• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ternak Kelinci

Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

Lagomorpha, Genus: 1.Lepus (22 species)=Genuine Hare, 2.Orictolagus (1

species)=O. Cuniculus/European Rabbit, 3.Sylvilagus (22 species)=Cotton Tail

Rabbit, 4.Pronolagus (22 species)= Red Hare, 5.Bunolagus (1 species)=Bushman

Hare, 6.Pentalagus (1 species)=Riu-Kiu Rabbit, 7.Caprolagus (1 species)=Bristle

Rabbit, 8.Poelagus (1 species)=African Rabbit, 9.Nesolagus (1 species)=Sumatera

Rabbit, 10.Romerolagus (1 species)=Volcano Rabbit dan 11.Brachylagus

(1 species)=Dwarf Rabbit (Kartadisastra, 2012).

Biologis Kelinci

Kromosom kelinci berjumlah 44 buah, umur hidupnya (life span) 5-10 tahun dengan umur produktif 2-3 tahun dan memiliki kemampuan beranak 10 kali per tahun. Bobot lahir kelinci antara 30-100 g/ekor (rataan 50-70 g/ekor), bobot dewasa 5-10 kg/ekor (Harris, 1994). Menurut Cheeke et al. (1987), kelinci memiliki kemampuan biologis yang menonjol terletak pada sistem reproduksi dan sistem pencernaannya, yaitu (1) umur empat bulan kelinci sudah dapat mencapai dewasa kelamin dan dapat dikawinkan, (2) setiap pejantan dapat dikawinkan dengan 8-10 betina dengan tingkat keberhasilan pembuahan 95%, (3) lama bunting kelinci rata-rata 31-32 hari, (4) rataan jumlah anak per kelahiran 6-7 ekor dengan tingkat keselamatan 85-95% dan (5) anak kelinci disapih oleh induknya

(2)

rata-rata pada umur 6-8 minggu, serta (6) segera setelah melahirkan, induk kelinci dapat dikawinkan.

Tabel 1. Performans Produksi Kelinci New Zealand White dan Lokal (Raharjo,1994)

Peubah NZW1 NZW2 Lokal3

Laju Kebuntingan (%) 86,0 89,9 -

Periode Kebuntinga (hari) - 31,6 -

Interval Beranak (hari) 38,8 37,8 -

Bobot Induk Saat Beranak (kg) - 3,1 2,3

LS Saat Lahir (ekor) 8,5 9,1 6,3

LS Saat Sapih (ekor) 6,1 7,2 5,9

Bobot Sapih (g) 410* 550 510**

Mortalitas, lahir-Sapih (%) 28,0 16,9 15,1

Sumber : 1Partridge (1988) Inggris; 2Raharjo et al. (1986), Oregon, USA; 3Sartika dan Diwyanto (1986), Bogor, Indonesia

Keterangan : LS = litter size; *sapih umur 25 hari; **sapih umur 35 hari;

Bangsa Kelinci

Dalam The New Rabbit Handbook ditulis, kelinci (Orytolagus cuniculus forma domestica) dan terwelu (Lepus europaeua) berasal dari Eropa. Kemudian

menyebar ke seluruh dunia, termasuk Asia. Kelinci adalah anggota ordo logomorpha. Sampai awal abad ke-20, ordo ini dimasukkan superfamili dalam

ordo Rodentia, keluarga pengerat. Karena ada perbedaan nyata antara Rodentia

dan Lagomorpha, mereka dipisah dalam ordo sendiri (Flona, 2009).

New Zealand White

Ras ini merupakan kelinci albino, tidak mempunyai bulu yang mengandung pigmen. Bulunya putih mulus, padat, tebal dan agak kasar kalau diraba, mata merah. Aslinya dari New Zealand sehingga disebut New Zealand White. Keunggulan kelinci ini, pertumbuhannya cepat, karena itu cocok diternakkan sebagai penghasil daging komersial dan kelinci percobaan di

(3)

laboratorium (Sarwono, 2007). Lebas et al. (1986), menerangkan bahwa bobot dewasa 4,1-5,0 kg. umur kawin pertama 144 hari, rataan litter size lahir 8.5 ekor, litter size hidup 8,0 ekor dan litter size sapih 6,5 ekor. Kelinci New Zealand White

terkenal dengan mothering abilitynya yang baik, produksi susunya juga baik (Lukefahr et al., 1983; Sartika, 2005). Serta merupakan ternak prolifik.

