• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebuah pepatah Cina mengatakan, “jika anda tidak pernah bertikai dengan orang lain, maka anda tidak akan mengenal satu sama lain”. Konflik merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari, dan tak perlu dihindari, karena dalam kehidupan manusia konflik akan selalu muncul dengan jenisnya masing-masing (Nugroho, 2004). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural, keragaman suku, ras, bahasa, agama dan budaya membaur menjadi suatu bangsa yang sudah tentunya tidak terhindarkan oleh konflik. Perdebatan mengenai kemajemukan masyarakat Indonesia nampaknya belum menemui titik puas, sebab ada banyak kalangan mulai dari praktisi, politisi, akademisi dan masyarakat awam hingga kini masih saja berdebat mengenai persoalan kemajemukan masyarakat Indonesia. Keragaman suku, ras, agama, bahasa dan budaya memang tidak akan tuntas dibicarakan dalam waktu singkat, itu sebabnya dikatakan tidak mudah untuk memahami Indonesia. Perlu kesadaran dan pemahaman yang kuat mengenai multikulturalisme agar dapat benar-benar memahami Indonesia, karena persoalan yang dihadapi oleh negara multikultural sangatlah kompleks (Azra, 2007).

Lebih daripada itu, Azra juga mengatakan bahwa untuk merawat Indonesia kiranya juga perlu merayakan kemajemukan. Merayakan kemajemukan adalah merawat Indonesia, karena tidak akan ada sebuah etnisitas bangsa dan negara yang bernama Indonesia jika tidak ada kemajemukan. Sebagai negara multikultural, keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah sebuah keuntungan, karena keragaman tersebut tidak dimiliki oleh negara lain, termasuk negara tentangga Indonesia. Kunci dari merayakan kemajemukan adalah merawat, karena jika sebuah keberagaman yang tidak terawat atau terkelola dengan baik

(2)

2

bisa jadi akan menimbulkan persoalan yang berbuah konflik antar kelompok atau golongan.

Dalam upaya memperkuat keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka kesadaran multikulturalisme harus ditumbuhkembangkan dengan membuka pemahaman dasar tentang sisi heterogenitas bangsa, bahwa segala macam budaya dan cara hidup adalah sama derajatnya. Dengan demikian, tidak ada lagi budaya yang lebih tinggi derajatnya (superiority) dan budaya yang lebih rendah (inferiority) (Sumadi, 2010).

Persoalan etnisitas yang masih menjadi “duri” dalam pembentukan “Nation” Indonesia merupakan topik yang masih sangat relevan hingga saat ini. Bahkan banyak kalangan ahli ilmu-ilmu sosial berasumsi bahwa integrasi antar etnis hanya merupakan slogan politis, sehingga diperlukan model integrasi sosial yang lebih empirik yang mempertimbangkan budaya dominan dan potensi lokal yang ada. Bahkan pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), meskipun faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan-persoalan ketimpangan ekonomi, keadilan sosial dan politik (Turnomo, 2005).

Bahkan menurut Ting-Toomey (1999:30) masyarakat Indonesia yang multikultur (plural culture) secara demografis maupun sosiologis potensial untuk terjadinya konflik, karena masyarakatnya terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan identitas kultural mereka. Seperti kita ketahui juga, bahwa persoalan etnisitas dan konflik antar kelompok seringkali terjadi di Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa Indonesia sangat potensial untuk terjadinya konflik.

Kondisi seperti yang dimaksudkan oleh Ting-Toomey tidaklah jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di Salatiga, khususnya yang terjadi di Universitas Kristen Satya Wacana, dimana sebagian besar para mahasiswanya berkumpul menurut etnis atau kelompok mereka masing-masing, sehingga tidak jarang berujung pada konflik dan pertikaian antar kelompok etnis mahasiswa.

(3)

3

Salatiga merupakan salah satu kota kecil yang dihuni banyak kalangan pelajar dari berbagai daerah di Indonesia, ada sekitar 19 (sembilan belas) etnis besar yang sekarang ini ada di Salatiga. Bahkan, ada puluhan anak suku yang berasal dari sembilan belas etnis besar tersebut, dan sebagian besar keragaman suku tersebut berada di lingkungan UKSW, karena dalam proses pendiriannya UKSW mendapatkan dukungan dari sebanyak 18 (delapan belas) sinode Gereja pendukung yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia. Kesembilan belas etnis besar tersebut adalah sebagai berikut;

Tabel 1.1

Daftar Nama-Nama Etnis di UKSW

Sumber: Data Biro Kemahasiswaan Januari 2012, diolah.

Selain beberapa etnis seperti yang telah tertera pada tabel di atas, UKSW juga merupakan tempat bertemunya beberapa agama yang ada di Indonesia seperti: Kristen, Islam, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Sehingga tidak salah jika UKSW mendapat julukan “Indonesia Mini”, karena di situlah etnis-etnis dari berbagai daerah bertemu. Dengan demikian, dirasa sangat tepat jika pembahasan mengenai multikulturalisme tersebut dilakukan di UKSW, apalagi dari setiap etnis tersebut juga masih berpegang teguh pada kebudayaan dan karakter kedaerahan masing-masing.

Dalam lingkungan UKSW dengan kepelbagaian etnis, sudah tentunya tidak terhindarkan dari persoalan konflik antar kelompok etnis mahasiswa. Dari data

No Etnis No Etnis

1 Papua 11 Dayak

2 Jawa 12 Ambon

3 Sumba 13 Ternate

4 Lampung 14 Timor (Rote, Alor, Flores)

5 Minangkabau 15 Batak (Karo, Toba, Simalungun)

6 Minahasa 16 Bali

7 Toraja 17 Sangir

8 Tionghoa 18 Poso

9 Aceh 19 Timor Leste (LN)

(4)

4

empat tahun terakhir, penulis memperoleh data konflik antar kelompok etnis mahasiswa khususnya mahasiswa-mahasiswa UKSW yang tercatat dalam data kepolisian resort kota Salatiga yang diantaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2.

Data Konflik Etnis Mahasiswa Dalam Empat Tahun Terakhir

Tahun Konflik

2008 Ambon VS Sumba 2009 Ambon VS Sumba 2009 Ambon VS Kupang 2010 Ambon VS Jawa

2010 Ambon VS Sumba (personal) 2011 Ambon VS warga Kemiri 2011 Sumba VS warga Margosari 2011 Ternate VS Ternate

Sumber: Data Kepolisian Resort Kota Salatiga Januari 2012, diolah.

Catatan gambaran kota Salatiga sebelumnya mengisyaratkan terjadinya kepelbagaian etnis. Pertanyaannya adalah bagaimana mengelola kepelbagaian etnis yang berada di Salatiga, khususnya di lingkungan mahasiswa UKSW dan pendekatan-pendekatan apa saja yang digunakan agar kepelbagaian etnis tersebut dapat dikelola dengan baik dan tidak terjadi konflik antar kelompok etnis mahasiswa. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut, menurut hemat penulis sepertinya perlu dilakukan sebuah kajian yang lebih mendalam guna dapat memahami kemajemukan budaya etnis di Salatiga tersebut, khususnya yang ada di UKSW.

Berdasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai pengelolaan konflik yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa UKSW, seperti yang dilakukan oleh Heni Sugiarti ( 2010) yang fokus penelitiannya mengenai “Manajemen Konflik Mahasiswa Etnis Sumba Dalam Konflik Etnis Dengan Mahasiswa etnis Ambon”, dalam penelitiannya Heni menyimpulkan bahwa kedua etnis tersebut mempunyai potensi yang sama dalam menimbulkan konflik, meskipun seringkali

(5)

5

mereka tidak mengakuinya. Selain itu, kecenderungan timbulnya konflik antar kedua etnis tersebut disebabkan karena latar belakang budaya yang dimilikinya, yaitu mereka berasal dari wilayah Timur Indonesia yang sangat dikenal sebagai orang-orang yang memiliki temperamen yang tinggi, berwatak keras dan ingin menang sendiri. Dengan berlandaskan pada data yang tercatat di kepolisian, nampaknya semakin menguatkan argumen dalam penelitian yang dilakukan oleh Heni.

Sedangkan konflik yang muncul sebagian besar berawal dari konflik pribadi kemudian menjadi konflik kelompok atau antar etnis mahasiswa. Konflik yang terjadi seringkali mendapat penyelesaian yang kurang tepat, atau dibiarkan begitu saja hingga konflik tersebut hilang dengan sendirinya, sehingga konflik tersebut tetap bermunculan. Manajemen konflik yang dilakukan dinilai kurang efektif, karena gaya manajemen konflik yang dilakukan masih membuat sebagian diantara mereka menyimpan dendam atas konflik yang telah terjadi dan dapat memicu timbulnya konflik.

Sehingga dari hasil penelitian tersebut peneliti menyarankan kepada kedua etnis untuk saling menerima dan menghargai perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing etnis agar muncul sebuah kenyamanan dan keharmonisan. Sedangkan untuk UKSW agar diadakan seminar atau dialog lintas budaya yang tujuannya dapat menambah pengetahuan budaya setiap etnis, mengurangi stereotip setiap etnis dan dapat meningkatkan komunikasi antar etnis, khususnya pihak-pihak yang pernah mengalami konflik.

Berdasarkan pada pengamatan penulis dalam empat tahun terakhir mulai tahun 2008-2011, model meminimalisir terjadinya konflik dengan cara dialog lintas budaya atau agama nampaknya juga cukup kurang dilakukan di UKSW, meskipun cara tersebut dipandang efektif untuk masing-masing kelompok etnis mahasiswa agar dapat memahami karakter dan budaya yang berbeda-beda. Viktor Sitorus mantan ketua Senat Mahasiswa UKSW periode 2010/2011 juga

(6)

6

mengatakan bahwa metode itu dirasa sangat tepat untuk meminimalisir terjadinya konflik,

“Upaya yang pertama yang perlu dilakukan adalah membuat sebuah program, seperti diskusi, bagaimana antar mahasiswa bisa saling mengenal tentang kebudayaan suatu etnis, kebiasaan sampai karakter dari etnis yang lain, karena setelah dia mengenal karakternya atau latar belakang budaya lain mungkin dia lebih tahu bagaimana mendekatinya supaya bisa hidup dengan mereka yang multikultural”.1

Sedangkan penelitian sebelumnya juga mengenai konflik yang dilakukan oleh Steven Mahoklory (2010) yang fokus penelitiannya mengenai “Peran Polres Salatiga Dalam Proses Penyelesaian Dan Pencegahan Konflik Antar Kelompok Di Kalangan Mahasiswa UKSW” disimpulkan bahwa tindakan penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Polres Salatiga dalam penyelesaian konflik antar kelompok dikalangan mahasiswa UKSW masih buram, dan penyelesaian yang dilakukan secara hukum tidak dapat menjawab kebutuhan pihak korban. Selain itu, kasus konflik antar kelompok di kalangan mahasiswa UKSW tidak mendapat perhatian serius dari pihak polres Salatiga sebagai konflik yang serius dalam tindakan pencegahan yang dilakukan secara khusus. Sehingga kasus yang sama muncul dikemudian hari sebagai akibat kasus-kasus sebelumnya.

Berdasarkan pada data yang diperoleh di lapangan, penulis mendapat keterangan dari pihak kepolisian resort kota Salatiga bahwa model penyelesaian konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan cara pendekatan sosial. Cara yang dilakukan adalah mendamaikan, dan bukan dengan menjatuhi hukuman yang sesuai dengan yang diperbuat oleh pelaku konflik, meskipun ada beberapa kasus konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang diselesaikan melalui jalur hukum hingga ke pengadilan dan dijatuhi hukuman ganti rugi. Berikut keterangan KBO Satreskrim Polres Salatiga

1

Keterangan hasil wawancara dengan mantan ketua SenatMahasiswa Universitas, Viktor Sitorus pada 25 Maret 2012 di kost milik responden.

(7)

7

IPDA Sulitiyono SH dari pihak kepolisian mengenai penyelesaian konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang pernah ditangani oleh pihak kepolisian,

“Modelnya kita menggunakan pendekatan sosial, baik masayarakat itu sendiri atau kelompok-kelompok. Mereka ada semacam ketuanya, atau yang dikatakan kelompok paguyuban. Nah kita selesaikan melalui situ. Nanti kalo kedua belah pihak menghendaki penyelesaian secara informil, Ini kita bawa ke FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat), nanti dikelurahan kita panggil seluruh komponen FKPM, ada pak lurah ada dari pihak polsek, dan kita selesaikan disitu. Ada payung hukumnya kalo di FKPM. Tapi, dari kasus yang pernah terselesaikan kebanyakan selesai dengan damai, tidak sampai pada hukuman kurungan”.2

Bertitik tolak dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengelolaan konflik mahasiswa UKSW, maka pada penelitian kali ini peneliti mencoba untuk fokus pada pengelolaan konflik kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh UKSW dan pengelolaan konflik kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh masing-masing kelompok etnis mahasiswa, serta faktor-faktor apa yang mendorong pengelolaan konflik oleh UKSW dan yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa. Fokus penelitian tersebut dipilih oleh peneliti karena belum pernah ada dilakukan penelitian mengenai pengelolaan konflik yang dilakukan oleh Universitas dan pengelolaan konflik yang dilakukanoleh masing-masing kelompok etnis mahasiswa, sehingga menurut hemat penulis disitulah letak orisinilitas pada penelitian ini.

Persoalan-persoalan yang dijelaskan di atas, dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengelolaan konflik dan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh UKSW maupun pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing etnis terkait dalam pengelolaan konflik antar kelompok etnis mahasiswa, sehingga fokus dalam penulisan ini adalah pengelolaan konflik mahasiswa yang dilakukan oleh UKSW dan pengelolaan konflik mahasiswa yang dilakukan oleh

2Wawancara dengan KBO Satreskrim Polres Salatiga IPDA Sulitiyono SH pada 23 Maret 2012 di Polres Salatiga.

(8)

8

masing-masing kelompok etnis mahasiswa, yang mana studi kasus diambil di UKSW Salatiga.

1.2 Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, dalam hal ini penulis mencoba merumuskan rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu;

1. Bagaimana pengelolaan konflik kelompok etnis mahasiswa UKSW yang dilakukan oleh UKSW dan yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa UKSW?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan konflik yang dilakukan oleh UKSW dan kelompok etnis mahasiswa UKSW?

1.3 Tujuan Penulisan

Guna menjawab rumusan masalah seperti yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Menggambarkan pengelolaan konflik kelompok etnis mahasiswa UKSW yang dilakukan oleh UKSW dan yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa UKSW.

2. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan konflik yang dilakukan oleh UKSW dan kelompok etnis mahasiswa?

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat praktis:

1. Yakni dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi penulis dan masahasiswa UKSW dalam memahami kepelbagaian (multikultur) etnis yang ada di UKSW.

2. Dapat digunakan sebagai acuan oleh pihak lembaga yang diantaranya; universitas dalam hal ini UKSW, Pemerintah Kota

(9)

9

Salatiga, Kelompok Etnis mahasiswa dan penegak hukum (kepolisian) Resort Salatiga dalam hal penanganan (pembuatan kebijakan) guna mengatasi persoalan konflik etnis di lingkungan multikultural UKSW dan Salatiga.

1.4.2 Manfaat teoritis:

Manfaat secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan atau sumbangsih terhadap teori multikulturisme, teori kelembagaan dan teori perkembangan manajemen konflik. Selain itu, penulisan ini juga diharapkan mampu memperkaya kajian-kajian multikulturalisme di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam setiap penulisan ilmiah harus ditetapkan adanya pokok bahasan. Pokok bahasan berfungsi mencegah timbulnya kerancuan pengertian dan kekaburan wilayah persoalan. Sesuai dengan yang dikatakan Koentjaraningrat (1981: 17) bahwa dalam setiap penelitian perlu adanya ruang lingkup. Hal ini penting supaya penulis tidak terjerumus dalam sekian banyak data yang diteliti.

Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini hanya memfokuskan pada penggambaran terhadap pengelolaan konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh UKSW, pengelolaan konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa UKSW, serta faktor-faktor apa yang mendorong pengelolaan konflik antar kelompok etnis mahasiswa yang dilakukan oleh UKSW dan kelompok etnis mahasiswa. Karenanya yang menjadi obyek penelitian ini adalah pengelolaan konflik etnis mahasiswa dalam pergaulan multikultural di UKSW.

1.6 Posisi dan Keaslian Penelitian

Sebagaimana telah sedikit disinggung pada latar belakang di atas, bahwa pada rentang waktu antara 2008-2011 terdapat berbagai penelitian tentang konflik antar kelompok etnis mahasiswa di UKSW. Akan tetapi semua penelitian ini lebih memfokuskan diri pada penelitian terhadap konflik antar kelompok etnis

(10)

10

mahasiswa Ambon dengan etnis mahasiswa Kupang, manajemen konflik etnis mahasiswa Sumba dengan etnis mahasiswa Ambon. Oleh karenanya penelitian ini sengaja untuk memfokuskan perhatiannya terhadap penggambaran mengenai pengelolaan konflik yang dilakukan oleh UKSW, pengelolaan konflik yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa serta menganalisis mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan konflik antar kelompok etnis mahasiswa oleh UKSW dan kelompok etnis mahasiswa, dan disitulah letak keaslian dari penelitian ini.

1.7 KerangkaPikir

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, serta memperhatikan tinjauan pustaka pada bab II, maka secara skematis kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:

Bagan 1.1.

Kerangka Pikir Penelitian

Konflik Antar Etnis Multikultur

Etnis

Keragaman Mahasiswa UKSW yang bersal dari hampir seluruh wilayah

Indonesia Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga Pengelolaan (manajemen) Konflik Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan

konflik oleh PR III dankelompok etnis

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi ini didukung oleh pengamat strategis, Riri Satria (2007) yang menyatakan bahwa ketidakmungkinan taksi tarif bawah untuk meremajakan armada disangkal oleh Express yang

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan rendah diatas diketahui lokasi di Karangbesuki memiliki nilai laju infiltrasi awal yang

Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian dalam penelitian ini yaitu mengenai perilaku menyimpang diartikan perilaku siswa yang tidak dapat berkonsentrasi

Asas Umum Pemerintahan yang baik sesuai Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Simpulan hasil penelitian ini : 1) Proses pembelajaran dengan menerapkan model project based learning dimana langkah-langkahnya meliputi identifikasi, perumusan, rancangan

Berdasarkan hasil analisis teknologi laboratoris tembikar (fisik dan kimia), maka dapat dijelaskan tentang kualitas dari tembikar- tembikar yang ditemukan di Situs Gua