• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya berada dalam kondisi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya berada dalam kondisi yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya berada dalam kondisi yang mengancam jiwa, tidak menyadari tingkat keparahan kondisinya, atau mereka tidak ingat bahwa mereka sedang dirawat di ICU (Aro et al, 2012), dan juga pasien ICU terpasang alat/mesin untuk tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain yang dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif (Keputusan Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2011). Karena kondisinya tersebut, pasien memiliki kebutuhan-kebutuhan selama dirawat di ICU, diantaranya: 1) kebutuhan kenyaamanan fisik; 2) kebutuhan merasa aman; 3) kebutuhan untuk dihargai sebagai individu yang unik; 4) kebutuhan dukungan emosional; 5) kebutuhan informasi; 6) kebutuhan privacy; 7) kebutuhan melibatkan keluarga dan teman-teman; 8) kebutuhan terlibat dalam pengambilan keputusan, sehingga agar kebutuhan pasien tetap terpenuhi maka pasien memerlukan dukungan orang lain selama proses pemulihannya (Aro et al, 2012).

Orang lain yang dapat memberikan peran pendukung agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi adalah keluarga pasien karena keluarga memiliki kedekatan emosional dengan pasien, telah hidup bersama atau berhubungan erat dengan pasien, keluarga yang memberikan perhatian dan bimbingan untuk pasien (Wong, 2001; Friedman, 2010), serta dari aspek legal, orang yang dapat menggantikan

(2)

pasien dalam membuat keputusan adalah keluarga terdekat pasien (Permenkes RI, 2008).

Peran pendukung yang dapat dilakukan keluarga meliputi pengambilan keputusan, terlibat dalam proses terapi, kehadiran yang aktif, sebagai pelindung pasien, fasilitator, penyedia informasi bagi tenaga kesehatan, pembimbing, dan caregiver (Doherty, 1992 dalam Friedman, 2010; McAdam, 2008). Peran yang dapat dilakukan oleh keluarga berbeda-beda pada setiap tahapnya, bergantung pada kesehatan individu, tipe masalah kesehatan yang dialami (misalnya, apakah masalahnya akut, kronik, berat), dan tingkat perhatian serta keterlibatan keluarga. Misalnya pada pasien yang tidak kompeten untuk membuat keputusan maka keluarga yang akan membuat keputusan untuk pasien (Permenkes, 2008). Hampir seperempat dari 164 pasien ICU (24,4%) tidak mampu membuat keputusan tentang pengobatan dan perawatannya selama mereka dirawat di ICU. Semakin buruk kondisi pasien di ICU maka semakin berkurang kemampuan pasien untuk membuat keputusan (p=0,030) (Aro et al, 2012).

Peran yang dilakukan keluarga ini dapat memberikan manfaat untuk keluarga, pasien, dan tenaga kesehatan. Manfaat tersebut meliputi: 1) kedekatan keluarga pada pasien memberikan dukungan emosional, kenyamanan, kepastian atau jaminan, dan informasi; 2) meningkatkan keamanan pasien jika keluarga merupakan spokesperson dengan memberikan informasi mengenai data riwayat pasien dan mencari alasan untuk pengobatan; 3) memberikan keintiman antara keluarga dan pasien selama perawatan rutin, seperti memandikan, memberikan sentuhan, dan pemijatan; 4) keluarga merasa lebih memiliki kontrol terhadap

(3)

lingkungan yang sering di luar kendali; 5) meningkatkan kepuasan keluarga terhadap perawatan; 6) memberikan kenangan dalam membantu pasien, khususnya kepada keluarga dengan pasien yang meninggal di ICU; 7) kehadiran keluarga dapat menurunkan tekanan intrakranial pasien apabila pasien berisiko mengalami komplikasi karena peningkatan tekanan intrakranial (McAdam, 2008; Hardin, 2012; Young-Seon dan Sheila, 2013).

Penelitian Azoulay et al (2003) menunjukkan bahwa keluarga pasien belum sepenuhnya melakukan perannya. Pada penelitian tersebut staf ICU bersedia mengajak keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien, namun kebanyakan anggota keluarga menolak untuk berpartisipasi (66,6%). Alasan keluarga menolak untuk berpartisipasi adalah karena tenaga kesehatan ICU melakukan pekerjaannya secara sempurna (85,4%), sedangkan alasan keluarga pasien yang ingin berpartisipasi dalam perawatan pasien: 1) perasaan yang berhubungan dengan pasien membuat perawatan lebih terkesan alami (70,2%); 2) perasaan ingin membantu pasien (84%); 3) perasaan ingin membantu tenaga kesehatan ICU (58,3%). Pendapat keluarga mengenai keterlibatannya tersebut kontras dengan pendapat dari staf ICU. Dari 88,2% staf ICU yang merasa bahwa anggota keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan pasien, hanya 60,7% staf ICU yang telah melibatkan keluarga dalam perawatan pasien. Perawatan pasien yang telah melibatkan anggota keluarga meliputi membantu pasien makan, memandikan, dan suction trakea. Staf ICU merasa anggota keluarga tidak seharusnya terlibat dalam perawatan karena partisipasi anggota keluarga dapat menambah penderitaan keluarga, dapat menyebabkan kecelakaan ekstubasi, dapat

(4)

berpengaruh negatif terhadap kualitas pelayanan, atau menyebabkan anggota keluarga berada posisi yang lebih dominan daripada tenaga kesehatan yang merawat pasien.

Keluarga dapat melakukan perannya apabila pihak rumah sakit (RS) memberikan jam kunjung yang memadai bagi keluarga (Garrouste-Orgeas et al, 2010). Adanya jam kunjung yang memadai kehadiran keluarga di samping pasien dapat memberikan efek yang baik untuk pasien, seperti mengurangi tekanan intrakranial, mengurangi kecemasan pasien dan keluarga (Hudak et al, 1998; William, 2005), meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan kontrol pasien (Hudak et al, 1998), dan memberikan efek yang positif pada psikologis pasien (William, 2005). Dukungan dan apresiasi yang lebih dari keluarga dapat meningkatkan kesempatan untuk keintiman dan rasa memiliki dalam lingkungan ruang ICU yang sangat teknis.

Kebijakan jam kunjung ruang ICU menjadi perdebatan para ahli selama lebih dari 25 tahun dan masih kontroversi, jam kunjung terbatas atau jam kunjung yang fleksibel/terbuka (Olsen et al, 2009). Selama ini pembatasan jam kunjung sudah jelas pada area perawatan kritis dan hal ini berdasarkan tradisi dan pilihan perawat daripada berdasarkan hasil penelitian (Hudak et al, 1998; Olsen et al, 2009). Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dan kemarahan pada anggota keluarga pasien sehingga keluarga mungkin akan memperebutkan siapa yang seharusnya mengunjungi pasien (Shoemaker, 1995) sedangkan jam kunjung ICU yang fleksibel/terbuka memberikan keluarga kontak yang maksimum dengan pasien dan meningkatkan suasana yang lebih terbuka dan transparan (Bersten dan Nail,

(5)

2009) sehingga perawat dapat memberikan waktu kepada keluarga untuk mengunjungi pasien setelah mempertimbangkan kebutuhan keluarga untuk berada di dekat pasien, kebutuhan pasien untuk beristirahat, dan kebutuhan perawat untuk memberikan perawatan yang aman untuk pasien (Olsen et al, 2009).

Setiap rumah sakit memiliki kebijakan jam kunjung ruang ICU yang berbeda-beda. Misalnya, rumah sakit di Perancis, jam kunjungan bervariasi di 263 ruangan ICU dengan 34 ICU tidak ada jam kunjung, 218 ICU memiliki jam kunjung terbatas (<4 jam sehari) dan hanya 11 ICU yang memiliki jam kunjung tidak terbatas (Soury-Lavergne et al, 2011). Pada penelitian Berti et al (2007) menunjukkan bahwa 16 dari 17 rumah sakit di Flanders menggunakan kebijakan jam kunjung yang terbatas, yaitu kunjungan hanya dapat dilakukan 2-3 kali dan setiap kunjungan dibatasi waktu maksimal 30-45 menit. Perawat ICU juga membatasi orang yang mengunjungi pasien yaitu 2-3 orang setiap kunjungan. Perawat IRI mengubah kebijakan jam kunjung ketika kondisi pasien memburuk (96,7%), ketika keluarga komplain pada jam kunjung yang terbatas (93,3%), dan ketika pasien memiliki kebutuhan emosional (76,7%).

Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling berperan penting dalam memfasilitasi hubungan keluarga dengan pasien dalam unit perawatan kritis (Daley dan Molter, 1979 dalam Al-Mutair et al, 2013). Perawat dapat melibatkan keluarga dalam melakukan intervensi karena keluarga memiliki peran dalam menuntukan asuhan keperawatan yang diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit (Efendi dan Makhfudli, 2009) dan keluarga bertindak sebagai penyangga kecemasan pasien. Jika tingkat kecemasan keluarga tinggi maka mereka tidak

(6)

akan mampu untuk mendukung anggota keluarga yang sakit dan secara tidak sengaja kecemasan dapat berpindah kepada pasien. Ketika keluarga terlibat dalam perawatan pasien maka kecemasan dapat dikurangi melalui dukungan yang diberikan kepada anggota keluarganya yang sakit (Al-Mutair et al, 2013).

“Including and embracing the family as an integral part of the multiprofessional ICU team is essential for timely restoration of health or optimization of the dying process for critically ill patients,” pernyataan dari Charles Durbin, Jr, MD, president of the Society of Critical Care Medicine (SCCM) (MacDougall, 2007).

Berdasarkan penelusuran literatur menggunakan website “scholar.google.com” dengan kata kunci “peran keluarga dalam perawatan pasien ICU”, dari 336 artikel ditemukan tiga penelitian berbahasa Indonesia yang terkait, yaitu: 1) Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas pada Pasien yang Dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (Rasmita, 2009); 2) Dukungan Keluarga Terhadap Pasien yang Dirawat di Unit Perawatan Intensif RSUP H. Adam Malik Medan (Kamaliah, 2014); 3) Gambaran Kebutuhan Keluarga Pasien Yang Menunggu Keluarganya Di Ruang Rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan (Pane, 2012). Penelitian-penelitian tersebut belum meggambarkan peran keluarga secara keseluruhan, hanya sebagian dari peran keluarga yang diteliti oleh peneliti-peneliti tersebut.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 15 Juli 2014 di Instalasi Rawat Intensif (IRI) RSUP Dr. Sardjito, keluarga dapat memberikan dukungan kepada pasien berupa dukungan mental, psikologis, spiritual, dan administrasi. Keluarga pasien hanya dapat mengunjungi pasien IRI pada saat jam kunjung yang telah ditentukan rumah sakit (pukul 16.30-18.30 pada hari Senin-Jumat dan pukul

(7)

11.00-12.00 dan 16.00-18.30 pada hari Sabtu-Minggu serta hari libur) dan saat keluarga ingin mendoakan pasien maka staf IRI akan memberikan izin keluarga untuk berada di sisi pasien.

Adanya jam kunjung yang terbatas, pertimbangan perawat mengenai kunjungan keluarga, dampak hospitalisasi pasien di ICU terhadap keluarga pasien, kontribusi keluarga dalam perawatan pasien yang sering dilalaikan dalam dokumentasi perawat (Hardin, 2012), serta tindakan aktual dan kontribusi penting yang dilakukan keluarga sering hilang dari literatur (McAdam, 2008), maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran keluarga dalam perawatan pasien kritis di ICU agar perawat dapat memfasilitasi hubungan keluarga dan pasien dengan mempertimbangkan situasi dari keluarga, kondisi pasien, dan kebutuhan perawatan pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran keluarga selama pasien dirawat di IRI RSUP Dr. Sardjito?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi peran keluarga dalam perawatan pasien kritis di IRI RSUP Dr. Sardjito.

(8)

2. Tujuan Khusus

a. Megetahui kehadiran keluarga selama perawatan pasien di IRI RSUP Dr. Sardjito.

b. Mengetahui peran keluarga pasien IRI RSUP Dr. Sardjito sebagai pelindung, fasilitator dan penyedia informasi, pemberi dukungan spiritual, dan pembuat keputusan.

c. Mengetahui urutan peran keluarga berdasarkan peran yang paling sering dilakukan oleh keluarga pasien IRI RSUP Dr. Sardjito.

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien ICU dengan mempertimbangkan keadaan pasien, keinginan keluarga dan peraturan yang ada. 2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk masyarakat bahwa peran keluarga dapat meningkatkan hasil yang optimal dalam proses perawatan pasien. 3. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan rumah sakit terkait dengan jam kunjung yang diberikan kepada keluarga dan menentukan batas keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien di IRI.

(9)

E. Keaslian Penelitian

Peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan peran keluarga dalam perawatan pasien di ICU yang memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, yaitu :

1) Penelitian McAdam (2008) dengan judul “Unrecognized contributions of families in the intensive care unit”. Tujuan dari penelitian McAdam adalah untuk menggambarkan kontribusi perawatan yang dilakukan oleh keluarga pasien ketika salah satu anggota keluarganya berisiko tinggi mengalami kematian di ICU. Penelitian ini memperolah data 6 peran yang dilakukan oleh keluarga pasien ICU di rumah sakit United States, peran tersebut adalah: 1) kehadiran yang aktif; 2) pelindung pasien; 3) fasilitator; 4) historian; 5) coach; 6) voluntary caregiver.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian McAdam adalah terdapat pada metode penelitian, penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian McAdam adalah pada cara pengambilan data dan sampel penelitian. Cara pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan lembar observasi dan lembar kuesioner. Sampel penelitian pada penelitian ini adalah anggota keluarga pasien IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2) Penelitian Kamaliah, A (2014) dengan judul “Dukungan Keluarga terhadap Pasien yang Dirawat di Unit Perawatan Intensif RSUP H. Adam Malik Medan”. Tujuan dari penelitian Kamaliah adalah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.

(10)

Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa dukungan keluarga dilakukan dengan baik oleh 26 responden (81,25%), berdasarkan dukungan emosional, dukungan nyata, dan dukungan pengharapan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Kamaliah adalah metode peneltian yang digunakan, yaitu deskriptif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kamaliah terdapat pada teknik sampling, sampel penelitian, dan variabel penelitian. Teknik sampling yang digunakan oleh Kamaliah adalah probability sampling, sedangkan penelitian ini menggunakan purposive sampling. Sampel penelitian yang dilakukan oleh Kamaliah adalah keluarga dari pasien ICU RSUP H. Adam Malik Medan, sedangkan penelitian ini adalah keluarga pasien IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Variabel penelitian yang telah dilakukan oleh Kamaliah adalah dukungan keluarga yang meliputi dukungan emosional dukungan informasi, dukungan nyata, dan dukungan pengharapan, sedangkan variabel penelitian yang akan diakukan adalah peran keluarga dalam perawatan pasien di IRI.

3) Rasmita, D (2009) dengan judul penelitian “Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas pada Pasien yang Dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”. Tujuan dari penelitian Rasmita adalah untuk mengetahui gambaran penemuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ruang ICU yang dilakukan oleh perawat dan keluarga pasien. Hasil penelitian Rasmita menunjukkan bahwa 66,7% perawat dapat melaksanakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ICU dengan baik, sedangkan 53,1% keluarga pasien kurang baik dalam

(11)

melaksanakan pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ruang ICU.

Persamaan penelitian Rasmita dengan penelitian ini terdapat pada metode penelitian dan teknik sampling yang digunakan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Perbedaan penelitian terdapat pada: 1) tempat dan sampel penelitian ini adalah di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; 2) variabel penelitian adalah peran keluarga dalam perawatan pasien IRI; 3) teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan cara observasi dan memberikan kuesioner pada anggota keluarga pasien.

4) Williams, C. MA (2005) dengan penelitian berjudul “The identification of family members’ contribution to patients’ care in the intensive care unit : a naturalistic inquiry”. Tujuan dari penelitian Williams adalah untuk mengetahui kontribusi anggota keluarga terhadap perawatan dan pemulihan pasien saat di ICU dan memeriksa peran perawat dalam mendukung pasien selama proses perawatan dan pemulihan pasien. Hasil penelitian Williams dikelompokkan dalam tiga tema: 1) mengetahui pasien melalui keluarga; 2) kontribusi keluarga terhadap perawatan pasien; 3) peran perawat dalam memberikan dukungan kepada keluarga.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Williams terdapat pada metode penelitian, sampel penelitian, dan metode pengumpulan data. Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah deskriptif observasional dengan pendekatan kuantitatif dan hanya melibatkan keluarga. Metode pengumpulan

(12)

data pada penelitian ini menggunakan observasi dan pengisian kuesioner oleh keluarga pasien.

5) Azoulay et al (2003) dengan penelitian berjudul “Family participation in care to the critically ill: opinions of families and staff”. Tujuan penelitian Azoulay et al adalah: 1) mengetahui opini dan pengalaman partisipasi keluarga dalam perawatan kritis; 2) mengetahui pemahaman keluarga terhadap diagnosis, prognosis, dan treatment; 3) mengetahui skor kepuasan untuk mengkaji efektifitas informasi terhadap keluarga menggunakan Critical Care Family Needs Inventory dan skor Hospital Anxiety and Depression untuk keluarga. Penelitian Azoulay et al mendapatkan hasil bahwa: 1) 88,2% caregiver merasa bahwa partisipasi keluarga dalam perawatan harus ditawarkan; 2) hanya 33,4% anggota keluarga yang ingin berpartisipasi dalam perawatan yang prediktor keinginan ini dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: a) prediktor yang terkait dengan pasien; b) prediktor yang terkait dengan keluarga; c) faktor yang berhubungan dengan beban emosional dan efektifitas informasi.

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian Azoulay et al (2003) terdapat pada metode penelitian, sampel penelitian, dan metode pengumpulan data. Metode penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif observasional, sampel penelitian ini adalah anggota keluarga pasien, dan metode pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan kuesioner yang akan diisi oleh keluarga pasien.

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan metode pembelajaran ini siswa diberikan suatu permasalahan yang harus siswa pecahkan bersama-sama hal ini menuntut siswa untuk berfikir tingkat tinggi

Analisa data pada penelitian ini adalah univariat analisa univariat untuk melihat karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, dan agama dan analisa

Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir Butis amboinensis sebagai Subsitusi Tepung Ikan pada Broiler..

Konflik pertentangan antara pihak pemegang saham dengan pihak manajemen cenderung kearah pihak manajemen atau manajer perusahaan yang bertindak untuk kepentingan

Berdasarkan Hasil korelasi Pearson dan regresi logistik faktor-faktor yang menunjukkan adanya hubungan positif terhadap akses pembiayaan dari lembaga keuangan dan

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk memberikan gambaran apakah perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat 2 atas bunga deposito

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui (1) kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja guru SD Negeri di Kecamatan Gondang (2) lingkungan

Kedelapan bakteri yang digunakan mampu tumbuh dengan baik pada media alternatif dengan tiga bakteri yang memiliki masa sel tertinggi yaitu CRB 17, 46 dan 49,