• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Bermikoriza Terhadap Penambahan Rhizobium dan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Bermikoriza Terhadap Penambahan Rhizobium dan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai terhadap pemberian mikoriza dan rhizobium dengan adanya penambahan bahan organik berupa kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Penelitian dilaksanakan di Desa Cengkeh Turi Kotamadya Binjai dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor I adalah inokulasi mikoriza (M) yang terdiri atas dua taraf yaitu : tanpa mikoriza (M0) dan dengan mikoriza (M1). Faktor II adalah inokulasi rhizobium (R) yang terdiri atas dua taraf yaitu : tanpa rhizobium (R0) dan dengan rhizobium (R1). Faktor III adalah pemberian kompos Tandan Kosong kelapa sawit (K) yang terdiri dari dua taraf yaitu tanpa kompos (K0) dan 18000 g/plot (K1).Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), Umur berbunga (hari), bobot basah akar (g), bobot basah tajuk (g), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), derajat infeksi rhizobium dan mikorza (%), Luas daun (cm2), jumlah polong per tanaman (polong), jumlah cabang per tanaman (cabang), umur panen (hari), bobot biji per tanaman (g), bobot 100 biji (g), bobot biji per plot (g). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa a) perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST, b) perlakuan rhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 4 - 6 MST, tinggi tanaman 6 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, luas daun, jumlah polong pertanaman, infeksi rhizobium, jumlah cabang pertanaman, bobot pertanaman, bobot per plot c) perlakuan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 3-6 MST, tinggi tanaman 3-6 MST, bobot basah tajuk , bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, luas daun, umur berbunga, bobot per plot, d) interaksi perlakuan Mikoriza dan Rhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST, e) interaksi perlakuan Mikoriza dan Kompos TKKS berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST, f) interaksi perlakuan Rhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 4-6 MST, tinggi tanaman 5 dan 6 MST, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar.

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi kedelai nasional setiap tahunnya mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari data produksi kedelai Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut adalah sebagai berikut 723.483 ton, 808.353 ton, 747.611 ton dan 592.381 ton. Menurunnya produksi kedelai ini disebabkan oleh sedikitnya petani yang menanam kedelai, luas lahan pertanian yang dapat digunakan semakin habis dan kurang baiknya teknik budidaya yang digunakan petani.

Umumnya pertanaman kedelai memanfaatkan lahan kering, tadah hujan maupun lahan sawah sehabis pertanaman sawah. Menurut Las (2008) lahan yang tersedia untuk perluasan areal kedelai di Indonesia sekitar 5,3 juta ha yang terdiri dari lahan sawah 2,1 juta ha dan lahan kering sekitar 3,3 juta. Lahan kering terdiri lahan kering masam sekitar 1,7 juta ha dan lahan kering tidak masam 1,5 juta ha.

(4)

kondisi fisik tanah yang kurang baik. Pada lahan salin, mikoriza mampu menahan laju penurunan produktivitas lahan, karena dalam kondisi salinitas yang tinggi, cendawan mikoriza masih mampu bertahan dan mensuplai air dan unsur hara bagi tanaman inang (Subiksa, 2008).

Permasalahan yang sering muncul pada pertanaman kedelai di tanah masam adalah kegagalan membentuk bintil akar yang merupakan organ untuk menambat nitrogen udara. Hal ini sering menjadikan kebutuhan nitrogen tanaman tidak tercukupi sehingga berakibat rendahnya hasil tanaman. Di samping itu kemasaman tanah sering diikuti oleh kekahatan unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, K, P, Cu, Mo dan B serta keracunan Al, Fe dan Mn (Sudadi dan Atmaka, 2000). Untuk menanggulangi masalah tersebut umumnya digunakan rhizobium yang mampu menambat N dari udara. Jumlah N yang dapat ditambat oleh bakteri rhizobium berkisar antara 40%-70% dari seluruh N yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman kedelai (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Nitrogen yang diperlukan tanaman kedelai bersumber dari dalam tanah juga dari N atmosfir melalui simbiosis dengan bakteri rhizobium. Bakteri ini membentuk bintil akar (nodul) pada akar tanaman kedelai dan dapat menambat N dari udara. Hasil fiksasi nitrogen ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan N yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Pada fiksasi yang efektif 50-75% dari total kebutuhan tanaman akan nitrogen tersebut dapat dipenuhi. Inokulasi rhizobium

pada lahan kering dapat meningkatkan bintil akar dan hasil biji kedelai (Adijaya dkk, 2005).

(5)

Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS. Limbah TKKS ini biasanya dibakar oleh PKS, dijadikan mulsa di perkebuna kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos 25/cara-mudah-mengomposkan-tandan-kosong-kelapa-sawit, 2008).

Pembuatan kompos dari TKKS memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk mempercepat proses pengomposan dapat ditambahkan aktivator pengomposan berupa mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan adalah MOD (Microorganism Decomposer) 71, yang merupakan suatu kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang bermanfaat. Kandungan MOD 71 antara lain adalah bakteri Azotobacter, Bacillus, Nitosomonas,

Nitrobacter, Pseudomonas, Cytophaga, Sporocytopaga; jamur Trichoderma,

Aspergilus, Gliocladium, dan Penicilium.

Untuk mencegah berkembangnya jamur penyebab penyakit dapat dilakukan penambahan Trichoderma sp. yang dapat berfungsi sebagai biofungisida yaitu menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit

pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum,

Rizoctonia solani dan berbagai penyakit akar lainny

vanilla.blogspot.com/2008/01, 2008).

(6)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai terhadap pemberian mikoriza dan rhizobium dengan adanya penambahan bahan organik berupa kompos TKKS.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap inokulasi mikoriza.

2. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap inokulasi rhizobium

3. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pemberian kompos TKKS.

4. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap interaksi inokulasi mikoriza dengan rhizobium

5. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap interaksi inokulasi mikoriza dengan pemberian kompos TKKS

6. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap interaksi inokulasi rhizobium dengan pemberian kompos TKKS

7. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap interaksi inokulasi mikoriza, inokulasi rhizobium dan pemberian kompos TKKS

Kegunaan Penelitian

(7)

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh

Iklim

Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-340 C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 24-250 C dengan penyinaran penuh minimal 10 jam/hari. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu lingkungan sekitar 300 C dan suhu tanah yang optimal adalah 300 C

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).

Tanah

(9)

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik.

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Prihatman, 2000).

Mikoriza Vesikular Arbuskular

(10)

dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada (Subiksa, 2008).

Mikoriza dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Seluruh jamur yang ada pada ektomikoriza menyelubungi masing-masing cabang-cabang akar dalam selubung atau mantel hifa. Hifa-hifa tersebut hanya menembus antar sel korteks akar (Rao, 2007). Sedangkan pada endomikoriza, jaringan hifa masuk kedalam sel korteks akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM) atau mikoriza vesikular Arbuskular (MVA) (Subiksa, 2008).

Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman hotikultura dan kehutanan. MVA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perakaran dari serangan patogen (Rahmawati, 2005).

Peranan MVA bagi tanaman inangnya adalah memperbesar areal serapan bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman menurut meliputi :

(11)

2. Penurunan cekaman tanaman akibat infeksi patogen akar, kondisi tanah salin, kelembaban tanah yang rendah, temperatur tanah yang tinggi serta faktor-faktor merugikan lainnya.

3. Peningkatan toleransi tanaman terhadap defisiansi hara pada tanah tidak subur dan terhadap kemasaman dan toksisitas Al, Fe dan Mn pada tanah masam 4. Peningkatan nodulasi dan daya fiksasi N2 oleh Rhizobium pada simbiosis

legum

5. Meningkatkan serapan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas Zn. 6. Merangsang serapan dan toleransi tanaman toksisitas Zn

7. Merangsang laju fotosintesis dan toleransi fotosintat ke akar, produksi hormon seperti IAA, sitokinin, auksin dan giberelin, dan eksudasi asam-asam organik dari akar serta permeabilitas membrane terhadap lintasan hara

8. Mempercepat fase fisiologis definitif, sehingga waktu berbunga dan panen dipercepat serta meningkatkan daya survival tanaman pada awal pertanaman 9. Berperan penting dalam konservasi dan pendauran hara dalam tanah, dalam

agregasi tanah dan mengurnagi erosi atau pelindian hara tanah (Hanafiah, 2005).

Rhizobium

(12)

ketika pembudidayaan suatu tanaman tidak menggunakan pupuk N

Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman inang. Yang paling berperan adalah pigmen merah leghemeglobin. Pigmen itu dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak jumlah pigmen, semakin besar nitrogen yang diikat. Rhizobium berasosiasi dengan tanaman legum biasanya memfiksasi 100-300 kg nitrogen/ha dalam satu musim tanam. Nitrogen sebanyak itu tidak habis dimanfaatkan tanaman dalam satu periode tanam, sehingga dapat digunakan untuk masa tanam berikutnya. Rhizobium mampu hidup pada tanah dengan pH 2 dan efektivitasnya mengikat nitrogen dari udara sangat tinggi pada tanaman kedelai (Fitriani, 2007).

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan satu limbah padat organik dalam produksi minyak sawit. TKKS dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

(13)

Merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme, dengan prinsip menurunkan nisbah C/N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C/N tanah sehingga mudah diserap oleh tanaman.

b) Pupuk Kalium

TKKS yang dibakar akan menghasilkan abu tandan yang memiliki kandungan 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO dan 3% MgO serta unsur hara mikro seperti

1200 ppm Fe, 1000 ppm Mn, 400 ppm Zn dan 100 ppm Cu. c) Bahan serat

TKKS dapat menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, seperti bahan pengisi jok mobil, matras dan sebagainya.

(Husin, 2008),

Ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :

- Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan

- Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman

(14)

Suatu analisa terhadap tandan kosong kelapa sawit telah dilakukan oleh Husin (2008). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

KOMPOSISI KADAR (%)

Abu 15

Selulosa 40

Lignin 21

Hemiselulosa 24

Proses pengomposan TKKS akan berlangsung dalam waktu 1,5 – 3 bulan. Kompos yang sudah matang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

• Terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman

• Suhu sudah turun dan mendekati suhu pada awal proses pengomposan • Jika diremas, TKKS mudah dihancurkan atau mudah putus serat-seratnya

(15)
(16)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Binjai dengan ketinggian tempat 25 m dpl.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan adalah benih kedelai var. Anjasmoro,

tandan kosong kelapa sawit, kotoran sapi, MOD 71, Trichoderma sp., Mikoriza

Vesikular Arbuskular, rhizobium, pestisida dan insektisida.

Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, timbangan,

oven, gelas ukur, bambu, pipa, termometer, pacak sampel, kap solo dan plank

nama.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

dengan tiga faktor penelitian, yaitu :

1. Faktor inokulasi mikoriza (M) dengan 2 taraf yaitu :

M0 : tanpa Mikoriza

M1 : dengan Mikoriza (5 g / tanaman)

2. Faktor inokulasi rhizobium (R) dengan 2 taraf yaitu :

R0 : tanpa Rhizobium

(17)

3. Faktor pemberian kompos TKKS (K) dengan 2 taraf yaitu :

K0 : 0 g / plot

K1 : 18000 g / plot

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi, yaitu :

M0R0K0 M0R1K0 M1R0K0 M1R1K0

M0R0K1 M0R1K1 M1R0K1 M1R1K1

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 24 plot

Jumlah tanaman seluruhnya : 6384 tanaman

Jumlah sampel / plot : 10 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 240 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ+ρi+αj+βk+γl+(αβ)jk+(αγ)jl+(βγ)kl+(αβγ)jkl+eijkl

Dimana :

Yijk : hasil pengamatan untuk unit percobaan ke-i dengan perlakuan

inokulasi mikoriza taraf ke-j, perlakuan inokulasi rhizobium taraf ke-k

dan perlakuan pemberian kompos taraf ke-l.

µ : nilai tengah

ρi : respon blok ke-i

αj : respon perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-j βk : respon perlakuan inokulasi rhizobium pada taraf ke-k γl : respon perlakuan pemberian kompos TKKS taraf ke-l

(αβ)jk : respon interaksi perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-j dan

(18)

(αγ)jl : respon interaksi perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-j dan

perlakuan pemberian kompos TKKS pada taraf ke-l

(βγ)kl : respon interaksi perlakuan inokulasi rhizobium pada taraf ke-k dan

perlakuan pemberian kompos TKKS pada taraf ke-l

(αβγ)jkl : respon interaksi perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-j, perlakuan

inokulasi rhizobium taraf ke-k dan perlakuan pemberian kompos TKKS

taraf ke-l.

eijkl : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan inokulasi

mikoriza taraf ke-j, perlakuan inokulasi rhizobium taraf ke-k dan

perlakuan pemberian kompos TKKS taraf ke-l.

Terhadap sidik ragam yang nyata dan sangat nyata, maka dilanjutkan

analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Rata-Rata Uji Duncant Berjarak Ganda

dengan taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah Kemudian dibuat bedengan percobaan

dan dibuat parit drainase dengan jarak antar bedengan 50 cm.

Pengomposan TKKS

TKKS sebanyak 1 ton disiapkan dan dicacah. Untuk menambah unsur hara

kompos yang dihasilkan digunakan kotoran sapi sebanyak 250 kg. Ditambahkan

Trichoderma sp. sebanyak 5 kg dan MOD 71 sebanyak 1 l sebagai bahan

dekomposer untuk mempercepat proses dekomposisi TKKS dan kotoran sapi.

MOD 71 terlebih dahulu dilarutkan dalam 200 l air selama 1 malam lalu dicampur

dengan Trichoderma sp. Selanjutnya TKKS dan kotoran sapi yang telah

(19)

larutan campuran MOD 71 dan Trichoderma sp. secara merata hingga campuran

bahan organik tersebut cukup basah. Hal ini dilakukan terus menerus hingga

tinggi tumpukan mencapai 1 m. Bila campuran TKKS dan kotoran sapi masih ada,

dibuat tumpukan yang sama. Tumpukan bahan organik yang akan dikomposkan

tersebut diusahakan dalam keadaan yang cukup lembab dan panas yaitu Rh ± 80%

dengan suhu ± 550C. Agar sirkulasi udara dalam tumpukan kompos terjadi

dengan baik, pada tumpukan tersebut ditancapkan bambu. Setiap 5 hari sekali,

tumpukan ini diaduk dan apabila telah kering disiram lagi. Pembuatan kompos

TKKS ini dilakukan 4 minggu sebelum penanaman dilakukan.

