• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI DAN EVALUASI SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA GENETIK KERBAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI DAN EVALUASI SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA GENETIK KERBAU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN EVALUASI SEBAGAI UPAYA

PENGELOLAAN SUMBERDAYA GENETIK KERBAU

(Characterization and Evaluation as an Effort in Buffalo Genetic Resources

Management)

HASANATUN HASINAH

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59 Bogor 16151

ABSTRACT

Buffalo is a local animal genetic resource (AnGR) of Indonesia, the population is decreassing due to the slaughtering and low productivity. It is feared that some rare breed would become extinct, whereas the unique genetic potential has been unknown. Therefore it is necessary to conserve them and sustain them . The animal genetic resources is essential in the livestock breeding for the formation of improved breeding stocks. The animal genetic recources management activities include: exploration/invention, characterization/ identification, evaluation, documentation and conservation/preservation. The characterization activities of buffaloes are conducted to obtain descriptions of the important traits and to see the potential production of a typical physical properties of livestock breed, and it also can be used as material of working collection which will be used in breeding programs. There are two kinds of characterization data, that are both qualitative and quantitative data. The qualitative data is the result of observations of the qualitative character, while the quantitative data is the data which is the measurement results, such as height, body weight, chest circumference, and etc. The efforts to preserve the purity of the native livestock is necessary in order to preserve the AnGr that have excellence of high adaptation. Due to the important role of genetic resources in breeding programs, so the activity of characterization necessary to be improved.

Key Words: AnGr, Buffalo, Characterization, Evaluation ABSTRAK

Kerbau merupakan sumberdaya genetik ternak (SDGT)lokal Indonesia, populasinya mengalami penurunan akibat tingginya pemotongan dan rendahnya produktivitas. Dikhawatirkan hal ini menyebabkan beberapa breed langka akan punah. Apabila terjadi kepunahan maka SDGT tidak dapat dibentuk kembali padahal potensi genetik unik yang terkandung didalamnya belum banyak diketahui, untuk itu diperlukan upaya untuk pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Sumber daya genetik ternak merupakan unsur penting dalam kegiatan pemuliaan ternak untuk pembentukan bibit unggul. Kegiatan pengelolaan SDGT mencakup eksplorasi/inventarisasi, karakterisasi/identifikasi, evaluasi, dokumentasi dan konservasi/pelestarian. Karakterisasi ternak kerbau dilakukan untuk mendapatkan deskripsi sifat-sifat penting serta untuk melihat potensi produksi dari sifat fisik yang menjadi ciri khas bangsa/rumpun ternak, serta dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan working

collection yang akan digunakan dalam program pemuliaan. Dikenal dua macam data karakterisasi, yaitu data kualitatif dan

data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang merupakan hasil observasi terhadap karakter kualitatif, sementara data kuantitatif adalah data yang merupakan hasil pengukuran (measurement) secara kuantitatif, seperti tinggi badan, bobot badan, lingkar dada, dan sebagainya. Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurnian ternak asli perlu ditangani dalam rangka mempertahankan sumber daya genetik ternak asli yang mempunyai keunggulan adaptasi yang tinggi. Mengingat pentingnya peranan SDGT dalam program pemuliaan, maka kegiatan karakterisasi perlu ditingkatkan. Kata Kunci: SDGT, Kerbau, Karakterisasi, Evaluasi

PENDAHULUAN

Kerbau merupakan salah satu sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia. Permintaan kerbau cenderung terus meningkat sesuai

dengan peran kerbau sebagai penghasil daging, sumber tenaga kerja, penghasil susu, kulit, penghasil pupuk organik dan perannya dalam sosial budaya masyarakat (tradisi/adat dan ritual keagamaan).

(2)

Kerbau adalah salah satu ternak yang potensial untuk dikembangkan, karena menurut. DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN

(2006) kerbau memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan sapi, yakni mampu hidup pada kawasan yang relatif ‘sulit’ terutama bila pakan yang tersedia berkualitas rendah. Selain itu kerbau juga memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrim. Kerbau mempunyai daya adaptasi yang sangat tinggi, dapat berkembang baik dalam rentang kondisi agroekosistem yang sangat luas mulai dari daerah iklim kering, lahan rawa, daerah pegunungan, daerah dataran rendah. Kerbau mampu bertahan hidup dengan baik meski terjadi perubahan temperatur (heat load) dan perubahan vegetasi padang rumput.

Populasi kerbau di Indonesia mengalami penurunan selain karena produktivitas kerbau yang rendah juga akibat tingginya laju pemotongan kerbau guna memenuhi kebutuhan pangan sumber protein hewan semakin meningkat, hal tersebut menyebabkan pengurasan potensi genetik yang ada. Disamping itu program pengembangan untuk kerbau tidak sebanyak sapi, padahal kerbau juga mempunyai kelebihan untuk ditingkatkan perannya terutama berkaitan dengan potensi genetik dan aspek lingkungannya.

Pada tahun 2005 populasi kerbau sekitar 2,12 juta ekor, menurun sekitar 3,8% menjadi 2,04 juta ekor pada tahun 2009 (DITJENNAK,

2009), dimana sebagian besar ternak kerbau dipelihara oleh peternak kecil dengan tingkat kepemilikan 2 – 3 ekor. Sementara data pemotongan meningkat (1,5%) dimana pada tahun 2005 sekitar 163.848 ekor dan pada tahun 2009 menjadi 166.380 ekor (DITJENNAK,

2009).

Penurunan populasi dikhawatirkan dapat menyebabkan beberapa breed langka dan varietas lokal yang sudah berabad-abad beradaptasi pada berbagai ekosistem akan punah. Apabila terjadi kepunahan maka Sumber daya genetik ternak (SDG-T) tidak dapat dibentuk kembali padahal potensi genetik unik yang terkandung didalamnya belum banyak diketahui dan belum teridentifikasi. Keberadaan sumberdaya genetik di lapang berada pada tingkat yang perlu diwaspadai untuk memperkecil terjadinya kepunahan sebagian jenis ternak. Untuk itu

diperlukan upaya pengelolaan kerbau secara berkelanjutan dengan dilakukannya karakterisasi dan evaluasi terhadap kerbau yang ada di Indonesia untuk menjaga kelestariannya disertai dengan pemanfaatan yang berkelanjutan.

PENGELOLAAN SUMBERDAYA GENETIK KERBAU

Sumber daya genetik ternak merupakan unsur penting dalam kegiatan pemuliaan ternak. Program pemuliaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang menjadi dasar bagi penentuan pemuliaan pada tahap berikutnya. Kegiatan pemuliaan memerlukan ketersediaan sumber daya genetik dengan keragaman genetika yang cukup luas dan dapat digunakan bagi penciptaan bibit unggul yang diinginkan.

Kegiatan pengelolaan SDGT mencakup eksplorasi/inventarisasi, karakterisasi/ identifikasi, evaluasi, dokumentasi dan konservasi/pelestarian. Karakterisasi dan evaluasi dilakukan guna mengetahui sifat dan manfaat plasma nutfah untuk mempermudah pemanfaatannya. Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah merupakan salah satu kegiatan rutin SDGT yang dilakukan dalam rangka mengetahui potensi sifat-sifat yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan.

Seleksi pada ternak selalu dilakukan pada sifat-sifat yang memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain bobot sapih, bobot setahunan, serta pertumbuhan sebelum dan sesudah sapih, yang semua itu tercakup dalam parameter genetik. Nilai-nilai parameter genetik sifat-sifat pertumbuhan dalam suatu populasi ternak mencerminkan keragaman genetik suatu populasi, sehingga parameter genetik dapat menggambarkan sifat-sifat pertumbuhan ternak. Keragaman genetik untuk seleksi diperlukan untuk mengembangkan varietas unggul. Keragaman genetik dapat diketahui dengan kegiatan karakterisasi.

Kendala dalam seleksi kerbau adalah masih lemahnya identifikasi ternak dan rekording yang dilakukan. Seleksi akan dapat berjalan dengan baik jika didasarkan pada identifikasi dan rekording data yang akurat.

(3)

Tabel 1. Populasi kerbau dan sapi tahun 2005 – 2009 Ternak Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Kerbau 2,128,491 2,166,606 2,085,779 1,930,716 2,045,548 Sapi 10,569,312 10,875,125 11,514,871 12,256,604 12,603,160 SUMBER: DITJENNAK, 2009 KARAKTERISASI

Pada beberapa wilayah sumber bibit ternak kerbau telah terbentuk rumpun atau galur ternak yang mempunyai keunggulan tertentu sesuai dengan agroekosistem yang ada.

Karakterisasi/identifikasi dan evaluasi terhadap ternak kerbau yang memiliki sifat-sifat yang bermanfaat merupakan kegiatan penting dalam perbaikan bibit unggul. Potensi genetik dari bahan pemuliaan yang dikembangkan secara konvensional atau biologi molekuler, dievaluasi berdasarkan penampilan fenotipik pada agroekosistem tertentu. PAINTING et al. (1993) mendefinisikan

karakterisasi sebagai suatu rekaman dari deskriptor yang diwariskan dan dapat dengan mudah dilihat dengan mata dan diekspresikan di seluruh lingkungan. Karakterisasi digambarkan sebagai karakteristik baik fenotipik maupun genotipik suatu aksesi. Sementara itu, menurut REGE (1992) dalam

FAO (2007) bahwa karakterisasi sumberdaya genetik ternak (SDGT) menekankan pada berbagai aktivitas terkait dengan identifikasi, deskripsi kuantitatif dan kualitatif, dan dokumentasi dari populasi-populasi breed dan habitat alami serta sistem produksi dimana mereka beradaptasi atau tidak beradaptasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengetahuan lebih baik tentang SDGT, potensinya saat ini dan mendatang untuk keperluan pangan dan pertanian dalam lingkungan terdefinisi, serta statusnya saat ini sebagai populasi dari breed berbeda.

Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, dalam KUSUMO et al.

(2002) untuk komoditas peternakan, hubungan dengan sumber daya genetik ternak, unit biologi dasar atau biotipe yang ada adalah rumpun, tipe, galur atau varietas yang bersama-sama dalam suatu populasi membentuk gambaran yang cukup berbeda antara satu

dengan lainnya pada lingkungan yang berbeda. Praktek tatalaksana dan kontrol kesehatan beragam dari satu tempat ke tempat lainnya ini menggambarkan perbedaan ketersediaan pakan dan tata cara budidayanya. Indentifikasi ternak dengan tipe yang spesifik dan kecilnya perbedaan menjadi gambaran penting dalam beberapa pekerjaan karakterisasi rumpun ternak. Sifat-sifat spesifik penting yang muncul dari rumpun ternak tertentu adalah akibat dari tekanan/seleksi alami atau buatan ataupun adanya proses evolusi. Kecilnya perbedaan sifat yang ditemukan antar rumpun ternak sering menyulitkan dalam identifikasi perbedaan sifat-sifat seperti warna dan bentuk, bentuk tanduk, atau sifat-sifat unik lainnya, bobot badan dewasa dan ukuran tubuh, kekerdilan dan perbedaan struktur tubuh. Adanya perbedaan kecil dalam identifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Meskipun demikian, hal ini menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kadang-kadang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pencatatan data populasi, distribusi populasi rumpun ternak menurut geografik sangat penting dalam tatalaksana sumber daya genetik.

Kegiatan karakterisasi untuk berbagai jenis ternak termasuk kerbau saat ini terus dilakukan guna mendapatkan informasi yang menyeluruh dari berbagai jenis ternak yang dimiliki Indonesia. Identifikasi dan karakterisasi sumberdaya genetik kerbau dilakukan dalam kerangka pemuliaan dan budidaya ternak di dalam atau di luar habitatnya. Mengingat pentingnya peranan sumber daya genetik dalam program pemuliaan, maka kegiatan karakterisasi perlu ditingkatkan.

Kegiatan karakterisasi dilakukan pada kondisi lingkungan yang optimal dimana tanaman/hewan berada. Dalam kegiatan ini pengamatan dilakukan terhadap sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif atau pun sifat-sifat genetik dengan menggunakan teknologi

(4)

genetika molekuler. Sifat-sifat kualitatif pada ternak yang diamati diantaranya warna tubuh, pola warna tubuh, ada dan tidaknya tanduk, bentuk dan panjang ekor, dan lain-lain, sedangkan sifat-sifat kuantitatif diantaranya tinggi tubuh, panjang badan, lingkar dada, dan lain-lain. Karakter-karakter penting yang dapat diamati dalam kegiatan karakterisasi untuk komoditas ternak dapat mengacu kepada BALAIN (1992) dan HASINAH, et al. (2007) menyampaikan karakter-karakter yang diperlukan untuk karakterisasi ternak kerbau.

Dalam rangka karakterisasi kemudian data didokumentasikan dalam suatu pangkalan data (database) yang sistematis agar cepat dan mudah diakses seperti yang disampaikan oleh SOEBANDRIYO (2004) bahwa dalam

mempertahankan sumber daya genetik ternak diperlukan langkah-langkah yang sistematis, untuk itu diperlukan pengelolaan data secara sistematis agar cepat dan mudah diakses. Dalam dokumentasi pengelolaan data base dikenal istilah data paspor dan data karakterisasi.

Merujuk pada BALAIN (1992), maka

idealnya diperlukan paling tidak 200 ekor ternak untuk setiap grupnya. Dimana kelompok ternak tersebut harus terdiri dari: anak berumur (1 – 6 bulan), ternak muda (6 – 24 bulan), ternak dewasa (24 – 42 bulan), betina yang tidak laktasi, pejantan pemacek maupun pejantan yang digunakan sebagai ternak kerja. Untuk ternak-ternak yang sudah dewasa diperlukan data ukuran tubuh dan tampilan reproduksi.

Metode bioteknologi dapat digunakan untuk mengkarakterisasi gen ternak dan plasma nutfah suatu populasi. Studi mengenai struktur dan fungsi gen pada tingkat molekuler (karakterisasi molekuler) suatu populasi ternak dapat membantu menentukan kesamaan material genetik yang dibawa oleh dua atau lebih populasi dan keragaman genetik dalam populasi ternak yang diamati. Identifikasi gen dari individu ternak akan membantu program pemuliaannya, yang membedakan penampilannya (fenotipe) dan dapat menentukan proses pemilihan tetua untuk generasi yang akan datang (seleksi buatan). Jika gen untuk sifat produksi dapat diidentifikasi, ternak-ternak tersebut dapat diseleksi walaupun tidak diekspresikan oleh individu ternak yang bersangkutan. Sebagai

alternatif, jika mereka dapat diikatkan dengan gen yang diketahui lokasinya dalam kromoson (marker loci), seleksi dapat dilaksanakan berdasarkan acuan tersebut.

Karakterisasi untuk sifat kimiawi darah paling tidak memerlukan informasi mengenai golongan darah, polimorfisme sifat-sifat produksi maupun penentuan secara sitogenetik. Sejalan dengan bertambahnya kemajuan ilmu, informasi molekuler terhadap polimorfisme sifat produksi maupun DNA polimorfisme dapat dilaksanakan (KUSUMO et al., 2002).

Analisis dengan DNA ini terdiri dari isolasi DNA ternak, reaksi PCR dan elektroforesis untuk mendapatkan pola pita DNA yang menginformasikan kemiripan atau keragaman genetik antar ternak dalam suatu populasi kerbau yang diidentifikasi. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai data untuk penyusunan deskripsi kerbau dan sebagai dasar dalam penyusunan program penelitian perbaikan sifat yang diinginkan maupun rencana pembentukan bibit unggul.

EVALUASI

Pada ternak yang dimaksud dengan evaluasi adalah perbandingan antara dua rumpun lebih. Agar evaluasi ini berlaku, rumpun ternak yang dibandingkan harus dilakukan bersama pada lingkungan yang sama (lingkungan dimana ternak tersebut akan dikembangkan). Performa yang diamati harus meliputi semua aspek misalnya laju kelahiran, mortalitas, morbiditas, produksi, sistem pakan serta bila mungkin performa selama hidupnya (HANARIDA et al., 2004).

Kegiatan evaluasi SDG ternak dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat produksi yang dimiliki jenis ternak tersebut sehingga dapat diperoleh informasi kelebihan yang dimiliki ternak tersebut. Beberapa jenis ternak unggas (ayam dan itik) dan ruminansia kecil (misalnya domba Garut prolifik, kambing Kosta, kambing Kacang, dan lain-lain) dalam jumlah kecil dipelihara dan dievaluasi di stasiun percobaan untuk mengetahui sifat-sifat produksi penting (HANDIWIRAWAN, 2007). Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keragaman plasma nutfah ternak untuk tujuan pemanfaatan secara lestari.

Evaluasi plasma nutfah SDGT di samping menelaah dan memilih sifat-sifat unggul yang

(5)

dibutuhkan oleh pemulia plasma nutfah juga mencakup kegiatan penjaringan (screening) untuk tujuan tertentu. Misalnya toleransi terhadap kekeringan, ketahanan terhadap penyakit, pengujian daya hasil dan adaptasi lingkungan yang hasilnya akan digunakan untuk kegiatan pemuliaan sebagai induk persilangan.

KESIMPULAN

Sumber daya genetik ternak merupakan unsur penting dalam kegiatan pemuliaan ternak untuk pembentukan bibit unggul. Karakterisasi ternak kerbau dilakukan untuk mendapatkan deskripsi sifat-sifat penting dan untuk melihat potensi produksi dari sifat fisik yang menjadi ciri khas bangsa/rumpun ternak, yang akan digunakan dalam program pemuliaan.

Dengan dilakukannya karakterisasi akan diketahuinya sifat-sifat dari setiap jenis kerbau yang ada di Indonesia. Hal ini dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan untuk seleksi. Seperti dikatakan oleh HARDJOSUBROTO

(1994), bahwa seleksi pada kerbau Indonesia sebenarnya akan mudah dilakukan karena variasi individu kerbau di Indonesia sangat besar dalam hal konformasi bentuk tubuh, produksi daging, pertumbuhan, temperamen dan produksi susu.

Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurnian ternak asli perlu ditangani dalam rangka mempertahankan sumber daya genetik ternak asli yang mempunyai keunggulan adaptasi yang tinggi. Mengingat pentingnya peranan sumber daya genetik dalam program pemuliaan, maka kegiatan karakterisasi perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

BALAIN, D.S. 1992. Genetic characterization, survey and collection of information and genetic resources. In: Animal Gene Bank in Asia. FAO Training Course CHUPIN, D., C. YAOCHUN, and J. CHIHUN (Eds.). Food and Agriculture Organization of The United Nations, Nanjing, China. pp. 53 – 97.

DITJENNAK. 2009. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

DIWYANTO, K. dan E. HARDIWIRAWAN. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros. Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balitbang Deptan Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan Ditjennak, DisPet Provinsi NTB dan Pemda Kab. Sumbawa. Sumbawa 4 – 5 Agustus 2006. FAO. 2007. The state of the world animal genetic

resources for food and agriculture. FAO, Rome.

HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

HANDIWIRAWAN, E. 2007. Pengelolaan plasma nutfah ternak untuk pembentukan bibit unggul. Bahan siaran Radio Pertanian Ciawi 5 Maret 2007.

HANARIDA, I., M. HASANAH, H. KURNIAWAN. 2004. Teknik konservasi ex-situ, rejuvinasi, karakterisasi, evaluasi, dokumentasi, dan pemanfaatan plasma nutfah. Makalah apresiasi pengelolaan plasma nutfah bagi peneliti. Bogor 22 – 24 September 2004. Komisi Nasional Plasma Nutfah.

HASINAH, H., B. TIESNAMURTI, dan L. PRAHARANI. 2007. Pedoman Karakterisasi Ternak Sapi dan Kerbau. Puslitbang Peternakan, Bogor. KUSUMO, S., M. HASANAH, S. MOELJOPAWIRO,M.

THOHARI, SUBANDRIYO, A. HARDJAMULIA, A. NURHADI, dan H. KASIM. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah dan Pengelolaan Plasma Nutfah. Komisi Nasional Plasma Nutfah, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.

PAINTING, K.A., M.C. PERRY, R.A. DENNING, and W.G. AYAD. 1993. Guidebook for genetic resources documentation. International Board for Plant Genetic Resources.

SOEBANDRIYO. 2004. Pengelolaan Data Plasma Nutfah Ternak. Buletin Plasma Nutfah 10(2): 90 – 100

Gambar

Tabel 1. Populasi kerbau dan sapi tahun 2005 – 2009  Ternak   Tahun   2005  2006 2007 2008 2009  Kerbau 2,128,491  2,166,606 2,085,779 1,930,716 2,045,548  Sapi 10,569,312 10,875,125  11,514,871 12,256,604 12,603,160  S UMBER : D ITJENNAK , 2009  KARAKTERI

Referensi

Dokumen terkait

(2) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan terhadap urusan pemerintahan daerah dan kasus pengaduan dalam

In order to produce steamed buns with desirable physical qualities and antioxidant activity, appropriate mixing time, mixing speed, and angkak concentration are

Secara teknis penelitian ini akan mendiskripsikan tentang peran Lingkungan Pondok Sosial di Dinas Sosial Surabaya terhadap penerapan pendidikan dan kesehatan dalam

pelaksanaan programnya itu sendiri dan pelaksanaan proses pembelajaran, dan keduanya tentu sama-sama dilaksanakan atas asas manajemen yang efektif. Untuk pelaksanaan

Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Magnesium Pada Sampel dengan Alpukat Hijau Panjang, Alpukat Hijau Bundar, dan Alpukat Hass dengan Test One Way Anova ... Hasil

Instrumen penilaian: membaca lancar teks yang berhubungan dengan tempat umum yang bersih dan sehat, membuat laporan sederhana tentang tempat umum yang bersih dan sehat serta

Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa pada beberapa mata.. pelajaran ada yang belum memenuhi standar, salah satunya pada