• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat Rumah Sakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat Rumah Sakit"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

38

A. Gambaran Umum Rumah Sakit

1. Sejarah Singkat Rumah Sakit

Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto adalah sebuah rumah sakit umum kelas madya (C) yang merupakan salah satu unit kerja dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), yaitu sebuah yayasan kesehatan kristen yang berdiri sebagai hasil kerjasama antara Sinode Gereja Kristen Jawa dan Sinode Gereja Kristen Indonesia.

Tahun 1948 muncul gagasan untuk mendirikan rumah sakit Kristen oleh pekerja Zending di Semarang yaitu Zr. N.G. de Jonge dan RH. Van Eyk. Kemudian dibentuk panitia pendiri Klinik Bersalin dengan ketua Ds. R. Soehardi Hadipranowo.

Akhir tahun 1950 ada 13 tempat tidur dan 18 orang karyawan. Kedatangan Dr. G.J. Dreckmeier pada bulan Januari 1952 memperkuat tim Klinik Bersalin Pantiwilasa.

Tahun 1959, Dr. J. Bouma Spesialis Kebidanan/Kandungan datang dari Nederland. Tahun 1959, Dr. Oei Kiem Hien datang dari Sumba. Ibu J.T de Jong juga datang dari Nederland menjadi ibu asrama. Dr. A. Hoogerwerf datang dari Netherland menggantikan Dr. J. Bouma. Tahun 1967–1968 Dr.

(2)

Kwik Tjhiang Poen membantu RB. Panti Wilasa serta aktif dalam bidang KB.

Tahun 1969–1973 Dr. B. Kandu memimpin RS Bersalin dan Anak Panti Wilasa. Tanggal 9 November 1969 dilaksanakan peletakan batu pertama kompleks Panti Wilasa baru yang berlokasi di Jalan Citarum 98 Semarang, oleh Bapak Walikota Dati II Kodya Semarang, dengan bantuan dana dari pemerintah Kerajaan Belanda.

Tanggal 28 November 1973 Dr. Mangkureno Sadijo memimpin komplek +Panti Wilasa di Jl. Dr. Cipto 50 yang rencananya akan digunakan untuk Bagian Penyakit Dalam dan Bedah serta Balai Pengobatan Umum. Sedangkan di tahun yang sama, gedung baru di Jl. Citarum diresmikan sebagai RS Panti Wilasa I yang menangani Bagian Kebidanan/penyakit kandungan dan penyakit anak.

Tanggal 1 November 1978 adalah pemisahan RS. Panti Wilasa di kompleks Jl. Dr. Cipto 50 menjadi Rumah Sakit Panti Wilasa II, sedangkan kompleks di Jl. Citarum menjadi Rumah Sakit Panti Wilasa I.

Tahun 1985–1988 Dr. Guno Samekto, Direktur RS Bethesda Yogyakarta, ditetapkan sebagai pejabat Direktur di RS Panti Wilasa II. Tahun 1991 -1994 Jabatan Direktur dipegang oleh Dr. M. Haryanto.

Tanggal 1 April 1994 tepat pada permulaan Pembangunan Jangka Panjang RS tahap II, dimulai pula pembangunan dan

(3)

renovasi RS Panti Wilasa “Dr. Cipto“ terjadi penggantian nama rumah sakit melalui SK Direktur Jendral Pelayanan Medik tanggal 29 Agustus 1995 No. : YM. 02.04.3.5.03831, nama RS Panti Wilasa II diubah nama menjadi RS Panti Wilasa Dr. Cipto, sedangkan nama RS Panti Wilasa I diubah nama menjadi RS Panti Wilasa Citarum.

Pada tahun 1966 RS Panti Wilasa Dr. Cipto mendapat penghargaan Penampilan Terbaik Pertama Tingkat Nasional RSU Swasta setara kelas D. Di tahun yang sama jumlah tempat tidur ditingkatkan menjadi 100 tempat tidur sehingga meningkat dari RSU kelas pertama menjadi RSU kelas Madya.

Akhir tahun 1998 memperoleh Sertifikat Akreditasi Penuh dari Kesehatan Republik Indonesia untuk 5 standar pelayanan. Pada awal tahun 1999 jumlah tempat tidur ditingkatkan secara bertahap menjadi 120 dan karyawan sebanyak 228 orang.

Pada tahun 2000 jumlah tempat tidur bertambah menjaddi 125 buah. Pada bulan April 2001, RS Panti Wilasa Dr. Cipto mulai digunakan sesuai Rencana Induk Pemgembangan dengan pembangunan gedung 4 lantai yang akan digunakan untuk Ruang ICU dan Ruang VIP. September 2001, memperoleh Sertifikat Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut 12 standar dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pada tanggal 19 Januari 2002, gedung 4 lantai untuk Ruang ICU/CCU/PICU/NICU, Ruang VIP dan aula diresmikan. Bertepatan dengan itu RS Pantiwilasa Dr. Cipto menerima

(4)

sertifikat Akreditasi Tingkat Lanjut 12 standar yang diserahkan oleh Dirjen Yanmed DepkesRI.

Pada tanggal 28 Februari 2003, diresmikan Ruang Helsa dan Ruang Gamma (Gedung 2 lantai yang semula adalah Ruang Gamma). Dengan demikian jumlah tempat tidur menajdi 180 buah. Dengan dioperasionalkan lantai II ini, maka pelayanan Ruang Pasca bersalin bisa dipusatkan di lantai I (Ruang Helsa). Sedangkan pelayanan Ruang Anak menempati lantai II (Ruang Gamma).

Pada bulan Maret 2003 mulai dibangun gedung IPAL (Instalansi Pengolahan Air Limbah) berlantai II yang telah selesai pada tanggal 31 Desember 2003. Uniknya, lantai dasar digunakan untuk parkir kendaraan roda 2, lantai II (atas) untuk “pot bunga raksasa“ sebagai indikator bagi IPAL tersebut.

Akhir tahun 2003, Tim Akreditasi RS Panti Wilasa Dr. Cipto yang diketuai oleh Dr. Yoseph, M.Kes mulai mempersiapkan diri untuk akreditasi 16 standar yang rencananya akan maju pada pertengahan tahun 2004.

17 Januari 2004, dilakukan pelantikan dan serah terima jabatan Direktur dari Dr. Sri Kadarsih Soebroto, MM kepada Dr. Yoseph Candra M.Kes untuk periode 2004–2014.

Tanggal 1 Februari 2014-sekarang dipimpin oleh Dr. Daniel Wibowo, M.Kes.

(5)

2. Visi, Misi, dan Motto Rumah Sakit Visi

a. Rumah Sakit Bermutu Pilihan Masyarakat

b. RS. Bermutu Sebagai rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medis, keperawatan dan penunjang secara professional untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

c. RS. Pilihan Masyarakat Sebagai rumah yang mampu menjadi rujukan masyarakat yang memiliki pelayanan berkualitas, penuh cinta kasih yang tulus, hangat dan bersahabat.

Misi

a. Meningkatkan nilai bagi stake holder b. Menciptakan pengalaman bagi pelanggan c. Meningkatkan sistem pelayanan

d. Meningkatkan kualitas SDM

e. Budaya cinta kasih dan bertanggung jawab sosial Motto

Melayani Dengan Cinta Kasih Mengutamakan Kualitas Pelayanan 3. Jenis Pelayanan

a. Instalasi Gawat Darurat b. Instalasi Rawat Jalan

(6)

2) Klinik Gigi 3) Klinik Spesialis

a) Spesialis Penyakit Dalam

b) Spesialis Jantung Pembuluh Darah c) Spesialis Bedah

i. Bedah Umum ii. Bedah Orthopedi iii. Bedah Tumor iv. Bedah Digestive

v. Bedah Urologi vi. Bedah Mulut

d) Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

e) Spesialis Kesehatan Anak f) Spesialis THT

g) Spesialis Mata

h) Spesialis Kulit dan Kelamin i) Spesialis Syaraf

j) Spesialis Asma dan Paru 4) Klinik Ibu Hamil dan Anak Sehat (KIA) 5) Klinik Keluarga Berencana

6) Klinik Akupuntur/Terapi zona 7) Klinik Konsultasi Gigi

8) Klinik Rematik

(7)

c. Instalasi Rawat Inap a. Ruang Alpha b. Ruang Betha c. Ruang Gamma d. Ruang Etha e. Ruang Familia f. Ruang Gracia g. Ruang Helsa h. Perinatologi d. Unit Khusus

a. Instalasi Bedah Sentral b. Instalasi Rawat Intensif c. Instalasi Rawat Bersalin d. Hemodialisa

e. Instalasi Penunjang Medis a. Instalasi Farmasi b. Instalasi Laboratorium c. Instalasi Radiologi

d. Instalasi Rehabilitasi Medis e. Rekam Medik

(8)

B. Jumlah Pasien dengan Kasus Fraktur Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Jumlah Pasien dengan Kasus Fraktur

Bulan BPJS Non BPJS Jumlah % Jumlah % Januari 7 33,3 23 24,0 Februari 8 38,1 34 35,4 Maret 6 28,6 39 40,6 Total 21 100,0 96 100,0 `117

Berdasarkan table 4.1, pasien dengan kasus fraktur pada triwulan I 2016, paling banyak adalah pasien non BPJS dibanding pasien BPJS.

C. Umur Pasien dengan Kasus Fraktur

Data umur pasien dalam penelitian ini menunjukkan umur minimal 4 tahun dan maksimal 84 tahun, dengan rata-rata umur adalah 43 tahun dan paling banyak berusia 43 tahun.

D. Diagnosa Utama

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Diagnosa Utama Pasien dengan Kasus Fraktur

BPJS Non BPJS

Diagnosa Utama (Kode) Jumlah % Jumlah %

Fraktur Calcaneus Post Orif Bilateral 0 0,0 1 1,0

Fraktur Caput Humeri 1 4,8 2 2,1

Fraktur Clavicula Sinistra 2 9,5 0 0,0

Fraktur Collis 0 0,0 2 2,1

Fraktur Collis Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur CollIs 1/3 Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Collis Sinistra 3 14,3 2 2,1

Fraktur Complete Radius 1 4,8 0 0,0

(9)

Fraktur Cruris 1/3 Tengah Dextra 0 0,0 1 1,0 Fraktur Digiti I Manus Sinistra 1 4,8 0 0,0

Fraktur Distal Radius Dextra 1 4,8 2 2,1

Fraktur Distal Radius Dextra Linier 0 0,0 1 1,0

Fraktur Femur 2 9,5 5 5,2

Fraktur Femur Sinistra 0 0,0 2 2,1

Fraktur Femur Distal Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Fibula 1 4,8 1 1,0

Fraktur Fibula Sinistra 0 0,0 3 3,1

Fraktur Incomplete radius Ulna Dista 1 4,8 0 0,0 Fraktur Kompresi Vertebra Lumbal 0 0,0 1 1,0 Fraktur La Maxilla La Fart III 0 0,0 1 1,0

Fraktur Montegia 1 4,8 0 0,0

Fraktur Kongrusi Vertebra Thorax 1 4,8 0 0,0

Fraktur Nasal 0 0,0 11 11,5

Fraktur Olecranon 0 0,0 1 1,0

Fraktur Phalang Medial Digiti III Manus 0 0,0 1 1,0

Fraktur Patela 0 0,0 3 3,1

Fraktur Phalang Proximal Digiti III Pedis

Dextra 1 4,8 0 0,0

Fraktur Phalang Proximal 0 0,0 4 4,2

Fraktur Radius 3 14,3 0 0,0

Fraktur Radius Dextra 0 0,0 2 2,1

Fraktur Radius Distal 0 0,0 8 8,3

Fraktur Radius Ulna 0 0,0 6 6,3

Fraktur Scapula 0 0,0 1 1,0

Fraktur Tertutup Clavicula 0 0,0 9 9,5

Fraktur Tertutup Costa Posterior Sinistra 0 0,0 1 1,0 Fraktur Tertutup Antebrachi Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Tertutup Elbow Dextra 0 0,0 2 2,1

Fraktur Tertutup Humerus 1/3 Dextra 0 0,0 1 1,0 Fraktur Tertutup Metatarsal 2,3 Pedis Dextra 0 0,0 1 1,0 Fraktur Tertutup Fibula 1/3 Distal Sinistra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Tertutup Tibia Patela 0 0,0 4 4,2

Fraktur Tertutup Ulna 1/3 Proximal Sinistra 0 0,0 1 1,0

Fractur Terbuka Tibia 0 0,0 1 1,0

Fraktur Terbuka Manus 0 0,0 2 2,1

Fraktur Tibia 0 0,0 5 5,2

Fraktur Tibia 1/3 Proximal Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Tibia Fibula 0 0,0 1 1,0

Frakur Costae 6,7 Lateral 1 4,8 0 0,0

Fraktur Collum Femur Sinistra 0 0,0 1 1,0

(10)

Berdasarkan table 4.2, berdasarkan diagnose utama, fraktur nasal merupakan diagnosis utama terbanyak. Pada pasien BPJS dengan kasus fraktur paling banyak dengan diagnosis utama Fraktur Radius dan Fraktur Collis Sinistra masing-masing sebesar 14,3%. Sedangkan untuk pasien non BPJS dengan kasus fraktur paling banyak dengan diagnosis utama Fraktur Nasal sebesar 11,5%.

E. Diagnosa Sekunder

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Diagnosa Sekunder Pasien dengan Kasus Fraktur

BPJS Non BPJS

Diagnosa Sekunder (Kode) Jumlah % Jumlah %

Anemia 2 9,5 2 2,1 Hipertensi 0 0,0 3 3,1 Disbetes Melitus 1 4,8 2 2,1 HNP 0 0,0 1 1,0 CHF 1 4,8 2 2,1 IHD 0 0,0 1 1,0 CKD 1 4,8 0 0,0

Emphysema Sub Cutis 1 4,8 0 0,0

Fraktur Multiple digit I-V Pedis sinistra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Fibula 2/3 Distal Dextra 0 0,0 1 1,0

Fraktur Clavicula 0 0,0 1 1,0

Fraktur tibia 1 4,8 0 0,0

Depresi Volume 1 4,8 0 0,0

Bradycardia 0 0,0 1 1,0

Trauma Tumpul Abdomen 0 0,0 1 1,0

Negleted Fraktur Medianus Palsy 1 4,8 0 0,0

Dislokasi 0 0,0 2 2,1

Tidak ada diagnose sekunder 12 57,1 78 81,3

Total 21 100,0 96 100,0

Berdasarkan table 4.3 diagnose sekunder, sebagian besar kasus fraktur tidak terdapat diagnose sekunder. Pada pasien BPJS dengan kasus

(11)

fraktur paling banyak dengan diagnosis sekunder anemia sebesar 9,5%. Sedangkan untuk pasien non BPJS dengan kasus fraktur paling banyak dengan diagnosis sekunder hipertensi sebesar 3,1%.

F. Jenis Tindakan

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Jenis Tindakan Pasien dengan Kasus Fraktur

BPJS Non BPJS

Jenis tindakan Jumlah % Jumlah %

ORIF 7 33,3 62 0,0 Reposisi 0 0,0 13 13,0 Reposisi Tertutup 1 4,8 5 5,0 Rekonstruksi 2 9,5 0 0,0 Pasang Gips 2 9,5 1 1,0 Repair 3 14,3 1 1,0 Amputasi 1 4,8 0 0,0 AFF Plate 1 4,8 1 1,0 Angkat K-wire 0 0,0 1 1,0 Pasang K-wire 0 0,0 1 1,0 Tanpa tindakan 4 19,0 11 11,0 Total 21 100,0 96 100,0

Berdasarkan table 4.4 jenis tindakan, untuk pasien BPJS dengan kasus fraktur paling banyak dengan jenis tindakan ORIF sebesar 33,3%. Sedangkan untuk pasien non BPJS dengan kasus fraktur paling banyak dengan jenis tindakan ORIF sebesar 72,94%.

G. Lama Dirawat

Dalam penelitian ini, lama dirawat minimal adalah 1 hari yaitu pada pasien dengan diagnose utama Fraktur Radius dengan tindakan Rekonstruksi tanpa diagnose sekunder, dan maksimal lama dirawat

(12)

adalah 7 hari, dengan rata-rata lama dirawat 3,5 hari dan paling banyak dirawat selama 3 hari.

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Lama Dirawat Pasien dengan Kasus Fraktur

BPJS Non BPJS

Lama Dirawat Jumlah % Jumlah %

1 hari 1 4,8 0 0,0 2 hari 10 47,6 21 21,9 3 hari 8 38,1 29 30,2 4 hari 1 4,8 20 20,8 5 hari 0 0,0 17 17,7 6 hari 1 4,8 3 3,1 7 hari 0 0,0 6 6,3 Total 21 100,0 96 100,0

Berdasarkan table 4.5 lama dirawat, untuk pasien BPJS dengan kasus fraktur paling banyak memiliki lama dirawat 2 hari sebesar 47,6%. Sedangkan untuk pasien non BPJS dengan kasus fraktur paling banyak memiliki lama dirawat 3 hari sebesar 30,2%.

H. Tingkat Keparahan pada Pasien BPJS Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Pasien BPJS dengan Kasus Fraktur

Tingkat Keparahan Jumlah %

Tingkat I 13 61,9

Tingkat II 8 38,1

Tingkat III 0 0,0

Total 21 100,0

Berdasarkan table 4.6, pasien BPJS dengan kasus fraktur dengan tingkat keparahan I (61,9%) lebih besar dibandingkan tingkat keparahan II (38,1%).

(13)

I. Perbandingan Tarif RS dan tarif INA CBG’s pada Pasien BPJS

Dalam penelitian ini, pada pasien BPJS, nilai klaim yang didapat RS, paling tinggi adalah Rp. 15.671.500, sedang paling rendah sebesar Rp. 1.550.400, dengan rata-rata klaim sebesar Rp. 5.210.538 dan paling banyak sebesar Rp. 1.860.400.

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Perbandingan Tarif INA CBG’s dan Tarif RS pada Pasien BPJS dengan Kasus Fraktur

No No RM Biaya RS Biaya klaim Keterangan

1 3770xx 15.926.221 6.233.600 Rugi 2 3111xx 4.173.002 4.282.400 Untung 3 4358xx 7.295.598 3.473.400 Rugi 4 4376xx 2.029.230 1.550.400 Rugi 5 4379xx 6.750.136 4.054.700 Rugi 6 2731xx 1.211.154 3.134.400 Untung 7 4356xx 8.571.327 8.194.900 Rugi 8 2997xx 11.843.711 7.272.500 Rugi 9 4396xx 4.292.557 1.860.400 Rugi 10 0494xx 7.860.270 2.170.500 Rugi 11 2884xx 7.174.628 3.548.000 Rugi 12 4310xx 30.478.740 15.671.500 Rugi 13 4422xx 12.166.408 6.233.600 Rugi 14 2715xx 11.201.165 10.590.300 Rugi 15 1427xx 1.510.585 3.761.300 Untung 16 2365xx 15.325.857 3.269.600 Rugi 17 2638xx 5.357.046 1.860.400 Rugi 18 3598xx 7.633.642 2.170.500 Rugi 19 1979xx 7.490.576 5.197.700 Rugi 20 4125xx 33.425.688 10.943.200 Rugi 21 4460xx 14.643.850 3.944.900 Rugi Total 216.361.391 109.418.200

(14)

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Perbandingan Tarif Pasien BPJS dengan Kasus Fraktur

Perbandingan tarif Jumlah %

Untung 3 14,3

Rugi 18 85,7

Total 21 100,0

Berdasarkan table 4.8, pada triwulan I tahun 2016 untuk pasien BPJS dengan kasus fraktur, lebih banyak terjadi kerugian (85,7%). Besar kerugiannya mencapai Rp. 106.943.191.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai error yang didapatkan melalui perhitungan keseluruhan rata-rata hasil akhir MAE pada implementasi algoritma

Untuk mengetahui sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Untuk mengetahui sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon Angkatan 2015-2017

Tiga prinsip tersebut tidak bisa dipisahkan, dikarenakan saling berkaitan untuk terciptanya perekonomian yang baik dan stabil karena prinsip ‘Adalah adalah

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif , maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis penelitian yang telah diajukan sesuai masalah yaitu: terdapat pengaruh

Proses strategi coping orangtua murid kepada anak usia dini mempunyai keunggulan untuk memberikan cara yang khas yang dilaksanakan oleh orangtua, namun masih

Indikasi anggaran tersebut merupakan bagian dari upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, serta pencapaian indikator kinerja program yang

Mengat ur pemakaian buku perpust akaan baik yang dipergunakan siswa maupun guru sesuai dengan pedoman pel aksanaan pengel ol aan perpust

Dalam hukum waris adat, untuk menen- tukan ahli waris didasarkan pada prinsip kewarisan, dimana prinsip yang berlaku berbeda-beda antara masyarakat yang satu denga