• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE GROUP INVESTIGATION

Proposal Skripsi

Oleh

Nama Mahasiswa : Riyan Maulana Asagaf

NIM : 1684202001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL

Nama Mahasiswa : Riyan Maulana Asagaf

Nomor Pokok Mahasiswa : 1684202001

Program Studi : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Skripsi untuk mengikuti Seminar Proposal.

Tangerang, 20 April 2020

Tim Pembimbing: Tanda Tangan:

Pembimbing I Ahmad Fadilah, M.Pd. ... NBM. 117 7207 Pembimbing II Dr. Asep Suhendar, M.Pd. ... NBM. 103 7257

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Haerul Saleh, M.Si. NBM. 113 9326

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal skripsi ini dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Tangerang. Dalam menyelesaikan proposal skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimaksih kepada:

1. Dr. Enawar, S.Pd., M.M., MOS. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang.

2. Dr. Haerul Saleh, M.Si. selaku Ketua Prodi Pendidikan Matematika 3. Dr. Asep Suhendar, M.Pd. dan Ahmad Fadilah, M.Pd. selaku dosen

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing penulis dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

4. Semua teman- teman prodi pendidikan matematika (Angkatan 2016) yang telah memberi bantuan moril yang sangat membantu dalam proses penyelesaian proposal skripsi ini.

Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin. Tangerang, 20 April 2020 Penulis

Riyan Maulana Asagaf NIM: 1684202001

(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teori ... 8

B. Penelitian yang Relevan... 20

C. Kerangka Berpikir ... 22

(5)

v

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Metode Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 31

1. Instrumen Variabel Terikat (Y) ... 31

a. Definisi Konseptual... 31

b. Definisi Operasional ... 31

c. Kisi-kisi Instrumen ... 32

d. Uji Validitas Instrumen dan Reliabilitas ... 34

2. Instrumen Variabel Bebas (X) ... 41

a. Definisi Konseptual... 41

b. Definisi Operasional ... 42

F. Hipotesis Statistik ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 45

1. Analisis Deskripsi Data ... 45

2. Uji Persyaratan Analisis ... 50

a. Uji Normalitas ... 50

b. Uji Homogenitas ... 50

c. Uji N-Gain ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 10

Tabel 2.2 Indikator dan Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 11

Tabel 2.3 Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif . 14 Tabel 2.4 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Konvensional ... 20

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 26

Tabel 3.2 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 27

Tabel 3.3 Jumlah Anggota Populasi ... 28

Tabel 3.4 Sampel Penelitian ... 29

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen ... 32

Tabel 3.6 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 33

Tabel 3.7 Klasifikasi Interpretasi Validitas ... 36

Tabel 3.8 Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas ... 38

Tabel 3.9 Kriteria Daya Beda ... 41

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan kerangka Berpikir ... 24

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengangkatan Tim Pembimbing Skripsi ... 56

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat, terutama dalam bidang komunikasi dan informasi. Sehingga diperlukan kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Dalam hal ini berdampak langsung pada berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas, karena pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh ilmu pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Kualitas pendidikan harus ditingkatkan secara berkesinambungan. Faktor yang dapat menentukan kualitas pendidikan antara lain adalah kualitas pembelajaran dan karakter siswa yang meliputi minat, bakat dan kemampuan. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari interaksi siswa dengan sumber belajar dan pendidik. Interaksi yang berkualitas adalah yang menyenangkan dan dapat menciptakan pengalaman belajar. Prioritas utama dari sebuah sistem pendidikan adalah mendidik siswa tentang bagaimana cara belajar dan berpikir kritis.

(10)

2 Berpikir kritis dalam pembelajaran bertujuan untuk mengarahkan siswa agar memiliki cara berpikir yang terstruktur dan cerdas dalam mengorganisir antar konsep untuk memecahkan masalah. Berfikir kritis dapat diterapkan pada siswa untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik simpulan-simpulan untuk memecahkan masalah secara sistematis, inovatif, dan mendesain solusi yang mendasar. Dengan berpikir kritis siswa dapat menganalisis apa yang mereka pikirkan dan menyimpulkannya.

Kemampuan berpikir kritis matematis sangat penting untuk menjadi fokus perhatian dalam pelajaran matematika, sebab melalui proses berpikir kritis siswa dapat menggunakan akalnya untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah dalam soal matematika. Oleh karena itu guru harus berusaha untuk mendorong siswa agar dapat berpikir kritis dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi di kelas VIII F dan VIII I SMPN 30 Kota Tangerang serta hasil wawancara dengan guru matematika yang mengampu kelas tersebut, diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih relatif rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan model pembelajaran konvensional sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, siswa masih sulit dalam memahami soal yang diberikan, masih rendahnya minat siswa untuk mempelajari rumus sehingga dapat menghambat siswa dalam penyelesaian soal. Belum mampunya siswa dalam membuat kesimpulan yang benar dari hasil penyelidikan permasalahan yang dipelajari.

(11)

3 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMPN 30 Kota Tangerang. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mengetahui, memilih, dan mampu menerapkan model, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang dinilai efektif sehingga akan tercipta suasana belajar yang kondusif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih berpikir kritis terhadap permasalahan yang mereka hadapi.

Upaya agar kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang baik, maka perlu menggunakan model pembelajaran yang mampu memberikan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, sekaligus berperan aktif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

Model pembelajaran tersebut melibatkan siswa sejak perencanaan hingga mampu menemukan konsep suatu materi pelajaran yang dipilih. Group Investigation (GI) memiliki 6 tahapan yang menuntut keterlibatan anggota tim, yaitu sebagai berikut: (1) Identifikasi topik, yaitu semua anggota kelompok berperan aktif dalam melakukan identifikasi terhadap topik pembelajaran yang akan dibahas, (2) merencanakan tugas, dalam hal ini siswa membagi dan merancang tugas-tugas pembelajaran dalam anggota kelompoknya, (3) melaksanakan investigasi, yaitu siswa mengumpulkan informasi dan menganalisis data serta membuat kesimpulan, para siswa

(12)

4 bertukar pikiran, (4) menyiapkan laporan akhir, yaitu merencanakan apa yang dilaporkan dan membuat bahan presentasinya, (5) mempresentasikan laporan akhir, presentasi harus secara aktif melibatkan pendengar atau kelompok lain, (6) evaluasi, yaitu para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik atau tugas yang telah mereka kerjakan, guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran, serta asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis.

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) selama proses investigasi para siswa akan terlibat dalam aktifitas-aktifitas berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan serta dapat mensintesis ide-ide dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Melalui model pembelajaran tipe Group Investigation (GI), siswa diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kritisnya sehingga dapat memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan topik-topik yang telah dipelajari.

Dari pembahasan di atas mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis matematis, maka perlu dikembangkan suatu model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sehingga penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut menjadi suatu penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation”.

(13)

5 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berkut:

1. Proses belajar mengajar masihg berpusat pada guru dan belum melibatkan siswa secara aktif

2. Pembelajaran matematika di SMPN 30 Kota Tangerang masih menerapkan pembelajaran konvensional.

3. Siswa kurang tertarik untuk mempelajari matematika, karena masih berpikir bahwa matematika suatu pelajaran yang cukup sulit.

4. Masih rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMPN 30 Kota Tangerang.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini dapat lebih jelas dan terarah, maka lingkup permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi hanya pada permasalahan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Materi pembelajaran matematika di sekolah yang diteliti adalah materi fungsi. 2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII semester 1 SMPN 30

(14)

6 D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Tangerang?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Tangerang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Tangerang.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Tangerang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

(15)

7 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap ilmu pendidikan pada umumnya dan khususnya untuk pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti ketika menjadi seorang guru melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang diterapkan ketika pembelajaran matematika di kelas.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan guru dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan dasar pemikiran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis yang nantinya juga akan berdampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran di Sekolah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

(16)

8

BAB II

KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis a. Definisi Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu aspek penting yang sangat diperlukan siswa dalam proses pembelajaran matematika terutama untuk membantu siswa menyelesaikan masalah-masalah matematika yang sulit.

Hubungan matematika dengan berpikir kritis menurut Kowiyah (2012) dalam mempelajari matematika akan dipelajari bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang disajikan kurang lengkap, sehingga diperlukan sebuah kegiatan yang disebut berpikir kritis (Murtianto dkk, 2018, h.12).

Berpikir kritis menjadi penting bagi siswa karena dengan kemampuan ini siswa dapat mengembangkan sikap rasional bagi dirinya sendiri. Krulik dan Rudnick menyatakan bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi setiap aspek yang ada dalam suatu masalah ataupun situasi tertentu (Mahmuzah, 2015, h.66).

(17)

9 Dalam Matematika, Glaser (2000) menjelaskan bahwa berpikir kritis matematis memuat kemampuan yang dikombinasikan dengan pengetahuan awal, penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan, dan menilai situasi matematis secara reflektif (Sumarmo dkk, 2017, h.96).

Dari definisi beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis matematis adalah proses berpikir untuk memenuhi jawaban dan mencapai pemahaman untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan menjawab berbagai persoalan matematika.

b. Indikator Berpikir Kritis

Indikator berpikir kritis dapat dilihat dari karakteristik, sehingga dengan memiliki karakteristik tersebut siswa dapat dikatakan telah memiliki kemampuan berpikir kritis matematis. Kemampuan berpikir kritis matematis menurut Ennis (2011) terdapat enam indikator yaitu:

1) Focus (fokus)

Dalam memahami masalah adalah menentukan hal yang menjadi fokus dalam masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif, karena tanpa mengetahui fokus permasalahan, kita akan membuang banyak waktu.

2) Reason (alasan)

(18)

10 3) Inference (simpulan)

Memperkirakan simpulan yang akan didapat. 4) Situation (situasi)

Menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk menyelesaikan masalah pada situasi lain.

5) Clarity (kejelasan)

Memberikan contoh masalah atau soal yang serupa dengan yang sudah ada.

6) Overview (pemeriksaan atau tinjauan) Memeriksa kebenaran jawaban.

Facion (1994) mengungkapkan empat indikator kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang terlibat di dalam proses berpikir kritis, yaitu:

Tabel 2.1

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Indikator Umum Indikator

Menginterpretasi Memahami masalah yang ditunjukkan dengan menulis diketahui maupun yang ditanyakan soal dengan tepat.

Menganalisis Mengidentifikasi hubungan-hubungan antara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan, dan konsep-konsep yang diberikan dalam soal yang ditunjukkan dengan membuat model matematika dengan tepat dan member penjelasan dengan tepat. Mengevaluasi Menggunakan strategi yang tepat dalam

menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam melakukan perhitungan.

(19)

11 Adapun indikator dan sub indikator menurut kesepakatan secara internasional dari para pakar mengenai berpikir kritis dalam pembelajaran menurut Anderson (Husnidar dkk, 2014) adalah:

Tabel 2.2

Indikator dan Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

No

Indikator

Sub Indikator Berpikir Kritis Berpikir

Kritis 1 Interpretasi

Pengkategorian

Mengkodekan (membuat makna kalimat) Pengklasifikasian makna

2 Analisis

Menguji dan memeriksa ide-ide Mengidentifikasi argument Menganalisis argument

3 Evaluasi

Mengevaluasi dan mempertimbangkan klien/pernyataan

Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen

4

Penarikan Menyangsikan fakta atau data

Kesimpulan Membuat berbagai alternatif konjektur Menjelaskan kesimpulan

Berdasarkan beberapa indikator kemampuan berpikir kritis di atas, kemampuan berpikir kritis yang akan digunakan dalam penelitian ini akan difokuskan pada indikator sebagai berikut: 1) Keterampilan memberikan penjelasan sederhana, dengan

indikator: menganalisis dan memfokuskan pertanyaan.

2) Keterampilan memberikan penejelasan lanjut, dengan indikator: mengidentifikasi argumen.

(20)

12 3) Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator:

menentukan dan menuliskan jawaban solusi dari permasalahan dalam soal tersebut.

4) Keterampilan menyimpulkan dan mengevaluasi, dengan indikator: menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah diperoleh.

c. Materi Fungsi

Fungsi atau pemetaan adalah hubungan atau relasi spesifik yang memasangkan setiap anggota suatu himpunan dengan tepat satu anggota himpunan yang lain.

Fungsi (pemetaan) merupakan relasi dari himpunan A ke himpunan B, jika setiap anggota himpunan A berpasangan tepat satu dengan anggota himpunan B. Semua anggota himpunan A atau daerah asal disebut domain, sedangkan semua anggota himpunan B atau daerah kawan disebut kodomain. Hasil dari pemetaan antara domain dan kodomain disebut range fungsi atau daerah hasil.

Menurut Taufiq dkk (2017, h.105) penyajian fungsi yang biasa digunakan dalam matematika dinyatakan dengan 5 cara yaitu: 1) Himpunan pasangan berurutan

2) Diagram panah 3) Persamaan fungsi 4) Tabel

(21)

13 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota bekerja sama dan membantu memahami bahan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Rusman, 2014, h.203). Dalam pembelajaran kooperatif akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication).

Kellough menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran secara berkelompok, siswa belajar bersama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas dengan penekanan pada saling support di antara anggota kelompok, karena keberhasilan belajar siswa tergantung pada keberhasilan kelompoknya (Fahyuni, 2016, h.53).

Menurut pendapat Majid (2006) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran (Beliuk, 2018, h.327). Model

(22)

14 pembelajaran dengan cara berkelompok tentu membuat siswa memiliki rasa kebersamaan dan saling berkomunikasi dengan baik.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan membuat kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya.

Menurut Fahyuni (2016, h.63) terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam penerapkan pembelajaran kooperatif yaitu:

Tabel 2.3

Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari

(23)

15 atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. b. Group Investigation (GI)

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran dengan cara berkelompok dan mempermudah siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimilikinya, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif saat pembelajaran matematika berlangsung.

Sugiyanti (2017) menyatakan bahwa Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran kooperatif yang mengharuskan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dengan cara mencari informasi atau materi yang akan dipelajari secara mandiri dengan bahan-bahan yang tersedia (Nugroho dkk, 2017, h.2).

Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) menurut Slavin (1995) sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi, yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya memecahkan suatu masalah (Rusman, 2014, h.221).

Menurut Beliuk (2018, h.328) proses pembelajaran dengan tipe Group Investigation (GI) ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari pemilihan topik, perencanaan

(24)

16 kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final, sampai evaluasi ini dilakukan siswa secara berkelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) sangat tepat diaplikasikan pada pembelajaran matematika terutama dalam pemecahan masalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan dapat menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam keterampilan proses kelompok.

Menurut Kusmayadi (2014, h.481) kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tipe Group Investigation (GI) adalah:

1) Kelebihan model pembelajaran tipe Group Investigation (GI). a) Melatih siswa dalam bersosialisasi.

b) Melatih siswa dalam memecahkan masalah.

c) Melatih siswa untuk mengkonstruk pemahaman konsep. d) Melatih siswa belajar berdemokrasi dalam penyatuan

pemahaman terhadap materi.

2) Kelemahan model pembelajaran tipe Group Investigation (GI). a) Pembelajaran hanya sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi. b) Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan

siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan.

c) Model pembelajaran tipe Group Investigation (GI) memakan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional.

(25)

17 d) Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama agar dapat menerapkan model pembelajaran tersebut dengan baik.

Slavin mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang terdiri dari Grouping, Planning, Investigation, Organizing, Presenting, dan Evaluating (Sucipto, 2018, h.29). Model pembelajaran tipe Group Investigation (GI) menurut Slavin dapat di uraikan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasikan topik dan pengorganisasian ke dalam kelompok-kelompok penelitian (Grouping).

a) siswa diberi permasalahan mengenai materi yang akan dipelajari, kemudian siswa menyampaikan pendapat dan aspek-aspek masalah yang akan di investigasi.

b) Adanya diskusi kelas antara siswa dan guru membahas tentang aspek-aspek masalah yang disampaikan.

c) Siswa membentuk kelompok diskusi sesuai dengan kesamaan pendapat yang disampaikan.

2) Merencanakan penelitian kelompok (Planning).

a) Setiap kelompok dapat memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti.

b) Memutuskan bagaimana melaksanakan diskusi.

(26)

18 3) Melaksanakan penelitian (Investigation).

a) Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

b) Setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang akan dilakukankelompoknya.

c) Para siswa saling berdiskusi.

4) Menyiapkan laporan akhir (Organizing)

a) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan mempresentasikannya.

b) Perwakilan setiap kelompok membentuk sebuah panitia acara (presentasi) untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

5) Menyajikan laporan akhir (Presenting)

a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas.

b) Para siswa mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

6) Evaluasi (Evaluating)

a) Siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut dan mengenai tugas yang telah mereka kerjakan. b) Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi

(27)

19 Berdasarkan penjelasan tahapan-tahapan pembelajaran tipe Group Investigation (GI) di atas. Selanjutnys penerapan yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan tahapan-tahapan pembelajaran tipe Group Investigation (GI) menurut Slavin. 3. Pembelajaran Konvensional

Menurut Sudjana bahwa “konvensional merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan kepada sejumlah pendengar” (Sahputra dkk, 2017, h.157). Dalam pengajaran konvensional, siswa dalam proses pengajaran dipandang sebagai orang yang belum mengetahui apa-apa dan hanya menerima bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diberikan guru.

Proses belajar mengajar konvensional umumnya berlangsung satu arah yang merupakan transfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, nilai, dan lainnya dari seorang guru kepada siswa (Helmiati, 2012, h.24). Dalam pembelajaran konvensional guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Guru menyajikan materi pelajaran dengan banyak berbicara dalam hal menerangkan materi pelajaran dan memberikan contoh-contoh soal serta menjawab semua permasalahan yang dialami.

Pembelajaran konvensional memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Brooks mengemukakan bahwa ciri-ciri

(28)

20 pembelajaran konvensional antara lain: siswa penerima informasi secara pasif, belajar secara individual, kurangnya interaksi diantara siswa, guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran (Agustinawati, 2014, h.3). Menurut Sahputra dkk (2017, h.157) keunggulan dan kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4

Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Konvensional Aspek

(Tempat, Metode, Siswa)

Keunggulan Kelemahan Kelas satu-satunya

tempat belajar

Ekonomis Membosankan, tidak memunculkan Metode ceramah Semua materi

tersampaikan

Membosankan, daya ingat terbatas Menyamaratakan karakteristik siswa Waktu lebih sedikit. Tidak efektif, menimbulkan salah

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain: 1. Rahmaton (2018) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Melalui Strategi REACT Pada Siswa Kelas VII MTSN 6 Aceh Besar”, menunjukan bahwa strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan hasil penelitian pengolahan data statistik uji-t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 5,625 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,73 maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙. Berdasarkan uji-t hipotesis kedua diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,01 dan

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,69 maka 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan

(29)

21 dengan strategi REACT lebih baik dari pada menggunakan pembelajaran konvensional. Persamaan penelitian diatas dengan yang peneliti lakukan yaitu, tujuan penelitiannya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan metode kuantitaif (Quasi Eksperimen) dengan menggunakan dua kelas (kelas control dan kelas eksperimen). Perbedaan penelitian diatas yaitu dari variabel bebasnya, dimana penelitian tersebut menggunakan strategi REACT sedangkan peneliti akan menggunakan model pembelajaran tipe Group Investigation (GI). 2. Budijanto dkk (2016) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Group Investigation Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa MAN 6 Jakarta”, hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data nilai 𝑡 = 3,42 dan signifikasi dua ekor 0,01 lebih kecil dari 𝛼 = 0,05. Selanjutnya dapat dilihat rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen adalah 25,64, lebih tinggi dari kelas kontrol 19,88. Persamaan penelitian diatas dengan yang peneliti lakukan yaitu terlihat pada variabel bebas (pembelajaran Group Investigation) dan variabel terikat (kemampuan berpikir kritis matematis), serta menggunakan instrument berupa tes kemampuan berpikir kritis dengan soal tes berbentuk uraian. Perbedaan penelitian diatas terlihat pada tujuannya yaitu, untuk

(30)

22 mengkaji apakah model pembelajaran Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Ajeng (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 8 Yogyakarta Pada Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)”, pada siklus I diperoleh presentase dari 4 aspek indikator kemampuan berpikir kritis siwa kelas XI IPA 2 adalah 74,10% dengan kualifikasi sedang. Kemudian pada siklus II diperoleh presentase sebesar 90,30% dengan kualifikasi sangat tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Persamaan penelitian diatas dengan yang peneliti lakukan yaitu memiliki tujuan yang sama utuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, serta menggunakan variabel penelitian yang sama. Perbedaan penelitian atas adalah merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas empat tahap serta dengan menggunakan instrument berupa soal tes, angket, dan lembar observasi.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun suatu kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas permasalahan yang timbul. Pada kondisi awal siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Tangerang memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah. Hal

(31)

23 tersebut dapat dilihat dari keadaan siswa yang belum mengerti akan soal yang telah diberikan dan belum dapat membuat kesimpulan yang benar dari hasil penyelidikan permasalahan yang telah dipelajari. Selain itu, beberapa siswa masih sangat tergantung kepada guru yang mengajarkan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung, sehingga sebagian dari siswa kurang memiliki kreatifitas sendiri dalam menentukan solusi jawaban dalam setiap permasalahan soal. Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan pembelajaran konvensional. Melalui pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dalam pembelajaran matematika berakibat pada rendahnya berpikir kritis matematis siswa.

Mencermati permasalahan tersebut, peneliti akan menerapkan suatu pembelajaran yang diharapkan mampu mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran serta melatih kemampuan berpikir siswa secara kritis sehingga siswa mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran matematika. Melalui 6 tahapan yang peneliti terapkan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) diharapkan dapat meningkatkan dan memberikan peluang untuk lebih mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) sebagai (X), sedangkan yang menjadi variabel dependen (terikat) adalah kemampuan

(32)

24 berpikir kritis matematis sebagai (Y). Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1

Bagan kerangka Berpikir

Berdasarkan gambar bagan diatas menunjukkan hubungan antara model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan kemampuan berpikir kritis matematis. Diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Alur penelitian yang akan diterapkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Alur Penelitian Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Group Investigation (GI) (X)

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis (Y)

Kelas

Kontrol Pretest

Pembelajaran menggunakan

model konvensional Posttes

t

Uji beda hasil posttest apakah model pembelajaran tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran tipe

Group Investigation (GI)

Kelas

Eksperimen Pretest Posttes

(33)

25 D. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2017, h.63) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

1. Hipotesis Penelitian Pretest

𝐻0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

𝐻1: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Hipotesis Penelitian Posttest

𝐻0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional.

𝐻1: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional.

3. Hipotesis Penelitian N-Gain

𝐻0: Tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional.

𝐻1: Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional.

(34)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 30 Kota Tangerang yang terletak di Jl. Halim Perdana Kusuma Rt.003/Rw.002, Kelurahan Jurumudi Baru, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten 15122. Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2020/2021. Adapun jadwal kegiatan penelitian secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu

1 Pengajuan Judul Mei 2019

2 Bimbingan Proposal Desember 2019 – April 2020 3 Seminar Proposal Skripsi April 2020

4 Bimbingan dan Revisi Hasil Seminar

April 2020

5 Pembuatan Instrument Penelitian Mei 2020

6 Pengumpulan Data Juni 2020

7 Pengolahan dan Analisis Data Juli 2020

(35)

27 B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah True Eksperimental Design. Metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian dengan metode Pretest-Posttest Control Group Desain. Dalam penelitian ini, Sugiyono menyatakan “bahwa terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol” (Sugiyono, 2017, h.76). Hasil pretest yang baik bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda signifikan. Untuk lebih jelasnya tentang desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen (R) O1 X O2

Kontrol (R) O3 O4

Keterangan:

R = kelompok dipilih secara random X = perlakuan atau sesuatu yang diujikan O1 = hasil pretest kelas eksperimen

O3 = hasil pretest kelas kontrol O2 = hasil posttest kelas eksperimen O4 = hasil posttest kelas kontrol

(36)

28 C. Populasi dan Sample

1. Popilasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017, h.80). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 30 Kota Tangerang pada tahun ajaran 2020/2021, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3

Jumlah Anggota Populasi

No Kelas Jumlah Siswa Jumlah

Laki-laki Perempuan 1 VIII A 13 20 33 orang 2 VIII B 13 20 33 orang 3 VIII C 14 20 34 orang 4 VIII D 15 17 32 orang 5 VIII E 13 21 34 orang 6 VIII F 14 18 32 orang 7 VIII G 15 15 30 orang 8 VIII H 16 16 32 orang 9 VIII I 14 16 30 orang

Jumlah 127 orang 163 orang 290 orang 2. Sampel

Sugiyono menyatakan sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2017 h.81). Karena populasi dalam penelitian ini masih sangat luas, dan peneliti memiliki keterbatasan waktu dan tenaga, maka peneliti menggunakan sampel dalam penelitian ini.

(37)

29 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2017, h.82). Sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4 Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Siswa Jumlah Keterangan Laki-laki Perempuan

1 VIII H 16 16 32 orang Eksperimen

2 VIII I 14 16 30 orang Kontrol

Jumlah 30 orang 32 orang 62 orang

Dari tabel di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII H dan kelas VIII I, dengan siswa kelas VIII H sebagai kelas eksperimen yang mendapat perlakuan dengan diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), dan siswa kelas VIII I sebagai kelas kontrol yang mendapat perlakuan dengan diajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 3 teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.

(38)

30 Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru, dalam observasi ini disertai dengan wawancara dengan guru untuk mensinkronkan antara observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan hasil wawancara tersebut. Dari observasi dan wawancara tersebut akan digunakan peneliti sebagai latar belakang masalah pada penelitian ini.

2. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Metode tes ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes subjektif yang berbentuk esai. Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Metode tes ini diterapkan pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. 3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk tulisan atau gambar. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi foto saat observasi awal penelitian, proses pembelajaran di dalam kelas dan penilaian berupa lembar jawaban tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

(39)

31 E. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Variabel Terikat (Y) a. Definisi Konseptual

Berpikir kritis matematis adalah proses berpikir untuk memenuhi jawaban dan mencapai pemahaman untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan menjawab berbagai persoalan matematika. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis adalah orang yang terampil dalam bernalar dan memiliki kecenderungan untuk mempercayai serta bertindak sesuai dengan penalarannya.

b. Definisi Operasional

Kemampuan berpikir kritis matematis dapat dinilai dengan indikator-indikator sebagai berikut:

1) Keterampilan memberikan penjelasan sederhana, dengan indikator: menganalisis dan memfokuskan pertanyaan.

2) Keterampilan memberikan penejelasan lanjut, dengan indikator: mengidentifikasi argumen.

3) Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator: menentukan dan menuliskan jawaban solusi dari permasalahan dalam soal tersebut.

4) Keterampilan menyimpulkan dan mengevaluasi, dengan indikator: menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah diperoleh.

(40)

32 c. Kisi-kisi Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes berbentuk soal essay sebanyak 8 soal kemampuan berpikir kritis matematis dengan kisi-kisi sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Keterangan: C2 = Pemahaman C3 = Penerapan C6 = Evaluasi

Variabel Kompetensi Indikator

Bentuk

Soal Nomor Ranah

Dasar Essay Item

Menganalisis dan √ 2,6 C2 memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi √ 1,8 C2 Menyajikan fungsi argumen Kemampuan dalam

berbagai Menentukan dan

√ 4,7 C3 Berpikir bentuk relasi, menuliskan Kritis pasangan berurut, jawaban atau solusi Matematis rumus fungsi, tabel, dari permasalahan grafik, dan

diagram. dalam soal

Menentukan √ 3,5 C6 kesimpulan dari solusi permasalahan yang diperoleh

(41)

33 Nilai kemampuan berpikir kritis matematis siswa diperoleh dari penskoran terhadap jawaban siswa. Menurut Ismaimuza (2013,h.33) skor maksimal tiap indikator adalah 4 poin dan skor minimal 0 poin kriteria penskoran soal-soal berpikir kritis matematis disajikan seperti yang tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.6

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Aspek yang

Respon siswa terhadap soal Skor

diukur

Tidak menjawab / memberikan jawaban yang

salah 0

Bisa menentukan informasi dari soal yang

diberikan, 1

tetapi belum bisa memilih informasi yang penting

Bisa menentukan informasi dari soal yang

diberikan, 2

dan bisa memilih informasi yang penting

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan,

3 Menganalisis

bisa memilih informasi yang penting dan menentukan

strategi yang benar dalam menyelesaikannya tetapi

melakukan kesalahan dalam perhitungan.

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan,

4

bisa memilih informasi yang penting dan menentukan

strategi yang benar dalam menyelesaikannya serta

benar dalam perhitungan

Tidak menjawab / memberikan jawaban yang

salah 0

Memberi konsep yang tidak relevan dengan

1

pemecahan masalah

Mengidentifikasi Memberi konsep tetapi penyelesaiannya salah 2 Memberi konsep dan penyelesaiannya benar 3 Memberi konsep dan penyelesaiannya benar

4 serta menguji kebenaran dari jawaban

(42)

34 Pada penelitin ini digunakan standar mutlak (Standart Absolute) untuk menentukan nilai yang diperoleh siswa, yaitu dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Nilai = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 × 100

Keterangan:

Skor mentah = skor yang diperoleh siswa

Skor maksimum ideal = skor maksimal × banyaknya soal

d. Uji Validitas Instrumen dan Reliabilitas 1) Uji Validitas Instrumen

Validitas atau kesahihan adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan kriteria belajar atau tingkah laku.

Tidak menjawab / memberikan jawaban yang salah 0 Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan) dengan

1 benar tetapi model matematika yang dibuat salah

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan) dengan 2 benar dan model matematika yang dibuat benar,

Memecahkan tetapi penyelesaiannya salah

masalah Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan) dengan 3 benar dan model matematika yang dibuat benar,

serta penyelesaiannya benar

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanyakan) dengan 4 benar dan model matematika yang dibuat benar,

serta penyelesaiannya benar juga menguji kebenaran

dari jawaban

Tidak menjawab / memberikan jawaban yang salah 0 Menemukan dan mendeteksi hal-hal yang penting

1 dari soal yang diberikan

Menemukan dan mendeteksi hal-hal yang penting

2 tetapi membuat kesimpulan yang salah

Menyimpulkan Menemukan dan mendeteksi hal-hal yang penting

3 serta membuat kesimpulan yang benar, tetapi

melakukan kesalahan dalam melakukan perhitungan Menemukan dan mendeteksi hal-hal yang penting

4 dan membuat kesimpulan yang benar, serta

(43)

35 Suatu instrumen dianggap memiliki validitas yang baik jika hasil pengukurannya tepat dan cermat. Untuk menghitung validitas item soal digunakan rumus korelasi product-moment sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦 = 𝑛(𝛴𝑥𝑦) − (𝛴𝑥)(𝛴𝑦)

√{𝑛 𝛴𝑥2− (𝛴𝑥)2}{𝑛 𝛴𝑦2− (𝛴𝑦)2}

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara X dan Y n = Jumlah sampel (siswa)

x = Skor soal y = Skor total

Σx = Jumlah total data X Σy = Jumlah total data Y Σxy = Jumlah total data XY

Hasil 𝑟𝑥𝑦 yang didapat dari perhitungan dibandingkan dengan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan taraf sigifikan 5% (𝛼 = 0,05) dan sesuai

dengan jumlah siswa. Kriteria valid atau tidaknya suatu soal bisa ditentukan dari banyaknya validitas masing- masing soal. Apabila 𝑟𝑥𝑦> 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka dapat dikatakan soal tersebut “valid”, tetapi apabila nilai 𝑟𝑥𝑦< 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka soal tersebut tergolong soal yang “tidak valid”.

(44)

36 Kemudian dicari corrected item-total correlation coefficient dengan rumus sebagai berikut:

𝑟𝑥(𝑦−1) = 𝑟𝑥𝑦 𝑠𝑦− 𝑠𝑥

√𝑠𝑦2+ 𝑠𝑥2 − 2𝑟𝑥𝑦(𝑠𝑦)(𝑠𝑥)

Keterangan:

𝑟𝑥(𝑦−1) = Corrected item-total correlation coefficient

𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara X dan Y sebelum dikoreksi 𝑆𝑥 = Standar deviasi soal

𝑆𝑦 = Standar deviasi total

Nilai 𝑟𝑥(𝑦−1) akan dibandingkan dengan koefisien korelasi tabel 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑟(𝛼,𝑛−2). Jika 𝑟𝑥(𝑦−1) ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka instrumen

valid. Menurut Samidi (2015) untuk kriteria penafsiran mengenai korelasinya (𝑟) validitas tes dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7

Klasifikasi Interpretasi Validitas

Nilai 𝒓𝒙𝒚 Interpretasi 0,80 < 𝑟𝑥(𝑦−1) ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < 𝑟𝑥(𝑦−1) ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < 𝑟𝑥(𝑦−1) ≤ 0,60 Sedang 0,20 < 𝑟𝑥(𝑦−1) ≤ 0,40 Rendah 0,00 ≤ 𝑟𝑥(𝑦−1) ≤ 0,20 Sangat Rendah 𝑟𝑥(𝑦−1) < 0,00 Tidak Valid

Jika 𝑟𝑥(𝑦−1) hitung < 𝑟𝑥(𝑦−1) tabel maka soal tersebut tidak valid, dan jika 𝑟𝑥(𝑦−1) hitung ≥ 𝑟𝑥(𝑦−1) tabel maka soal tersebut valid.

(45)

37 2) Uji Reliabilitas

Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel, jika pengukurannya konsisten, cermat dan akurat. Tujuan dari uji reliabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Rumus yang dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah koefisien Cronbach Alpha, yaitu:

𝑟11 = ( 𝑛

𝑛 − 1) (1 − 𝛴𝑠𝑖2

𝑠𝑡2 ) Keterangan:

𝑟11 = Koefesien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir soal yang digunakan dalam tes 1 = Bilangan konstan

𝛴𝑠𝑖2 = Jumlah varians skor tiap butir soal 𝑠𝑡2 = Varians skor total

Rumus menentukan nilai varians dari skor total dan varians setiap butir soal adalah sebagai berikut:

𝛴𝑠𝑖2 = 𝑠12 + 𝑆22 + 𝑆32 + ⋯ + 𝑆𝑖𝑛2

𝑠𝑖2 =𝛴𝑋𝑖2 −

(𝛴𝑋𝑖)2

𝑁 𝑁

Rumus menentukan nilai Variansi total adalah:

𝑠𝑡2 =

𝛴𝑋𝑡2 −(𝛴𝑋𝑡) 2

𝑁 𝑁

(46)

38 Keterangan:

X = Nilai skor yang dipilih N = Banyaknya item soal

Menurut Guilford (1959) kriteria penafsiran mengenai tolak ukur untuk menginterpretasikan reliabilitas (Halim dkk, 2015, h.329) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Interpretasi

0,80 ≤ 𝑟11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 ≤ 𝑟11 < 0,80 Tinggi 0,40 ≤ 𝑟11 < 0,60 Sedang 0,20 ≤ 𝑟11 < 0,40 Rendah

𝑟11 < 0,20 Sangat Rendah

Nilai koefisien alpha (𝑟) akan dibandingkan dengan koefisien korelasi table 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑟(𝛼,𝑛−2). Jika 𝑟11 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka instrumen reliabel. Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes pada umumnya digunakan kriteria pengujian sebagai berikut:

a) Apabila 𝑟11 ≥ 0,70 berarti tes kemampuan berpikir kritis

matematis yang berkorelasi signifikan terhadap skor total reliabilitasnya dinyatakan (reliable/valid).

(47)

39 b) Apabila 𝑟11 < 0,70 berarti tes kemampuan berpikir kritis matematis yang tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total reliabilitasnya dinyatakan (un-reliable/tidak valid).

3) Uji Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran soal adalah mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Tingkat kesukaran tes dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑃 = 𝛴𝑥 𝑁. 𝑆𝑚 𝑃 = Indeks kesukaran

𝛴𝑥 = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

𝑆𝑚 = Skor maksimum

𝑁 = Jumlah siswa yang mengikuti tes

Untuk mengetahui sukar mudahnya soal, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

𝑃: ≤ 0,30 = sukar 𝑃: 0,30 − 0,70 = sedang 𝑃: 0,70 − 1,00 = mudah

(48)

40 Apabila nilai indeks kesukaran sebuah soal nilainya ≤ 0,30 maka soal tersebut termasuk soal yang sukar, sedangkan soal yang mempunyai nilai antara 0,30 − 0,70 soal tersebut termasuk sedang, dan soal yang nilainya antara 0,70 − 1,00 maka soal tersebut mempunyai indeks kesukaran yang mudah. 4) Uji Daya Beda

Daya pembeda instrumen adalah kemampuan suatu instrumen untuk membedakan antara peserta didik yang menjawab benar dengan peserta didik yang menjawab tidak benar. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (DB). Penentuan daya beda, seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas atau kelompok berkemampuan tinggi dan kelompok bawah atau kelompok berkemampuan rendah. Adapun rumus untuk menentukan daya pembeda tiap item instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

𝐷𝐵 = 𝑃𝑇 − 𝑃𝑅 𝑃𝑇 = 𝑃𝐴 𝐽𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑅 = 𝑃𝐵 𝐽𝐵 Keterangan: DB = Daya Beda

PT = Proporsi kelompok Tinggi PR = Proporsi kelompok Rendah

(49)

41 PB = Jumlah jawaban yang benar pada kelompok bawah JA = Jumlah skor ideal kelompok atas pada soal yang terpilih JB = Jumlah skor ideal kelompok bawah pada soal yang terpilih

Menurut Rahayu (2016, h.89) daya beda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

Tabel 3.9 Kriteria Daya Beda

Daya Beda Kriteria 0,70 < 𝐷𝐵 ≤ 1,00 Baik Sekali

0,40 < 𝐷𝐵 ≤ 0,70 Baik

0,20 < 𝐷𝐵 ≤ 0,40 Cukup

0,00 < 𝐷𝐵 ≤ 0,20 Jelek

≤ 0,00 Jelek Sekali

2. Instrumen Variabel Bebas (X) a. Definisi Konseptual

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran dengan cara berkelompok yang melibatkan siswa dalam perencanaan, baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pembelajaran tipe Group Investigation (GI) dapat mempermudah siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimilikinya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif saat pembelajaran dikelas berlangsung.

(50)

42 b. Definisi Operasional

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasikan topik dan pengorganisasian ke dalam kelompok-kelompok penelitian (Grouping).

a) siswa diberi permasalahan mengenai materi yang akan dipelajari, kemudian siswa menyampaikan pendapat dan aspek-aspek masalah yang akan di investigasi.

b) Adanya diskusi kelas antara siswa dan guru membahas tentang aspek-aspek masalah yang disampaikan.

c) Siswa membentuk kelompok diskusi sesuai dengan kesamaan pendapat yang disampaikan.

2) Merencanakan penelitian kelompok (Planning).

a) Setiap kelompok dapat memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti.

b) Memutuskan bagaimana melaksanakan diskusi.

c) Menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan. 3) Melaksanakan penelitian (Investigation).

d) Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

e) Setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang akan dilakukankelompoknya.

(51)

43 4) Menyiapkan laporan akhir (Organizing)

c) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan mempresentasikannya.

d) Perwakilan setiap kelompok membentuk sebuah panitia acara (presentasi) untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

5) Menyajikan laporan akhir (Presenting)

c) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas.

d) Para siswa mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

6) Evaluasi (Evaluating)

c) Siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut dan mengenai tugas yang telah mereka kerjakan. d) Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi

pembelajaran siswa. F. Hipotesis Statistik

1. Hipotesis Statistik Pretest 𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2

(52)

44 Keterangan:

𝜇1 = nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen

𝜇2 = nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol

𝐻0 = Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

𝐻1 = Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

2. Hipotesis Statistik Posttest 𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2

𝐻1: 𝜇1 ≠ 𝜇2 Keterangan:

𝜇1 = nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen setelah diberi model Group Investigation (GI)

𝜇2 = nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol tanpa diberi model Group Investigation (GI)

𝐻0 = Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional

𝐻1 = Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional

(53)

45 3. Hipotesis Statistik N-Gain

𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2

𝐻1: 𝜇1 ≠ 𝜇2 Keterangan:

𝐻0 = Tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis antara

siswa yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional

𝐻1 = Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa

yang diberi model Group Investigation (GI) dengan siswa yang diberi model konvensional

G. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskripsi Data

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan, menggambarkan, menjabarkan, atau menguraikan data sehingga mudah dipahami. Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini berupa nilai pretest, posttest, dan skor gain dari kedua kelas penelitian. Dari data-data tersebut dihitung rata-rata, variansi, dan simpangan baku. Perhitungan statistik deskriptif menggunakan bantuan aplikasi SPSS. a. Penyajian Data

Menurut Riadi (2014, h.40) Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel distribusi frekuensi kumulatif, histogram, poligon, dan ogive.

(54)

46 b. Rerata atau Ukuran Pemusatan Data (Central Tendency)

Menurut Riadi (2014, h.44) rerata adalah suatu nilai yang bersifat ciri (tipikal) atau representasi dari suatu kumpulan data atau (variabel). Ukuran pemusatan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, median, dan modus.

1) Mean

Dalam penelitian ini menggunakan rumus mean untuk data berkelompok menurut Riadi (2014. h.45) sebagai berikut:

𝑋̅ =∑ 𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 ∑𝑛𝑖=1𝑓𝑖 Keterangan: 𝑋̅ = Mean 𝑓𝑖 = Frekuensi kelas 𝑥𝑖 = Titik tengah kelas 𝑛 = Banyak data 2) Median

Median adalah letak data yang membagi 2 bagian yang sama atau sering juga disebut dengan nilai tengah (Riadi, 2014, h.46). Rumus yang digunakan untuk mencari median dalam penelitian ini adalah rumus median untuk data berkelompok.

𝑀𝑒 = 𝐿𝑜 + 𝐼 ( 𝑛 2 − 𝐹

(55)

47 Keterangan:

𝐿𝑜 = Tepi bawah kelas median

𝐼 = Panjang kelas interval

𝐹 = Frekuensi kumulatif/ total sebelum kelas median 𝑓 = Frekuensi kelas median

𝑛 = Kelas median 3) Modus

Modus adalah nilai yang muncul dengan frekuensi terbanyak (Riadi, 2014, h.48). Rumus yang digunakan untuk mencari modus dalam penelitian ini adalah rumus modus untuk data berkelompok.

𝑀𝑜 = 𝐿𝑜+ 𝐼 (

𝑏1 𝑏1+ 𝑏2) 𝐿𝑜 = Tepi bawah kelas modus

𝐼 = Interval kelas

𝑏1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya

𝑏2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas Sesudahnya

c. Ukuran Penyebaran Data (Dispersion)

Menurut Riadi (2014, h.59) ukuran penyebaran data adalah tingkatan dimana distribusi data memiliki kecenderungan untuk menyebar di sekitar nilai reratanya. Dalam penelitian ini, ukuran

(56)

48 penyebaran data yang digunakan adalah range (rentang data), varians, standar deviasi (simpangan baku).

1) Range (rentang data)

Range (rentang data) adalah selisih data terbesar dengan data terkecil (Riadi, 2014, h.60). 𝑅 = 𝐷𝑚𝑎𝑥− 𝐷𝑚𝑖𝑛 Keterangan: 𝑅 = Range 𝐷𝑚𝑎𝑥 = Data tertinggi 𝐷𝑚𝑖𝑛 = Data terendah 2) Varians

Menurut Riadi (2014, h.66) varians adalah kuadrat dari simpangan baku. Adapun rumus untuk mencari varians adalah sebagai berikut: 𝑠2 =∑ 𝑓𝑖(𝑥𝑖− 𝑥̅) 2 (𝑛 − 1) Keterangan: 𝑠2 = Varians ∑ 𝑓𝑖2 = Jumlah frekuensi

𝑥𝑖 = Nilai siswa ke-i 𝑥̅ = Nilai rata-rata 𝑛 = Jumlah data

(57)

49 3) Standar Deviasi (simpangan baku)

Simpangan baku adalah ukuran sebaran statistik yang mengukur bagaimana data tersebut tersebar atau rerata jarak penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rerata data tersebut (Riadi, 2014, h.64). 𝑆 = √∑ 𝑓𝑥 2 𝑁 − ( ∑ 𝑓𝑥 𝑁 ) 2 atau 𝑆 = √∑ 𝑓 (𝑋 − 𝑋̅) 2 𝑛 − 1 atau 𝑆 = √𝐼 × {∑ 𝑓𝑐 2 𝑁 − ( ∑ 𝑓𝑐 𝑁 ) 2 } Keterangan: 𝑥 = Titik tengah 𝑓 = Frekuensi 𝑋̅ = Rerata 𝑐 = Kode 𝑆 = Simpangan baku 𝐼 = Interval kelas 𝑁 = Banyak sampel/data

(58)

50 2. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan uji Chi Kuadrat dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20. Menurut Riadi (2014, h.94) rumus untuk menghitung nilai Chi Kuadrat adalah sebagai berikut:

𝑥2 = ∑(𝑓𝑜 − 𝑓𝑒) 2

𝑓𝑒

Keterangan:

𝑥2 = Nilai Chi Kuadrat 𝑓𝑒 = Frekuensi ekspektasi

𝑓𝑜 = Frekuensi observed (absolut) b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sebaran data dari dua varian atau lebih berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini, untuk menguji homogenitas digunakan Uji F (Fisher) dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20. Menurut Riadi (2014, h.104) rumus untuk menentukan nilai Fisher adalah sebagai berikut:

𝐹 =𝑆 2𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑆2𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 Keterangan: 𝑆2𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 = varian terbesar 𝑆2𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 = varian terkecil

Gambar

Tabel 3.1  Jadwal Penelitian
Tabel 3.2  Desain Penelitian
Tabel 3.4  Sampel Penelitian  No  Kelas  Jumlah Siswa
Tabel 3.5  Kisi-kisi Instrumen   Keterangan:     C2 = Pemahaman  C3 = Penerapan  C6 = Evaluasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa siswa masih sangat kurang menerapkan kesehatan keselamatan kerja pada aspek lingkungan fisik dapur, penempatan peralatan dan

Penerapan Hasil Belajar Kesehatan Keselamatan Kerja Pada Pelaksanaan Praktikum Jasa Boga Siswa SMKN 3 Cimahi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Model PjBL dapat meningkatkan keaktifan peserta didik terbukti dengan nilai afektif kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol.. Nilai psikomotor peserta didik yang

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang

Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng polimer adalah. menggunakan ban dalam bekas , Polipropilena (PP), aspal iran

Pembagian peran pada pasangan orientasi seksual sejenis yang memiliki komitmen marriage-like Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu1.

Berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat dalam tindak pidana yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).. Sehat jasmani

sedangkan pada JS tidak terlalu terlihat pengaruh dari parameter tersebut. Pada strategi kategori suportive move , hampir pada semua jenis