• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Pada : Caleg Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Pada : Caleg Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan)."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF

PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(

Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN)

D i s u s u n

Oleh :

KARTIKA PANJAITAN

050906015

Dosen Pembimbing : Muryanto Amin S.sos M.Si

Dosen Pembaca

: Dra. T. Irmayani M.Si

FAKULTAS ILMU POLITIK DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN) Nama : Kartika Panjaitan

NIM : 05090615 Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ABSTRAKSI

Diselenggarakannya pemilu legislatif langsung sesuai pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan penerapan sistem suara terbanyak merupakan babak baru dalam proses demokratisasi politik saat ini. Berlakunya keputusan MK kemudian menimbulkan pro dan kontra, terutama bagi kaum perempuan yang selama ini menjadi pihak yang diperjuangkan keterwakilannya dengan upaya affirmative action. Dengan berlakunya sistem suara terbanyak berbagai upaya akan dilakukan oleh calon legislatif perempuan, karena sistem ini memaksa perempuan untuk sama dengan laki-laki. Sehingga melihat strategi kampanye dan isu apa yang diterapkan oleh calon legislatif perempuan terpilih menjadi penting untuk diteliti.

Kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan oleh para kandidat untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya. Kampanye berhasil bilamana kedua belah pihak, baik kandidat dan konstituen memiliki kesepakatan-kesepakatan tentang pesan atau ide-ide yang disampaikan sehingga konstituen akan merasa yakin untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan isu kampanye apa yang digunakan oleh calon legislatif perempuan terpilih 2009 pada DPRD Kota Medan. penelitian ini meggunakan bentuk penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka untik mengeksplorasi tentang strategi dan isu kampanye Calon Legislatif Terpilih DPRD Kota Medan 2009.

Salah satu yang menjadi kunci keberhasilan para calon legislatif terpilih yaitu dengan menggunakan teknik kampany dari pintu ke pintu (Door to Door

Campaign), kampanye diskusi kelompok (Group Discussion Campaign),

kampanye massa tidak langsung (Indirect Massa Campaign), dan kampanye massa langsung (Direct Massa Campaign)

(3)

DAFTAR ISI

E.3.1. Redefenisi dan Filosofi Ilmu Marketing...………...21

E.3.2. Marketing Politik...23

E.3.2.1. Perdebatan Marketing Politik...23

E.3.2.2. Peran Marketing dalam dunia Politik...24

E.3.3. Konsep Marketing dalam Domain Politik...24

E.3.3.1. Orientasi Pasar...26

E.4.2.1. Pesan Kampanye……….….…..31

(4)

H.1. JenisPenelitian.………...……39

H.2. Lokasi Penelitian……….40

H.3. Teknik Pengumpulan Data………..40

H.4. Teknik Analisa Data………41

H.5. Sistematika Penulisan………...41

BAB II SEJARAH UMUM PARTAI POLITIK DAN PROFIL CALON LEGISLATIF PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN……….………43

A. Sejarah Umum Partai Demokrat (PD), Partai Golkar, dan Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)……….………...43

A.1. Partai Demokrat……….……….43

A.2. Partai Golkar……….………..45

A.3. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)………….…………49

B. Profil Calon Legislatif Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan……….52

B.1. Dra. Ainal Mardiah……….…....54

B.2. Dra. Lily MBA, MH……….…..55

B.3. Janlie SE, Ak………...56

B.4. Dra. Srijati Pohan...57

B.5. Damai Yona Nainggolan...60

B.6. Hj. Halimatussakdiyah...61

BAB III RUMUSAN DAN ANALISIS STRATEGI KAMPANYE...63

A. Rumusan Strategi Kampanye...63

A.1. Pesan Kampaye... ...63

A.2. Teknik Kampanye...70

A.3. Anggaran Kampanye...92

(5)

B. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan...103

B.1. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan dari sudut pandang Patriarki...103

B.2. Analisis Kesetaraan dan Keadilan berdasarkan Pandangan Feminisme...105

BAB IV PENUTUP...111

A. Kesimpulan………...…...111

B. Saran……….113

(6)

STRATEGI PEMENANGAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

(Studi Pada : CALEG PEREMPUAN TERPILIH PADA DPRD KOTA MEDAN) Nama : Kartika Panjaitan

NIM : 05090615 Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ABSTRAKSI

Diselenggarakannya pemilu legislatif langsung sesuai pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan penerapan sistem suara terbanyak merupakan babak baru dalam proses demokratisasi politik saat ini. Berlakunya keputusan MK kemudian menimbulkan pro dan kontra, terutama bagi kaum perempuan yang selama ini menjadi pihak yang diperjuangkan keterwakilannya dengan upaya affirmative action. Dengan berlakunya sistem suara terbanyak berbagai upaya akan dilakukan oleh calon legislatif perempuan, karena sistem ini memaksa perempuan untuk sama dengan laki-laki. Sehingga melihat strategi kampanye dan isu apa yang diterapkan oleh calon legislatif perempuan terpilih menjadi penting untuk diteliti.

Kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan oleh para kandidat untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya. Kampanye berhasil bilamana kedua belah pihak, baik kandidat dan konstituen memiliki kesepakatan-kesepakatan tentang pesan atau ide-ide yang disampaikan sehingga konstituen akan merasa yakin untuk menjatuhkan pilihannya kepada kandidat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan isu kampanye apa yang digunakan oleh calon legislatif perempuan terpilih 2009 pada DPRD Kota Medan. penelitian ini meggunakan bentuk penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka untik mengeksplorasi tentang strategi dan isu kampanye Calon Legislatif Terpilih DPRD Kota Medan 2009.

Salah satu yang menjadi kunci keberhasilan para calon legislatif terpilih yaitu dengan menggunakan teknik kampany dari pintu ke pintu (Door to Door

Campaign), kampanye diskusi kelompok (Group Discussion Campaign),

kampanye massa tidak langsung (Indirect Massa Campaign), dan kampanye massa langsung (Direct Massa Campaign)

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi merupakan sebuah sistem yang banyak diterapkan oleh

berbagai negara di belahan dunia berangkat dari asumsi bahwa kedaulatan ada di

tangan rakyat yang ditentukan berdasarkan suara mayoritas. Sebelum masa

reformasi di Indonesia, praktek demokrasi belum berjalan semestinya. Proses

demokrasi di bawah pemerintahan orde baru masih jauh dari gambaran demokrasi,

ini terbukti dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya yang sering dijumpai adanya

penyimpangan-penyimpangan dan diskriminasi terhadap keberadaan perempuan

sebagai bagian dari rakyat Indonesia.

Transisi pemerintahan dari masa orde baru menuju masa reformasi ini

kemudian menghasilkan banyak perubahan penting dalam sistem perpolitikan di

Indonesia, khususnya dalam hal perubahan penyelenggaraan pemilu. Karena

partai politik sebagai suatu organisasi yang berorientasi kepada pencapaian

legitimasi kekuasaan atas pemerintah melalui proses pemilu menuju pelaksanaan

demokratisasi yang ideal.1

1

Deden Faturohman, Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik, Malang : Universitas

Dengan jumlah partai politik yang hanya terdiri dari

tiga partai dibawah rezim orde baru, kemudian berkembang menjadi 48 partai

politik di era reformasi pada pemilu 1999, menghasilkan perubahan yang sangat

signifikan dalam pola representasi perempuan dalam dunia politik, khususnya

(8)

dari beberapa gerakan perempuan maupun partai politik yang pada saat itu

mengusung isu-isu mengenai kesetaraan gender dalam kampanyenya.2

Kesadaran terhadap kesetaraan gender selama satu dasawarsa ini memang

menunjukkan kemajuan tetapi masih menghadapi banyak kendala. Selama

sepuluh tahun reformasi Indonesia ditandai dengan perubahan-perubahan yang

signifikan meskipun partisipasi perempuan dalam kancah politik belum optimal.

Era reformasi sepatutnya juga adalah masa untuk menyuarakan revolusi berbagai

kepentingan termasuk kepentingan perempuan.3 Adanya pembatasan-pembatasan

sosial-budaya membuat perempuan tidak banyak memiliki kesempatan untuk ikut

terlibat dalam pengambilan keputusan. Selama ini ada anggapan bahwa pola

interaksi dan interrelasi antara perempuan, laki-laki, dan politik sangat

dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang cenderung patriarki, dengan kekuatan

dan kekuasaan, baik secara kultural maupun struktural terpusat pada laki-laki.

Sebenarnya pengaruh kaum wanita terhadap politik tidak bisa dinilai hanya dari

aspek pemberian suara saja, karena dalam tahun-tahun belakangan ini, kelompok

feminis telah memberi dampak pada kehidupan politik terlepas dari hak pilih

wanita.4

Dalam tataran politis, struktur masyarakat seperti ini dianggap cenderung

menjadikan peran politik perempuan berada pada posisi terpinggirkan dan

senantiasa menjadi subordinat bagi peran politik laki-laki, terutama jika sudah

masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dan legislatif. Relasi subordinat ini yang

kemudian menghasilkan ketidakadilan gender, dimana relasi ini telah

2

Dapat dilihat di:

3

T.O Ihromi, Penghapusan diskriminasi terhadap wanita, Bandung : PT. Alumni, 2006, hal. 300 4

(9)

menempatkan laki-laki sebagai pemimpin, sehingga manusia sebagai individu

kehilangan identitas dirinya, karena konstruksi budaya.5

Kurangnya keterwakilan perempuan pada struktur kepartaian maupun di

parlemen disebabkan oleh serangkaian hambatan yang membatasi kemajuan

mereka. Selain karena sistem yang memang cenderung mendiskriminasi,

lemahnya posisi perempuan juga disebabkan kurang adanya kemampuan dan

kemauan untuk setara. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya peran dan

partisipasi politik perempuan, ditandai dengan rendahnya keterwakilan perempuan

baik dalam kepengurusan partai politik maupun dalam keterwakilan di lembaga

legislatif. Hal ini seakan diperkuat karena sempitnya akses kaum perempuan

dalam memasuki bidang politik.

6

Apa yang diterapkan pemerintah terhadap sistem zipper di atas memang

sangat jelas dalam rangka menegakkan keadilan terhadap hak-hak perempuan

yang selama ini dikebiri dari area politik praktis, namun dalam perkembangannya,

Sebuah titik terang terhadap isu keterwakilan perempuan ini muncul

kembali dengan disahkannya UU No. 10 Tahun 2008 yang mengkombinasikan

penerapan sistem kuota, Zipper system dan aturan nomor urut. Melalui sistem

kuota yang diterapkan, maka telah terjamin setidak-tidaknya 30% calon legislaif

perempuan diletakkan di antara tiga orang caleg (di dalam nomor urut) menjadi

aksi yang strategis mencegah caleg perempuan diletakkan pada nomor urut besar.

Sesuai dengan aturan nomor urut, maka kesempatan menjadi anggota legislatif

akan lebih besar lagi bagi caleg dengan nomor urut kecil, seperti halnya

dibuktikan oleh hasil pemilu di tahun 2004.

5

Nunuk Murniati, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan

Keluarga, Magelang : Indonesiatera, 2005, hal. XXIII

6

(10)

kesempatan yang diperoleh caleg perempuan melalui kombinasi affirmative action

di Undang-undang Pemilu No. 10 Tahun 2008 menjadi kabur, ketika banyak

partai politik yang memutuskan untuk beralih menerapkan aturan suara terbanyak

di dalam kebijakan internal partai. Situasi semakin diperburuk lagi, ketika aturan

suara terbanyak ini kemudian disahkan pemberlakuaannya oleh Mahkamah

Konstitusi melalui keputusan Judisial Review atas UU No. 10 Tahun 2008 Pasal

214, pada 23 Desember 2008.7

Penerapan suara terbanyak tentunya tidak sejalan dengan upaya

affirmative action yang hanya sesuai apabila digunakan aturan nomor urut oleh

MK. Padahal, jika kita merujuk kepada negara-negara yang memiliki keterwakilan

perempuan yang baik, maka sistem zipper dan kuota terbukti efektif dan berhasil

meningkatkan angka representasi perempuan. Kebijakan affirmative action adalah

tindakan khusus yang bersifat sementara, dimana jika keadilan dan kesetaraan itu

telah tercapai maka kebijakan ini bisa dicabut. Lebih jauh affirmative action

bukanlah kuota dalam artian memberikan jatah kursi secara gratis di parlemen.8

Selain gagalnya sistem zipper tersebut, aturan suara terbanyak juga akan

mempersulit caleg perempuan untuk masuk ke dalam parlemen. Suara terbanyak

mengharuskan para caleg perempuan untuk terjun dan lebih dekat dengan para

konstituennya secara langsung. Aktivitas caleg untuk terjun kepada masyarakat

pemilihnya tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dengan status dan kondisi

ekonomi yang terbatas dimiliki oleh perempuan, maka tentunya akan sulit bagi

perempuan untuk terjun langsung kepada konstituen. Di samping itu, pendidikan

politik terhadap perempuan yang lebih terbatas dibanding laki-laki, tentunya

menyulitkan upaya politik caleg perempuan untuk berkampanye di dalam pemilu.

7

Dapat dilihat : http ://www.wri.or.id, “Penelitian Politik Perempuan”, Diakses 17 Juli 2009 8

(11)

Hambatan lain juga muncul dari masyarakat Indonesia yang nilai

patriarkinya masih kuat akan sulit menerima perempuan sebagai bagian di dalam

dunia politik, sehingga tentunya akan sulit untuk menjaring kepercayaan

masyarakat terhadap caleg perempuan. Situasi-situasi tersebut tentunya

menjadikan perempuan bekerja jauh lebih keras dibandingkan laki-laki, jika

didalam pemilu diberlakukan aturan suara terbanyak.

Akan tetapi sebagai bangsa yang menghargai demokratisasi yang berjalan,

keputusan MK harus dimaknai sebagai sebuah konsekuensi yang logis. Hasil

keputusan MK sebenarnya jika dilihat secara positif sebenarnya dapat disiasati

dengan beberapa strategi sehingga keputusan MK tidak mengorbankan

kepentingan perempuan. Pertama, perlu diadakan pembekalan secara intensif

kepada caleg-caleg perempuan agar mereka siap bertarung dalam pemilu,

diantaranya dalam pelatihan (Trainning), seminar, diskusi kelompok (groups

discussion) yang muaranya adalah pecerahan politik terhadap caleg-caleg

perempuan.

Kedua, seluruh caleg perempuan harus didorong untuk mempunyai

optimisme yang tinggi untuk mengetahui bahwa mereka bisa bertarung dengan

caleg-caleg lain, terutama caleg-caleg laki-laki. Sebaiknya pendapat yang

mengatakan bahwa kesempatan caleg perempuan akan semakin terhimpit akibat

dari keputusan MK dapat dijadikan sebagai cambuk untuk membangkitkan gelora

perjuangan perempuan untuk meraih kursi parlemen.

Pemilihan calon anggota legislatif secara langsung pada saat ini dapat

dikatakan sebagai suatu kemenangan demokrasi masyarakat terhadap demokrasi

perwakilan. Karena rakyat dapat memilih wakilnya secara langsung. Melalui

(12)

rakyat tidak lagi harus seperti membeli kucing dalam karung, karena selama ini

rakyat hanya memilih partai politiknya saja, kemudian partai yang akan

menentukan siapa calon yang akan duduk sebagai anggota legislatif.

Dalam sistem pemilu legislatif saat ini yang semakin terbuka dan

demokratis telah menyebabkan munculnya persaingan yang semakin kompleks

dan rumit antara para calon anggota legislatif dalam meraup suara

sebanyak-banyaknya, terutama antara caleg perempuan dan laki-laki. Biasanya caleg

perempuan dipandang sebelah mata dan lemah, sedangkan caleg laki-laki

dianggap lebih kompeten baik secara figur maupun intelektualitas. Dalam hal

inilah institusi partai dan sang kandidat atau calon yang bersangkutan harus

memikirkan strategi pemenangan untuk memenangkan dirinya dan kandidat yang

diusungnya. Perempuan sebagai bagian yang diupayakan keterwakilannya

diharapkan juga mampu bersaing secara sehat dan tangguh dalam pemilihan

umum legislatif ini. Kaum perempuan sebagai bagian dari masyarakat politik

seharusnya mampu menempatkan dirinya sejajar dengan kaum laki-laki.

Keberadaan perempuan dalam partai politik maupun lembaga legislatif

seharusnya dapat ditunjukkan dengan kompetensi dan kompetisi yang cerdas dan

intelektual, sehingga keberadaan perempuan tidak dipandang sebelah mata oleh

kaum laki-laki, terutama juga oleh kaumnya.

Strategi pemenangan dilakukan dalam upaya meningkatkan jumlah massa

pemilihnya. Dalam hal ini harus ada lebih banyak orang yang memiliki pandangan

dan pemikiran yang positif terhadap kandidat dan partai yang mengusungnya,

sehingga nantinya kampanye pemenangan dapat dilaksanakan oleh partai dan

kandidat dapat berjalan baik dan berhasil.9

9

(13)

Dalam kajian ini penulis memfokuskan penelitian pada Calon Legislatif

(Caleg) perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan.

Penulis merasa tertarik melihat tingkat partisipasi politik perempuan dalam pemilu

legislatif tahun ini. Hal ini terlihat dari daftar nama dan nomor urut calon yang

cukup banyak diisi oleh caleg perempuan yaitu hampir semua partai politik

menempatkan kuota perempuan sebesar 30% dalam daftar nama dan nomor urut

calon tetap.

Paradigma baru yang ditimbulkan oleh penetapan keterwakilan perempuan

sebesar 30% tentunya telah membawa pengaruh positif terhadap kesetaraan dan

keadilan gender. Bahwa partai politik harus membuka akses yang seluas-luasnya

bagi siapa saja tak terkecuali perempuan untuk dapat masuk dan menjadi bagian

dalam perkembangan kehidupan politik yang dinamis.

Dengan demikian, mencermati dan memperhatikan pada hal-hal diatas

maka penulis tertarik dan berniat meneliti tentang strategi pemenangan anggota

legislatif perempuan untuk DPRD Kota Medan dalam pemilu legislatif 2009.

Untuk itulah melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui serta mengeksplorasi

tentang apa saja yang menjadi strategi pemenangan caleg perempuan dalam

(14)

B. Perumusan Masalah

Pemilu 2009 memberikan angin segar bagi kaum perempuan, upaya

pemenuhan kuota 30% bagi setiap partai politik untuk mendudukkan calonnya

dari perempuan menjadi suatu keharusan. Dorongan inilah yang kemudian

membuat banyak perempuan kini banyak mewarnai setiap daftar nama dan nomor

urut caleg dari keseluruhan partai peserta pemilu. Walaupun ada yang menduduki

nomor urut satu ataupun nomor urut terakir, namun keberadaan keputusan MK,

membuat setiap perempuan memiliki peluang yang sama untuk meraih suara

pemilih.

Keraguan terhadap kemampuan perempuan untuk berkompetisi baik

dengan sesama perempuan maupun dengan laki-laki, termasuk dalam berpolitik

tidak dapat dipungkiri masih dalam taraf yang mengkhawatirkan. Hal inilah

kemudian menjadi persoalan tersendiri. Bahwa sebagian besar keterlibatan

perempuan dalam pencalonan sebagai caleg bukan lahir dari dorongan murni dari

perempuan, tapi banyak hanya karena upaya partai dalam memenuhi kuota 30%

atau dengan kata lain bahwa keterlibatan perempuan hanya sebagai pelengkap

penderita saja. Akhirnya banyak perempuan yang tidak paham untuk melakukan

strategi politik dalam upaya mengumpulkan suara. Kondisi ini salah satunya juga

dikarenakan kebanyakan partai tidak memiliki sistem kader untuk memantapkan

pendidikan politik perempuan.

Akibat terbitnya keputusan MK itu, maka sistem kuota bukan menjadi

jaminan dipilihnya calon legislatif perempuan. Berbagai upaya yang dilakukan

oleh calon legislatif perempuan akan berlaku sama dengan calon legislatif lainnya.

Sehingga melihat strategi kampanye yang ditetapkan bagi calon legislatif

(15)

penting. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

“Bagaimana Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan

Terpilih DPRD Kota Medan dalam Pemilu Legislatif 2009?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui teknik dan strategi kampanye yang dilakukan Caleg

perempuan dalam upaya pemenangannya dalam Pemilu legislatif DPRD

Kota Medan 2009.

2) Untuk mengetahui peran dan kedudukan perempuan dalam

keterlibatannya pada partai politik.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1) Manfaat Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi

baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik pada para mahasiswa

pada umumnya, dan bagi mahasiswa ilmu politik khususnya.

2) Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat mejelaskan secara

realitas pelaksanaan strategi kampanye yang dilakukan oleh caleg

(16)

E. Landasan Teori

E.1 Partriarki

Patriarki adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan sistem sosial

di mana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaaan atas

kaum perempuan.10 Engels berpendapat bahwa asal mula patriarki berkaitan

dengan mulai adanya pemilikan pribadi dan pewarisan yang berujung pada

pengaturan jenis kelamin perempuan dalam satuan keluarga monogami. Namun

pendapat itu dikritik karena mereduksi subordinasi perempuan pada faktor-faktor

ekonomis dan ketidakmampuannya menjelaskan ketimpangan gender dalam

masyarakat pra dan pasca-kapitalis.11

Patriarki menurut Kamla Bhasin adalah sistem yang selama ini meletakan

kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi (patriarki). Hubungan antara

perempuan dan laki-laki bersifat Hierarkis : yakni laki-laki berada pada

kedudukan dominan sedangkan perempuan sub-ordinat, (laki-laki menentukan,

perempuan ditentukan)

Dalam hal ini, perdebatan feminis pun

berkisar di seputar soal kemungkinan mengembangkan teori umum tentang

patriarki.

12

Dalam hal ini yang penting diperhatikan adalah ciri khas masalah patriarki

yang selalu ada dimana-mana dan perubahannya sepanjang sejarah maupun

perwujudannya yang berbeda-beda secara kultural. Ideologi ini dianggap

merupakan salah satu dari basis penindasan perempuan karena,menciptakan watak

feminim dan maskulin yang melestarikan patriarki, memperkuat pembatas antara

privat dan publik, aerta membatasi gerak dan perkembangan perempuan serta

memproduksi dominasi kaum laki-laki.

10

Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal.18 11

Ibid 12

(17)

E.2 Feminisme

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah

kelahirannya dengan kelahiran pada

masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di

kota di selatan

menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit

putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa

yang mereka sebut sebagai universal sisterhood. Kata feminisme dikreasikan

pertama kali oleh aktivis

Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak

publikasi13

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada

masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia

menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan

dalam semua bidang dan di nomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin)

khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial,

pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang

lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi

masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan kaum

laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai

(18)

14

Secara umum yang menjadi momentum perjuangan feminisme yaitu

mengenai gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik,

peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan

pembebasan perempuan dari:

perempuan, dan

Feminisme sendiri lahir akibat dari proses perdebatan mengenai kesetaraan

dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Perdebatan yang telah membentuk

teorisasi feminisme secara lebih jelas dan meyakinkan selama era 1980an dan

1990an telah menjadi perdebatan mengenai persamaan dan perbedaan. Aliran ini

kemudian berkembang dengan munculnya pembahasan tentang ketidakadilan

gender yang dialami perempuan yang muncul pada akhir abad ke-20, yaitu pada

gelombang II gerakan feminisme di barat (Eropa dan Amerika) yang kemudian

disebut ke dalam feminisme Anglo Amerika.15

Umumnya, pengertian feminisme diartikan sebagai suatu kesadaran akan

penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat yang terjadi

dalam manifestasi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya., serta tindakan

sadar oleh perempuan dan laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.16

14 Ibid. 15

Judith Squires, Gender in Political Theory, Published in the USA by Bleckwell Publisher inc. hal. 115 (terjemahan)

16

Nunuk Muniarti, Op. Cit., hal. 128

Artian

feminisme yang demikian ini biasanya tidak dapat dipisahkan dari pengertian

gender, yaitu kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa para perempuan

(19)

Beberapa pemikir telah memilih melambangkan tahapan feminisme ini

sebagai feminisme gelombang-gelombang, gelombang pertama, yang ditandai

dengan adanya persamaan, gelombang kedua ditandai dengan komitmen terhadap

perbedaan, dan gelombang ketiga ini didasarkan oleh komitmen terhadap

keragaman.17

Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangatlah

diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan

ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena

ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (Gender Difference) dan

ketidakadilan gender (gender inequalities).

Dalam persfektif feminisme, kata seks dan gender seringkali dari sisi

bahasa dikenal sebagai “Jenis kelamin” dan dari sisi konseptual sering dikenal

sebagai yang bersifat alami, kodrati dan tidak berubah karena terbawa sejak lahir.

Kata seks dan gender dipandang sebagai sesuatu yang bersifat melekat pada

perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural sepanjang

sejarah. Karena merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural sebagai sifat yang

melekat pada laki-laki dan perempuan maka seharusnya keadaan ini dapat

menerima perubahan.

18

17

Judith Squires, Op.Cit., hal. 116

Akan tetapi realitas historis

melahirkan ketidakadilan gender, terlebih bagi perempuan. Dari realitas historis

semacam ini perbedaan gender terbentuk bahkan tersosialisasi, terbakukan dan

terkonstruksi secara sosial kultural melalui ajaran agama bahkan melalui negara.

Dikarenakan perbedaan analisisi tentang terjadinya ketidakadilan yang dimaksud

maka dalam feminisme tampak adanya berbagai aliran, diantaranya, Feminisme

(20)

Dalam teorinya feminisme berasumsi negatif tentang ideologi partriarki,

karena dalam ideologi ini perempuan ditempatkan pada posisi subordinat, dan

demi tercapainya sistem yang lebih egaliter, maka pendekatan terhadap sistem

patriarki ini mewarnai gerakan feminisme, yaitu ingin meruntuhkan struktur

patriarki. Subordinasi perempuan ini berakar dari serangkaian hambatan

berdasarkan adat kebiasaan dan hukum, yang membatasi masuk serta keberhasilan

perempuan pada apa yang disebut dunia publik. Karena masyarakat mempunyai

keyakinan yang salah bahwa perempuan secara alamiah tidak secerdas laki-laki.

Sebagai akibat dari “politik meminggirkan” ini, potensi yang sesungguhnya dari

perempuan tidak terpenuhi.19

Gagasan feminisme liberal telah muncul sejak akhir abad-19 dan awal

abad-20, namun baru pada tahun 60-an gerakan ini kelihatan menonjol, dan

akhirnya mendominasi pemikiran tentang perempuan di seluruh dunia, khususnya

dunia ketiga saat ini. Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan

perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini

menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan

pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia menurut mereka

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai sistem yang

lebih egaliter tersebut, gerakan feminisme kemudian memiliki dua pola yaitu

pertama, dengan transformasi sosial melalui perubahan eksternal yang

revolusioner dan kedua, transformasi sosial melalui perubahan internal yang

evolusioner.

E.2.1 Feminisme Liberal

19

Rosemarie Putham Tong, Feminist Thougt : Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus

(21)

memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada

perempuan. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang

pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta

kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan

kaum perempuan.

Sejak awal bagi feminisme liberal, persoalan perempuan dianggap sebagai

masalah (anomaly) bagi perekonomian modern atau partisipasi politik maupun

pembangunan. Menurut mereka, keterbelakangan kaum perempuan, selain

disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri, juga akibat dari sikap irrasional

yang sumbernya karena berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga karena

identitas gender semata-mata adalah produk sosialisasi yang dapat diubah jika

masyarakat menginginkannya.20 Perempuan harus mempersiapkan diri agar

mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya

kedudukan setara dengan lelaki.

Naomi Wolf salah satu tokoh alam aliran ini , menyatakan bahwa

"feminisme kekuatan" merupakan solusi atas segala permasalahan perempuan.

Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan,

dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini

perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki. Feminisme liberal

mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan

tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan

sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita pada posisi

(22)

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas.

Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki,

sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya

terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender.

Salah satu pengaruh feminisme liberal ini terekspresi dalam teori

modernisasi dan program global yang dikenal senagai Women Development.21

Orang-orang yang melakukan pendekatan melalaui teori gender dan politik

dari perspektif persamaan dan kesetaraan sangat menyakini bahwa gender akan

menjadi tidak relevan secara politik, atau sama sekali tidak berhubungan.

Kenyataan bahwa laki-lak dan perempuan umumnya dipahami berbeda adalah

alasan yang tidak cukup untuk memperlakukan mereka secara berbeda dalam

lingkungan politik.

Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan dapat

dilihat melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah

kontribusi dari pengalaman feminisme liberal.

22

Dalam pandangan feminisme liberal kesetaraan seharusnya tidak dilihat

dari kondisi biologi (Sex), karena hal ini sama sekali tidak mempengaruhi sifat

yang dibawanya (Gender). Bahwasannya gender adalah produk kebudayaan dan

bukan merupakan kodrat yang secara alami dibawa manusia sejak dilahirkan.

Identitas gender diyakini hanya sebagai produk sosialisasi yang dapat di ubah jika

masyarakat mengiginkannya. Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat

telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita, terutama

21 Ibid. 22

(23)

dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang sebagai

individu-individu.23

Mereka dalam mendefenisikan masalah kaum perempuan, tidak melihat

struktur dan sistem sebagai pokok persoalan. Asumsi dasar feminisme liberal

berakar bahwa pandangan kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality) berakar

pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja

feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada

kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk

didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan.

Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang sama dengan

laki-laki. Para tokoh pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara lain

diwakili oleh John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Mary

Church Terrel dan Fannie barrier Williams. Gerakan utama dari feminisme liberal

tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan bertitik

tolak memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan kepada prinsip

atas kesetaraan dengan laki-laki.

Perjuangan harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki

melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik. Para feminis liberal

aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung laki-laki yang

memperjuangkan kepentingan wanita. Berbeda dengan para pendahulunya,

feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme

kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara

(24)

Dalam teori literatur feminisme perspektif keadilan adalah sebuah

artikulasi tertentu tentang objektifisme moral. Dimana objektifisme kognotif

berkeyakinan bahwa ada beberapa kerangka ahistoris, permanent, dimana kita

pada akhirnya dapat tertarik dalam penentuan sifat kebenaran. Objektifisme moral

menggunakan keyakinan ini terhadap pemikiran moral. Salah satu tokoh dari

pemikiran ini adalah Immanuel Kant. Dia dengan jelas membedakan kerangka

ahistoris, universal untuk mendasarkan kalim-klaim moral. Dia juga menolak

semua usaha yang mendasarkan moralitas kepada pengalaman bekerja untuk

membentuk eksistensi dari hukum moral dasar, universal, objektif, untuk semua

sifat rasional yang ada.24

Pemikiran feminisme liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik

liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai

moral serta kebebasan individu. Namun pada saat yang bersamaan dianggap

mendiskriminasikan kaum perempuan. Dalam pandangan feminisme liberal

keadilan maupun kesetaraan tercipta bukan atas dasar campur tangan negara di

dalamnya. Campur tangan negara tidak boleh ada dan mendominasi segala bentuk

pergerakan kaum feminisme. Hal ini karena, feminisme liberal menganggap

bahwa keadilan bagi perempuan adalah keadilan yang individual atau keadilan

diri sendiri. Sehingga tidak boleh ada pengaturan negara terhadap upaya

perjuangan keadilan maupun kesetaraan perempuan. 25

24

Ibid., hal. 141-142 25

(25)

E.2.2 Feminisme Radikal

Feminisme Radikal muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana

aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada

sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi

sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, tujuan utamanya

adalah melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman

penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem

masyarakat yang sekarang ada.

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap

perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek

utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal

mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas

(termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan

dikotomi privat-publik.26 “The personal is political” menjadi gagasan anyar yang

mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang

dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan.

Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan kiri baru (New

Left) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya

transformasi personal melalui aksi-aksi radikal merupakan cara dan tujuan yang

paling baik. Mazhab ini secara fundamental menolak agenda feminisme liberal

mengenai kesamaan hak wanita dan menolak strategi kaum liberal yang bersifat

(26)

Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara

wanita dan laki-laki, feminis radikal menekankan pada perbedaan antara wanita

dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan

secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang

lain, maka wanita lebih tertarik untuk berbagi dan merawat kekuasaan.

Dalam melakukan analisis mengenai penyebab penindasan terhadap kaum

perempuan oleh laki-laki, para pemikir feminisme radikal menggangapnya

berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya.

Dengan demikian proses ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan kaum

perempuan secara biologis maupun secara politis disebabkan oleh keberadaan

kaum laki-laki. Dari situ kemudian aliran feminisme radikal menggangap bahwa

penguasaan fisik kaum perempuan oleh laki-laki adalah bentuk penindasan. Bagi

mereka patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem

hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuatan superior dan privilege

ekonomi dan politik.27

27

DR. Masour Fakih, Op. Cit., hal. 884-85

Bagi gerakan feminisme radikal, tujuan utama perjuangan adalah revolusi

menuju kesetaraan dan keadilan akan terjadi ketika perempuan telah mengambil

aksi untuk merubah gaya hidup, pengalaman dan hubungan mereka sendiri

terhadap kaum laki-laki. Dengan kata lain, bagi gerakan feminisme radikal,

revolusi dan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dilakukan dalam bentuk

yang sangat personal. Karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap

pemahaman dan analisis mereka bahwa personal is Political memberi peluang

(27)

Dalam mewujudkan perjuangannya terhadap keadilan bagi keberadaan

perempuan, feminisme radikal memperjuangkan pembebasan perempuan dari

pembagian kerja yang didasarkan kepada sex dan ideologi patriarki. Dalam

feminisme radikal berlaku slogan ‘The personal is political’, Maknanya bahwa

pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan

kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal

yang harus diperjuangkan keadilannya. Karena pada hakekatnya hal ini berasal

dari isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbangan kekuasaan antara wanita

dan laki-laki.

Untuk itu dalam mewujudkan keadilan (Justice) ini diperlukan peran dan

campur tangan negara dalam mengatur dan mejamin terwujudnya keadilan bagi

peluang partisipasi politik perempuan dalam pemerintahan dan masyarakat. Hal

ini di sadari karena tanpa pengaturan dari negara maka akan sulit dalam mencapai

keadilan yang setara antara perempuan dan laki-laki.

E.3. Marketing Politik

E.3.1 Redefenisi dan Filosofi Ilmu Marketing

Marketing sebagai suatu cabang ilmu merupakan konstruksi sosial.28

28

Firmanzah, Marketing Politik “Antara Pemahaman danRealtas”, Jakarta : Yayasan Obor

Banyak sekali institusi (misalnya assosiasi marketing, klub marketing, sekolah

marketing) dan peneliti yang secara aktif mengembangkan marketing. Hampir

dipastikan bahwa setiap aspek kehidupan tidak terlepas dari aktivitas marketing.

Kemudian seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan, ilmu marketing

(28)

Berangkat dari sini, Bagozzi (1974-1975) melihat bahwa marketing adalah

proses yang memungkinkan adanya pertukaran (exchange) antara dua pihak atau

lebih. Artinya, aktivitas marketing akan selalu ditemui dalam proses pertukaran.

Dalam pertukaran terdapat proses hubungan (relation) yang memungkinkan

interaksi, dimana dalam prosesnya masing-masing pihak ingin memaksimalkan

dan menjamin bahwa kepentingan sendiri akan terpenuhi. Dalam proses interaksi

juga akan terjadi tukar menukar. Dalam proses ini satu pihak bersedia

memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Proses tukar-menukar

ini melibatkan negosiasi dan tawar-menawar yang merupakan mekanisme untuk

mengusahakan maksimalisasi kepentingan masing-masing pihak. Marketing

adalah hubungan dan pertukaran.29

Selain itu, keberadaan marketing sebagai suatu konsep menjadi penting

ketika adanya persaingan. Dimana terdapat dua pihak atau lebih yang

berkompetisi untuk memperebutkan ’prestasi’ tertentu. Ketika persaingan menjadi

intens, maka pada saat itu juga semakin tinggi kebutuhan akan marketing. Ketika

hanya ada satu pemain di suatu pasar, biasanya pemain tersebut tidak

membutuhkan konsep dan pendekatan marketing untuk memasarkan produk dan

jasanya. Karena konsumen berada dalam situasi ‘tidak memiliki pilihan lain’.

Suka atau tidak suka dan puas atau tidak puas tetap saja konsumen akan mencari

dan membeli produk jasa yang ditawarkan. Namun ketika muncul pesaing-pesaing

baru dan kompetisi menjadi lebih intens, maka institusi tersebut akan semakin

membutuhkan marketing sebagai alat memenangkan persaingan.30

29

Ibid, hal. 137 30

(29)

E.3.2 Marketing Politik

Seiring dengan gelombang demokrasi di seluruh dunia, konsekuensi yang

muncul adalah semakin ditekannya aspek transparansi dan kebebasan masyarakat

untuk terikat dan mengikatkan diri pada suatu partai politik atau kontestan

individu tertentu. Transparansi berarti masyarakat semakin sadar bahwa aktivitas

politik semakin perlu diatur secara transparan, untuk menjamin bahwa

masing-masing pihak memiliki kesempatan yang sama dalam upaya memenangkan

pemilihan umum. Praktik-praktik kolusif dan diskriminasi terhadap suatu partai

politik atau kontestan individu tertentu menjadi musuh bersama yang harus

dihilangkan. Hal ini menyangkut hak asasi manusia. Konsekuensi logis dalam hal

ini adalah bahwa persaingan yang fair semakin dituntut dilaksanakan oleh partai

politik dan kontestan selama pemilu. Hal–hal ini semakin meningkatkan intensitas

persaingan antara partai politik atau antara kontestan individu untuk

memperebutkan hati masyarakat.

E.3.2.1 Perdebatan Marketing politik

Marketing politik sebagai suatu domain baru tidak terlepas dari polemik

yang menyertainya. Marketing politik merupakan penerapan ilmu marketing

dalam kehidupan politik. Penggabungan dua hal yang sangat berbeda ini tentunya

masih meninggalkan banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Permasalahan yang

ada menyangkut cara dan metode yang dapat digunakan, etika dan moralitas,

hingga konsekuensi dibalik penerapan marketing politik menjadi lebih

(30)

dikhawatirkan oleh pihak-pihak yang tidak setuju terhadap penerapan ilmu

marketing politik.31

Tidak ubahnya dengan domain aktivitas sosial lain, dunia politik telah

menjadi lebih terbuka dan transparan. Dunia politik pun tidak kebal terhadap

persaingan. Bahkan bidang ini justru sangat kental diwarnai dengan persaingan.

Persaingan terjadi untuk memperebutkan hati konstituen dan membuat mereka

untuk memilih kandidat (partai politik atau kontestan individu) masing-masing

selama periode pemilihan umum. Persaingan tidak hanya terjadi diantara

kontestan dalam memperebutkan konsumen mereka, melainkan juga dalam

lobi-lobi politik di parlemen. Persaingan ini menuntut masing-masing konsumen untuk

memikirkan cara dan metode yang efektif untuk mampu berkomunikasi dan

meyakinkan konstituen bahwa kandidat atau partai politik merekalah yang paling

layak dipilih. Dalam hal ini marketing lebih dilihat secara filosofis dan

relasional.

E.3.2.2 Peran Marketing dalam dunia politik

32

Tujuan marketing dalam politik adalah membantu partai politik untuk

lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau yang menjadi target,

kemudian mengembangkan program kerja atau isu politik yang sesuai dengan

aspirasi mereka, dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat.

Marketing tidak bertujuan untuk masuk ke wilayah politik, dalam arti menjadi

cara pendistribusian kekuasaan atau untuk menentukan keputusan politik. Bagi

E.3.3 Konsep Marketing Dalam Domain Politik

31

Ibid, hal. 148 32

(31)

marketing, semua hal tersebut sudah diputuskan (given), dan yang menjadi

masalah bagi marketing dalam politik adalah mengkomunikasikannya kepada

masyarakat. Di luar masalah itu, marketing niscahya dapat berkontribusi di dalam

politik, terutama teknik marketing untuk pengumpulan informasi tentang semua

hal yang terkait dengan isu dan masalah politik. Melalui metode dan riset pasar,

misalnya, dunia politik dapat melakukan proses pencarian, pengumpulan, analisis

data, dan informasi yang didapat dari masyarakat luas.

Marketing telah menawarkan persfektif alternatif yang dapat digunakan

oleh politikus untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat luas. Terlebih

dengan semakin meningkatnya kompetisi dan persaingan di antara partai-partai

politik untuk memperebutkan hati dan rasionalitas pemilih. Selain itu, adanya

juga peningkatan (volatility) perilaku pemilih. Hal ini membuat keberpihakan

pemilih terhadap suatu partai menjadi lebih sulit terduga.partai politik yang bisa

memenangkan pemilu adalah partai yang menurut persepsi pemilih, relative

menawarkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan partai

politik lainnya. Untuk bisa berbeda dn lebih baik, dunia politik sebagai praktik

sosial harus membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan baru, karena dinamika

dan interaksi sosial memang kompleks. Marketing diyakini dapat menjembatani

dua pihak yang saling berinteraksi, yaitu partai politik terhadap masyarakat. Fokus

dalam hal ini adalah sikap partai politik terhadap masyarakat, sebab partai politik

adalah entitas sosial yang terorganisasi dan memiliki perangkat organisasi untuk

(32)

E.3.3.1 Orientasi pasar

Dalam iklim persaingan, entitas yang melakukan persaingan harus

menghadapi kenyataan bahwa mereka bersaing untuk memperebutkan konsumen.

Untuk dapat memenangkan persaingan dalam dunia politik, partai harus dapat

memuaskan kebutuhan masyarakat luas. Kebutuhan dalam hal ini yaitu kebutuhan

politik seperti : program kerja, ideologi, harapan, dan figur pemimpin yang bisa

memberikan rasa pasti untuk menghadapi masa depan. Untuk itu produk politik

harus berorientasi pasar.

Diperlukan pergeseran paradigma dalam tubuh partai politk, supaya

produk partai politik yang ditawarkan sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

Kesesuaian ini hanya dapat dicapai apabila partai politik berusaha memahami apa

yang sebenarnya dirasakan dan dihadapi masyarakat. Selain itu, partai politik

harus mampu menawarkan produk politik yang memiliki nilai (value) lebih atau

setidaknya berbeda dengan partai politik lainnya.

Dalam menyusun program kerja, partai politik harus menganalisis dan

mengevaluasi pasar. Karena sulit bagi partai politik bila ingin mengembangkan

produk politik semata-mata hanya berdasarkan data dan informasi internal partai.

Partai politik harus berorientasi pasar, artinya apa yang terjadi di lingkungan

eksternal harus menjadi pijakan utama untuk mengembangkan produk politik

mereka. Para politikus dituntut untuk semakin peka terhadap apa saja yang

berkembang dalam masyarakat. Tentunya orientasi pasar harus dibungkus dengan

kerangka ideologi partai dan memiliki keterkaitan dengan program kerja yang

mereka sudah lakukan, agar tercipta kesinambungan antara apa yang ditawarkan

(33)

E.3.3.2 Orientasi konsumen

Hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh partai politik adalah

kemampuan dalam menilai dan mengevaluasi siapa konsumen mereka. Menurut

Popkin (1994), pemilih akan memilih partai atau kandidat yang paling memiliki

kedekatan ideologi dan kebijakan. Konsumen dalam hal ini adalah masyarakat

yang harus ditampung aspirasinya dan diterjemahkan kedalam bentuk program

kerja atau platform partai. Program partai harus disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat sebagai konsumen. Dalam hal ini partai politik harus mampu

menangkap aspirasi, keresahan, masalah, keinginan, harapan, impian dan

kekecewaan yang dirasakan masyarakat kemudian diterjemahkan kedalam

program kerja.

Paradigma dalam penyusunan produk politik yang selama ini hanya

memperhatikan internal partai dirasa tidak memadai lagi. Karena produk partai

tidak boleh menyimpang dari kebutuhan masyarakat. Permasalahan ini dianggap

tidak sesuai dengan iklim persaingan. Para politikus diharapkan terjun

kemasyarakat guna memahami dan menyelami permasalahan yang dialami

masyarakat. Hal inilah yang kemudian menggeser istilah political party centered

ke voter centered. Bahwa masyarakat merupakan titik tolak bagi perkembangan

produk politik.

E.3.3.3 Orientasi pesaing

Selain harus berorientasi kepada konsumen, dalam orientasi pasar, partai

politik juga perlu memperhatikan apa saja yang telah, sedang dan akan dilakukan

pesaing. Tidak semua faktor keberhasilan ditentukan oleh internal partai. Faktor

(34)

politik untuk memenangkan perolehan suara dalam pemilu. Salah satu faktor

eksternal yang paling mempengaruhi adalah perilaku pesaing. Perilaku dalam hal

ini diartikan sebagai semua ulah partai politik lain yang dapat atau berpotensi

mengurangi keberpihakkan masyarakat dan perolehan suara suatu partai politik

tertentu, diantaranya strategi dan produk politik pesaing.

Dalam orientasi pasar, suatu partai politik harus terus menerus

menganalisis produk yang ditawarkan pesaing. Ketika pesaing mengangkat suatu

isu politik lain, atau sekurang-kurangnya ikut serta dalam diskusi dan debat atas

permasalahan yang telah diangkat. Hal ini dilakukan untuk menghindari dominasi

suatu isu politik oleh suatu partai politik tertentu. Disisi lain, menurut Gatignon

etal. (1989), menunjukkan bahwa pesaing akan bereaksi dalam tiga hal atas apa

yang dilakukan oleh organisasi. Pertama, pesaing akan menyerang balik secara

aktif atas apa yang dilakukan. Kalau suatu organisasi melakukan kampanye

publikasi, pesaing juga harus membalas dengan melakukan hal serupa. Kedua,

pesaing tidak melakukan apa-apa. Hal ini disebabkan oleh, pesaing melihat tidak

perlunya membahas apa yang telah dilakukan oleh suatu pihak. Ketiga, pesaing

menarik diri dari kompetisi ketika mereka melihat dasyatnya mobilisasi dan

kekuatan sumberdaya yang dimiliki partai politik. Sehingga terjadi pilihan untuk

melebur dan ikut dengan partai besar merupakan pilihan terbaik.

Yang bermasalah dalam hal ini adalah ketika pesaing secara aktif melawan

balik strategi yang diterapkan. Keadaan ini akan menyita banyak waktu, pikiran,

energi, dan keuangan untuk mempertahankan efektivitas strategi yang telah

dicanangkan, sebab pesaing tidak akan membiarkan suatu pihak mendominasi

pasar. Akibatnya, suatu partai politik tidak bisa dengan leluasa membentuk opini

(35)

E.3.3.4 Riset pasar

Untuk dapat memahami apa yang dibutuhkan masyarakat dan aspirasi apa

yang diperjuangkan, partai politik perlu untuk melakukan riset pasar. Penelitian

yang menyangkut pasar perlu dilakukan agar bisa terus-menerus mengumpulkan

informasi tetang semua hal yang terjadi di luar organisasi partai politik . penelitian

dilakukan dengan mengevaluasi perubahan yang terjadi di masyarakat. Selain itu

juga, penelitian dilakukan untuk menganalisis apa saja yang dilakukan pesaing

politik. Tujuan utama dari riset pasar adalah mempersiapkan organisasi politik

untuk melakukan langkah-langkah adaptasi terhadap semua perubahan yang

terjadi.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara riset pasar dan polling. Polling

adalah suatu bentuk riset tentang intensi, preferensi, opini dan sikap pemilih

terhadap suatu isu politik, kebijaka politik, dan figur pimpinan politik. Sementara

riset pasar dilihat lebih komprehensif dan lebih menggali permasalahan dalam

persfektif dan cakupan dan kompleksitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan polling.

Riset pasar juga diharapkan sebagai aktifitas monitoring melalui pencarian

dan pengumpulan informasi, analisis serta perumusan langkah-langkah strategis.

Perubahan-perubahan yang disikapi, hanyalah perubahan-perubahan eksternal

yang memiliki potensi mengancam perolehan suara partai politik. Melalui proses

riset pasar, suatu partai politik akan dapat mencari informasi dan masukan guna

penyusunan produk politik mereka. Isu dan permasalahan masyarakat harus terus

diikuti. Semakin dinamis masyrakat maka semakin cepat perubahan peta

(36)

pemahaman mereka tentang apa yang berkembang dalam masyarakat, pesaing,

dan kebijakan pemerintah.33

Secara umum kampanye adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan

secara terlembaga. Menurut Satropoetra kampanye adalah suatu kegiatan

komunikasi antara komunikator (penyebar pesan) kepada komunikan (penerima

pesan) yang dilakukan secara intensif dalam jangka waktu tertentu secara

berencana dan berkesinambungan.

E.4. Kampanye

E.4.1. Pengertian Kampanye

34

Menurut Gabriel Almond, bahwa salah satu bentuk komunikasi politik

adalah kampanye politik.

Kampanye politik secara universal dapat

didefenisikan sebagai suatu cara yang digunakan para warga dalam demokrasi

untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Ciri utama dari

kampanye adalah persuasif, perubahan sikap, dan tingkah laku dari objek

kmunikasi (komunikan) yang ingin dicapai melalui himbaun dan ajakan. Faktor

penting disini adalah membuat komunikan tertarik sehingga mau secara sadar

sukarela menerima dan menuruti keinginan komunikator (sumber pesan).

35

33

Ibid, hal. 168 34

Rosady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 64

35

Antar Venus, Managemen Kampanye, Bandung : PT. Rosdakarya, 2004, hal. 4

Komunikasi politik menurut Almond beranggapan

bahwa arus komunikasi bisa mengalir dari bawah ke atas yaitu dari masyarakat ke

penguasa politik dan dari atas ke bawah yaitu dari penguasa politik ke masyarakat.

Bagi kampanye politik keefektifan adalah memenangkan pemilihan, sedangkan

(37)

yang tersedia secara tepat dengan mengimplementasikan ketentuan-ketentuan

yang ditetapkan dengan menawarkan program, visi dan misi partai politik.

E.4.2. Strategi Kampanye

Strategi kampanye adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan

diterapkan dalam menyampaikan informasi dan komunikasi kepada objek yang

dituju, atau untuk lebih mudahnya dapat disebut sebagai guiding principle atau the

big idea. Hal ini dapat diartikan sebagai pendekatan yang diambil untuk menuju

pada suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai dari posisi saat ini.36

Tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami

pesan-pesan yang ditujukan pada mereka. Ketidakmampuan mengkonstruksi pesan-pesan

sesuai dengan khalayak sasaran yang dihadapi merupakan awal dari kegagalan

sebuah program kampanye. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya sebuah Strategi ini

kemudian dituangkan secara kongkrit dalam beberapa bagian sebagai berikut:

E.4.2.1. Pesan Kampanye

Kampanye selalu bermula dari gagasan. Kampanye pada dasarnya adalah

penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Apapun bentuknya,

pesan-pesan selalu menggunakan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang

diharapkan dapat memancing respon khalayak. Pesan kampanye dirancang secara

sistematis agar dapat memunculkan respon tertentu dalam pikiran khalayak. Agar

respon tersebut itu muncul maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah adanya

kesamaan pengertian tentang simbol-simbol yang digunakan antara pelaku dan

(38)

kegiatan kampanye bergantung pada sebaik apa ia mengolah, mendesain dan

mengorganisasikan pesan kampanyenya.

Penyampaian pesan kampanye politik biasanya dituangkan melalui

pemaparan visi dan misi oleh partai atau kandidat yang bersangkutan, kemudian

selanjutnya disampaikan kembali dalam berbagai bentuk mulai dari poster,

spanduk, baliho (bilboard), pidato, diskusi, iklan hingga selebaran.

Pesan kampanye yang efektif adalah pesan yang menginformasikan

dengan segera kejadian penting atau masalah yang sedang terjadi di sekitar

khalayak sasarannya, sehingga mudah diterima dan ditanggapi oleh khalayak.

E.4.2.2. Teknik Kampanye

Teknik kampanye merupakan hal yang mendasar dalam melakukan

kampanye, melalui pemilihan teknik kampanye yang tepat maka akan mencapai

tujuan yang diinginkan. Teknik kampanye sangat bergantung kepada tujuan dan

sasaran yang akan di bidik program kampanye. Semakin kompleks tujuan dan

sasaran, maka teknik yang akan digunakan harus semakin kreatif dan variatif.

Namun demikian, pemilihan teknik bukanlah hal yang sangat rumit, karena

pemilihan teknik sebenarnya hanya didasarkan pada dua fungsi yaitu fungsi

menghubungkan dan fungsi meyakinkan. Fungsi menghubungkan maksudnya

melalui program kampanye dengan sasaran melalui media komunikasi sedangkan

fungsi meyakinkan yaitu melalui kekuatan pesan komunikasi tertentu sehingga

membuat sasaran berfikir, percaya dan bertindak sesuai dengan tujuan program

kampanye.37

37

(39)

Edward T. Hall menyatakan bahwa dalam ilmu politik ada empat teknik

kampanye yang umum digunakan yaitu:38

1. Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign)

Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign) dilakukan dengan

cara kandidat mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan

persoalan-persoalan yang mereka hadapi baik itu yang menyangkut kebijakan pemerintah

maupun dalam rangka pemberdayaan kelompok-kelompok marginal seperti

buruh, nelayan, kaum miskin kota, yatim piatu dan lain sebagainya.

2. Kampanye Diskusi Kelompok (Group Discussion Campaign)

Pelaksanaan kampanye diskusi kelompok (group discussion campaign)

dilakukan dengan membentuk kelompok, diskusi kecil yang ditujukan untuk

membicarakan masalah yang di hadapi oleh masyarakat.

Pada dasarnya kampanye melalui diskusi kelompok sangat sulit dilakukan

dengan para masyarakat luas karena kebanyakan dari mereka yang belum paham

terhadap hal-hal yang disampaikan oleh para kader atau caleg partai politik

tertentu. Maka dari itu fokus utama dalam diskusi kelompok ini lebih kepada para

tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat saja.

3. Kampanye Massa Tidak Langsung (Indirect Massa Campaign)

Kampanye massa tidak langsung (indirect massa campaign) biasanya

dilakukan dalam bentuk pidato di radio, televisi ataupun iklan di media cetak.

Karena seperti hanya iklan, produk partai juga perlu untuk dipromosikan kepada

(40)

kampanye massa tidak langsung yaitu berupa media massa, media cetak yang

lebih terjangkau dan lebih efektif dalam menjagkau pemilih.

Kampanye massa tidak langsung biasanya dilakukan dengan cara

memasang alat-alat peraga berupa poster, spanduk, baliho dan pamplet calon yang

di usung partai politik di setiap sudut-sudut jalan. Hal ini diharapkan agar

khalayak dapat mengenal sosok calon anggota legislatif yang akan dipilihnya.

4. Kampanye Massa Langsung (Direct Massa Campaign)

Kampanye massa langsung (direct massa campaign) adalah kampanye

dengan melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatian massa secara langsung,

seperti mengadakan pawai, pertunjukan kesenian dan sebagainya. Kampanye

dengan penegrahan massa ini memang di anggap menjadi pilihan utama partai

politik, tetapi tidak untuk kampanye individu, seperti kampanye caleg. Karena

tidak semua caleg yang bersangkutan mampu mengerahkan massa yang banyak

karena keterbatasan dana dan basis massa.

E.4.2.3.Penyusunan Anggaran Kampanye

Uang atau dana operasional adalah sesuatu yang sangat bernilai dalam

semua kegiatan, termasuk dalam kegiatan kampanye. Uang adalah salah satu

sumber dana kampanye yang penting dan harus dimiliki untuk dimiliki untuk

kelancaran program kampanye. Perencanaan anggaran kampanye merupakan hal

vital yang harus dilakukan agar kampanye berjalan sesuai dengan apa yang

diharapkan. Selain itu, perencanaan anggaran kampanye juga mempunyai peran

penting dalam proses evaluasi dan pengawasan fungsi manajerial, diantaranya

(41)

ada, membandingkan kegiatan kampanye dengan kampanye lain yang memiliki

sumber dana yang sama dan mengukur produktivitas kerja serta pencapain tujuan

kampanye berkaita dengan efektifitas biaya secara keseluruhan. Sebagai catatan,

tidak semua program kampanye mempunyai lembaga yang secara khusus

memberikan biaya kampanye secara keseluruhan.39

Ada beberapa kategori pos-pos pendanaan yang dapat digunakan pada

hampir semua jenis kegiatan kampanye yang secara relatif sudah menjadi standar,

yaitu:40

1. Personil inti (key personel), yang terdiri dari administrator, staff dan

keperluan untuk tenaga baru yang diproyeksikan.

2. Biaya daur ulang (disposible materials) yaitu benda-benda yang secara total

habis digunakan dan tidak bisa digunakan lagi setelah kampanye.

3. Biaya media (media charges), yaitu biaya untuk penggunaan media, baik

media elektronik, seperti radio dan televisi, maupun media cetak seperti

koran dan majalah.

4. Biaya transportasi (transportation costs), yaitu biaya yang digunakan untuk

bepergian selama kegiatan kampanye.

E.4.2.4. Organisasi Politik

Dalam pelaksanaan kampanye politik modern, dibutuhkan dukungan dari

pihak-pihak yang mampu membawa keberhasilan dari kampanye yang dilakukan.

Dalam pelaksanaannya kampanye organisasi akan memiliki struktur yang jelas

personilnya seperti pada struktur organisasi perusahaan. Adapun yang termasuk

ke dalam organisasi politik pendukung kampanye yaitu:

39

(42)

1. Manager Kampanye, kesuksesan kampanye biasanya memerlukan seorang

manager kampanye untuk mengkoordinasikan seluruh operasi kampanye

itu. Biasanya seorang pemimpin kampanye yang memiliki visi. Manager

kampanye modern mungkin lebih fokus pada eksekusi strategi ketimbang

terjun ke lapangan.

2. Konsultan Politik, seorang konsultan politik bertugas memberi saran

kampanye secara virtual untuk aktivitas kampanye, dari melakukan riset

untuk menemukan strategi kampanye, riset pemilih, hingga meneliti

pesaing klien mereka.

3. Aktivis, merupakan “prajurit” yang setia pada kandidatnya, pengikut sejati

yang akan menuntun jalanya aktivitas para relawan. Para relawan ikut

bagian seperti melakukan konvoi dalam sebuah kampanye, tapi itu hanya

terjadi pada waktu dulu. Kampanye politik di Indonesia pada saat ini lebih

(43)

F. Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan hal yang penting dalam penelitian yang

dipakai untuk menggambarkan secara abstrak, keadaan kelompok atau individu

yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.41

1. Strategi Kampanye

Dalam penelitian ini penulis menggunakan defenisi konsep sebagai

berikut:

Langkah-langkah yang dilakukan oleh kandidat atau calon anggota legislatif

perempuan terpilih yang meliputi persaingan merebut suara terbanyak,

dalam usaha memenangkan pemilihan umum.

2. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan

Merupakan suatu upaya dalam melihat peran dan kedudukan perempuan

dalam partai politik pengusungnya dan bagaimana proses pencalonan caleg

perempuan dalam daftar nama dan nomor urut calon legislatif.

G. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu penjelasan tentang suatu variable yang

di ukur. Defenisi operasional merupakan rincian dari indikator-indikator

pengukuran suatu variable. Dalam penelitian ini maka veriabel yang akan diteliti

adalah bagaimana nilai kesetaran serta keadilan terhadap caleg perempuan dan

bagaimana strategi kampanye dari para Caleg terpilih DPRD Kota Medan dalam

pemilihan Umum Calon Anggota Legislatif 2009. Adapun defenisi operasional

dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

41

(44)

1. Strategi Kampanye

a. Teknik kampanye

Teknik kampanye merupakan hal yang mendasar dalam melakukan

kampanye, melalui pemilihan teknik kampanye yang tepat maka akan mencapai

tujuan yang diinginkan. Teknik kampanye sangat bergantung kepada tujuan dan

sasaran yang akan di bidik program kampanye.

a.1. Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door to Door Campaign)

a.2. Kampanye Diskusi Kelompok (Group Discussion Campaign)

a.3. Kampanye Massa Tidak Langsung (Indirect Massa Campaign)

a.4. Kampanye Massa Langsung (Direct Massa Campaign)

b. Pesan Kampanye

Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim

kepada khalayak. Penyampaian pesan kampanye politik biasanya dituangkan

melalui pemaparan visi dan misi oleh partai atau kandidat yang bersangkutan,

kemudian selanjutnya disampaikan kembali dalam berbagai bentuk mulai dari

poster, spanduk, baliho (bilboard), pidato, diskusi, iklan hingga selebaran.

c. Anggaran Kampanye

Anggaran kampanye juga mempunyai peran penting dalam proses evaluasi

dan pengawasan fungsi manajerial, diantaranya dalam menganalisis alternatif

yang mungkin dilakukan dengan jumlah dana yang ada, membandingkan kegiatan

kampanye dengan kampanye lain yang memiliki sumber dana yang sama dan

mengukur produktivitas kerja serta pencapain tujuan kampanye berkaita dengan

(45)

d. Tim Sukses

Merupakan kelompok yang berperan dalam mendukung dan mengkoordinir

peaksanaan kampanye dan menggalang suara bagi calon yang bersangkutan agar

dipilih oleh para pemilih.

2. Kesetaraan dan Keadilan Perempuan

2.1. Kesetaraan

1. Berada dalam kepengurusan partai politik

2. Memiliki hak suara dalam partisipasi politik

3. Pengembangan karakter diri dan intelektualitas dengan melakukan

peningkatan pendidikan politik.

2.2. Keadilan

1. Memberikan hak suara dalam pemilihan umum

2. Akses yang seluas-luasnya dalam memasuki dunia politik

3. Seimbang keterwakilannya dalam lembaga Legislatif

H. Metode Penelitian

H.1. Jenis Penelitian

Untuk menguraikan bagaimana strategi pemenangan yang dilakukan oleh

caleg perempuan untuk dapat duduk di DPRD Kota Medan. Maka penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, situasi, berbagai variable yang timbul dalam

(46)

H.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang mencakup masalah maka penulis

melakukan panelitian di pada caleg perempuan terpilih yaitu :

Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kota Medan.

H.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan,

maka penulis dalam hal ini menggunakan teknik wawancara langsung dengan

narasumber. Adapun beberapa teknik pengumpulan data yaitu data primer dan

data sekunder.43

1. Data Primer

Dalam megumpulkan data dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu

dengan mengadakan pembicaraan langsung dengan informan yang mengetahui

benar masalah yang diteliti. Informan adalah orang yang diduga mengetahui fakta

dan kejadian atas masalah yang akan diteliti. Informan kunci dalam penelitian ini

adalah Caleg-caleg perempuan terpilih DPRD Kota Medan. Adapun caleg

perempuan terpilih DPRD Kota Medan, sebagai berikut :

1. Dra. Ainal Mardiah (Partai Golkar, dapem V)

2. Dra. Lily MBA, MH (Partai Perjuangan Indonesia Baru, dapem I)

3. Janlie SE,Ak (Partai Perjuangan Indonesia Baru, dapem IV)

4. Dra. Srijati Pohan (Partai Demokrat, dapem I)

5. Damai Yona Nainggolan (Partai Demokrat, dapem II)

6. Hj. Halimatuksakdiyah (Partai Demokrat, dapem IV)

43

Referensi

Dokumen terkait

Pencapaian hasil pelayanan Satlantas Polresta Pekanbaru didasarkan sejauh mana kinerja pegawai Satlantas Polresta Pekanbaru dalam memberikan pelayanan terhadap

Kentungan yang didapatkan oleh pedagang pengecer pada distribusi pemasaran 4 besar karena pedagang pengecer membeli Cumi-cumi dari nelayan melalui TPI dengan harga yang

Apabila terdapat perbedaan informasi dan ketentuan-ketentuan antara addendum ini dengan dokumen lelang, maka yang mengikat adalah addendum ini sedangkan informasi

gaya melintang, momen dan bidang momen); Konstruksi balok sederhana (Oenan terpusat, beban merata, beban kombinasi terpusat-merata, beban.. segitiga simitri, beban

Mahasiswa juga dikenalkan teknik reka rakit yaitu tenun sederhana dengan teknik, alat dan bahan yang paling sederhana seperti teknik batik tulis, teknik jumputan, teknik dasar

Interseksi merupakan suatu titik potong atau pertemuan. Dalam sosiologi, interseksi dikenal sebagai suatu golongan etnik yang majemuk. Dalam Sosiologi, interseksi

Penelitian Ks bambu kuning dilakukan pada 6 perlakuan, yaitu lapisan epider mis dan endoder mis t idak dikikis (C1); lapisan epider mis dan endodermis dikikis sampai setebal 0,5 cm

informasi tambahan yang ingin diketahui/atau sebagai klarifikasi mengenai kerajaan- kerajaan maritim Indonesia pada masa Islam dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi,