalanan.

Di dalam menganalisa perilaku yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang menggunakan elemen arsitektur secara pribadi, berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok besar. Apa saja yang mereka lakukan, bagaimana aktifitas saling berkait, apa pengaruhnya terhadap si pengguna, dan bagaimana elemen fisik itu berpengaruh terhadap kegiatan. Proses perancangan rest area melewati beberapa tahapan, yaitu: (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis dan sintesis, dan (3) tahap konsep perancangan bangunan.

Faktor waktu berhenti yang terbatas bagi pengguna rest area menuntut kemudahan akses dan kejelasan orientasi bagi para pengguna. Organisasi fasilitas-fasilitas yang terdapat pada rest area dengan memperhatikan hubungan dan kedekatan antar fasilitas, kemudahan akses dan pencapaian, kemudahan serta besaran kelompok pengunjung yang datang.

(22)

ABSTRACT

The need for resting for users needs a standard and adequate rest area without disturbing other users. A good rest area which can facilitate the need of the users who need a resting place should be based on the result of an observable and evaluated design according to the users satisfaction by paying attention to the analysis on their behavior and need while they are on the way.

In analyzing the users behavior, it is necessary to consider how they use the architectural elements individually, in pairs, in small groups, and in large groups. It is also necessary to consider what they do, the interrelationship of their activities, how these activities can influence them, and how these physical elements influence these activities. The process of designing a rest area has some stages: (1) data collecting, (2) analysis and synthesis, and (3) structural design concept.

The time factor of stopping which is very limited for the rest are users needs some facilities of the access and clear orientation for them. The organizing facilities found in the rest area should consider the relation and distance among the facilities, the facility of the access and destination, and the facility and the number of the users who stop at the rest area.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur merupakan proses perancangan bangunan atau lingkungan binaan. Pemrograman sebagai tahapan mendasar dari proses perancangan, keberhasilannya sangat tergantung dari ketepatan informasi sesuai tujuan perancangan. Kajian perilaku merupakan kajian sistematis tentang hubungan-hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia sebagai pengguna.

Seorang Arsitek Belanda yang menjadi salah satu tokoh desain kontekstual di Eropa, Herzberger (1982) menyatakan:

"Designing is nothing more than finding out what the person and object want to be: form then makes itself. There is really no need for invention—you must

just listen carefully."

Kepekaan untuk menganalisa dan menyimpulkan perilaku yang telah berjalan dan menjadi budaya ataupun kebiasaan masyarakat lingkungan binaan yang akan dirancang menjadi syarat penting untuk keberhasilan desain.

(24)

Kesalahan-kesalahan dalam prediksi perilaku di dalam suatu lingkungan seringkali disebabkan ketidaktahuan arsitek akan adanya pola perilaku tertentu yang dimiliki oleh orang-orang yang akan mendiami dan menggunakan lingkungan binaan yang dirancangnya. Prediksi perilaku seringkali didasarkan pada sebuah fenomena kenyamanan ruang umumnya sehingga tidak jarang didapati desain yang seragam akibat predikasi perilaku yang digeneralisasi. Hal semacam ini tentu disayangkan, karena kesalahan-kesalahan semacam ini sebenarnya dapat dihindari dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai perilaku manusia, baik perilaku yang tampak maupun yang tersembunyi.

Prasarana jalan raya merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas darat. Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan ekonomi suatu daerah. Apabila prasarana jalan diibaratkan sebagai urat nadi, prasarana angkutan umum adalah ibarat darah yang mengalir melalui urat nadi tersebut. Jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan yang signifikan, seirama dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan pesatnya pertumbuhan penduduk.

Jadi dapat diambil kesimpulan, salah satu penunjang aktivitas untuk kegiatan di dalam sebuah kota adalah masalah transportasi. Sudah dapat dipastikan kebutuhan masyarakat akan alat transportasi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dengan makin meningkatnya jumlah kenderaan bermotor dengan angka yang cukup signifikan.

(25)

mempermudah para pengguna Jalan Raya untuk memenuhi kebutuhannya selama di perjalanan. Seperti pengisian bahan bakar, istirahat, Shalat, makan, tempat pembelian oleh-oleh, dan tempat membeli keperluan selama di perjalanan.

Untuk mengimbangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor (tabel 1.1) dan kebutuhan atas efisiensi waktu selama diperjalanan maka diperlukan adanya suatu rest area atau tempat peristirahatan yang terpadu dan dapat mempermudah bagi pengendara dan penumpang untuk melakukan kegiatannya. Kebutuhan akan efisiensi waktu istirahat bagi pengendara dan penumpang kendaraan bermotor yang sedang melakukan perjalanan, sehingga tidak perlu terlalu lama berhenti.

Tabel 1.1 Banyaknya kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan

Tahun Penumpang Mobil Gerobak Mobil Bus Sepeda Motor Total

2006 192.596 144.233 27.106 1.300.995 1.664.930

2007 207.614 154.420 27.621 1.568.048 1.957.703

2008 226.043 166.221 28.160 1.864.980 2.285.404

2009 240.066 172.999 28.616 2.113.772 2.555.453

Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka, 2010

(26)

mempermudah para pengendara dan penumpang kendaraan bermotor yang sedang melakukan perjalanan.

Tingkat kesibukan masyarakat juga mengharuskan agar suatu Sarana itu dapat memfasilitasi para pengguna agar dapat efisien dalam menggunakan waktu. Persaingan yang semakin besar mengharuskan agar Pemilik tempat peristirahatan melengkapi fasilitas yang dapat mendukung kemajuan usahanya dan membangun rest area yang memenuhi syarat.

1.2 Kebutuhan akan Rest Area

Tempat istirahat atau dikenal secara lebih luas sebagai rest area adalah tempat beristirahat sejenak untuk melepaskan kelelahan, kejenuhan, ataupun ke dalam perjalanan jarak jauh. Tempat istirahat ini banyak ditemukan di ata Restoran-restoran ini banyak digunakan oleh pengemudi antar kota untuk beristirahat (Neufert, 1978).

Dalam peraturan perundangan mengenai

ketentuan yang menyebutkan bahwa setiap mengemudikan harus istirahat selama sekurang-kurangnya setengah jam, untuk melepaskan kelelahan, tidur sejenak ataupun untuk minum kecil/toilet.

(27)

tempat istirahat dengan kendaraan yang keluar masuk ke tempat istirahat harus direncanakan sedemikian sehingga konflik dapat diminimalisasi, terutama pada tempat istirahat yang ditempatkan pada pada salah satu sisi di jalan dua arah karena akan terjadi konflik bersilangan untuk kendaraan yang memotong jalan masuk ke tempat istirahat.

Keadaan ini menjadi masalah besar di jalan arteri nasional yang arus lalu lintasnya sudah tinggi tetapi belum ada ditemukan ditempat istirahat yang tidak terlalu ramai adalah masalah kriminal, ataupun tempat istirahat dijadikan tempat untuk melakukan pertemuan, pacaran yang strategis.

Fasilitas ditempat istirahat bervariasi menurut besar kecilnya tempat atau besar kecilnya lalu lintas yang dilewati tempat istirahat seperti:

1. Toilet

2.

3.

4.

5.

(28)

Jalan lintas Sumatera yang melintang dari Aceh sampai Bandar Lampung, dan melintasi daerah Sumatera Utara melalui jalur timur dan jalur barat (gambar 1.1) memberikan potensi pengembangan fasilitas rest area yang sangat besar. Kebutuhan para pengendara dan penumpang akan adanya tempat beristirahat sejenak membuka peluang pengembangan rest area.

(29)

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan perancangan Rest Area ini adalah:

1. Merancang fasilitas fungsi jasa Peristirahatan yang terpadu berdasarkan aspek-aspek perilaku pengendara dan penumpang dengan tujuan untuk menciptakan sebuah kesatuan hubungan fungsional dan unsur-unsur fungsi ruang yang terdapat didalamnya.

2. Merancang pusat komersil yang dapat mendukung dan mempermudah para pengendara dan penumpang yang sedang melakukan perjalanan dan juga mendukung fungsi Rest Area.

3. Merancang Tempat peristirahatan yang sesuai standar dan layak memenuhi syarat dengan tidak mengesampingkan perilaku pengendara dan penumpang yang ada.

1.4 Masalah Perancangan

Masalah - masalah yang perlu ditelaah dan diselesaikan dalam kasus proyek ini adalah:

1. Bagaimana menciptakan bangunan rest area yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan para pengendara dan penumpang sehingga dapat menarik konsumen.

(30)

3. Bagaimana menciptakan pola hubungan yang baik sehingga fasilitas yang ada didalam bangunan dapat mewadahi baik untuk pekerja maupun konsumen sehingga kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalamnya dapat berlangsung dengan baik.

Masalah perancangan yang berhubungan dengan tema antara lain:

1. Bagaimana menerapkan tema Arsitektur Perilaku secara keseluruhan pada bangunan rest area dan fasilitas-fasilitas yang terdapat didalamnya berdasarkan analisa perilaku yang telah dilakukan sehingga perancangan dapat tepat sasaran (gambar 1.2).

Gambar 1.2 Skema kemungkinan alasan terbentuknya rest area Sumber: Analisa Penulis

(31)

timbul secara konvensional yaitu rest area yang telah terbentuk dimana nilai-nilai perilaku yang timbul secara alami dan unik tanpa berdasarkan aturan-aturan baku yang telah ada sehingga menarik untuk diamati dan dilakukan penelitian.

1.5 Pendekatan

Adapun pendekatan yang dilakukan adalah: 1. Studi literatur untuk mempelajari:

a. Karakteristik dan citra sebuah Rest Area.

b. Standar ruang–ruang untuk fasilitas peristirahatan dan Komersil beserta ruang penunjang.

c. Tipologi bangunan Rest Area, fasilitas komersil, dan tipologi fasilitas penunjang dikaitkan dengan tema perilaku.

d. Studi banding tema sejenis: Sebagai perbandingan ke dalam perancangan proyek nantinya. Dan untuk data ini kebanyakan diambil dari internet.

e. Standar peraturan dan kebijakan yang berlaku di daerah sekitar tapak. 2. Survey lapangan:

(32)

b. Studi banding proyek sejenis: Melakukan survey yang berhubungan dengan proyek sejenis, sehingga dapat melihat potensi pasar yang ada. Sebagian data diambil dari literatur tertulis (buku dan majalah sebagai referensi) dan data internet.

c. Melakukan wawancara dan kuisioner kepada narasumber yang diperlukan.

1.6 Lingkup dan Batasan

Yang menjadi lingkup dan batasan perancangan dalam bangunan ini yaitu: 1. Menyangkut masalah pemilihan tapak, asumsi dan peraturan yang berlaku

di sekitar tapak.

2. Fokus perancangan Rest Area dengan fasilitas pendukung seperti restoran, ritel, mushala, bengkel, dan toilet umum.

3. Fokus perancangan hanya dikaitkan dengan pengertian mengenai tema Arsitektur Perilaku.

4. Secara umum akan memadukan perancangan bangunan fasilitas peristirahatan dan fungsi jasa komersil.

(33)

I.7 Kerangka Berpikir

Secara garis besar keseluruhan kegiatan di dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan suatu kerangka berfikir (gambar 1.3).

(34)

I.8 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan

Menguraikan latar belakang, tujuan, lingkup dan batasan, yang mendasari dilakukannya studi. Kerangka berpikir yang digunakan dan pembahasan sistematika penulisan.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Menguraikan tentang tinjauan teoritis dari kasus pengamatan, tinjauan terhadap teori arsitektur perilaku, dan kepustakaan yang berhubungan dengan kasus. Bab 3 Metodologi Perancangan

Menguraikan langkah-langkah proses penelitian yang dilakukan di dalam menganalisa kasus penelitian.

Bab 4 Tinjauan Umum Proyek

Menguraikan tentang deskripsi proyek, pemilihan serta studi banding proyek sejenis.

Bab 5 Tinjauan Kasus Penelitian

Menguraikan tentang analisa-analisa perilaku, tabulasi kegiatan, pemetaan perilaku, analisa–analisa fisik tapak dan lingkungan sekitar.

Bab 6 Pembahasan dan Konsep

Menguraikan tentang konsep-konsep dari deskripsi kegiatan, analisa hubungan aktivitas, hubungan antar ruang, serta kriteria dan kebutuhan ruang.

Bab 7 Kesimpulan

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar-Dasar Arsitektur dan Perilaku

Ziesel (1981) di dalam bukunya mengatakan bahwa:

“Observing behavior means systematically watching people use their

environments: individuals, pairs of people, small groups, and large groups. What do

they do. How do activities relate to one another spatially. And how do spatial

relations affect participants. At the same time, observers of environmental behavior

look at how a physical environment supports or interferes with behaviors taking

place within it, especially the side effects the setting has on relationships between

individuals or groups.”

Di dalam menganalisa perilaku yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang menggunakan elemen arsitektur secara pribadi, berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok besar. Apa saja yang mereka lakukan, bagaimana aktifitas saling berkait, apa pengaruhnya terhadap si pengguna, dan bagaimana elemen fisik itu berpengaruh terhadap kegiatan.

(36)

Mengamati perilaku di dalam seting-seting secara fisik menghasilkan data tentang aktifitas orang-orang dan hubungan-hubungan yang diperlukan untuk mendukung mereka; tentang keteraturan-keteraturan perilaku; penggunaan-penggunaan yang diharapkan, penggunaan-penggunaan-penggunaan-penggunaan baru, dan penyalahgunaan-penyalahgunaan dari suatu tempat; dan tentang kemungkinan dan kendala-kendala tingkah laku yang lingkungan akibatkan.

Jika peneliti ingin mengetahui lebih mendetail seberapa sering suatu aktifitas berlangsung, mereka dapat menggunakan data observasi kualitatif untuk mengembangkan daftar yang digunakan untuk menghitung. Untuk masing-masing aktifitas yang ada di dalam daftar, pengamat merekam karakteristik dari para peserta (sendirian atau di dalam kelompok), tempat, waktu, dan kondisi-kondisi lain yang relevan, seperti cuaca.

(37)

2.1.1 Pola aktifitas

Setiap aktifitas individu adalah suatu pola dari sistem aktifitasnya secara keseluruhan. Sistem aktifitasnya merupakan suatu aliran aktifitas selama suatu periode waktu yang spesifik ( Chapin dan Brail, 1969).

Klasifikasi Chapin-Brail (1969) adalah suatu konsep yang memiliki nilai karena mereka membedakan 3 dasar dari pengaruh perilaku manusia.

1. Tingkatan dari interaksi

Aktifitas dikategorikan menurut dari individu itu beraktifitas. Apakah sendiri, dengan kelompok keluarga, ataupun dengan orang lain.

2. Lokasi

Lokasi dari suatu aktifitas itu berada sangat menentukan dari subjek yang akan diamati aktifitasnya.

3. Kewajiban dan kebebasan untuk menentukan

Setiap individu dimungkinkan untuk melakukan berbagai aktifitas. Ada yang dilakukan menurut keinginannya. Namun ada pula yang merupakan suatu kewajiban karena keadaan.

2.2 Hubungan Arsitektur dengan Perilaku

Menurut Stokols (1976) bahwa empat pandangan mengenai pengaruh desain arsitektur dengan perilaku manusia sebagai pengguna:

1. Pendekatan Kehendak Bebas (Free-will Approach)

(38)

2. Determinisme Arsitektur (Architectural Determinism)

Lingkungan yang dibangun membentuk perilaku manusia di dalamnya 3. Kemungkinan Lingkungan (Environmental Possibilism)

Lingkungan sebagai wadah dimana perilaku akan muncul 4. Probabilisme Lingkungan (Environmental Possibilism)

Organisme dapat dapat memilih variasi respon pada berbagai situasi lingkungan, dan pada saat itu muncul pula probabilitas yang berkaitan dengan contoh-contoh kasus desain.

Menurut Barker (1968):

“Seting perilaku sebagai konsep kunci bagi analisis manusia dalam Arsitektur”

Seting perilaku sebagai dasar analisis interaksi lingkungan-perilaku: 1. Pola perilaku tetap atau tipe perilaku yang berulang kali

2. Aturan-aturan dan tujuan-tujuan sosial sebagai norma-norma yang berlaku 3. Ciri-ciri fisik kritis dari seting = unsur dan lingkungan fisik tidak

terpisahkan dengan perilaku

4. Tempat waktu, kerangka waktu dimana perilaku terjadi. Tiga pendekatan kelompok pemakai:

1. Berdasarkan Perkembangan manusia 2. Berdasarkan kelompok aktifitas tertentu

(39)

1. Perkembangan manusia

Berhubungan dengan perkembangan manusia dari lahir sampai usia lanjut.

Tahap perkembangan manusia:

Pranatal –> bayi –> kanak-kanak awal –> kanak-kanak –> pubertas ->remaja -> dewasa awal -> dewasa madya -> usia lanjut

2. Kelompok pemakai berdasarkan aktifitas Berkaitan dengan latar/seting

1. Pendidikan 2. Perkantoran 3. Perumahan

Berdasarkan tingkat sosial tertentu, gaya hidup (rumah susun, rumah kopel, apartemen).

4. Kelompok pemakai berdasarkan karakteristik tertentu

Berkaitan dengan karakter tertentu (budaya,etnis, cacat fisik, kelas sosial, agama).

Untuk menentukan suatu seting perilaku yang akan diamati dapat diambil data-data informasi yang dapat dikategorikan ke dalam:

1. Manusia/pengguna

(40)

2. Besarnya karakteristik

Berapa orang/jam yang berada disini, berapa besar ruangan yang dibutuhkan, berapa sering dan untuk berapa lama seting itu dipergunakan. 3. Objek Perilaku

Tipe seperti apa dan berapa banyak perilaku yang terjadi, bagaimana kemungkinan-kemungkinan stimulasi, respon, dan adaptasi yang mungkin terjadi.

4. Pola Aktifitas

Aktifitas apa yang terjadi disana, seberapa unik dan berulang hal-hal yang dilakukan pemakai.

Kesimpulannya adalah pentingnya mengetahui seting perilaku dan kelompok pemakai di dalam mengalisa perilaku eksisting lingkungan binaan yang akan dirancang.

2.3 Mengumpulkan dan menggunakan informasi Perilaku

Ada beberapa langkah-langkah penting yang harus diperhatikan di dalam kita mengamati pola perilaku disuatu keadaan (Porteous, 1977).

1. Survey, angket, dan wawancara

2. Mengukur atribut-atribut dari keadaan lingkungan visual

(41)

4. Evaluasi keadaan lingkungan; Pengamatan perilaku dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

5. Kesimpulan evaluasi, kepuasan pengguna, dan penerapannya terhadap desain.

Dari langkah-langkah diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa menggunakan informasi perilaku yang telah kita dapatkan merupakan faktor penting di dalam menentukan langkah desain ke depan. Kepuasan pengguna sebagai seting perilaku yang diamati merupakan tujuan utama dari pengamatan.

2.4 Makna Lingkungan

Scheiderfranken (1981) mengemukakan tentang arti bentuk sebagai faktor teratur pada jiwa manusia:

“Lingkungan kita harus memperlihatkan bentuk yang kita rasakan sebagai murni dan benar. Jangan kita lupa, bahwa semua lingkungan kita mempengaruhi kita kembali dan membentuk kita.”

Pernyataan diatas menyatakan bahwa setiap lingkungan itu pasti akan mempengaruhi manusia di dalamnya. Manusia sebagai pengguna akan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan berusaha mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan dasarnya dari lingkungannya tersebut.

(42)

perjalanan, novel, cerita, lagu, berita koran, ilustrasi, seting film atau televisi, dan iklan. Material ini menunjukkan bagaimana masyarakat melihat lingkungannya, bagaimana mereka merasakannya, apa yang mereka suka dan tidak suka dari lingkungan tersebut, dan sikap apa yang menjadi tanggapan pribadi (Rapoport, 1977).

Apa yang terlihat signifikan dari berbagai contoh yang telah banyak diberikan dan dapat diterapkan ditempat lain, tetapi terkadang tidak sesuai diterapkan di kondisi yang berbeda. Ada berbagai hal yang harus diperhatikan untuk untuk meletakkan suatu benda kedalam suatu tempat. Kerangka berfikir yang besar mulai muncul, menghubungkan berbagai konsep, teori, disiplin ilmu yang tidak berhubungan dan berbeda. Kesimpulan-kesimpulan yang mulai muncul untuk memprediksi dan mengkonfirmasi apa yang telah dipelajari. Tegasnya penelitian dan pengamatan yang dilakukan digunakan untuk mengetest prediksi kedepan yang terjadi sehingga dapat dibuktikan dan digunakan.

Hasil yang ingin dicapai dan kerangka berfikirnya harus tegas, ringkas tetapi jelas. Harus spesifik, menggunakan pendekatan yang relatif sederhana dengan menggunakan medel komunikasi nonverbal. Bahkan adakalanya suatu penilaian yang sangat kritis disandingkan dengan pengamatan secara komunikasi nonverbal yang lebih sederhana akan menjadi suatu keuntungan.

(43)

digunakan untuk membandingkan kebudayaan yang berbeda dengan menggunakan pendekatan materi sejarah, arkeologi, dan etnografi.

Sebagai contoh sebuah kelompok yang telah mapan secara gaya hidup dan kualitas lingkungannya. Uraikanlah sistem aktifitasnya, sistem pengaturan, daerah atau lokasinya, dan juga sistem akomodasi mereka. Dengan pengamatan dan analisa perilaku mereka (siapa, apa, dimana, kapan, dan untuk apa), data-data tersebut dapat dengan cepat disimpulkan dan dimengerti. Mereka dapat menggunakannya untuk grup tersebut untuk dirinya. Dapat juga digunakan untuk persentase kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Dan dapat untuk mengetahui kepuasan dan ketidakpuasan dari perilaku dan kelakuan komunitas tersebut.

Yang kedua adalah pendekatan yang dilakuan secara umum untuk suatu kebudayaan manusia. Metode ini interpretatif, harus mengacu kepada penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan. Dari berbagai kepingan-kepingan kecil informasi yang berbeda tentang bagaimana mereka terhubung, atau bagaimana perbedaan tempat dan prinsip yang berbeda terhubung, mengungkapkan hubungan yang tidak disangka-sangka. Kerangka berfikir dan konsep dapat dibangun dari membandingkan kebudayaan yang berbeda dan sejarahnya, hubungan primitive, vernacular, dan kondisi lingkungan, contoh tradisional maupun modern.

(44)

lingkungannya tersebut. Pendekatan perilaku melalui pengamatan, mencatatan, lalu kemudian dianalisis. Itu relatif sangat sederhana dan langsung ke pokok permasalahan.

2.5 Teori Place

Teori Place mewakili suatu keunikan di dalam memahami kebudayaan dan karakter manusia dari suatu ruang fisik. Secara abstrak pengertian dari ruang fisik hanyalah suatu ruang kosong yang dibatasi benda penghubung fisik yang potensial. Hanya akan menjadi tempat yang bermakna apabila diberikan suatu arti kontektual dari unsur kebudayaan ataupun regional yang unik dan spesifik.

Sementara ruang fisik dapat diuraikan dengan kategori atau tipologi berdasarkan unsur fisik, Setiap tempat itu unik, mempunyai karakteristik dan makna dari yang ada di dalam dan sekitarnya. Karakteristik ini berisi unsur fisik, substansi material, bentuk, tekstur dan warna, dan banyak lagi unsur-unsur budaya yang tak terukur secara sistematis dan teknis. Yang mempengaruhi manusia, mempengaruhi lingkungan yang tumbuh, hidup, meliputi, dan ada bersama manusia (Trancik, 1986).

(45)

Heidegger (1971) berkata:

"a boundary is not that at which something stops, but as the Greeks recognized, the boundary is that from which something begins its presencing." Arsitek harus menanggapi hal ini dan apabila memungkinkan harus meningkatkan identitas lingkungan dan sense of place. Norberg-Schulz (1979) dalam mengemukakan Genius Loci mengatakan:

A place is a space which has a distinct character. Since ancient times the genius loci, or spirit of place, has been recognized as the concrete reality man

has to face and come to terms with in his daily life. Architecture means to

visualize the genius loci and the task of the architect is to create meaningful

places where he helps man to dwell.

Jadi Arsitek harus menciptakan Place dan bukan hanya Space dengan mengemukakan sintesa dari keseluruhan komponen lingkungan, termasuk sosial. Hasil yang didapat harus menemukan komposisi yang terbaik dari lingkungan fisik dan konteks budaya, dan juga kebutuhan dan keinginan dari pengguna. Yang tidak terlepas dari ruang dan waktu. Kebanyakan desain yang berhasil meminimalkan campur tangan di dalam merubah sosial dan fisik dibandingkan dengan desain dengan perubahan yang radikal. Ini disebut juga pendekatan ekologikal (McHarg, 1969).

Arsitek Belanda, Van Eyck (1968) menyatakan:

"Whatever space and time mean, place and occasion mean more. For space in the image of man is place; articulate the in between .... Space experience, 1

(46)

Walaupun ruang dan waktu berpengaruh tetapi harus diingat tempat dan kesempatan lebih berpengaruh. Pengalaman dari suatu tempat yang unik adalah suatu pengalaman yang tidak terlupakan. Sehingga keunikan dari suatu tempat harus ditingkatkan.

Untuk perancang yang ingin menciptakan tempat kontekstual yang unik, mereka harus lebih menggali sejarah lokal, perasaan dan kebutuhan dari pengguna, tradisi dan kebiasaan pengguna, material-material lokal, dan juga kondisi realitas politik dan ekonomi dari komunitas tersebut. Perancang harus terlebih dahulu menguraikan apa yang ingin mereka buat; dengan kondisi eksisting dan rasa hormat akan kebutuhan manusia.

Seorang Arsitek Belanda yang menjadi salah satu tokoh desain kontekstual di Eropa, Herzberger (1982) menyatakan:

"Designing is nothing more than finding out what the person and object want to be: form then makes itself. There is really no need for invention—you must

just listen carefully."

Sehingga kita hanya perlu untuk menyusun yang telah ada daripada menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. Menciptakan Place yang memiliki makna bagi pengguna yang sesuai dengan ruang, waktu, tempat, kegiatan, dan pengguna.

(47)
(48)

BAB III

METODOLOGI PERANCANGAN

3.1 Metode Perancangan

Proses perancangan rest area melewati beberapa tahapan, yaitu: (1) tahap pengumpulan data; (2) tahap analisis dan sintesis; dan (3) tahap konsep perancangan bangunan. Perancangan menerapkan teori Arsitektur Perilaku sebagai prosesnya. Ziesel (1981) mengatakan bahwa mengamati perilaku secara sistematis menyaksikan orang-orang menggunakan lingkungan mereka secara individu, berpasangan, kelompok-kelompok kecil, dan kelompok-kelompok yang besar. Apa yang mereka lakukan. Bagaimana cara aktifitas berhubungan satu sama lain. Bagaimana cara perbandingan ruang mempengaruhi pelaku. Pada waktu yang sama, pengamat dari perilaku lingkungan memperhatikan bagaimana suatu lingkungan yang secara fisik mendukung atau menghalangi perilaku-perilaku yang berlangsung di dalamnya, terutama pengaruh yang berakibat pada hubungan antara individu atau kelompok-kelompok.

Metode perancangan ini mengambil langkah-langkah yang dilakukan John Zeisel (1981) di dalam bukunya “Inquiry By Design: Tools For

Environment-Behavior Research” yang memberikan langkah-langkah pengamatan perilaku

(49)

3.2 Pengumpulan dan Klasifikasi Data

Pendekatan perancangan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui:

1. Mengamati elemen fisik

Di dalam mengamati lingkungan fisik yang dapat menjadi gambaran dari perilaku yang telah terjadi di dalam rest area. Elemen lingkungan yang menjadi lokasi penelitian diamati bagaimana pelaku menggunakan rest

area itu; budaya mereka, kebiasaan mereka, dan bagaimana mereka

menunjukkan jati diri mereka sendiri.

Di dalam melakukan pengamatan elemen fisik yang perlu di perhatikan adalah:

a. Dapat digambarkan b. Tidak menarik perhatian c. Yang telah berlangsung lama d. Mudah untuk dicatat

Elemen diatas diperlukan untuk melakukan pengambilan data yang lebih akurat dan menggambarkan situasi yang benar terjadi pada rest area yang telah ada.

2. Survey/pemetaan perilaku

(50)

3. Wawancara

Wawancara yang dilakukan kepada pelaku yang beraktifitas di rest area. Pertanyaan yang secara sistematis untuk mengetahui apa yang pelaku pikirkan, apa yang dirasakan, apa yang dilakukan, apa yang diketahui, ada yang diyakini, dan apa yang diharapkan.

4. Kuesioner

Kuesioner diambil untuk mengetahui evaluasi desain dan tingkat kepuasan pengguna rest area yang telah ada dan untuk mengetahui harapan pengguna di masa yang akan datang (tabel 3.1).

Tabel 3.1 Kuesioner penelitian untuk rest area

No PERTANYAAN JAWABAN

1 Alasan Anda berhenti di rest area a. IShoMa

b. Kamar mandi/toilet c. Mengisi bahan bakar d. Lain-lain :…………..

2 Waktu kedatangan a. Pukul 06.00 s/d pukul 12.00

b. Pukul 12.00 s/d pukul 18.00 c. Pukul 18.00 s/d pukul 24.00 d. Pukul 00.00 s/d pukul 06.00 3 Ruangan apa yang pertama kali anda

tuju sesampainya di rest area

(51)

Tabel 3.1 (lanjutan)

No PERTANYAAN JAWABAN

c. Kamar mandi/toilet d. Lain-lain :………….. 4 Berapa lama waktu anda berhenti di

rest area

a. < 1 jam b. 1-2 jam c. > 2 jam 5 Fasilitas apa lagi yang anda harapkan

ada di rest area

a. Mini market b. Ruang istirahat c. Bengkel

d. Lain-lain :………….. 6 Konsep rest area seperti apa yang anda

harapkan

a. Fasilitasnya lengkap b. Waktu pelayanan cepat c. Kenyamanan

d. Lain-lain :………….. Sumber: Analisa Penulis

(52)

3.3 Analisis dan Sintesis

Analisis dilakukan pada rest area yang telah ada sebagai landasan perencanaan rest area yang sesuai dengan standar dan kebutuhan pengguna. Analisis ini untuk mengadopsi dan mempelajari pola perilaku yang mempengaruhi di dalam proses perancangannya.

Hasil data primer dan sekunder yang diperoleh dikumpulkan untuk kemudian dianalisis menggunakan variabel arsitektur perilaku, yaitu menciptakan rasa yang berbeda dan keotentikan suatu tempat, pelaku dan kebutuhan mereka. Melalui analisis akan diperoleh potensi-potensi yang dimiliki serta permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi pada proses desain untuk kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan desain.

Hasil analisis kemudian digunakan untuk menentukan konsep perancangan yang akan diterapkan pada bangunan. Penentuan konsep harus sesuai dengan tujuan perancangan serta dapat menjadi alternatif solusi bagi permasalahan.

Kepekaan untuk menganalisa dan menyimpulkan perilaku yang telah berjalan dan menjadi budaya ataupun kebiasaan masyarakat lingkungan binaan yang akan dirancang menjadi syarat penting untuk keberhasilan desain.

(53)

3.4 Konsep Desain

Konsep desain terintegrasi antara zonifikasi tapak, organisasi ruang, pola gubahan massa, sistem struktur dan teknologi bangunan, sirkulasi serta sistem utilitas (gambar 3.1). Hasil konsep kemudian akan dikembangkan menjadi desain bangunan dalam bentuk gambar pra rancangan yang sesuai dengan standar profesional arsitek.

(54)

BAB IV

TINJAUAN UMUM PROYEK

4.1 Deskripsi Proyek dan Pemilihan Lokasi

Proyek Tesis Perancangan ini adalah fasilitas rest area. Fasilitas ini terdiri dari rumah makan, toko kelontong, bengkel sederhana dan tempat pencucian mobil. Proyek ini dilakukan dengan pendekatan arsitektur perilaku dimana pengamatan dilakukan berdasarkan pola aktifitas yang mempengaruhi ruang dan evalusi kepuasan pengguna. Pengamatan dapat dilakukan berdasarkan kelompok waktu dan kelompok kegiatan (siapa, apa, dimana, kapan, dan untuk apa).

4.1.1 Alternatif lokasi

Pada perencanaan bangunan rest area ini, ada tiga alternatif lokasi yaitu di Jalan Asrama, Kecamatan Medan Helvetia; Jalan Raya Lintas Sumatera, Pangkalan Brandan; dan di Jalan Lintas Sumatera Km 12 Kelurahan Pabatu, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai.

(55)

Lokasi yang terpilih adalah:

1. Jalan Asrama (Kecamatan Medan Helvetia)

Lokasi berada pada jalur lingkar luar kota Medan (gambar 4.1) dimana kendaraan berukuran besar dan angkutan umum antar kota melewatinya karena tidak diperbolehkan melintas di dalam kota Medan.

Gambar 4.1 Peta alternatif lokasi Jl. Asrama

2. Jalan Raya Lintas Sumatera, Pangkalan Brandan

Lokasi berada pada pinggir kota Pangkalan Brandan (gambar 4.2). terletak pada jalur utama perlintasan keluar atau menuju daerah Aceh. Seiring dengan perkembangan Jalur Lintas Sumatera yang semakin baik mendukung perkembangan kebutuhan akan rest area.

(56)

3. Jalan Lintas Sumatera Km 12 Kelurahan Pabatu (kota Tebing Tinggi) Lokasi berada pada kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN. III Kebun Pabatu (gambar 4.3). Tapak berbatasan langsung dengan rel kereta api dan PTPN. III Kebun Pabatu.

Gambar 4.3 Peta alternatif lokasi kota Tebing Tinggi

Dari ketiga alternatif lokasi di atas dapat dilakukan penilaian berdasarkan beberapa kriteria (tabel 4.1) untuk memilih lokasi yang paling baik.

Tabel 4.1 Penilaian alternatif lokasi

No. Kriteria

Lokasi

Jl. Asrama Jl. Lintas Sumatera Pangkalan Brandan

Jl. Lintas Sumatera Km 12

1 Kriteria Umum

Rest Area Normatif.

prediksi masa yang

akan datang. Konvensional.

2 Existing SPBU dan lahan

Sangat strategis.

(57)

Tabel 4.1 (lanjutan)

No. Kriteria

Lokasi

Jl. Asrama Jl. Lintas Sumatera Pangkalan Brandan

Jl. Lintas Sumatera

Km 12

4 Target Market/massa

Banyak tapi terbatas. (4)

Banyak tapi terbatas.

(4)

Sangat banyak/Luas.

(5)

Terbuka dan sangat luas. (5)

Permukiman. (3) Perkebunan Kelapa Sawit. (4)

Berada di Jalinsum

Pangkalan Brandan.

(4)

Berada di JaLinSum dan dilewati

pengendara baik dari daerah Timur

Lengkap dan kondisi baik. (5)

Lengkap dan kondisi baik. (5)

Total 37 35 42

Sumber: Analisa Penulis

(58)

4.1.2 Lokasi penelitian

Lokasi berada pada wilayah kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN. III Kebun Pabatu. Kelurahan Pabatu, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (gambar 4.4).

(59)

Lokasi berada pada wilayah kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN. III Kondisi di sekitar lokasi penelitian sangat hijau sebab terdapat banyak pepohonan di sepanjang tepi jalan, terutama kawasan Perkebunan Sawit (gambar 4.5).

(60)

Lokasi penelitian merupakan rest area yang timbul secara alami sebagai tempat persinggahan kendaraan bermotor tetapi belum tertata dengan baik (gambar 4.6). Fasilitas ini terdiri dari rumah makan, toko kelontong, bengkel sederhana dan tempat pencucian mobil.

(61)

4.1.3 Deskripsi kondisi lokasi penelitian

a. Batas Administrasi Lahan : Kelurahan Pabatu, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai

b. Kawasan : Perkebunan Kelapa Sawit PTPN. III

Kebun Pabatu. c. Ketinggian bangunan sekitar : -

d. Luas lahan : ± 20.000 M²

e. KDB : 60 %

f. Batas-batas Lahan

1. Sebelah Utara berbatasan dengan lahan kosong

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Lintas Sumatera 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan lahan kosong

4. Sebelah Barat berbatasan dengan rel kereta api dan PTPN. III Kebun Pabatu

g. Eksisting : Tempat peristirahatan para pengendara

h. Topografi : Relatif datar

i. Vegetasi : Asri

j. Utilitas : PLN, PDAM, Telkom

(62)

Tentunya di dalam pemilihan lokasi penelitian tersebut memiliki beberapa keuntungan/potensi maupun kekurangan/kendala.

Keuntungan/potensi:

1. Aksesibilitas yang mudah dijangkau, karena tapak berada di Jalur Lintas Sumatera.

2. Merupakan jalur perlintasan yang harus dilalui kendaraan bermotor yang melintasi Jalur Lintas Sumatera, baik dari daerah Timur maupun Barat Sumatera.

3. Merupakan jalan negara dengan status termasuk dalam klasifikasi kelas I. 4. Kebutuhan akan rest area, karena di sekitar lokasi tidak terdapat rest area. 5. Jarak dari lokasi ke SPBU terdekat cukup jauh (± 20 Km).

6. Tapak berbatasan dengan lahan kosong sehingga memungkinkan untuk penambahan luasan apabila diperlukan.

7. Kebutuhan akan tempat persinggahan yang layak dan nyaman sebagai tempat untuk beristirahat, makan-minum, ataupun membeli kebutuhan-kebutuhan selama di dalam perjalanan.

8. Lokasi merupakan tempat persinggahan, namun kondisi eksisting belum tertata dengan baik.

(63)

Kekurangan/kendala lahan:

1. Arus kenderaan ramai, sehingga cenderung menimbulkan suasana yang bising pada Jalan Lintas Sumatera.

Untuk mengimbangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor (tabel 4.2) dan kebutuhan atas efisiensi waktu selama diperjalanan maka diperlukan adanya suatu rest area atau tempat peristirahatan yang terpadu.

Tabel 4.2 Jumlah rata-rata perhari kendaraan bermotor yang melewati kota Tebing Tinggi menurut jenis kendaraan

Tahun Mobil Penumpang Mobil Gerobak Bus Total

2007 439 180 78 697

2008 460 197 83 740

2009 502 215 76 793

Sumber: Tebing Tinggi Dalam Angka, 2010

2. Lokasi berada pada jalur dimana para pengendara melaju dengan kecepatan tinggi.

Pengendara yang melaju dengan kecepatan tinggi menambah resiko persilangan alur kendaraan yang terjadi.

3. Berbatasan langsung dengan rel kereta api.

(64)

4.2 Studi Banding Proyek Sejenis 4.2.1 Rest Area KM 19, Jawa Barat

Gambar 4.7 SPBU padaRest Area KM 19, Jawa Barat Sumber: Indonesia Design

PROJECT DATA :

Project Name : Rest Area Km 19 (Gambar 4.7)

Client : PT.Samudera Adidaya Sentosa

Arscitecture Consultant : Design Associates Architect

Principal Architect : Maria Rosantina & Gregorius Yolodi

Project Team : Erudin Halim, Jon Eduard (Alm). Dedy

Kelana, Ari Muladi

Structural Consultant : PT.Stadin Strukturindo

(65)

Project Management : Ciriajasa CM

Construction Management : Harry Hartawan, Daswir Rabais, Penta

Legawa

Contractor : PT. Multi Struktur, PT. Loh Bener, PT. Mitra

Pemuda, PT. Perkasa Adiguna, PT. Rabnovan, PT. AltekTirta Cemerlang, CV. Sumber Jaya Utama, CV. Rizki Wirogo

3d Images : Xna 3d Images

Graphic desain & logo : Namu

Coba kita cermati benar-benar, dan rasakan, bagaimana proyek ini seolah menempeleng kesadaran kita. Lihat, bagaimana bentuknya yang sama sekali berbeda dengan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang selama ini kita jumpai. Kalau lainnya hanya beratap datar dengan warna dan komposisi bentuk yang standar -malah cenderung seragam, yang satu ini peneduhnya seolah menjulang ke langit, dengan gestur bentuk yang demikian berbeda dengan rekan-rekan sebayanya.

Pertanyaan yang harusnya kita munculkan lantas haruslah begini: "Mengapa yang ini bisa, yang lain tidak". Ada dua kemungkinan, pertama, Arsitek memang membuat rancangan yang keluar dari pakem SPBU pada umumnya dan berhasil meyakinkan tentang rancangan SPBU pada umumnya yang telah out of date.

(66)

Namun apapun alibinya, proyek ini layak kita gelari sebagai tonggak bagi karya Arsitektur yang mampu lepas dari langgam yang sering kali membelenggu sebuah fungsi tertentu.

Sebaiknya, dan seharusnya, bentuk SPBU yang spesifik bisa menjadi nodes-nodes (tetenger) bagi sebuah wilayah (gambar 4.8), apalagi posisinya yang selalu menempati titik strategis dari sebuah path (jalur). Bentuk SPBU yang dirancang dengan pendekatan kontetel terhadap lingkungannya, akan memberikan sumbangsih terhadap wajah lingkup secara lebih progresif.

Gambar 4.8 Rest Area KM 19, Jawa Barat Sumber: Dokumentasi Penulis

(67)

Konsepsi proyek yang dinamai Rest Area KM 19 ini sendiri dikembangkan dari tempat istirahat yang biasanya terdapat di tepian jalan tol, yang lantas digabungkan dengan SPBU sebagai penunjang utama pengguna jalan tol. Shelter SPBU dibuat dengan konsep gerbang. Kolom-kolom utama yang biasanya dua buah di tiap pulaunya, kini hanya dibuat satu buah dan miring kearah jalan tol. Warna korporasi dari Pertamina (merah, perak, dan putih) digunakan pada elemen yang berbeda dari shelter biasanya.

Warna merah yang biasanya terdapat pada elemen listplank, di sini digunakan sebagai warna kolom, sedangkan warna perak yang biasanya sebagai warna kolom menjadi warna listplank. Kekuatan warna merah juga dijadikan sebagai vocal point dan ritme dari kolom yang membentuk rentetan tiang gerbang ke arah jalan tol.

Penjungkitan atap menjadi lebih tinggi di satu sisi, dimaksudkan sebagai respon kebutuhan akan kendaraan besar dengan tinggi yang lebih dari kendaraan biasanya. Ini menyiasati pula konsep sirkulasi yang memang dipecah menjadi dua zona, kendaraan besar (truk, bus, kontainer) dan kendaraan kecil (mobil pribadi).

(68)

Bentuknya yang sama sekali berbeda dengan SPBU yang selama ini kita jumpai (gambar 4.9). Kalau lainnya hanya beratap datar dengan warna dan komposisi bentuk yang standar, SPBU yang satu ini peneduhnya seolah menjulang ke langit.

(69)

Konsep proyek ini sendiri dikembangkan dari tempat istirahat yang biasanya terdapat di tepian jalan tol, yang lantas digabungkan dengan SPBU sebagai penunjang utama pengguna jalan tol (gambar 4.10).

(70)

Pola aktivitas para pengguna Rest Area KM 19, Jawa Barat dapat dijadikan dalam suatu bentuk tabulasi agar dapat mempermudah pemetaan perilaku yang terjadi pada rest area ini (tabel 4.3).

Tabel 4.3 Pola aktivitas pelaku Rest Area KM 19, Jawa Barat

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

Pengelola 24 jam Mengelola dan menjalankan rest area

Para pengelola di sini yaitu operator SPBU dan

managemen rest area. Mereka menjalankan rest area dan SPBU ini 24 jam dan harus siap maka kala ada kendala yang terjadi di lapangan. Penjual

makanan

06.00-10.00 Bersih-bersih ruangan,

persiapan/ memasak makanan

(71)

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

10.00-16.00

16.00-19.00

19.00-22.00

Memasak, melayani pelanggan

Melayani pelanggan, istirahat

Memasak, melayani pelanggan

Pada waktu ini pelanggan relatif ini pelanggan yang datang telah berkurang.

(72)

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

22.00-03.00 Melayani pelanggan, istirahat Selepas waktu makan malam pengunjung sudah berkurang. Tetapi biasanya pengelola masih buka dan melayani pesanan

10.00-13.00 Istirahat, mengisi bahan bakar, memeriksa kendaraan

(73)

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

13.00-16.00

16.00-19.00

19.00-22.00

Makan siang, istirahat

Istirahat, melanjutkan perjalanan

Makan malam, istirahat, bersosialisasi

(74)

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

22.00-06.00 Istirahat, melanjutkan perjalanan

Selesai makan malam ada yang melanjutkan

06.00-10.00 Istirahat, bersih diri, sarapan Bus perjalanan jauh seperti antar

(75)

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

13.00-16.00

19.00-22.00

Istirahat, Shalat, makan siang

Istirahat, Shalat, makan malam

(76)

Sumber: Analisa Penulis

Tabel 4.3 (lanjutan)

Pelaku Waktu Kegiatan Analisa kegiatan

Pengemudi/

Istirahat, bersih diri, sarapan

Istirahat, Shalat, makan siang

Istirahat, Shalat, makan malam

(77)

Berdasarkan analisa perilaku di atas dapat dilakukan pemetaan perilaku secara

Place-centered Mapping. Pemetaan yang akan menentukan ruang-ruang yang

dipergunakan para pelaku di Rest Area Km 19 ini (gambar 4.11).

Gambar 4.11 Pemetaan Place-centered MappingRest Area Km 19 Sumber: Analisa Penulis

Pengelola

Penjual Makanan

Pengemudi truk/mobil muatan Pengemudi/penumpang bus

Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Minimarket

Parkir

Parkir truk/Bus

Pujasera

Restoran cepat saji

SPBU

Kantor pengelola

Bengkel

(78)

Berdasarkan analisa perilaku di atas dapat dilakukan pemetaan perilaku secara

Person-centered Mapping. Pemetaan yang akan menentukan pola pergerakan para

pelaku di Rest Area Km 19 ini (gambar 4.12).

Gambar 4.12 Pemetaan Person-centered MappingRest Area Km 19 Sumber: Analisa Penulis

Pengelola

Penjual Makanan

Pengemudi truk/mobil muatan Pengemudi/penumpang bus

Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Parkir

Parkir truk/Bus

Pujasera

Restoran cepat saji

SPBU

Kantor pengelola

(79)

Pola penzoningan ruang yang jelas dan teratur berdasarkan fungsi kegiatan di

rest area Km 19 ini (gambar 4.13) memberikan pengunjung kemudahan untuk

mengakses. Fasilitas yang lengkap, waktu pelayanan yang cepat, dan faktor kenyamanan juga dapat menjadi alasan utama para pengendara berhenti dan beristirahat di tempat ini.

Secara sederhana rest area km 19, Jawa Barat dapat digambarkan melalui gambar skematik:

Gambar 4.13 Skematik Rest Area Km 19 Sumber: Analisa Penulis

(80)

4.2.2 SPBU Rest Area KM 59, Jawa Barat

Sebagaimana Rest Area yang terdapat pada jalur Pantura pulau Jawa, SPBU yang satu ini tidak hanya sebagai tempat pengisian bahan bakar saja, tetapi dilengkapi dengan Fasilitas-fasilitas pendukung (gambar 4.14) lain yang menunjang kegiatan.

Gambar 4.14 Suasana rest area Km 59, Jawa Barat Sumber: Dokumentasi Penulis

(81)

Walaupun bentuk dan massa SPBU yang satu ini masih mengikuti pola-pola bentuk SPBU pada umumnya tetapi fasilitas-fasilitas penunjang yang terdapat di dalamnya sangatlah lengkap (gambar 4.15). Yang dapat membantu dan mempermudah para pengendara selama di dalam perjalanan.

(82)

Terdapat beberapa jenis restoran siap saji yang dapat menjadi pilihan para konsumen di rest area ini. tempat peristirahatan yang nyaman dapat dipergunakan pengunjung untuk beristirahat sejenak melepas kelelahan setelah berada dalam perjalanan (gambar 4.16).

Gambar 4.16 Berbagai fasilitas rest area Km 59 seperti rumah makan dan tempat peristirahatan

(83)

Standar pelayanan SPBU Pertamina yang semakin membaik di antara SPBU asing yang masuk ke Indonesia menjadi standar minimum SPBU ini (gambar 4.17).

Gambar 4.17 Berbagai fasilitas rest area Km 59 Sumber: Dokumentasi Penulis

(84)

Fasilitas-fasilitas penunjang yang terdapat di dalam SPBU ini sangatlah lengkap (gambar 4.18). Yang dapat membantu dan mempermudah para pengendara selama di dalam perjalanan.

Secara sederhana rest area km 59, Jawa Barat dapat digambarkan melalui gambar skematik:

Gambar 4.18 Skematik Rest Area Km 59 Sumber: Analisa Penulis

(85)

Rest area ini berorientasi ke dalam. Ruang terbuka hijau yang menjadi pusat pergerakan diharapkan dapat mempermudah pengguna untuk melakukan kegiatannya (gambar 4.19). Akan tetapi fasilitas yang terpisah-pisah menjadi suatu kendala tersendiri yang mengakibatkan waktu pelayanan menjadi relatif lebih lambat.

Gambar 4.19 Skematik Rest Area Km 59 Sumber: Analisa Penulis

(86)

Beberapa tempat pemberhentian yang ada di daerah Sumatera Utara yang menjadi magnet berhentinya para pengendara dan penunpang kendaraan bermotor (tabel 4.4, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, dan 4.11).

Tabel 4.4 Tempat pemberhentian Perbaungan

Kota Perbaungan

Tempat Rumah makan Padang Simpang Tiga dan Bahagia Pengunjung 1. Pengemudi/penumpang bus

2. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Pemberhentian ini menawarkan aneka hidangan masakan Padang yang khas. Hidangan ikan segar menjadi pilihan para pengunjung. Hidangan tambahan seperti sate dan mie rebus juga menjadi favorit di tempat ini.

(87)

Tabel 4.5 Tempat pemberhentian Perbaungan

Kota Perbaungan

Tempat Dodol Bengkel

Pengunjung 1. Pengemudi/penumpang bus

2. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Pusat penjualan oleh-oleh khas Perbaungan ini berada di sepanjang jalan Kampung Bengkel. Selain menawarkan dodol Perbaungan di sini juga menjual aneka kerajinan, makanan ringan khas perbaungan dan buah-buahan sebagai oleh-oleh dari kota Perbaungan.

(88)

Tabel 4.6 Tempat pemberhentian Sei Rampah

Kota Sei Rampah

Tempat Rumah makan Padang Sei Rampah Pengunjung 1. Pengemudi truk/mobil muatan

2. Pengemudi/penumpang bus

3. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Jajaran rumah makan padang yang berada di pekan kota Sei Rampah ini menjadi pilihan para pengendara karena harganya yang relatif murah dan menu makanan yang beragam.

(89)

Tabel 4.7 Tempat pemberhentian Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi

Tempat Rumah makan Padang Pabatu Pengunjung 1. Pengemudi truk/mobil muatan

2. Pengemudi/penumpang bus

3. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Tempat pemberhentian ini menjadi pilihan para pengendara karena harganya yang relatif murah dan menu makanan yang beragam. Lokasi yang buka untuk 24 jam juga menjadi alasan para pengendara berhenti untuk beristirahat.

(90)

Tabel 4.8 Tempat pemberhentian Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi

Tempat Sentra oleh-oleh khas Tebing Tinggi Pengunjung 1. Pengemudi/penumpang bus

2. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Tempat pemberhentian ini menyediakan oleh-oleh khas Tebing Tinggi seperti lemang, gipang kacang, dan kue kacang Rajawali khas Tebing Tinggi.

(91)

Tabel 4.9 Tempat pemberhentian Siantar

Kota Siantar

Tempat Rumah makan Beringin Indah Pengunjung 1. Pengemudi/penumpang bus

2. Pengemudi/penumpang kendaraan pribadi Kegiatan

Analisa Rumah makan ini menyediakan beraneka macam masakan burung goreng. Mulai dari burung Puyuh, burung Dara, burung Roa-roa dan berbagai jenis burung lain menjadi hidangan yang khas dan istimewa dari restoran ini.

Gambar

Gambar 1.2 Skema kemungkinan alasan terbentuknya rest area Sumber: Analisa Penulis
Gambar 1.3 Kerangka berpikir
Tabel 3.1 (lanjutan)
Gambar 3.1 Skema tahapan perancangan Sumber: Analisa Penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait