ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON
IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida
Oleh
Tutut Yuniarsih
Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan. Permintaan ikan mas yang sangat pesat menyebabkan budidaya ikan mas dilakukan secara intensif. Kegiatan budidaya tidak terlepas dari adanya penyakit, salah satunya disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida. Selama ini, penanggulangan penyakit pada budidaya umumnya menggunakan antibiotik. Pemakaian antibiotik sebagai obat utama dalam penanganan suatu penyakit akan menimbulkan resistensi dari bakteri penyebab penyakit dan dapat mencemari lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan alternative untuk menggantikan antibiotik. Salah satunya yaitu dengan penambahan imunostimulan pada pakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Budidaya Perairan. Rancangan yang digunakan adalah RAL dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, dimana perlakuan A (tanpa ragi dan vitamin C/kontrol), B (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan), C (penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan), D (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan), E (penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan). Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kelangsungan hidup ikan, gejala klinis, perhitungan total leukosit, dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan imunostimulan berupa ragi dan vitamin C memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan dan total leukosit (P<0,05). Perlakuan D (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan) memberikan hasil terbaik dengan menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi yaitu 88,89% dan jumlah leukosit sebesar 135.860sel/mm3.
ABSTRACT
THE EFFECT OF ADDITION YEAST AND VITAMIN C ON
ARTIFICIAL FEED AS IMUNOSTIMULANT TOWARD NON SPESIFIC IMMUNE RESPONSE COMMON CARP (Cyprinus carpio) THAT
INJECTED BY Aeromonas salmonicida By
Tutut Yuniarsih
Common carp is a freshwater fish consumption that cultivated a lot. Demand on carp that is always increase lead to intensive carp culture. Carp culture can not be separated from diseases, such as infection of Aeromonas salmonicida. Nowdays, prevention of diseases in aquaculture generally use antibiotics. The use of antibiotics as the main drug in the treatment of a disease will cause resistance of disease-causing bacteria and can contaminate the environment. Therefore, alternatives are needed to replace antibiotics. One of them is the addition of immunostimulants on feed that aims to prevent the occurrence of infections caused by Aeromonas salmonicida infection. The research was conducted from August until October 2011 in the Laboratory of Aquaculture. Experiment design used was completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 measured in this study were RPS, clinical symptoms, number of total leukocyte, and water quality. The results showed that the use of immunostimulants in the form of yeast and vitamin C to give significant effect on the survival of fish and total leukocytes (p<0.05). Treatment D (the addition of yeast 5 g / kg of feed and vitamin C 750 mg / kg of feed) gave the best performance by generating the highest survival of 88,89% and amount of leukocytes by 135.860 cells/mm3.
PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON
IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida
Oleh
TUTUT YUNIARSIH
Skripsi
Sebagai Salah Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
Pada
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON
IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida
(SKRIPSI)
Oleh Tutut Yuniarsih
0714111016
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6
2. Morfologi Ikan Mas ... 8
3. Bakteri Aeromonas salmonicida ... 10
4. Saccharomyces cerevisiae ... 17
5. Gambar struktur kimia vitamin C ... 18
6. Rata-rata RPS (Relative Percent Survival) ... 35
a. Uji LD50 ... 24
b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan ... 24
c. Uji Tantang ... 24
3. Tahap Pengamatan ... 25
a. Gejala Klinis ... 25
b. Perhitungan RPS (Relative Percent Survival) Ikan Mas ... 25
c. Aspek Haematologi ... 26
d. Kualitas Air... 27
E. Analisis Data ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji LD50 ... 28
B. Pengamatan Gejala Klinis ... 28
1. Pergerakan Renang Ikan ... 29
2. Respon Makan Ikan... 30
3. Peradangan pada Kulit Ikan ... 32
C. RPS (Relative Percent Survival) ... 33
D. Perhitungan Total Leukosit ... 35
E. Kualitas Air ... 39
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 40
B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA
iii
b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 23
c. Pencampuran Pakan ... 23
2. Tahap Pelaksanaan ... 24
a. Uji LD50 ... 24
b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan ... 24
c. Uji Tantang ... 24
D. Perhitungan Total Leukosit ... 35
iiii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6
2. Morfologi Ikan Mas ... 8
3. Bakteri Aeromonas salmonicida ... 10
4. Saccharomyces cerevisiae... 17
5. Gambar struktur kimia vitamin C ... 18
6. Rata-rata RPS (Relative Percent Survival) ... 35
iiv DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tingkah Laku Ikan Mas Setelah Uji Tantang ... 30
2. Respon Makan Ikan Mas ... 31
3. Peradangan Pada Ikan Mas ... 33
iv DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tata Letak Akuarium ... 47
2. Pengenceran Konsentrasi Bakteri ... 48
3. Perhitungan Uji LD50 ... 49
4. Pembuatan Media TSA dan TSB ... . . 50
5. Gejala Klinis Ikan Mas ... .. 51
6. Data Total Leukosit Ikan Mas Selama Penelitian ... .. 52
7. Proses Pencampuran Pakan ... .. 53
8. Perhitungan Total Leukosit ... .. 54
9. Analisis Sidik Ragam ... .. 55
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa Vol. 15 No. 48-55
Ahmad, R. Z. 2008. Efektivitas Cendawan Duddingtonia flagrans dan
Saccharomyces cerevisiae dalam Pengendalian Cacing Haemonchus contortus pada Ternak. Tesis. IPB. Bogor
Amri, K. dan Khairuman. 2008. Ciri Morfologi Ikan Mas. Jakarta. AgroMedia Pustaka
Angka, S. L, BP Priosoeryanto, BW. Lay dan E. Harris. 2004. Penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada Ikan Lele Dumbo : Upaya Pencegahan dan Pengobatannya dengan Fitofarmaka. Forum pascasarjana. 27: 339-350 Anonim, 2008. Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina di Pulau Batam
dan sekitarnya. Pusat Karantina Ikan.
Ariaty, L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila Merah (Oreochromis sp.) dan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. 87hal
Austin, B. DA Austin. 1993. Bacterial Fish Patogens, Diseases in Farm and Wild Fish. Ellis Herwood (ed). London. Hal: 173-177
Bakri, F. F. 2010. Pengaruh Dosis Ragi (Yeast) dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Untuk Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Cipriano, R. C dan Bullock, GL. 2001. Furunculosis And Other Diseases Caused By
Aeromonas salmonicida. Fish Disease Leaflet 66.
Cholik, F., Jagatraya. G. Poernomo, dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar: Jakarta.
Dana, D. dan Angka. S. L. 1990. Masalah Penyakit Parasit dan Bakteri pada Ikan Air Tawar Serta Cara Penanggulangannya. Hal : 10-23. Prosiding Seminar Nasional II Penyakit Ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. 227 hal.
Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Utama, Bogor. 162 hal.
Ellis A.E. 1997. Immunization Wg Bacterial Antigens: Furunculosis. Developments in Biological Stdanardization. 90: 107-116.
Fahry, B. 2009. Bakteri Aeromonas sp. http/el-fahribimantara.blog.htm. diakses 15 Maret 18.30 WIB
Fitriani, M. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Ciprinus carpio L) yang Terinfeksi Aeromonas salmonicida. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung
Giri, 2008. Efektifitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio) Yang Diinfeksi Koi Herves Virus (KHV). Skripsi. FPIK IPB : Bogor. Hal 12,13.
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley, S. T. Williams.. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. The Williams dan Wilkin Company, Baltimore.
Inglis, V., R.J. Roberts dan N.R. Bromage. 1993. Bacterial Diseases of Fish. Blackwell Scientific Publications. London. P: 143-152.
Irianto, A. 2002. A Study of Probiotics Effective for the Control of Aeromonas salmonicida Infection in Fish. PhD. Thesis. Heriot-Watt University. Edinburgh, UK.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. GMU Press. Yogyakarta.
Khairuman, Sudenda. D, dan Gunadi. B. 2008. Budidaya Ikan Mas secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Kurniastuty, T. Tusihadi, dan Hartono, P. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan Kerapu. DKP, Dirjen Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut Lampung, Lampung.
Lesmanawati, W. 2006. Potensi Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri dan Imunostimulan Pada Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus) yang Diinfeksi Aeromonas hydrophila. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Life Source Basics. 2002. WGP. Beta glucan. http: www. Life Source Basics.com/beta_glucan. Diakses 15 Maret 2011 pukul 16.15 WIB
Lingga, P. 1987. Ikan Mas Kolam Air Deras. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya cetakan II.
Mariyono dan Sudana. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Bercak Merah pada Ikan Air Tawar yang Disebabkan Oleh Bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Vol. 7 (1): 33-36
Mones, R. A. 2008. Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya Yang Berasal Dari Daerah CIAMPEA-BOGOR. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nabib, R., FH. Pasaribu. 1989. Pathology dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hal 158
Nikon. 2004. Saccharomyces Yeast Cells : Nikon Mikroscopy. Phase Contrast ImageGallery.http//www.microscopy.com/gallaries/saccharomycessmall.h tml. diakses 15 Maret 16.25 WIB
Nitimulyo, K.H., I.Y.B. Lelono, dan A. Surono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri Buku 2. Pusat Karantina Pertanian: Jakarta.
Nur, E. M dan Santoso, B. 2003. Pemberian Ektrak Khamir Untuk Kekebalan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Putih Viral Pada Udang. Skripsi. Balai Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara
Nuranto. 1991. Pengaruh Vitamin C Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias batrachus). Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 73hal
Pratama, N.Z. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Antibakteri pada Ikan Mas (Ciprinus carpio) yang Diinfeksi Aeromonas salmonicida. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung
Raharjo, S. B. 2010. Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia Cattapa L.) Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Patin (Pangasioniodon Hypophthalmus) Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas Salmonicida. Skripsi . Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Binacipta, Jakarta. 520 hal
Sanger. 2004. Peptidase of Saccharomyces cerevisiae. http/merops.sanger.ac.Uk/speccards/peptidase/sp000895.htm. diakses 15 Maret pukul 17.45 WIB
Santoso, B. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. 2009. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Cetakan 15.
Siregar, H.C.H. 2010. Pengaruh Penggunaan Probiotik Saccharomyces Cerevisiae Dalam Ransum Ternak Terhadap Produksi dan Reproduksi. Info Riset Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
SNI. 1999. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Benih Sebar. Ringkasan SNI Perikanan Budidaya. Hal. 2.
Soeseno, S. 1991. Pemeliharaan Ikan di Kolam Perkarangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Cetakan 12
Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin: Pustaka Benua
Supriyadi, H. 2000. Sistem Pertahanan Tubuh Pada Ikan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jakarta
Susanto, dkk. 2009. Vitamin C Sebagai Antioksidan. Makalah Ilmu Pangan dan Gizi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Suseno. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Widiyati, Ani dan Praseno, Ongko. 2002. Warta Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 1. Balai Penelitian dan Perikanan Air Tawar. Sukamandi Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasi
I. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober
2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium 50x40x40 cm3 sebanyak 15 buah, instalasi aerasi, scoopnet, sprayer, timbangan analitik, termometer, pH meter, DO meter, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, autoclave,
gelas obyek, mikroskop, jarum ose, pipet tetes, erlenmeyer, haemocytometer,
spektrofotometer, tabung eppendorf, sentrifuge, vortex, mikropipet, hot plate
stirrer, jarum suntik (spuit) ukuran 0,5” 23G, dan tissu (Lampiran 10).
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas
(Cyprinus carpio L) strain Majalaya asal Pagelaran dengan ukuran 10-15cm
sebanyak 150 ekor, pakan buatan (pellet), ragi dengan komposisi Saccharomyces
cerevisiae (fermipan), vitamin C (Premiun C dengan kandungan asam askorbat
400mg/100g), isolat bakteri Aeromonas salmonicida, TSA (Tryptic Soy Agar),
C. Desain Penelitian
Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan ulangan sebanyak 3 kali. Penentuan dosis
berdasarkan penelitian Bakri (2010) yang menambahkan ragi (yeast) dan vitamin
C pada pakan buatan sebagai imunostimulan untuk pencegahan infeksi bakteri
Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias gariepinus). Perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Perlakuan A : tanpa penambahan ragi dan vitamin C
Perlakuan B : penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan
Perlakuan C : penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan
Perlakuan D : penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan
Perlakuan E : penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan
D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk membebaskan peralatan
dari mikroorganisme kontaminan. Peralatan yang akan digunakan dimasukkan ke
dalam autoclave dan plastik tahan panas, yang sebelumnya alat-alat tersebut
dibungkus dengan kertas kopi yang bertujuan untuk mencegah alat-alat tersebut
terkena air. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama
b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah yang akan digunakan berupa akuarium berukuran 50x40x40 cm3 dengan jumlah 15 unit. Wadah disusun dan diberi label secara acak (Lampiran 1).
Sebelum digunakan, akuarium terlebih dahulu dibersihkan dengan cara dicuci
menggunakan air dengan detergen, lalu diberi klorin dan dikeringkan. Setelah itu
dipasang peralatan aerasi lalu diisi air yang telah diendapkan selama 24 jam
sampai ketinggian 25 cm.
Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain majalaya asal Pagelaran
dengan ukuran 10-15 cm dengan berat kurang lebih 20 gram. Sebelum ikan
dimasukkan ke dalam akuarium, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari.
Selama masa tersebut, ikan uji diberi pakan berupa pellet dengan frekuensi
pemberian pakan tiga kali sehari pada pagi, siang, dan sore hari dengan FR 3%
dari rata-rata berat ikan.
c. Pencampuran Pakan
Pakan buatan yang digunakan berupa pellet apung (781-2) yang
mengandung protein 31-33% ditimbang sebanyak 1 kg. Kemudian ragi ditimbang
sesuai dosis yang telah ditentukan dan dicampurkan air 100 ml, lalu dicampurkan
pakan dengan bantuan sprayer. Pakan didiamkan selama 24 jam agar
Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh. Setelah itu vitamin C ditimbang sesuai dosis dan dicampurkan dengan pakan yang sudah tercampur ragi sampai homogen
dan diaduk dengan spatula. Pellet dikeringkan dengan cara diangin-anginkan,
2. Tahap pelaksanaan
a. Uji LD50
Sebelum masuk pada percobaan, terlebih dahulu dilakukan uji LD50. Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan
kematian ikan uji sebanyak 50%. Ikan disuntik secara intramuskular dengan
bakteri Aeromonas salmonicida sebanyak 0,1 ml/ekor dengan konsentrasi 104, 105, 106, 107, dan 108 cfu/ml. Parameter yang diamati adalah jumlah kematian dan gejala klinis.
Berdasarkan Reed dan Muench (1938); Lesmanawati (2006) perhitungan
LD50 sebagai berikut :
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi 50% + selang proporsi
b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan
Pemeliharaan ikan dilakukan selama 28 hari. Sebelum diberi perlakuan,
ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 3 hari. Ikan dipelihara dan diberi pakan
buatan yang telah dicampur dengan ragi dan vitamin C sebanyak 4% (SNI,1999)
dari rata-rata bobot ikan per hari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali
sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Untuk menjaga kualitas air,
dilakukan penyiponan dan pergantian air setiap hari pada pagi hari.
c. Uji Tantang
Pada minggu ke-2 pemeliharaan ikan, dilakukan uji tantang dengan cara
sebanyak 0,1 ml/ekor dengan kepadatan yang diperoleh saat uji LD50 secara intramuscular. Pada masa pengamatan setelah uji tantang, ikan dipelihara seperti
masa sebelumnya dengan pemberian pakan dan penyiponan. Pengamatan gejala
klinis dan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari selama 14 hari.
3. Tahap Pengamatan a. Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari selama 14 hari (setelah uji
tantang). Gejala klinis yang diamati adalah pergerakan ikan, respon makan,
peradangan kulit dan sirip rusak. Adapun cara pengamatan gejala klinis sebagai
berikut :
Pergerakan ikan dapat diamati dengan cara memperhatikan cara berenang
ikan, masih stabil atau tidak stabil,
Respon makan dapat diamati dengan melihat reaksi ikan uji pada saat
pemberian pakan, apakah langsung tanggap, kurang tanggap, atau tidak
tanggap,
Peradangan pada kulit dapat diamati dengan memperhatikan bagian kulit ikan
uji, apakah ikan mengalami pendarahan, abses, perut agak gembung (dropsy),
timbul bercak merah, dan
b. Perhitungan RPS (Relative Percent Survival) Ikan Mas
Pengamatan jumlah kematian ikan dari masing-masing perlakuan akan
dihitung menggunakan persentase perlindungan relatif (RPS) dengan rumus
[ ]
RPS (Relative Percent Survival) merupakan tingkat perlindungan relatif
yang menunjukkan efikasi bahan imunostimulan berupa ragi dan vitamin C dalam
melindungi ikan dari serangan bakteri. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketahanan ikan uji yang diberi perlakuan (ragi dan vitamin C) dengan ikan
tanpa perlakuan.
c. Aspek Haematologi (melalui perhitungan sel darah putih)
Salah satu aspek dari infeksi adalah terjadinya perubahan aspek darah.
Darah mengalami perubahan yang serius, khususnya bila terkena penyakit infeksi
(Amlacher 1970; Bakri, 2010). Pada ikan yang terinfeksi terjadi perubahan pada
kandungan hemoglobin, jumlah sel darah putih (leukosit), dan sel darah merah
(eritrosit) (Lagler et al., 1977; Bakri, 2010).
Sampel darah dikumpulkan dari ikan (3 ekor dari setiap akuarium atau
30% dari populasi ikan). Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama, hari
ke-14 (sebelum uji tantang) dan hari ke-21 (setelah uji tantang). Pengambilan darah
dilakukan pada bagian vena caudalis yang berada di pangkal ekor ikan, kemudian
dihitung jumlah sel darah putihnya (Lampiran 8). Alat yang digunakan untuk
menghitung sel darah putih adalah haemocytometer. Penghitungan total leukosit
(Lampiran 8) dilakukan pada 4 kotak besar haemocytometer dengan rumus :
d. Kualitas air
Untuk menjaga kualitas air selama penelitian dilakukan penyiponan dan
pergantian air sebanyak 10% dari volume air setiap hari. Parameter kualitas air
yang diukur adalah suhu, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air tersebut dilakukan
dua kali sehari pada pagi dan sore hari, mulai dari masa pemeliharaan sampai
masa pengamatan setelah uji tantang.
E. Analisis Data
Hasil pengamatan total leukosit akan dianalisis menggunakan analisis ragam pada
selang kepercayaan 95% dengan software SPSS 16. Jika hasil yang diperoleh
berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang
kepercayaan 95%. Selain itu, analisis data deskriptif dilakukan pada perhitungan
“Hanya orang takut yang bisa berani, karena keberanian
adalah melakukan sesuatu yang ditakutinya. Maka, bila merasa takut, Anda akan punya kesempatan
untuk bersikap berani”
“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi
Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun.
Namun jika menyerah, rasa sakit itu terasa selamanya”
(Lance Amstrong)
“Waktu mengubah semua hal, kecuali kita. Kita mungkin
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar
yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga
memiliki nilai jual yang tinggi. Peningkatan permintaan ikan mas konsumsi di
pasaran, mendorong dikembangkannya teknologi budidaya dengan sistem
intensif. Namun dalam pelaksanaannya, budidaya intensif sering mengalami
berbagai masalah, antara lain munculnya serangan penyakit. Serangan penyakit
tersebut dapat menimbulkan kegagalan hasil panen dan kerugian ekonomis.
Penyakit yang menyerang ikan mas ada yang merupakan penyakit
non-infeksi dan non-infeksi (Supriyadi, 2000). Penyakit non-non-infeksi adalah penyakit yang
timbul akibat adanya gangguan faktor selain patogen, misalnya karena faktor
lingkungan, kualitas pakan yang kurang baik, dan penyakit karena turunan
(Afrianto dan Liviawaty, 1992). Sedangkan penyakit infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus
(Kurniastuty et al., 2004). Salah satu penyakit bakteri yang mungkin menyerang
ikan mas adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar
jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan mas yang terkena penyakit akibat bakteri keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan
(Anonim, 2008).
Salah satu jenis dari bakteri Aeromonas sp adalah Aeromonas salmonicida.
penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal dengan
furunculosis, namun sejumlah laporan menunjukkan bahwa terdapat juga gejala
infeksi bakteri Aeromonas salmonicida pada ikan - ikan Cyprinid misalnya ikan
mas hias dan ikan mas konsumsi (Irianto, 2005). Serangan bakteri ini baru terlihat
apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh
penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang cermat
(Afrianto dan Liviawaty, 1992). Penularan bakteri Aeromonas sp. dapat berlangsung melalui kontak langsung dengan ikan sakit, melalui peralatan
budidaya, sisa-sisa tubuh ikan, hewan atau tumbuhan air, dan aliran air bekas ikan
sakit (Dana dan Angka, 1990). Pengendalian bakteri ini sulit karena bakteri
tersebut memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten
terhadap obat-obatan (Kamiso dan Triyanto, 1993 ; Fahry, 2009).
Permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan diatasi oleh para
petani maupun pengusaha ikan menggunakan berbagai bahan-bahan kimia
maupun antibiotik dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun, penggunaan
bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat,
dapat menimbulkan strain bakteri yang resisten dan bahaya yang ditimbulkan
terhadap lingkungan sekitarnya (Mariyono dan Sudana, 2002). Oleh karena itu,
diperlukan solusi alternatif untuk mengurangi penggunaan antibiotik dan bahan
kimia. Sebaiknya dipilih cara yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan
sebagai upaya pencegahan secara efektif dengan biayanya murah, mudah didapat,
ramah terhadap lingkungan, dan tidak menyebabkan resistensi terhadap bakteri.
Salah satunya dengan meningkatkan kekebalan tubuh atau imunitas pada ikan
imunostimulan adalah suatu bahan bila diberikan pada hewan atau manusia dapat
menyebabkan peningkatan sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi serangan
penyakit (Supriyadi dan Taufik, 1983 ; Fahry, 2009). Sejumlah bahan imunostimulan telah diketahui memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan
tubuh ikan. Penggunaan imunostimulan pada budidaya ikan dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan ikan dan pencegahan terhadap penyakit (Anderson,
1992; Bakri, 2010).
Ragi merupakan salah satu sumber imunostimulan yang potensial.
Strukturnya terdiri dari polisakarida unit glukosa dengan cabang β-1,3 dan β-1,6
glukan (Sanger, 2004). Glukan merupakan salah satu dari elemen struktural
penting pada dinding sel khamir Saccharomyces cerevisiae dan dikenal dapat merangsang mekanisme pertahanan non spesifik pada organisme tingkat tinggi
(Raa et al., 1992). Selain itu ragi juga dapat berperan sebagai probiotik karena khamir yang terkandung dalam ragi berupa khamir Saccharomyces cerevisiae yang dapat meningkatkan jumlah bakteri aerob dan anaerob yang menguntungkan
serta mengurangi jumlah bakteri merugikan dalam usus (Tedesco et al., 1994)
Sumber imunostimulan yang lain adalah vitamin C. Pemberian vitamin C
berguna untuk mencegah kelainan bentuk tulang, meningkatkan pertumbuhan,
mencegah pengaruh negatif dari gangguan lingkungan atau stress, mempercepat
penyembuhan luka dan meningkatkan kekebalan alami melawan infeksi bakteri
(Navarre dan Havler, 1998 ; Bakri, 2010). Selain itu pemberian vitamin C dosis tinggi bermanfaat bagi pemulihan kondisi ikan yang terserang penyakit atau
Penelitian ini menggunakan ragi dan vitamin C sebagai bahan
imunostimulan yang ditambahkan pada pakan dengan pertimbangan bahan alami
yang mudah didapat, aman dan murah, sehingga dapat dengan mudah
diaplikasikan oleh para pembudidaya. Selain itu, penelitian mengenai penggunaan
ragi dan vitamin C dalam bentuk kombinasi pada ikan mas dilakukan untuk
mengetahui peningkatan respon imun non spesifik dengan uji tantang bakteri
Aeromonas salomicida .
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan :
1. mengetahui pengaruh ragi dan vitamin C untuk peningkatan sistem imun non
spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida
2. mengetahui dosis ragi dan vitamin C yang tepat untuk peningkatan sistem
imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida
C. Kerangka Pemikiran
Timbulnya penyakit pada ikan umumnya didahului stress yang dapat
terjadi karena tidak seimbangnya interaksi antara ikan, agen penyakit (patogen)
dan lingkungan. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu
non-infeksi dan non-infeksi (Supriyadi, 2000). Penyakit non-non-infeksi adalah penyakit yang
timbul akibat adanya gangguan faktor yang bukan patogen, seperti penyakit yang
disebabkan faktor lingkungan, kualitas pakan yang kurang baik, dan penyakit
gangguan organisme patogen berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Salah satu
penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan air tawar yaitu Aeromonas sp. dan
Pseudomonas sp. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri Aeromonas sp yaitu Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Pada tahun 1980, di Indonesia terjadi kematian
sebanyak 125 ribu ekor ikan mas dan 30% induk ikan mas di daerah Jawa Barat
yang disebabkan serangan bakteri Aeromonas sp. Hal tersebut menyebabkan
penurunan produksi dan kerugian kira-kira 4 milyar rupiah (Nursalim, 2006).
Pencegahan dan penanggulangan penyakit perlu dilakukan untuk
mengantisipasi kegagalan budidaya ikan di masa sekarang dan masa yang akan
datang, salah satunya dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Supriyadi,
2000). Sistem pertahanan tubuh atau imunitas yang terdiri dari substansi, sel-sel
dan organ-organ diperlukan untuk membentuk sistem pertahanan yang kompeten
(Meyer, 1964; Fahry, 2009). Sistem pertahanan pada ikan diperlukan untuk
melindungi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, jamur, dan
parasit lainnya.
Untuk itu, diperlukan bahan imunostimulan yang dapat meningkatkan
sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit. Bahan yang sering
digunakan adalah β-1,3 glukan yang banyak terkandung dalam sel dinding ragi
dari jenis Saccharomyces cerevisiae (Ahmad, 2005). Saccharomyces cerevisiae tergolong cendawan berupa khamir (yeast) pembuat kue dan roti yang ternyata
mempunyai potensi sebagai imunostimulan.
Selain ragi, vitamin C juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tubuh
peningkatan kegiatan kemotaktik neutrofil dan makrofag serta mobilitas fagosit
yang secara keseluruhan berpengaruh langsung terhadap pembentukan sel-sel
fagosit (Nuranto, 1991). Vitamin C juga berperan dalam sintesa protein yang
diperlukan dalam pembentukan respon imun.
Ragi dan vitamin C merupakan bahan imunostimulan yang dapat
meningkatkan imunitas ikan. Kombinasi dosis yang dilakukan antara ragi dengan
vitamin C pada pakan buatan diduga dapat meningkatkan daya tahan ikan dalam
mencegah penyakit yang disebabkan bakteri Aeromonas salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio L).
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Munculnya masalah penyakit
Sintasan
Pakan buatan
Vitamin C Bahan imunostimulan
Ragi (yeast)
Meningkatkan sistem imun ikan Meningkatkan sistem pertahanan tubuh
Usaha budidaya ikan mas
Hasil panen
Laju pertumbuhan
D. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H0 : σi = σj = 0; untuk i≠j → Tidak ada pengaruh perbedaan dosis ragi dan vitamin C terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang
bakteri Aeromonas salmonicida
H1: σi = σj = 0; untuk i≠j → Perbedaan dosis ragi dan vitamin C berpengaruh terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji
tantang bakteri Aeromonas salmonicida
2. H0 : σi = 0 → Tidak ada pengaruh antar perlakuan dosis ragi dan vitamin C
terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri
Aeromonas salmonicida
H1 : σi ≠ 0 → Minimal ada satu perlakuan perbedaan dosis ragi dan
vitamin C terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang
bakteri Aeromonas salmonicida
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
penambahan ragi dan vitamin C yang tepat pada pakan buatan sebagai upaya
terhadap peningkatan respon imun nos spesifik ikan mas yang diuji tantang
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Yang Diuji Tantang Aeromonas salmonicida
Nama Mahasiswa : Tutut Yuniarsih
NPM : 0614111016
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJI 1. Komisi Pembimbing
Limin Santoso, S. Pi., M.Si. Esti Harpeni, S.T., MAppSc.
NIP.197703272005011001 NIP. 197911182002122001
2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Limin Santoso, S.Pi., M.Si. ...
Sekretaris : Esti Harpeni, S.T., MAppSc. ...
Penguji Utama : Wardiyanto, S.Pi., M.P ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim…
Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah swt,,,
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk…
Ayahanda “Ari Sudarto” dan Ibunda “Siti Muslikah” yang tak
pernah henti-hentinya memberikan semangat, bimbingan,
serta doa yang senantiasa mengiringi setiap langkahku untuk
kebahagian dan kesuksesanku,
Mbak ku ”Titik Lestari Ningsih” dan Adik ku ”Titis Aiyudiya”
yang selalu memberikan support setiap keluh kesah qu,
”Quinsha Aureliza Ardanis”, keponakan tersayang qu yang
selalu membuat qu tersenyum,
RIWAYAT HIDUP
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis yaitu, Pendidikan Sekolah
Dasar (SD) Negeri 4 Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah pada
tahun 2001, SMP Satya Dharma Sudjana Gunung Madu Plantation (GMP),
Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2004, SMA Perintis 1 Tanjung
Karang Pusat, Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung tahun 2007 melalui jalur Pencarian Kompetensi
Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa pengalaman organisasi
penulis di Unila yaitu HIDRILA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila)
sebagai anggota bidang Kewirausahaan 2008/2009, anggota Greenforce BEM Fakultas Pertanian Unila tahun 2008/2009 dan anggota PANSUS PEMIRA Unila
tahun 2008/2009. Selain itu, selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen
(Asdos) mata kuliah Manajemen Kesehatan Ikan (MKI) pada tahun 2011.
Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Lampung Tengah pada
tanggal 01 Juni 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak Ari Sudarto dan Ibu Siti
Penulis melakukan praktik umum di Dunia Air Tawar (DAT) TMII, Jakarta Timur
pada tahun 2010 dengan judul “Pembenihan Ikan Barbus Sumatera (Puntius
Tetrazona)”. Tahun 2012 penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan menulis skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) Dan Vitamin C Pada
Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang karena atas ridha dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) Dan
Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun
Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Yang Diuji Tantang Aeromonas Salmonicida ” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan motivasi
baik moral maupun finansial untuk melangkah menuju sukses.
2. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian
3. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan
sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan
nasehat;
4. Limin Santoso, S.Pi., M.Si. selaku Pembimbing utama atas bimbingan,
motivasi, nasehat, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Esti Harpeni, S.T., MAppSc. selaku Pembimbing kedua atas bimbingan,
motivasi, nasehat, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Wardiyanto, S.Pi., M.Si. selaku penguji utama atas masukan, kritik dan saran
7. Mbak ku “Titik Lestari Ningsih” dan adik ku “Titis Aiyudiya” tersayang yang
selalu memberikan semangat kepadaku;
8. Yoga Priambodo atas bantuan mencari judul dan bahan penelitian serta
motivasinya, Ariyo Priatmojo atas dukungan dan tempat curhatnya selama ini,
Putri Fitriana yang telah mengisi hari-hari di kosan;
9. Sahabat-sahabatku Rista (FKIP’07), Kepi, Chooey, Niken, Devira, Tia,
Hume’, Revi, Yeni, Septa, Dedew dan keluarga besar 2007 yang selalu
mendukung dan memberikan keceriaan di kampus. Kak Agung, Kang Hasyim,
Kak Zuki dan anak-anak sekret yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian;
10.Kakak-kakakku angkatan 2004, 2005, 2006 serta adik-adik angakatan 2008,
2009, 2010, dan 2011 atas bantuan dan semangat kepada penulis;
11.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis ucapkan terima kasih. Semoga apa yang kalian berikan kepada penulis
mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna
dan bermanfat bagi pembaca, Amin.
Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis,
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L)
1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L)
Sejarahnya, ikan mas berasal dari daratan Cina dan Rusia. Saat ini ikan
mas telah menyebar merata di seluruh dunia (Santoso, 2009). Klasifikasi ikan mas
menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus caprio L
Gambar 2. Ikan Mas (Cyprinus carpio L)
Ikan mas memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak
(compressed). Mulutnya terletak di bagian tengah ujung kepala (terminal) dan
sungut. Ujung dalam mulut memiliki gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang
terbentuk atas tiga baris gigi geraham (Suseno, 2000).
Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya
sebagian kecil tidak ditutupi sisik (Cholik, et al., 2005). Sisik ikan mas berukuran
relatif besar dan digolongkan ke dalam tipe sisik cycloid (lingkaran) dengan warna
yang sangat beragam (Rochdianto, 2005). Sirip punggungnya (dorsal) memanjang
dengan bagian belakang berjari keras dan di bagian akhir (sirip ketiga dan
keempat) bergerigi (Mones, 2008). Letak sirip punggung (dorsal) berseberangan
dengan permukaan sisip perut (ventral) (Santoso, 2009). Sirip duburnya (anal)
mempunyai ciri seperti sirip punggung, yaitu berjari keras dan bagian akhirnya
bergerigi (Mones, 2008). Garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong
lengkap, berada di pertengahan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang
sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman, 2008)
2. Habitat Ikan Mas
Ikan mas hidup di perairan tawar di dataran rendah sampai tinggi. Suhu
optimum untuk ikan mas berkisar antara 26oC hingga 28oC dan pH air antara 6 sampai 8 (Ariaty, 1991). Ikan mas memerlukan kandungan oksigen yang tinggi
untuk kelangsungan hidupnya yaitu antara 4 hingga 5 ppm, walaupun ikan ini
masih tahan hidup pada kadar oksigen 1 hingga 2 ppm (Santoso, 2009). Dalam
keadaan kelarutan oksigen yang rendah ikan ini biasanya berenang di permukaan
air untuk mengambil oksigen dari udara sebagaimana dapat diamati di kolam pada
pagi hari (Suseno, 2000). Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas terkadang
ditemukan di perairan payau dengan salinitas kurang dari 5 ppt (Cholik et al.,
B. Aeromonas salmonicida
Klasifikasi bakteri Aeromonas salmonicida menurut Buchanan dan
Gibbsons (1974) dalam Pratama (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Aeromonadales
Famili : Aeromonadaceae
Genus : Aeromonas
Spesies : Aeromonas salmonicida
Aeromonas salmonicida merupakan gram negatif, coccobacillus dengan panjang 2-3 µm, tampak seperti rantai berpasangan, bersifat non-motil dan tidak
dapat bertahan lama di luar tubuh inangnya (Gambar 3). Aktivitas tertinggi terjadi
pada suhu 23oC dan pada suhu 35oC pertumbuhannya terhambat (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Gambar 3. Bakteri Aeromonas salmonicida (Sumber : Cipriano dan Bullock, 2001)
menimbulkan gejala furunculosis dan dapat menyebabkan septicemia bahkan
kematian (Pratama, 2010). Sedangkan subspesies yang lain tidak menimbulkan
gejala yang sama, tetapi sering menyebabkan gejala karakteristik yaitu ulcerasi
pada kulit dan kerusakan pada bagian luar tubuh dengan atau tanpa septicemia
(Holt et al., 1994)
Aeromonas salmonicida adalah bakteri obligat pathogen pada ikan yang
dapat diisolasi dari ikan yang sakit atau ikan sehat yang carrier (Raharjo, 2010).
Bakteri ini dapat hidup beberapa minggu di luar hospes, tergantung salinitas, pH,
temperature dan detritus level air (Roberts, 1989; Pratama, 2010). Bakteri
Aeromonas salmonicida banyak dijumpai di perairan tawar dan laut serta
mempunyai kisaran inang yang luas mulai dari ikan-ikan air tawar dan laut (Fahri,
2009). Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa
hari atau beberapa minggu tetapi tidak dapat berbiak, dan bersifat obligat
(Nitimulyo et al, 1993). Aeromonas salmonicida dapat bertahan dalam air pada
periode waktu yang lama. Lamanya waktu tergantung pada kandungan mineral,
pH dan temperatur air (Dana et al., 1990). Peningkatan suhu, akan meningkatkan
virulensinya (Inglis et al., 1993).
Serangan bakteri Aeromonas salmonicida akan terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air,
kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik (Nitimulyo et al,
1993). Ikan yang terserang bakteri Aeromonas biasanya akan memperlihatkan gejala seperti kemampuan berenangnya menurun, sering berenang di permukaan
air karena insangnya rusak sehingga sulit bernapas, warna tubuhnya berubah
pendarahan yang selanjutnya dapat terjadi ulcerasi pada kulit, terjadi pendarahan
pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal, atau limpa, seluruh siripnya rusak,
insangnya menjadi pucat, dan perut terlihat agak kembung (dropsy) (Afrianto dan
Liviawaty, 1992).
Gejala klinis atau tanda-tanda utama serangan Aeromonas salmonicida
pada ikan adalah pembentukan ulkus-ulkus yang menyerupai bisul, perdarahan
sirip, sirip putus/patah, perdarahan pada insang, lendir berdarah pada rectum, dan
pembentukan cairan berdarah (Pratama, 2010). Banyak jenis ikan air tawar yang
dapat terserang penyakit ini. Penyakit furunculosis pada ikan yang disebabkan
oleh bakteri ini memiliki ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada otot,
pembengkakan di bawah kulit, dengan luka terbuka berisi nanah, dan jaringan
yang rusak di puncak luka tersebut seperti cekungan (Nitimulyo, et al., 1993).
C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan
Sistem pertahanan pada ikan diperlukan untuk melindungi tubuh terhadap
serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan dan parasit lainnya (Irianto,
2005). Ikan memiliki sistem pertahanan diri atau imunitas terhadap penyakit
terutama yang disebabkan oleh bakteri (Dana et al., 1990). Sistem pertahanan
tersebut terdiri dari sistem pertahanan spesifik dan non spesifik (Supriyadi 2000).
Sistem pertahanan spesifik terdiri atas dua faktor yaitu antibodi (humoral
immunity) dan selluler (cell mediated immunity). Sistem pertahanan spesifik berfungsi melawan penyakit yang memerlukan rangsangan terlebih dahulu (Ellis,
1988). Sifat yang membedakan sistem pertahan spesifik dengan sistem pertahanan
infeksi tertentu, sehingga dapat memberikan resistensi yang serupa pada individu
yang telah sembuh dari infeksi (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Sistem pertahanan non spesifik berfungsi untuk melawan segala jenis
patogen yang menyerang bahkan termasuk beberapa penyakit non hayati
(Supriyadi, 2000). Pertahanan non spesifik bersifat permanen dan tidak perlu
dirangsang terlebih dahulu, sehingga sering menentukan suatu jenis ikan lebih
tahan terhadap patogen dibanding jenis lainnya (Almendras, 2001; Bakri, 2010).
Pertahanan non spesifik terdiri dari sistem pertahanan pertama (kulit, sisik, lendir)
dan sistem pertahanan kedua (darah). Irianto (2005) menjelaskan bahwa lendir
memiliki kemampuan menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit, insang,
dan mukosa. Lendir ikan mengandung immunoglobulin (IgM) alami yang dapat menghancurkan patogen yang menginvasi (Angka, et. al., 2004)
Pertahanan non spesifik penting lainnya adalah darah, khususnya sel darah
putih yang terdiri dari monosit, limfosit, neutrofil yang dapat bergerak ke tempat
masuknya antigen asing melalui dinding kapiler dan juga memiliki enzim lisozim
(Maryono dan Sudana, 2002). Enzim lisozim merupakan enzim yang mempunyai
sifat bakteriolotik (Robert, 1978; Bakri, 2010).
Ellis (1989) menjelaskan bahwa sistem pertahanan yang awalnya
berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik, kemudian berkembang sistem
pertahanan spesifik yang dapat berfungsi dengan baik. Mekanisme kerja kedua
sistem pertahanan tersebut saling menunjang satu sama lain melalui mediator dan
komunikator seperti sitokin, interferon, dan interleukin (Anderson, 1992; Bakri,
D. Imunostimulan
Imunostimulan adalah bahan alami berupa zat kimia, obat-obatan, stressor,
atau aksi yang dapat meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan (innate
immune respon) yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut (Almendras, 2001; Wayuningsih,
2001). Imunostimulan adalah zat-zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi penyakit, bukan meningkatkan respon imun spesifik (adaptive
immune respon), tetapi meningkatkan respon imun non-spesifik baik melalui mekanisme pertahanan humoral maupun pertahanan seluler (Sakai, 1999; Bakri,
2010). Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme sistem kekebalan
non-spesifiknya atau bawaan (innate immune sistem) dari pada sistem kekebalan
spesifiknya atau adaptif (Anderson, 1992; Bakri, 2010). Pertahanan non spesifik
merupakan lapis pertahanan pertama yang meliputi barrier mekanik dan kimiawi
serta respon seluler yang melibatkan sel-sel yang mampu memfagosit (makrofag
dan kelompok granulosit). Sirkulasi sel darah putih (monosit/makrofag dan
granulosit) dapat membentuk suatu kesatuan jaringan pertahanan yang mampu
mengeliminasi berbagai patogen penyerang melalui fagositosis tanpa suatu
aktivasi awal (Ellis, 1997)
Mekanisme kerja imunostimulan menurut Raa et al. (1992) dalam Lesmanawati (2006) yaitu apabila stimulan tersebut masuk ke dalam tubuh ikan,
akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan membuat
sel limfosit membelah menjadi T dan B serta membuat
limfosit-B menjadi lebih aktif dalam memproduksi antibodi. Limfosit-T memproduksi
banyak bakteri, virus, dan partikel asing lainnya (Tizard, 1987; Raharjo 2010).
Stimulan tersebut juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih
banyak lisozim dan komplemen (Bakri, 2010)
Cara penggunaan imunostimulan memiliki pengaruh terhadap system
kekebalan tubuh, yaitu dengan merangsang makrofag untuk mencegah masuknya
benda asing yang akan menyerang tubuh ikan (Wahyuningsih, 2001). Pada
pemberian imunostimulan dosis tinggi akan menyebabkan penekanan mekanisme
pertahanan, sebaliknya pada pemberian dosis rendah akan membuat
imunostimulan menjadi tidak efektif (Anderson, 1992; Bakri, 2010).
E. Ragi
Ragi merupakan salah satu bahan utama pembuatan roti atau kue yang
sudah sejak lama dipakai dan salah satunya diketahui sebagai khamir
Saccharomyces cerevisiae (Nur dan Santoso, 2003). Saccharomyces cerevisiae sebagai khamir (ragi) di Indonesia telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
keperluan pembuatan roti/kue dan tape singkong (Bakri, 2010). Selain untuk
keperluan pembuatan roti/kue, khamir tersebut dapat dipakai untuk meningkatkan
kesehatan ikan, unggas, dan ruminansia yaitu sebagai probiotik dan
imunostimulan dalam bentuk feed additive (Fuller, 1992; Ahmad, 2005). Keuntungan penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik adalah tidak
membunuh mikroba, tetapi menambah jumlah mikroba yang menguntungkan,
berbeda dengan antibiotik yang dapat membunuh mikroba menguntungkan
ataupun merugikan tubuh, dan mempunyai efek resistensi (Siregar, 2010).
imunostimulan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tubuh
dengan cara sistem pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan bakteri,
cendawan, dan virus (Ahmad, 2005).
1. Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong,
silindris, oval, atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya (Gambar 4).
Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui budding cell (Nikon, 2004). Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel (Ahmad,
2008). Penampilan makroskopik Saccharomyces cerevisiae yaitu mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur
lunak dan memiliki sel bulat dengan akrospora 1-8 buah (Nikon, 2004).
Taksonomi Saccharomyces spp. menurut Sanger (2004) adalah :
Kingdom : Eukaryota
Filum : Fungi
Sub filum : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Gambar 4. Saccharomyces cerevisiae (Sumber Sanger, 2004)
Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa,
maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (Marx, 1991; Bakri, 2010).
Komposisi kimia Saccharomyces cerevisiae terdiri dari; protein kasar 50-52%, karbohidrat 30-37%, lemak 4-5%, dan mineral 7-8% (Reed dan Nagodawhitana,
1991; Bakri, 2010).
2. Saccharomyces cerevisiae sebagai Imunostimulan
Salah satu bahan yang esensial sebagai imunostimulan adalah beta-D
glukan (sanger, 2004). Komponen tersebut berasal dari dinding sel khamir (Nur
dan Santoso, 2003). Komponen tersebut mempunyai sebuah campuran unik
dengan efektivitas dan intensitasnya sebagai suatu sistem pertahanan tubuh
melalui aktivasi sel darah putih yang spesifik seperti makrofag dan sel limfosit
(Ahmad, 2005). Beta-D glukan akan berkaitan dengan permukaan sel makrofag
dan sel limfosit yang berfungsi sebagai pemicu untuk proses aktivitas makrofag
(Lesmanawati, 2006). Hasil proses ini berupa peningkatan sirkulasi makrofag di
dalam tubuh untuk mencari benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh, selain
F. Vitamin C
1. Suplemen Vitamin C dalam Pakan
Vitamin C adalah nutrien yang dibutuhkan untuk proses fisiologis hewan,
termasuk ikan dan merupakan nutrien esensial (Bakri, 2010). Vitamin C
merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan merupakan unsur yang
ditambahkan dalam pakan (Nuranto, 1991). Hal ini disebabkan karena ikan tidak
mampu mensintesis vitamin C di dalam tubuhnya (Masumoto et al, 1991; Widiyati et a, 2002). Adapun rumus bangun vitamin C yaitu :
Gambar 5. Struktur kimia vitamin C (Sumber : Susanto et.al, 2009)
Kebutuhan vitamin pada umumnya didasarkan pada tingkat minimum
tetapi dapat mendukung pertumbuhan maksimum, atau untuk mencegah
gejala-gejala defisiensi (Widiyati, et.al., 2002). Terjadinya gejala defisiensi vitamin C pada ikan disebabkan kurang tersedianya senyawa ini dalam pakan yang diberikan
(Robinson, 1984; Bakri, 2010).
Besarnya kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh laju pertumbuhan, tahap
kematangan gonad, formulasi pakan, penyakit dan stress, serta kondisi lingkungan
(Robinson, 1984; Bakri, 2010). Sehingga dibutuhkan sumber vitamin C dari luar
Vitamin C berperan menormalkan fungsi kekebalan, mengurangi stress
dan mempercepat penyembuhan luka pada ikan (Widiyati, 2002). Masumoto et al.
(1991) dalam Widiyati et al (2002) menjelaskan bahwa vitamin C sangat penting dalam meningkatkan ketahanan tubuh karena vitamin C berperan menjaga bentuk
reduksi ion Cu sebagai kofaktor yang dibutuhkan oleh enzim dopamin beta-hydroxylase dan menekan produksi noradrenalin dan adrenalin pada proses cathecholamine (memacu produksi glukosa darah untuk dipakai sebagai energi).
2. Vitamin C sebagai Imunostimulan
Vitamin C dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan dengan cara
membantu memelihara fungsi sel-sel fagosit melalui peningkatan kegiatan
kemotaktik neutrofil dan makrofag serta mobilitas fagosit dimana kegiatan
tersebut berpengaruh langsung terhadap pembentukan sel-sel fagosit (Nuranto,
1991). Selain itu vitamin C juga berperan dalam sintesa protein yang diperlukan
dalam pembentukan respon imun (Widiyati, et. al., 2002)
Vitamin C juga berperan banyak pada sistem metabolisme enzim. Enzim
hanya dapat berfungsi optimal apabila terdapat vitamin yang merupakan
penggiatnya, dan vitamin C merupakan salah satu zat penggiat yang berupa
koenzim (Winarsi, 2007). Vitamin C sampai dosis tertentu dapat meningkatkan
sistem pertahanan tubuh, dimana mekanismenya adalah sebagai koenzim (Navarre
dan Halver, 1989; Bakri, 2010)
Vitamin C mempunyai fungsi sebagai koenzim atau kofaktor (Susanto,
2009). Asam askorbat adalah bahan yang kemampuan reduksinya kuat dan
bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi untuk melindungi
antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di
sekitar lingkungan (Susanto, 2009). Sebagai antioksidan, vitmin C bekerja sebagai
donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu.
Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi
biokimia intraseluler dan ekstraseluler (Winarsi, 2007). Vitamin C mampu
menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil dan monosit,
sehingga vitamin C dapat mencegah masuknya penyakit infeksi akibat parasit,
bakteri, jamur, dan virus (Hariyatmi, 2004; Widiyati et al, 2007).
Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air
dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Menurut
Zakaria, et al. (1996) dalam Susanto (2009), asam askorbat merupakan bagian
dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan
sel. Menurut Foyer (1993) dalam Winarsi (2007) asam askorbat berperan sebagi
reduktor untuk menangkal berbagai radikal bebas, yang berkaitan dengan
penyakit, Radikal bebas dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal
bebas, memiliki peran sangat penting dalam menjaga integritas membran sel
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan bahan imunostimulan ragi dan vitamin C pada berbagai dosis
memberikan pengaruh pada peningkatan total leukosit dalam meningkatkan
respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida
2. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini yaitu perlakuan D (dosis ragi 5g/kg
pakan dan vitamin C 750mg/kg pakan) dengan nilai RPS 88,89%
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh antara
ragi dan vitamin C pada pakan buatan yang lebih dominan dalam meningkatkan