• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6

Penelitian terdahulu dimuat sebagai penunjang dan pendukung penelitian yang akan diteliti. Selain itu penelitian terdahulu juga berguna sebagai pembanding untuk mengetahui sejauh mana perbedaan perspektif antar peneliti sehingga penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dari banyak penelitian terdahulu tentang perencanaan agregat, ada beberapa penelitian yang cocok untuk dijadikan sebagai acuan penelitian kali ini.

Penelitian terdahulu ini dikelompokkan menurut beberapa jenis alat analisis yang digunakan. Terdapat 4 alat analisis yang digunakan dalam lima penelitian terdahulu yang diambil, yakni diantaranya adalah metode grafik dan tabel, metode linear programming, metode heuristik, dan metode goal programming. Metode grafik dan tabel digunakan oleh Dede Mariyani (2014) pada penelitiannya di CV. Sumber Rezeki di Samarinda. Penelitiannya dibuat dengan tujuan meminimasi biaya produksi agar lebih efisien serta menekan fluktuasi permintaan. Strategi yang diuji coba yakni dengan mengatur jam lembur, mengatur persediaan, serta mengatur tenaga kerja. Dari ketiga strategi tersebut, mengatur persediaan merupakan strategi yang mengeluarkan biaya yang paling minimum.

Metode linear programming digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Fadli Nur’ Akbar (2012) dan Flavia M. Takey dan Marco A. Mesquita (2006). Penelitian yang dilakukan Fadli Nur’ Akbar (2012) dilakukan pada PT. Akcaya Pariwara yang memproduksi 3 jenis surat kabar antara lain Potianak Post, Kapuas

(2)

Post, dan Kun Dian Ri Bao. Penelitian ini bertujuan untuk meminimalisir biaya produksi dan biaya overtime. Perencanaan pemesanan bahan baku menggunakan teknik lot sizing dengan metode lot for lot, jumlah pesanan ekonomis, dan jumlah pesanan tetap. Hasil perhitungan ketiga metode tersebut menghasilkan lot for lot sebagai metode terbaik.

Penelitian yang menggunakan metode linear programming lainnya adalah penelitian dari Flavia M. Takey dan Marco A. Mesquita (2006) pada perusahaan makanan di Brazil. Penelitian ini dilatarbelakangi persediaan yang kurang baik yang dilakukan oleh perusahaan makanan tersebut pada saat permintaan musiman yang tinggi. Selama ini untuk mengatasinya, perusahaan menggunakan dua alternatif yakni dengan menggunakan jam lembur dan juga subkontrak pada saat musim panas. Namun cara ini diyakini kurang efektif dan perusahan harus mempertimbangkan cara yang lebih fleksibel untuk pengaturan aset yang lebih baik.

Alat analisis yang selanjutnya digunakan adalah metode heuristik yang digunakan oleh Debbie Kemala Sari dan Teguh Sri Ngadono (2014) pada PT. DIES yang memproduksi freezer. Penelitian ini bertujuan untuk membantu manajemen dalam melakukan perencanaan produksi untuk menghadapi fluktuasi permintaan pada saat itu. Alternatif yang digunakan mencakup empat metode antara lain pengedalian tenaga kerja, pengendalian persediaan, pengendalian subkontrak, dan mix strategy antara pengendalian overtime dan persediaan. Hasilnya menunjukkan mix strategy menghasilkan biaya yang paling minimum yakni sebesar Rp. 1.010.130.720,-.

(3)

Alat analisis yang terakhir yakni Goal Programming yang merupakan pengembangan konsep Linear Programming. Penelitian yang menggunakan alat analisis ini adalah penelitian oleh Nunung Nurlaela Jamil (2010) yang dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Unit Jawa Barat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memaksimumkan keuntungan, meminimumkan biaya produksi, memaksimumkan volume produksi sesuai dengan permintaan, memaksimumkan kapasitas produksi, dan meminimasi inventory. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software lindo 6.0.

Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu seperti yang sudah disebutkan di atas. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni adalah dalam segi alat analisis, yakni perencanaan agregat. Salah satu yang memiliki persamaan dalam metode yang digunakan adalah penelitian dari Dede Mariyani (2014) pada CV. Sumber Rezeki di Samarinda.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulunya yakni terdapat pada objek, langkah-langkah penelitian, dan hasil penelitian. Pada penelitian terdahulu semuanya menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek, sementara pada penelitian ini menggunakan perusahaan jasa sebagai objek. Langkah yang digunakan peneliti dalam penelitian terdahulu juga berbeda-beda dikarenakan metode yang digunakan berbeda. Hampir pada semua penelitian terdahulu menggunakan peramalan untuk menentukan permintaannya, sementara penelitian ini mengunakan penjadwalan untuk dianalisis untuk kemudian dilakukan evaluasi perencanaan agregat.

(4)

B. Landasan Teori

Kebutuhan manusia akan barang dan jasa dewasa ini kian meningkat seiring dengan sikap konsumtif yang ada pada setiap individu. Barang dan jasa merupakan suatu kebutuhan dan alat pemuas manusia yang harus selalu ada. Pardede (2007) menyebutkan pembuatan barang dan jasa memerlukan pengolahan berbagai jenis sumberdaya diantaranya tanah (land), modal (capital), tenaga kerja (labor), dan kewirausahaan (entrepreneurship).

Barang merupakan berbagai jenis benda yang memiliki bentuk fisik yang jelas dan bisa disimpan, diubah, dan dipindahkan yang yang artinya perusahaan yang memproduksi barang dapat membuat suatu persediaan untuk menghadapi permintaan ataupun memperkecil waktu produksi. Sedangkan pada perusahaan jasa tidak terdapat persediaan yang artinya perusahaan yang memproduksi jasa harus lebih responsif terhadap penyesuaian sumber daya manusianya dalam menghadapi tingkat permintaan.

Tingkat permintaan pada perusahaan jasa cenderung lebih fluktuatif dibanding pada perusahaan manufaktur. Perusahaan dalam hal ini harus mampu menyesuaikan kemampuan pelayanannya dengan tingkat permintaan yang terjadi pada satu periode waktu. Kemampuan pelayanan ini disebut pula dengan kapasitas pelayanan. Jacobs dan Chase (2015) menyebutkan kapasitas jasa lebih bergantung pada waktu dan lokasi. Manajer dalam perusahaan jasa harus menganggap waktu sebagai persediaan, ketika dibutuhkan maka kapasitas harus tersedia untuk memberikan jasa. Lokasi pelayanan pun harus berdekatan dengan pelanggan saat jasa diberikan dengan bertatap muka secara langsung.

(5)

Barang dan jasa merupakan dua hal berbeda yang masing-masing memiliki ciri khas. Terdapat 5 perbedaaan mendasar antara barang dan jasa menurut Jacob dan Chase (2015) antara lain.

a. Jasa merupakan suatu proses yang tak berwujud (intangible) yang tidak dapat ditimbang atau diukur sedangkan barang merupakan benda yang dalam prosesnya memiliki wujud (tangible) yang dapat diukur dan ditimbang. b. Jasa memerlukan interaksi dengan pelanggan dalam memproses dan memberi

jasanya, sedangkan barang dapat diproses sesuai jadwal produksi yang telah ditentukan.

c. Jasa merupakan sesuatu yang bervariatif dan hasilnya kadang tidak dapat diprediksi. Berbeda dengan barang, hasil produksinya terstandarisasi dan apabila terdapat produk cacat dapat diperbaiki atau dibatalkan.

d. Jasa merupakan hal yang tidak tahan lama dan dapat dipengaruhi oleh waktu, selain itu pula jasa tidak dapat disimpan. Sementara barang dapat disimpan dan dapat bertahan lama.

e. Jasa memiliki 4 elemen yang dapat mempengaruhi lima indera, diantaranya adalah fasilitas pendukung (lokasi, tata letak, dekorasi, kesesuaian arsitektur, dan peralatan pendukung), barang yang menyertai (ragam, konsistensi, dan kuantitas barang yang menyertai jasa), jasa eksplisit (pelatihan pekerja, konsistensi kinerja pelayanan, ketersediaan dan akses ke pelayanan, dan kelengkapan pelayanan), dan jasa implisit (sikap pemberi layanan, waktu tunggu, status, privasi dan keamanan, serta kenyamanan).

(6)

Setiap jasa pastinya memiliki suatu siklus jasa. Ishak (2010) menyebutkan siklus tersebut bermula ketika pelanggan berhubungan pertama kali dengan sistem pelayanan jasa. Dilanjutkan dengan hubungan yang dibangun pelanggan dengan para pekerja pada tahapan berikutnya sampai tahapan akhir suatu jasa diperoleh. Beberapa jasa berhubungan langsung dengan pelanggan dan beberapa tidak harus berhubungan langsung.

1. Penjadwalan

Kegiatan produksi merupakan tahapan pembuatan produk mulai dari input menjadi output, oleh karenanya diperlukan pengurutan dan pembagian waktu. Kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan penjadwalan. Penjadwalan merupakan salah satu usaha perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya secara efektif dan efisien. Penjadwalan membuat perusahaan dapat mengetahui kapan perusahaan harus memulai dan mengakhiri suatu pekerjaan.

Penjadwalan penting dilakukan perusahaan agar aset yang dimiliki perusahaan dapat dipergunakan secara optimal sehingga tujuan perusahaan pun dapat dicapai secara efektif. Selain itu kapasitas yang digunakan pun dapat diketahui dan diukur sehingga output yang dihasilkan dapat diketahui dengan pasti dan pelayanan konsumen dapat lebih baik dari sebelumnya. Penjadwalan juga dapat membuat suatu perusahaan dapat lebih kompetitif karena kecepatan pelayanan yang merupakan salah satu keunggulan kompetitif.

Penjadwalan menurut horizon waktunya dapat dibagi menjadi tiga, yakni penjadwalan jangka panjang, penjadwalan jangka menengah, serta penjadwalan jangka pendek. Penjadwalan jangka panjang biasanya digunakan untuk

(7)

penjadwalan proyek perusahaan yang biasaya dalam periode tahunan. Jenis penjadwalan yang biasanya digunakan untuk menjadwalkan kegiatan operasi adalah penjadwalan jangka pendek. Periode yang digunakan pada penjadwalan jangka pendek ini biasanya periode harian atau jam.

Stevenson dan Chuong (2014) menyebutkan sebagian besar tugas penjadwalan adalah fungsi dari volume hasil sistem. Sistem volume tinggi dengan sistem volume menengah dan rendah tentunya memiliki pendekatan yang berbeda. Sistem volume tinggi yang bisa juga disebut sistem aliran (flow systems) ini biasanya digunakan oleh perusahaan dengan peralatan dan aktivitas yang terstandarisasi serta pelayanan yang diberikan kepada pelanggan hampir sama. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran pelanggan atau barang yang lancar melalui sistem, selain itu juga mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dan perlengkapan yang digunakan.

Penjadwalan dalam sistem volume menengah merupakan sistem diantara volume tinggi dan volume rendah. Pada sistem ini output yang diproduksi perusahaan terstandarisasi layaknya pada sistem volume tinggi, namun kegiatan produksi tidak terus menerus dilakukan seperti pada volume tinggi karena akan lebih ekonomis apabila perusahaan memproduksi output secara terputus-putus. Sistem volume menengah juga berbeda dengan sistem volume rendah karena jumlah output yang diproduksi relatif besar. Contoh perusahaan yang menerapkan sistem penjadwalan ini adalah perusahaan kosmetik, cat, makanan kaleng, dan roti.

(8)

Penjadwalan dalam sistem volume rendah atau biasa disebut penjadwalan bengkel kerja (job shop scheduling) memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan sistem volume tinggi dan menengah. Sistem penjadwalan ini biasanya lebih kompleks karena produk dibuat berdasarkan pesanan, dan pemesanan tersebut biasanya berbeda dalam hal kebutuhan pemrosesan, material yang dibutuhkan, waktu pemrosesan, serta urutan pemrosesan dan persiapan.

Penjadwalan pada sistem volume rendah memiliki permasalahan yang harus diselesaikan yakni pendistribusian beban kerja dan urutan pekerjaan yang harus dilakukan. Pembebanan (loading) merupakan penugasan pekerjaan dalam memproses barang atau jasa. Pembebanan seringkali harus ada permintaan yang masuk terlebih dahulu karena pembebanan kerja tidak dapat dilakukan apabila tidak diketahui jumlah yang diminta.

Pembebanan kerja dapat dilakukan dengan bantuan visual berupa bagan Gantt (Gantt chart). Heizer dan Render (2009) menyebutkan diagram Gantt merupakan salah satu cara ekonomis perusahaan yang dapat membantu para manajer memastikan bahwa semua aktivitas telah direncanakan, urutannya telah ditetapkan, perkiraan waktunya telah dicatat, dan keseluruhan waktunya telah dibuat.

Bagan Gantt seperti yang disebutkan oleh Haming dan Nurnajamuddin (2011) merupakan bentuk jadwal yang paling awal dan paling sederhana diterapkan dalam manajemen proyek. Bagan Gantt dapat dimengerti oleh siapa saja dan banyak dipakai pada level pelaksana proyek. Dibalik kelebihannya, bagan

(9)

Gantt ini tidak dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan presidensi aktivitas.

2. Perencanaan Agregat

Kegiatan perencanaan umumnya adalah kegiatan lanjutan dari peramalan permintaan. Perencanaan menerjemahkan hasil peramalan menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Jangka waktu perencanaan menunjukkan seberapa besar suatu tujuan dibuat. Perencanaan jangka panjang digunakan untuk merencanakan hal-hal yang bersifat strategis seperti rencana pengubahan kapasitas, pembelian gedung, dan sebagainya.

Perencanaan jangka pendek biasanya kurang dari 3 bulan. Perencanaan jangka pendek ini dibuat berdasarkan hasil dan keputusan yang dibuat pada perencanaan jangka menengah. Perencanaan jangka menengah disebut juga dengan perencanaan agregat. Rentang waktu perencanaan agregat tidak lebih dari perencanaan jangka panjang dan tidak kurang dari perencanaan jangka menengah, yakni 3 sampai 18 bulan.

Pardede (2007) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan agregat, yakni diantaranya adalah penggunaan satu ukuran, tujuan perencanaan, peramalan, dan penyesuaian jangka panjang. Penggunaan satu ukuran disini maksudnya dalam sebuah perencanaan, produk dengan jenis yang sama hanya perlu dinyatakan dalam bentuk famili (agregat).

Perencanaan agregat yang dilakukan harus disesuaikan dengan tujuan perencanaan dan kebijakan yang telah ditentukan perusahaan. Kebijakan tersebut

(10)

bisa dalam bentuk jumlah persediaan, sistem pesanan (backlogs), jumlah jam kerja, dan kebijakan perusahaan tentang pendayagunaan tenaga kerja. Misal terjadi keadaan ketika dimana jumlah permintaan melebihi kapasitas yang dapat dibuat pada jam kerja reguler, maka hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah merekrut tenaga kerja baru, begitu pula pada keadaan sebaliknya.

Peramalan merupakan gambaran permintaan produk di masa depan, maka dari itu peramalan dapat dijadikan patokan perusahaan dalam menentukan jumlah barang yang harus diproduksi di masa yang akan datang. Keberhasilan suatu perencanaan agregat biasanya dapat dikarenakan keberhasilan dalam proses peramalan. Tidak ada peramalan yang sempurna, artinya setiap peramalan memiliki nilai kesalahan. Jadi, peramalan yang baik adalah peramalan dengan sedikit tingkat kesalahannya.

Peramalan permintaan yang telah dilakukan dalam kenyataannya bisa saja tidak sesuai, bahkan bisa sangat menyimpang dari jumlah yang telah diramalkan. Oleh karenanya perusahaan juga memerlukan penyesuaian dalam jangka panjang. Penyimpangan yang terjadi pada jumlah permintaan yang telah diramalkan perlu diperbaiki dan dievaluasi agar kesalahan tidak terus-menerus terjadi dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

Heizer dan Render (2015) menyatakan perencanaan agregat harus bisa menjawab beberapa persoalan terkait persediaan, jumlah tenaga kerja, pertimbangan penggunaan pekerja paruh waktu, waktu lembur dan waktu kosong, subkontrak, dan harga. Hal-hal tersebut merupakan strategi-strategi perencanaan agregat. Strategi-strategi ini terbagi menjadi dua, yakni pilihan kapasitas dan

(11)

pilihan permintaan. Pilihan kapasitas berusaha mengantisipasi fluktuasi permintaan, sementara pilihan permintaan berusaha mengurangi perubahan pola permintaan selama periode perencanaan.

a. Pilihan Kapasitas

Pada pilihan kapasitas, strategi yang dapat digunakan perusahaan antara lain: 1) Mengubah tingkat persediaan. Tingkat persediaan yang tinggi dapat

berguna pada saat permintaan yang juga tinggi, perusahaan tidak memerlukan waktu tunggu yang panjang dalam proses produksinya. Namun tingkat persediaan yang tinggi ini tidak menguntungkan disaat tingkat permintaan yang masuk rendah, persediaan tersebut justru akan memakan banyak biaya untuk penyimpanan, asuransi, penanganan, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, diperlukan untuk mengubah tingkat persediaan yang disesuaikan dengan tingkat permintaan yang masuk.

2) Mengubah jumlah tenaga kerja dengan merekrut atau memberhentikan. Pada situasi permintaan naik salah satu hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan merekrut tenaga kerja baru. Begitu pula pada saat permintaan turun perusahaan dapat memberhentikan karyawannya. Kedua hal ini dilakukan tentunya harus dengan perhitungan yang matang sebelumnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan oleh perusahaan.

3) Mengubah tingkat produksi dengan waktu lembur atau waktu kosong. Jumlah tenaga kerja dapat dipertahankan namun sebagai gantinya untuk menyesuaikan tingkat permintaan perusahaan harus mempertimbangkan

(12)

penggunaan waktu lembur pada saat permintaan tinggi dan mengurangi jam kerja pekerjanya saat permintaan turun.

4) Subkontrak. Subkontrak bisa menjadi alternatif yang dapat dipilih perusahaan pada saat pemintaan naik. Namun perusahaan juga harus dapat mempertimbangkan beberapa hal sebelum menggunakan pilihan ini, yakni salah satunya biaya yang agak mahal kalau dibandingkan perusahaan harus memproduksi sendiri.

5) Penggunaan tenaga kerja paruh waktu. Penggunaan tenaga kerja paruh waktu harus dipertimbangkan pula meski memakan biaya yang rendah karena keterampilan yang dihasilkan juga rendah.

b. Pilihan Permintaan

Pilihan permintaan yang dapat dipilih antara lain sebagai berikut.

1) Memengaruhi permintaan. Ketika permintaan rendah, perusahaan dapat meningkatkannya melalui media iklan, promosi, penjualan pribadi, dan potongan harga.

2) Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi (backlog). Intinya pelanggan diminta untuk menunggu terhadap barang atau jasa untuk tetap mempertahankan permintaan yang ada. Namun hal ini tidak selalu berhasil diterapkan oleh perusahaan, kosumen bisa saja beralih ke perusahaan pesaing jika waktu yang dibutuhkannya untuk mendapatkan barang atau jasa tersebut terlalu lama.

3) Bauran produk dan jasa yang melawan tren musiman. Hal ini merupakan salah satu cara perusahaan untuk menarik permintaan agar barang atau jasa

(13)

yang mereka tawarkan tidak hanya bertahan pada satu tren atau musim tertentu.

Selain strategi-strategi yang telah disebutkan diatas, terdapat juga strategi pencampuran pilihan untuk mengambangkan rencana yang ada, diantaranya adalah strategi perburuan (chase strategy), strategi tingkat (level scheduling), dan strategi campuran (mixed strategy). Strategi perburuan merupakan strategi perencanaan yang menetapkan jumlah produksi yang sama dengan peramalan. Strategi tingkat merupakan strategi yang mempertahankan tingkat produksi yang sama pada setiap periode. Sementara strategi campuran adalah percampuran antar kedua strategi tersebut.

Manajer operasional menggunakan beberapa teknik atau metode dalam melakukan perencanaan agregat. Metode yang paling umum digunakan adalah metode grafik yang mudah dipahami dan dalam penggunaannya yang juga mudah. Metode lain yang juga sering digunakan adalah metode transportasi pemrograman linier. Metode ini dikenal sebagai cara pemecahan untuk menemukan solusi optimal untuk masalah perencanaan agregat.

a. Metode-metode Grafik

Teknik ini menggunakan beberapa variabel secara bersamaan sehingga perencana dapat membandingkan proyeksi permintaan dengan kapasitas yang tersedia. Pendekatan ini berdasarkan pendekatan uji coba yang tidak menjamin sebuah perencanaan yang optimal, namun hanya memerlukan perhitungan yang terbatas. Tahapan yang dilakukan dalam metode grafik antara lain sebagai berikut.

(14)

1) Menentukan permintaan pada tiap periode.

2) Menentukan kapasitas pada waktu reguler, lembur, dan subkontrak pada tiap periode.

3) Menghitung biaya tenaga kerja, biaya menambah dan mengurangi tenaga kerja, serta biaya penyimpanan persediaan.

4) Mempertimbangkan kebijakan perusahaan terhadap tenaga kerja atau tingkat persediaan.

5) Mengembangkan rencana alternatif dan mengevaluasi total biaya. b. Pendekatan Matematis

Saat masalah perencanaan agregat terkait dengan cara pengalokasian kapasitas operasi sebagai usaha untuk memenuhi ramalan permintaan, maka metode yang paling cocok digunakan adalah metode transportasi pemrograman linear (transportation method of linear programming). Metode ini biasanya lebih optimal untuk meminimalkan biaya. Metode ini juga lebih fleksibel untuk merinci produksi reguler dan lembur di setiap periode, jumlah yang akan disubkontrakkan, tambahan giliran kerja, serta persediaan yang dibawa dari satu periode ke periode berikutnya.

3. Perencanaan Agregat dalam Bidang Jasa

Beberapa perusahaan jasa dalam mengatasi permasalahan perencanaannya juga menggunakan perencanaan agregat. Perencanaan agregat pada perusahaan jasa ini sebenarnya hampir sama dengan perencanaan agregat pada perusahaan manufaktur, namun dengan tingkat permintaan yang lebih berfluktuatif tentunya.

(15)

Perbedaan lain juga yang sangat terlihat pada perencanaan agregat jasa adalah tidak adanya persediaan.

Pengendalian biaya tenaga kerja pada perusahaan jasa sangatlah penting untuk dilakukan. Teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam perencanaan agregat pada perusahaan jasa diantaranya yaitu sebagai berikut.

a. Penjadwalan jam kerja yang tepat dan akurat untuk memastikan respon yang cepat atas permintaan pelanggan.

b. Tenaga kerja yang sewaktu-waktu bisa direkrut atau diberhentikan untuk memenuhi permintaan yang tidak terduga.

c. Fleksibilitas keterampilan tenaga kerja yang memungkinkan tenaga kerja yang tersedia dapat dipekerjakan kembali.

d. Fleksibilitas tingkat output atau jam kerja dalam upaya pemenuhan permintaan yang berfluktuatif.

Schroeder (2004) menyebutkan dalam beberapa kebijakan perusahaan perencanaan agregat dibatasi hanya untuk mempertahankan angkatan kerja yang merata. Dalam hal ini masalah perencanaan agregat bisa dipandang sebagai kebijakan evaluasi satu kali, padahal perencanaan agregat harus selalu disesuaikan secara berkesinambungan pada tiap periodenya, terlebih pada perusahaan jasa yang memiliki jumlah permintaan yang sangat berfluktuatif.

Pendekatan perencanaan agregat pada setiap jenis jasa berbeda-beda. Pada jasa restoran yang permintaannya bervariasi, perencanaan agregat bertujuan untuk memperlancar tingkat produksi dan menentukan jumlah tenaga kerja yang optimal. Pada rumah sakit permasalahan yang umum terjadi adalah berkaitan

(16)

dengan pengalokasian dana, karyawan, dan pasokan agar dapat memenuhi permintaan pasien.

Pada industri maskapai penerbangan perencanaan agregat terkait penjadwalan mengenai jumlah penerbangan keluar-masuk setiap pusat kegiatan, penerbangan total pada semua jalur, jumlah penumpang yang akan dilayani, jumlah awak pesawat dan landasan yang diperlukan, dan jumlah tempat duduk yang akan dialokasikan pada berbagai kelas. Jasa lain-lain seperti jasa keuangan, transportasi, dan jasa komunikasi biasanya mengahasilkan output yang tidak berwujud. Perencanaan agregat pada jenis perusahaan ini berkaitan dengan perencanaan kebutuhan sumber daya manusia dan mengelola permintaan dengan tujuan menentukan tingkat permintaan puncak dan mendesain metode untuk pemanfaatan tenaga kerja secara optimal pada periode permintaan rendah.

C. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Sumber : Schroeder (2004)

Menurut Schroeder (2004) penjadwalan merupakan salah satu acuan perusahaan sebelum melakukan perencanaan agregat. Penjadwalan dalam hal ini dapat menunjukkan letak permasalahan yang terjadi sehingga diperlukan suatu perencanaan agregat untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Pemilihan

Perencanaan Agregat

Permintaan Optimum Penjadwalan

(17)

alternatif seringkali menjadi pilihan dalam pelaksanaan perencanaan agregat, hal ini untuk menentukan alternatif mana yang paling baik diterapkan pada perusaahaan.

Alternatif ditentukan sesuai dengan masalah yang tengah dihadapi perusahaan. Perusahaan yang bermasalah dengan biaya produksi tentunya harus memilih alternatif yang mengeluarkan biaya paling minimum. Lain halnya apabila perusahaan bermasalah terhadap pemenuhan permintaannya. Maka alternatif yang harus dipilih oleh perusahaan yakni alternatif yang dapat mengoptimasi permintaan yang masuk

Gambar

grafik dan tabel digunakan oleh Dede Mariyani (2014) pada penelitiannya di CV.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi tingkat Investment Opportunity Set pada suatu perusahaan akan membuat perusahaan memiliki kesempatan tumbuh kembang yang lebih besar, sehingga laba akan

semakin besar. Ukuran yang besar menyebabkan perusahaan memerlukan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam membuat keputusan. 2) Faktor Kedua, Lembaga Sosial Masyarakat

2.7 Kerangka Berpikir Kondisi Awal  Jumlah persediaan tinggi  Kelebihan produksi  Transportasi berlebihan  Lead time lebih panjang  Biaya persediaan tinggi

Untuk dapat mengatur persediaan dalam tingkat yang tepat memenuhi kebutuhan dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat serta biaya yang rendah seperti yang diharapkan, maka

a) Jumlah permintaan diketahui, konstan, dan independent. c) Peneriman persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain, persediaan dari sebuah

Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi besar kecilnya laba bagi perusahaan, yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya

a) Keseragaman gerak.. b) Jika dilakukan oleh banyak orang dapat membuat suasana menyenangkan. d) Menghasilkan tingkat yang tinggi. e) Bila waktu yang tersedia pendek,

1) Faktor pertama, disebabkan karena ukuran perusahaan yang semakin besar. Ukuran yang besar menyebabkan perusahaan memerlukan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam