ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN
TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN
SKRIPSI
Oleh:
HIRORIMUS LIMBONG 080304078
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN
TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN
SKRIPSI
Oleh:
HIRORIMUS LIMBONG 080304078
AGRIBISNIS
Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Ir. Iskandarini, MM, Phd) (Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si NIP : 196405051994032002 NIP : 196509261993031002
)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
HIRORIMUS LIMBONG (080304078), dengan judul “ANALISIS SALURAN TATA NIAGA SAWI (Studi Kasus :Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan”. Penelelitian ini dibimbing oleh ibu Ir.Iskandarini, MM dan Bapak Ir.Sinar Indra Kusuma, M,si.
Penelitian ini dilakukan bulan Maret tahun 2013 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki banyak petani dengan usahatani Sawi.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian, Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan
share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian dan Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. Pada tingkatan petani, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 52,- dengan share marginnya sebesar 0,94%. Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 225,- dengan share marginnya sebesar 4,09%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 212,- dengan share marginnya sebesar 3,85%.
2. Biaya tata niaga, sebaran harga (price spread) dan persentasi mergin (share margin) pedagang yang menyalurkan sayuran sawi,pedagang pengumpul memperoleh keuntungan yang paling besar di banding lembaga tata niaga yag lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Saluran tata niaga sayuran sawi yang ada di daerah penelitian efesien.
RIWAYAT HIDUP
Hirorimus Limbong, Lahir di Lobutua pada tanggal 4 November 1989. Anak
ketujuh dari tujuh bersaudara dari ayahanda Alm. L. Limbong dan E. Br
Manullang.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah
1. Tahun 1995 masuk Sekolah Dasar Negeri 153033 Ladang Tengah tamat
pada Tahun 2001
2. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Barus tamat pada
Tahun 2004
3. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Atas Katolik Budi Murni 2 Medan
tamat pada Tahun 2007
4. Tahun 2008 menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara,
Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi IMASEP (Ikatan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), dan POPMASEPI (Perhimpunan
Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia).
Penulis melaksanakan penelitian Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa
Pematang Sei Baru, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Dan
Melaksanakan penelitian skripsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat
dan kasih-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan
skripsi yang berjudul ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M. S, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan
mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen sekaligus anggota
komisi pembimbing penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. S, sebagai sekretaris Departemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah
membantu dalam mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.
3. Ibu Iskandarini, MM, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis.
4. Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M. si sebagai Anggota komisi pembimbing
yang memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis.
5. Dosen penguji skripsi Bapak/Ibu dan Bapak/Ibu yang telah bersedia menguji
Penulis dan memberikan masukan.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
7. Seluruh instansi, petani, dan pedagang yang terkait dengan penelitian
Penulis
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, namun telah
ikut membantu Penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih, atas segala bantuan, doa, dan
semangat, kepada ayahanda tercinta Alm. L. Limbong, ibunda tercinta Ibu E. Br
Manullang, abg dan kakak penulis yang memberikan dukungan moril serta
sahabat yang mendampingi penulis dengan setia, Ivony Sarah A Saragih. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman penulis yang telah
memberikan motivasi selama masa perkuliahan Dian Avilla, Martin Pasaribu, Eva
Amalia, Anggun Nurul Mauliddar, Anggi Umar, Reza Adiguna, Boim Tanjung,
Hendrik Nadapdap serta semua rekan-rekan di Departemen Agribisnis Stambuk
2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan yang
disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan
saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan
penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak
Medan, September 2013
DAFTAR ISI
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 6
2.1.1 Tataniaga ... 9
2.2 Landasan Teori ... 12
2.3 Kerangka Pemikiran ... 23
2.4 Hipotesis Penelitian ... 26
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27
3.2 Metode Penentuan Sampel ... 27
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 27
3.4 Metode Analisis Data ... 28
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 29
3.5.1 Definisi ... 29
3.5.2 Batasan Operasional ... 30
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 31
4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah ... 31
4.1.2 Penggunaan Tanah ... 32
4.1.4 Sarana dan Prasarana... 37 4.2 Karakteristik Petani Sampel ... 40
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Saluran Tataniaga Sawi di Daerah Penelitian ... 43 5.2 Biaya Tataniaga, (price spreed), Persentase Margin (share
margin), dan Saluran Tataniaga Sawi di Daerah Penelitian... 45 5.3 Tingkat Efisiensi Tataniaga Usahatani Sawi di Daerah
Penelitian ... 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 49 6.2 Saran ... 49
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1 Produksi Sayuran Per Kecamatan di Kota Medan Tahun 2011 (ton) 3
2 Luas Lahan Pertanaman Sayuran di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011
4
3 Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Terjun Tahun 2012 32
4 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Terjun Tahun 2012
33
5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 34
6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Tahun 2012 35
7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungan Tahun 2012 36
8 Sarana dan Prasarana Desa Terjun Tahun 2011 38
9 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama/Aliran Kepercayaan Tahun 2012
39
10 Karakteristik Petani Sampel Tahun 2012 40
11 Biaya Tata niaga (Price spread),persentase margin (share margin)
Petani Sawi di Daerah Penelitian
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
1 Skema Kerangka Pemikiran 25
ABSTRAK
HIRORIMUS LIMBONG (080304078), dengan judul “ANALISIS SALURAN TATA NIAGA SAWI (Studi Kasus :Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan”. Penelelitian ini dibimbing oleh ibu Ir.Iskandarini, MM dan Bapak Ir.Sinar Indra Kusuma, M,si.
Penelitian ini dilakukan bulan Maret tahun 2013 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki banyak petani dengan usahatani Sawi.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian, Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan
share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian dan Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. Pada tingkatan petani, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 52,- dengan share marginnya sebesar 0,94%. Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 225,- dengan share marginnya sebesar 4,09%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 212,- dengan share marginnya sebesar 3,85%.
2. Biaya tata niaga, sebaran harga (price spread) dan persentasi mergin (share margin) pedagang yang menyalurkan sayuran sawi,pedagang pengumpul memperoleh keuntungan yang paling besar di banding lembaga tata niaga yag lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Saluran tata niaga sayuran sawi yang ada di daerah penelitian efesien.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia sentral produksi sayuran masih terpusat di daerah-daerah dataran
tinggi. Dataran rendah yang arealnya lebih luas justru jarang terkenal sebagai
sentral produksi sayuran. Kota-kota besar yang kebanyakan terletak didaerah
dataran rendah setiao hari mendatangkan sayur dalam jumlah besar dari daerah
dataran tinggi. Padahal potensi untuk menjadi daerah penghasil sayur sangatlah
besar (Nazaruddin, 2002).
Besarnya jumlah konsumen sayuran di dalam negeri menyebabkan ribuan ton
sayur segar ludes diserbu pembeli setiap hari. Belum lagi sayuran dikirim untuk
konsumen luar negeri. Alam Indonesia yang subur, kaya dengan aneka ragam
tanaman sayur sehhingga konsumen mempunya berbagai alternatif pilihan
(Nazaruddin, 2002).
Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi dan
palawija dengan kata lain ketidakseimbangan antara volume pasokan dan
kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran
juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari
daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif
bagi upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis
sayuran yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif
dan efisien (Irawan, 2007).
diuntungkan. Oleh karena itu peran lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari
produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir dan yang
lainnya menjadi amat penting. Biasanya pada negara berkembang, lembaga
pemasaran untuk pemasaran hasil pertanian masih lemah (Soekartawi, 2003).
Tanaman sawi (Brasicca juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis sayuran ini mempunyai prospek yang
baik untuk dikembangkan karena mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi.
Keadaan alam indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai
jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Hal
tersebut menyebabkan indonesia ditinjau dari aspek klimatologis sangat potensial
dalam usaha bisnis sayur-sayuran (Haryanto dkk,2000).
Sawi banyak dijadikan sebagai peluang bisnis karena peminatnya yang cukup
banyak. Permintaan pasarnya juga cukup stabil, sehingga resiko kerugian petani
sangat kecil. Hal ini tentu memberikan prospek bisnis yang cukup cerah bagi para
petani sawi karena permintaan pasarnya yang cukup tinggi (Margiyanto, 2007).
Masalah yang dihadapi petani ini menyebabkan rendahnya keuntungan yang
diperoleh petani, karena itu diperlukan strategi untuk memperkecil berbagai
masalah tersebut dengan program terpadu. Untuk itu diperlukan paket teknologi
budidaya yang tangguh, informasi pasar yang benar, sarana dan prasarana
termasuk transportasi pemasaran serta tersedianya sistem kelembagaan usaha tani,
termasuk permodalan, pelatihan tenaga kerja serta koperasi (Ashari, 1995).
Perbedaan harga petani dengan harga yang diterima konsumen menjadi suatu
pertanyaan apakah rantai tataniaga sawi di Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan
maka tataniaga tersebut semakin efisien.Kebanyakan dalam rantai tataniaga suatu
hasil pertanian, keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga (middleman) lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh konsumen. Panjang pendeknya rantai
tataniaga sawi juga menjadi salah satu indikator tingkat efisiensi tataniaga sawi,
karena semakin kompleks rantai tataniaga sawi, maka harga sawi yang diterima
konsumen akan semakin mahal. Hal itu menyebabkan tataniaga sawi akan tidak
efisien.Kecamatan Medan Marelan memiliki potensi pertanian sayuran. Pada tabel
di bawah ini ditunukkan produksi (ton) sayuran tahun 2011 setiap kecamatan
dikota medan.
Tabel 1. Produksi Sayuran Per Kecamatan di Kota Medan Tahun 2011 (ton)
No Kecamatan
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Kecamatan Medan Marelan merupakan Daerah
yang Produksi sayurannya tertinggi diantara kecamatan Medan Marelan
Merupakan sentra produksi sayur-sayuran dan merupakan daerah pengembangan
agribisnis sayur-mayur di kota Medan. Berikut akan di jelas luas pertanaman
sayuran di Kecamatan Medan Marelan.
Tabel 2. Luas Lahan Pertanaman Sayuran di Kecamatan Medan Marelan tahun 2010.
Dari tabel 2 diatas dapat dlihat bahwa Kelurahan Terjun merupakan daerah yang
paling luas menanam sawi yaitu 40 Ha di Kecamatan Medan
Marelan.Berdasarkan data ini, Kelurahan Terjun dapat dijadikan sebagai objek
penelitian.
Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan merupakan daerah sentral produksi sawi di
Kota Medan. Pemasaran sawi di daerah ini terdiri dari beberapa pelaku tataniaga
seperti produsen, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Masing-masing
pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan tergantung pada biaya yang
dikeluarkan dan harga jual. Harga yang diterima konsumen akan menentukan
dilakukan penelitian tentang analisis saluran tataniaga sawi di Kelurahan Terjun,
Kecamatan Marelan, Kota Medan
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk saluran tataniaga sawi di daerah penelitian ?
2. Berapa biaya tataniaga, price spread dan share margin disetiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian?
3. Bagaimana tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian ?
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian.
3. Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.
1.4Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi petani sawi dalam memasarkan atau
mengembangkan hasil usahataninya dalam mendapatkan keuntungan yang
diinginkan
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk perbaikan
3. Sebagai bahan imformasi dan refrensi bagi pihak-pihak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Sawi
Sawi (Brassica juncea) sudah lama dikenal diberbagai negara. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Asia Tengah dan menyebar ke dunia Eropa
melalui Yunani. Bagaimana sawi masuk ke Indonesia untuk dikeahui dengan
pasti, tetapi saaat ini sawi sudah merupakan sayuran yang sangat dikenal di
berbagai golongan masyarakat Indonesia (Novary, 1999).
Sawi (Brassica juncea) berbeda dengan Petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi bisa juga ditanam di dataran rendah.
Batang sawi ramping dan lebih hijau sedangkan batang petsai gemuk dan
berkelompok dengan daun putih kehijauan. Ciri sawi yang khas ialah berdaun
lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi yang banyak ditanam di
Indonesia sebenarnya dikenal juga dengan nama caisim (Nazaruddin,
2002).
Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi
umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di pekarangan , di
ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pegunungan. Tanaman sawi
termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga ia dapat ditanam
di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup
memgandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Tim
Penulis PS, 1993).
Tanaman sawi , seperti halnya produk pertanian pada umunya merupakan
komoditi yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu,
masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan pemasaran komoditi ini. Hal-hal tersebut
perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi
akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat
menyebabkan kerugian.
Sayuran dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan bagian yang
dikomsumsi. Kelompokkan yang pertama adalah sayuran buah, yaitu jenis
tanaman yang dimamfaatkan jenis buahnya seperti tomat. Kelompok yang lain
adalah sayuran daun, yaitu tanaman yang dimamfaatnkan daunnya untuk
dikomsumsi. Selain daunnya, pada umumnya konsumen juga mengkonsumsi
batang bagian atas dan pucuk daun seperti selada, bayam, dan kangkung.
Selanjutnya adalah sayuran umbi, yaitu kelompok sayuran sayuran yanng bagian
umbinya dikonsumsi oleh konsumen. Yang termasuk dalam sayuran umbi adalah
wortel, lobak, bawang, dan lain-lain (Yati Supriati,2010).
Menurut Novary (1999), adapun varietas atau jenis-jenis sawi yaitu :
1. Sawi putih atau sawi jabung
Sawi ini memang banyak dikomsumsi oleh masyarakat karena rasanya paling
enak diantara jenis sawi lainnya. Daunnya lebar, berwarna hijau tua,
varietas rugosa dan varietas prain. Varietas yang terakhir merupakan varietas
pendatang dari luar negeri.
2. Sawi hijau
Sawi hijau mempunyai rasa agak pahit sehingga jarang dikomsumsi segar.
Untuk menghilangkan rasa pahit tersebut sawi ini sering diasinkan. Sawi asin
dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan. Ukuran sawi hijau lebih kecil
daripada sawi putih. Daunnya lebar mirip sawi putih, tapi warna hijaunya
lebih tua. Batangnya sangat pendek dan tangkai daunnya pipih serta sedikit
berliku, tetapi kuat.
3. Sawi huma
Disebut sawi huma karna jenis sawi ini menyukai tempat-tempat kering
seperti tegalan atau huma. Jenis sawi ini memiliki daun yang sempit dengan
warna hijau keputih putihan. Batangnnya kecil dan panjang dengan tangkai
yang bersayap. jenis sawi ini cukup digemari konsumennya.
4. Sawi bakso atau caisim
Sawi ini dikenal juga dengan nama sawi cina tapi umumnya digunakan untuk
masakan-masakan cina. Daunnya lebar memanjag, tipis, dan berwarna hijau.
Sawi ini bertangkai panjang, langsing, dan berawarna hijau keputihan.
Rasanya pun ckup enak, renyah,segar, dan tidak terlalu pahit.
5. Sawi keriting
Dari namanya dapat diduga bahwa daun sawi jenis ini keriting. Daunnya
berwarna hijau dan mulai tumbuh dari pangkal tangkai daun yang berwarna
6. Sawi monumen
Sawi monumen tumbuh tegak dan berdaun kompak sehingga menyerupai tugu
atau monumen. Daunnya berwarba hijau segar dengan tangkai lebar dan
tulang daun berwarna putih. Dari sekian jenis sawi, sawi inilah yang paling
besar dan paling berat.
Pendukung dalam tataniaga sawi mempunyai peranan penting dalam sistem
distribusinya adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya
mempunyai fungsi dan peranan masing-masing dalam rentetan jalur tataniaga
komoditi ini.
Petani sebagai produsen sawi merupakan orang yang langsung berhubungan
dengan proses produksi. Mutu sawi yang secara langsung juga menentukan tinggi
rendahnya harga, merupakan tanggung jawab yang di pegangnya. Pemilihan jalur
tataniaga selanjutnya juga sangat menentukan lancar tidaknya pemasaran
komoditi ini.
2.2 Tataniaga
Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi
dalam pasar.dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen kepada
konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui
proses penyimpanan. Peranan agribisbis dalam suatu negara agraris seperti
Indonesia adalah besar sekali.hal ini disebabkan oleh karena cakupan aspek
agribisnis adalah meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai
Pemasaran sebagai kegiatan produksi mampu meningkatkan guna tempat, guna
bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat, guna bentuk dan guna
waktu ini memerlukan biaya pemasaran.Pemasaran produk agraris, cenderung
merupakan proses yang kompleks, sehingga saluran distribusi lebih panjang dan
mencakup lebih banyak perantara. Ada beberapa ciri produksi pertanian yang
mempengaruhi hasil-hasil pertanian: pertama, produksi dilalukan secara
kecil-kecilan. Kedua, produksi terpencar. Ketiga, produksi musiman, menyebabkan
kesulitan dalam tataniaganya, dimana harus ada fasilitas-fasilitas penyimpanan
yang sudah pasti menyebabkan bertambahnya biaya tataniaga. Biaya pemasaran
ini diperlukan untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dari produsen kepada konsumen
akhir. Pengukuran kinerja pemasaran ini memerlukan ukuran efisiensi pemasaran
(Soekartawi,2002).
Sistem pemasaran yang kurang efisien ini akan mengakibatkan biaya pemasaran
yang relatif besar. Dengan demikian akan mengakibatkan harga jual produk hasil
pertanian menjadi tinggi. Tingginya biaya pemasaran ini akan dibebankan kepada
produsen dengan menekan tingkat harga dan menaikkan harga dikonsumen,
sehingga produsen dan konsumen akan dirugikan (Ginting,2006).
Dalam tataniaga hasil-hasil pertanian umumnya ada tiga tahap proses
penyampaian komuditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada
konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah 1) Proses konsentrasi dimana pedagang
perantara mengumpulkan barang-barang dari produsen dan pedagang besar
mengumpulkan barang-barang dari pedagang pengumpul ; 2) Proses equalisasi
kepasar ; 3) Proses diversi yaitu proses penjualan barang dari pedagang besar
sampai kepada konsumen (Ginting,2006).
Dalam rantai tataniaga posisi petani tergolong lemah karna penawarannya sedikit,
kebanyakan produknya merupakan produk massa yang homogen, produknya
sering kurang tahan lama, pengangkutannya sering sukar, petani sering kurang
sekali dalam mendapatkan informasi tentang harga, dan pengaruh kebutuhan
kredit terhadap posisi tataniaga, dalam hal ini kebutuhan petani akan uang tunai
merupakan faktor yang penting dalam kebijaksanaan tataniaga petani
(Kartasapoetra, 1992).
Sejalan dengan batasan tataniaga yang menghubungkan sektor produksi dengan
sektor konsumen, maka diantara produsen dengan konsumen ada “jarak” yang
ditempuh oleh komuditi sebelum sampai kekonsumen. Disepanjang perjalanan
komuditi tersebut terdapat pihak-pihak sebagai perantara yang terdiri dari
pedagang dll. Jumlahnya tidak selalu sama, ada yang dua saja, ada yang tiga
bahkan lebih. Mereka ini biasanya disebut sebagai lembaga tataniaga. Lembaga
tataniaga merupakan pihak-pihak yang secara langsung menangani perjalanan
suatu komuditi. Lembaga tataniaga dalam penyempurnaan dan perbaikan
tataniaga ditujukan terutama pada kelancaran tataniaga, seperti dapat mengadakan
tempat, jumlah barang, keadaan barang, dan sebagainya yang ddiminta konsumen
dalam keadaan sempurna (Gultom,1996).
Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi
tataniaga. Biaya tataniaga menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang
yang harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tataniaga petani terdiri
tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses
perpindahan barang dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa
modalnya (Gultom,1996)
Lembaga pemasaran adalah badan atau usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komuditi dari produsen
kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau
individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan
konsumen untuk memperoleh komuditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan
bentuk keinginan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal
mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini
berupa margin pemasaran (Sudiyono,2004).
2.3 Landasan Teori
Tataniaga secara umum adalah suatu proses sosial dan managerial dimana
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan melalui
penawaran dan pertukaran produk yang bernilai dengan individu dan kelompok
lain. Dalam penyampaian barang kepada individu dan kelompok maka diperlukan
suatu sistem managerial yang baik sehingga tidak saling merugikan antara
masing-masing midleman (Kotler, 1993).
Sistem adala kumpulan kumpulan komponen yang saling berinteraksi atau saling
bergantung yang dikoordinasikan sedemikia rupa sehingga membentuk suatu
kebulatan dan dioorganisir sehingga mencapai tujuan tertentu (Swastha, 1996)
Sistem tata niaga merupakan pemasaran atau distribusi, yaitu kegiatan ekonomi
konsumen. Biaya tata niaga terbentuk sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan
fungsi-fungsi tata niaga. Komponen biaya tata niaga terdiri dari semua jenis
pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap middleman dan lembaga tata niaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan
barang. Keuntungan yang diambil oleh middleman atau lembaga tata niaga atas jasa modalnya dan jasa tenaganyandalam menjalankan aktivitas pemasaran
tersebut. setelah dikelompokkan menurut harga beli dan harga jual, biaya-biaya
pemasaran menurut fungsi tata niaga dan margin keuntungan dari setiap lembaga
maka disebut juga sebaran harga (price spread). Bila angka-angka sebaran harga (price spread) dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka diperoleh persentase margin (share margin). Biaya tata niaga yang tinggi akan membuat sisitem kurang atau yidak efesien (Sudiyono, 2004).
Tata niaga adalah proses yang merupakan serangkaian kegiatan berturut-turut
yang terjadi selama perjalanan suatau barang atau komoditi mulai dari produsen
primier sampai ketengan konsumen. Produsen primier adalah mata rantai pertama
dalam saluran produksi. Dalam menyalurkan komoditi dari produsen kepada
konsumen ahir,akan dilihat adanya rangkaian mata rantai tata niaga dari suatau
mata rantai tata niaga, apabila komoditi tertentu memerlukan proses terlebih
dahulu, maka mata rantai tata niaga tersebut akan lebuh panjang. Pada setiap mata
rantai tata niaga tersebut akan lebih panjang. Pada setiap mata rantai tata niaga,
umumnya komoditinya tersebut akan mengalami penambahan nialai karena
waktu, tempat dan bentuk (Gultom, 1996).
Pasar pada awalnya mengacu pada suatu georgafis tempat transaksi berlansung.
terutama berkembangnya teknologi imformasi yang memungkinkan transaksi
dapat dilakukan tampa melalu kontak langsung antara pennjual dan pembeli.
Dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai tempat ataupun terjadinya
pemenuhan kebetuhan dan keinginan dengan menggunakan alat pemuas berupa
barang ataupun jasa dimana terjadi pemindahan hakmilik antara penjual dengan
pembeli (Suyidono, 2004)
Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dala
pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen kepada konsumen
akhir yang disertai penambahan guna untuk, melalui proses pengolahan, guna
tempat melalu proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan.
Peran agribisnis dalam suatu negara agraris seperti indonesia adalah besar sekali.
Hal ini disebabkan oleh karena cakupan aspek agribisnis adalah meliputi mulai
dari proses produksi, pengolahan sampai pemasaran termasuk didalamnya
(Soekartawi, 1999)
Menurut soekartawi (2002) pemasaran sebagai kegiatan produksi mampu
meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan
guna tempat, guna bentuk dan guna waktu ini memerlukan biayapemasaran.
Pemasaran produk agribisnis merupakan proses yag kompleks, sehingga saluran
distribusi lebih panjang dan lebih mencakup lebih panjang perantara. Ada
beberapa ciri produksi pertanian yang mempengaruhi hasil-hasil pertanian :
pertama, produksi dilakukan secara kecil-kecilan, kedua produksi terpencar;
Ketiga, produksi musiman, menyebabkan kesulitan dalam tata niaganya, dimana
harus ada fasilitas-fasilitas penyimpanan yang sudah pasti menyebabkan
fungsi-fungsi tata niaga oleh lembaga – lembaga tata niaga yang terlihat dalam
proses tata niaga dari produsen sampai pada konsumen akhir. Pengukuran kinerja
tata niagaini memerlukan ukuran efisiensi tata niaga.
Sistem pemasaran yang kurang efisien ini akan mengakibatkan biaya pemasaran
yang relatif besar. Dengan demikian akan mengakibatkan harga jual produk hasil
pertanian menjadi tinggi. Tingginya biaya pemasaran ini akan dibebankan kepada
produsen menekan tingkat harga dan menaikkan tingkat harga dan menaikkan
harga konsumen, sehingga produsen dan konsumen akan dirugikan (Ginting,
2006)
Dalam tata niaga hasil-hasil pertanian umumnya ada tiga tahap proses
penyampaian komoditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada
konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah 1) proses konsentrasi dimana pedagang
perantara mengumpulkan barang-barang dari produsen dan pedagang perantara
pengumpulan barang-barang dari produsen dan pedagang besar mengumpulkan
barang-barang dari pedagang pengumpul; 2) proses equalisasi dimana pedagang
besar menahan barangnya untuk sementara sebelum dijual kepasar; 3) Proses
diversi yaitu proses penjualan barang dari pedagang besar sampai kepada
konsumen (Ginting, 2006).
Menurut kartasapoetra (2002) posisi petani dalam saluran tata niaga tergolong
lemah karena penawarannya sedikit, kebanyakan produknya merupakan produk
massa yang homogen, produknya sering kurang tahan lama, pengangkutannya
sering sukar, petani sulit untuk mendapatkan informasi tentang harga, dan
petani akan uang tunai merupakan faktor yag penting dalam kebijaksanaan tata
niaga petani.
Sejalan dengan batasan tata niaga yang menghubungkan sektor produksi dengan
sektor konsmen, maka diantara produsen dengan konsumen ada ’’jarak’’ yang
ditempuh oleh komoditi sebelum sampai ke konsumen. Disepanjang perjalanan
komoditi tersebut terdapat pihak-pihak sebagai perantara yang terdiri dari
pedagang dan lain-lain. Jumlahya tidak selalu sama, ada yang dua saja. Ada yang
tiga bahkan lebih. Middleman atau pedagang perantara biasanya disebut sebagai lembaga tata niaga. Lembaga tata niaga merupaka piha-pihak yang secara
langsung menangani perjalanan suatu komoditi. Lembaga tata niaga dalam
penyempurnaan dan perbaikan tata niaga ditujukan terutama pada kelancaran tata
niaga, seperti dapat mengadakan tempat, jumlah barang, keadaan barang, dan
sebagainya yang diminta konsumen dalam keadaan sempurna (Gultom, 1996).
Biaya tata niaga terjadi sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi
tata niaga. Biaya tata niaga menjadi bagaian tambahan harga pada barang yang
harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tata niaga petani terdiri dari
semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap perantara dan lembaga tata
niaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan
barang dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa modalnya (Gultom,
1996)
Lembaga pemasaran adalah badan atau usaha individu yang menyelenggarakan
pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir
serta mempunyai hubungan dengan badan usaha individu lainnya. Lembaga
komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk keinginan konsumen.
Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta
memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. konsumen memberikan
balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono,
2004)
Menurut kertasapoetra (2002) proses tata niaga mengandung beberapa fungsi yang
harus ditanggung oleh pihak produsen dan lembaga-lembaga tata niaga ataumata
rantai penyaluran produk-produknya. Seringkali fungsi-fungsi menimbulkan
masalah – masalah yang harus dipecahkan baik dari pihak produsen yang
bersangkutan maupun lembaga – lembaga yang merupakan mata rantai saluran
produk – produk itu.
Semakin panjang saluran tataniaga maka sistem tataniaga semakin tidak efisien.
Masing-maing perantara akan mengambil keuntungan atau jasa yang mereka
korbankan atau disebut profit margin, kemudian pada akhirnya akan membuat harga ditingkat konsumen tinggi. Selain iyu juga akan memperlambat arus barang
kekonsumen. Ketidakefisienan ini juga akan memperlambat arus barang ke
konsumen.ketidakefisienan ini juga akan berdampak buruk bagi petani dimana
harga yang diterima petani akan berbeda jauh dengan harga yang akan diberikan
konsumen semakin rendah dan permintaan semakin menurun, harga dari petani
juga semakin menurun sehingga pendapatan petani menurun.Proses tataniaga
mengandung beberapa fungsi yang harus ditanggung oleh pihak produsen dan
lembaga-lembaga tataniaga atau mata rantai penyaluran produk-produknya.
Seringkali fungsi-fungsi tersebut menimbulkan masalah-masalah yang harus
lembaga-lembaga yang merupakan mata rantai saluran produk-produknya itu
(Kartasapoetra,1992).
Menurut Kohls and Joseph (1980), ada tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu:
A.Fungsi Pertukaran (Exchange Functions).
1. Pembelian (Buying) adalah memilih barang-barang yang dibeli untuk dijual dengan harga dan kualitas produk tertentu.
2. Penjualan (Selling) adalah sumber pendapatan yang diperlukan untuk menutup ongkos-ongkos dengan harapan mendapatkan laba.
B.Fungsi Fisis (Physical Functions)
1. Penyimpanan (Storage) adalah fungsi menyimpan baran-barang pada saat barang selesai diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsi.
2. Pengangkutan (Transportation) adalah fungsi pemindahan barang dari tempat barang dihasilkan sampai ketempat barang dikonsumsi.
C.Fungsi Pelancar / Penyedia Sarana (Facilitating Functions)
1. Standarisasi (Standardization) adalah penentuan batas-batas dasar dalam bentuk spesifikasi barang-barang hasil manufuktur, disebut juga normalisasi.
2. Permodalan / Pembiayaan (Financing) adalah fungsi mendapatkan modal dari sumber ekstren guna menyelenggarakan kegiatan pemasaran.
3. Penanggung Resiko (Risk-bearing) adalah fungsi menghindari dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pemasaran.
4. Informasi Pasar (Market Intelligence) adalah fungsi untuk mengumpulakan dan penafsiran keterangan-keterangan tentang macam barang yang beredar dipasar,
Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi
tataniaga. Biaya tata niaga ini menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang
yang harus di tanggung oleh konsumen. Komponen biaya tata niaga terdiri dari
semua jenis pengeluaran yag dikorbankan oelh setiap middleman dan lembaga tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses
perpindahan barang, dan keuntungan (profit margin) yang diambil oleh
middleman atas jasa modalnya (Gultom, 1996).
Menurut Daniel (2002) Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen
kepada konsumen. Lembaga pemasaran yan terlibat dalam proses bisa lebih dari
satu. Bila produsen tersebut bertindak sebagai penjual produknya, maka biaya
pemasaran bisa dieliminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama
lainnnya,tergantung pada hal berikut.
a. Macam Komoditas yang dipasarkan
Adanya komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga
membbutuhkan biaya tata niaga yang besar.
b. Lokasi atau daerah produsen
Bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen maka biaya
transportasi menjadi besar pula.
c. Macam dan peranan lembaga tata niaga
Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlihat semakin panjang pula
rantai tataniaga dan semakin besar biaya tata niaganya.
Menurut soekartawi (2002) Beberapa sebab mengapa terjadi rantai tata niaga hasil
a. Pasar yang tidak bekerja secara sempurna
b. Lemahnya informasi pasar
c. Lemahnya posisi produsen untuk melakukan penawaran untuk
medapatkan harga yang baik
d. Petani / produsen melakukan usahatani melakukan usaha taninya tidak
didasarkan pada permintaan pasar.
Marketing margin memberikan ukuran secara terpisah menurut komponen biaya
dari efesiensi penyelenggaraan fungsi-fungsi tata niaga. Pada umumnya suatu
sistem tata niaga. Pada umumnya suatu sistem tata niaga untuk sebagian sistem
tata niaga untuk sebagian produk pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila
persentase margin (share margin) peani diatas 50% (Gultom, 1996)
Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan
harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. makin panjang
pemasaran (semakin banyak lembaga tata niaga yang terlibat) maka semakin besar
margin pemsarannya (Daniel, 2002).
Margin pemasaran adalah perbedaaan antar harga yang dibayarkan konsumen
denganharga yang diterima petani. Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya
untuk melakukam fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin
yang diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan
berbeda pula (sudiyono, 2004)
Menurut soekartawi (2002) efisiensi pemasaran diukur dengan menggunakan
efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar. Sedangkan tingkat
efisiensi pemasaran akan berbeda pula jika :
a. Apabila harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran
dapat lebih tinggi
b. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen
tidak terlalu tinggi.
c. Adanya kompetisi pasar yang sehat
Menurut Kotler dalam Daniel (2002) ada lima faktor yang menyebabkan mengapa
pemasaran atau tata niaga itu penting.
a. Jumlah produk yang dijual menurun
b. Pertumbuhan perusahaan juga menurun
c. Terjadi perubahan yang diinginkan konsumen
d. Kompetisi yang semakin tajam
e. Terlalu besarnya pengeluaran untuk penjualan
Menurut Hadikoesworo (1986) Beberapa masalah pemasaran atau tata niaga
komoditi pertanian yang banyak ditemukan di negara-negara sedang
berkembangan pada umumnya dan indonesia pada khususnya, anatar lain
sebagai berikut:
a. Tidak tersedianya komoditi pertanian dalam jumlah kontiniu
b. Harga komoditi yang sering berfluktuasi secara tajam yang bukan saja
berpengaruh terhadap kestabilan pendapatan produsen dan tingkat
c. Tidak efisiensinya para pelaku pasar dalam melakukan kegiatan
pemasaran
d. Tidak memadai fasilitas misalnya sistem transfortasi, gudang, tempat
komoditi pertanian dipasaran dan lain-lain
e. Lokasi produsen dan konsumen yang terpencar juga merupakan masalah
karena menyulitkan dalam penyampaian barang dari produsen kepada
konsumen
f. Kurang lengkapnya informasi pasar
g. Kurangnya pengetahuan terhadap pemasaran
h. Kurangnya modal
i. Tidak memadai peraturan –peraturan yang ada.
Menurut Gultom (1996) Upaya-upaya perbaikan dalam sistem tata niaga
dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Upaya-upaya itu antara lain:
1. Produsen harus dapat memenuhi dengan baik saluran tata niaga yang
ditempuh, juga tentang informnasi pasar pada saat produsen mempunyai
hasil untuk dijual. Produsen juga harus dapat merencanakan produksi
dengan pedoman kemungkinan pasaran hansilnya.
2. Lembaga tata niaga dapat melakukan integarasi sehingga biaya total tata
niaga barang dapat dikurangi dan keuntungan lembaga tata niaga yang
meakukan integrasi yang lebi besar.
3. Konsumen, dalam hal ini melakukan usaha perbaikan dengan jalan
4. Pemerintah, hal-hal yang dapat dilakukan yakni pengadaan pengawasan
seperti mengeluarkan peturan-peraturan, perbaikan fasilitas tata niaga, da
perbaikan alat-alat komunikasi.
Menurut Mubyarto (1985), yang di maksud adil dalam hal ini adalah pemberian
balas jasa fungsi-fungsi tataniaga sesuai dengan masing-masing. Panjangnya
saluran tataniaga membuat terdapatnya perbedaan antara margin tataniaga, share margni, dan price spread. Dimana margin tataniaga adalah selisih anatar harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini
akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga.
Daniel (2002), menyatakan bahwa makin panjang tataniaga maka makin besar
margin tataniaga. Secara teoritis, dapat dikatan maka semakin pendek ranta
tataniaga hasil pertanian, maka :
1. Biaya tataniaga semakin rendah
2. Margin tataniaga semakin rendah
3. Harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah
4. Harga yang diterima produsen semakin tinggi
Soerkartawi (2002), menyatakan bahwa share margin (Sm) adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.
Sm =
����
×100%
Menurut Mubyarto (1994), sistem taaniaga dianggap efisien apabila
memenuhi dua syarat :
2. Mampu mengadakan dengan biaya semurah – muarahnya. Pembagian yang adil
dari keseluruhan harga yang di bayar konsumen terakhir kepada konsumen
terakhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan
tataniaga barang itu.
Menurut Sihombing (2010), penentuan efisiensi dapat juga dilihat dengan
memperbandingkan antara besarnya keuntungan (Profit) petani produsen dan seluruh Middleman yang terlibat dengan seluruh ongkos tata niaga yang dikeluarkan oleh Middleman dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen. Metode ini di dekati dengan model :
E =
��+����+��
Keterangan:
E = Efisiensi
Ji = Keuntungan lembaga tata niaga
Jp = Keuntungan Produsen
Ot = Ongkos tata niaga
Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen
Dimana jika:
E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien
E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.
Efisiensi tidak terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang
dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Efisiensi tataniaga akan terjadi jika
biaya pemasaran dapan ditekan sehingga keuntungan tata niaga dapat lebih tinggi,
tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang
sehat (Soekartawi,2002).
2.3 Kerangka Pemikiran
Tataniaga merupakan kegitan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian,
karena dalam tata niaga akan terjadi perpindahan barang atau komoditi dari
produsen kepada konsumen, dimana konsumen akan membayarkan sejumlah
harga atau uang sebagai balas jasa atas barang yang telah diperolehnya. Aliran
barang atau komoditi ini terjadi karena adanya lembaga tata niaga atau saluran
tata niaga yang akan melakukan fungsi tata niaga
Dalam mekanisasi tata niaga atau pemasaran ini melibatkan beberapa pihak yang
meliputi produsen, agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen.
Dalam hal ini produsen adalah petani sawi dan konsumen adalah masyarakat yang
mengkonsumsi sayur sawi.
Tiap lembaga tata niaga melakukan fungsi-fungsi tata niaga. Fungsi-fungsi tata
niaga yang dilakukan antara lain fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan
pembelian, fungsi fisis yaitu penyimpanan dan pengangkutan, fungsi pelancar
yaitu standarisasi, pembiayaan, penanggung resiko dan informasi pasar. Setiap
pedagang (middleman) melakukan fungsi-fungsi tata niaga tersebut maka akan dikeluarkan biaya yang disebut dengan biaya pemasaran. Disamping itu pedagang
juga memperoleh balas jasa yang disebut dengan keuntungan.
Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan
kegiatan fungsi- fungsi tata niaga.biaya tersebut berbeda-beda pada
masing lembbaga tata niaga. Maka biaya tersebut berbeda-beda pada
organik ini, maka lembaga tata niaga mengambil keuntungan (profil). Harga jual sawi berbeda-beda untuk setiap masing-masing lembaga tata niaga berbeda-beda.
Dari harga penjualan dapat diketahui margin tata niaga yang merupakan selisih
antara harga eceran dan harga tingkat produsen. Kemudian dapat diketahui
sebaran harga (price spread) dengan mengelompokkan harga beli, harga jual, biaya pemasaran dankeuntungan yang diperoleh lembaga tata niaga. Datri sebaran
harga (price spread) dapat dihitung persentase margin (share margin) yaitu harga barang diterima oleh setiap lembaga tata niaga terhadap harga beli konsumen
dalam bentuk persen (%)
Biaya tata niaga akan menetukan harga yang diterima oleh setiap lembaga. Biaya
tata niaga diukur dengan sebaran harga (price spread) dan persentase margi (share margin ). Besarnya biaya tata niaga dibandingkan dengan nilai produk yang dipasarkan akan menunjukkan tingkst efesiensi tata niaga sawi. Semakin panjang
rantai tata niaga, biaya yang dikeluarkan jugaakan semakin lebih besar, mak
sistem tata niaga akan semakin tidak efisien. Sebaliknya rantai tata niaga yang
semakin pendek, tidak membutuhkan biaya tata niaga yang besar, dalam keadaan
seperti ini sistem tata niaga aka lebih efisien
Dalam tataniaga sawi, tentunya ada pelaku tataniaga yang terlibat, yaitu mulai dari
produsen, pedagang sampai diterima oleh konsumen. Hasil produksi dari petani
disalurkan kepada konsumen melalui lembaga tataniaga seperti pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer. Tiap lembaga tataniaga akan melakukan
fungsi tataniaga yang berbeda satu sama lain yang dicirikan oleh aktivitas yang
dilakukan. Dengan adanya pelaksanaan fungsi tataniaga, maka akan terbentuk
petani dan lembaga tataniaga. Atas jasa lembaga-lembaga tataniaga maka tiap
lembaga akan mengambil keuntungan (profit). Dari biaya tataniaga dan harga jual
akan didapatkan margin keuntungan yang merupakan pengukuran untuk efisiensi
tataniaga. Berarti semakin banyak lembaga tataniaga yang berperan dalam
tataniaga sawi, maka sistem tataniaga sawi semakin tidak efisien. Berikut skema
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Ket : Menjual ke Ada Hubungan
Fungsi- Fungsi Tata Niaga :
1. Fungsi Pertukaran
a. Penjualan
b. Pembelian
2. Fungsi Fisis
a. Pengepakan
b. Pengangkutan
Produsen Perantara Konsumen
Biaya Keuntungan
Harga
Efisiensi Price Spread
2.4 Hipotesis penelitian
Sesuai dengan landasan teori diatas dan untuk mengarahkan penelitian ini pada
fokus yang ingin dicapai maka dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut :
1. Bentuk saluran tata niaga sawi didaerah penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan ini merupakan daerah sentral
produksi tanaman sayuran dan pengembangan agribisnis usahatani sayuran di
Kota Medan.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah petani sawi di daerah penelitian.
Adapun metode penelitian sampel menggunakan metode Insidental Sampling, dimana sampel adalah petani yang menjadi sampel penelitian adalah petani yang
dijumpai atau dapat dijumpai. Adapun jumlah petani sayur mayur di kecamatan
Medan Marelan ada sebanyak 235 petani. Dengan demikian, sampel yang akan
diambil sebanyak 30 petani sayuran sawi.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi langsung kepada
petani dengan bertanya langsung kepada petani sampel dengan menggunakan
daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan
data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Medan,
Kantor Lurah Kelurahan Terjun, literatur-literatur, serta instansi terkait dengan
3.4 Metode Analisis Data
Untuk indentifikasi masalah (1), digunakan pendekatan “Apa yang terjadi” (what happens scholl) dengan survei menelusuri komunitas mulai dari farm gate sampai ke konsumen akhir. Peneliti memperhatikan dan mencatat semua kegiatan
tataniaga sawi yang terjadi baik dari kegiatan yang dilakukan produsen sampai
kegiatan yang dilakukan lembaga-lembaga tataniaganya (Crammer dan Jensen,
1979).
Untuk identifikasi masalah (2), yaitu menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan share margin. Untuk menganalisis biaya tataniaga menggunakan metode deskripsi dengan mencatat semua biaya yang dikeluarkan oleh petani dan
lembaga-lembaga tataniaga sawi.
Untuk menganalisis price spread tataniaga sawi, menggunakan metode deskripsi dengan membuat tabel price spread yang mencakup harga beli, harga jual, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan petani dan lembaga tataniaga, serta margin
keuntungan yang diperoleh.
Menurut Gultom (1996), untuk menghitung share margin digunakan rumus sebagai berikut :
Sm = ��
��
�
100%
Dimana :
Sm : Share margin (%)
Pp : Harga yang diterima petani dan pedagang (Rp/Kg)
Pk : Harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Rp/Kg)
Untuk identifikasi masalah (3), yaitu menganalisis tingkat efisiensi
E =
��+����+��
Keterangan:
E = Efisiensi
Jt = Keuntungan lembaga tata niaga
Jp = Keuntungan Produsen
Ot = Ongkos tata niaga
Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen
Dimana jika:
E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien
E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional
Beberapa defenisi dan batasan operasional untuk menghindari kesalapahaman dan
kekeiliruan atas pengertian dalam penelitian ini.
3.4.1 Definisi
1. Petani sawi adalah orang yang melakukan usahatani sawi.
2. Tataniaga adalah proses aliran barang dari produsen ke konsumen akhir
yang disertai penambahan guna tempat melalui proses pengangkutan dan
guna waktu melalui proses penyampaian.
3. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli hasil produksi sawi
dari petani dan pedagang yang berasal dari Kelurahan Terjun.
4. Konsumen adalah pembeli sawi yang merupakan konsumen akhir yang
5. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga
dalam menyalurkan sawi dari produsen hingga konsumen akhir (Rp).
6. Share Margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.
7. Efisiensi tataniaga adalah perbandingan antara biaya tataniaga dengan nilai
produk yang dipasarkan yang dinyatakan dengan persen.
8. Price spread adalah kelompok harga beli dan jual, biaya-biaya tataniaga menurut fungsi tataniaga yang dilakukan dan margin keuntungan dari
setiap lembaga tataniaga.
3.4.2 Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.
2. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan tanaman sawi.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah
Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Marelan terdiri dari lima
kelurahan. Kelurahan yang terdapat di kecamatan Medan Marelan. Kelurahan
Terjun, Kecamatan Medan Marelan terletak 24 km dari ibu kota
kabupaten/kota dengan waktu tempuh 1 jam dan 26 km dari ibu kota Propinsi
Sumatera Utara dangan waktu tempuh 1 jam. Kelurahan Terjun terletak 150
meter diatas di permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar 32°
dengan curah hujan rata-rata 600 mm/tahun, dengan luas secara keseluruhan
adalah 1.605 ha yang terdiri dari 22 lingkungan. Berdasarkan letak
geografisnya, Kelurahan Terjun memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Sicanang dan Kelurahan Paya
Pasir.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanah Enam Ratus.
- Sebelah Timur berbatasan Dengan Kelurahan Rengas Pulau dan Kelurahan
Paya Pasir.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hamparan Perak dan Perkebunan
Kelumpang Deli Serdang.
Kelurahan Terjun memiliki banyak prestasi yang pernah diraih. Diantaranya
adalah pernah menjadi Kelurahan Terbaik Kesatuan Gerakan PKK-KB
Tingkat Propinsi KB Kesehatan Tahun 2010, Kelurahan Terbaik I Kebersihan
Sepanjang Pesisir Pantai Tahun 2010 Tingkat Kota Medan, juara terbaik II
Kelurahan Mandiri Pangan Tingkat Propinsi Sumatera Utara, dan juara I
Sepuluh Pokok Program PKK Tahun 2010 Tingkat Kota Medan. Selain itu,
Kelurahan Terjun juga ditetapkan sebagai daerah pemukiman atau tempat
tinggal.
4.1.2 Penggunaan Tanah
Luas lahan di Kelurahan Terjun menurut penggunaanya dapat dilihatpada tabel
dibawah ini.
Tabel 3. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Terjun Tahun 2012.
No Jenis Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase(%)
Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2012
Dari tabel 3 diatas menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang paling luas
adalah digunakan untuk pemukiman dengan luas 1.170,5 Ha (72,93%), awah
dan ladang dengan luas 390 Ha (24,3%), fasilitas umum dengan luas 40,3 Ha
(2,51%), kolam dengan luas 2,7 Ha (0,17%), dan lapangan sepakbola dengan
luas 1,5 Ha (009%).
4.1.3 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Terjun tahun 2012 adalah sebanyak 23.804 jiwa atau
kepadatan penduduk 623 jiwa per km. Penduduk yang terdapat di Kelurahan
Terjun adalah waraga negara Indonesia asli dan juga warga negara Indonesia
turunan. Warga negara Indonesia asli berjumlah 22.223 jiwa sedangkan
jumlah warga negara Indonesia turunan sebanyak 581 jiwa.
Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel
dibawah ini : Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2011
Dari tabel 4 diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat
pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 2.276 jiwa dengan
persentase 9,58% dan jumlah penduduk terendah berada pada kelompok umur
60-65 tahun yaitu sebanyak 427 jiwa dengan persentase 1,80%.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa data penduduk di Kelurahan terjun
menunjukkan bahwa penduduk di kelurahan Terjun masih tergolong usia
produktif.
Mata pencaharian penduduk Desa Terjun ini terdiri dari pegawai, petani,
nelanyan, pedagang, dan buruh harian. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada
tabel dibawah ini .
Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan mata PencaharianTahun 2012 No Pekerjaan Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)
1. Buruh Tani dan Petani 2.71 60,99
Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukka bahwa mata pencaharian penduduk
terbesar adalah sebagian besar bersumber dari Pertanian yaitu sebagai buruh tani
dan petani sebanyak 2.701 jiwa (60,99%) yang pada umumnya mengusahakan
sayur mayur seperti sawi , kangkung, bayam, mentimun, kacang panjang dan
lain-lain.Dan ada juga yang mengusahakan tanaman padi dan palawija, sebanmyak
651 jiwa (14,70%) bermata pencaharia sebagai karyawan swasta, sebanyak 399
jiwa (9,01%) bermata pencaharian sebagbai nelanyan, sebanyak 357 jiwa (8,06%)
bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, sebnayak 160 jiwa (3,07%)
pencaharian sebagai TNI dan Polri, dan sisanya sebanyak 25 jiwa (0,5%) bermata
pencaharan sebagai karyawan pemerintah.
Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Tahun 2012
No Suku Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)
1. Jawa 11.659 48,98
2. Melayu 5.450 22,89
3. Minang 544 2,29
4. Aceh 1.149 4,83
5. Batak 2.302 9,67
6. Tionghoa 533 2,24
7. Lain-lain 2.167 9,10
Total 23.804 100
Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun 2011
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan
Terjun adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 11.659 jiwa atau sebesar 48,98% dari
total penduduk di Kelurahan Terjun. Selanjutnya adalah suku Melayu sebanyak
5.450 jiwa (22,89%), suku Batak sebanyak 2.302 jiwa (9,67%), suku Aceh
sebanyak 1.149 jiwa (4,83%), suku Minang sebanyak 544 jiwa (2,29%), suku
Tionghoa sebanyak 533 jiwa (2,24%), dan selebihnya adalah suku Nias, Sunda,
dan Banjar sebanyak 2.167 jiwa.
Penduduk di Kelurahan Terjun tersebar di setiap lingkungan yang terdapat di
Kelurahan Terjun, yaitu di 22 lingkungan. Berikut akan disajikan dalam tabel
Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungan Tahun 2012
No Lingkungan Jumlah Penduduk
(jiwa)
Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2011
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar berada di
lingkungan IV yaitu sebesar 1.895 jiwa (7,9%), sedangkan jumlah penduduk
Hubungan kekeluargaan dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan di
Kelurahan Terjun seperti kegiatan gotong-royong dan beberapa kegiatan adat
seperti perkawinan maupun acara-acara lainnya.
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Infrasturktur adalah sarana atau prasana yang disediakan baik oleh pemerintah
maupun oleh swasta dalam rangka menunjang kegiatan produksi dan proses
pembangunan. Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat
mempelancar jalannya pembangunan sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di kelurahan terjun dapat dilihat
Tabel 8. Sarana dan Prasarana Desa Terjun Tahun 2011
No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1. Prasarana Kesehatan
-Pendidikan non formal 3
3. Prasarana Peribadatan
-Mesjid 11
-Mushola 21
-Gereja 5
-Kelenteng 1
4. Prasarana Air Bersih
-Sumur Pompa 825
-Sumur Gali 1.246
5. Sarana Keamanan Lingkungan
-Pos Keamanan Lingkungan 22
-Pos Penjaga Satpam Perumahan 22
6. Sarana Komunikasi
-Pesawat Telepon 127
-Pesawat Tv 1.857
7. Kelembagaan Ekonomi 22
8. Kantor Kelurahan 1
9. Kelompok Tani 4
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang terdapat
di desa ini dinilai sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya sarana
kesehatan,pendidikan, komunikasi, dan air bersih. Sarana transportasi di
Kelurahan Terjun cukup tersedia sehingga petani dapat dengan mudah
memperoleh sarana produksi dan dalam pemasaran hasil produksi mereka, karena
jalan dan jembatan merupakan prasarana utama yang dibutuhkan dalam proses
pembangunan pertanian. Jalan dan jembatan tidak hanya digunakan untuk
menghubungkan satu desa dengan desa yang lain atau kota, tetapi yang lebih
terasa manfaatnya adalah dalam penyaluran informasi serta menjamin kelancaran
dan transportasi dan komunikasi.
Pada tabel di atas terdapat lembaga ekonomi seperti koperasi. Koperasi juga
merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses pengembangan pertanian dan
pertmbuhan ekonomi di suatu desa. Hal ini tentu saja akan sangat membantu
petani dalam hal bantuan sarana produksi. Selain itu kelompok tani yang ada di
Kelurahan Terjun juga ada dalam kondisi yang aktif. Kelompok tani yang terdapat
di Kelurahan Terjun ada sebanyak empat kelompok yaitu kelompok tani Sedar,
Bali, Sepakat, dan Santai. Kelompok-kelompok tani ini yang akan berperan dalam
menyalurkan setiap bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani seperti
pupuk bersubsidi yang diterima oleh petani yaitu pupuk urea.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana ibadah di Kelurahan Terjun
sudah sudah dapat dikatan sangat cukup mendukung. Ini terlihat dari tersedianya
sarana ibadah bagi warga beragama Islam, Kristen, dan juga Budha.
Berikut akan dijelaskan tentang keadaan penduduk di Kelurahan Terjun
Tabel 9. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama/Aliran Kepercayaan Tahun 2012
No Agama Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase(%)
1. Islam 21.002 88,32
Sumber : Ekspose Kepala Kelurahan Terjun 2012
Pada Tabel diatas diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar adalah yang
memeluk agama Islam sebesar 21.022 jiwa (83,23%), sedangkan yang beragama
Kristen protestan ialah sebanyak 1.902 jiwa (7,99%), beragama Budha sebanyhak
535 jiwa (2,25%), Kristen Katholik sebanyak 319 jiwa (1,34%), dan beragama
Hindu yaitu sebanyak 46 jiwa (0,19%). Ini menunjukkan bahwa manyoritas
penduduk di Kelurahan Terjun memeluk agama islam.
4.1 Karateristik Petani Sampel
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan dan
besarnya pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha tani. Faktorterbut
diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk dalam
faktor internal adalah umur petani, pendidikan atupun pengetahuan (pengalaman
berusahatani dan keterampilan), jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan
Karateistik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur, lama bertani, luas
lahan, pendidikan dan jumlah tanggungan kelurga. Karateristik petani sampel
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 10. Karateristik Petani Sampel Tahun 2012
No Uraian Satuan Range Rata-rata
1. Umur Tahun 30-77 47,167
2. Lama Bertani Tahun 3-40 20,533
3. Luas Lahan Ha 0,04-0,4 0,196
4. Pendidikan Tahun 12-18 14,133
5. Jumlah Tanggungan Jiwa 1-8 4
Sumber : Analisis Data Primer
Umur seseorang menentukan kinerja dari orang tersebut. Semakin tua umur
seseorang, maka pekerjaan berat yang akan dilakukan akan semakin sedikit dan
begitu pula sebaliknya. Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa umur petani sampel
di daerah penelitian berkisar antara 30 – 77 tahun dengan rata-rata umur petani
47,16. Dapat dilihat bahwa petani masih berada pada kategori umur produktif
yang masih cukup berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya.
Semakin lama petani mengusahakan lahannya, maka akan semakin baik pula
dalam mengusahakan usahataninya petani didaerah penelitian sudah 3 – 40 tahun
dalam mengusahakan usahatani sawi dengan rata-rata lama berusahatani selama
20 tahun. Dari rata-rata ini dapat dilihat bahwa petani sudah memiliki pengalaman
yang cukup untuk menjalankan dan mengembangkan usahataninya.
Luas lahan penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yabg sangat penting
dalam proses produksi atpun usahatani. Dalam usahatani, penguasaan lahan yang
Luas lahan usahatani yang dikelola akan berpengaruh terhadap jumlah
penerimaan, pendapatan, dan biaya yang akan dikeluarkan dalam usahatani
tersebut. semakin luas lahan yang dikelola maka produksinya maka juga akan
meningkat sehingga semakin besar pendapatan usahatani yang diperoleh. Dengan
demikian akan semakin besar pula pembiayaan terhadapa tenaga kerja yang
digunakan. Luas lahan usahatani sawi peti sampel didaerah penelitian berkisar
anatar 0,04 – 0,4 Ha atau berkisar antara 1-10 rante dengan rata-rata luas lahan
sebesar 0,0197 Ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa luas lahan yang
diusahakan oleh petani di daerah penelitian masih tergolong sangat kecil.
Pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang dalam mengelola usahatani
dimana respon petani terhadap teknologi yang sedang berkembang sangat
bergantung dari tingkat pendidikannya.semakin tinggi tingkat pendidikan petani,
maka akan semakin mudah untuk mengadaptasi teknologi dalam menjalankannya.
Hal ini sangat dibutuhkan mengingat sebagian besar petani berpendidikan formal
rendah. Tingkat pendidikan formal petani sampel rendah. Tingkat pendidikan
formal petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 12-18 tahun rata-rata
14,13 tahun. Dari data ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani masih
rendah, yaitu hanya tamatan SD.