PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK
YANG DI RAWAT DI RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN
Oleh :
YUNITA HASAROH 071000221
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK
YANG DIRAWAT DI RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
YUNITA HASAROH NIM.071000221
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP .H. ADM MALIK MEDAN
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : YUNITA HASAROH
071000221
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 5 Agustus 2010
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si NIP. 196205291989032001 NIP. 196806161993032002
Penguji II Penguji III
Dra. Jumirah, Apt, M.Kes Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP.195803151988112001 NIP.197002121995012001
Medan, 5 Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Anak Balita Gizi Buruk pada umumnya akan dirawat di Rumah Sakit karena terdapat upaya untuk mengobati gejala-gejala klinis gizi buruk dengan penanganan khusus seperti terapi penyakit dan terapi diet sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk usia 6-59 bulan yang dirawat di RSUP.H. Adam Malik Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain Cohort Retrospektif. Jumlah populasi 34 orang anak balita gizi buruk dan sampel sebesar 31 anak balita gizi buruk yang awal dirawat 48.39 % dan akhir dirawat 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat 58,06 % dan akhir dirawat 54,84 %, perubahan berat badan kategori kurang 61,29 %. Jumlah pemberian energi protein pada anak balita gizi buruk kategori tidak baik 93,55 % dan jumlah anak berdasarkan komplikasi penyakit infeksi 51,61 %. Jumlah Anak Balita Gizi Buruk berdasarkan terapi penyakit kategori baik100,00 %.
Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur status Gizi Anak Balita yang akan dirawat dan diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk serta kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan.
ABSTRACT
The Severe undernutrition was one of the nutrition problems in Indonesia. Severe undernutrition of children under five would generally be treated in the hospitals because there was an attempt to cure the clinical symptoms of Severe undernutrition by special handling, such as disease thera py and diet therapy which were in accord with the phases of stabilization, transition, and rehabilitation.
The aim of this research was to know the weight transition of Severe undernutrition infants six to fifty nine months old that were treated in H. Ada m Malik General Hospital, Medan. This research was descriptive with Cohort Retrospective design. The population was 34 bad nutrition infants, and the samples were 31 Severe undernutrition infants that were treated during approximately seven-day treatment.
The result of the research showed that, in general, the group of 12 to 24 months of age was 51,61 %, of infants girls was 54,16 %, and of infants boys was 45,16%. The malnutrition status, based on BW/A for the initial inpatiens was 70,97 % and the malnutritioness status for the final inpatiens was 74,19%. The malnutritious infants ‘normal, based on H/A for the final inpatiens was 48,39% and for the final inpatiens was 48,39%, The malnutritious infants’ thinnes based on BW/H for the initial inpatiens was 58,06% and for the final inpatients was 54,84 %. The Weight changes with based category was 61,29 %. Energizing the amount of protein which was given to the malnutritious infants with bad category was 93,55% and the number of the respondents which were based on the complication of infected disease were 51,61%.Number of children under five malnutrition and disease therapy 100,00%.
It was suggested to the Adam Malik hospital department to measure the nutritional status of children under five are expected to be treated and coordination in regulating the diet of children under five severenutrition. It was recommended that those who want to continue this research should be able to analyze the factors which caused the obstacles of giving nutritious food.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Yunita Hasaroh
Tempat / Tanggal Lahir : Simatoras / 9 juli 1974
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Nama Suami : Zainuddin, SE
Jumlah Anak : Tiga orang
Alamat : Jl. Irigasi Raya No.122 Komp. Medan Permai
Kec. Medan Tuntungan
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 142510 Kec. BT. Angkola
Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1980 - 1986
2. SMP Negeri 1 Kec. BT. Angkola
Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1986 - 1989
3. SMA Negeri 1. Padang Sidempuan
Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1989 - 1992
4. Akper RSU.DEWI MAYA MEDAN : Tahun 1992 – 1996
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2007 – 2010
Riwayat Pekerjaan :
1. Tenaga Perawat Kesehatan RSUP .H. Adam Malik Medan tahun 1998 sampai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmatNya,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “ Perubahan Berat Badan
Anak Balita Gizi Buruk yang dirawat di RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2010.”
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan
memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini, dengan rasa
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr.Ir.Zulhaida lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dr.Ir.Evawany Aritonang MSi selaku Dosen Pembimbing II yang banyak
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Hiswani MKes selaku Dosen PA.
