• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENENTUAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH DENGAN VARIASI KEPADATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENENTUAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH DENGAN VARIASI KEPADATAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENENTUAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH DENGAN VARIASI KEPADATAN

Ryan Renhardika1, Donny Harisuseno2, Andre Primantyo H2, Dian Noorvy K3 1. Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

2. Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3. Mahasiswa Program Doktor Teknik Sumber Daya Air Universitas Brawijaya

Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia Email : ryanrenhardika@gmail.com

ABSTRAK

Pesatnya pembangunan dan permukiman penduduk di daerah perkotaan menyebabkan berkurangnya resapan air hujan ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh sebagian besar langsung menuju ke saluran drainase yang terbuang ke laut ataupun sungai. Dilain hal tanah juga membutuhkan resapan air hujan sebagai cadangan air tanah. Resapan air hujan ke dalam tanah disebut infiltrasi. Banyak hal yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya intensitas hujan, porositas, kadar air, tekstur, kepadatan tanah, dan kemiringan lahan. Pada skripsi ini membahas seberapa besar pengaruh kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi.

Penelitian ini dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Kota Malang. Penentuan lokasi berdasarkan pembagian peta sifat fisik tanah di Kota Malang. Data-data yang diperoleh adalah data primer yang merupakan pengamatan langsung dari lapangan, yaitu dengan menggunakan alat Turf-tec infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya dan alat Sand

cone untuk mengetahui kepadatan tanahnya.

Hasil pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian dibedakan menjadi 3 kelompok variasi kepadatan, yaitu berdasarkan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Laju infiltrasi dianalisis menggunakan model Horton. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kepadatan tanah tidak berpengaruh terhadap laju infiltrasi.

Kata kunci: laju infiltrasi, kepadatan, model Horton

ABSTRACT

Population settlement and the rapid development in urban areas to cause reduced water absorption of rain into the ground. Rain water that fall most directly to the waste drainage channel into the sea or the river. Next thing the ground also requires water absorption of rain as ground water reserves. Rain water catchment called infiltration into the ground. Many things that are affecting infiltration rain intensity, the porosity of land, the water level, texture, the density of the land, and the slope of land. Discuss how big this thesis on the influence of the density of soil againtst infiltration.

This research carried out in 15 locations in the town of Malang. The determination of the divided based on a map of the physical properties the ground in the town of Malang. The data obtained is primary data that is direct observation of the field, namely by using tools turf-tec infiltrometer to suggest that the rate of infiltration and a sand cone to know the density of the land

Infiltration result of measuring the rate in the survey locations are divided into three groups of density variations, which is based on high density, being, and low. The rate of infiltration analyzed use the horton models. Of the analysis shows that the density of the ground is not had an influence on the rate of infiltration.

(2)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian besar langsung menuju ke saluran drainase yang terbuang ke laut ataupun sungai. Dilain sisi pada daerah perkotaan dengan pesatnya pembangunan dan permukiman penduduk menyebabkan berkurangnya resapan air hujan ke dalam tanah. Perubahan tata guna lahan di daerah resapan tersebut diperkirakan telah mengganggu rantai siklus hidrologi.

Siklus hidrologi merupakan gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan bumi lagi sebagai hujan. Hujan yang jatuh ke tanah sebagian ada yang langsung melimpas ke laut dan ada yang meresap ke dalam tanah. Air yang meresap kedalam tanah ini disebut infiltrasi. Infiltrasi merupakan bagian yang hilang pada aliran limpasan yang terjadi. Sehingga perlu adanya pengkajian akibat kehilangan karena proses infiltrasi ini. Pengkajian ini dapat dilakukan dalam berbagai cara. Cara pengukurannya yaitu diantaranya dengan cara penggenangan (flooding) dan cara penyiraman (sprinkling). Cara flooding adalah dengan menggenangi tanah dalam suatu tabung untuk mendapatkan tinggi air yang konstan. Sedangkan cara sprinkling adalah dengan menggunakan sepetak tanah yang dikondisikan, kemudian hujan buatan dibuat untuk memperhitungkan pengaruh hujan terhadap waktu, hingga dihasilkan nilai limpasan dan besarnya kehilangan infiltrasi yang terjadi.

1.2 Identifikasi Masalah

Air yang jatuh di permukaan tanah akan mengalir sebagai aliran limpasan dan sebagian akan masuk ke dalam tanah atau menginfiltrasi. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya: intensitas curah hujan, porositas tanah, kerapatan massa tanah, kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kepadatan tanah, kemiringan lahan, kandungan bahan organik tanah, dan keadaan vegetasi permukaan tanah.

Laju air infiltrasi pada tanah dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori yang rapat akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil dibanding dengan tanah yang memilki pori-pori besar.

Berdasarkan uraian diatas, skripsi ini mencoba untuk meneliti pengaruh kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi pada lahan perkotaan.

1.3 Batasan Masalah

Terdapat beberapa batasan-batasan dalam pembahasan skipsi ini, yaitu:

1. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah berdasarkan peta sebaran tanah di Kota Malang.

2. Penentuan laju infiltrasi hanya dipengaruhi oleh kepadatan tanah. 3. Penelitian dilakukan pada kondisi sifat

fisik tanah, yaitu berdasarkan besar kecilnya butiran tanah dan ruang pori. 4. Penelitian menggunakan alat Turf-tec

Infiltrometer dan Sand Cone.

1.4 Rumusan Masalah

Penelitian ini didasarkan pada masalah sebagai berikut:

 Bagaimana pengaruh kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi? 1.5 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari kajian ini adalah mengatahui laju infiltrasi pada lahan perkotaan yang dipengaruhi oleh kepadatan tanah.

Adapun manfaat dari kajian ini adalah sebagai pengembangan ilmu berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan yang berwawasan lingkungan. II. TINJAUAN PUSTAKA

Infiltrasi merupakan gerakan air dari permukaan tanah yang tidak kedap air masuk ke dalam tanah karena adanya gaya grafitasi dan gaya kapiler tanah (Seyhan 1990). Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap:

a. Proses limpasan. Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam tanah. Sekali

(3)

air hujan tersebut masuk ke dalam tanah, air akan diuapkan kembali atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat.

b. Pengisian lengas tanah dan air tanah pengisi lengas tanah adalah penting untuk tujuan pertanian. Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu kasar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan (menginfiltrasikan) air yang terdapat di permukaan atau aliran air permukaan kebagian dalam tanah tersebut, yang dengan sendirinya dengan adanya perembesan itu aliran air permukaan akan sangat berpengaruh (Kartasapoetra, 1989). Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

Penentuan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara, yaitu:

 Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan labolatorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode simulasi labolatorium).

 Menggunakan alat ring infiltrometer atau Turftech infiltrometer (metode pengukuran lapangan)

 Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai konstan. Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

(1)

Keterangan:

f = laju infiltrasi (cm/menit)

fc = laju infiltrasi konstan (cm/menit) fo = laju infiltrasi awal (cm/menit) k = konstanta geofisik

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan utama dari model ini terletak pada penentuan parameternya fo, fc dan k dan ditentukan dengan data fitting.

III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Wilayah Kota Malang. Kota Malang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Malang. Secara geografis wilayah Kota Malang berada diantara 112,06°– 112,07° Bujur Timur dan 7,06° – 8,02° Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut:

Batas Utara : Kecamatan Singosari Batas Selatan : Kecamatan Pakisaji Batas Timur : Kecamatan Tumpang Batas Barat : Kecamatan Wagir

Secara administrasi, Kota Malang terbagi atas 5 kecamatan dengan 57 kelurahan.

Penentuan lokasi berdasarkan pembagian peta sifat fisik tanah di Kota Malang. Penelitian di lapangan menggunakan alat Turftec infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya dan alat

Sandcone untuk mengukur kepadatan

tanah.

(4)

LOKASI Koordinat X Y Madyopuro 7°58'20.49" 112°40'12.78" Tlogomas 7°55'57.13" 112°36'0.52" Cemorokandang 7°58'48.09" 112°41'9.31" Tasikmadu 7°55'3.57" 112°37'27.04"

Gor Ken Arok 8° 0'46.44" 112°38'38.23"

Arjosari 7°55'58.19" 112°39'32.15" Merjosari 7°56'34.19" 112°36'1.80" Bunul 7°57'57.47" 112°38'32.36" Pisangcandi 7°58'23.84" 112°36'30.88" Bumiayu 8° 1'2.41" 112°38'2.71" Bandulan 7°58'59.83" 112°36'30.54" Karangbesuki 7°57'41.53" 112°36'25.49" Joyogrand 7°56'33.44" 112°35'40.54" Lowokwaru 7°57'43.81" 112°37'58.54" Sukun 7°59'53.16" 112°36'49.33"

Data-data yang diperoleh adalah data primer yang merupakan pengamatan langsung dari lapangan yaitu diantaranya data laju infiltrasi dan kepadatan tanah. Selain data dari lapangan terdapat juga data hasil analisis dari laboratorium seperti data kadar air dan tekstur tanah.

Pada penelitian ini laju infiltrasi akan dianalisis menggunakan Model Horton. Model persamaan Horton membutuhkan data dari lapangan berupa laju infiltrasi (f), laju infiltrasi pada saat konstan (fc), dan laju infiltrasi awal (fo). Laju infiltrasi juga akan dianalisis seberapa besar pengaruhnya terhadap parameter kepadatan dengan analisis regresi menggunakan program SPSS versi 17.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil Pengolahan Data

Hasil pengukuran laju infiltrasi di 15 lokasi penelitian dibedakan menjadi 3 kelompok variasi kepadatan, yaitu berdasarkan kepadatan rendah, sedang, dan tinggi. Dari 15 lokasi titik penelitian akan didapat nilai ɣd untuk pembagian

variasi kepadatan. Lokasi yang termasuk kelompok kepadatan tinggi akan mempunyai nilai ɣd tinggi yaitu Tlogomas,

Madyopuro, Cemorokandang, GOR Ken Arok Buring, dan Tasikmadu. Lokasi yang termasuk kelompok kepadatan rendah akan mempunyai nilai ɣd kecil yaitu

Sukun, Bandulan, Lowokwaru, Karangbesuki, dan Joyogrand. Sedangkan lokasi yang lain termasuk kelompok kepadatan sedang yaitu Merjosari, Bunulrejo, Arjosari, Pisangcandi, dan Bumiayu.

4.2 Analisis Lokasi Kepadatan Tinggi Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd

paling tinggi yaitu antara 1,60 gr/cm3 s/d 1,64 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu Madyopuro, Tlogomas, Cemorokandang, Tasikmadu, dan GOR Ken Arok Buring. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata-rata lokasi pada kepadatan tinggi tergolong berstruktur tanah liat yang berlanau.

Dengan analisis menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan tinggi diperoleh kurva sebagai berikut.

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan tinggi diatas diketahui lokasi di Tasikmadu memiliki nilai laju infiltrasi yang paling tinggi dari pada yang lain. Hal ini disebabkan di Tasikmadu memiliki kadar air yang paling rendah yaitu 6,33% dan derajat kejenuhan yang paling rendah pula yaitu 0,268. Selain itu di lokasi ini juga memiliki komposisi penyusun tanah utama berupa pasir yaitu 62,2% dan menurut klasifikasi tanah USDA tergolong tanah liat berpasir. Dengan komposisi tanah berupa pasir dan kadar air yang rendah menyebabkan lokasi di Tasikmadu ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari pada yang lain.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 La ju In fi lt ra si (m m /m en it ) Waktu (Menit) Model Horton f horton madyopuro f horton tlogomas f horton cemorokandang f horton tasikmadu f horton GOR ken arok buring

Gambar 2 Model Horton Lokasi Kepadatan Tinggi

(5)

Sedangkan pada lokasi GOR Ken Arok Buring memiliki laju infiltrasi awal paling rendah dikarenakan pada komposisi penyusun tanahnya sangat dominan lanau yaitu sebesar 68,1% dan hanya memiliki komposisi pasir sebesar 6%. Keadaan tersebut yang menyebabkan lokasi GOR Ken Arok Buring memiliki laju infiltrasi awal yang paling rendah.

Untuk 3 lokasi yang lain memiliki rata-rata laju infiltrasi yang relatif sama. Hal ini bisa dilihat dari klasifikasi tanahnya yang tergolong tanah liat dan tanah liat berlanau.

4.3 Analisis Lokasi Kepadatan Sedang Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd sedang yaitu antara 1,35 gr/cm3 s/d

1,55 gr/cm3. Nilai ɣd sedang berada

diantara nilai ɣd yang tinggi dan rendah.

Lokasi tersebut yaitu Arjosari, Merjosari, Bunulrejo, Pisangcandi, dan Bumiayu. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata-rata lokasi pada kepadatan sedang tergolong berstruktur tanah liat yang berlanau.

Dengan analisis menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan sedang diperoleh kurva sebagai berikut.

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan sedang diatas diketahui lokasi di Pisangcandi memiliki nilai laju infiltrasi yang paling tinggi dari pada yang lain. Hal ini disebabkan di Pisangcandi memiliki kadar air yang paling rendah yaitu 10,74% dan derajat kejenuhan yang paling rendah

pula yaitu 0,275. Perlu diketahui semakin besar nilai derajat kejenuhan, maka tanah tersebut semakin tergolong tanah jenuh. Selain itu juga memiliki paling banyak ruang pori sehingga dapat dikatakan tanah tersebut gembur. Hal ini dapat dilihat dari nilai porositasnya yang paling besar yaitu 52,8%. Menurut klasifikasi tanah USDA, Pisangcandi tergolong tanah liat berpasir. Dengan komposisi tanah dominan pasir, banyaknya ruang pori pada tanah, dan kadar air yang sangat rendah menyebabkan lokasi di Pisangcandi ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari pada yang lain.

Sedangkan pada lokasi Merjosari memiliki laju infiltrasi paling rendah dikarenakan memiliki kadar air yang paling tinggi yaitu 23,93%. Keadaan tersebut yang menyebabkan lokasi Merjosari memiliki laju infiltrasi yang paling rendah.

Untuk 3 lokasi yang lain juga memiliki laju infiltrasi yang berbeda-beda. Walaupun ketiganya memiliki rata-rata komposisi ukuran butiran yang sama yaitu dominan pasir, tetapi banyak parameter lain yang berbeda-beda juga mempengaruhi nilai dari laju infiltrasinya. 4.4 Analisis Lokasi Kepadatan Rendah Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd rendah yaitu antara 1,13 gr/cm3 s/d

1,29 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu Bandulan, Karangbesuki, Joyogrand, Lowokwaru, dan Sukun. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata-rata lokasi pada kepadatan rendah mempunyai tekstur tanah yang sangat beragam.

Dengan analisis menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan rendah diperoleh kurva sebagai berikut. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 La ju In fi lt ra si (m m /m en it ) Waktu (Menit) Model Horton f horton arjosari f horton merjosari f horton bunulrejo f horton pisangcandi f horton bumiayu

Gambar 3 Model Horton Lokasi Kepadatan Sedang

(6)

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan rendah diatas diketahui lokasi di Karangbesuki memiliki nilai laju infiltrasi awal yang paling tinggi dari pada yang lain. Hal ini disebabkan pada lokasi ini memiliki kadar air yang paling rendah dari pada lokasi lain yaitu 16,46% dan derajat kejenuhan yang paling rendah pula yaitu 0,429. Selain itu di Karangbesuki juga memiliki komposisi penyusun tanah utama berupa pasir yaitu 68,2% serta memiliki komposisi lempung yang sangat kecil yaitu 7,9%. Menurut klasifikasi tanah USDA lokasi ini tergolong tanah liat berpasir. Dengan komposisi penyusun utama tanah berupa pasir dan kadar air yang rendah menyebabkan lokasi di Karangbesuki ini memiliki laju infiltrasi awal yang tinggi dari pada yang lain.

Sedangkan pada lokasi Lowokwaru memiliki laju infiltrasi paling rendah dikarenakan memiliki kadar air paling tinggi yaitu 35,99%. Selain itu lokasi ini juga memiliki paling sedikit ruang pori sehingga dapat dikatakan tanah tersebut tanah padat. Hal ini dapat dilihat dari nilai porositasnya yang paling kecil yaitu 48%. Keadaan tersebut yang menyebabkan lokasi Lowokwaru memiliki laju infiltrasi yang paling rendah.

Untuk 3 lokasi yang lain memiliki rata-rata laju infiltrasi yang relatif sama. Walaupun ketiganya memiliki tekstur tanah yang berbeda-beda, tetapi banyak parameter lain juga yang bisa mempengaruhi nilai dari laju infiltrasinya.

4.5 Pembahasan Laju Infiltrasi Model Horton

Pendugaan laju infiltrasi dengan model Horton yang telah dilakukan di 15 titik lokasi menghasilkan kuva model Horton yang beranekaragam. Keanekaragaman tersebut tidak lain dikarenakan banyaknya parameter yang berpengaruh terhadap laju infiltrasi.

Dari ketiga macam variasi kepadatan tanah yang telah dikelompokkan yaitu kepadatan tanah tinggi, sedang, dan rendah diperoleh kurva model Horton rata-rata seperti berikut.

Semakin tinggi kepadatan suatu lokasi maka seharusnya semakin kecil laju infiltrasinya. Sebaliknya jika semakin rendah kepadatan suatu lokasi maka seharusnya semakin besar laju infiltrasinya.

Dari kurva diatas diketahui lokasi dengan kepadatan tinggi mempunyai laju infiltrasi yang lebih rendah dibanding lokasi dengan kepadatan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan tanah (ɣd)

akan mempengaruhi besar kecilnya laju infiltrasi.

Sedangkan untuk kepadatan yang rendah dari kurva di atas diperoleh nilai laju infiltrasi yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya laju infiltrasi tidak hanya dipengaruhi oleh kepadatan tanahnya saja tetapi parameter yang lain seperti kadar air juga sangat berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Diketahui bahwa lokasi dengan kepadatan rendah memiliki kadar air rata-rata yang sangat tinggi. Parameter kadar air inilah yang menyebabkan laju infiltrasinya 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 La ju In fi lt ra si (m m /m en it ) Waktu (Menit) Model Horton f horton bandulan f horton karangbesuki f horton joyogrand f horton lowokwaru f horton sukun 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 50 La ju In fi ltra si (m m /m en it ) Waktu (Menit) Model Horton f horton rata-rata kepadatan tinggi f horton rata-rata kepadatan sedang f horton rata-rata kepadatan rendah Gambar 4 Model Horton Lokasi

Kepadatan Rendah

Gambar 5 Model Horton Seluruh Variasi Kepadatan

(7)

sangat rendah, walaupun memiliki nilai ɣd

yang kecil.

4.6 Pembahasan Hubungan Laju Infiltrasi dengan Kepadatan

Kapasitas infiltrasi merupakan nilai laju infiltrasi yang maksimun. Dari nilai kapasitas infiltrasi pada penelitian dapat dibahas tentang hubungan kepadatan tanah dengan besarnya kapasitas infiltrasi. Dengan menggunakan regresi program excel didapat kurva sebagai berikut.

Dengan menggunakan regresi exponential didapat nilai R2 = 0,108 berarti 10,8 % kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh parameter kepadatan (ɣd), sisanya

89,2 % dipengaruhi oleh parameter yang lain. Hal ini menunjukkan kurva diatas tidak layak untuk dipergunakan karena mempunyai R2 yang sangat rendah.

Dari hasil uji t antara kapasitas infiltrasi dengan kepadatan maka dapat diketahui bahwa kepadatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju infiltrasi. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan variasi kepadatan yaitu kepadatan tinggi, sedang, dan rendah didapat hasil laju infiltrasi model Horton yang beragam. Dalam kenyataan seharusnya semakin kecil nilai kepadatan tanah suatu lokasi, maka laju infiltrasinya akan semakin besar. Tetapi hasil dari pengukuran di lapangan memperoleh hasil yang berbanding terbalik dengan teori sebenarnya. Hal ini disebabkan lokasi dengan kepadatan rendah memiliki kadar air rata-rata yang sangat tinggi. Parameter

kadar air inilah yang menyebabkan laju infiltrasinya sangat rendah, walaupun memiliki nilai kepadatan yang kecil. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi yang memiliki kepadatan tinggi ataupun rendah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap besar kecilnya laju infiltrasi. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan studi ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Besarnya nilai kepadatan (ɣd) suatu

lokasi tidak dapat dijadikan parameter utama yang berpengaruh terhadap nilai laju infiltrasinya. Hal ini dapat dibuktikan dari uji analisis regresi yang menunjukkan hubungan antara nilai kepadatan dengan laju infiltrasi maksimumnya memiliki nilai R2 yang sangat rendah. Dari uji t hubungan antara kepadatan dengan laju infiltrasi maksimum dapat disimpulkan bahwa parameter kepadatan tidak berpengaruh terhadap laju infiltrasi.

5.2 Saran

Dalam pengukuran laju infiltrasi di lapangan, sebaiknya tidak dilakukan pada saat musim hujan dikarenakan kondisi tanah sering dalam keadaan jenuh setelah hujan turun. Selain itu kondisi lokasi di lapangan juga harus ada ketetapan yang jelas misalnya pemanfaatan lahan yang sesuai. Data yang digunakan juga perlu lebih banyak variasi agar memperoleh hasil yang memuaskan. Sebaiknya itu semua diperhatikan supaya hasil yang didapat baik dan penelitian ini dapat digunakan berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Asdak,C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dewi, S. M. 2011. Statistika Dasar untuk

Teknik Sipil. Malang: Bargie Media

y = 0.144e1.950x R² = 0.108 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 K ap as it as In fi lt ra si ( mm/ me n it )

Berat Isi Tanah Kering (gr/cm3)

Perbandingan Kapasitas Infiltrasi dengan Berat Isi Tanah Kering

Gambar 6 Kurva Perbandingan Kapasitas Infiltrasi dengan Kepadatan

(8)

Darmawijaya, M. I. 1990. Klasifikasi

tanah: Dasar teori bagi peneliti tanah dan pelaksana pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah

Mada Press

Hakim, dkk. 1986. Dasar-dasar Imu

Tanah. Lampung: Universitas

Lampung.

Hardiyatmo, H. C. 2012. Mekanika Tanah

I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Islami, Wani. 1995. Hubungan Tanah, Air

dan Tanaman. Semarang: IKIP

Semarang Press.

Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa Tanjung

Selamat Kecamatan Medan

Tuntungan Medan. Medan:

Departemen Ilmu Tanah FP USU. Kartasapoetra. 1989. Kerusakan Tanah

Pertanian dan Usaha Untuk

Merehabilitasinya. Jakarta: Bina

Aksara.

Maryono, A, 2004. Banjir, Kekeringan

dan Lingkungan. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Noorvy, D. 2000. Analisa Penentuan

Model Infiltrasi pada Alat

Simulator Hujan Untuk Tanah Lempung Berliat Jenuh Air. Skripsi

tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.

Pratama, H. A. 2012. Hasil Penelitian Fakultas Teknik. Model Ekperimen

Pengaruh Kepadatan, Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan Terhadap Resapan pada Tanah Organik. Makasar: Fakultas Teknik

Universitas Hasanudin.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soemarto, C. D. 2008. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional Surabaya Indonesia.

Sosrodarsono, S. 1993. Hidrologi Untuk

Pengairan. Jakarta: PT Pradnya

Paramita.

Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya

Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.

Utomo, W. H. 1989. Erosi dan Konservasi

Tanah. Malang: IKIP Malang.

Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2  Model Horton Lokasi  Kepadatan Tinggi
Gambar 4  Model Horton Lokasi  Kepadatan Rendah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perancangan prototipe pada diagram blok Sistem detektor kebakaran seperti yang terlihat pada Gambar 1 maka prototipe sistem yang dihasilkan berupa integrasi

Penempatan kualitas yang sama terhadap aset produktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap aset produktif yang diberikan

رشانلل ةيبرعلا ةغللا باتكل روصلما سوماقلا ليلد ميمصت "ةليقع" ءارجإ دعب متي جنوبنت ناديم نيدلا ةيملاسلاا ةيئادتبلاا ةسردمب عبارلا لصفل ضو (

Dengan kesimpulan diatas, maka memberikan saran-saran sebagai berikut : (1) M eningkatkan eksistensi PNS Dinas Koperasi, Usaha M ikro Kecil dan M enengah Daerah Istimewa

menurunkan tekanan LES menurunkan tekanan LES c. Kegemukan merupakan faktor Kegemukan merupakan faktor penting yang penting yang berkontribus berkontribusi i dalam

Perancangan Sistem Informasi Pemetaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Pontianak Berbasis Web Admin Operator Faskes Masyarakat Login admin, data rumah sakit,. data poli,

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA ASUHAN

Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi oleh jenis kontrak atau subkontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati