• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Pengertian Pasar

Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Dalam ilmu ekonomi, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi.(www.wikipedia.com)

2.2 Fungsi Pasar

Fungsi pasar menurut Fuad dkk (2000 : 10) memiliki tiga fungsi yaitu sebagai berikut :

1. Pembentukan nilai harga

Pasar berfungsi untuk pembentukan harga (nilai) karena pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang kemudian saling menawar dan akhirnya membuat kesepakatan suatu harga. Harga atau nilai ini merupakan suatu hasil dari proses jual beli yang dilakukan di pasar.

2. Pendistribusian

Pasar mempermudah produsen untuk mendistribusikan barang dengan para konsumen secara langsung. Pendistribusian barang dari produsen ke konsumen akan berjalan lancar apabila pasar berfungsi dengan baik. 3. Promosi

Pasar merupakan tempat yang paling cocok bagi produsen untuk memperkenalkan (mempromosikan) produk-produknya kepada konsumen. Karena pasar akan selalu dikunjungi oleh banyak orang, meskipun tidak diundang.

2.3 Jenis-Jenis Pasar

Menurut Fuad dkk (2000 : 11) jenis-jenis pasar diantaranya dibagi 2, yaitu menurut cara transaksi dan luas jangkauan.

(2)

2.3.1 Pasar Menurut Cara Transaksi  Pasar tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

 Pasar modern

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga.

2.3.2 Pasar Menurut Luas Jangkauan  Pasar Daerah

Pasar daerah membeli dan menjual produk dalam satu daerah produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan penawaran dalam satu daerah.

 Pasar Lokal

Pasar lokal adalah pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar lokal melayani permintaan dan penawaran dalam satu kota.

 Pasar Nasional

Pasar nasional adalah pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu negara tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar nasional melayani permintaan dan penjualan dari dalam negeri.

 Pasar Internasional

Pasar internasional adalah pasar yang membeli dan menjual produk dari beberapa negara. Bisa juga dikatakan luas jangkauannya di seluruh dunia.

(3)

Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah giat melakukan revitalisasi pasar tradisional milik pemerintah daerah di berbagai kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Menurut Tempo, dari tahun 2011-2013 kementerian perdagangan telah merevitalisasi 461 unit pasar tradisional. Upaya revitalisasi dilakukan untuk mengubah citra pasar tradisional dari kesan kotor, semerawut, bau, dan gersang menjadi pasar yang bersih, tertib, nyaman, dan sejuk, serta lebih berdaya saing, selaras dengan tumbuh berkembangnya toko modern. Menurut PD. Pasar bermartabat, di kota Bandung sudah ada 9 pasar tradisional yang telah direvitalisasi. Revitalisasi pasar tradisional akan diiringi dengan penambahan fungsi komersial lain diatasnya yang pada umumnya berupa pasar modern. Pembenahan dilakukan mulai dari kondisi bangunan, tata kelola pasar, faktor pencahayaan, desain akses masuk, sirkulasi di dalam bangunan. Menurut hasil evaluasi yang telah dilakukan Kemendag, menunjukkan adanya peningkatan omset transaksi antara 33% – 85% para pedagang yang berjualan di pasar tradisional setelah dilakukan revitalisasi dibandingkan dengan sebelum revitalisasi.

Perbaikan nuansa toko pada pasar tradisional meningkatkan jumlah konsumen untuk berkunjung dan bisa menciptakan loyalitas sehingga tidak kalah berkompetisi dengan pasar modern.

2.4 Store atmosphere

2.4.1 Pengertian Store Atmosphere

Pengertian Store Atmosphere menurut Kotler dalam Foster (2008:61) adalah:

“Suasana (atmosphere) setiap toko mempunyai tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar didalamnya”.

Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu kotor, menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana terencana yang

(4)

sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli di toko tersebut.

Menurut Utami (2010 :255) mengatakan bahwa :

“Suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna,

temperature, musik, aroma yang secara meyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen.

Menurut Levy dan Weitz (2012: 556) :

“Customer purchasing behavior is also influenced by the store atmosphere”

Artinya bahwa store atmosphere juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Dari pengertian di atas,dapat disimpulkan store atmosphere adalah penampilan sebuah toko yang ingin ditunjukkan kepada konsumen melalui rancangan lingkungan seperti komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian agar menarik konsumen untuk membeli di toko tersebut atau untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

2.4.2 Elemen-elemen store atmosphere

Store atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere terdiri dari exterior, general interior, store layout, dan interior displays.

Gambar 2.1

Elemen-elemen store atmosphere

Exterior

General interior

Store Layout

Interior displays Store atmosphere created by retail

(5)

Sumber : Berman dan Evans dalam buku Retail Management (2007:545) 1. Exterior

Menurut Berman dan Evans (2007 :p545) eksterior atau bagian depan toko memiliki imbas yang sangat kuat terhadap image toko dan harus direncanakan secara tepat.

Bagian depan toko adalah total eksterior fisik dari toko itu sendiri. Yang meliputi pintu masuk, arsitektur, ukuran gedung, suasana, lokasi toko, lalu lintas daerah toko dan fasilitas parkir. Dengan tampilan depan toko retailer dapat menampilkan diskon dan tampilan lainnya. Konsumen yang melewati depan toko dapat menilai toko tersebut dari ekteriornya. Ada beberapa alternatif dalam menampilkan basic store front:

a. Modular structure : berbentuk 1 buah persegi atau kotak yang menyambungkan beberapa toko

b. Prefabricated structure : frame atau kerangka bangunanyang dirakit dalam sebuah toko

c. Prototype store : desain yang disediakan franchisor untuk membantu perkembangan atmosphere

d. Recessed storefront : memikat konsumen dengan bersembunyi dibalik toko toko lain, sehingga konsumen penasaran dan berjalan memeriksa toko tersebut

e. Unique building : struktur bangunan yang berbeda yang termasuk eksterior toko ialah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus memperlihatkan tiga hal utama yaitu jumlah pintu yang dibutuhkan, tipe dari pintu masuk yang dipilih, jalan masuknya

Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda, suasana yang nyaman, dan bangunan toko yang tidak biasa.

(6)

2. General Interior

Banyak elemen-elemen yang mempengaruhi persepsi konsumen ketika mereka memasuki bagian dalam toko. Kebersihan sebuah toko adalah hal yang utama. Suara dan aroma juga dapat memengaruhi perasaan konsumen. Pengaturan dalam pencahayaan perlu dilakukan. Konsumen juga dipengaruhi oleh temperatur udara di dalam toko. Kurang sejuknya udara dapat mempercepat keberadaan konsumen di dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak padat menciptakan suasana yang berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat. Konsumen dapat berlama-lama di dalam toko apabila mereka tidak terganggu oleh orang lain ketika sedang melihat-lihat produk yang dijual.

Toko dengan bentuk bangunan yang modern serta perlengkapan yang baru akan lebih mendukung atmosfer. Remodeling bangunan dan pembaharuan peralatan toko yang lama dengan yang baru juga dapat meningkatkan citra toko dimata konsumen. Yang perlu diperhatikan dari semua hal diatas bagaimana perawatannya agar dapat selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko apabila terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan yang jelek.

3. Store Layout

Setiap toko mempunyai harus mempunyai ruang-ruang yang membuat nyaman bagi konsumennnya atau pelayannya. Seperti area untuk mengantri pelayanan sangat penting diperhatikan. Agar konsumen tidak merasa jenuh dan yang paling buruk adalah tidak jadi membeli. Pelayanan yang diberikan juga turut mempengaruhi keadaan suasana toko. Pelayanan yang ramah, penampilan yang menarik juga bisa mempengaruhi mood konsumen.

4. Interior Displays

Ketika layout toko sudah diaplikasikan dengan detail, retailer selanjutnya harus merencanakan interior displays. Jenis interior diplays diantaranya

(7)

1. Poster dan tanda informasi bagi konsumen sehingga konsumen tidak merasa bingung atau kesulitan mencari tempat yang dituju.

2. Fasilitas toko yang sedianya disediakan oleh pihak pengelola seperti kemudahan menggunakan fasilitas toko (escalator, lift, dan kereta bayi), fasilitas yang bersih dan fasilitas yang modern.

3. Tata ruang toko harus memungkinkan pelanggan untuk memutari toko dan membeli lebih banyak barang daripada yang direncanakan. Namun, jika tata ruang terlalu rumit, pelanggan bisa kesulitan untuk mendapatkan barang yang mereka cari dan memutuskan untuk tidak berlangganan di toko itu.

2.5 Shopping Motivation

2.5.1 Definisi Motivasi

Perusahaan harus memiliki strategi jitu dalam menghasilkan dan menjual produknya. Sebelumnya perusahaan harus mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen agar konsumen merasa puas dengan barang yang dibelinya sehingga terciptanya loyalitas pada perusahaan. Dalam hal ini perusahaan harus memahami konsep motivasi konsumen di dalam melakukan pembelian. Menurut Hasibuan (2000 : 141) motivasi berasal dari bahasa Latin yang berbunyi movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia. Motivasi semakin penting agar konsumen mendapatkan tujuan yang diinginkannya secara optimum.

Sedangkan menurut Shaleh (2009:183) mengatakan bahwa :

“Motivasi merupakan kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. Dalam hal ini, motivasi memerankan peranannya sebagai alasan seseorang melakukan sesuatu.”

(8)

Menurut Uno (2008:3) :

“Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.”

Jadi secara keseluruhan motivasi didefinisikan sebagai dorongan yang terdapat di dalam diri seseorang dan mendorong individu untuk melakukan sesuatu seperti melakukan pemenuhan kebutuhan dan memperoleh apa yang diinginkannya.

2.5.2 Definisi Shopping Motivation (Motivasi Berbelanja)

Menurut Utami (2010 :47) aktivitas berbelanja konsumen selalu didasarkan pada keinginan yang ada dalam diri konsumen (motivasi). Motivasi mempunyai peranan penting dalam perilaku berbelanja karena tanpa motivasi maka tidak akan terjadi transaksi jual beli antara konsumen dan pengusaha. Menurut pendapat Engel et al., yang dikutip Subagjo (dalam Jurnal Manajemen Pemasaran, 2011:8) motivasi berbelanja (shopping motivation) dimulai dari munculnya kebutuhan tertentu, yang semakin lama kebutuhan ini akan mendesak orang tersebut untuk dipenuhi. Desakan atau dorongan kebutuhan menjadi motivasi. Kebutuhan yang dirasakan oleh seorang individu seperti rasa haus atau lapar akhirnya menjadi diekspresikan dalam perilaku dan pembelian serta konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yaitu utilitarian dan hedonic atau pengalaman.

Menurut Setiadi (2010 :28) bahwa manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang objektif. Manfaat hedonic sebaliknya, mencakupi respons emosional, kesenangan pancaindra, mimpi, dan pertimbangan estetis.

Ekspresi motivasi dalam pembelian dan pemakaian produk (manfaat utilitarian dan hedonic), dapat dilihat pada Gambar 2.2

(9)

Gambar 2.2

Dinamika Proses Motivasi Kebutuhan

Ekpresi Motivasi dalam Pembelian dan Pemakaian Produk (Fisher dalam Setiadi (2010 :29)

2.5.3 Proses Motivasi

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:72) model proses motivasi konsumen khususnya dalam berbelanja sebagai berikut :

Gambar 2.3

Proses Motivasi

Kebutuhan,keinginan

dan hasrat yang belum terpenuhi Ketegangan Perilaku Kesadaran Belajar Dorongan Pemenuhan tujuan dan kebutuhan Pengurangan ketegangan Utilitarian

(sifat produk yang objektif)

Kebutuhan Evaluasi alternatif,

pembelian, pemakaian Hedonik/Pengalaman

(10)

Gambar 2.3 di atas menggambarkan bahwa motivasi sebagai keadaan tertekan karena dorongan kebutuhan yang “membuat” individu melakukan perilaku yang menurut anggapannya akan memuaskan kebutuhan dan dengan demikian akan mengurangi ketegangan. Tujuan khusus yang ingin dicapai konsumen dan rangkaian tindakan yang mereka ambil untuk pencapaian suatu tujuan, dipilih atas dasar proses berpikir (kesadaran) dan proses belajar sebelumnya.

2.5.4 Klasifikasi Motivasi Belanja

Menurut Utami (2010 :47) motivasi konsumen untuk berbelanja dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Utilitarian shopping motivation

Motivasi belanja utilitarian adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena benar-benar membutuhkan atau mendapat manfaat dari produk yang dibeli. Motivasi ini didasarkan pada pemikiran yang benar-benar rasional dan objektif. Perilaku selama belanja di dalam utilitarian shopping motivation yaitu konsumen lebih cenderung untuk mencari informasi terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian, adanya harga yang menarik dan adanya kemudahan dalam berbelanja ( Ma’ruf 2005:53).

2. Hedonic shopping motivation

Motivasi ini didasarkan pada pemikiran yang subjektif atau emosional karena mencakup respons emosional, kesenangan panca indera, mimpi, dan pertimbangan estetis.

Terdapat enam faktor hedonic shopping motivation antara lain: a. Adventure shopping

Konsumen berbelanja karena adanya sesuatu yang dapat membangkitkan gairah belanjanya, merasakan bahwa berbelanja adalah suatu pengalaman dan dengan berbelanja mereka merasa

(11)

memiliki dunianya sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar terbentuknya motivasi konsumen yang hedonis.

b. Social shopping

Kosumen beranggapan bahwa kenikmatan dalam berbelanja akan tercipta ketika mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan keluarga atau teman.

c. Gratification shopping

Berbelanja merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi stress, mengatasi suasana hati yang buruk, dan berbelanja sebagai sesuatu yang spesial untuk dicoba serta sebagai sarana untuk melupakan problem-problem yang sedang dihadapi.

d. Idea shopping

Konsumen berbelanja untuk mengikuti tren model-model fesyen yang baru, dan untuk melihat produk serta inovasi yang baru. e. Role shopping

Konsumen lebih suka berbelanja untuk orang lain daripada untuk dirinya sendiri seperti : memberi hadiah pada orang lain. Oleh karena itu, konsumen merasa bahwa berbelanja untuk orang lain adalah sangat menyenangkan daripada berbelanja untuk diri sendiri.

f. Value shopping

Konsumen menganggap bahwa berbelanja merupakan suatu permainan yaitu pada saat tawar-menawar harga, atau pada saat konsumen mencari tempat perbelanjaan yang menawarkan diskon, obralan ataupun tempat perbelanjaan dengan harga yang murah.

2.5.5 Tujuan Motivasi Konsumen

Menurut Setiadi (2010 : 31) motivasi konsumen bertujuan: 1. Meningkatkan kepuasan

(12)

Respons atau tanggapan yang diberikan para konsumen setelah terpenuhinya kebutuhan mereka akan sebuah produk ataupun jasa.

2. Mempertahankan loyalitas

Upaya yang dilakukan konsumen dalam memenuhi apa yang diinginkannya, membuat konsumen mencari berbagai informasi yang relevan. Konsumen juga dapat menjadi terlibat dengan produk atau merk. Mereka akan lebih mungkin untuk melihat perbedaan dalam sifat yang ditawarkan oleh berbagai produk dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan atau loyalitas yang lebih besar.

3. Efisiensi

Penggunaan sumber daya secara optimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan tersebut (dewi.students-blog.undip.ac.id). Keterlibatan yang tinggi dalam suatu produk memungkinkan konsumen untuk mencari cara-cara yang paling baik dalam upaya pemenuhan kebutuhannya.

4. Efektivitas

Adanya pencapaian tujuan secara tepat. Konsumen dihadapkan akan serangkaian alternatif yang bisa ditempuh dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, dalam hal inilah konsumen menentukan pilihan yang dirasanya paling tepat dari beberapa pilihan lainnya.

2.5.6 Asas Motivasi

Menurut Setiadi (2010 :32) asas-asas motivasi adalah sebagai berikut : 1. Asas Mengikutsertakan

Asas ini berusaha untuk memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

(13)

Asas komunikasi menginfomasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.

3. Asas pengakuan

Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada konsumen atas prestasi yang dicapainya. 4. Asas wewenang yang didelegasikan

Maksudnya adalah memberikan kebebasan kepada konsumen untuk mengambil keputusan dan berkreativitas sebebas-bebasnya tapi masih ada aturan yang membatasi.

5. Asas Perhatian Timbal Balik

Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi para konsumen dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan di samping berusaha memenuhi kebutuhan yang diharapkan konsumen dari produsen.

Jadi kesimpulannya bahwa asas motivasi yang diterapkan harus dapat meningkatkan produktivitas pembelian dan memberikan kepuasan kepada konsumen.

2.6 Loyalitas

2.6.1 Denifisi Loyalitas

Menurut Griffin (2005) yang dikutip oleh Sangadji (2014 :104) menyatakan “loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit.” Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang atau jasa dari suatu perusahaan yang dipilih.

(14)

“loyalitas konsumen adalah semacam fanatisme yang relatif permanen dalam jangka panjang terhadap suatu produk atau suatu perusahaan yang menjadi pilihan. Konsumen tetap memilih produk yang dijual oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan yang dimiliki, meskipun ada produk lain yang ditawarkan oleh pesaing.”

Menurut Utami (2010 :91) menyatakan bahwa loyalitas konsumen berarti bahwa konsumen bersedia untuk berbelanja di lokasi ritel. Dasar yang digunakan untuk mempertahankan keunggulan bersaing, juga membantu menarik perhatian dan mempertahankan konsumen yang loyal.

Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat bahwa loyalitas terlihat dari perilaku konsumen yang melakukan pembelian ulang secara terus-menerus dan tetap memilih produk dari perusahaan meskipun ada produk lain yang ditawarkan pesaing.

2.6.2 Karakteristik Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2005: 31) menyatakan bahwa konsumen yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Menjadi pelanggan dan menjadi anggota sebuah pertokoan.

2. Merekomendasikan kepada orang-orang terdekat dan orang lain agar melakukan pembelian.

3. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik harga dari pesaing (demonstrates on immunity to the full of the competition)

Walaupun toko lain menawarkan harga yang lebih rendah pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran harga dari pesaing.

2.6.3 Merancang dan Menciptakan Loyalitas

Menurut Smith yang dikutip Hurriyati (2005 :130), ada beberapa tahapan perancangan loyalitas konsumen, yaitu:

(15)

a. Identifikasi segmen pelanggan.

b. Definisikan nilai pelanggan sasaran dan tentukan nilai pelanggan mana yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas. c. Ciptakan diferensiasi brand image.

2. Design The Branded Customer Experience (Merancang Merek dengan Pengalaman Pelanggan)

a. Mengembangkan pemahaman costumer expereience (pengalaman pelanggan).

b. Merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan brand promise. c. Merancang perubahan strategi secara keseluruhan untuk merealisasikan

pengalaman pelanggan yang baru.

3. Equip People and Deliver Consistenly (Melengkapi Pengetahuan dan Keahlian Karyawan)

a. Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan.

b. Melengkapi pengetahuan dan keahlian karyawan untuk mengembangkan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan dalam setiap interaksi yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan.

c. Memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan kepemimpinan.

4. Sustain and Enhance Performance (Mengembangkan dan Mengkomunikasikan Hasil)

a. Gunakan respons timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memelihara pelanggan secara berkesinambungan dan mempertahankan pengalaman pelanggan.

b. Membentuk kerja sama antara sistem HRD (Human Resource Development) dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam memberikan dan menciptakan pengalaman pelanggan.

(16)

c. Secara terus menerus mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil untuk menanamkan Branded Custumer Experience yang telah dijalankan perusahaan.

2.6.4 Tahap-Tahap Loyalitas

Hill dalam Sugiyono (2010 :152) mengemukakan enam tahapan yang tersusun dalam piramid yaitu :

1. Suspect

Meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa tapi belum memiliki informasi tentang barang/jasa perusahaan. 2. Prospect

Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini meskipun mereka belum melakukan pembelian tapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain. 3. Customer

Pada tahap ini pelanggan sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahan. Loyalitas pada tahap ini belum terlihat.

4. Clients

Meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama dan mereka telah memiliki sifat retention.

5. Advocates

Pada tahap ini klien secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di perusahaan tersebut.

6. Partners

Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dengan pelanggan dan pada tahap ini pula pelanggan berani menolak produk/jasa dari perusahaan lain.

(17)

2.6.5 Mempertahankan Loyalitas Pelanggan

Zeitahaml dan Bitner (2005) dalam Sangadji (2014 : 110) mengemukakan bahwa untuk mewujudkan dan mempertahankan loyalitas pelanggan dibutuhkan langkah kunci yang saling terkait, yaitu

1. Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak

Dalam setiap keputusan strategis organisasi, peranan penting manajemen puncak perlu dimainkan. Dukungan, komitmen, kepemimpinan, dan partisipasi aktif manajer puncak selalu dibutuhkan untuk melakukan transformasi budaya organisasi, struktur kerja, dan praktik manajemen SDM dari paradigma tradisional menuju paradigma pelanggan.

2. Tolak ukur internal (internal benchmarking)

Proses tolak ukur internal meliputi pengukuran dan penilaian atau manajemen, SDM, organisasi, sistem, alat, desain, pemasok, pemanufakturan, pemasaran, dan jasa pendukung perusahaan. Adapun ukuran-ukuran yang digunakan meliputi loyalitas pelanggan (jumlah persentase dan kelanggengannya), nilai tambah bagi pelanggan inti, dan biaya akibat kualitas jelek.

3. Identifikasi kebutuhan pelanggan

Identifikasi kebutuhan pelanggan dapat dilakukan dengan beberapa metode mutakhir seperti riset nilai (value research), jendela pelanggan (customer window), model, analisis sensivitas, evaluasi multiatribut, analisis konjoin, dan quality function deployment (QFD). Penilaian kapabilitas pelanggan dalam era hiperkompetitif ini pemahaman mengenai mengenai aspek internal perusahaan dan pelanggan saja tidak memadai. Untuk memenangkan persaingan, kapabilitas pesaing (terutama yang terkuat) harus diidentifikasikan dan dinilai secara cermat.

4. Pengukuran kepuasan dan loyalitas pelanggan

Kepuasan pelanggan menyangkut apa yang diungkapkan oleh pelanggan, sedangkan loyalitas pelanggan berkaitan dengan apa yang dilakukan pelanggan. Oleh karena itu, parameter kepuasan pelanggan lebih subjektif,

(18)

lebih sukar dikuantifikasi, dan lebih sulit dikur daripada loyalitas pelanggan.

5. Analisis umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, non-pelanggan, dan pesaing

Lingkup analisis perusahaan perlu diperluas dengan melibatkan mantan pelanggan dan non-pelanggan, tentunya selain pelanggan saat ini dan pesaing. Dengan demikian, perusahaan bisa memahami dengan lebih baik faktor-faktor yang menunjang kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta faktor negatif yang berpotensi menimbulkan pembelotan pelanggan (customer defection). Atas dasar pemahaman ini tindakan antisipatif dan kreatif bisa ditempuh secara cepat, akurat, dan efisien.

6. Perbaikan berkesinambungan

Loyalitas pelanggan merupakan perjalanan tanpa akhir. Tidak ada jaminan bahwa bila sudah terwujud, lantas loyalitas bisa langgeng dengan sendirinya. Pada prinsipnya, perusahaan harus selalu aktif mencari berbagai inovasi dan terobosan untuk merespons setiap perubahan yang menyangkut faktor 3C (customer, company dan competition). Berbagai teknik dan metode yang digunakan dalam beragam total quality deployment (TQM) dan business process reengineering (BPR) sangat bermanfaat untuk membantu proses perbaikan berkesinambungan pada setiap organisasi baik organisasi profit maupun nonprofit.

Menurut Kotler, Hayes, dan Bloom (dalam Buchari Alma 2002:275) ada enam alasan mengapa perusahaan harus menjaga dan mempertahankan konsumennya:

1. Pelanggan yang sudah ada memiliki prospek yang lebih besar untuk memberikan keuntungan kepada perusahaan.

2. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam menjaga dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil daripada mencari pelanggan baru.

(19)

3. Pelanggan yang percaya kepada suatu lembaga dalam suatu urusan bisnis, cenderung akan percaya juga pada urusan bisnis yang lain.

4. Jika sebuah perusahaan lama memiliki banyak pelanggan lama, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan keuntungan karena adanya efisiensi. Pelanggan lama sudah tentu tidak akan banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan mempertahankan mereka. Untuk melayani mereka bisa digunakan karyawan-karyawan baru dalam rangka melatih mereka, sehingga biaya pelayanan lebih murah.

5. Pelanggan lama tentunya telah banyak memiliki pengalaman positif yang berhubungan dengan perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi.

6. Pelanggan lama akan berusaha membela perusahaan, dan mereferensikan perusahaan tersebut kepada teman-teman maupun lingkungannya.

2.6.6 Mengukur Loyalitas

Menurut Tjiptono dalam Sangadji (2014 : 115) untuk mengukur loyalitas diperlukan beberapa atribut, yaitu :

1. mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain; 2. merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran; 3. mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama ketika

melakukan pembelian jasa;

4. melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan dalam beberapa tahun mendatang.

(20)

2.7 Penelitian terdahulu

1. Menurut penelitian terdahulu yang diteliti oleh Khamardi dkk mengenai “pengaruh store atmosphere terhadap loyalitas konsumen dalam membeli produk pada distro tangkelek di Kota Padang” kesimpulan dari jurnal ini sebagai berikut :

Pengaruh store atmosphere terhadap loyalitas produk pada distro Tangkelek Padang berpengaruh signifikan. Hasil survey yang dilakukan terhadap 100 responden, pengaruh antar variabel dikatakan bersifat signifikan jika nilai probability lebih kecil dari nilai α= 0,05. Pada variabel Store Atmosphere yang terdiri dari variabel eksterior, general interior, store layout dan interior display. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel eksterior terhadap loyalitas konsumen dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,259, variabel general interior terhadap loyalitas konsumen dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,585, variabel store layout terhadap loyalitas konsumen dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,156. Sedangkan pada variabel interior display tidak berpengaruh terhadap loyalitas konsumen karena tingkat signifikan sebesar 0,199 dan nilai koefisien regresi sebesar -0.062.

2. Menurut penelitian terdahulu yang diteliti oleh Fanny Endah Primarini (2011) mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Suasana Toko Terhadap Loyalitas Pelanggan di Indomaret cabang sumber Cirebon kesimpulannya sebagai berikut :

Bahwa tanggapan responden terhadap kualitas pelayanan dan suasana toko berada dalam kategori yang baik dimana berdasarkan hasil hipotesis secara keseluruhan terdapat pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan dan suasana toko terhadap loyalitas pelanggan. Dari hasil hipotesis secara individual melalui uji-t diperoleh bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap loyalitas pelanggan yaitu sebesar

(21)

56,4% dan pengaruh yang paling kecil adalah suasana toko sebesar 12,5% terhadap loyalitas pelanggan.

3. Menurut penelitian terdahulu yang diteliti oleh Yanuar Insan (2013) mengenai Pengaruh Atribut Supermarket terhadap Motif Belanja Hedonic dan Motif Belanja Utilitarian serta Loyalitas Konsumen Carefour Surabaya dengan jumlah responden sebanyak 150 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode non probability sampling dengan menggunakan judgement sampling, kesimpulan dari jurnal ini sebagai berikut :

Motif belanja dibagi menjadi dua yaitu motif belanja hedonic dan motif belanja utilitarian. Pengaruh antar variabel dikatakan bersifat signifikan jika nilai probability lebih kecil dari nilai α= 0,05. Variabel motif belanja hedonic berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen dengan Critical Ratio (CR) 2,571 dan tingkat signifikansi 0,039 (lebih kecil dari 0,05) dan variabel motif belanja utilitarian berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen dengan Critical Ratio (CR) 4,392 dan tingkat signifikansi 0,000 (lebih kecil dari 0,05).

4. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jeslyn Monica Leha dan Hartono Subagjo (2014) mengenai Pengaruh Atribut Cafe terhadap Motif Belanja Hedonic dan Motif Belanja Utilitarian dan Loyalitas Pelanggan Starbucks Coffee di The Square Apartment Surabaya dengan jumlah responden sebanyak 175 responden, kesimpulan dari jurnal ini sebagai berikut : Berdasarkan nilai probability pengaruh motif belanja hedonic terhadap loyalitas konsumen sebesar 0,000 kurang dari 0,05 (α=5%), sehingga disimpulkan motif belanja hedonic berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Nilai standardized regression weight motif belanja hedonic sebesar 0,348 menunjukkan arah pengaruh positif motif belanja hedonic terhadap loyalitas konsumen. Berdasarkan nilai probability pengaruh motif belanja utilitarian terhadap loyalitas konsumen sebesar

(22)

0,000 kurang dari 0.05 (α=5%), sehingga disimpulkan motif belanja utilitarian berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen. Nilai standardized regression weight motif belanja utilitarian sebesar 0,434 menunjukkan arah pengaruh positif motif belanja utilitarian terhadap loyalitas konsumen.

2.8 Hubungan antar variabel

2.8.1 Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Loyalitas Konsumen

Store atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere terdiri dari exterior, general interior, store layout, dan interior displays yang diolah dan dibuat semenarik mungkin sehingga pada akhirnya akan menciptakan citra toko, menimbulkan kesan yang menarik bagi konsumen dan mempengaruhi loyalitas konsumen di toko tersebut.

Para konsumen tidak hanya berbelanja demi memenuhi kebutuhan hidup saja tetapi terdapat pemenuhan gaya hidup atau status sosial yang diharapkan, untuk itu toko-toko yang didesain dengan nuansa toko yang menarik dapat menjadi hal positif dimata konsumen, konsumen yang senang lebih cenderung untuk melakukan pembelian. Store atmosphere (suasana toko) sebagai alat komunikasi pemasaran yang didesain semenarik mungkin dan harus dilakukan perubahan secara berkala terhadap suasana toko, yang dirancang dengan kreativitas dan inovasi agar konsumen tidak beralih ke toko lain.

Menurut Gilbert (2003 :129) yang dikutip oleh Foster (2008 :61) bahwa atmosfer toko dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap perancangan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan pembelian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khamardi dkk (2014), yang berjudul “Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Loyalitas Konsumen dalam Membeli Produk pada Distro Tangkelek di Kota Padang” ,yang menghasilkan bahwa suasana toko dan lokasi yang tepat dapat menjadi sarana komunikasi yang positif, menguntungkan dan memperbesar

(23)

peluang untuk mempengaruhi loyalitas konsumen. Elemen-elemen store atmosphere diantaranya eksterior, general interior, store layout semuanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen yang dilakukan pada distro Tangkelek di kota Padang. Sehingga, store atmosphere berpengaruh positif terhadap loyalitas.

2.8.2 Pengaruh Shopping Motivation terhadap Loyalitas Konsumen

Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi membuat adanya dorongan atau desakan yang ada dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, lama kelaman dorongan atau desakan ini menjadi sebuah motivasi. Sebuah motivasi juga bisa timbul dikarenakan adanya rangsangan yang menciptakan keinginan dan mempengaruhi perilaku seseorang. Motivasi berbelanja yang tercipta bisa tergantung dari kebutuhan yang tidak terpenuhi, semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan motivasi yang dimiliki pun akan semakin besar dan menjadi terlibat dengan produk atau merk semakin tinggi, konsumen pun akan mencari informasi yang relevan dan mengolahnya hingga tuntas. Di dalam proses itu, konsumen melihat perbedaan-perbedaan yang ditawarkan oleh berbagai merk atau produk, hasilnya adalah kesetiaan atau loyalitas yang lebih besar terhadap merk atau produk yang lebih banyak mempunyai keunggulan.

Setiadi (2010 :54) mengungkapkan bahwa konsumen dimotivasi untuk mencari informasi yang lebih relevan dan mengolahnya secara lebih tuntas apabila keterlibatan tersebut tinggi. Begitu pula mereka lebih mungkin dipengaruhi oleh kekuatan argumentasi sebagimana berlawanan dengan cara di mana daya tarik diekspresikan dan divisualisasikan, yang digambarkan sebagai keterlibatan pesan.

Konsumen juga dapat menjadi terlibat dengan produk atau merek. Mereka akan lebih mungkin untuk melihat perbedaan dalam sifat yang ditawarkan oleh berbagai produk atau merek, dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan atau loyalitas yang lebih besar ketika preferensi didasarkan atas keterlibatan yang dirasakan tinggi.

(24)

2.9 Kerangka Pemikiran

Persaingan dunia ritel, membuat para pebisnis berlomba-lomba dalam mendesain dan membuat usahanya menarik dikunjungi konsumen mulai dari aspek produk, harga, promosi, pelayanan, fasilitas fisik. Fasilitas fisik diantaranya dari suasana toko yang hendak diciptakan. Pasar tradisional dengan keadaan yang serba kekurangan, seperti pada penerangan yang seadanya, lahan parkir terbatas, tata letak kios yang semerawut dan aroma tidak sedap, nyatanya pasar tradisional masih menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berbelanja dan hal ini menandakan masih adanya motivasi belanja ke pasar tradisional. Tetapi dari hasil survey terjadi penurunan jumlah unit pasar tradisional khususnya di kota Bandung sedangkan pasar modern mengalami perkembangan yang menakjubkan. Untuk itu bilamana aspek store atmosphere di dalam pasar diperbaiki hal ini akan meningkatkan jumlah pengunjung dan diharapkan terciptanya rasa loyal pada pasar tradisional.

Gambar 2.4 Paradigma Penelitian

Store Atmosphere (X1)

1.desain toko 2.tata letak toko 3.komunikasi visual 4.penerangan 5. warna 6.musik 7.aroma

Levy dan Weitz dalam Utami (2010 :52) Shopping motivation (X2) a. hedonik b.utilitarian Utami (2010: 47) Loyalitas Konsumen (Y)

(25)

2.10 Hipotesis

H1 : Store atmosphere (suasana toko) berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen pada pasar tradisional Kosambi.

H2 : Shoppimg motivation berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen pada pasar tradisional Kosambi.

H3 : Store atmosphere dan Shoppimg motivation berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen pada pasar tradisional Kosambi.

Gambar

Gambar  2.3  di  atas  menggambarkan  bahwa  motivasi  sebagai  keadaan  tertekan  karena  dorongan  kebutuhan  yang  “membuat”  individu  melakukan  perilaku  yang  menurut  anggapannya  akan  memuaskan  kebutuhan  dan  dengan  demikian  akan  mengurangi
Gambar 2.4  Paradigma Penelitian  Store Atmosphere (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan perubahan tersebut adalah sebagai berikut: (a) Terjadinya cost overrun sebesar 10 %, dalam mana terjadi kenaikan nilai moneter pada komponen-komponen biaya sosial (

Konsultan Penyusunan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Konsultasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Konsultan Teknik Produksi Sumur Migas, Konsultan.

Parameter ekonomi yang mempengaruhi analisis bio-ekonomi usaha perikanan tangkap model Statik Gordon-schaefer adalah biaya penangkapan (c) dan harga hasil

Ikan Famili Chaetodontidae atau lebih dikenal dengan butterflyfishes (kepe- kepe) merupakan jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang dengan mengkonsumsi

Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam

variabel yang bermakna mempengaruhi umur menarche dengan α = 0,05, yaitu status gizi, berat badan lahir, umur ibu saat melahirkan, dan pendidikan ayah, sedangkan

Sistem klasifikasi kepribadian dan penerimaan teman sebaya menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation menghasilkan arsitektur jaringan terbaik dengan 10 neuron

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mendeskripsikan desain, kelayakan, keberfungsian, tanggapan guru dan siswa serta faktor pendukung dan kendala selama