• Tidak ada hasil yang ditemukan

FANY SRILESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FANY SRILESTARI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED

INSTRUCTION DENGAN THINK PAIR SHARE

(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2014/2015)

FANY SRILESTARI e-mail: fanysrilestari89@gmail.com

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No.24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang lebih baik antara menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, serta mengetahui kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dan Think Pair Share. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan komunikasi matematik. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Cikoneng. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, terpilih kelas VIII G dengan jumlah 33 orang sebagai kelas eksperimen 1 yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dan kelas VIII I dengan jumlah 34 orang sebagai kelas eksperimen 2 yang pembelajarannya menggunakan model Kooperatif tipe Think Pair Share. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan taraf nyata pengujian α = 5%. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data diperoleh simpulan bahwa kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction termasuk dalam kriteria sangat baik, sedangkan kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share termasuk dalam kriteria baik.

Kata Kunci : Team Accelerated Instruction, Think Pair Share, Komunikasi Matematik, Interaksi

(2)

ABSTRACT

This research purposed to know the better students’ mathematics communication ability used cooperative learning model in type Team Accelerated Instruction with Think Pair Share, and to know interaction quality in learning mathematics used cooperative learning model Team Accelerated Instruction type and Think Pair Share type. Research methodology that used is experiment. The instrument that used is test of mathematics communication ability. The population of this research is the students of class VIII SMP Negeri 1 Cikoneng. Two classes chosen randomly as the sample, they are class VIII G with total 33 students as the experiment class 1 using cooperative learning model Team Accelerated Instruction type and class VIII I with total 34 students as experiment class 2 using cooperative learning model Think Pair Share type. Technique of analyzing the data that used to examine the hypothesis is two different test average in real tarap α = 5%. Based on analysis and data process result, it can be concluded that the students’ mathematics communication using cooperative learning model Team Accelerated Instruction type is better than using cooperative learning model Think Pair Share type. Interaction quality in learning mathematics using cooperative learning model Team Accelerated Instruction type is the best criteria while interaction quality in learning mathematics using cooperative learning model Think Pair Share type is good criteria.

Keywords : Team Accelerated Instruction, Think Pair Share, Mathematical Communication, Quality Interaction

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain dan dapat diaplikasikan secara luas dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sumarmo, Utari (2014:25) “Matematika memegang peranan yang sangat penting, mulai dari bentuknya yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya, dan dalam kehidupan sehari-hari”. Pembelajaran matematika memiliki karakteristik khusus yang mampu membentuk dan mengembangkan cara berpikir matematik peserta didik.

Tuntutan pembelajaran matematika menekankan pada aktivitas siswa, maka siswa diharapkan untuk dapat mengkomunikasikan pemikirannya baik itu secara lisan maupun tulisan. Hal ini dikarenakan komunikasi sangatlah penting dalam belajar matematika dan dalam menyelesaikan suatu permasalah

(3)

matematika, seperti penyelesaian soal cerita, cara menerapkan rumus yang tepat, memahami soal serta memberikan alasan terhadap jawaban.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika kelas VIII SMPN 1 Cikoneng kemampuan komunikasi matematik peserta didik masih kurang. Hal ini dikarenakan penggunaan model pembelajaran yang belum tepat, pembelajaran masih dilakukan secara klasik, berpusat pada guru dan interaksi antara guru dengan peserta didik hanya terjadi satu arah. Hal tersebut menyebabkan kualitas interaksi dalam pembelajaran masih kurang. Guru nampaknya sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan peserta didik lebih bersifat pasif, sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya suatu kendala kenyataan dan harapan bahwa proses pembelajaran tidak berlangsung secara optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Herlina, Melly (2012) di SMP Negeri 3 Ciamis menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematik dengan menggunakan model pembelajaran langsung masih rendah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kelas eksperimen memiliki nilai postest yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol dengan rata-rata skor postes untuk kelas eksperimen adalah 15,24, sedangkan rata-rata skor postest kelas kontrol adalah 13,12. Nilai post tes kelas eksperimen menunjukkan keterampilan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75 (setara dengan 9 pada tes kemampuan komunikasi matematik) tercapai sebesar 66,67%, yaitu sebanyak 22 orang peserta didik mencapai KKM dan 11 orang peserta didik sebesar 33,33% masih dibawah KKM. Sedangkan untuk kelas kontrol, sebesar 26,47% peserta didik dapat mencapai KKM yaitu sebanyak 9 orang peserta didik dan sebesar 75,53% peserta didik belum mencapai KKM.

Kemampuan komunikasi matematik peserta didik tidak akan tercapai secara optimal tanpa diiringi dengan adanya suatu interaksi pembelajaran. Menurut A.M., Sardiman (2012:18) “Interaksi edukatif adalah proses interaksi

(4)

yang disengaja, sadar tujuan, yakni untuk mengantarkan anak didik ke tingkat kedewasaannya. Jadi interaksi edukatif merupakan salah satu proses komunikasi yang terjadi antara guru dengan peserta didik dimana guru dan peserta didik tersebut harus bersifat aktif.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi pembelajaran matematik peserta didik yaitu melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif, karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi kerja sama antara peserta didik dalam kelompok sehingga terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.

Penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) karena model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang pada taraf pengajaran yang sesuai dengan individual atau kelompok kecil. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:97) yang menyatakan, “Metode ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual”. Menurut Slavin, Robert E. (2014:187) menyatakan, “Team Assisted Individualization merupakan asal mula dari pengembangan dan penelitian programnya sehingga menjadi Team Accelerated Instruction. TAI pada saat ini dikenal sebagai Team Accelerated Instruction atau Percepatan Pengajaran Tim”.

Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) model pembelajaran ini memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan dan menemukan konsep dankerja sama peserta didik.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan komunikasi yang lebih baik antara menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), mengetahui kualitas interakasi pasa saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Think Pair Share (TPS)

(5)

Unsur-unsur program dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) menurut Slavin, Robert E. (2005:195) adalah sebagai berikut:

1) Teams

Dalam model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) peserta didik dibagi ke dalam tim-tim yang beranggotakan 4-5 orang.

2) Tes Penempatan

Peserta didik diberikan tes pra program dalam bidang operasi matematika pada permulaan pelaksanaan program.

3) Materi-materi kurikulum

Perangkat pembelajaran yang akan diberikan terdiri dari bahan ajar (panduan), soal-soal tes unit 1, tes formatif, tes unit 2 dan tes fakta 4) Belajar kelompok

a) Peserta didik membaca dan mendiskusikan bahan ajar dengan teman satu tim, jika diperlukan guru dapat memberikan bantuan.

b) Peserta didik mengerjakan tes unit 1 dengan keterampilannya sendiri dan selanjutnya jawabannya dicek oleh teman satu timnya.

c) Peserta didik mengerjakan tes formatif. Jika terdapat masalah peserta didik dapat meminta bantuan teman satu teamnya sebelum meminta bantuan kepada guru.

d) Peserta didik mengikuti tes unit 2 yang dikerjakan secara individual. Apabila peserta didik telah berhasil mengerjakan tes unit, peserta didik tersebut melanjutkan ke tes fakta

5) Kelompok pengajaran 6) Tes fakta

Peserta didik menyelesaikan tes fakta yang merupakan tes akhir untuk menentukan kriteria penghargaan kelompok

7) Skor tim dan rekognisi tim

8) Penghargaan kelompok dan refleksi

Langkah-langkah Think Pair Share (TPS) menurut Huda, Miftahul (2014:207) adalah sebagai berikut.

1. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota.

2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

(6)

Kemampuan Komunikasi matematik yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah komunikasi tulisan. Sedangkan untuk kemampuan komunikasi lisan hanya dijadikan sebagai informasi tambahan. Hal ini dikarenakan proses komunikasi lisan dapat dilihat ketika berdiskusi. Dengan demikian yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi tertulis. Indikator kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang akan digunakan dalam peneitian ini mengacu pada Sumarmo, Utari (2013:5) yaitu menghubungkan gambar ke dalam model matematika; menjelaskan relasi matematika secara tulisan; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam simbol matematika; membuat konjektur dan menyusun argumen.

Djamarah, Syaiful Bahri (2010:63) menyatakan “Interaksi edukatif adalah sebuah interaksi belajar mengajar yaitu suatu proses interaksi yang menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan”. Indikator interaksi pembelajaran yang akan diteliti adalah interaksi pada fase pendahuluan, inti dan penutup. Aspek yang diamati dilihat dari aksi guru dalam menyampaikan pesan dan reaksi peserta didik. Fase pendahuluan meliputi aksi guru dan reaksi peserta didik pada tahap apersepsi dan motivasi. Fase kegiatan inti meliputi aksi reaksi pada tahap eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Fase penutup meliputi aksi dan reaksi pada tahap refleksi, kesimpulan dan penugasan.

Berikut ini beberapa penelitian yang relevan sebagai bahan pendukung dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan Subagiyana (2011) dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Konstektual (study eksperimen pada salah satu SMP di Kabupaten Kendal)” diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan pendekatan konstektual lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(7)

Penelitian yang dilakukan Azizah, Siti Maryam Noer dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 3 Tangerang Selatan)”. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan populasi seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Cikoneng tahun pelajaran 2014/2015, sedangkan sampel diambil sebanyak dua kelas secara random, terpilih kelas VIII.G sebagai kelas eksperimen I yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan kelas VIII.I sebagai kelas eksperimen II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes kemampuan komunikasi matematik peserta didik berupa tes uraian sebanyak 4 soal yang diberikan satu kali setelah semua materi disampaikan. Selain itu dilaksanakan observasi mengenai kualitas interaksi pada pembelajaran matematika yang menggunakan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dan Think Pair Share. Observasi dilaksanakan oleh observer yaitu guru matematika kelas VIII G dan VIII I sebanyak 7 pertemuan.

Teknik analisis data pada tes kemampuan komunikasi matematik peserta didik yaitu mengklasifikasikan data skor tes dalam interval skala 5, melakukan uji prasyarat analisis dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.

(8)

Sedangkan analisis data lembar observasi dilakukan dengan cara menghitung Skor akhir (SA) kemudian diklasifikasikan dalam interval interaksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Cikoneng pada peserta didik kelas VIII dengan materi bangun ruang sisi datar. Pembelajaran matematika pada kelas eksperimen 1 yaitu kelas VIII G menggunakan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) yang diikuti oleh 33 orang peserta didik, sedangkan pembelajaran matematika pada kelas eksperimen 2 yaitu kelas VIII I menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yang diikuti oleh 34 orang peserta didik. Setelah seluruh proses pembelajaran selesai, kemudian dilaksanakan tes kemampuan komunikasi matematik peserta didik pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, yang hasil akhirnya dihitung sesuai dengan pedoman penskoran. Tes ini dilaksanakan sebanyak satu kali, dengan jumlah soal sebanyak empat butir soal dan skor maksimal idealnya adalah 16.

Untuk melihat ketercapain KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II yaitu dengan cara menghitung × SMI karena KKM di SMP Negeri 1 Cikoneng adalah 77 dan skor maksimal idealnya adalah 16. Maka × 16 = 12,32 artinya KKM 77 setara dengan skor 12,32 dari tes kemampuan komunikasi matematik peserta didik.

Skor peserta didik di kelas eksperimen 1 yang telah mencapai KKM sebanyak 18 orang atau 54,55%, sedangkan yang masih di bawah KKM sebanyak 15 orang atau 45,45%. Skor peserta didik di kelas eksperimen 2 yang telah mencapai KKM sebanyak 13 orang atau 38,24%. Sedangkan sisnya yaitu 21 orang atau mencapai 61,76% masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan meminta izin kepada kepala sekolah yang menjadi tempat penelitian. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari silabus,

(9)

Rencana Pelaksanaan Penelitian (RPP), bahan ajar, LKPD, tes penempatan, tes unit 1, tes formatif, tes unit 2, tes fakta, tes individu, tugas individu, soal tes kemampuan komunikasi dan lembar observasi untuk mengetahui interaksi pembelajaran peserta didik.

Penelitian ini dilanjutkan dengan melaksanakan proses pembelajaran pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pembelajaran disetiap kelas eksperimen dilaksanakan sebanyak 7 kali pertemuan. Pembelajaran di kelas eksperimen 1 dimulai tanggal 16 Maret 2015 s.d 6 April 2015, sedangkan pembelajaran di kelas eksperimen 2 dimulai tanggal 17 maret sampai 7 April 2015. Uji instrumen di kelas IX B sebanyak 1 kali pertemuan yaitu tanggal 2 Maret 2015. Tes kemampuan komunikasi di kelas eksperimen 1 dilaksanakan pada tanggal 20 april 2015 dan di kelas eksperimen 2 pada tanggal 8 April 2015. Tes yang diberikan berupa tes kemampuan komunikasi matematik indikator tulisan sebanyak 4 soal.

Kegiatan inti terdiri dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Tahap pertama peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang. Pengelompokan dilakukan secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik peserta didik. Tahap kedua peserta didik mengerjakan tes penempatan secara individu. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik. Pada kegiatan elaborasi peserta didik melaksankan tahap ketiga yaitu mendiskusikan bahan ajar dengan teman sekelompoknya kemudian perwakilan dari salah satu kelompok mempresentasikan. Guru membimbing jalannya diskusi.

Tahap keempat yaitu perwakilan kelompok mempresentasikan bahan ajar, kelompok yang lain memperhatikan dan memberikan tanggapan Tahap kelima peserta didik mengerjakan tes unit 1 secara individu. Tahap keenam peserta didik mengerjakan tes formatif secara individu setelah selesai mengerjakan tes formatif, tahap ketujuh yang harus dilakukan peserta didik adalah mengerjakan tes unit 2 secara individu.

Setiap tahapan pengerjaan tes, jawaban peserta didik ditukar dengan teman sekelompoknya untuk diperiksa. Guru menjelaskan materi secara singkat

(10)

menjelang tes fakta. Pada kegiatan konfirmasi peserta didik melaksanakan tahap kedelapan yaitu mengerjakan tes fakta sebagai tes akhir untuk menentukan sumbangan individu dalam kriteria penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan skor perkembangan individu sesuai dengan hasil tes fakta.

Pembelajaran di kelas eksperimen 2 menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Pembelajaran ini memiliki 3 tahapan inti yaitu Thinking, Pairing dan Sharing. Tahap pertama pada kegiatan eksplorasi yaitu peserta didik dikelompokkan secara heterogen menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang. Tahap kedua peserta didik diberikan bahan ajar untuk didiskusikan dengan anggota kelompoknya, guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Setelah peserta didik selesai mendiskusikan bahan ajar perwakilan kelompok mempresentasikan, kelompok yang lain memperhatikan lalu memberikan tanggapannya. Tahap ketiga peserta didik mengerjakan LKPD secara individu terlebih dahulu (Thinking) jika ada yang tidak dimengerti dapat bertanya kepada guru. Tahap keempat masing-masing kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan untuk mendiskusikan hasil pengerjaan LKPD yang telah dikerjakan secara individu (Pairing). Tahap kelima, setelah mendiskusikan dengan anggota pasangannya peserta didik kembali ke kelompok untuk menjelaskan hasil diskusinya. Perwakilan kelompok mempresentasikan, sedangkan kelompok yang lain memperhatikan dan memberi tanggapan (Sharing).Pada kegiatan konfirmasi, peserta didik mengerjakan tes individu. Hasil dari tes ini dijadikan skor sumbangan individu untuk menentukan kriteria kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata skor akhir kemampuan komunikasi matematik peserta didik kelas eksperimen 1 lebih baik daripada kelas eksperimen 2. Rata-rata skor akhir kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) sebesar 11,71. Indikator kemampuan komunikasi no 1 yaitu menjelaskan ide dan relasi secara tulisan memiliki rata-rata 3,27 atau mencapai 81,75% termasuk dalam kategori baik. Indikator ke 2 yaitu membuat konjektur

(11)

dan menyusun argumen memiliki rata-rata 3,52 atau mencapai 88% dan berkategori baik. Indikator kemampuan komunikasi no 3 yaitu menyatakan gambar kedalam model matematika memiliki rata-rata 2,36 atau mencapai 59% termasuk dalam kategori sedang, cukup. Indikator ke 4 yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika memiliki rata-rata 3,15 atau mencapai 78,75% dan berkategori baik.

Rata-rata skor akhir kemampuan komunikasi matematik yang diperoleh peserta didik kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebesar 9,82. Indikator kemampuan komunikasi no 1 memiliki rata-rata 2,91 atau mencapai 72,75% termasuk dalam kategori cukup. Indikator ke 2 yaitu memiliki rata-rata 3,21 atau mencapai 80,25% dan berkategori baik. Indikator kemampuan komunikasi no 3 memiliki rata-rata 2,24 atau mencapai 56% termasuk dalam kategori cukup. Indikator ke 4 memiliki rata-rata 2,65 atau mencapai 66,25% dan berkategori cukup.

Selain itu peserta didik pada kelas eksperimen 1 terdapat 42,4% yang mencapai KKM sedangkan pada kelas eksperimen 2 sebesar 26,47%. Hal ini dikarenakan peserta didik kelas eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) sehingga mereka terbiasa mengerjakan soal-soal secara individu lebih banyak dibandingkan dengan peserta didik kelas eksperimen 2 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Hasil pengujian homogenitas untuk tes kemampuan komunikasi matematik menunjukan bahwa hasil tes pada kedua kelas eksperimen adalah homogen. Lalu diuji dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yang menunjukan hasil perolehan bahwa thitung> ( , )( ) yaitu 2,77 > 1,67 artinya kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Pada setiap pembelajaran baik kelas eksperimen 1 maupun eksperimen 2 dilakukan observasi. Adapun yang yang menjadi observernya adalah guru matematika kelas VIII yaitu Ibu Neneng Rohayati, S.Pd. Observasi tersebut

(12)

dilakukan untuk mengetahui kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Think Pair Share (TPS).

Skor keseluruhan kualitas interaksi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team Accelerated Instruction (∑x) 422, skor maksimal keseluruhan (N) sebesar 525. Skor akhir kualitas interaksi pembelajaran adalah 80,4%. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction tergolong kedalam kriteria sangat baik.

Skor keseluruhan kualitas interaksi dengan menggunakan model Think Pair Share (∑x) 401, skor maksimal keseluruhan (N) sebesar 525. Skor keseluruhan kualitas interaksi adalah 77. Skor akhir kualitas interaksi pembelajaran adalah 76,4%. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share tergolong kedalam kriteria baik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka simpulan penelitian ini adalah :

1. Kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih baik dari pada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

2. Kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) tergolong kedalam kriteria sangat baik.

3. Kualitas interaksi pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) tergolong kedalam kriteria baik.

(13)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Kepada sekolah diharapkan memberi dukungan berupa sarana dan prasarana kepada guru mata pelajaran matematika untuk menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif khususnya model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI)

2. Bagi guru disarankan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) sebagai alternatif dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) pada materi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Siti Maryam Noer. (2011). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 3 Tangerang Selatan.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/3952.

Diakses: 17 Februari 2015.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2010). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Huda, Miftahul (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Herlina, Melly. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kontruktivisme.(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 3 Ciamis Tahun Pelajaran 2011/2012). Skripsi FKIP Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Memahami Berbagai Aspek dalam Kurukulum 2013. Kata Pena. Slavin, Robert E. Terjemahan Narulita Yusran (2005). Cooperative Learning.

(14)

Subagiyana. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Type Team Assisted Individualization (TAI) dengan pendekatan Konstektual (Studi Eksperimen pada Salah Satu SMP di Kabupaten Kendal). http://reprository.upi.edu/10404/. Diakses: 12 Januari 2015

Sumarmo, Utari.(2014). Berpikir dan Disposisi matematik serta pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.

Referensi

Dokumen terkait

Sampai saat ini, pelaksanaan superovulasi masih dihadapkan kendala antara lain: respon donor yang bervariasi dan hasil perolehan embrio belum maksimal, khususnya permasalahan

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau melakukan pengelolaan AMS dalam penyampaian informasinya kepada karyawan sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa para pegawai pada Kantor Camat Siak Kecil Kabupaten Bengkalis banyak yang kurang berpengalaman, dapat dilihat dari mayoritas

dari graf. Nilai gen yang bersesuaian dengan sisi yang dihilangkan dari graf adalah “0”. Proses evolusi akan melakukan pencarian pada ruang solusi untuk menemukan kromosom

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu: (1) pembuatan tepung jagung instan dengan metode nikstamalisasi dengan berbagai kombinasi konsentrasi Ca(OH) 2 dan lama

kesimpulan yaitu dalam membuat iklan memang sangat dibutuhkan tingkat kreatifitas

Laporan Penerimaan dan Pengeluaran ZIS Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah bagaimana cara menghasilkan sebuah aplikasi di Apotek RSIA Anggrek Mas,