6. Bapak Ibu dosen FKM USU atas Ilmu dan saran yang berarti bagi penulis.
7. Kepada Ayah dan Ibunda yang tercinta yang telah banyak memberikan doa dan
motivasi.
8. Kepada Suamiku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan
materi selama proses pendidikan.
9. Kepada putrid-putriku yang manis (Chairunissa Batubara, Eriza rahmi Batubara
dan Amirah Chairani Batubara).
10. Kepada Direktur RSUP.H.Adam Malik yang telah memberikan izin untuk
11. Kepala Bidang DikLit RSUP H.Adam Malik Medan yang telah banyak
membantu dalam pengumpulan data.
12. Rekan – rekan di ruangan VIP A, Neurologi dan bagian bedah syaraf yang telah
banyak membantu penulis dari awal perkuliahan sampai dengan selesainya
perkuliahan dalam pengaturan jadwal dinas.
13. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Angkatan 2007 (Febriani Sonatha br Purba,
Marsini, Darwin Sagala, Riris Chaterina Nahampun, Jefri james Sihite, Jason
Sinaga dkk Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Semoga segala Amal baik dari semua pihak mendapat imbalan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi para pembaca khusunya keluarga besar FKM USU.
Medan, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor ... 8
2.1.3. Patofisiologi Gizi Buruk ... 8
2.1.4. Dampak Gizi Buruk ... 11
2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk ... 12
2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk Di RSUP.H. Adam Malik Medan ... 14
2.5 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri ... 18
2.5.1. Penilaian Secara Langsung ... 18
2.5.2. Penilaian Secara Tidak Langsung ... 19
2.6 Kerangka Konsep ... 20
3.2 Lokasi dan Tempat Penelitian ... 21
3.6.3 Jumlah Pemberian Energi dan Protein Berdasarkan Fase Pemberian Makanan ... 24
3.6.4 Terapi Penyakit ... 25
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUP.H.Adam Malik Medan ... 26
4.2 Jumlah Penderita Gizi Buruk Di RSUP.H.Adam Malik Medan ... 29
4.3 Karakteristik Anak dan Jenis Kelamin... 29
4.3.1 Umur dan Jenis Kelamin ... 29
4.4 Status Gizi Anak Menurut Antopometri WHO 2005... 30
4.5.1. Status Gizi BB/U ... 30
4.5.2. Status Gizi TB/U ... 31
4.5.3. Status Gizi BB/TB ... 32
4.5 Perubahan Berat Badan ... 33
4.6 Komplikasi Penyakit ... 35
4.7 Jumlah Pemberian Energi dan Protein ... 35
Lampiran 1. Data Rekam Medik Anak Balita Gizi Buruk Rawat Inap RSUP.H. Adam Malik Medan
Lampiran 2. Status Gizi Anak Balita Pada Awal Rawat Inap RSUP.H.AdamMalik Medan
Lampiran 3. Status Gizi Anak Balita Pada Awal Rawat Inap RSUP.H.Adam Malik Medan
Lampiran 4. Berat Badan Awal dan Akhir Rawat Inap RSUP.H. Adam Malik Medan
Lampiran 5. Formula WHO
Lampiran 6. Jadwal, Jenis dan Jumlah Makanan Yang Diberikan
Lampiran 7. Fase Pemberian Makan anak Balita Gizi Buruk RSUP.H. Adam Malik Medan
Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 9. Surat Izin Penelitian
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Tata Laksana Rumah Sakit Pada Penderita Gizi Buruk ... 20
TABEL 3.1 Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makanan ... 24
TABEL 4.1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 29
TABEL 4.2 Distribusi Anak Menurut Status Gizi BB/U ... 30
TABEL 4.3 Distribusi Anak Menurut Status Gizi TB/U ... 31
TABEL 4.4 Distribusi Anak Menurut Status Gizi BB/TB ... 32
TABEL 4.5 Distribusi Anak Menurut Perubahan Berat Badan... 33
TABEL 4.6 Distribusi Anak Menurut Komplikasi Penyakit ... 33
TABEL 4.7 Distribusi Anak Menurut Pemberian Energi dan Protein ... ... 35
ABSTRAK
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Anak Balita Gizi Buruk pada umumnya akan dirawat di Rumah Sakit karena terdapat upaya untuk mengobati gejala-gejala klinis gizi buruk dengan penanganan khusus seperti terapi penyakit dan terapi diet sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk usia 6-59 bulan yang dirawat di RSUP.H. Adam Malik Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain Cohort Retrospektif. Jumlah populasi 34 orang anak balita gizi buruk dan sampel sebesar 31 anak balita gizi buruk yang awal dirawat 48.39 % dan akhir dirawat 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat 58,06 % dan akhir dirawat 54,84 %, perubahan berat badan kategori kurang 61,29 %. Jumlah pemberian energi protein pada anak balita gizi buruk kategori tidak baik 93,55 % dan jumlah anak berdasarkan komplikasi penyakit infeksi 51,61 %. Jumlah Anak Balita Gizi Buruk berdasarkan terapi penyakit kategori baik100,00 %.
Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur status Gizi Anak Balita yang akan dirawat dan diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk serta kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan.
ABSTRACT
The Severe undernutrition was one of the nutrition problems in Indonesia. Severe undernutrition of children under five would generally be treated in the hospitals because there was an attempt to cure the clinical symptoms of Severe undernutrition by special handling, such as disease thera py and diet therapy which were in accord with the phases of stabilization, transition, and rehabilitation.
The aim of this research was to know the weight transition of Severe undernutrition infants six to fifty nine months old that were treated in H. Ada m Malik General Hospital, Medan. This research was descriptive with Cohort Retrospective design. The population was 34 bad nutrition infants, and the samples were 31 Severe undernutrition infants that were treated during approximately seven-day treatment.
The result of the research showed that, in general, the group of 12 to 24 months of age was 51,61 %, of infants girls was 54,16 %, and of infants boys was 45,16%. The malnutrition status, based on BW/A for the initial inpatiens was 70,97 % and the malnutritioness status for the final inpatiens was 74,19%. The malnutritious infants ‘normal, based on H/A for the final inpatiens was 48,39% and for the final inpatiens was 48,39%, The malnutritious infants’ thinnes based on BW/H for the initial inpatiens was 58,06% and for the final inpatients was 54,84 %. The Weight changes with based category was 61,29 %. Energizing the amount of protein which was given to the malnutritious infants with bad category was 93,55% and the number of the respondents which were based on the complication of infected disease were 51,61%.Number of children under five malnutrition and disease therapy 100,00%.
It was suggested to the Adam Malik hospital department to measure the nutritional status of children under five are expected to be treated and coordination in regulating the diet of children under five severenutrition. It was recommended that those who want to continue this research should be able to analyze the factors which caused the obstacles of giving nutritious food.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi oleh masalah
kurang energi protein (KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY), masalah kurang vitamin A (KVA) dan masalah
obesitas terutama di kota-kota besar yang perlu ditanggulangi. Disamping masalah
tersebut, diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai
saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan iptek gizi. Secara umum
masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN
lainnya (Supariasa,dkk 2002).
Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap gejala klinis
KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis
KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, adalah marasmus,
Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan kurang
energi dan marasmic kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein.
KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati
membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk
berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face).
Tanda-tanda anak yang mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan
flek hitam pada kulit (Aritonang, E, 2000).
Pudjiadi (1990) juga menyatakan bahwa penyakit KEP merupakan bentuk
malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur lima tahun dan
kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Sedangkan mortalitas yang
tinggi terdapat pada penderita KEP berat, hal tersebut dapat terjadi karena pada
umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa
paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat, tidak
jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit kekurangan zat gizi lain, misalnya
xeroftalmia, stomatis angularis, dan lain-lain.
Anak yang mengalami gizi buruk disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut penyebab langsung yaitu tidak mendapat makanan bergizi seimbang pada usia
balita dan penyakit infeksi dan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan lingkungan (Dinkes
Propsu, 2006).
Berdasarkan data Depkes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta
juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan
prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok adalah: rendah (di bawah 10%), sedang
(10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%). Gizi buruk merupakan kondisi
kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam
makanan sehari-hari (Arifin, 2007)
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009),
ditemukan gizi buruk sebanyak 447 balita (0,6%), sementara balita yang gizi kurang
sebanyak 6.545 balita (8,9%). Kasus gizi buruk tertinggi di kota Medan terdapat di
Kecamatan Medan Belawan yang mencapai 55 balita dan gizi kurang sebanyak 174
balita. Sementara di daerah Medan Timur ada 7 balita gizi buruk dan gizi kurang
sebanyak 16 balita.
Anak balita gizi buruk umumnya akan di rawat di rumah sakit, karena di
rumah sakit terdapat upaya untuk mengobati penyakit penderita (kuratif), disamping
upaya-upaya lain seperti promotif, preventif dan rehabilitatif. Dalam melakukan
perawatan anak balita gizi buruk, RSUP H Adam Malik Medan merupakan rumah
sakit rujuk tertinggi di wilayah Sumatera, baik bagi pengunjung rawat inap maupun
rawat jalan. Berdasarkan data RSUP. H. Adam Malik tahun 2009, ditemukan
sebanyak 34 anak balita gizi buruk yang di rawat inap dan 16 balita gizi buruk rawat
jalan pada bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2009.
Anak balita gizi buruk yang menjalani perawatan dari pelayanan kesehatan
rumah sakit, status gizi anak balita gizi buruk tersebut setidaknya akan mengalami
peningkatan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari gizi buruk menjadi gizi
menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang lebih parah lagi dalam
kurun waktu beberapa minggu atau bulan karena pada kurun waktu tersebut adanya
perubahan status gizi akan dapat dilihat kembali. Perubahan status gizi tersebut
disebabkan oleh faktor tertentu seperti komplikasi penyakit dan pemberian makanan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun perumusan masalah
sebagai berikut : bagaimana perubahan berat badan anak balita gizi buruk tahun 2009
yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan
anak balita gizi buruk yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui status gizi anak balita gizi buruk pada awal rawat dan akhir
dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
2. Mengetahui komplikasi penyakit anak balita gizi buruk pada awal rawat
dan akhir dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
3. Mengetahui jumlah pemberian energi dan protein anak balita gizi buruk
pada awal rawat dan akhir dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
4. Mengetahui terapi diet dan penyakit anak balita gizi buruk.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit tentang perubahan berat
2. Untuk memberikan informasi kepada pihak rumah sakit mengenai status gizi
anak balita gizi buruk pada awal dan akhir rawat inap.
3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi semua pihak yang terkait dalam
meningkatkan pelayanan terhadap anak balita gizi buruk yang dirawat di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan
kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun
(Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan
bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat
2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
2.1.2.1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2.1.2.2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
2.1.3. Patofisiologi gizi buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya
terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan
mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari
ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus
adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng
yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi
berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
2.1.4. Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja
terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping
berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan
mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering
disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan
tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar
gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan
tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya
anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka
panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun
perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan
perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental
dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak
itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah
salah satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi
sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan
2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak
yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya
menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga
merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi
buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara
adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri
akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat
gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang
jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan
dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare,
pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008).
2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
2.2.1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih
lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan.
Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan
bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa
+2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan
makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2.2.2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
2.2.3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP
berat.
Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
No. Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000.
2.3. Komplikasi Penyakit
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu
dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya
sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa
organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati,
pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh
sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht
hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko
kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena
penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering
mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi
atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga
mengancam jiwa (Nelson, 2007).
2.4. Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,
antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai
sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan
dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan
tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik
1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan
2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2.5 Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi.
2.5.1. Penilaian secara langsung 1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake
dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat
badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
2.5.2 Penilaian Secara Tidak Langsung 1. survei konsumsi makanan,
2. statistik vital dan
3. faktor ekologi
2.6 Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu
fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah
sakit ada 10 langkah penting yaitu:
2. Atasi/cegah hipoglikemi 3. Atasi/cegah hiportemia 4. Atasi/cegah dehidrasi
6. Obati/cegah infeksi
7. Mulai pemberian makanan
8. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth) 9. Koreksi defisiensi nutrient mikro
10. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 11. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh 2.6 Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Bagan di atas menjelaskan bahwa perubahan berat badan anak balita gizi
buruk dari awal dan akhir rawat inap disebabkan karena kekurangan energi protein
dan komplikasi penyakit sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak balita dengan
memperhatikan terapi penyakit dan terapi diet anak balita gizi buruk dalam
mengonsumsi energi dan protein. Perubahan berat badan anak balita gizi buruk :
1.Kekurangan Energi&protein 2.Komplikasi Penyakit
Status Gizi Anak Balita Terapi diet :
Konsumsi energi Konsumsi protein
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cohort retrospektif dimana
merupakan tinjauan ke belakang yaitu memulai dengan pengaruh dan berjalan
mundur ke kausa yang diduga(Budianto, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk dari awal rawat inap
sampai pulang di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2009.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi atas
pertimbangan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan wilayah
Sumatera bagian Utara dan Tengah.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita gizi buruk yang rawat
inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 adalah sebanyak 34 orang anak
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut. Teknik penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan
Purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiono, 2002). Adapun pertimbangan karakteristik dari
populasi yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian adalah anak balita gizi buruk
yang berusia 6-59 bulan dan rawat inap 7 hari di RSUP H. Adam Malik Medan
tahun 2009 adalah sebanyak 31 balita.
3.4 Jenis Data
Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik anak balita gizi buruk yang dirawat di RSUP .H. Adam Malik Medan pada
tahun 2009, yang meliputi : umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
komplikasi penyakit, jumlah pemberian energi dan protein dan terapi penyakit..
3.5. Definisi Operasional
1. Anak balita adalah anak balita gizi buruk yang berusia 6-59 bulan .
2. Perubahan berat badan anak balita gizi buruk adalah perubahan jumlah gram
berat badan yang dirawat 7 hari di RSUP H Adam Malik Medan.
3. Komplikasi penyakit adalah penyakit penyerta yang diderita anak balita gizi
buruk yang terdiri dari penyakit infeksi dan non infeksi.
4. Jumlah pemberian energi dan protein adalah jumlah pemberian energi dan
protein yang diberikan melalui makanan selama satu hari pada anak balita gizi
5. Terapi penyakit adalah suatu proses untuk mengobati gejala klinis anak balita
gizi buruk
6. Status gizi adalah suatu keadaan yang dapat memberikan petunjuk tentang
keadaan gizi anak balita yang diukur secara antropometri dengan indeks
BB/U, TB/U, dan BB/TB
3.6. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran diukur menurut antropemetri WHO 2005 dengan kategori
sebagai berikut :
a. Kategori berdasarkan BB/U :
1. BB normal : ≥-2 SD s/d ≤ 1 SD
2. BB kurang : ≥-3 SD s/d ≤ -2 SD
3. BB sangat kurang : < -3 SD
b. Kategori berdasarkan TB/U :
1. TB lebih dari normal : > 3 SD
2. TB normal : ≥-2 SD s/d ≤ 3 SD
3. TB pendek : < -2SD s/d ≥-3 SD
4. TB sangat pendek : < -3 SD
c. Kategori berdasarkan BB/TB :
1. Sangat gemuk : > 3 SD
2. Gemuk : >2 SD s/d ≤ 3 SD
3. Resiko Gemuk : > -1SD s/d ≤ 2 SD
4. Normal : ≥-2 SD ≤ 1SD
6.Sangat kurus : <-3SD
3.6.1. Perubahan Berat Badan
Perubahan Berat Badan dikategorikan :
Baik : Bila kenaikan BB 50 gr/kgBB/minggu
Kurang : Bila kenaikan BB < 50 gr/kgBB/minggu
Kemungkinan penyebab kenaikan BB<50 gram/KgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat, defisiensi nutrient; vitamin, mineral, infeksi yang
tidak terdeksi sehingga tidak diobati dan masalah psikologik. (Depkes RI, 2000).
3.6.2. Komplikasi Penyakit
Komplikasi Penyakit dikategorikan :
Infeksi
Non infeksi
3.6.3. Jumlah Pemberian Energi dan Protein berdasarkan Fase Pemberian Makanan
Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan anak
balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan.
Tabel 3.1. Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan
Zat gizi Fase
Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 100 Kkal/KgBB/hr 150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr
Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr
Baik : Apabila sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian makan
Tidak Baik : Apabila tidak sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian makan
3.6.4. Terapi Penyakit
Baik : Apabila sesuai dengan pemberian terapi menurut fase stabilisasi,
transisi dan rehabilitasi.
Tidak Baik : Apabila tidak sesuai dengan pemberian terapi menurut fase
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Data dikumpulkan secara manual dan diolah dengan menggunakan komputer
(Antropometri WHO 2005) kemudian di analisa secara deskriptif dan disajikan dalam
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN
RSUP.H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A dengan SK Menkes
No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai
dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP.H. Adam Malik juga sebagai
Pusat Rujukan untuk Wilayah Pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera
Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.
RSUP.H Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan
pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal
2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Kedokteran
USU Medan dipindahkan ke RSUP.H.Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft
Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.280/KMK.05/2007 dan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya
pada Juni 2007 RSUP.H.Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan
Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang
diberikan oleh DitJen YanMed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status
menjadi Badan Layanan Umum (BLU) penuh. Untuk mewujudkannya hal ini
memerlukan pemberdayaan dan kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis
Fungsional) sehingga produktif dan efisien. RSUP.H. Adam Malik sebagai salah satu
bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jendral Pelayanan Medik wajib
melaksanan Sistem Laporan Rumah Sakit
Visi dan Misi RSUP.H.Adam Malik : untuk “Membuat Rakyat Sehat”,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan empat misi (Grand
Strategy) pembangunan kesehatan yang meliputi :
a. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
c. Meningkatkan surveilance, monitoring dan informasi kesehatan.
d. Meningkatkan pembiayaan.
Merujuk pada Misi Departemen Kesehatan tersebut diatas, maka visi
RSUP.H. Adam Malik adalah sebagai “Menjadi pusat unggulan pelayanan
kesehatan dan pendidikan serta pusat rujukan kesehatan wialayah Sumatera
Bagian Uatara dan Tengah pada tahun 2015 yang bertumpu kepada
kemandirian”.
Dengan Misi RSUP.H. Adam Malik :
a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan yang bermutu untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang profesional di bidang kesehatan.
c. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
d. Menyelenggarakan pelayanan yang menunjang peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.
Untuk ketenagaan jumlah seluruhnya 2.038 orang dengan Pejabat Struktural
38 orang, Kepala Instalasi 25 orang, Kepala SMF 20 orang, Medis 790 orang,
Paramedis Perawatan 604 orang, Paramedis Non Perawatan 298 orang, Non Medis
263 orang, Dokter Ahli/Spesialis (Fungsional) 257 orang
Instalasi gizi merupakan sarana penunjang kesehatan untuk pelaksanaan
fungsional yang bersifat operasional yang dipimpin oleh seorang kepala instalasi dan
dibantu oleh wakil kepala instalasi gizi yang membawahi kelompok kerja (Pokja)
yang terdiri dari :
1. Pokja penyimpanan bahan makanan
2. Pokja pengolahan bahan makanan
3. Pokja pelayanan gizi di ruang rindu A dan rindu B
4. Pokja gizi klinik, konsultasi dan Diklitbang (pendidikan, penelitian dan
pengembangan)
5. Pokja Pengendalian dan Evaluasi (PPE)
6. Tata Usaha
RSUP.H.Adam Malik Medan dalam menangani anak balita gizi buruk pada
rawat jalan dan rawat inap memberikan therapy penyakit dan therapy diet sesuai
dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi dimana pada rawat jalan
RSUP.H.Adam Malik mempunyai Poliklinik Gizi untuk menangani masalah gizi baik
rawat inap maupun rawat jalan.
4.2. Jumlah Penderita Gizi Buruk di RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN
Jumlah anak balita gizi buruk di RSUP H ADAM MALIK pada bulan
Januari–Desember 2009 berjumlah 50 anak balita gizi buruk, di rawat jalan berjumlah
16 orang dan yang dirawat inap 34 orang.
4.3. Karakterisitik Anak berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan data Medical Record dengan 31 anak balita maka diperoleh
karakteristik anak berdasarkan umur dan jenis kelamin.
4.3.1. Umur dan Jenis Kelamin
Pengelompokan umur anak yang diperoleh dari data Medical Record dari
Januari sampai dengan Desember tahun 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi anak Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
No Karakteristik Umur Jumlah Persentase (%)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin anak yang paling banyak
adalah perempuan adalah berjumlah 17 orang (54,84%), Sedangkan laki-laki hanya
berjumlah 14 orang (45,16%).
4.4 Status Gizi Anak menurut Antropometri WHO 2005
Status gizi balita diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan badan (BB/TB) dengan menggunakan standar WHO 2005 dalam skor
simpangan baku (standard deviation score = Z-score). Adapun distribusi status gizi
anak pada awal dan akhir rawat inap RSUP.H.Adam Malik Medan berdasarkan
BB/TB, TB/U, BB/U dapat dilihat pada tabel 4.2, tabel 4.3 dan tabel 4.4.
4.4.1 Status Gizi berdasarkan BB/U
Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status
gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status). Berdasarkan hasil penelitian
status gizi BB/U, dapat dilihat distribusi anak pada tabel 4.3
Tabel 4.2. Distribusi status gizi responden pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan BB/U
No Status Gizi Status Gizi awal % Status Gizi Akhir %
1. Normal 4 12,90 3 9,68
2. Kurang 22 70,97 5 16,13
3. Sangat Kurang 5 16,13 23 74,19
Total 31 100,00 31 100,00
(54,84%) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori normal adalah
sebanyak 9 orang (29,03%) sedangkan jumlah anak yang paling banyak berdasarkan
status gizi kategori kurang pada akhir rawat inap adalah sebanyak 20 orang (64,52%)
dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori normal adalah sebanyak
4 orang (12,98%), lihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.
4.4.2 Status Gizi berdasarkan TB/U
Indeks Tinggi Badan menurut Umur ini menggambarkan status gizi pada
masa lalu dan juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Berdasarkan
hasil penelitian status gizi TB/U, dapat dilihat distribusi anak pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Distribusi status gizi anak pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan TB/U
No Status gizi awal % Status gizi akhir %
1. Normal 15 48,39 15 48,39
2. Pendek 6 19,35 7 22,58
3. Sangat Pendek 10 32,26 9 29,03
Total 31 100,00 31 100,00
Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah responden yang paling banyak
berdasarkan status gizi kategori normal pada awal rawat inap adalah sebanyak
15 orang (48,39 %) dan responden yang paling sedikit berdasarkan status gizi
kategori pendek adalah sebanyak 6 orang (19,35%) sedangkan jumlah responden
yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori normal pada akhir rawat inap
adalah sebanyak 15 orang (48,39%) dan responden yang paling sedikit berdasarkan
status gizi kategori pendek adalah sebanyak 7 orang (22,58%) lihat pada lampiran 2
4.4.3 Status Gizi berdasarkan BB/TB
Indeks Berat Badan menurut Umur merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat kini (sekarang). Berdasarkan hasil penelitian status gizi
BB/TB dapat dilihat distribusi responden pada tabel 4.5
Tabel 4.4. Distribusi status gizi anak pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan BB/TB
No Status Gizi Status Gizi Awal % Status gizi akhir %
1. Normal 7 22,58 7 22,58
2. Sangat Gemuk 1 3,23 1 3,22
3. Kurus 5 16,13 6 19,35
4. Sangat kurus 18 58,06 17 54,84
Total 31 100,00 31 100,00
Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan
status gizi kategori sangat kurus pada awal rawat inap adalah sebanyak 18 orang
(58,06%) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori kategori
gemuk adalah sebanyak 1 orang (3,23 %) sedangkan jumlah anak yang paling banyak
berdasarkan status gizi kategori sangat kurus pada akhir rawat inap adalah sebanyak
18 orang (58,06 %) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori
gemuk adalah sebanyak 1 orang ( 3,22 %) lihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.
4.5 Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang terpenting dan dipakai pada setiap
kesempatan untuk memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur dan
sensitif terhadap perubahan sedikit saja. Adapun distribusi anak berdasarkan
perubahan berat badan dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Distribusi Anak Menurut Perubahan Berat Badan
No Perubahan Berat Badan Jumlah %
responden yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik
adalah sebanyak 12 orang (38,71%) lihat pada lampiran 4.
4.6 Komplikasi Penyakit
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat distribusi anak
menurut komplikasi penyakit pada anak balita gizi buruk dimana dapat dilihat pada
tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi Anak Menurut Komplikasi Penyakit
NO KOMPLIKASI PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE
(%)
1. Infeksi
Dermatitis, Bronchopneumonia, Peritoritis TB, Effusi Pleura, Enchelopati,
Meningoencephalitis, GE
Kronik, Pneumonia.
NO KOMPLIKASI PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE (%)
2. Non Infeksi
Dekompensasiocordis, Higroma Coli, Herniainguinalis, Gagal
Tumbuh, Post craniotomy,
Hepatoblastoma, Post vp-shunt,
Hernia Umbilicalis, Dandy
Walker Malformation, Susp
Hisprung, Colostomy, Labio palatoschizis, Tumor Abdomen,
Hernia Umbilicalis, CHF,
Hypotiroid, Colostomy
15 48,39
Jumlah 31 100,00
Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak menurut
komplikasi penyakit kategori infeksi adalah sebanyak 16 orang (51,61%), sedangkan
anak yang paling sedikit menurut komplikasi penyakit kategori non infeksi adalah
sebanyak 15 orang (48,39 %). lihat pada lampiran 1.
4.6 Jumlah Pemberian Energi dan Protein
Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan gizi
anak balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan yaitu fase stabilisasi, transisi
dan rehabilitasi. Adapun distribusi anak menurut jumlah pemberian energi dan
Tabel 4.7 Distribusi anak Menurut Jumlah Pemberian Energi dan Protein
No Jumlah Pemberian Energi dan Protein Jumlah Persentase(%)
1. Baik 2 6,45
2. Tidak Baik 29 93,55
Jumlah 31 100,00
Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan
jumlah pemberian energi dan protein yang tidak baik adalah sebanyak 29 orang
(93,55%), sedangkan anak yang paling sedikit berdasarkan jumlah pemberian energi
dan protein yang baik adalah sebanyak 2 orang (6,45%) lihat pada lampiran 7.
4.7Terapi Penyakit
Terapi penyakit pada anak balita gizi buruk di rumah sakit sesuai dengan fase
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Adapun distribusi anak menurut terapi penyakit
dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Distribusi anak berdasarkan Terapi Penyakit
No Terapi Penyakit Jumlah Persentase(%)
1. Baik 31 100,00
2. Tidak Baik 0 0
Jumlah 31 100,00
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa terapi penyakit berdasarkan fase
stabilisasi, transisi dan rehabilitasi seluruhnya ada pada kategori baik yaitu sebanyak
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi.
5.2. Perubahan Berat Badan
Dari hasil penelitian dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak
berdasarkan perubahan berat badan kategori kurang adalah sebesar 61,29 % dan anak
yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik adalah sebesar
38,71%. Perubahan berat badan kategori kurang berarti kenaikan
BB<50 gram/KgBB/minggu dimana disebabkan karena pemberian makanan tidak
adekuat, defisiensi nutrient, vitamin, mineral dan infeksi tidak terdeteksi sehingga
tidak diobati dan masalah psikologik.(Depkes RI, 2000)
5.3 Status Gizi
Balita atau anak usia dibawah lima tahun merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga keadaan gizinya harus diperhatikan.
Dimana keadaan gizi balita dapat dilihat dari status gizinya, dimana jika kekurangan
akan menyebabkan gizi buruk dan kelebihan menyebabkan obesitas
(Depkes RI, 2003 ).
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan
indeks yang independen terhadap umur. (Supariasa,dkk 2002)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record, penilaian status gizi di
RSUP.H.Adam Malik Medan masih mempergunakan CDC dimana data penelitian
diolah dengan menggunakan WHO Antropometri. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui, jumlah anak terbanyak berada pada status gizi kategori sangat kurang
berdasarkan BB/U pada awal rawat inap adalah sebesar 54,48 % sedangkan jumlah
anak yang paling banyak pada status gizi kategori kurang pada akhir rawat inap
adalah sebesar 64,52 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, jumlah anak yang paling banyak
berada pada status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal rawat inap
adalah sebesar 48,39 % sedangkan jumlah anak yang paling banyak berada pada
status gizi kategori normal pada akhir rawat inap adalah sebesar 48,39 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, jumlah anak yang paling banyak
berada pada status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal rawat
inap adalah sebesar 18 orang (58,06 %) sedangkan jumlah anak yang paling banyak
berada pada status gizi kategori sangat kurus pada akhir rawat inap adalah sebesar
54,84 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut status gizi mengalami perubahan pada
awal dan akhir rawat disebabkan karena asupan gizi tidak adekuat, defisiensi zat gizi,
penyakit infeksi dan masalah psikologis yang terjadi karena hipoglikemia, gangguan
saluran pencernaan, asupan zat gizi kurang, modifikasi diet, formula rendah atau
bebas laktosa.
5.4 Jumlah Pemberian Energi dan Protein
Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak
balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan yaitu fase stabilisasi, transisi dan
rehabilitasi.
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.(Supariasa,dkk 2002)
Orang yang menghadapi gejala klinis KEP ringan dan sedang pada
pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar
dapat dibedakan menjadi tiga, adalah marasmus, kwashiorkor dan
marasmus –kwashiorkor.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui jumlah pemberian energi protein
pada anak balita gizi buruk sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian
makan dikategorikan baik adalah sebesar 6.45% sedangkan jumlah pemberian energi
protein pada anak balita yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase
pemberian makan atau dikategorikan tidak baik adalah sebesar 93.55% dan dapat
dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 6.
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) Melalui tiga periode adalah periode stabilisasi, transisi dan rehabilitasi
2) Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari