• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

RELIGIUSITAS

SEBAGAI

PREDIKTOR

KECEMASAN

MENGHADAPI

KEMATIAN

PADA

PENATUA

DAN

DIAKON

JEMAAT

GKE

TAMIANG

LAYANG

OLEH

VIA KATELUNIATI 802013156

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Via Kateluniati

NIM : 802013156

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Salatiga

Pada Tanggal: 18 Juli 2017 Yang menyatakan,

Via Kateluniati

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Via Kateluniati

NIM : 802013156

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir, judul :

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Yang dibimbing oleh :

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA. Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 18 Juli 2017 Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Oleh Via Kateluniati

802013156

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 25 Juli 2017 Oleh:

Pembimbing

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA. Diketahui Oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR KECEMASAN

MENGHADAPI KEMATIAN PADA PENATUA DAN

DIAKON JEMAAT GKE TAMIANG LAYANG

Via Kateluniati Aloysius L. S. Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah religiusitas adalah prediktor kecemasan menghadapi kematian pada penatua dan diakon. Sampel (N=41) diambil dengan menggunakan teknik incidental sampling. Hasil penelitian menggunakan teknik regresi sederhana diperoleh adalah r = 0,504, dengan besar p = 0,001 (p < 0,05) menunjukan bahwa religiusitas dapat menjadi prediktor kecemasan menghadapi kematian pada penatua dan diakon.

(9)

ii ABSTRACT

The aim of this study was to determine whether religiosity as an anxiety predictor faced death in elder and deacon. The sample (N = 41 ) was taken using incidental sampling technique. The result of research using simple regression technique is r = 0,504, with big p = 0,001 (p < 0,05) shows that religiosity can be predictor of anxiety facing death in elder and deacon.

(10)

1

PENDAHULUAN

Tahap akhir perkembangan adalah kematian atau tutup usia. Kematian merupakan sesuatu yang pasti datang dan tidak dapat dielakkan yang akan mengakhiri kehidupan setiap individu, yang dapat menghampiri siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena setiap kehidupan itu unik, maka begitu pula dengan kematian. Sulit memang kita menerima kenyataan bahwa kita juga akan mati, tetapi kabar baiknya adalah kita tahu kematian itu bagian dari kehidupan yang terus berlanjut. Kematian adalah bagian normal dari kehidupan, namun dapat berisiko tinggi jika tidak ada dukungan yang tersedia (Upton, 2012).

Ada tiga tahap proses transisi dari hidup menuju kematian, tahap pertama yaitu fase agonal (agonal phase)bahasa Yunani agon berarti “perjuangan”. Di sini, agonal mengacu pada embusan nafas dan kejang otot di saat-saat pertama detak jantung biasa mulai terputus-putus. Tahap kedua yaitu fase kematian klinis (clinical death) terjadi jeda pendek saat dimana detak jantung, peredaran darah, pernafasan dan otak berhenti berfungsi, tetapi tindakan penyadaran masih bisa dilakukan. Tahap yang terakhir yaitu fase kematian (mortality), individu mengalami kematian permanen, dalam beberapa jam makhluk tidak bernyawa itu terlihat menyusut, sama sekali tidak mirip seperti dirinya ketika masih bernyawa (Berk, 2012).

Kubler-Ross (dalam Berk, 2012) mengemukakan teori berupa lima respon khas yang mulanya disebut sebagai tahapan terhadap bakal mati atau pengalaman sekarat, respon pertama yaitu penyangkalan (denial) dimana seseorang menolak adanya kematian. Respon kedua yaitu kemarahan (anger) seseorang menyadari bahwa penolakan tidak dapat lagi dipertahankan.Respon ketiga yaitu tawar menawar (bargaining) di mana seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian

(11)

sewaktu-2

waktu dapat ditunda atau diundur.Respon keempat yaitu depresi (depression) di mana orang yang sekarat akhirnya menerima kematiandan yang kelima ialah penerimaan (acceptance) respon di mana seseorang mengembangkan rasa damai dan menerima takdir.

Kematian merupakan akhir kehidupan yang tidak dapat dihindari.Ketidakjelasan yang menyertai kematian ini menyebabkan seseorang mengalami kecemasan kematian (Hartanto, 1996).Perasaan cemas yang dialami dapat mengganggu individu dalam kegiatan sehari-hari (Wijaya & Safitri, 2006).Kecemasan kematian dapat diartikan sebagai suatu kondisi psikologis, baik pikiran-pikiran ataupun perasaan yang tidak menyenangkan saat seseorang memikirkan tentang kematian dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya (Templer, 1971 dalam Hartanto 1996).Kecemasan merupakan suatu kondisi emosi yang tidak menyenangkan di mana individu merasa tidak nyaman, tegang dan bingung. Suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan gelisah bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, Rathus & Greene, 2003).

Kecemasan pun terbagi atas beberapa karakteristik, yaitu ciri-ciri fisik, keperilakuan (behavioral) dan kognitif (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Ciri-ciri fisik meliputi anggota tubuh gemetar atau bergetar, banyak keringat, telapak tangan yang berkeringat, sulit bicara, sulit bernafas, terdapat gangguan perut/mual, panas dingin, sering buang air kecil, dan merasa sensitif atau mudah marah. Ciri-ciri behavioral (keperilakuan) meliputi perilaku menghindar, perilaku melekat dan perilaku terguncang. Selanjutnya adalah ciri-ciri kognitif meliputi khawatir tentang sesuatu dan perasaan terganggu oleh ketakutan atau gelisah terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan. Terdapat berbagai hal yang diduga mampu mengatasi kecemasan yang dialami agar

(12)

3

dapat mencapai hidup yang sejahtera diantaranya adalah melalui kajian ulang kehidupan, olahraga, religiusitas dan dukungan sosial (Papalia, Feldman& Olds, 1992).

Beberapa peneliti (misalnya, Falkenhain & Handal, 2003; Cicirelli, 2003; Wen, 2010; Thoulless, 2000) mengatakan bahwa aspek yang bisa digunakan ketika membahas tentang kecemasan kematian adalah agama atau religiusitas.Hal ini dikarenakan setiap agama pasti membicarakan atau membahas tentang kematian (Lonetto & Templer, 1986). Ketika seseorang mengalami kecemasan kematian, intensitas mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara beribadah semakin tinggi. Namun setiap orang memiliki intensitas keberagamaan atau religiusitas yang berbeda satu sama lainnya. Sedangkan makna religiusitas itu sendiri adalah keadaaan atau kualitas seseorang dalam komitmennya terhadap suatu agama yang meliputi the beliefs religious, religious practice, experience, religious knowledge, dan religious consequences.

Ideologi (the beliefs religious)berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Praktik religius (religious practice)mencakup perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya.Pengalaman (experience) berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (masyarakat).

Selanjutnya ialah pengetahuan religiusitas (religious knowledge)dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi dan yang terakhir ialah konsekuensi religiusitas (religious consequences) dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,

(13)

4

pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilakunya.

Di dalam beberapa penelitian yang dilakukan menggunakan kedua variabel tersebut yaitu variabel “Religiusitas” dan “Kecemasan Menghadapi Kematian” terdapat hasil yang berbeda-beda.Duff dan Hong (dalam Muthoharoh & Andriani, 2014) mengatakan dua variabel tersebut berkorelasi negatif, sedangkan menurut Templer (1972) dua variabel tersebut berkorelasi positif.Khalek dan Lester (2009) mengatakan tidak ada keterkaitan di antara kedua variabel tersebut.Ketidakkonsistenan hubungan ini terjadi karena alat ukur yang digunakan untuk mengukur “Religiusitas” masih dipertanyakan validitas dan reliabilitasnya.Kebanyakan penelitian menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri dan meminta subjek untuk mengukur religiusitasnya sendiri.Selain itu mereka juga menggunakan alat ukur yang aitemnya sedikit, sehingga untuk menjelajahi lebih jauh mengenai keberagamaan kurang cukup (Khalek & Lester, 2009).Penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak menggunakan subjek orang-orang barat dalam hal keberagamaan dan melihat kematian.

Pada penelitian sebelumnya, peneliti lebih menghubungkan kematian dengan dewasa akhir, sedangkan menurut Lenotto dan Templer (1986) orang dewasa akhir mengalami kecemasan menghadapi kematian yang rendah. Pada dewasa tengah yang mana merupakanusia produktif apalagi pada mereka yang telahmengalami puncak kesuksesan dalam hidupnya,kecemasan kematian ini dapat menganggu danberakibat kurang baik. Ada yang tidak bisa tidurkarena takut tidak bisa bangun lagi, ada juga yangtidak mau bekerja karena lingkungannya tidak nyaman dan masih banyak kasus lainnya (Hartanto, 1996).Ada juga yang melakukan tindakan-tindakan berbahaya untuk

(14)

5

menekan kecemasan kematiannya,misalnya sexual risk taking (Ford, Ewig, Ferguson &Sherman, 2004).

Kematian yang tidak terelakkan semakin menginsyafkan manusia akan ketidakberdayaan. “Religiusitas” diharapkan mampu memberikan orientasi dan cara pandang baru mengenai kehidupan, pandangan dan keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian serta eksistensinya di dunia ini. Dalam suatu pelayanan yang dilakukan di ruang lingkup gereja, nyatanya tidak terlepas dari pelayanan dalam suasana dukacita atau kematian. Orang yang berperan dalam pelayanan ini selain Pendeta ialah para Penatua dan Diakon yang membantu Pendeta dalam tugas pelayanan gereja.Penatua dan Diakon memiliki prinsip yang sama bahwa mereka bukanlah orang yang sembarangan dipilih. Mereka juga harus memiliki kualifikasi yang baik dan sesuai dengan Firman Tuhan.Penatua dan Diakon seperti “the church factotums” di mana mereka menangani semua jenis pelayanan mulai dari pembangunan, administrasi, berkhotbah, perkunjungan dan masih banyak lagi.

Salah satu jenis pelayanan perkunjungan yang di lakukan oleh Penatua dan Diakon ialah perkunjungan di suasana kedukaan atau kematian. Dari meninggalnya jemaat, proses persembayangan, prosesi pemakaman hingga prosesi-prosesi lainnya yang diadakan oleh keluarga yang berduka, pelayanannya pun seperti dalam bentuk ibadah penghiburan, pendampingan, memberikan penguatan dan penghiburan bagi anggota keluarga yang ditinggalkan itu merupakan tugas yang dilakukan oleh para Penatua dan Diakon tersebut.

Di dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti Penatua dan Diakon. Dalam dunia perkuliahan tidak ada penjurusan yang akan menjadikan seseorang menjadi Penatua dan Diakon, beda halnya dariPendeta. Penatua dan Diakon dipilih

(15)

6

langsung oleh jemaat dan pastinya atas penyertaan Allah, agar dapat melayani di Gereja. Tugas berat yang mungkin diemban oleh para Penatua dan Diakon ini yaitu mereka dituntut harus benar-benar mengetahui agama yang dilayaninya seperti apa, mulai dari pengajaran, pemahaman, keyakinan dan penghayatan atas agamanya itu sendiri dan mampu menjadi serupa dan segambar dengan Allah dan mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan mereka sehari-hari, entah itu dalam pelayanan maupun diluar pelayanan yang ada dalam jemaat. Kematian pastinya akan dialami semua manusia yang hidup tidak terkecuali para Penatua dan Diakon, dan diharapkan para Penatua dan Diakon ini dapat menerima kematian yang akan menghampiri mereka dengan adanya religiusitas yang ada di dalam diri mereka.

Hingga saat ini, masih belum ada penelitian-penelitian yang mampu mengidentifikasi apakah “religiusitas” ini dapat dikatakan sebagai prediktor “kecemasan menghadapi kematian” pada Penatua dan Diakon. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti religiusitas sebagai prediktor kecemasan menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon.

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang dikemukakan, makapenelitian ini memperlakukan variabel “religiusitas” sebagai prediktor terhadap kecemasan menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon di Jemaat GKE Tamiang Layang.

(16)

7

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian adalah: 1. Variabel bebas (X) : Religiusitas

2. Variabel Terikat (Y) : Kecemasan Menghadapi Kematian

Partisipan

Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 41 partisipan Penatua dan Diakon yang aktif melayani di Majelis Jemaat GKE Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah, dengan rentang usia 30 – 63 tahun partisipan laki-laki (18 orang) dan perempuan (23 orang) dan sekurang-kurangnya sudah menjadi Penatua dan Diakon selama 1 periode (5 tahun) di Majelis Jemaat GKE Tamiang Layang. Pemerolehan partisipan dilakukan dengan teknik incidental sampling.

Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu: Pertama, Skala “Religiusitas” yang disusun menggunakan skala Likert dengan empat alternatif jawaban dari “sangat setuju” hingga “sangat tidak setuju”. Skala yang digunakan untuk mengukur “Religiusitas” ini disusun oleh Simorangkir (2014) yang didasarkan dari teori Stark dan Glock (1968) yang terdiri dari 27 aitem dengan tingkat reliabilitas 0,882. Penilaiannya adalah jika semakin tinggi skor total yang diperoleh individu maka semakin tinggi religiusitasnya, sedangkan semakin rendah skor total yang diperoleh maka semakin rendah skor religiusitasnya.

Instrumen kedua adalah Skala “Kecemasan Menghadapi Kematian” dari skala yang disusun oleh Nikolas (2015) dengan tingkat reliabilitas 0.963.Skala ini didasarkan

(17)

8

pada dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis dari teori Taylor dan Daradjat (dalam Nikolas, 2015). Skala terdiri dari 26 aitem yang menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban “sangat setuju” hingga “sangat tidak setuju”.

Prosedur Pengolahan Data

Untuk pengolahan data dan menganalisis apakah “Religiusitas” sebagai Prediktor “Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakon, peneliti menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) forwindows release 16.0. Namun sebelum menghitung regresi, dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi, yang digunakan untuk memprediksi atau menguji pengaruh satu variabel bebas atau variabel independen terhadap variabel terikat atau variabel dependen.

(18)

9

HASIL PENELITIAN Reliabilitas dan Seleksi Aitem

Perhitungan uji daya diskriminasi dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach. Kriteria pemilihan aitem yang memuaskan dan memberikan kontribusi baik adalah sebesar > 0,30 (Azwar, 2012). Pada skala “Religiusitas”, diperoleh bahwa dari 27 aitem yang diuji terdapat 3 aitem yang gugur, sehingga terdapat 24 aitem terpakai. Nilai r (corrected item-total correlation) bergerak dari 0,396-0,761 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,923.

Pada skala “Kecemasan Menghadapi Kematian” hasil uji reliabilitas dan daya diskriminasi aitem diperoleh bahwa dari 26 aitem yang diuji terdapat 11 aitem yang gugur, sehingga terdapat 15 aitem terpakai. Nilai r (corrected item-total correlation) bergerak 0,399-0,881 dengan koefisienAlpha Cronbach 0,905, yang berarti alat ukur ini tergolong sangat reliabel.

Analisis Deskriptif

Peneliti membagi skor dari setiap skala menjadi 4 kategori mulai dari “sangat rendah” hingga “sangat tinggi” menggunakan rumus kategorisasi. Tabel 1 dan 2 menunjukan kategori skor untuk setiap variabel.

Tabel 1

Kriteria skor untuk Religiusitas

Variabel Interval Kategori N Persentase Mean SD

Religiusitas 78 ≤ - ≤ 96 Sangat Tinggi 25 60,97 % 84,07 8,779 60 ≤ - < 78 Tinggi 16 39,03 % 42 - < 60 Rendah 24 ≤ - < 42 Sangat Rendah

(19)

10

Tabel 2

Kriteria skor untuk Kecemasan Menghadapi Kematian

Variabel Interval Kategori N Persentase Mean SD

Kecemasan Menghadapi Kematian 42 ≤ - 51 Sangat Tinggi 5 12,20 % 32,85 6,995 33 ≤ - < 42 Tinggi 15 36,58 % 24 - < 33 Rendah 19 46,34 % 15 ≤ - < 24 Sangat Rendah 2 4,88 % Uji Asumsi 1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas secara statistik dapat dilakukan dengan uji one sample Kolmogorov-Smirnov dengan p > 0,05, perhitungan normalitas dapat dilihat pada tabel 3:

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa nilai K-S-Z pada “Religiusitas” sebesar 0,840 (0,840>0,05) dan “Kecemasan Menghadapi Kematian” 0,591 Tabel 3

Hasil Uji One Komlogorov-Smirnov (K-S)

Religiusitas Kecemasan Menghadapi Kematian

N 41 41

Normal Parametersa Mean

Std. Deviation

84,07 8,779

32,85 6,995 Most Extreme Absolute

Positive Negative 0,131 0,131 -0,115 0,092 0,092 -0,071 Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

a. Test distribution in Normal.

0,840 0,480

0,591 0,876

(20)

11

(0,591>0,05), sehingga dapat disimpulkan data tersebut memenuhi syarat untuk berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Kriteria pengujian yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka terdapat hubungan linear, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka tidak terdapat hubungan linear. Dari pengujian linearitas kedua variabel diperoleh nilai signifikansi 0,088 (p>0,05) dengan F (1, 39)= 1,844. Perhitungan linearitas dapat dilihat pada tabel 4:

Tabel 4

Hasil Uji Linearitas “Religiusitas” dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian”

df SoF MS F Sig. KEC * REL Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity (18) 1 17 22 1355.330 497.614 857.717 601.792 75.296 497.614 50.454 27.354 2.753 18.192 1.844 0,13 0,000 0,088 Within Groups Total 40 1957.122

Note : REL: Religiusitas; KEC: Kecemasan; df:degree of freedom; SoF; Sum of Squares; MS: Mean Square

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diketahui bahwa “Religiusitas” mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap “Kecemasan Menghadapi Kematian”. Dari hasil tersebut diatas diketahui bahwa hubungan positif antara “Religiusitas” dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian” berada pada derajat yang tergolong kuat dengan besar nilai r = 0,504 (p < 0,05). Untuk melihat sejauh mana pengaruh antara

(21)

12

variabel “Religiusitas” dan “Kecemasan Menghadapi Kematian”, pengolahan secara statistik dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R²)

N R R2 F Signifikansi

41 0,504a 0,254 13.297 0,001a

Selanjutnya ialah besarnya pengaruh “Religiusitas” terhadap “Kecemasan Menghadapi Kematian” tercermin dalam hasil penelitian dengan uji F dengan nilai F (1, 38) sebesar 13.297 pada taraf signifikansi sebesar 0,001 (p< 0,005) sehingga model regresi sederhana dapat digunakan untuk memprediksi kecemasan menghadapi kematian. Hasil uji signifikansi (Uji F) dapat dilihat pada tabel 6:

Tabel 6

Hasil Uji Signifikansi Nilai F

Model df SoF MS F Sig.

1 Regression Residual 1 39 497.614 1459.508 497.614 37.423 13.297 0,001a Total 40 1957.122

a. Predictor: (Constant), Religiusitas b. Dependent Variabel: Kecemasan

Temuan ini juga didukung dengan nilai (R²) sebesar 0,254 yang berarti 25,4% religiusitas memberikan kontribusi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon, sisanya yaitu 74,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti dukungan sosial (Wijaya & Safitri, 2006) dan Persepsi terhadap kematian (Nikolas, 2015).

(22)

13

Tabel 7

Hasil Uji Koefisien Regresi

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 66.632 9.312 7.155 .000 religiusitas -.402 .110 -.504 -3.646 .001

a. Dependent Variable: kecemasan

Dari tabel 7 di atas, nilai konstanta sebesar 66,632 adalah besarnya nilai kecemasan menghadapi kematian (Y) pada Penatua dan Diakon apabila tidak ada kenaikan nilai dari variabel religiusitas (X). Koefisien regresi X sebesar -0,402 menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan (karena tanda -) nilai religiusitas sebesar satu satuan, maka akan memberikan penurunan nilai kecemasan menghadapi kematian sebesar 0,402. Dengan demikian persamaanregresi yang digunakan adalah Y’= 66,632 – 0,402X. Kecemasan menghadapi kematian = 66,632 – 0,402 Religiusitas.

(23)

14

PEMBAHASAN

Hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara “Religiusitas” (x) dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian” (y) pada Penatua dan Diakon di Majelis Jemaat GKE Tamiang Layang. Hasil tersebut ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi r = 0,504, dengan besar p= 0,001 (p<0,05). Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecemasan menghadapi kematian, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi kecemasan menghadapi kematian.

Hal tersebut diatas dijelaskan olehSiswati dan Archentari (2014) yang menyatakan bahwa religiusitas dapat menurunkan tingkat kecemasan terhadap kematian karena membantu individu mencari makna kematian bagi hidupnya, harapan mengenai kehidupan setelah kematian yang terdapat diagama juga mampu menurunkan rasa cemas terhadap kematian. Religiusitas juga membantu individu menerima takdir kematian, mengatasi kekhawatiran mengenai proses kematian dan perasaan takut terhadap kematian.

Penelitian ini menunjukkan jumlah subjek dengan “Religiusitas” yang tergolong sangat tinggi sebanyak 25 orang dan 16 orang tergolong tinggi. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena partisipan penelitian merupakan Penatua dan Diakon yang sudah aktif melayani minimal 1 periode (5 tahun) dimana karakteristik partisipan secara umum lebih mendalami ajaran-ajaran agamanya dan mampu berpikir positif tentangkematian. Dengan demikian, partisipan tersebut tidak hanya sekedar melayani untuk kepentingan jemaat ataupun untuk mencari popularitas, tapi lebih dari itu untuk dapat memberikan keyakinan kepada jemaat-jemaatnya agar berpandangan positif

(24)

15

tentang kematian dan mampu meyakinkan jemaat bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya.

Penelitian ini juga menunjukkan jumlah subjek dengan “Kecemasan Menghadapi Kematian” yang tergolong sangat tinggi 5 orang dan tinggi 15 orang, sedangkan rendah 19 orang dan 2 orang sangat rendah. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena para partisipan ini terdiri dari berbagai macam pekerjaan, tingkat pendidikan dan status ekonomi.Tingkat pendidikan yang tinggi disertai dengan penghasilan yang mencukupi dapat dihubungkan dengan tingkat kecemasan menghadapi kematian yang rendah (Cicirelli, 2006).

“Religiusitas” mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap “Kecemasan Menghadapi Kematian”. “Religiusitas” memberikan kontribusi 25,4% terhadap “Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakon, sisanya yaitu 74,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti dukungan sosial (Pamungkas, Wiyanti & Agustin, 2013) dukungan sosial dianggap mampu mereduksi kecemasan seseorang dalam menghadapi kematian. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah ketentraman hidup seseorang ketika akan menghadapi kematian.

Faktor lain selanjutnya yaitu persepsi terhadap kematian (Nikolas, 2015), seseorang yang mempunyai perasaan menerima terhadap kematian serta mampu menyadari bahwa usianya sudah tidak lama lagi dianggap mampu menerima kematian yang akan menghampirinya. Faktor yang lain yang ikut berperan yaitu tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan, kondisi psikologis, kesehatan, pernikahan, kepribadian, dan sebagainya (Lonetto dan Templer, 1986) yang dapat mempengaruhi kecemasan menghadapi kematian.

(25)

16

Religiusitas dapat menurunkan kecemasan terhadap kematian disebabkan oleh agama menyediakan cara-cara untuk meredam ketakutan terhadap kematian(Malinowski dalam Bryant, 2003).Berdasarkan penelitian Roff, Butkeviciene, Klemmack (dalam Archentari dan Siswati, 2014) religiusitas secara signifikan mampu menurunkan kecemasan atau ketakutan mengenai hal-hal yang tidak jelas saat kematian.

(26)

17

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa “Religiusitas” dapat menjadi prediktor “Kecemasan Menghadapi Kematian” pada Penatua dan Diakonpada partisipan di GKE Tamiang Layang. “Religiusitas”memberikan orientasi dan cara pandang baru mengenai kehidupan, pandangan dan keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian serta eksistensinya di dunia ini.

SARAN

Tingkat kecemasan yang relatif tinggi pada sebagian besar partisipan mengindikasikan penting dan perlunya bagi Penatua dan Diakon untuk saling membantu dan saling mendukung di dalam tugas pelayanan yang sedang dilakukan.

Dikarenakan penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) gerejaatau lokasi, lebih baik untuk penelitian selanjutnya menggunakan gereja-gereja lain untuk memperluas sampel dan memperoleh gambaran mengenai tingkat kecemasan menghadapi kematian pada Penatua dan Diakon diberbagai gereja.Penelitian ini juga terbatas dalam melihat hubungan dua variabel saja, sedangkan hasil menunjukkan kemungkinan peran dari berbagai variabel lainnya. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut bisa melibatkan faktor-faktor atau variabel-variabel sepertidukungan sosial, persepsi terhadap kematian maupun lainnya, sehingga diperoleh hasil yang lebih komprehensif tentang hubungan antara religiusitas dan kecemasan menghadapi kematian.Baik juga jika peneliti selanjutnya memperhatikan dan mempertimbangkan sumbangan faktor-faktor lain seperti dukungan sosial, persepsi terhadap kematian, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan, kondisi psikologis, kesehatan, pernikahan dan kepribadian guna

(27)

18

mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan memperluas cakupan penelitian berkenaan dengan kecemasan menghadapi kematian.

(28)

19

DAFTAR PUSTAKA

Archentari, K. A., & Siswati.(2014). Hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada individu fase dewasa madya di PT tiga serangkai group.Journal Psychology, 3, 15-17.

Azwar, S. (2012).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berk, L. A. (2012).Development through the lifespan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bryant, C. D. (Ed.). (2003). Handbook of death & dying. Thousand Oaks: Sage

Cicirelli, V. G. (2003). Older adults’ fear and acceptance of death: a transitional model. Ageing International, 28, 66-81.

Cicirelli, V.G. (2006). Fear of death in mid-old age. Journal of Gerontology: Pshychologycal Sciences, 61, 75-81.

Falkenhain, M., & Handal, P. J. (2003). Religion death attitudes and belief in afterlife in the elderly:Untangling the relationships. Journal of Religion and Health, 42, 67-76.

Ford, G. G., Ewig, J. J., Ford, A. M., Ferguson, N. L., & Sherman, W. Y. (2004). Death anxiety and sexual risktaking: different manifestation of process of defense. Current Psychology: Developmental Learning Personality Social,23, 147-160. Hartanto. (1996). Hubungan antara kecemasan akan kematian dengan belief in

afterlifepada usia dewasa menengah. Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 3-6.

Khalek, A. A., & Lester, D. (2009). Religiosity and death anxiety: No association in Kuwait. Psychological Report, 104, 770-771.

Lonetto, R., & Templer, D. I. (1986).Death anxiety. Washington: Hemisphere Publishing Cororation.

Muthoharoh, S., & Andriani, F. (2004).Hubungan antara religiusitas dengan kecemasan kematian pada dewasa tengah.Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 3, 23-29.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005).Psikologi abnormal (Edisi 5). (Terjemahan dari : Abnormal Psychology). Jakarta: Erlangga.

Nikolas, H. (2015). Hubungan antara persepsi terhadap kematian dengan kecemasan menghadapi kematian pada usia lanjut dengan penyakit kronis di panti wredha mandiri Salatiga dan panti wredha salib putih Salatiga. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana.

(29)

20

Pamungkas, A., Wiyanti, S., & Agustin, R. W. (2013). Hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi tutup usia pada lanjut usia kelurahan jebres Surakarta. Diakses April 21, 2016 dari http: //download.portalgaruda.org/article/Hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi tutup usia pada lanjut usia kelurahan jebres Surakarta.

Papalia, D. E., & Olds, S. W. (1992). Human development (5th ed). United Stated of America: McGraw-Hill Publications.

Simorangkir, S. L. B. L. (2004). Empati dan religiusitas sebagai prediktor terhadap pemaafan pada mahasiswa sekolah teologia salatiga.Tesis. Salatiga: Program Pascasarjana Magister Sains Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Stark, R., & Glock, C. Y. (1968).American piety: The nature religious commitment. London: University of California Press.

Templer, D. I. (1972).Death anxiety in religiously very involved persons.Psychological Reports, 1, 361-362.

Thouless, R. H. (2000). Pengantar psikologi agama. Jakarta: CV Rajawali.

Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. (Terjemahan dari : Human Development). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wen, Y. H. (2010).Religiosity and death anxiety.The Journal of Human Resource and Adult Learning, 6, 31-37.

Wijaya, F. S., & Safitri, R. M. (2006).Persepsi terhadap kematian dan kecemasan menghadapi kematian pada usia lanjut. Diakses April 21, 2016 darihttp:fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp content/uploads/2012/06/

Referensi

Dokumen terkait

Behan yang bekerja pada struktur adalah beban gelombang dan payload.. Perhitungan be ban gel om bang menggunakan persamaan

Berdasarkan hasil tes dan wawancara terhadap subjek P13 yang dibandingkan dengan rubrik pelevelan, dapat disimpulkan bahwa subjek P13 sudah cukup mampu dalam mem- buat

Berdasarkan dari uji korelasi didapatkan kesimpulan bahwa Sisa Hasil Usaha ( SHU ) dipengaruhi secara signifikan oleh modal pinjaman dengan tingkat signifikansi

Desa Sojomerto merupakan salah satu desa di Kabupaten Kendal yang memiliki karakteristik hidrogeologis berupa daerah Bukan CAT (Bukan Cekungan Air Tanah), dimana

Berbeda dengan data pada bagian ke dua atau out of sample dengan periode data yang lebih singkat hasil perhitungan optimal hedge dalam periode ini menemukan bahwa model OLS

In this paper, we employ Variational Semi-Supervised Learning (VSSL) to solve imbalance problem in LULC of Jakarta City.. This VSSL exploits the use of semi-supervised learning on

Rancang bangun web service sebagai media pembelajaran pada Program Studi Teknik Telekomunikasi berbasis android adalah suatu aplikasi berbasis web yang dirancang

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-4/W1, 29th Urban Data Management Symposium, 29 – 31 May, 2013, London,