• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEBORA MARGARETH ULI SILITONGA NIM : 100200378

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

   

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

Oleh

DEBORA MARGARETH ULI SILITONGA NIM : 100200378

Disetujui Oleh

Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum

NIP. 196002141987032002

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH., M.Hum Afrita, SH, M. Hum

NIP. 196002141987032002 NIP. 197104301997022001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

Debora Margareth Uli Silitonga* Suria Ningsih**

Afrita **

Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Bagaimanakah Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Bagaimanakah kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang.

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah. Kebijakan nasional mengenai otonomi daerah dan pemerintahan daerah ini, telah dituangkan dalam bentuk UU No.12 Tahun 2008 menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Dalam proses pengurusan IMB, ada bebrapa hal yang harus diketahui yaitu persyaratan IMB serta prosedur pengurusan IMB. Kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang antara lain : Belum Dilakukan pola pelayanan prima satu Atap, Kurangnya sarana dan prasarana, Terbatasnya Aparatur Pelaksana, Dana operasional dan Kurangnya kesiapan pembiayaan Masyarakat.

Kata Kunci : Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan

*Mahasiswa

(4)

   

KATA PENGANTAR

Tiada ada kegembiraan, seraya mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Ibu Afrita SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

(5)

9. Buat Guruh Julio Tampubolon, SP yang selalu memberikan support kepada penulis dari awal hingga selesainya penulisan skripsi.

10.Teman-Teman stambuk 2010, M. Fikry Faisal Lubis, Puji A Purba dan Zettira Miranti Utari yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Juli 2014 Hormat Saya

(6)

   

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PELAKSANA BIROKRASI PEMERINTAHAN DI DAERAH ... 16

A. Pemerintah sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan ... 16

B. Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokrasi di Daerah Berdasarkan Otonomi Daerah ... 19

C. Penyelenggaraan Fungsi Pelayanan Dalam Pemberian izin Mendirikan Bangunan ... 25

BAB III PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIKRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG... 37

A. Gambaran Umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Lubuk Pakam ... 37

B. Izin Mendirikan Bangunan Ditinjau dari Tata Ruang Kota . 55 C. Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006 ... 59

BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN DELI SERDANG ... 65

(7)

B. Solusi dalam Mengatasi Hambatan dalam Pemberian

Izin Bangunan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

(8)

   

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

Debora Margareth Uli Silitonga* Suria Ningsih**

Afrita **

Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Bagaimanakah Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Bagaimanakah kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang.

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah. Kebijakan nasional mengenai otonomi daerah dan pemerintahan daerah ini, telah dituangkan dalam bentuk UU No.12 Tahun 2008 menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Dalam proses pengurusan IMB, ada bebrapa hal yang harus diketahui yaitu persyaratan IMB serta prosedur pengurusan IMB. Kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang antara lain : Belum Dilakukan pola pelayanan prima satu Atap, Kurangnya sarana dan prasarana, Terbatasnya Aparatur Pelaksana, Dana operasional dan Kurangnya kesiapan pembiayaan Masyarakat.

Kata Kunci : Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan

*Mahasiswa

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh di berbagai tempat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Kegiatan pembangunan diharapkan dapat menunjang perekonomian negara, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam hal ini pemerintahlah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi warga negaranya. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, menyebabkan begitu banyak keterlibatan negara (pemerintah) dalam kehidupan warganya, tidak sebatas berinteraksi, tetapi sekaligus masuk dalam hidup dan kehidupan warganya. Pemerintah yang melaksanakan tugas Negara mempengaruhi kehidupan warga negara, sementara di sisi lain warga juga mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.1

Seseorang dikatakan sejahtera apabila merasa bebas untuk mewujudkan kehidupan individual dan sosialnya sesuai dengan aspirasi serta dengan kemungkinan-kemungkinan yang tersedia bagi dirinya, tidak berarti bahwa yang dikejar dalam menciptakan kesejahteraan hanya kebebasan. Kebebasan dari satu orang akan berhadapan dengan kebebasan orang lain, demikian pula kepentingan sekelompok orang akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, untuk itu perlu ada keselarasan. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diharapkan untuk mewujudkan kondisi itu, baik melalui pengaturan, kebijakan tetentu, maupun stelsel Perizinan.2 Perizinan itu sendiri dipandang sebagai salah satu instrumen pengaturan yang paling banyak digunakan oleh pemerintahan dalam mengendalikan masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas       

1

Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo, Jakarta, 2009, hal.2

2

(10)

   

tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya dalam tukisan ini disebut NKRI). Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya.

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan.

Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.

(11)

No.24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2009 tentang Perizinan Terpadu Satu Pintu dan permendagri No.20 tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan pembentukan organ untuk mengurus pelayanan perizinan yang berbentuk badan/kantor.3

Salah satu upaya untuk mewujudkan pelayanan yang akuntabel terhadap pengguna jasa, ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan.4

Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara, seperti sekarang ini memiliki kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan tersebut seiring dengan banyaknya investor-investor yang masuk di kabupaten ini. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang tentu tidak tinggal diam dalam menanggapi kemajuan yang terjadi sekarang ini. Dalam mengganggapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Deli Serdang giat melakukan perbaikan-perbaikan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, salah satunya ialah perbaikan dalam sektor pelayanan publik khususnya di pelayanan perizinan salah satunya adalah pelayanan Izin Mendirkan Bangunan (selanjutnya dalam tulisan ini disebut IMB). Untuk mendirikan sebuah bangunan diperlukan peraturan agar bangunan itu dikatakan legal oleh pemerintah. Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang

       3

Ridwan, Juniarso. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa,. 2009, hal 229

4

(12)

   

merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu kapabilitas yang harus dimiliki adalah “akuntabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang di miliki oleh para stakeholders”.5

IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk menciptakan good governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang transparan, sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan ke publik.

Persoalan yang timbul saat ini adalah realitas pelaksanaan fungsi pelayanan di bidang IMB Di Kabupaten Deli Serdang. Data dari Ombudsman Kabupaten Deli Serdang menunjukkan Dinas Perizinan Kabupaten Deli Serdang rawan maladministrasi. Hal ini dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat berupa pelayanan yang berlarut-larut; mempersulit/diskriminasi pelayanan dan lamanya waktu penyelesaian pelayanan.6

Berdasarkan latar belakang di atas maka skripsi ini berjudul Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

       5

Agus Dwiyanto, “Reformasi Birokrasi Publik” (Cet.1; Yogyakarta : Galang Printika Yogyakarta,2002),hal 55

6

(13)

I. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah?

2. Bagaimanakah Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006?

3. Bagaimanakah kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah.

b. Untuk mengetahui Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006

c. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang

2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ilmu hukum, khususnya dalam bidang Hukum Administrasi Negara

b. Secara praktis

(14)

   

pemerintahan dalam pelayanan yang lebih efisien, responsif dan akuntabel.

K. Keaslian Penulisan

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik. Skripsi ini merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahasiswa sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data yang terdaftar di sekretariat jurusan Hukum Administrasi Negara.

L. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Izin

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan maksudnya dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi sertifikat, penentuan kuota dan izin untuk melaksanakan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan.

Hukum perizinan merupakan hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah di pusat maupun di daerah sebagai aparatur penyelenggaraan negara mengingat hukum perizinan ini berkaitan dengan pemerintah maka mekanisme media dapat dikatakan bahwa hukum perizinan termasuk disiplin ilmu Hukum Administrasi Negara atau hukum 'Tata Pemerintahan seperti yang kita ketahui pemerintah adalah : sebagai pembinaan dan pengendalian dari masyarakat dan salah satu fungsi pemerintah di bidang pembinaan dan pengendalian izin adalah pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan di dalam praktek pemerintahan.

(15)

handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).7

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh,8 atau Als opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).9

Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.10

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.11

N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan       

7

S.J. Fockema Andreae, Rechtsgdeerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgeversmaatshappij N.V., (Groningen, 1951), hal. 311

8

Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, 1999 hal. 1

9

M.M. van Praag, Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoon, (‘s-Gravenhage, 1950), hal. 54.

10

Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hal. 2.

11

(16)

   

sekadarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yangdiperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan)12

Jadi fungsi pemberian izin disini adalah fungsi pemerintah itu sendiri yang dilaksanakan oleh departemen sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 (1) Keppres No. 44 Tahun 1974 yang menvatakan bahwa setiap departemen menvelengaraan fungsi kegiatan perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelayanan Perizinan

Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara No. 81 tahun 1993 kemudan disempurnakan dengan keputusan Menteri pendayagunaan aparatur Negara No. 63 tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN dan BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan,

       12

(17)

yang bentuk produk pelayanannya adalah izin atau warkat13 Jadi, pelayanan perizinan adalah egala bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan , dan kegiatan individu atau organisasi.

Asep Warlan Yusuf dalam buku Ridwan Juniarso mengatakan bahwa izin adalah instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan prilaku masyarakat.14

Pelayanan periznan dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, misalnya upaya instansi yang berwewenang dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah maupun izin mendirikan bangunan misalnya, sehingga dapat menjamin segala aktivitas. Izin mendirikan bangunan diperlukan dengan maksud untuk mendirikan bangunan yang aman tanpa gangguan yang berarti

Menurut Ratminto mengatakan bahwa kualitas pelayanan perizinan sangat dipengaruhi oleh lima hal yaitu:15

a. Kuatnya posisi tawar Pengguna jasa Pelayanan, yakni adanya hubugan atau kesetaraan posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna jasa pelayanan yang dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Sehigga posisi tawar masyarakat seimbang dengan posisi tawar pemberi jasa pelayanan.

b. Berfungsi Mekanisme Voice, yakni pengguna jasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterima. Apabila saluran ini dapat berfunfsi secara efekif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas peayanan dapat ditingkatkan.

       13

Ratminto dan Atik Septi winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:. Pustaka pelajar. hal 5

14

Ridwan, Juniarso. 2009. Hukum Administrasi Negara dan kebijakan pelayanan publik. Bandung: Nuansa, hal 92

15

(18)

   

c. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan, yakni faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan adalah sumber daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia penyelenggara pelayanan (birokrat) harus ditingkatkan kualitasnya. d. Pengembangan kutur Pelayanan, hal ini juga sangat krusial dalam

peningkatan kualitas pelayanan perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat. Penyelenggara pelayanan harus memiliki kultur pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

e. Pengembangan sistem Pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, Faktor-faktor terakhir yang juga sangat penting dlam manajemen pelayanan perizinan adalah beroperasinya pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan kejelasan sistem dan prosedur sehingga ada kepasian yang diperoleh masyarakat pengguna layanan

3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan

Bangunan adalah ruang tidak tertutup atau tidak tertutup seluruhnya atau sebagian, memiliki konstruksi teknik yang di tanah atau didekatkan atau melayang dalam suatu lingkungan secara ketat, sebagian atau seluruh pada, diatas atau dibawah permukaan tanah dan atau perairan yang berupa bangunan gedung dan atau bukan gedung.16

Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin yang di berikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan bangunan agar desain pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan tata ruang yang berlaku. Dalam proses pembangunan suatu gedung harus memiliki surat izin ini. IMB diberikan untuk mengatur, mengawasi serta mengendalikan, terhadap setiap

       16

(19)

kegiatan membangun, memperbaiki dan merombak/ merobohkan bangunan daerah.17

Pemerintah menggunakan instrumen izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warganya yang tujuannya dapat berupa:18

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan-“sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu misalnya izin bangunan.

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan, misalnya perizinan lingkungan. c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu misalnya izin membongkar

monumen-monumen.

d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit, misalnya izin penghunian di daerah padat penduduk.

Izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan pembangunan perumahan danpermukiman baik untuk kepentingan pribadi, sosial maupun umum, dapat dibagi dalam 3 (tiga) sasaran yaitu:19

a. Izin yang berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah atau yang disebut dengan izin lokasi.

b. Izin yang berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang atau yang disebut dengan surat persetujuan site plan.

c. Izin yang berkaitan dengan pengembangan tata bangunan atau yang disebut dengan izin mendirikan bangunan.

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan       

17

http://aconx-arsitekbisagila.blogspot.com/2011/01/ijin-mendirikan-bangunan-imb.html, diakses tanggal 19 Mei 2014

18

Spelt.N.M. dan Ten Berge dalam Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan (Medan:Pustaka Bangsa Press, 2003), hal 178

19

(20)

   

ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.

M.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.20 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.21

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum. 22 Dengan menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Statute Approach)23

2. Sumber Data

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

       20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009, hal 1.

21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010, hal 87.

22

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal 10.

23

(21)

Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara langsung, yang dimaksudkan untuk lebih memahami maksud, tujuan dan arti dari data sekunder yang ada.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder sebagai pendukung data primer yang di dapat melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Data tersier

Bahan hukum tersier yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpul data yang digunakan penulis untuk data primer adalah wawancara. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelusuran data sekuender adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu Studi Pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengidentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang- undangan, artikel ,dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data- data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data

(22)

   

satuan pola sehingga dapat ditentukan dengan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.24

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/ logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus- kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.25

N. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bagian bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PELAKSANA BIROKASI

PEMERINTAHAN DI DAERAH

Bagian bab ini akan membahas tentang Pemerintah sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan dan Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan di Daerah berdasarkan Otonomi Daerah serta Penyelengaraan Fungsi Pelayanan Pemerintah Dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan

BAB III PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006

Bagian bab ini akan membahas Gambaran Umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Lubuk Pakam dan Izin Mendirikan Bangunan ditinjau dari Tata Ruang Kota serta Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006

BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI DELI SERDANG       

24

Soerjono Soekanto. Op.Cit., hal 22

25

(23)

Pada bagian bab ini akan membahas tentang Hambatan dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah dan Solusi dalam mengatasi hambatan dalam Pemberian Izin Bangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(24)

23

PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PELAKSANA BIROKASI

PEMERINTAHAN DI DAERAH

A. Pemerintah sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi disamping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 KM2 terdiri dari 33 Kecamatan dan 902 Kampung.

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan. Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km2. Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

(25)

dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh.

Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang menjadi 2.497,72 KM2 terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya (LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer persegi. Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongan bersatu dalam kebhinnekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa. Dengan pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terbagi atas 22 Kecamatan yang didalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 389 Desa.

Berdasarkan teori due contract social26, negara terbentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk membentuk kekuasaan untuk dapat menghentikan kekacauan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Dari kekuasaan yang diberikan pada negara tersebut negara mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk :27

1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosisal, yakni yang bertentangan satu sama lain yang menjadi antagonis yang membahayakan.

       26

Soeharjo, Ilmu Negara, Semarang : dahara prize, 1994, hal 7

27

(26)

   

2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan masyarakat secara keseluruhan. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi masyarakat disesuaikan satu sama lain dan diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Due contract social di Indonesia terjadi untuk mengusir penjajahan di

Bumi Nusantara, adanya rasa senasib dan sepenanggungan antar wilayah membangkitkan rasa kebersamaan untuk mencapai kemerdekaan. Dan selanjutnya setelah mencapai kemerdekaan maka tujuan kontrak sosial berkembang menjadi encapaian cita bangsa Indonesia dan tujuan nasional. Selain hal tersebut cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara hukum juga merupakan harapan yang harus di capai oleh Bangsa Indonesia. Banyak dokumen kenegaraan yang menyiratkan adanya ciri-ciri negara hukum seperti yang telah di cita-citakan.

Mukti Arto berpendapat negara hukum Indonesia adalah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang dapat ditemukan unsur-unsur negara hukum sebagai berikut:28

1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia; 2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus selalu berdasar atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis;

4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya bersifat merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun kekuasaan lainnya.

Penegasan mengenai Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat) sebagaimana tersebut dalam penjelasan UUD 1945.29 Perwujudan bahwa Indonesia adalah negara hukum tercermin dalam sistem pembagian kekuasaan, sistem yang

       28

Arto, A. Mukti, Konsepsi Ideal mahkamah Agung, Redefinisi Peran dan Fungsi Mahkamah Agung untuk Membangun Indonesia Baru, Yogyakarta,:Pustaka Pelajar, 2001, hal. 18-19.

29

(27)

digunakan adalah cenderung mendekati sistem trias politica yang dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu , dimana negara terbagi dalam kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Trias Politica dalam kenegaraan Indonesia dapat dilihat tersebar dalam konstitusi dan berbagai Undang-undang. Antara lain adalah terdapat dalam UUD 1945 dalam batang tubuhnya yang berisikan ketentuan tentang lembaga tinggi dan tertinggi negara. Pembagian kekuasaan negara yang ada di Indonesia terbagi dalam beberapa fungsi lembaga negara. Dibidang eksekutif fungsinya dijalankan oleh lembaga kepresidenan, dibidang legislatif fungsinya dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan dibidang yudkatif fungsinya dijalankan oleh Mahkamah Agung.

Dari uraian di atas jelas bahwa penyelenggara negara di Indonesia adalah lembaga-lembaga tersebut diatas, dalam bahasa hukum administrasi negara, mereka disebut sebagai Badan Tata Usaha Negara, dan orang-orang yang menjabat didalamnya adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam bahasa keseharian, masyarakat cenderung menyebut sebagai “pemerintah”, yang bertugas menyelenggarakan Pemerintahan negara. dalam arti luas pemerintah adalah badan atau pejabat yang menjalankan urusan pemerintahan berdasar undang-undang yang berlaku uraian pada sub bab diatas menjelaskan tentang siapa penyelenggara pemerintahan Pusat di Indonesia, pada tingkat Daerah pemerintahan dijalankan oleh Pemerintah Daerah baik Kabupaten maupun Kota.

B. Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan di

Daerah berdasarkan Otonomi Daerah

(28)

   

kesinambungan pembangunan ekonomi dan politik. Di antara restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting untuk dikemukakan adalah adanya upaya untuk memperluas otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah kemudian direvisi dengan Undang-Undang No12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga tidak berlebihan bila fenomena yang disebut terakhir dapat diartikulasi sebagai sebuah kecenderungan yang menjanjikan sejumlah harapan dan sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah, khususnya daerah kabupaten/kota.

Dikatakan sebagai harapan yang menjanjikan bagi pemerintah daerah, karena dengan ditetapkannya UU Pemerintahan Daerah, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah kabupaten / Kota, dan akan tercipta peningkatan kemampuan keuangan daerah. Secara teorotis, kehadiran undang-undang tersebut cukup menjanjikan bagi terwujudnya local accountability, yakni meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak dari komunitasnya. Sebenarnya, kebijakan otonomi daerah dasar-dasarnya telah diletakkan jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di Indonesia. Namun, perumusan kebijakan otonomi daerah itu masih bersifat setengah-setengah dan dilakukan tahap demi tahap yang sangat lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang tuntutan ketidakpuasan masyarakat di berbagai daerah mengenai pola hubungan antara pusat dan daerah yang dirasakan tidak adil, maka tidak ada jalan lain kecuali mempercepat pelaksanaan kebijakan otonomi daerah itu, dan bahkan dengan skala yang sangat luas yang diletakkan di atas landasan konstitusional dan operasional yang lebih radikal.

(29)

otonomi daerah ini dianggap sangat penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus meningkat dan mengharuskan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah. Kebijakan nasional mengenai otonomi daerah dan pemerintahan daerah ini, telah dituangkan dalam bentuk UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah. Dengan ditetapkannya UU ini, maka UU yang mengatur materi yang sama yang ada sebelumnya dan dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan, dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-Undang yang dinyatakan tidak berlaku lagi itu adalah Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Derah yang sebelunnya menyatakan tidak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 No. 38 dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 1974 No.3037), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (LN Tahun 1979 No. 56 dan TLN Tahun 1979 No.3153).

(30)

   

yang akan terjadi di daerah, terutama dalam hubungannya dengan kegiatan investasi dan upaya mendorong tumbuhnya roda kegiatan ekonomi dalam masyarakat di daerah-daerah.

Meski demikian, perlu disadari bahwa tujuan ideal desentralisasi dan otonomi daerah tidak dengan serta merta dapat dicapai hanya dengan kehadiran undang-undang tersebut. Untuk mencapai atau paling tidak mendekati tujuan tersebut, sedikitnya ada tiga persoalan mendasar yang perlu mendapat perhatian khusus dalam waktu dekat yaitu :30

(1) Political commitment dari pemerintah pusat dan political will dari pemerintah daerah itu sendiri untuk menata kembali hubungan kekuasaan pusat-daerah.

(2) Pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah yang lebih didasari oleh ``itikad`` untuk memperkuat kemampuan keuangan daerah (bukan sebaliknya), dan ;

(3) Perubahan perilaku elite lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sedikitnya ada dua segi yang harus diperhatikan dalam penentuan arah kebijakan otonomi daerah. Pertama, adalah segi manusia yang terkait dengan kebijakan ini, di antaranya, elite politik pusat dan daerah. Kedua, Undang-undang nomor 32 tahun 2004, kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penentuan arah kebijakan otonomi daerah terdapat satu hal yang sepatutnya dihindari oleh elite politik pusat, yaitu, hasrat untuk memusatkan kembali kekuasaan. Pada era Orde Baru, sentralisme kekuasaan sangat jelas terlihat, dan sangat menguntungkan elite pusat namun merugikan bagi daerah. Rezim Orde Baru sering kali memakai alasan bahwa dilakukannya pemusatan kekuasaan tersebut adalah untuk mempertahankan stabilitas politik dan menjaga keutuhan bangsa. Yang sebenarnya terjadi ketika itu adalah ketidakadilan yang diterima daerah. Sepatutnya pemerintahan sekarang tidak berusaha untuk mengulang kesalahan tersebut.

       30

(31)

Kenyataan bahwa selama ini pola hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia cenderung sentralistik adalah sesuatu yang sulit untuk disangkal. Kendati kebijaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah telah diterapkan semenjak awal kemerdekaan, namun wewenang yang diserahkan kepada daerah sangat dibatasi, baik jumlah maupun ruang lingkupnya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu bentuk asas ‘desentralisasi’ pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik dan lebih makmur. Penyelenggaraan asas desentralisasi menghasilkan “Daerah Otonom”, sedangkan urusan diserahkan kepada Daerah Otonom yang menjadi hak atau wewenangnya disebut Otonomi Daerah atau otonomi saja. Otonomi Daerah atau otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu auto yang berarti sendiri dan nomes yang berarti pemerintah. Jadi, otonomi artinya pemerintahan sendiri.

Bagir Manan mengatakan otonomi sebagai berikut:31

“Kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan zelfstandingheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakekat isi otonomi.”

Bagir Manan mengatakan: “Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi bukan kemerdekaan (onafhankelijkheid indefendency). Kebebasan dan kemandirian itu adalah dalam ikatan kesatuan yang lebih besar.” Dari pemahaman tentang otonomi daerah tersebut, maka pada hakekatnya otonomi daerah adalah: 1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonomi, hak tersebut

bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah: penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan

       31

(32)

   

pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan pada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah (pusat); 2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga

sendiri, daerah dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya;

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang disediakan kepadanya;

4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.32

Otonomi adalah segala tugas yang ada pada daerah atau dalam kata lain apa yang harus dikerjakan oleh Pemerintah Daerah. Adapun tugas daerah itu dalam kewenangan implisit dimana di dalamnya adalah kekuasaan, hak atau kewajiban yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya. Sehingga daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan, baik atas dasar penyerahan atau pengakuan ataupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga. Seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan daerah maka serentak diseluruh tanah air terjadi penyerahan sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah dearah. Baik kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Termasuk didalamnya adalah urusan Pemerintahan Daerah. Dalam waktu sesingkat-singkatnya semua berusaha beradaptasi dengan sistem pemerintahan yang baru, perbagai potensi disiapkan guna menerima, menjalankan dan mengoptimalkan sistem otonomi daerah di wilayah termasuk diantaranya adalah mengenai urusan perizinan di Daerah secara langsung guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

       32

(33)

C. Penyelengaraan Fungsi Pelayanan Pemerintah Dalam Pemberian Izin

Mendirikan Bangunan

Penyelenggaraan pemerintahan pada kenyataan memiliki banyak ragam serta tingkat kerumitannya tergantung pada jenis dan jenjang pemerintahan yang di jabat. Dalam hal ini adalah penyelengaraan pemerintahan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya dalam pemberian Izin IMB. Berbicara mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang baik memang menyulitkan mengingat tidak adanya peraturan hukum yang secara eksplisit menyatakan tentang penyelenggaraan yang baik. Namun juga harus memperhatikan Asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut sebagai ukuran standard penyelenggaraan pemerintah yang baik khususnya dalam penerbita izin IMB di Kabupaten Deli Serdang.

Istilah asas-asas umum pemerintahan Indonesia yang adil belum pernah dirumuskan secara formal dalam bentuk tertulis dan sangat jarang atau bahkan belum pernah ditemukan secara eksplisit tertulis dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Namun apabila dilacak penjabarannya akan ditemukan bermacam-macam bentuk implementasi dari asas-asas umum pemerintahan yang adil itu. Asas-asas itu secara materiil banyak ditemukan berserakan diberbagai peraturan perundang-undangan Indonesia dan yurisprudensi. Karena itu asas-asas yang telah dijabarkan tersebut tidak saja memiliki daya mengikat secara moral dan doktrinal,33 bahkan mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai sumber hukum administrasi formal. Asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan kaidah atau norma yang berlaku didalam lingkungan tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh setiap organ pemerintahan berdasarkan wewenang pemerintahan yang melekat kepadanya.

Dengan demikian asas-asas ini dipahami, diikuti dan dijadikan pedoman bagi organ pemerintahan sebelum melakukan tindakan pemerintahan termasuk dalam menerbitkan IMB. Dalam Pasal 8 Wet AROP (Administrative Rechspraak

       33

(34)

   

Overheids Beschikking-Peradilan Tata Usaha Negara) Belanda tahun 1975 disebutkan : strijd met in het algemen rechtbewustzijn levend beginsel van behoorlijk bestuur (bertentangan dengan apa yang ada dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku /hidup tentang pemerintahan yang baik). Mencermati apa yang dirumuskan dalam Pasal 8 Wet AROP tersebut, maka dapat dikatakan bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan suatu asas yang hidup yang melekat pada kesadaran hukum umum, yang dalam hal ini masyarakat. Dengan demikian apa yang oleh masyarakat dianggap sebagai norma-norma yang selayaknya dilakukan oleh organ pemerintahan dalam melakukan tindakannya, sudah sepatutnya diperhatikan, demikian halnya oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam menerbitkan IMB. Asas legalitas dalam hukum administrasi pada prinsipnya mengarahkan setiap tindakan yang dilakukan oleh organ pemerintahan harus mengindahkan dasar-dasar keabsahan dan sasaran yang jelas dari setiap tindakan pemerintahan tersebut harus bertumpu pada norma hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Dengan demikian hendaklah disadari bahwa asas legalitas sebagai dasar penggunaan wewenang bukanlah merupakan suatu system tertutup tetapi suatu sistem yang terbuka. Artinya norma hukum yang tidak tertulis harus dipatuhi dalam rangka penggunaan wewenang yang masih dalam batas-batas tertentu masih memiliki ruang kebebasan (Freies Ernessen) sekaligus diuji keabsahan tindakan yang dilakukan organ pemerintahan, pula sebagai alasan mengajukan gugatan terhadap tindakan pemerintahan sangat dibutuhkan untuk menerapkan kewenangan bebas (discretionary power) sekaligus untuk menguji keabsahan tindakan gugatan terhadap tindakan pemerintahan yang dianggap merugikan.

(35)

pemerintah dalam melakukan tindakan pemerintahan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka hakikat dari Pemerintahan Yang Baik harus mepedomani :

a. Pemerintahan Yang Baik harus mepedomani Peraturan Perundang-undangan b. Pemerintahan Yang Baik harus mepedomani Asas-asas Umum Pemerintahan

Yang Baik

Sebagai hukum yang tidak tertulis Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik merupakan hasil dari rechtvinding. Sebagai norma pemerintahan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik merupakan jenis norma khusus. Persoalan ini bisa dicontohkan dengan tugas-tugas petugas pelayanan IMB yang memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda. Perlu ditekankan disini bahwa isi dari Perda adalah norma kewenangan, yaitu norma pemerintahan (bestuur). Dan patut memperhatikan asas asas umum pemerintahan yang baik berupa asas kecermatan. Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang keadaan dan pelaksanaan Pemberian IMB dengan memperhatikan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik di Kabupaten Sukamara, maka dalam keputusan hukum administrasi, Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik disitematisasi atau klasifikasi antara lain sebagai berikut:34

1. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi : a. asas kecermatan formal

b. asas fairplay

2. Asas formal mengenal formulasi keputusan yang meliputi: a. asas pertimbangan

b. asas kepastian hukum formal

3. Asas-asas material mengenai isi keputusan yang meliputi a. asas kepastian hukum

b. asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan c. asas persamaan

d. asas kecermatan material e. keseimbangan

       34

(36)

   

Kiranya asas-asas tersebut dapat dijadikan pedoman dan tolok ukur, sepanjang berkesesuaian dengan Pancasila dan UUD 1945, agama, hukum adat dan hukum positif lainnya. Asas-asas umum pemerintahan Indonesia yang adil dan patut itu dirinci sebagai berikut:35

1. Asas persamaan

Asas persamaan dijadikan salah satu arti dari keadilan dengan penafian terhadap pembedaan apapun. Hal ini perlu dijelaskan karena apabila dengan persamaan menjadi bentuk-bentuk beragam tidak terjaga untuk dimiliki dan mengharuskan memandang setiap orang dengan pandangan yang sama, ini dapat berarti keadilan adalah kezaliman itu sendiri. Apabila suatu pemberian yang sama dipandang adil maka tidak memberikan sesuatu kepada semuanya berarti juga adil. Persamaan maksudnya adalah memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama atau terhadap kejadian yang sama dan fakta yang sama, dilakukan hal yang sama pula. Asas persamaan menghendaki agar dalam menghadapi kasus atau fakta yang sama, badan/pejabat tata usaha Negara mengambil tindakan (keputusan) yang sama pula. Asas ini sepintas dapat menimbulkan kekaburan bilamana dihadapkan dengan pendapat Van Vollenhoven yakni asas kasuistis dalam melaksanakan tindakan di bidang administrasi negara. Artinya suatu peristiwa tertentu tidak dapat diberlakukan terhadap peristiwa lainnya. Dengan demikian prinsip kasuistis ini sesungguhnya menghendaki perbedaan tindakan atau keputusan tersendiri atas peristiwa tertentu sehingga keputusan itupun tidak berlaku umum.

Kekaburan pengertian terhadap asas kasuistis ini dapat diatasi dengan berpegang pada sikap bahwa badan/pejabat tata usaha negara tetap bertindak secara kasuistis (terhadap berbagai fakta) dalam menghadapi masalah-masalah pada bidangnya masing-masing, namun bersamaan dengan itu harus dijaga pula agar dalam menghadapi peristiwa dan fakta yang sama janganlah sampai badan/pejabat tata usaha negara mengambil tindakan/keputusan yang sifatnya saling bertentangan. Dalam menghadapi pemohon IMB maka Kabuparten Deli

       35

(37)

Serdang harus memperlakukan sama antara satu pemohon dengan pemohon yang lain

2. Asas keseimbangan, keserasian, keselarasan

Hukum, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan lainnya. Kesemuanya aktivitas itu harus diletakkan dan didistribusikan secara seimbang. Pancasila sebagai pandangan hidup, kepribadian Negara dan bangsa pada dasarnya mengandung prinsip keseimbangan, keserasian dan keselarasan. prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan tersebut sebagai asas Pembangunan Nasional. Penjabaran asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan ini ditemukan pula pada Konsiderans dan Penjelasan UU. No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Undang-undang ini disebutkan perlunya diwujudkan dan dijamin terpeliharanya hubungan yang seimbang, serasi dan selaras antara aparatur dibidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Untuk itu setiap tindakan badan/pejabat usaha negara dalam segala aspeknya hendaknya didasari oleh asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Demikian pula dalam timbulnya benturan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Asas keseimbangan keserasian dan keselarasan ini harus pula dilaksanakan dalam memberikan denda terhadap pemohon IMB yang melanggar perda yang dijatuhkan oleh seorang petugas yang berwenang berkaitan dengan IMB.

3. Asas menghormati dan memberikan haknya setiap orang

Asas ini pada dasarnya mengharuskan setiap orang menghormati, melindungi, menegakkan dan memberikan apa yang menjadi haknya orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok disebut hak sosial atau keadilan sosial termasuk mendapatkan Izin mendirikan Bangunan.

4. Asas ganti-rugi karena kesalahan

(38)

   

Demikian pula halnya bagi pemerintah yang terlambat mengeluarkan Izin IMB maka dapat menimbulkan kerugian Bagi pihak lain maka selayaknya harus tepat dalam mengeluarkan IMB.

5. Asas Kecermatan

Asas ini menghendaki agar badan/pejabat tata usaha negara senantiasa bertindak secara berhati-hati agar tidak dapat menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Timbulnya kerugian itu dapat terjadi baik karena akibat tidak mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang dimohonkan atau karena tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dilakukannya. Misalnya salah dalam menuliskan identitas pemohon IMB yang dapat berakibat eror in persona / orang yang dituju Izin tersebut menjadi tidak jelas.

6. Asas kepastian hukum

Asas ini menghendaki adanya kepastian hukum dalam arti :

(39)

dapat menggoyahkan sendisendi kepastian hukum.Ketentuan hukum administratif yang berlaku menyatakan bahwa demi kepastian hukum setiap keputusan badan/pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan sebagai keputusan yang melawan hukum oleh hakim peradilan tata usaha negara. Asas ini merupakan salah satu asas dalam Hukum Administrasi dan peradilan tata usaha negara. Dengan demikian asas ini mempertegas bahwa terhadap suatu kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh badan / pejabat tata usaha negara merupakan resiko yang harus ditanggung oleh badan / pejabat tata usaha Negara tersebut, bukan sebaliknya resiko dibebankan kepada pihak penerima keputusan tata usaha negara.

b. Suatu surat keputusan yang dikeluarkan oleh badan / pejabat tata usaha negara tidak boleh diberlakukan surut terhadap suatu keadaan atau objek tertentu, utamanya terhadap hal-hal yang bersifat membebankan dan merugikan pihak penerima keputusan. Meskipun keputusan tata usaha negara berlaku surut itu bersifat menguntungkan, tetapi tindakan demikian dilihat dari segi kepastian hukum tetap merupakan tindakan yang dapat menimbulkan akibat goncangnya sendi-sendi kepastian hukum. Dalam hal permohonan IMB kepastian hukum dicerminkan dalam kepastian prosedur dan tahapan, kepastian rumus penghitungan biaya.

7. Asas Kejujuran dan Keterbukaan;

(40)

   

memberikan kesempatan yang seluas-luasnys kepada warga masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan adil, bahkan sekaligus berkesempatan memberikan respons atau suatu informasi yang kurang jelas atau tidak benar, sehingga dapat memberikan kesempatan yang luas untuk menuntut kebenaran dan keadilan. Dengan asas fair play diharapkan dapat diantisipasi kemungkinan petugas Pelayanan IMB memberikan informasi yang kurang jelas, menyesatkan, berat sebelah atau subjektif. Badan/pejabat tata usaha negara tidak boleh menghalang-halangi warga dalam membela hak-haknya, juga tidak boleh sampai timbul kesan memihak.

8. Asas larangan menyalahgunakan wewenang;

Asas larangan menyalah gunakan wewenang dalam istilah bahasa Perancis disebut d’etournamen de pouvair. Pemberian setiap (suatu) wewenang oleh peraturan perundang-undangan di dalamnya selalu disertai dengan maksud atau tujuan diberikannya wewenang tersebut. Karena itu, suatu kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan tersebut harus dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya wewenang itu. Jika kemudian wewenang itu dipergunakan lain dari maksud dan tujuan semula diberikannya wewenang tersebut, maka penggunaan wewenang yang disalahgunakan itu disebut d’etournemen de povair. Dengan demikian, pemberian suatu wewenang pada dasarnya harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan wewenang itu harus dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya wewenang itu, sehingga wewenang itu tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

Pelaksanaan Petugas Pelayanan dalam memberikan IMB berdasarkan asas ini adalah dengan tidak melakukan pungutan liar diluar biaya resmi yang ditentukan dalam permohonan IMB.

9. Asas Larangan Sewenang-Wenang

(41)

Timbulnya tindakan sewenang-wenang dapat terjadi karena : tidak semua fakta yang relevan dikumpulkan dan dipertimbangkan, sehingga kurang lengkap, misalnya keputusan Penolakan Permohonan IMB oleh seorang pegawai Pemerintah Kabupaten Sukamara dengan tidak memberikan alasan dan pertimbangan sehingga tindakan itu merupakan tindakan sewenang-wenangan, pemerintah Kabupaten Sukamara menghindari sebaik mungkin adanya kesewenang-wenangan dalam Penolakan / Pemberian IMB yang dimohonkan.

10. Asas kepercayaan atau pengharapan;

Asas kepercayaan dan pengharapan menentukan bahwa setiap tindakan badan / pejabat tata usaha negara haruslah menimbulkan kepercayaan dan penghargaan bagi mereka yang dikenai tindakan itu. Suatu kepercayaan atau pengharapan yang terlanjur diberikan kepada seseorang hendaknya tidak dicabut kembali, meskipun ternyata terdapat kekhilafan atau kekeliruan di dalamnya. Jika akibat kekhilafan atau kekeliruan itu menimbulkan kerugian, hendaknya kerugian tidak dibebankan kepada mereka yang terlanjur menerima kepercayaan atau pengharapan itu. Kerugian yang ditimbulkan itu hendaklah ditanggung secara konsekuen oleh badan / pejabat tata usaha negara terikat akan janjinya. Dalam hal permohonan IMB Pemerintah Kabupaten Deli Serdang memberikan keterbukaan agar menumbuhkan kepercayaan bahwa pelayanan IMB menjadi mudah dan cepat.

11. Asas Motivasi

(42)

   

badan/pejabat tata usaha negara itu sebagai titik pangkal pembahasanya. Jadi inti dari asas motivasi bahwa seseorang yang terkena keputusan tata usaha negara dan merasa dirugikan oleh keputusan itu berhak untuk memperoleh alasan atau pertimbanganya. Demikian pula bagi Hakim peradilan tata usaha negara akan dengan mudah memberikan penilaiannya atas suatu keputusan tata usaha negara yang disengketakan dengan membaca motivasinya. Motivasi itu dicantumkan dalam bagian konsiderans atau bagian menimbang dalam setiap surat keputusan badan/pejabat tata usaha negara, karenanya dimasukkan sebagai bagian asas formal.

Alasan penolakan IMB selalu diikuti dengan pertimbangan /motivasi yang dicantumkan dengan tegas pada surat penolakan permohonan IMB, hal ini guna memenuhi asas motivasi.

12. Asas Kepantasan atau Kewajaran

Asas ini menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi dalam hal ini petugas pelayanan IMB (Pemerintah Kabupaten Sukamara) hendaknya selalu dilakukan dalam batas-batas kepantansan, kewajaran atau kepatutan yang hidup dalam masyarakat. Kepatutan berkaitan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, agama, kebiasaan, budaya, sosial, ekonomi dan adat istiadat, misalnya keputusan mengenai pembayaran denda yang sangat kecil harganya, sehingga ganti rugi dapat dinilai tidak pantas, tidak wajar atau tidak patut.

13. Asas Pertanggung Jawaban.

(43)

14. Asas Kepekaan;

Asas-asas umum pemerintahaan yang adil dan layak sebagai salah satu sumber hukum administrasi negara tidak tertulis, lebih bersifat dinamis dalam mengikuti perkembangan baru, situasi yang berubah dan berkembang dengan cepat dibandingkan dengan hukum tertulis. Karena itu pejabat tata usaha negara harus pula peka, tanggap dan peduli terhadap perubahan dan perkembangan situasi tersebut. Hendaknya dihindari sikap tindak pejabat tata usaha negara yang tidak sensitif, tidak tanggap terhadap situasi yang telah berubah, sehingga akibatnya menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Misalnya seorang warga memasukkan permohonan IMB kepada suatu instansi tanpa mengetahui bahwa instansi tersebut bukan instansi berwenang mengurus permohonan itu, baik sejak semula maupun karena terjadi perubahan dalam instansi itu. Untuk itu pejabat yang menerima permohonan harus peka, sensitif atau tanggap dan wajib mengirim permohonan itu kepada instansi yang berwenang serta wajib memberitahukannya kepada pemohon.

15. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum

Asas penyelenggaraan kepentingan umum sejalan dengan tujuan pemerintahan negara Republik Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945. Karena itu tujuan utama administrasi negara haruslah mewujudkan tujuan pemerintahan negara Republik Indonesia tersebut, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sikap tindak pejabat tata usaha negara harus dibangun atas pengabdian dan kesetiaanya terhadap tujuan negara, artinya tidak untuk kepentingan individual dan atau sekelompok orang tertentu. Meskipun demikian Pancasila yang meletakkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian harus tetap menjadi pedoman dalam bertindak.

16. Asas Kebijaksanaan

(44)

   

17. Asas itikad baik;

(45)

A. Gambaran Umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Lubuk Pakam

Dinas Cipta Karya Pertambangan Kabupaten Deli Serdang Pasal 288

1) Dinas cipta Karya dan pertambangan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui sekertaris daerah Kabupaten.

2) Kepala Dinas Cipta Karya dan Pertambangan mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintah daerah bidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penuehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

3) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini, kepala dinas cipta karya dan pertambangan mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang cipta karya, pengembangan

kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

c. Pembinaan dan melaksanakan tugas di bidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

(46)

   

4) Kepala Cipta Karya dan Pertambangan mempunyai rincian tugas:

1. Mendisposisikan surat-surat kepada bawahan sesui dengan bidang tugasnya;

2. Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.

3. Menyusun kebijakan teknis dibidang cipta karya pengembangan kawasan penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

4. Menyelenggarakan urusan pemerintah dan pelayanan umum bidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

5. Melakukan pembinaan dan pelaksanaan tuga dibidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

6. Melaksanakan pengelola administrasi umum yang meliputi kesekretariat, program, kepegawaian keuangan perlengkapan dan organisasi dibidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

7. Melakukan pengelola unit pelaksana teknis dibidang cipta karya, pengembangan kawasan, penanggulangan kebakaran dan penyehatan lingkungan serta pertambangan dan energi.

8. Menyampaikan saran dam pertimbangan kepeada atasan tentang langkah-langkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku. 9. Menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai tanggung

jawab pelaksanaan tugas.

10.Menilai hasil kerja bawahan dengan mengisi buku catatan penilaian sebagai bahan penelitian DP-3 bawahan.

(47)

Pasal 289

Sekreta

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, bab ini juga akan membahas mengenai pelaksanaan bimbingan rohani Islam di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang yang meliputi, tujuan bimbingan rohani

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui rata-rata kapasitas cacahan plastik yang diperoleh perbulannya dari bahan baku plastik 48.417,92 kilogram

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pemanfaatan media lingkungan sekitar pada pembelajaran tematik

“Ketergantungan peternak pada konsentrat untuk ruminansia telah mengabaikan bertahun-tahun potensi nutrisi hijauan pakan, akibatnya harga pakan tidak terkendali”. “Fakta sekitar

1) Rincian tahapan development yang dilakukan terdiri dari 6 (enam) langkah sebagai berikut: a) Sumber daya yang diperlukan mulai dikemas; b) memastikan bahwa

Acara Rakor kali ini diawali dengan pembacaan doa, paparan dari Binsar Siregar (Kepala Bidang Manajemen Mutu & Kinerja Korporat) tentang pencapaian perusahaan saat ini dan

Pembangunan sebuah fasilitas terdesain yang dapat mewadahi kegiatan para pengrajin marmer untuk mengolah batu marmer (menyediakan tempat bekerja yang layak) serta

Uji t digunakan untuk menguji secara parsial variabel bebas yang terdiri dari variabel disiplin kerja (X) pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada