• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pemeriksa keuangan. independen sektor publik di Indonesia yang dapat melaksanakan tiga jenis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pemeriksa keuangan. independen sektor publik di Indonesia yang dapat melaksanakan tiga jenis"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pemeriksa keuangan independen sektor publik di Indonesia yang dapat melaksanakan tiga jenis pemeriksaan, yaitu Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja dan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2004). Tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut memiliki input, proses, output dan tujuan yang berbeda-beda. Hasil akhir (output) dari pemeriksaan laporan keuangan adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan (SPKN PSP 03). Laporan pemeriksa merupakan hal yang penting dalam jasa asurans karena digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan temuan pemeriksa kepada pengguna laporan keuangan (Arens et al., 2012). Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 29 (SA #508) dan SPKN PSP #03 menyebutkan bahwa salah satu bagian di dalam laporan pemeriksaan keuangan adalah kesimpulan auditor yang berisi opini atas kewajaran laporan keuangan.

Opini pemeriksa BPK dipertanggungjawabkan kepada seluruh masyarakat Indonesia karena salah satu pengguna laporan keuangan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2010 adalah masyarakat Indonesia. Laporan dan opini pemeriksa sebenarnya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik jika proses audit yang dilakukan pemeriksa sudah sesuai dengan prosedur yang diatur

(2)

dalam standar (Mcdaniel, 1990; Tan dan Shankar, 2010). SPKN sebagai standar pemeriksaan di BPK, mensyaratkan beberapa prosedur pemeriksaan dan sikap yang harus dilakukan oleh pemeriksa (SPKN PSP #01). Prosedur dan sikap yang disyaratkan kepada pemeriksa BPK tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan yang dilakukan.

Skeptisme profesional adalah salah satu sikap yang disyaratkan kepada pemeriksa agar tidak mudah mempercayai asersi klien bebas salah saji material dalam pelaporan keuangan berdasarkan informasi yang dimiliki auditor (Nelson, 2009). Hurtt (2010) menyatakan bahwa skeptisme profesional merupakan sikap yang dipraktekkan pemeriksa selama tahap memeriksa bukti, memahami bukti dan bertindak berdasarkan bukti pemeriksaan. Kejujuran auditee harus selalu dipertanyakan oleh pemeriksa dan pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang didapatkan dari auditee. Coppage dan Shastri (2014) menyatakan independensi dan keahlian teknikal auditor akan menghasilkan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan audit yang lebih efektif dan berkualitas jika auditor juga memiliki skeptisme profesional dan pertimbangan profesional.

Pertimbangan profesional lebih dari sekedar pertimbangan. Pertimbangan dapat dilakukan oleh setiap orang, kapan saja dan dimana saja tetapi pertimbangan profesional tidak dapat dilakukan seperti itu (Tuanakotta, 2011). ISA #200 menyebutkan bahwa pertimbangan profesional dilakukan oleh orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang relevan. Pertimbangan profesional harus dapat dilaksanakan oleh pemeriksa dalam semua tahapan proses audit. Pertimbangan profesional dapat dikatakan unik karena pertimbangan yang

(3)

dilakukan pada setiap pemeriksaan tidaklah sama (Wedemeyer, 2010). Pertimbangan profesional yang dilakukan auditor sangat tergantung pada lingkungan bisnis dan kebijakan manajemen entitas yang diperiksa. Pertimbangan profesional auditor dalam pelaksanaan audit harus selalu dijaga karena kualitas pertimbangan profesional bisa menjadi buruk disebabkan beberapa hal, seperti kompleksitas tugas dan banyaknya jumlah klien (Abdolmohammadi dan Wright, 1987; Bhattacharjee et al., 2007).

Penilaian risiko kecurangan juga merupakan proses yang penting dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan (SA #316; SPKN PSP #02). Pemeriksa melakukan penilaian risiko kecurangan berdasarkan panduan penilaian risiko kecurangan yang ditetapkan dalam Standar Audit No. 316 yang berisi contoh-contoh kecurangan yang dapat terjadi. Pemeriksa harus memverifikasi ada tidaknya contoh kecurangan tersebut pada auditee. Zimbelman (1997) menyatakan panduan checklist tersebut membuat pemeriksa menghabiskan banyak waktu dan anggaran pemeriksaan. Asare dan Wright (2004) menyatakan panduan checklist tersebut justru membuat pemeriksa hanya terfokus pada contoh kecurangan dalam standar sehingga mengakibatkan penilaian kecurangan menjadi buruk dan prosedur pemeriksaan menjadi kurang efektif. Prosedur audit yang tidak efektif sebagai akibat penilaian kecurangan yang buruk akan berakibat pada auditor gagal dalam melaksanakan tugasnya, yaitu memberikan jaminan terbatas (reasonable assurance) bahwa laporan bebas dari salah saji material (Erickson et al., 2000).

(4)

Peneliti menguji kembali penelitian Suraida (2005) dengan menambahkan isu pertimbangan profesional dan penilaian risiko kecurangan. Suraida (2005) mencoba meneliti faktor-faktor yang memengaruhi skeptisme profesional dan meneliti apakah skeptisme profesional tersebut memengaruhi pemberian opini akuntan publik. Pada penelitiannya tersebut, Suraida (2005) menjelaskan bahwa pada kenyataannya yang terjadi pada saat itu adalah banyak masyarakat yang meragukan kompetensi akuntan publik khususnya skeptisme profesional. Suraida (2005) menjelaskan bahwa masyarakat yang meragukan skeptisme profesional akuntan publik akan meragukan juga ketepatan pemberian opini yang diberikan akuntan publik. Penjelasan Suraida (2005) tersebut diperkuat dengan contoh-contoh peristiwa yang terkait dengan ketidaktepatan opini auditor yang terjadi di dalam dan luar negeri.

Isu skeptisme profesional dan ketepatan pemberian opini auditor yang diajukan oleh Suraida (2005), relevan dengan kondisi riil di lapangan pada saat ini khususnya pada pemeriksaan sektor publik di Indonesia. Berangkat dari isu dan penelitian tersebut peneliti akan mencoba menginvestigasi isu skeptisme profesional, pertimbangan profesional, penilaian risiko kecurangan dan pemberian opini auditor di BPK RI. Penelitian skeptisme profesional dengan penilaian risiko kecurangan telah banyak dilakukan (Payne dan Ramsay, 2005; Rose, 2007; Charron dan Lowe, 2008; Noviyanti, 2008; Carpenter et al., 2011a; Carpenter dan Reimers, 2013), sama halnya dengan penelitian pertimbangan profesional dengan penilaian risiko kecurangan (Rose dan Rose, 2003; Carpenter et al., 2011b; Kozloski et al., 2011; Hammersley, 2011). Penelitian tentang opini atas kewajaran

(5)

laporan keuangan disisi lain belum banyak dilakukan, khususnya pada pemeriksaan keuangan sektor publik di Indonesia.

1.2 Rumusan Permasalahan

Fenomena yang terjadi di pemeriksaan keuangan sektor publik di Indonesia pada saat ini adalah banyaknya kritik masyarakat Indonesia kepada BPK karena menganggap opini atas kewajaran laporan keuangan yang diberikan BPK tidak mencerminkan kondisi lembaga negara yang sebenarnya (Djalil, 2014). Masyarakat mengkritisi BPK pun bukan tanpa dasar dan alasan. Masyarakat mempertanyakan mengapa pemeriksa sektor publik di Indonesia seperti BPK dapat memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (opini yang tertinggi) kepada suatu Lembaga Negara pada suatu periode, tetapi pada periode berikutnya Lembaga Negara tersebut justru tersandung masalah kecurangan (Djalil, 2014). Masyarakat juga mempertanyakan keputusan BPK yang pernah memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian tetapi pada dua periode berikutnya BPK justru mengganti opini tersebut menjadi Tidak Memberikan Pendapat (opini yang terendah) (Tuanakotta, 2011).

Pemeriksa BPK mempunyai sikap-sikap profesional yang sudah diatur dalam standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) pemeriksaan keuangan. Sikap-sikap profesional tersebut tentunya harus dilaksanakan agar prosedur pemeriksaan keuangan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga opini atas kewajaran laporan keuangan yang ditetapkan pemeriksa memang merupakan opini tepat untuk ditetapkan. Pemberian opini

(6)

yang tepat menjadi tidak berarti jika tidak ada perbaikan pada proses pemeriksaan keuangan. Keterbatasan dalam menangani kecurangan dalam pemeriksaan keuangan harus dicarikan solusi sehingga dapat mengurangi permasalahan yang selama ini terjadi di BPK.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan permasalahan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK?

2) Apakah pertimbangan profesional berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK?

3) Apakah penilaian risiko kecurangan berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK?

4) Apa saja kendala pemeriksa BPK dalam pemeriksaan keuangan?

5) Apa saja solusi pemeriksa BPK untuk menangani kendala pada pemeriksaan keuangan?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

(7)

1) Menguji pengaruh skeptisme profesional terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK.

2) Menguji pengaruh pertimbangan profesional terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK.

3) Menguji pengaruh penilaian risiko kecurangan terhadap ketepatan pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan pemeriksa BPK.

4) Mengidentifikasi kendala pemeriksa BPK dalam pemeriksaan keuangan. 5) Mengusulkan solusi kepada pemeriksa BPK terkait kendala dalam

pemeriksaan keuangan.

1.5 Motivasi Penelitian

Motivasi penelitian ini adalah :

1) Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang sikap-sikap profesional yang harus dimiliki oleh pemeriksa BPK untuk menetapkan opini atas kewajaran laporan keuangan.

2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang proses pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan keuangan termasuk penetapan opini atas kewajaran laporan keuangan.

(8)

1.6 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi untuk akademisi maupun lembaga pemeriksa, yaitu :

1) Kontribusi untuk akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang pemeriksaan keuangan sektor publik khususnya tentang skeptisme profesional, pertimbangan profesional, risiko kecurangan dan penetapan opini atas kewajaran laporan keuangan.

2) Kontribusi untuk lembaga pemeriksa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengidentifikasi kendala dalam proses pemeriksaan keuangan di BPK. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjawab upaya apa saja yang dapat dilakukan BPK untuk meningkatkan kualitas proses pemeriksaan keuangan seperti proses penetapan opini atas kewajaran laporan keuangan dan penanangan kecurangan dalam pemeriksaan keuangan.

1.7 Proses Penelitian

Tahap-tahap dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti menentukan permasalahan yang ingin diteliti, unit analisis yang diteliti, pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dan menganalisis teori-teori yang relevan dengan penelitian.

(9)

2) Persiapan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan alat-alat yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian seperti pertanyaan kuesioner, pertanyaan wawancara dan membuat kebijakan penelitian (research protocol).

3) Pengumpulan data

Pada tahap ini peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden dan melakukan wawancara kepada narasumber. Peneliti juga membuat arsip data dari jawaban kuesioner dan wawancara sebagai bentuk dokumentasi. 4) Analisis data

Pada tahap ini peneliti menganalisis data dari hasil kuesioner secara kuantitatif dan hasil wawancara diharapkan dapat membantu menjelaskan hasil analisis data tersebut dalam pengujian hipotesis.

5) Pelaporan

Pada tahap ini peneliti mendokumentasikan seluruh proses penelitian termasuk hasil dari analisis data yang telah dilakukan dalam sebuah laporan ilmiah tertulis.

1.8 Sistematika Penulisan Penelitian

Tesis ini terdiri dari lima bab yang disusun secara terperinci untuk menjelaskan model penelitian dan hasil pengujian hipotesis. Sistematika dari masing-masing Bab dapat dijelaskan sebagai berikut :

(10)

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang dan isu penelitian, pertanyaan penelitian yang diajukan, tujuan penelitian ini dilakukan, motivasi yang menunjukkan isu penelitian ini perlu diteliti, kontribusi yang dapat diberikan oleh penelitian ini, tahapan dalam melaksanakan penelitian ini dan sistematika penyajian laporan hasil riset.

BAB II : TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini menjelaskan tentang teori-teori, konsep-konsep dan penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian-penelitian ini untuk mengembangkan hipotesis dan menjelaskan hasil fenomena penelitian.

BAB III : METODA PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian, jenis penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, proses seleksi data, teknik dan alat yang digunakan untuk menganalisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang obyek penelitian dan menunjukkan hasil dari pengujian hipotesis menggunakan data-data penelitian yang dikumpulkan dan diolah sesuai dengan model penelitian yang diajukan.

(11)

BAB V : PENUTUP

Bab ini menjelaskan hasil penelitian secara ringkas, keberhasilan tujuan penelitian, hipotesis yang didukung atau tidak didukung, keterbatasan-keterbatasan penelitian, dan saran untuk perbaikan pengembangan penelitian di masa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

1) Satuan pendidikan terakreditasi A atau B / Berkinerja A atau B / Perguruan tinggi yang sudah terakreditasi/ Badan Usaha/Industri, SMK yang sudah terakreditasi,

pembelajaran, penelitian oleh Hamdani difokuskan terhadap aktivitas belajar siswa yang dilakukan berdasarkan 3 siklus, sedangkan penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran

36 Additional Tier 1 Capital before regulatory adjustments Jumlah AT1 sebelum regulatory adjustment - Modal Inti Tambahan: Faktor Pengurang (

Dalam per iode pr a- r evolusi, dalam per iode per kem bangan yang kur ang- lebih dam ai, t at kala par t ai- par t ai I nt er nasionale I I m er upak an kekuat an yang ber

Jika pada data cacah terjadi overdispersi namun tetap digunakan regresi Poisson akan berpengaruh pada nilai standard error yang menjadi turun. Sehingga kesimpulannya menjadi

Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Kesehatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentyang

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Estimasi

maka pergantian brand yang dilakukan oleh Bekasi Square menjadi awal menuju perubahan yang baik. Sebagai Divisi Media Relation di Revo Town HD menjelaskan, “nama yang