Keunggulan lain dari kelinci New Zealand White adalah kelinci yang umum dipergunakan dalam penelitian sebagai hewan percobaan untuk penelitian biomedis (Cheeke et al., 1987; Brahmantiyo, 2008). Menurut Wikipedia (2015), kelinci NZW menampilkan respon yang sama sebagaimana manusia pada penyakit dan pengobatannya. Ditambahkan, reaksi ini menjadikan kelinci NZW selalu dipergunakan di laboratorium pharmasi pada rumah sakit umum di Amerika Serikat, pusat penelitian kanker dan rumah sakit universitas.

Lokal

Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. warna bulu tidak spesifik, berwarna hitam, coklat, putih, abu-abu polos atau berkombinasi diantara warna tersebut (Adjisoedarmo et al., 1985; Sartika, 2005). Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang lebih kecil dari kelinci impor. Kelinci–kelinci lokal ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat, sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal ini dengan bangsa lain untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit

(4)

dan mempunyai toleransi terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Raharjo, 1984).

Herman (2000), menyatakan bahwa kelinci lokal lebih toleran terhadap panas (suhu tinggi) dibandingkan kelinci impor. Hal ini disebabkan kelinci lokal telah beradaptasi di daerah tropis sehingga lebih tahan terhadap lingkungan panas dibandingkan kelinci impor yang berasal dari daerah iklim sedang. Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging. Daging yang dihasilkan pun mempunyai kualitas yang cukup baik.

Cross Breeding (kawin silang)

Perkawinan silang adalah perkawinan ternak-ternak dari bangsa yang berbeda (Warwick et al., 1990). Teknisnya Crossbreeding ini hanya berlaku untuk persilangan pertama pada breed asli, tetapi secara umum berlaku juga untuk sistem crisscrossing dari dua jenis atau rotasi persilangan dari tiga atau lebih bibit dan untuk menyilangkan pejantan murni dari satu ras untuk menaikkan tingkatan betina dari ras yang yang lain (Warwick dan Legates, 1979).

Sifat Kuantitatif

Sifat Kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur dalam skala tertentu. Beberapa sifat kuantitatif yang sangat penting karakteristiknya adalah fertilitas pertumbuhan dan efisiensi pakan, produksi susu, kepadatan fur, ketahanan terhadap penyakit dan kualitas karkas (Cheeke et al., 1987; Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).

(5)

Adanya variasi bobot badan dari berbagai penelitian bahkan pada lokasi yang sama dapat disebabkan oleh faktor waktu, lokasi dan jumlah ternak yang berbeda (Prihandini et al., 2011). Diterangkan Lebas et al. (1986), bahwa pengaruh lingkungan yang mempengaruhi sifat kuantitatif antara lain iklim, habitat, kelembaban, aliran udara, peralatan pemeliharaan, teknik pemuliabiakan, pemberian pakan dan faktor manusia (peternak).

Bobot Lahir

Bobot lahir adalah bobot saat dilahirkan atau bobot hasil penimbangan dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan (Hardjosubroto, 1994). Khalil et al. (1995), menyatakan bahwa rataan bobot lahir kelinci NZ(buck) x NZ(doe), BR(buck) x BR(doe), NZ(buck) x BR(doe) dan BR(buck) x NZ(v) berturut sebesar 52±1,5; 49±1,9; 53±1,9 dan 53±2,1. Lebih tinggi dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh Egena et al. (2012), pada kelinci CH(buck) x CH(dam), NZ(doe) x NZ(doe), CH(buck) x NZ(doe) dan NZ(buck) x CH(doe) berturut-turut sebesar 41,18±3,39; 40,65±5,30; 39,07±7,09 dan 39,61±3,45.

Brahmantiyo dkk (2009), mengemukakan bahwa jumlah anak yang tinggi menghasilkan bobot individu lebih rendah. Edey (1986), menyatakan bahwa bobot lahir dan pertumbuhan sebelum sapih masih dipengaruhi oleh faktor maternal (induk).

(6)

Bobot Sapih

Bobot sapih adalah bobot pada saat dipisahkan dari induknya. Bobot sapih merupakan indikator dari kemampuan induk untuk menghasilkan susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan air susu dan tumbuh (Hardjosubroto, 1994). Khalil et al. (1995), rataan bobot sapih kelinci NZ(buck) x NZ(doe), BR(buck) x BR(doe), NZ(buck) x BR(doe) dan BR(buck) x NZ(doe) berturut sebesar 404±10; 401±12; 418±13 dan 426±15. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena terbatasnya kemampuan induk untuk mencukupi kebutuhan susu yang diperlukan anaknya selama periode menyusu. Besar litter size yang tinggi, sehingga anak tidak dapat menerima susu secara optimal sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan normal, sehingga pertumbuhan terganggu (Setyawan, 1982).

Tinggi rendahnya bobot sapih disebabkan karena terbatasnya kemampuan induk untuk mencukupi kebutuhan susu yang diperlukan anaknya selama periode menyusu. Besar litter size yang tinggi, sehingga anak tidak dapat menerima susu secara optimal sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan normal, sehingga pertumbuhan terganggu (Setyawan, 1982). Hal ini diperkuat dengan peryataan Bourdon (1997), yang menyatakan bobot sapih merupakan sifat yang dipengaruhi komponen genetik induk (maternal genetic effect) yaitu pengaruh gen yang mempengaruhi kondisi lingkungan pada induk yang pada akhirnya mempengaruhi performans individu, pengaruh maternal genetik antara lain adalah produksi susu induk dan tingkah laku menyusui.

(7)

Litter Size

Jumlah litter size tergantung pada jumlah sel telur yang diovulasikan dan dibuahi oleh sperma serta tumbuh dan berkembang normal sampai dilahirkan (Sartika dkk., 1995). Harper (1963), menyatakan bahwa sel telur dilepaskan secara bertahap selama ovulasi berlangsung. Semakin banyak jumlah sel telur diovulasikan, jumlah sel telur yang dibuahi akan semakin banyak sehingga jumlah anak sekelahiran akan meningkat pula.

Kadarwati (2006), menyebutkan bahwa besarnya anak per kelahiran dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur induk, musim kelahiran, dan kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan sangat mempengaruhi jumlah kelahiran antara lain musim kawin, jumlah sel telur yang dihasilkan serta tingkat kematian embrio yang sangat berpengaruh terhadap jumlah anak per kelahiran.

Heterosis

Hetero-genetik adalah pertemuan antara berbagai gen yang mengontrol bermacam-macam sifat dalam menumbuhkan karakter, baik karakter kualitatif maupun kuantitatif. Menurut Xu dan Zhu (1999) dan Sutiyono dkk (2011), menyatakan heterosis terjadi akibat adanya interaksi dari pertemuan diantara gen-gen aditif maupun perpaduan aktifitas gen-gen pada suatu lingkungan yang mendukung atau lingkungan yang cocok.

Beberapa teori menjelaskan tentang heterosis, yaitu teori dominan menyebutkan bahwa galur tetua adalah dominan yang homosigot pada beberapa lokus yang berbeda, sedangkan teori over-dominan menjelaskan bahwa individu

(8)

heterosigot lebih unggul daripada individu homosigot. Kemudian teori epistasis menyebutkan bahwa heterosis merupakan perwujudan dari segala bentuk interaksi antar lokus. Peningkatan performa pertumbuhan pada hasil persilangan berkisar 0- 10% dan untuk sifat-sifat fertilitas berkisar antara 5-25% (Noor, 2000).

Hasil dari penelitian Khalil et al. (1995), heterosis bobot lahir dan sapih berturut-turut sebesar 2,5 dan 19,1 pada kelinci persilangan New Zealand White x Baladi Red. Persilangan kelinci New Zealand White x Californian menghasilkan efek heterosis berat hidup 35 hari dan 63 hari sebesar 36 dan 60 (Ouyed dan Brun, 2008). Efek heterosis suatu karakter dapat juga negatif, yang disebabkan oleh perpaduan gen yang menimbulkan suatu sifat menjadi lebih rendah dari rata-rata penampilan kedua tetuanya. Efek heterosis yang negatif pada persilangan antar spesies lebih tampak pada karakter reproduksi (Cassady et al., 2002; Sutiyono dkk, 2011).

Parameter Genetik

Keragaman dan mutu genetik sifat-sifat yang merupakan potensi genetik individu-individu dalam suatu populasi akan tercermin pada nilai parameter genetiknya meliputi nilai heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik (Hardjosubroto, 1994).

Heritabilitas

Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Pengetahuan tentang besarnya heritabilitas penting dalam mengembangkan seleksi dan rencana perkawinan untuk memperbaiki ternak (Warwick et al., 1990). Heritabilitas

(9)

merupakan rasio yang menunjukkan persentase keunggulan tetua yang rata-rata diwariskan kepada anaknya (Warwick et al., 1995).

Noor (2000) menyatakan bahwa, ada dua macam heritabilitas, yaitu heritabilitas dalam arti luas yang merupakan rasio antar keragaman genetik dengan keragaman fenotipik yang melibatkan pengaruh gen aditif dan non aditif. Heritabilitas dalam arti sempit merupakan rasio antara keragaman aditif dan keragaman fenotip yang dalam hal ini aksi gen non aditif (dominan dan epistasis). Secara teori, nilai heritabilitas dapat berkisar antara 0 hingga 1, tetapi angka ekstrim ini jarang diperoleh untuk sifat-sifat kuantitatif ternak. Heritabilitas yang bernilai nol maka hal tersebut berarti semua keragaman disebabkan oleh pengaruh lingkungan, dan sebaliknya, jika heritabilitas bernilai satu, maka semua keragaman disebabkan oleh keturunan (Warwick et al., 1990).

Pada penelitian Khalil et al. (1986) dan Brahmantiyo dan Raharjo (2011), dugaan heritabilitas bobot lahir sebesar 0,124 pada kelinci New Zealand White, 0,12 pada kelinci Bouscat dan 0,40 pada kelinci Giza White. Adanya perbedaan ini sesuai dengan pendapat Khalil et al. (1986) dan Brahmantiyo dan Raharjo (2011), bahwa adanya perbedaan nilai dugaan heritabilitas disebabkan oleh (a) metode analisis yang digunakan untuk menduga; (b) ekspresi genetik setiap bangsa di dalam populasi yang berbeda; (c) jumlah data yang digunakan; dan (d) faktor koreksi untuk sifat non-genetik yang dibuat pada setiap data.

Nilai dugaan heritabilitas bobot sapih kelinci RR, SS dan RS berturut turut sebesar 0,93; 0,82 dan 0,98 (Brahmantiyo dan Raharjo, 2011). Dugaan heritabilitas penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dugaan heritabilitas bobot sapih kelinci FZ-3 (Flemish Giant 37,5% dan Reza 62,5%) sebesar 0,36

(10)

(Lukefahr, 1996; Brahmantiyo dkk, 2013). Khalil et al. (1986) dan Brahmantiyo dan Raharjo (2011), melaporkan nilai dugaan heritabilitas bobot sapih umur 42 hari kelinci New Zealand White sebesar 0,14; kelinci Bouscat sebesar 0,29 dan kelinci Giza White sebesar 0,62. Nilai heritabilitas suatu sifat akan bervariasi antar populasi dan bangsa. Perbedaan variasi tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (ragam genetik), perbedaan lingkungan (ragam lingkungan), metode dan jumlah cuplikan data yang digunakan (Falconer dan Mackay, 1989; Hamdan, 2010). Warwick et al. (1990), menyatakan bahwa diperlukan jumlah sampel minimal 500 sampel agar nilai heritabilitas yang diperoleh handal.

Martojo (1992), menyatakan bahwa heritabilitas bukan suatu konstanta, karena itu nilainya dipengaruhi oleh besar komponen ragam aditif, ragam genetik, dan lingkungan. Sifat reproduksi dan daya hidup pada umumnya mempunyai nilai heritabilitas yang rendah, sedangkan sifat-sifat pertumbuhan dan perdagingan mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Nilai heritabilitas negatif atau lebih dari satu secara biologis tidak mungkin. Hal tersebut dimungkinkan disebabkan oleh keseragaman yang disebabkan oleh lingkungan yang berbeda untuk keluarga kelompok yang berbeda, metode yang digunakan tidak tepat sehingga tidak dapat menunjukkan antara ragam genetik dan ragam lingkungan dengan selektif, kesalahan dalam pengambilan sampel (warwick et al., 1995).

Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan bagian dari ragam total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antara individu yang bersifat permanen

(11)

(Warwick et al., 1990). Ragam ripitabilitas disebabkan oleh perubahan fisiologi dan fluktuasi lingkungan yang bersifat sementara. Menurut Sundasesan (1975), jika nilai ripitabilitasnya tinggi, maka ternak dapat dipertahankan atau dikeluarkan dari peternakan berdasarkan catatan pertama pengamatan, namun jika ripitabilitasnya rendah diperlukan pengamatan lebih dari satu kali pada karakter yang sama sebelum menentukan kehidupan produksi ternak yang bersangkutan. (Martojo, 1992).

Ripitabilitas adalah konsep yang erat hubungannya dengan heritabilitas dan berguna untuk sifat-sifat yang muncul beberapa kali dalam hidupnya. Ripitabilitas dinyatakan juga sebagai batas atas nilai heritabilitas, karena nilainya paling sedikit sebesar nilai heritabiltas atau dapat jauh lebih besar tergantung dari besarnya faktor-faktor itu (Warwick et al., 1990). Rastogi et al. (2000) dan Brahmantiyo dan Raharjo (2005), melaporkan penelitian terhadap kelinci yang dikembangbiakan di lingkungan tropis lembab memperoleh nilai dugaan ripitabilitas sifat jumlah anak lahir, lahir hidup, jumlah anak umur 21 hari, 28 hari dan 84 hari berturut-turut sebesar 0,30; 0,32; 0,26; 0,25 dan 0,19 serta Bobot anak umur 21 hari, 28 hari dan 84 hari nilai dugaan ripitabilitasnya adalah 0,18; 0,19 dan 0,09. pada penelitian yang menggunakan kelinci New Zealand White dan Chinchilla nilai dugaan ripitabilitas jumlah sekelahiran, jumlah anak sekelahiran hidup dan bobot anak sekalahiran hidup berturut-turut sebesar 0,26; 0,17 dan 0,25 (Egena et al., 2012). Falconer dan Trudy (1996) dan Negara (2014), menyatakan bahwa nilai ripitabilitas juga tidak bersifat tetap, melainkan bervariasi antara 0,0 sampai 1,0 dan besarnya tergantung pada besarnya ragam genetik dan lingkungan.

(12)

Korelasi

Terdapat 3 pengertian korelasi, yaitu korelasi fenotipik (rp), korelasi genotipik (rg) dan korelasi lingkungan (re), maka pembahasan yang paling penting adalah korelasi genetik (Kurnianto, 2009). Karnaen (2008) menyatakan bahwa korelasi genetik adalah korelasi dari pengaruh aditif atau nilai pemuliaan sifat kuantitatif, sedangkan korelasi fenotipik merupakan korelasi total dari semua sifat yang dimiliki ternak. Faktor yang diwariskan tetua kepada keturunannya adalah faktor genetik, bukan faktor lingkungan. Korelasi genetik sangat penting jika dua sifat berkorelasi secara genetik, maka seleksi untuk suatu sifat akan menyebabkan perubahan pada sifat lain (Kurnianto, 2009).

Lukefahr et al. (1996) dan Larzul et al. (2000) melaporkan korelasi genetik antara berat sapih umur 70 hari hanya sedang sebesar 0,58. Lasley (1978), menyatakan bahwa korelasi yang memiliki nilai positif sangat berguna dalam program perbaikan genetik melalui seleksi, dengan peningkatan produksi satu sifat melalui seleksi akan meningkatkan sifat lain yang berkorelasi.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut DSM IV-TR kriteria diagnosis untuk menegakkan diagnosis gangguan Skizoafektif adalah sebagai berikut:a) Suatu periode penyakit yang berkesinambungan selama sutu

Dengan kata lain tubuh tokoh Iteung dikonstruksi sebagai seorang perempuan justru tidak hanya ditempeli dengan atribut femininitasnya melainkan terdapat juga elemen

Dengan demikian jelas bahwa sistem manajemen mutu merupakan “management tool” bagi suatu organisasi atau institusi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi

Berdasarkan nilai tahanan jenis dan keadaan geologi, hasil penelitian diidentifikasi terdapat 4 jenis lapisan batuan permukaan didaerah Desa Pawan, Rokan Hulu,

Fitur – fitur yang terdapat pada aplikasi tugas akhir online ini diantaranya: kelola data mahasiswa dan dosen, pencatatan berita acara seminar tugas akhir, kelola

Berdasarkan item pernyataan “Saya merespon dengan cepat kegiatan yang dilakukan oleh pesaing”, dapat diketahui bahwa responden menjawab yang sangat setuju yaitu sebanyak

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal

Peserta Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Kandungan Al-Qur’an dapat diikuti oleh perorangan atau beregu dalam 1 fakultas yang sama dengan batas maksimal 3 orang.. Setiap Fakultas