Aplikasi Kompos TKKS

Kompos TKKS yang telah masak diberikan pada seluruh plot tanaman

dengan menaburkan kompos diatas permukaan tanah sesuai dengan perlakuan

yang ada. Kompos TKKS ditaburkan seperti mulsa.

Inokulasi Mikoriza Dan Rhizobium Serta Penanaman Benih

Inokulasi mikoriza dan rhizobium dilakukan sesaat sebelum penanaman

sesuai dengan perlakuan. Aplikasi ini dilakukan 1 hari setelah aplikasi kompos

TKKS dengan cara ditaburkan pada kedalaman 5 cm di lubang tanam. Setelah

mikoriza dan rhizobium ditaburkan lalu ditutup dengan tanah.

Setelah inokulasi mikoriza dan rhizobium selesai, lalu benih ditanam pada

kedalaman 2 cm dari permukaan tanah sebanyak 3 benih per lubang.Sebelum

ditanam benih kedelai direndam selama 20 menit dengan Benlate untuk mencegah

(20)

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan setelah tanaman berumur 5 HST.

Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman yang tidak perlu sehingga

hanya tinggal satu tanaman yang paling baik pertumbuhannya.

Pemeliharaan Tanaman

- Penyiangan

Penyiangan dilakukan apabila ditemukan gulma di areal penelitian.

Penyiangan dilakukan secara manual maupun menggunakan cangkul sesuai

dengan kondisi lahan.

- Penyiraman

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor. Penyiraman

dilakukan setiap 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dan disesuaikan dengan

keadaan tanah.

- Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk Urea 0,3 g, TSP 0,6 g dan

KCl 0,3 g / tanaman. Seluruh jenis pupuk diberikan pada waktu bersamaan yaitu 2

hari sebelum benih ditanam.

- Pengendalian Hama Dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian Insektisida Decis 50 EC

dengan konsentrasi 1-2 ml / L air. Penyakit tanaman dikendalikan dengan

pemberian fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 1-2 gr / L air.

Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai kondisi di lapangan

(21)

Peubah Amatan

Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST

hingga 9 MST dengan interval pengamatan 1 minggu sekali. Tinggi tanaman

diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

Jumlah Daun (helai)

Daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna.

Pengambilan jumlah daun dimulai saat tanaman berumur 3 MST hingga 9 MST

dengan interval pengamatan 1 minggu sekali.

Jumlah Cabang (cabang)

Pengamatan jumlah cabang dimulai pada saat tanaman tanaman berumur 3

MST hingga 9 MST dengan interval pengamatan 1 minggu sekali. Jumlah cabang

dihitung dengan menghitung seluruh cabang yang ada pada setiap tanaman.

Bobot Basah Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan

dibersihkan dari kotoran yang ada. Pengamatan ini dilakukan pada akhir

pertumbuhan vegetatif.

Bobot Basah Tajuk (g)

Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada

bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada.

(22)

Bobot Kering Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan

dibersihkan dari kotoran yang ada lalu diovenkan dengan suhu 1050 C selama 24

jam lalu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada

bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada.

Kemudian diovenkan dengan suhu 1050C selama 24 jam lalu ditimbang.

Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif.

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga diamati setelah 75 % tanaman telah mengeluarkan bunga.

Derajat Infeksi (%)

Pengamatan derajat infeksi diamati pada bagian akar tanaman. Akar

tanaman diteliti untuk mengetahui berapa persen mikoriza dan rhizobium

menginfeksi akar tanaman kedelai. Pengamatan ini dilakukan sejak umur 20 HST

hingga umur 80 HST dengan interval pengamatan 2 minggu sekali.

Luas Daun (cm2)

Total luas daun diihitung pada saat tanaman sudah berbunga. Daun yang

dihitung luasnya merupakan daun yang duduknya kira-kira di tengah

percabangan. Perhitungan luas daun dengan menggunakan rumus:

P x L x K

Dimana : P = Panjang daun

(23)

K = Konstanta daun

K daun ditengah 0,653 dan dikiri atau kanan 0,768

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung setelah kelihatan 95% dari polong yang ada pada

tanaman telah mencapai warna polong matang, yaitu berwarna kuning kecoklatan.

Jumlah Polong Per Tanaman (polong)

Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman

sampel dengan menghitung jumlah polong berisi dan jumlah polong hampa.

Pengamatan ini dilakukan pada saat panen.

Bobot Biji Per Tanaman (g)

Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 14 %. Untuk mencapai

kadar air tersebut dilakukan dengan cara menjemur biji di bawah sinar matahari

selama 2-3 hari, kemudian ditimbang. Penimbangan biji dilakukan hanya pada

tanaman sampel.

Bobot 100 biji (g)

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai dengan

kadar air biji ± 14% yang diperoleh dengan mengeringkan biji di bawah sinar

matahari selama 2-3 hari.

Bobot Biji Per Plot (g)

Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 14 %. Untuk mencapai

kadar air tersebut dilakukan dengan cara menjemur biji di bawah sinar matahari

selama 2-3 hari, kemudian ditimbang. Penimbangan biji dilakukan dengan

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis data pada setiap perlakuan diperoleh bahwa;

a) perlakuan mikoriza berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST. b)

perlakuan rhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 4 MST,

jumlah daun 5 MST, jumlah daun 6 MST, tinggi tanaman 6 MST, bobot basah

tajuk, bobot basa akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, luas daun, jumlah

polong pertanaman, infeksi rhizobium, jumlah cabang pertanaman, bobot

pertanaman, bobot per plot c) perlakuan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh

nyata terhadap parameter jumlah daun 3 MST, jumlah daun 4 MST, jumlah daun

5 MST, jumlah daun 6 MST, tinggi tanaman 3 MST, tinggi tanaman 4 MST,

tinggi tanaman 5 MST, tinggi tanaman 6 MST, bobot basah tajuk , bobot basah

akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, luas daun, umur berbunga, bobot per

plot.

Hasil analisis terhadap interaksi masing-masing perlakuan diperoleh

sebagai berikut; a) interaksi perlakuan Mikoriza dan Rhizobium berpengaruh

nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST. b) interaksi perlakuan Mikoriza

dan Kompos TKKS berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun 5 MST.

c) interaksi perlakuan Rhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah

daun 4 MST, 5 MST,6 MST, tinggi tanaman 5MST, 6 MST, bobot basah tajuk,

bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar.

(25)

dilihat pada lampiran 1-8. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa Mikoriza

berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 3 MST hingga 6

MST, Rhizobium berpengaruh nyata pada 5 MST dan 6 MST, Kompos TKKS

berpengaruh nyata pada 3 MST hingga 6 MST. Interaksi perlakuan Mikoroza,

Rhizobium dan Kompos TKKS berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi

tanaman.

Data tinggi tanaman pada umur 6 MST pada interaksi Mikoriza dan

Rhizobium dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza dan Rhizobium

Mikoriza Rhizobium Rataan

R0 R1

M0 39.53 44.83 42.18

M1 39.51 42.68 41.10

Rataan 39.52 43.76 41.64

Data tinggi tanaman pada umur 6 MST pada interaksi Mikoriza dan

Kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza dan Kompos TKKS

Mikoriza Kompos TKKS Rataan

K0 K1

M0 36.03 48.35 42.19

M1 35.33 46.85 41.09

Rataan 35.68 47.60 41.64

Data tinggi tanaman pada umur 6 MST pada interaksi Rhizobiumdan

Kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Rhizobium dan Kompos TKKS

Rhizobium Kompos TKKS Rataan

K0 K1

R0 33.98 45.06 39.52

R1 37.36 50.13 43.75

(26)

Data tinggi Tanaman pada umur 6 MST pada interaksi perlakuan Mikoriza

Rhizobium, dan Kompos TKKS berpengaruh tidak nyata dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Rataan data dan analisis sidik ragam jumlah daun 3-6 MST dapat dilihat

pada lampiran 9-16. Hasil analisis secara statistik, parameter jumlah daun kedelai

pada umur 6 MST berpengaruh nyata dengan perlakuan Rhizobium dan

pemberian Kompos TKKS. Sedangkan perlakuan Mikoriza dan interaksi ketiga

perlakuan berpengaruh tidak nyata. Hasil uji beda rataan, jumlah daun akibat

perlakuan yang diberikan tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Daun Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Rataan data dan analisis sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat pada

lampiran ?????. Hasil analisis secara statistik parameter bobot kering tajuk

(27)

Perlakuan Mikoriza dan interaksi ketiga perlakuan tersebut berpengaruh tidak

nyata. Rataan bobot kering tajuk dengan perlakuan Mikoriza, Rhizobiun dan

Kompos TKKS terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot Kering Tajuk Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Rataan data dan analisis sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat pada

lampiran ?????. Perlakuan Rhizobium dan Kompos TKKS berpengaruh nyata

terhadap parameter bobot kering akar, sedangkan perlakuan Mikoriza dan

interaksi ketiga faktor berpengaruh tidak nyata. Rataan bobot kerinh akar dengan

perlakuan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot Kering Akar Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Rataan data dan analisis sidik ragam luas daun dapat dilihat pada lampiran

????????. Hasil analisis secara statistik parameter luas daun berpengaruh nyata

(28)

Mikoriza dan interaksi ketiga faktor berpengaruh tidak nyata. Rataan luas daun

dengan perlakuan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Luas Daun Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Rataan data dan analisis sidik ragam umur berbunga dapat dilihat pada

lampiran ?????????. Hasil analisis secara statistik parameter umur berbunga

berpengaruh nyata terhadap perlakuan Kompos TKKS. Sedangkan pada perlakuan

Mikoriza, Rhizobium dan interaksi ketiga faktor berpengaruh tidak nyata. Rataan

umur berbunga dengan perlakuan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Umur Berbunga Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

7.Bobot Biji Per Tanaman

Rataan data dan analisis sidik ragam bobot biji per tanaman dapat dilihat

pada lampiran ?????. Hasil analisis secara statistik parameter bobot biji

(29)

perlakuan Mikoriza, Kompos TKKS dan interaksi ketiga faktor berpengaruh tidak

nyata. Rataan bobot biji pertanaman dengan perlakuan Mikoriza, Rhizobium dan

Kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot Biji Kedelai Pertanaman dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Hasil analisis secara statistik parameter bobot biji per plot berpengaruh

nyata terhadap perlakuan Rhizobium dan Kompos TKKS. Sedangkan pada

perlakuan Mikoriza dan interaksi ketiga faktor berpengaruh tidak nyata. Rataan

bobot biji per plot dengan perlakuan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot Biji Kedelai per plot pada Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS

Mikoriza Rhizobium Kompos TKKS (K)

Rataan

Hasil pada Tabel 17 menunjukkan peningkatan tinggi tanaman dengan

perlakuan pemberian Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS walaupun

(30)

tanaman dengan pemberian Rhizobium, Mikoriza dan Kompos KTTS diduga

disebabkan oleh sumbangan hara Nitrogen, Phospor, dan perbaikan kesuburan

tanah dari perlakuan yang diberikan

Rhizobium merupakan kelompok bakteri yang memiliki kemampuan

sebagai penyedia hara bagi tanaman. Kemampuan Rhizobium untuk memfiksasi

N dapat mencapai 100-300 Kg N per hektar per sekali musim tanam

ini akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan yang dapat dilihat dari

peningkatan tinggi tanaman akibat pemberian Rhizobium. Fungsi N sebagai bahan

dasar dalam metabolisme protein dan sebagai pengatur tumbuh tanaman dapat

terckupi dengan sumbangan N yang cukup besar dari Rhizobium ini (Nogle dan

Fritz, 1991). Rhizobium yang diberikan juga berpotensi untuk menghasilkan Plant

Growth Promoting Rhizobacteria dengan menghasilkan hormon pertumbuhan

IAA. Penghasilan hormon pertumbuhan ini akan menghasilkan efek positif pada

pertumbuhan akar (bobot kering akar pada Tabel 20) dan tajuk (bobot kering tajuk

pada Tabel 19)

Kemampuan Mikoriza untuk mempengaruhi morfo fisiologi akar

mengakibatkan perubahan kemampuan akar untuk beradaptasi pada lingkungan

yang tidak menguntungkan dan menyediakan hara (terutama P). Cukupnya hara N

dan P pada kedelai yang diberi perlakuan Mikoriza dan Rhizobium menyebabkan

cukupnya energi (ATP) untuk peningkatan laju pertumbuhan tanaman

(Marschner, 1999). Mikoriza dapat membantu tanaman dalam penyerapan hara.

Perakaran tanaman yang bersimbiosis dengan mikoriza akan semakin melebar

(31)

(Nuraini, 1998). Asosiasi kedelai dengan Mikoriza memiliki kemampuan yang

lebih tinggi dalam menyerap hara dari dalan tanah (Muniyanziza et al, 1997).

Abbot dan Robson (1994) juga menemukan peningkatan kapasitas pengambilan

hara tanaman bermikoriza disebabkan oleh karena waktu hidup akar

diperpanjang, derajat percabangan serta diameter diperbesar yang akhirnya

memperluas permukaan absorbsi. Penambahan MVA juga dapat meningkatkan

pertumbuhan hormon pertumbuhan seperti Aksin, Sitokinin dan Giberelin bagi

tanaman inang (Imas et al, 1989)

Sumbangan Kompos TKKS terhadap perbaikan sifat fisik, chemis, dan

biologis tanah menyebabkan tersedianya media tumbuh yang baik untuk

pertumbuhan tanaman. Kemampuan Kompos TKKS ini untuk menahan air yang

cukup besar dapat merupakan bahan penyedia air pada saat tanah kekurangan air.

Hasil pada Tabel 18 menunjukkan jumlah daun terbanyak terdapat pada

perlakuan Rhizobium dan Kompos TKKS (M0R1K1), sedangkan jumlah daun

terendah terdapat pada perlakuan penambahan Mikoriza (M1R0K0). Kandungan

K yang tinggi pada Kompos TKKS menyebabkan peningkatan laju serapan hara.

Hal ini sesuai dengan pendapat Marschner (1999) yang menyatakan peningkatan

kandungan K pada tanaman akan mempengaruhi laju serapan hara yang lebih

cepat. Peningkatan laju serapan dan translokasi hara ini akan menyebabkan

peningkatan akumulasi Biomassa yang dapat dilihat dari peningkatan bahan

kering tanaman (Tabel 19) dan tinggi tanaman (Tabel 1). Aplikasi Kompos TKKS

secara langsung sebagai mulsa dapat meningkatkan kadar N, P, K, Ca, Mg,

C-Organik, dan kapasitas tukar kation tanah serta dapat menyerap / mempertahankan

(32)

pertumbuhan tajuk (Tabel 1) yang lebih tinggi pada perlakuan penambahan

Kompos TKKS ini. Pemberian inokulasi rhizobium meningkatkan bobot kering

tajuk dan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa bintil akar efektif yang

terbentuk mampu memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan kedelai melalui

fiksasi N yang dilakukannya (Freire, 1977).

Bobot kering tajuk (Tabel 19) dan bobot kering akar (Tabel 20) kedelai

tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos

TKKS. Bobot kering tajuk terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan

Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS, sedangkan bobot kering akar terendah

terdapat pada perlakuan penambahan Mikoriza.

Luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan Rhizobium dan

Kompos TKKS, sedangkan terendah pada perlakuan tanpa pemberian Mikoriza,

Rizobium dan Kompos TKKS (tabel 21).

Umur berbunga terpanjang terdapat pada perlakuan tanpa penambahan

Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS sedangkan umur berbunga tercepat

terdapat pada perlakuan penambahan Mikoriza, Rhizobium dan Kompos TKKS

(tabel 22).

Bobot biji terbesar terdapat pada perlakuan penambahan Rhizobium dan

Kompos TKKS sedangkan yang terendah pada pemberian mikoriza (tabel 23).

Hasil pada tabel 24 menunjukkan bobot biji kedelai per plot tertinggi

terdapat pada perlakuan penambahan rhizobium dan kompos TKKS, sedangkan

bobot biji kedelai per plot terendah terdapat pada perlakuan penambahan

(33)

Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama antara bobot biji per

tanaman dengan bobot biji per plot. Kedelai yang bersimbiosis dengan Rhizobium

memiliki kemampuan lebih untuk memanfaatkan nitrogen atmosfir. Rendahnya

bobot biji per tanaman /per plot pada perlakuan tanpa penambahan rhizobium dan

kompos TKKS disebabkan oleh beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan

seperti hara N, P dan K. Dari beberapa pustaka dinyatakan kompos TKKS

mengandung kadar K yang tinggi. Kandungan K yang tinggi pada tanaman akan

meningkatkan laju serapan hara dan air. Hal ini tidak terjadi pada kedelai yang

tidak diberi kompos TKKS. Rhizosfir akar yang bersimbiosis dengan rhizobium

akan meningkatkan pengambilan hara dari dalam tanah

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian mikoriza berpengaruh tidak nyata terhadap keseluruhan parameter

pengamatan baik vegetatif maupun generatif

2. Pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan luas

daun) terbaik terdapat pada perlakuan pemberian rizobium dan Kompos TKKS

3. Hasil biji kering kedelai per plot dan per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan

pemberian rizobium dan kompos TKKS

Saran

Untuk meningkatkan efektivitas pemberian mikoriza pada kondisi lapang

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, L. K. And A. D. Robson. 1982. The rule of VAM fungi inagriculture and th selection of fungi for inuculation. Aust. J. Agric. Rest. 33: 389-395.

Adijaya, I N., P. Suratmini dan K. Mahaputra, 2005. Aplikasi Pemberian Legin (Rhizobium) Pada Uji Beberapa Varietas Kedelai Di Lahan Kering. Dikutip

dari

Diakses tanggal 18 Maret 2008.

Fitriani, V., 2007. Penyisipan Cendawan Sehingga Meningkatkan Produksi. Dikutip dari

Freire, J. R. J., 1977. Inoculations of Soybean. pp. 335-379. In J. M Vincent, A. S. Whiteney and J. Bose (eds). Exploiting the Legumes-Rhizobium symbiosis in troical agricultural. Dept. Agron Soil Sci, Hawai University.

Hanafiah, K. A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maret 2008.

Kelapa Sawit. Diakses tanggal 18 Maret 2008.

Trichoderma. Diakses tanggal 18 Maret 2008.

Secondary Food Crops in Indonesia 2004-2008. Diakses tanggal 18 Maret 2008.

Diakses tanggal 30 April 2008.

Husin, A. A., 2008. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. Dikutip dari

(36)

Las, I., 2008. Konferensi Pers Berjudul Potensi Dan Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan Menuju Swasembada Kedele Tanggal 20 February 2008. Dikutip dari

Marschner, H. 1999. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press London: 84-102.

Munyanziza, E., H. K. Kehri, D. J. Bagyaraj, 1997. Agricultural intensification, soil biodervisity and agro-ecosystem function in tropic: the role of

mycoorhiza in crops and trees. Applied Soil Ecology. 6(1): 77-85.

Nuraini, Y.1998. Efisiensi Pemupukan P dan N melalui simbiosis rhizobium dengan mikoriza pada tanaman kedelai pada Alfisol Jati Kerja Pross. Seminar Nasional HITI. 1998.

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max L.). Dikutip dari

Rahmawati, N., 2005. Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Dikutip dar Maret 2008.

Rao, N. S. S., 2007. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Penerjemah : H. Susilo. Edisi Kedua. UI-Press. Jakarta.

Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih, 1996. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Subiksa, IGM., 2008. Pemanfaatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Dikutip dari

(37)

LAMPIRAN 1. DATA TINGGI TANAMAN 3 MST

Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST

(38)

Lampiran 3. Data Tinggi Tanaman 4 MST

mikoriza kompos rhizobium Total

R0+R1

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

(39)

Lampiran 5. Data Tinggi Tanaman 5 MST

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST

(40)

Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST

(41)

Lampiran 9. Data Jumlah Daun 3 MST

mikoriza kompos rhizobium Total

R0+R1

Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST

(42)

Lampiran 11. Data Jumlah Daun 4 MST

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST

(43)

Lampiran 13. Data Jumlah Daun 5 MST

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST

(44)

Lampiran 15. Data Jumlah Daun 6 MST

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 16. Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST

(45)

Lampiran 17. Data Berat Basah Tajuk

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 18. Analisis Sidik Ragam Berat Basah Tajuk

(46)

Lampiran 19. Data Berat Basah Akar

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 20. Analisis Sidik Ragam Berat Basah Akar

(47)

Lampiran 21. Data Berat Kering Tajuk

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 22. Analisis Sidik Ragam Berat Kering Tajuk

(48)

Lampiran 23. Data Berat Kering Akar

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 24. Analisis Sidik Ragam Berat Kering Akar

(49)

Lampiran 25. Data Umur Berbunga

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 26. Analisis Sidik Ragam Umur Berbunga

(50)

Lampiran 27. Data Luas Daun

PERLAKUAN BLOK TOTAL

RATA

mikoriza kompos rhizobium R0+R1 Total

R0 R1

Lampiran 28. Analisis Sidik Ragam Luas Daun

(51)

Lampiran 29. Data Jumlah Cabang Per Tanaman

mikoriza kompos rhizobium Total

R0+R1

Lampiran 30. Analisis Sidik Ragam Jumlah Cabang per Tanaman

(52)

Lampiran 31. Data Jumlah Polong Per Tanaman

mikoriza kompos rhizobium Total

R0+R1

Lampiran 32. Analisis Sidik Ragam Jumlah Polong per Tanaman

Gambar

Tabel 1. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza dan Rhizobium
Tabel 4. Tinggi Tanaman Kedelai pada umur 6 MST dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS
Tabel 6. Bobot Kering Tajuk Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS
Tabel 8. Luas Daun Kedelai dengan Perlakuan Mikoriza, Rhizobium, dan Kompos TKKS
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat di daerah Pebayuran Kabupaten Bekasi yang bekerja sebagai petani perempuan beranggapan bahwa sekalipun permasalahan keuangan masih tetap menjadi permasalahan

Mengingat pemberdayaan dimaknai sebagai sebuah proses tanpa menafikan hasil (output), maka kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan diwujdukan melalui

untuk mempromosikan produk atau jasa yang ditujukan untuk memengaruhi tindakan konsumen. Penjualan offline adalah penjualan yang didalamnya dilakukan penjelasan atau

Kecamatan Tamberu Kabupaten Sampang (Skripsi – UIN Malang , 2002) 15.. masalah pembaruan pernikahan yang mereka lakukan. Dari sini judul tentang ini layak diteliti

WAHED HASIM AS'ARY SDN.. Tandes Lor

Relevansi penelitian ini dengan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya adalah guna memberitahu pengguna jalan bahwa akan terjadi kemacetan pada pukul 09.10 dan pukul

Syamsul Alam (2016), dengan judul Stand Up Comedy Indonesia Sebagai Media Kritik Sosial (Analisa Wacana Stand Up Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV). Penelitian ini

Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara derajat keparahan NF1 dengan tingkat kecerdasan pasien dan derajat depresi pada orang tua, serta menilai perbedaan