• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perbaikan Tangga Candi Borobudur 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Perbaikan Tangga Candi Borobudur 2010"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Keausan Batu Tangga sisi TIMUR Selasar II - Lorong I

(tanpa skala)

Ket :

= aus batu tangga

LAPORAN KAJIAN PERBAIKAN TANGGA CANDI BOROBUDUR (Pembuatan Model Pelapis Batu Pijak Pada Tangga Candi)

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala

BALAI KONSERVASI PENINGGALAN BOROBUDUR

Jalan Badrawati Telp. (0293) 788175, 788225, Fax. (0293) 788367 Borobudur – Magelang 56553

2 0 1 0 OKTOBER – NOVEMBER

Oleh :

TIM KAJIAN PERBAIKAN TANGGA CANDI BOROBUDUR

Hari Setyawan, S.S

Joni Setiyawan, S.T

(2)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN

KAJIAN PERBAIKAN TANGGA CANDI BOROBUDUR (Pembuatan Model Pelapis Batu Pijak Pada Tangga Candi)

oleh :

Hari Setyawan, S.S Joni Setiyawan, S.T

Arif Gunawan

Nara Sumber

Prof. Dr. Inajati Adrisijanti

(Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

Mengetahui

Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur

Drs. Marsis Sutopo, M.Si

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan tutunanNya sehingga kajian ini dapat terselesaikan. Sungguh hanya karena kemudahan yang diberikanNya, kajian ”Perbaikan Tangga Candi Borobudur” dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Beberapa kekurangan pada saat pelaksanaan kajian dan laporan, disadari oleh tim kajian sebagai upaya dan pengalaman untuk menuju proses perbaikan.

Pelaksanaan”Kajian Perbaikan Tangga Candi Borobudur (Pembuatan Model Pelapis Batu Pijak Pada Tangga Candi)” merupakan implementasi dari Tugas dan fungsi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur di bidang konservasi cagar budaya. Selain itu kajian ini merupakan kajian yang aplikatif untuk menyelesaikan masalah keausan batu pada tangga Candi Borobudur. Dimana sebagian besar struktur batu tangga Candi Borobudur mengalami keausan dalam tinggkat yang membahayakan. Dalam kesempatan ini pula penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada :

1. Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, Drs. Marsis Sutopo, M.Si, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tulisan ini.

2. Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Dra. Herni Pramastuti beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan studi banding di kompleks Candi Prambanan.

3. Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Inajati Adrisijanti beserta jajarannya yang juga merupakan nara sumber pada kajian ini.

Kesempurnaan hanyalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu dimohonkan saran dan kritik yang membangun agar lebih baik pada kajian yang akan datang.

(4)

ABSTRAKSI

Keausan batu penyusun struktur tangga Candi Borobudur disadari merupakan hal yang perlu untuk ditanggulangi. Hal ini menyangkut nilai – nilai kesejarahan dan arkeologis yang melekat pada Candi Borobudur.

Setelah selesai di pugar tahun 1983 dan ditetapkannya Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia No. C 592 oleh UNESCO tahun 1991, kunjungan para wisatawan terus meningkat. Hal inilah yang merupakan penyebab utama keausan pada batu penyusun struktur tangga Candi Borobudur. Banyaknya pengunjung dengan berbagai macam alas kaki yang menginjakkan kaki ke candi mengakibatkan sebagian besar batu menjadi aus bahkan rusak.

Usaha untuk mengurangi keausan batu tangga candi sebenarnya sudah pernah dilakukan dengan memberlakukan penggunaan alas kaki lunak bagi para pengunjung. Namun program tersebut tidak berhasil dan hanya diberlakukan untuk beberapa waktu saja.

Pembuatan model pelapis batu pijak pada tangga Candi Borobudur dimaksudkan untuk melindungi batu tangga dari keausan. Model tersebut bersifat melapisi dataran pijak tangga candi. Sehingga pengunjung yang naik ke candi tidak langsung menginjak permukaan batu tangga, melainkan hanya menginjak pelapisnya saja. Beberapa bahan yang digunakan untuk membuatnya, di antaranya adalah kayu reng jati, papan kayu jati, papan akrilik, mortar dengan perekat epoxy sikadur 31 CF dan EP-IS AW 2101, araldite, dan lateks.

Beberapa bahan tersebut di atas dicobakan untuk melapisi tangga lereng Barat Candi Borobudur. Setelah bahan – bahan seperti tersebut di atas dicobakan tahap selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap bahan tersebut. Analisis yang dilakukan termasuk didalamnya adalah analisis fisik berupa kuat tekan dan kuat lentur untuk mengetahui kekuatan bahan.

(5)

DAFTAR ISI

hlm.

Halaman Judul……….. i

Lembar Pengesahan……….... ii

Kata Pengantar………... iii

Abstraksi……….. iv

Daftar Isi………... v

Daftar Gambar………... vii

Daftar Gambar dan Foto……….... viii

Daftar Foto..……….. ix

Daftar Foto Ilustrasi...……… xi

Daftar Tabel…………...……… xii

Daftar Pustaka..……...……… xiii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Dasar Pelaksanaan Kajian……….. 1

B. Latar Belakang Kajian………... 1

C. Kerangka Pemikiran……… 3

D. Maksud dan Tujuan Kajian………. 7

E. Manfaat………. 8

F. Ruang Lingkup Kajian……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONDISI EKSISTING, DAN STUDI BANDING 8 A. Tinjauan Pustaka………. 8

B. Kondisi Fisik Batu Struktur Candi Borobudur……… 10

C. Kondisi Keausan Batu Penyusun Struktur Tangga Candi Borobudur... 11

D. Studi Banding di Candi Prambanan………... 23

E. Studi Banding Pada Situs Bersejarah Di Dunia……… 25

BAB III METODE KAJIAN……… 29

A. Lokasi Pembuatan Model………. 31

B. Alat dan Bahan... 34

C. Deskripsi Bahan... 36

BAB IV PELAKSANAAN PEMBUATAN MODEL PELAPIS TANGGA CANDI... 40

A. Kerangka Kayu………. 41

B. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Kayu Reng Jati... 44

(6)

D. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Akrilik Tembus

Pandang... 48

E. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Mortar Berpori, Menggunakan Epoxy Resin, Sikadur 31 CF Dengan Campuran Bubukan Batu dan Pasir... 51

F. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Mortar Berpori, Menggunakan Epoxy Resin, EP-IS AW 2101 Dengan Campuran Bubukan Batu dan Pasir... 53

G. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Mortar Berpori, Menggunakan Epoxy Resin, Araldite Tar XH – 351... 55

BAB V ANALISIS BAHAN……….. 57

A. Kuat Lentur dan Kuat Tekan... 57

BAB VI EVALUASI……….. 61

A. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Kayu Reng Jati... 61

B. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Papan Kayu Jati... 61

C. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Akrilik Tembus Pandang... 62

D. Model Percobaan Pelapis Tangga Dari Bahan Mortar Berpori, Menggunakan Epoxy Resin, Sikadur 31 CF dan EP-IS AW 2101 Dengan Campuran Bubukan Batu dan Pasir... 63

(7)

DAFTAR GAMBAR

No Foto hlm

1 Gambar no.II.1. Keausan Batu Tangga sisi TIMUR Selasar I – Selasar II. 14 2 Gambar no.II.2. Pola tapak kaki pengunjung yang menunjukkan keausan batu

tangga Candi Borobudur (Dok:penulis,2010).

22 3 Gambar no.IV.1. Detil model kerangka percobaan pelapis tangga candi pada

tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

43 4 Gambar no.IV.2. Detil model pelapis tangga candi dari bahan kayu reng jati

pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

45 5 Gambar no.IV.3. Detil model pelapis tangga candi dari bahan papan kayu jati

pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

47 6 Gambar no.IV.4. Detil model pelapis tangga candi dari bahan akrilik tembus

pandang pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

49 7 Gambar no.VII.1. Rencana penggantian strukur batu dataran pijak pada

tangga lorong IV - plateau (dok: penulis).

70 8 Gambar no.VII.2. Batu andesit asli yang merupakan dataran pijak pada tangga

lorong IV – plateau yang disimpan dan dipamerkan (dok: penulis).

(8)

DAFTAR GAMBAR DAN FOTO

No Judul hlm

1 Gambar dan foto no.II.1. Contoh keausan batu candi pada tangga sisi Barat penghubung lorong I – lorong II (Dok: penulis,2010).

13 2 Gambar dan foto no.II.2. Eksisting tangga sisi Timur yang diamati keausannya

(Dok:penulis,2010).

16 3 Gambar dan foto no.II.3. Eksisting tangga sisi Barat yang diamati keausannya

(dok:penulis,2010).

17 4 Gambar dan foto no.II.4. Eksisting tangga sisi Utara yang diamati keausannya

(dok:penulis,2010).

18 5 Gambar dan foto no.II.5. Eksisting tangga sisi Selatan yang diamati

keausannya (Dok:penulis,2010).

19 6 Gambar dan foto no.II.6. Keuasan batu pada tangga Candi Siwa, Kompleks

Candi Prambanan (Dok: BP3 DIY dan BKPB).

(9)

DAFTAR FOTO

No Judul hlm

1 Foto no.I.1. Candi Borobudur (dok: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur,2007). 2

2 Foto no.I.2. Denah Candi Borobudur dilihat dengan pencitraan landsat (Google earth, 2009).

2 3 Foto no.II.1. Kondisi blok batu struktur candi beserta kuncian dan takikannnya

(Dok:penulis, 2010). 11

4 Foto no.II.2. Kondisi tangga undag – Selasar pada sisi Timur dan aktifitas pengunjung yang melewati tangga (Dok:penulis, 2010).

11 5 Foto no.II.3. Tangga Candi Brahma, Kompleks Candi Prambanan (Dok:

BKPB,2010).

23 6 Foto no.II.4. Penambahan struktur tangga kayu pada Ankor Wat (Dok:

Swastikawati).

25 7 Foto no.II.5. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Candi Bayon (Dok:

Swastikawati).

26 8 Foto no.II.6. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Candi Bayon (Dok:

Swastikawati).

26 9 Foto no.II.7. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Tien Tan Temple

(Dok: www.Beijing.gov.cn).

26 10 Foto no.II.8. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Tien Tan Temple

(Dok: www.Beijing.gov.cn).

26 11 Foto no.II.9. Detil penambahan struktur tangga berbahan campuran logam

dan kayu pada Arbroath Abbey (Dok: www.aboutaberdeen.com).

27 12 Foto no.II.10. Detil penambahan struktur tangga berbahan campuran logam

dan kayu pada Arbroath Abbey (Dok: www.aboutaberdeen.com).

27 13 Foto no.II.11. Detil penambahan struktur dengan pelapisan plester pada trap –

trap piramid di reruntuhan kota kuna Altun Ha (Dok: www.guidetobelize.com).

28 14 Foto no.II.11. Detil penambahan struktur dengan pelapisan plester pada trap –

trap piramid di reruntuhan kota kuna Altun Ha (Dok: www.guidetobelize.com).

28 15 Foto no.II.13. Detil penambahan struktur dengan bahan logam pada trap –

trap piramid di reruntuhan kota kuna Templo de los Idolos (Dok: www.sfsu.edu).

29

16 Foto no.II.14. Detil penambahan struktur dengan bahan logam pada trap – trap piramid di reruntuhan kota kuna Templo de los Idolos (Dok:

www.sfsu.edu).

29

17 Foto no.III.1. Lokasi pembuatan model pelapis tangga pada tangga lereng Barat Cadi Borobudur (Dok: penulis).

(10)

18 Foto no.III.2. Lokasi pembuatan model pelapis tangga pada tangga lereng Barat Cadi Borobudur (Dok: penulis).

34 19 Foto no.III.3. Lokasi pembuatan model pelapis tangga pada tangga lereng

Barat Cadi Borobudur (Dok: penulis).

34 20 Foto no.IV.1. Eksisting model kerangka percobaan pelapis tangga candi pada

tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

43 21 Foto no.IV.2. Detil model kerangka kayu dibuat menjadi 3 trap tiap bagiannya

untuk memudahkan pembersihan (dok: penulis).

44 22 Foto no.IV.3. Detil model kerangka kayu dibuat menjadi 3 trap tiap bagiannya

untuk memudahkan pembersihan (dok: penulis).

44 23 Foto no.IV.4. Pengukuran dan pemotongan kayu reng yang akan di pasang

pada kerangka (dok: penulis).

45 24 Foto no.IV.5. Pemasangan kayu reng pada kerangka menggunakan paku

sekrup (dok: penulis).

45 25 Foto no.IV.6. Eksisting model pelapis tangga candi dari bahan kayu reng jati

pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

46 26 Foto no.IV.7. Pemasangan papan kayu sebagai dataran pijak pada kerangka

(dok: penulis).

47 27 Foto no.IV.8. Pemasangan list karet pada papan kayu (dok: penulis). 47

28 Foto no.IV.9. Eksisting model pelapis tangga candi dari bahan papan kayu jati pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

48 29 Foto no.IV.10. Pengukuran papan akrilik untuk di potong (dok: penulis). 49

30 Foto no.IV.11. pemotongan papan akrilik menggunakan alat pemotong keramik (dok: penulis).

49 31 Foto no.IV.12. Eksisting model pelapis tangga candi dari bahan akrilik tembus

pandang pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

50 32 Foto no.V.1. Alat analisis yang digunakan berupa UTM (Universal Testing

Machine) di laboratorium fisik Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (dok: penulis).

(11)

DAFTAR FOTO ILUSTRASI

No Judul hlm

1 Foto ilustrasi no.IV.1. Lokasi pembuatan model pelapis tangga pada tangga lereng Barat Cadi Borobudur (Dok: penulis).

42 2 Foto ilustrasi no.IV.2. Pembuatan mortar menggunakan epoxy sikadur 31 CF

pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

52 3 Foto ilustrasi no.IV.3. Pembuatan mortar menggunakan epoxy EP-IS AW 2101

pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

54 4 Foto ilustrasi no.IV.4. Pembuatan model pelapis menggunakan Araldite Tar XH

351 pada tangga lereng Barat Candi Borobudur (dok: penulis).

56 5 Foto ilustrasi no.V.1. Uji kuat lentur pada beberapa bahan menggunakan mesin

UTM (dok: penulis).

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul hlm

1 Tabel no.II.1. Persentase keausan tangga sisi Timur Candi Borobudur. 20 2 Tabel no.II.2. Persentase keausan tangga sisi Barat Candi Borobudur. 20 3 Tabel no.II.3. Persentase keausan tangga sisi Utara Candi Borobudur. 21 4 Tabel no.II.4. Persentase keausan tangga sisi Selatan Candi Borobudur. 21 5 Tabel no.II.5. Persentase keausan rata – rata keseluruhan tangga. 21 6 Tabel no. III.1. Bahan – bahan yang akan digunakan sebagai pelapis

tangga Candi Borobudur.

31 7 Tabel no. VI.1. A. Evaluasi Model Pelapis Pijakan Pada Bulan September 64 8 Tabel no. VI.1. B. Evaluasi Model Pelapis Pijakan Pada Bulan Oktober 65 9 Tabel no. VI.1.C. A. Evaluasi Model Pelapis Pijakan Pada Bulan

(13)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Dasar Pelaksanaan Kajian

Dasar hukum yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan Pemeliharaan Batu Candi adalah :

1. Undang-Undang RI nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;

2. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan Undang-undang RI nomor 5 tahun 1992;

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

4. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.40/OT.001/MKP-2006 Tanggal 7 September 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Peninggalan Borobudur;

5. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.65/KP110/MKP/2009 Tanggal 31 Desember 2009 tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Anggaran Tahun 2010 Pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata;

6. DIPA Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Tahun 2010 Nomor: 0027/040-04.2/XIII/2010 Tanggal 31 Desember 2009.

B. Latar Belakang Kajian

Candi Borobudur berada pada posisi 7°36′29″ LS, 110°12′14″ BT, tepatnya di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, empatpuluh kilometer Barat Laut kota Yogyakarta. Candi Borobudur merupakan sebuah candi tanpa bilik dan tanpa atap dengan bahan dasar batu andesit, berarah hadap Timur dengan denah yang simetris. Candi Borobudur mempunyai tinggi 42 m sebelum dipugar dan 35,4 m setelah dipugar dengan panjang sisi 121,70 m dan lebar sisi 121,40 m. Luas permukaan keseluruhan 21893 m2 dengan luas lantai undag hingga teras III 8420,5 m2, serta sepuluh

tingkatan dari bawah ke atas dengan teras pertama sampai teras ketujuh berbentuk persegi dan teras selanjutnya berbentuk lingkaran (Balai Konservasi Peninggalan Borobudur,1991).

(14)

Candi Borobudur merupakan stupa prasada dengan sepuluh tingkat yang secara vertikal terdiri atas tiga bagian yaitu, kamadhatu (dunia nafsu), rupadhatu (dunia bentuk), dan arupadhatu (dunia tanpa bentuk) (Stuterheim,1950:198).

Candi Borobudur adalah situs purbakala yang termasuk dalam situs purbakala warisan dunia nomor C. 592 yang ditetapkan oleh UNESCO. Sebagai Warisan Dunia merupakan kebanggan Bangsa Indonesia sekaligus masyarakat dunia. Pemugaran Candi Borobudur yang kedua selain mampu menyelesaikan permasalahan teknis struktural juga mampu mengenalkan kembali Candi Borobudur sebagai tujuan wisata.

Keberadaan Candi sebagai monumen terbuka sangat rentan terhadap pengaruh iklim yang dapat menyebabkan kerusakan, di sisi lain tingginya jumlah pengunjung yang naik ke atas candi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kerusakan.

Sebagai monumen dengan batu andesit sebagai struktur utamanya adalah alasan utama mengapa Candi Borobudur saat ini masih dapat kita saksikan kemegahannya. Berjuta – juta orang yang kagum akan candi ini telah berkunjung dan menjejakkan kakinya di atas struktur batu andesit penyusun candi yang telah terdiam selama berabad – abad yang kemudian dibangkitkan kembali melalui restorasi II oleh UNESCO dan pemerintah Indonesia pada tahun 1973 – 1983. Banyaknya orang yang berkunjung dan menaiki candi ternyata meninggalkan jejak – jejak kerusakan pada batu struktur candi. Jejak – jejak kerusakan tersebut di antaranya adanya keausan batu khususnya pada tangga candi, stupa teras, lantai stupa teras, dan stupa induk. Aktifitas pengunjung candi yang bermacam – macam ternyata telah menyebabkan beberapa batu yang sering dilalui atau sering bersetuhan (kontak dengan pengunjung) menjadi aus atau rusak. Dalam hal ini, struktur batu paling rentan rusak adalah struktur batu penyusun tangga candi di ke empat sisinya.

Foto no.I.1. Candi Borobudur (dok: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur,2007).

Foto no.I.2. Denah Candi Borobudur dilihat dengan pencitraan landsat (Google earth,2009).

(15)

Kerusakan karena keausan tersebut tidak bisa disepelekan dan dipandang sebelah mata. Batu yang berkontak langsung dengan pengunjung berangsur – angsur akan menjadi aus dan rusak, hal ini selain mengurangi nilai arkeologis dan sejarah dari candi juga menyebabkan berkurangnya nilai estetis candi dalam kaitannya dengan konservasi.

Penyebab keausan yang paling dominan adalah manusia. Pengunjung yang berjalan pada tubuh candi melakukan aktivitas berjalan dan berinteraksi dengan manusia lain dan dengan batu struktur. Aktivitas berjalan dengan alat bantu berupa alas kaki secara tidak disadari dan berangsur – angsur akan merusak struktur batu candi. Sedangkan interaksi dengan manusia lain atau dengan batu struktur maksudnya adalah aktivitas memanjat pada stupa teras atau stupa induk karena maksud tertentu.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk mempertegas dan menunjukkan bahwa “Kajian Perbaikan Tangga Candi Borobudur” ini layak untuk dilakukan. Melalui kerangka pemikiran juga disampaikan katentuan internasional berupa piagam – piagam internasional, maupun undang – undang yang menjadi dasar pelaksanaan kajian ini. Pada intinya kajian ini adalah untuk mempertahankan keotentikan dari batu andesit penyusun struktur tangga candi agar tidak mengalami kerusakan yang lebih parah dikarenakan aktifitas manusia.

Selain itu kajian ini juga didasari kriteria yang belum begitu jelas mengenai pernyataan menyangkut kerusakan batu. Sehingga pada saat blok batu yang rusak akan diganti masih belum ada kriteria yang pasti. Hal ini biasanya didasari pendapat mengenai daya dukung batu terhadap monumen. Tetapi keadaan di lapangan, blok batu pada tangga Candi Borobudur masih mempunyai daya dukung yang kuat walaupun kerusakan akibat keausannya dinilai parah. Secara sederhana kerangka pemikiran dalam kajian ini adalah sebagai berikut.

Keausan Batu Andesit Pada Struktur Tangga

Candi Borobudur Piagam Internasional Menyangkut Monumen Bersejarah

Perundang – Undangan Negara Republik

Indonesia Kajian Perbaikan Tangga

Candi Borobudur (Pembuatan Model Pelapis Tangga Candi)

Evaluasi Model Pelapis Tangga Candi

(16)

1. Undang – Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Pasal 77 Pasal 77

(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:

a.keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan; b.kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;

c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.

(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.

Pada pasal 77 Undang – Undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga disampaikan bahwa upaya pemugaran mencakup rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. Pasal 77 point yang kedua juga mengatur adanya upaya konsolidasi. Yang dimaksud dengan “konsolidasi” adalah perbaikan terhadap bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi dan menghambat proses kerusakan lebih lanjut. Konsolidasi merupakan salah satu pekerjaan pada proses pemugaran. Hal ini dianggap sesuai dengan upaya yang akan dilakukan pada kajian ini. Dikarenakan pembuatan model pelapis tangga candi merupakan upaya untuk menghambat proses kerusakan karena keausan batu akibat aktifitas pengunjung diatasnya.

Selain itu, seperti yang di atur pada point ketiga pasal 77 yang menyatakan bahwa pemugaran juga tetap harus mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan cagar budaya. Hal ini juga dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan dari kajian ini. Sebab pembuatan pelapis tangga sebenarnya diharapkan mampu menutup dataran pijak batu tangga sehingga terhindar dari keausan. Selain itu, pengunjung yang naik ke candi juga bisa merasa nyaman karena tangga yang dipijak tidak berlubang maupun licin. Sehingga dalam hal ini keselamatan pengunjung saat naik dan turun candi bisa lebih terjamin.

(17)

2. Charter/Piagam Internasional Untuk Konservasi dan Restorasi Cagar Budaya dari ICOMOS (International Council on Monuments and Sites)

a. THE VENICE CHARTER (Kongres Internasional ke-II Arsitek dan Teknisi dari Monumen Bersejarah, Venice, 1964)

RESTORASI Article 9

The process of restoration is a highly specialized operation. Its aim is to preserve and reveal the aesthetic and historic value of the monument and is based on respect for original material and authentic documents. It must stop at the point where conjecture begins, and in this case moreover any extra work which is indispensable must be distinct from the architectural composition and must bear a contemporary stamp. The restoration in any case must be preceded and followed by an archaeological and historical study of the monument.

Pasal 9.

Pada pasal 9 dinyatakan bahwa proses restorasi adalah sebuah operasi yang sangat khusus. Tujuannya adalah untuk melestarikan dan mengungkapkan nilai estetika dan bersejarah dari monumen dan didasarkan pada penghormatan terhadap bahan asli dan dokumen otentik. Hal ini dikarenakan bahan asli dan keotentikannya, merupakan hal yang diutamakan. Bahan asli sedapat mungkin harus dapat disaksikan sebagaimana adanya. Pernyataan ini juga sesuai dengan maksud dan tujuan kajian ini, yaitu membuat pelapis tangga untuk melindungi keasliannya dan menghambat kerusakan karena keausan.

Sementara itu pekerjaan tambahan yang diperlukan harus berbeda dari komposisi arsitektur dan harus menanggung cap kontemporer. Pernyataan tersebut maksudnya, apabila ada penambahan unsur bangunan yang sifatnya baru harus bisa dibedakan. Unsur baru harus sesuai dengan karakteristik kontemporer di masa kini. Sedangkan pemulihan dalam hal apapun harus didahului dan diikuti dengan studi Arkeologi dan sejarah dari monumen.

Article 10

Where traditional techniques prove inadequate, the consolidation of a monument can be achieved by the use of any modern technique for conservation and construction, the efficacy of which has been shown by scientific data and proved by experience.

Pasal 10.

Pada pasal 10 dinyatakan bahwa ketika teknik tradisional membuktikan tidak memadai, konsolidasi monumen itu dapat dicapai dengan menggunakan setiap teknik modern untuk konservasi dan konstruksi, hasil yang telah ditunjukkan oleh data ilmiah

(18)

dan dibuktikan dengan pengalaman. Yang perlu digarisbawahi dari pernyataan tersebut adalah bahwa konstruksi modern yang sudah terbukti secara ilmiah dapat diaplikasikan. Hal yang dimaksud adalah apabila kondisi monumen memerlukan tambahan konstruksi baru untuk mempertahankan kelestariannya, maka konstruksi modern yang sesuai dapat digunakan. Sejalan dengan pernyataan tersebut kajian ini juga bermaksud mempertahankan kelestarian tangga candi dengan membuat konstruksi baru yang akan di uji secara ilmiah.

Article 13

Additions cannot be allowed except in so far as they do not detract from the interesting parts of the building, its traditional setting, the balance of its composition and its relation with its surroundings.

Pasal 13.

Penambahan tidak bisa dibiarkan kecuali sejauh mereka tidak mencuri perhatian dari bagian bangunan yang menarik, tata letak yang tradisional, keseimbangan komposisi dan kaitannya dengan keadaan sekitarnya. Apabila dihubungkan dengan kajian ini maka diharapkan penambahan unsur pelapis tangga candi diharapkan mempunyai nilai estetika. Selain melindungi tangga candi dari keausan, diharapkan pelapis tangga tersebut tidak mencolok atau mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar.

b. PIAGAM ICOMOS PRINSIP UNTUK ANALISIS, KONSERVASI DAN RESTORASI STRUKTUR WARISAN ARSITEKTUR

(Diratifikasi oleh Majelis Umum ICOMOS 14 di Victoria Falls, Zimbabwe, pada tahun 2003)

Remedial Measures and Controls

3.1. Therapy should address root causes rather than symptoms.

3.3. Safety evaluation and an understanding of the significance of the structure should be the basis for conservation and reinforcement measures.

3.4. No actions should be undertaken without demonstrating that they are indispensable. 3.5. Each intervention should be in proportion to the safety objectives set, thus keeping intervention to the minimum to guarantee safety and durability with the least harm to heritage values.

3.6. The design of intervention should be based on a clear understanding of the kinds of actions that were the cause of the damage and decay as well as those that are taken into account for the analysis of the structure after intervention; because the design will be dependent upon them.

3.9. Where possible, any measures adopted should be “reversible” so that they can be removed and replaced with more suitable measures when new knowledge is acquired. Where they are not completely reversible, interventions should not limit further interventions.

(19)

materials) and their compatibility with existing materials should be fully

established. This must include long-term impacts, so that undesirable side-effects are avoided. 3.12. Each intervention should, as far as possible, respect the concept, techniques and historical value of the original or earlier states of the structure and leaves evidence that can be recognised in the future.

3.14. The removal or alteration of any historic material or distinctive architectural features should be avoided whenever possible.

3.15. Deteriorated structures whenever possible should be repaired rather than replaced. 3.18. Provisional safeguard systems used during the intervention should show their purpose and function without creating any harm to heritage values.

3.21. Checks and monitoring during and after the intervention should be carried out to ascertain the efficacy of the results.

Beberapa pernyataan dari piagam ICOMOS di atas berhubungan dengan tindakan – tindakan perbaikan yang dilakukan pada monumen bersejarah. Dari beberapa point di atas dinyatakan bahwa terapi dan perbaikan yang dilakukan adalah untuk menyelesaikan masalah yang menjadi akar permasalahannya dan bukan sebab yang ditimbulkannya. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan maksud dari kajian ini. Tetapi apabila kita selidiki lebih dalam pada akar permasalahan kerusakan pada batu tangga yang aus, tentu saja aktifitas pengunjung adalah masalahnya. Tetapi apakah aktifitas pengunjung yang naik ke candi bisa dikendalikan? Apakah bisa kita melarang orang untuk naik candi (dalam keadaan normal)? Hal inilah sebenarnya yang menjadi maksud dari kajian ini.

Pada pernyataan selanjutnya, intervensi dan pembuatan struktur yang melindungi dan memperkuat harus teruji terlebih dahulu dan tidak mengurangi nilai monumen sebagai warisan budaya. Intervensi struktur baru sebagai penguat harus dapat diperbaharui dan diganti apabila ada struktur pengganti yang lebih baik dari pada yang sudah dilakukan.

Hal yang sesuai dengan maksud dan tujuan kajian ini, juga dijumpai pada pernyataan mengenai pengantian struktur bersejarah yang rusak. Pernyataan tersebut mengandung maksud bahwa mengganti dan merubah suatu struktur bersejarah harus sedapat mungkin dihindari. Pada struktur yang rusak juga sedapat mungkin harus diperbaiki bukan di ganti.

Selain itu setelah intervensi atau penambahan struktur yang memperkuat hendaknya dilakukan monitoring untuk mengetahui keefektifannya. Monitoring juga dimaksudkan untuk mengetahui dampak dari intervensi suatu struktur.

D. Maksud dan Tujuan Kajian

Maksud kegiatan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi dan membuat beberapa model penanganan keausan batu tangga dengan cara membuat pelapis

(20)

struktur batu tangga candi. Model pelapis tangga candi tersebut dibuat menggunakan berbagai variasi bahan dan metode pengerjaan. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar diperoleh model – model yang dapat dijadikan sumber acuan dalam memutuskan model penanganan keausan batu khususnya pada stuktur tangga candi Borobudur.

E. Manfaat Kajian

Manfaat dari “Kajian Perbaikan Tangga Candi Borobudur (Pembuatan model pelapis batu pijak pada tangga candi untuk penentuan metode penanganan)” adalah mendapatkan model pelapis struktur batu penyusun tangga Candi Borobudur. Beberapa model yang diajukan akan di bahas dari beberapa sisi menyangkut kelayakannya apabila diaplikasikan pada Candi Borobudur. Dengan dibuatnya model pelapis tangga candi, maka diharapkan kerusakan tangga karena keausan yang diakibatkan aktifitas pengunjung dapat ditanggulangi.

F. Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian akan menentukan arah dan batasan kajian. Sehingga kajian yang dilakukan dapat mencapai tujuan. Ruang lingkup kajian ini adalah sebagai berikut.

1. Pengamatan keausan struktur penyusun tangga Candi Borobudur di keempat sisinya.

2. Pembuatan model pelapis tangga candi dari berbagai bahan. 3. Analisis fisik dan uji bahan pelapis.

4. Evaluasi model pelapis tangga candi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KONDISI EKSISTING, DAN STUDI BANDING A. Tinjauan Pustaka

Salah satu bentuk kerusakan material yang secara langsung disebabkan oleh banyaknya pengunjung adalah keausan batu candi. Keausan batu banyak terjadi pada tangga dan lantai lorong maupun teras stupa Candi Borobudur. Secara teori keausan terjadi akibat gesekan alas kaki pengunjung dengan permukaan batu. Kebanyakan alas kaki memiliki kekerasan yang lebih rendah dari batu, namun keberadaan pasir/tanah pada alas kaki menyebabkan gesekan yang dapat menyebabkan keausan. Pengaruh keausan sebenarnya terjadi secara lambat, namun karena tingginya jumlah pengunjung maka saat ini keausan sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan.

Muhammad Taufik (2009:119) dalam tesisnya, menyampaikan bahwa kausan pada Candi Borobudur tersebar di lantai dan tangga candi. Sementara Sutantio (1985)

(21)

menyampaikan bahwa di Candi Borobudur ditemukan 801 blok batu yang mengalami keauasan. Hasil pengamatan di tahun 2000 junlah batu yang mengalami keausan menjadi 1383 blok batu, hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 582 blok batu. Jika di rata – rata, maka keausan yang terjadi setiap tahunny adalah 36 blok batu. Apabila keausan batu – batu Candi Borobudur mulai terjadi ketika pertama kali dimanfaatkan sebagai objek wisata, maka keausan tangga sisi Timur adalah antara 0,2 – 1,8 cm sedangkan tangga di ketiga sisi lainnya antara 0,2 – 1,3 cm (Taufik,2005:120).

Apabila keausan batu penyusun struktur tangga Candi Borobudur diasumsikan telah terjadi sejak pertama kali candi ini di buka untuk kegiatan pariwisata, maka dengan jumlah pengunjung 35.766.820 orang mengakibatkan keausan sebesar 1,2 – 1,5 cm. Sehingga dapat diperkirakan 20 tahun kemudian dengan jumlah pengunjung yang sama, batu – batu tersebut mengalami keausan yang sudah membahayakan, yaitu 3 cm. keausan batu akan lebih cepat lagi jika pengunjung candi mencapai 3.000.000 orang per tahun, dengan jumlah itu berarti setiap tahun batu – batu pada tangga atau lantai akan mengalami keausan sebesar 0,1 – 0,32 cm (Taufik,2005:156).

Selain itu melalui “Kajian Struktur Permukaan Halaman Candi Borobudur dan Korelasinya Dengan Keausan Batu Tangga”, Brahmantara, dkk (2008:35) juga menyampaikan bahwa keausan yang terbesar disebabkan karena aktifitas manusia. Material pasir yang terbawa pada alas kaki pengunjung candi, dapat memberikan gaya gesekan yang cukup signifikan pada lantai dan tangga candi, sehingga menimbulkan keausan pada permukaan batu. Pada tangga naik dari tahun 2003 sampai 2007 terjadi tingkat keausan sebesar 0,7 cm, dan untuk tangga turun (sisi Utara, Selatan dan Barat) dari tahun 2003 sampai 2007 kenaikan tingkat keausan pertahunnnya sebesar 0,8 cm. Dari hasil uji kekesatan permukaan dengan Skid Pendulum Resistance dapat diketahui bahwa nilai kekesatan permukaan Candi borobudur ada pada nilai aman, namun untuk batu tangga, batu dengan asumsi umur 24 tahun yaitu batu yang dipasang pada saat pemugaran mempunyai nilai aman yang kritis dengan nilai skid

resistance sebesar 37 BPN. Semakin tinggi tingkat keausan batu, maka memberikan

nilai kekesatan permukaan yang semakin lemah.

Sementara itu berdasarkan pengamatan terhadap keausan batu penyusun struktur tangga candi yang dilakukan di awal tahun 2010, disampaikan bahwa persentase keausan mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Dari hasil pengamatan tersebut dapat disampaikan bahwa persentase keausan rata – rata batu penyusun struktur tangga pada sisi Timur adalah 74,40 %. Persentase keausan rata – rata batu penyusun struktur tangga pada sisi Barat dan Utara adalah 63,39 % dan 27,84 %.

(22)

Sedangkan persentase keausan rata – rata batu penyusun struktur tangga pada sisi Selatan adalah 30,96 % (Setyawan, 2010:50-51).

Dari beberapa kajian seperti disebutkan di atas, diketahui bahwa faktor aktifitas manusia memegang peranan penting terhadap keausan khususnya pada tangga dan lantai Candi Borobudur. Mengenai langkah – langkah penangananya, Taufik (2008:156) menyarankan untuk mengganti batu yang aus dengan batu yang baru. Sedangkan Brahmantara, dkk (2008:35) melalui kajiannya mengajukan saran menyangkut penataan dan pengendalian pasir halaman, pengaturan jumlah pengunjung, penggunaan alas kaki khusus untuk naik ke candi, dan pembuatan lapisan pelindung pada tangga candi dengan beberapa bahan yang dapat melindungi dari keausan.

B. Kondisi Fisik Batu Struktur Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah struktur candi yang didirikan di atas bukit alam yang di potong pada bagian puncaknya. Blok – blok batu disusun dari bawah ke atas sesuai dengan kemiringin bukit. Hasilnya adalah bentuk persegi pada bagian kaki dan bulat pada bagian atasnya. Blok – blok batu penyusun Candi Borobudur di susun dengan menggunakan teknik takikan dan kuncian yang spesifik. Jenis batu penyusun struktur Candi Borobudur adalah dari batuan andesit dengan sifat – sifat sebagai berikut :

 Jenis : batuan andesit

 Porositas : (21,6 – 51,3) %

 Berat Jenis Riil : 2,62 – 2,83

Kekerasan ( skala Mohs) : 5 – 7

 Kuat Tekan : 66,5 Kg/cm2 – 207 Kg/cm2

 Kadar Air jenuh : 8,63 – 13,59 %

 Permeabylitas : (0,6 – 12,7) darcys

 Massa padat :

1. Mineral : (31,01 – 63,55) % 2. Masa dasar : (36,45 – 68,99) % (Brahmantara dkk,2008:15)

(23)

C. Kondisi Keausan Batu Penyusun Struktur Tangga Candi Borobudur 1. Penyebab Keausan

Penyebab utama keausan khususnya pada batu penyusun struktur tangga pada Candi Borobudur yang paling besar adalah karena aktifitas manusia yang naik ke candi. Pengunjung yang menggunakan alas kaki yang bervariasi secara tidak sengaja telah menyebabkan keausan pada batu candi.

Foto no.II.1. Kondisi blok batu struktur candi beserta kuncian dan takikannnya (Dok:penulis,

2010).

Jenis kuncian ekor burung

pada struktur batu Candi Borobudur Jenis takikan

pada struktur batu Candi Borobudur

Foto no.II.2. Kondisi tangga undag – Selasar pada sisi Timur dan aktifitas pengunjung yang

(24)

2. Keausan Pada Tangga Candi

Dalam menghitung keausan dan kedalaman bidang batu yang aus karena pijakan manusia, dapat digunakan rumus sebagai berikut (Taufik,2005:120).

fk = Uk x N N = W – F.Sin a F.h = fk. s h = fk. s F Keterangan : fk : Gaya gesek uk : Koefisien gesekan

N : Gaya Normal : m x g ( masa x gaya gravitasi)

W : Gaya berat

F : Gaya tahan/gaya gerak s : panjang gesekan

Dengan menggunakan rumus tersebut maka dari tahun 1984 hingga tahun 2007, didapatkan data keausan dikarenakan aktifitas pengunjung yang naik ke candi. Keausan pada tangga naik yaitu pada sisi Timur adalah 2,2 cm, sedangkan pada tangga turun yaitu pada sisi Barat, Utara, dan Selatan adalah 4,6 cm. Pada tangga turun candi dapat diasumsikan bahwa keausan 4,6 cm adalah keausan total pada tiga tangga tersebut, jadi angka keausan rata – rata pada tangga turun adalah 1,53 cm (Brahmantara,2008:27,28).

3. Identifikasi Keausan

Keausan batu penyusun struktur tangga Candi Borobudur, terjadi hampir merata pada tangga di keempat sisi candi. Dalam kajian ini, keausan tangga candi akibat aktifitas manusia dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu aus sudut dan aus bidang. Aus sudut pada struktur batu tangga adalah keausan batu candi pada bagian sudut luar yang langsung membentuk sisi tangga untuk berpijak. Sedangkan aus bidang pada struktur batu tangga adalah keausan batu candi pada bagian datar atau bidang datar yang dapat menjadi pijakan (dataran pijak).

(25)

Berdasarkan data laporan pengamatan keausan batu struktur candi pada bagian tangga, stupa teras, dan lantai stupa teras yang dilakukan oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur tahun 2010, maka didapatkan data keausan pada tangga candi di keempat sisinya, di antaranya seperti disampaikan di bawah ini.

Batu Aus Bidang

garis merah adalah Keausan

sudut pada batu tangga

Gambar dan foto no.II.1. Contoh keausan batu candi pada tangga sisi Barat penghubung lorong I – lorong II (Dok:

(26)

Pada gambar no.II.1 di atas, adalah struktur batu penyusun tangga candi pada sisi Timur, yaitu tangga penghubung Selasar I – Selasar II/tangga penghubung undag dengan selasar. Dari gambar tersebut dapat disampaikan bahwa bagian tangga yang berwarna abu – abu adalah blok batu yang aus karena aktifitas manusia. Sedangkan bagian yang berwarna hitam adalah bagian yang rusak atau nat – nat batu yang mengalami kerontokan karena sudah rapuh.

Gambar no.II.1. Keausan Batu Tangga sisi TIMUR Selasar I – Selasar II.

(27)

Sedangkan secara lebih mendetail, kondisi keausan dan persentase keausan batu penyusun struktur tangga Candi Borobudur adalah sebagai berikut.

(28)

4. Persentase Keausan Batu Struktur Penyusun Tangga Candi a. Keausan Tangga Sisi Timur Candi Borobudur

Gambar dan foto no.II.2. Eksisting tangga sisi Timur yang diamati keausannya

(29)

b. Keausan Tangga Sisi Barat Candi Borobudur

Gambar dan foto no.II.3. Eksisting tangga sisi Barat yang diamati keausannya

(30)

c. Keausan Tangga Sisi Utara Candi Borobudur

Gambar dan foto no.II.4. Eksisting tangga sisi Utara yang diamati keausannya

(31)

d. Keausan Tangga Sisi Selatan Candi Borobudur

Gambar dan foto no.II.5. Eksisting tangga sisi Selatan yang diamati keausannya

(32)

e. Persentase Keausan Batu Penyusun Struktur Tangga

Tangga Timur

Tabel no.II.1. Persentase keausan tangga sisi Timur Candi Borobudur.

Posisi Tangga

Jumlah Batu Pijakan

Jumlah Keausan Batu Pijak Persentase Keausan Aus Sudut Aus Bidang Aus Sudut Aus Bidang

Timur (halaman - selasar I) 41 41 30 100% 73,17%

Timur (Selasar I - Selasar II) 90 90 61 100% 67,78% Timur (Selasar II - Lorong I) 48 48 26 100% 54,17% Timur (Lorong I - Lorong II) 72 72 62 100% 86,11% Timur (Lorong II - Lorong III) 52 52 43 100% 82,69% Timur (Lorong III - Lorong IV) 56 56 41 100% 73,21%

Timur (Lorong IV - Plateau) 68 68 47 100% 69,12%

Timur (Plateau - Teras I) 26 26 22 100% 84,62%

Timur (Teras I - Teras II) 31 31 22 100% 70,97%

Timur (Teras II - Teras III) 28 28 23 100% 82,14%

Jumlah 512 512 377

Rata - Rata Keausan 100% 74,40%

Tangga Barat

Tabel no.II.2. Persentase keausan tangga sisi Barat Candi Borobudur.

Posisi Tangga

Jumlah Batu Pijakan

Jumlah Keausan Batu

Pijak Persentase Keausan Aus Sudut Aus Bidang Aus Sudut Aus Bidang

Barat (halaman - selasar I) 32 32 15 100% 46,87%

Barat (Selasar I - Selasar II) 106 106 53 100% 50,00% Barat (Selasar II - Lorong I) 47 47 31 100% 65,96% Barat (Lorong I - Lorong II) 72 72 69 100% 95,83% Barat (Lorong II - Lorong III) 52 52 43 100% 82,69% Barat (Lorong III - Lorong IV) 46 46 33 100% 71,74%

Barat (Lorong IV - Plateau) 59 59 41 100% 69,49%

Barat (Plateau - Teras I) 34 34 19 100% 55,88%

Barat (Teras I - Teras II) 36 36 18 100% 50,00%

Barat (Teras II - Teras III) 44 44 20 100% 45,45%

Jumlah 528 528 342

(33)

Tangga Utara

Tabel no.II.3. Persentase keausan tangga sisi Utara Candi Borobudur.

Posisi Tangga

Jumlah Batu Pijakan

Jumlah Keausan Batu Pijak Persentase Keausan Aus Sudut Aus Bidang Aus Sudut Aus Bidang

Utara (halaman - selasar II) 81 81 31 100% 38,27%

Utara (Selasar II - Lorong I) 52 52 29 100% 55,77% Utara (Lorong I - Lorong II) 55 55 21 100% 38,18% Utara (Lorong II - Lorong III) 55 55 12 100% 21,81% Utara (Lorong III - Lorong IV) 46 46 15 100% 32,61%

Utara (Lorong IV - Plateau) 55 55 3 100% 5,45%

Utara (Plateau - Teras I) 34 34 4 100% 11,76%

Utara (Teras I - Teras II) 32 32 8 100% 25,00%

Utara (Teras II - Teras III) 46 46 10 100% 21,74%

Jumlah 456 456 133

Rata - Rata Keausan 100% 27,84%

Tangga Selatan

Tabel no.II.4. Persentase keausan tangga sisi Selatan Candi Borobudur.

Posisi Tangga

Jumlah Batu Pijakan

Jumlah Keausan Batu Pijak Persentase Keausan Aus Sudut Aus Bidang Aus Sudut Aus Bidang Selatan (halaman - selasar II) 92 92 12 100% 13,04% Selatan (Selasar II - Lorong I) 115 115 46 100% 40,00% Selatan (Lorong I - Lorong II) 70 70 59 100% 84,28% Selatan (Lorong II - Lorong III) 54 54 15 100% 27,78% Selatan (Lorong III - Lorong IV) 49 49 13 100% 26,53% Selatan (Lorong IV - Plateau) 63 63 11 100% 17,46% Selatan (Plateau - Teras II) 55 55 17 100% 30,91% Selatan (Teras II - Teras III) 39 39 3 100% 7,69%

Jumlah 537 537 176

Rata - Rata Keausan 100% 30,96%

Rata – Rata Keausan Tangga Keseluruhan

Tabel no.II.5. Persentase keausan rata – rata keseluruhan tangga.

Posisi Tangga

Jumlah Batu Pijakan

Jumlah Keausan Batu Pijak Persentase Keausan Aus Sudut Aus Bidang Aus Sudut Aus Bidang

TIMUR 512 512 377 100% 74,40%

BARAT 528 528 342 100% 63,39%

UTARA 456 456 133 100% 27,84%

SELATAN 537 537 176 100% 30,96%

Jumlah 2033 2033 1028

(34)

Dari hasil pengamatan keausan tangga candi pada awal tahun 2010, maka hasil yang didapatkan dapat dikatakan memprihatinkan kondisinya. Kondisi tersebut bisa dilihat dari presentase keausan yang telah disampaikan di atas.

Dalam hal keausan sudut seperti yang telah disampaikan di atas bahwa semua anak tangga pada keempat sisi candi telah mengalami keausan. Sudut yang terbentuk karena pertemuan dua bidang sisi batu yang seharusnya membentuk sudut 900

ternyata tidak bisa ditemukan lagi, baik pada batu lama maupun batu pengganti. Hal ini menunjukkan bahwa keausan karena aktifitas manusia begitu tinggi. Masih menjadikan sebuah pertanyaan, adalah mengenai aus sudut, apakah sudah terjadi pada masa lalu dimana candi masih digunakan, ataukah karena aktifitas pengunjung pada saat ini.

Sedangkan dalam hal keausan bidang, tidak semua batu mengalami keausan. Hal ini dikarenakan langkah dan tapak kaki manusia saat berpijak pada tangga candi cenderung membentuk pola yang sama. Sehingga keausan yang terjadi pada tangga dapat dikatahui polanya dari aktifitas pengunjung yang melaluinya.

Gambar no.II.2. Pola tapak kaki pengunjung yang menunjukkan keausan batu tangga

Candi Borobudur (Dok:penulis,2010). Pola keausan yang menunjukkan aktifitas

(35)

D. Studi Banding di Candi Prambanan

Kondisi keausan dengan penyebab utama dikarenakan aktifitas manusia juga terjadi pada Candi Prambanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dapat diketahui melalui pengamatan dalam rangka studi banding di Candi Prambanan. Candi Prambanan merupakan candi yang dibuat pada periode yang sama dengan Borobudur, banyak elemen – elemen arsitektur yang mirip dengan Candi Borobudur. Hanya saja corak keagamaannya adalah Hindhu, jadi ada beberapa elemen arsitektur Candi Prambanan yang tidak dijumpai di Candi Borobudur.

Candi Prambanan adalah candi yang juga termasuk ke dalam warisan dunia, sehingga hingga saat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini berdampak juga pada keausan batu penyusun struktur tangga di Candi Prambanan. Banyak batu yang mengalami keausan dikarenakan aktifitas pengunjung yang naik ke candi.

Struktur tangga Candi Prambanan mempunyai bentuk dan elemen arsitektur yang mirip dengan Candi Borobudur. Susunan batu penyusun struktur tangganya juga mirip dengan Candi Borobudur. Pada pipi tangga juga dipahatkan ornamen hias makara. Sedangkan pada tangga menuju pagar langkan maupun bilik cenderung tidak berhias dan cenderung berukuran lebih kecil.

Dari pengamatan yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa batu penyusun struktur tangga di Candi Prambanan juga mengalami keausan sudut maupun bidang. Seperti diperlihatkan pada foto tangga Candi Brahma di bawah ini.

Foto no.II.3. Tangga Candi Brahma, Kompleks Candi Prambanan (Dok:

BKPB,2010). Aus Sudut

(36)

Hal yang sama juga dijumpai pada Candi Siwa, kompleks Candi Prambanan. Candi Siwa adalah candi terbesar pada kompleks Candi Prambanan. Candi ini mempunyai empat tangga naik, pada keempat sisinya yang merupakan jalan satu – satunya untuk menuju bilik candi. Bilik yang berukuran paling besar adalah pada sisi Timur, dimana didalamnya dijumpai arca Dewa Siwa. Lorong candi yang dibatasi oleh pagar langkan dengan pahatan relief Ramayana dihubungkan dengan masing – masing dua tangga pada keempat sisinya. Tangga yang menghubungkan tangga naik menuju bilik dengan lorong candi memiliki ukuran yang lebih kecil. Namun demikian tangga ini memiliki tingkat keausan yang lebih besar dibandingkan dengan tangga naik dari halaman menuju bilik candi.

Gambar dan foto no.II.6. Keuasan batu pada tangga Candi Siwa, Kompleks Candi

Prambanan (Dok: BP3 DIY dan BKPB). U

(37)

E. Studi Banding Pada Situs Bersejarah Di Dunia

Studi banding yang dimaksud adalah pengamatan model pelapis struktur tangga pada situs – situs lain di dunia. Pengamatan yang dilakukan adalah secara tidak langsung, yaitu melalui jaringan internet. Beberapa situs bersejarah yang diamati merupakan struktur monumen bersejarah yang penting. Situs tersebut tentu saja mempunyai struktur tangga yang telah dilindungi dengan cara melakukan intervensi atau penambahan struktur baru. Berbagai cara untuk memperkuat tersebut di antaranya dijumpai pada situs Ankor Wat di Kamboja, situs Tien Tan Temple of Heaven di Beijing Cina, situs Arbroath Abbey di Skotlandia, kota kuna Altun Ha di Belize, dan situs Cihuatan di Mexico.

1. Ankor Wat, Kamboja

Pada kompleks situs Ankor Wat dan Candi Bayon intervensi untuk melindungi struktur tangga maupun lantai monumen bersejarah tersebut digunakan bahan dari kayu. Kayu yang digunakan pada situs ini bersifat melindungi dan tidak melapisi struktur tangga maupun lantai. Intervensi atau penambahan yang dilakukan bermaksud melindungi struktur batu tuff yang merupakan material utama candi – candi di komplek Ankor Wat maupun pada Bayon. Seperti yang telah kita ketahui bahwa jenis batuan tuff struktur materialnya rapuh dan mudah rusak. Hal inilah yang menjadi alasan adanya penambahan struktur tangga buatan pada candi – candi tersebut. Struktur tangga yang dibuat adalah struktur yang baru dan berbeda dengan struktur asli dari tangga candi. Struktur tersebut berbentuk anak tangga dari bahan kayu yang langsung diletakkan di atas struktur tangga candi. Penambahan struktur tangga berbahan kayu bersifat semantara atau tidak permanen. Bahan kayu yang di pilih dinilai tepat karena kontak antara kayu dengan batu struktur tangga yang asli tidak membahayakan nilai arkeologisnya.

Foto no.II.4. Penambahan struktur tangga kayu pada Ankor Wat (Dok: Swastikawati).

(38)

2. Tien Tan Temple of Heaven, China

Kuil Tien Tan atau biasa disebut dengan Temple of Heaven adalah kuil yang digunakan oleh kaisar Cina untuk sebagai media untuk berkomunikasi langsung dengan surga. Kuil ini juga digunakan sebagai tempat untuk memohon kesuburan, hujan, maupun hasil panen yang melimpah.

Kuli ini di bangun sekitar tahun 1409 – 1420 pada masa kekaisaran Cina. Terdapat empat struktur tangga naik pada kuil ini. Karena bentuk kuil yang bulat, maka struktur tangga tersebut berada pada sisi yang membagi kuil menjadi empat bagian.

Intervensi atau penambahan struktur kayu pada tangga kuil ini sifatnya adalah melapisi struktur tangga aslinya. Kayu langsung menempel pada struktur tangga dan sepertinya tanpa celah antara struktur tangga dengan kayu pelapis.

Foto no.II.5 dan II.6. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Candi Bayon

(Dok: Swastikawati).

Foto no.II.7 dan II.8. Detil penambahan struktur tangga kayu pada Tien Tan Temple

(39)

3. Arbroath Abbey, Skotlandia

Arbroath Abbey adalah biara yang di bangun oleh Raja William I pada tahun 1178. Biara tersebut di bangun untuk mengenang teman Raja William I semasa kecil yang di bunuh di Katedral Canterbury di Inggris tahun 1170. Gaya arsitektur Arbroath Abbey adalah arsitektur gothic dengan tiga buah menara setinggi 90 m.

Bahan atau material yang digunakan untuk membangun biara Arbroath Abbey adalah bata yang dilekatkan dengan spesi. Bata tersebut di ekspose dan tidak di plester.

Konstruksi tangga yang rapuh pada bangunan tersebut kemudian dimodifikasi dengan dibuatkan tambahan struktur tangga yang baru, menggunakan logam dan kayu. Hal ini agaknya dimaksudkan untuk menjaga keutuhan struktur aslinya. Selain itu dengan pembuatan struktur tangga baru adalah untuk alasan keamanan penunjung. Kondisi bata pada struktur tangga yang sudah rapuh bisa saja membuat pengunjung tergelincir dan terjatuh dari ketinggian.

4. Altun Ha, Belize

Altun Ha adalah reruntuhan kota kuna peradaban Maya di Belize. Belize adalah sebuah negara kecil di Amerika Tengah yang berbatasan dengan Meksiko, Guatemala, dan Honduras. Berdasarkan data arkeologis, kota kuna Altun Ha sudah di huni sejak abad II SM hingga abag IX M dengan populasi sekitar 10000 orang.

Kota kuna Altun Ha adalah kompleks bangunan yang terdiri dari 13 bangunan. Pada masa kejayaannya kota ini adalah pusat perdagangan batu permata, seperti giok dan obsidian. Peradaban Altun Ha mengalami penurunan kejayaannya setelah abad XII M. Hal tersebut dikarenakan oleh perlawanan terhadap penguasa setempat.

Foto no.II.9 dan II.10. Detil penambahan struktur tangga berbahan campuran logam

dan kayu pada Arbroath Abbey (Dok: www.aboutaberdeen.com).

(40)

Material utama yang pada bangunan kuna di Altun Ha adalah batu andesit dan tuff seperti halnya kuil – kuil pada peradaban Maya. Kontruksi bangunan di kompleks kota Altun Ha mempunyai satu kemiripan antara satu dengan yang lainnya, yaitu berupa piramid yang ber trap – trap seperti anak tangga. Konstruksinya dari bawah ke atas terdiri dari tingkatan – tingkatan yang memungkinkan untuk dinaiki.

Intervensi atau penambahan struktur baru pada piramid tersebut agaknya dilakukan dengan cara memplester atau melapisi dataran pijak pada piramid. Hal ini dimaksud untuk menjaga keotetikan batu struktur yang asli dan mencegah kerusakan karena pijakan kaki pengunjung. Sekilas apabila dilihat dari jauh memang mencolok warnanya. Tetapi agaknya upaya tersebut efektif untuk melindungi batu dari kerusakan karena aktifitas pengunjung. Pelapisan hanya dilakukan pada dataran pijak pada trap piramid, sedangkan bagian lain dibiarkan terbuka seperti apa adanya.

5. Templo de los Idolos, Situs Cihuatan, Meksiko

Cihuatan adalah situs peradaban kuna Aztec. Templo de los Idolos di restorasi pertama kali oleh Dr. Antonio Sol pada tahun 1029. Kondisi situs terdiri atas beberapa bangunan berundak yang ber trap – trap.

Setelah 77 tahun di restorasi, kebanyakan trap – trap tangga pada situs ini banyak yang rusak. Hal ini terutama karena aktifitas pengunjung yang meniki tangga tersebut. Kondisi batu vulkanik tuff yang mudah rapuh kemudian aus dan rusak karena pijakan kaki pengunjung.

Kondisi kerusakan batu pada Templo de los Idolos khususnya pada tangganya kemudian dikonservasi dengan cara pembuatan struktur tangga baru dari bahan logam. Selain pembuatan struktur tangga baru juga dilakukan konservasi pada batu

Foto no.II.11 dan II.12. Detil penambahan struktur dengan pelapisan plester pada trap – trap piramid di reruntuhan kota kuna Altun

(41)

berupa penguatan batu aslinya. Penguatan yang dimaksud adalah penambahan jenis polimer untuk memperkuat batu tuff supaya lebih keras.

Sedangkan alasan pembuatan struktur baru berupa tangga besi, dimaksudkan agar pengunjung yang akan naik tidak menginjak tangga aslinya. Sementara bahan yang dipilih dari besi dimaksudkan agar tangga tabahan tersebut kokoh dan tidak mudah rusak. Hal ini dikarenakan pada tangga tambahan yang sebelumnya terbuat dari kayu, mudah rusak dan tidak kokoh. Kerusakan pada tangga tambahan yang terbuat dari kayu adalah karena faktor cuaca dan kelembaban udara.

BAB III. METODE KAJIAN

Usaha – usaha untuk mengatasi keausan sudah dilakukan, antara lain dengan pemasangan keset dan pemasangan koral di jalur pengunjung agar alas kaki pengunjung tidak membawa pasir. Saat ini juga tengah digalakkan pemakain sandal yang lunak sebagai pengganti sepatu hak tinggi dan sepatu yang alasnya keras. Namun usaha preventif tersebut telah terbukti belum mampu memberikan hasil yang memuaskan.

Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan, kerena semakin lama batu penyusun struktur khususnya pada tangga candi tetap mengalami keausan. Salah satu alternatif yang diajukan dalam kajian ini adalah dengan membuat pelapis batu tangga candi dari beberapa material. Dalam hal menentukan material pelapis, tim kajian akan mempertimbangkan beberapa hal utama dalam menentukannya yaitu dengan mempertimbangkan keaslian bentuk, keaslian tata letak, keaslian pengerjaan, dan keaslian bahan.

Foto no.II.13 dan II.14. Detil penambahan struktur dengan bahan logam pada trap –

trap piramid di reruntuhan kota kuna Templo de los Idolos (Dok: www.sfsu.edu).

(42)

Beberapa material dapat menjadi alternatif untuk mengatasi keausan batu penyusun tangga tersebut, namun belum dapat diputuskan kesepakatan yang dapat menajdi acuan. Hal ini disebabkan karena belum adanya model eksisting yang dapat dilihat dan dipertimbangkan bersama dalam pengambilan keputusan. Oleh karena ini dalam kegiatan ini diusulkan pembuatan beberapa model penanganan batu tangga. Model – model tersebut selanjutnya dianalisis dan didiskusikan bersama dengan para ahli dan pemangku kepentingan lainnya agar diperoleh kesepakan yang dapat dijadikan acuan penanganan.

Pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan membuat beberapa model pelapis tangga pada tangga sisi Barat Candi Borobudur. Akan tetapi sebelum pembuatan model pelapis tangga dilakukan, maka hal yang dilakukan pertama kali adalah melakukan studi banding pada beberapa objek benda cagar budaya yang mempunyai kondisi hampir mirip dengan Candi Borobudur. Dengan demikian studi banding akan dilakukan di Candi Prambanan. Adapun hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi studi banding dikarenakan Candi Prambanan merupakan tinggalan arkeologi yang berasal dari masa dengan Candi Borobudur. Selain itu, Batu andesit sebagai material utama penyusun struktur candi tersebut mempunyai sifat yang mirip dengan Candi Borobudur. Selain itu, ornamen arsitektural kedua candi juga relatif sama pada bagian struktur tangganya. Hal yang juga dipertimbangkan adalah bahwa kedua candi yaitu Prambanan dan Borobudur sama – sama merupakan benda cagar budaya yang banyak dikunjungi oleh masyarakat dengan aktifitas pengunjung yang hampir mirip dengan Candi Borobudur.

Tahap selanjutnya adalah tahap pemilihan bahan dan pemasangan model pelapis. Pada Pemilihan bahan dan metode pengerjaan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

1. Tidak bersifat merusak keaslian batu penyusun sturktur tangga atau struktur asli lain di sekitarnya.

2. Mengutamakan prinsip keaslian bentuk, tata letak, pengerjaan, dan bahan. 3. Reversible (dapat dihilangkan kembali tanpa menyebabkan kerusakan).

4. Efektif dapat langsung digunakan untuk melapisi struktur tangga candi tanpa menggunakan alat bantu apapun.

5. Estetis atau selaras (tidak mengganggu pandangan dan selaras arsitektur candi).

(43)

Dari berbagai pertimbangan tersebut, maka telah disusun beberapa model yang akan dibuat sebagai berikut :

Tabel no. III.1. Bahan – bahan yang akan digunakan sebagai pelapis tangga Candi Borobudur.

No Jenis Model Pelapis Struktur Batu Tangga Bahan Utama

1. Pembuatan model dengan papan kayu Papan kayu jati

2. Pembuatan model dengan kayu reng Kayu reng jati

3. Pembuatan model dengan pelapis karet Lateks

4. Pembuatan model dengan araldit cetak Araldite

5. Pembuatan model dengan papan akrilik Papan akrilik

6. Pembuatan model dengan mortar berpori (EPIS) Mortar berpori (EPIS) 7. Pembuatan model dengan mortar berpori (SIKA) Mortar berpori (SIKA)

Pemasangan atau pembuatan model tidak dilakukan pada tiap anak tangga di lereng Barat candi, melainkan hanya 1 sampai 9 anak tangga yang bisa dianggap mewakili. Dalam hal pemasangan model, tim kajian juga tidak akan melakukan perubahan ataupun perusakan struktur tangga lereng, pemasangan akan sangat berhati – hati dan seksama. Beberapa model yang dipasang akan diletakkan pada lereng sisi Barat candi. Pada saat pembuatan model, tangga lereng Barat candi akan ditutup untuk beberapa hari, setelah pelapis di rasa kuat untuk digunakan pengunjung, barulah bisa dilalui oleh pengunjung.

Sedangkan pemilihan lokasi yang berada di lereng Barat candi dimaksudkan untuk menjaga keamanan pengunjung dan model yang diajukan. Hal ini disebabkan karena model yang diajukan belum melewati tahap studi dampak pemasangan atau kelayakan.

Tahap yang paling akhir adalah tahap evaluasi pada beberapa model yang di aplikasikan. Evaluasi dimaksudkan untuk mencari dampak – dampak yang di rasa tidak sesuai dari segi arkeologis, teknis, keamanan, dan estetika. Pada tahap ini akan dihadirkan palah ahli dan praktisi konservasi yang akan memberikan penilaian menyangkut kelayakan beberapa model yang diajukan.

(44)

A. Lokasi Pembuatan Model

Lokasi pembuatan model adalah di tangga lereng sisi Barat Candi Borobudur. Hal ini dikarenakan sangat penting untuk mengetahui kondisi eksisting model pelapis pada monumen. Sehingga dapat diputuskan oleh para ahli, model yang sekiranya dapat diaplikasikan. Pemilihan lokasi yang berada tangga lereng bukit sisi Barat candi, tidak pada tangga candi dikarenakan pertimbangan kondisi batu tangga candi yang mengkhawatirkan terjadinya kerusakan pada saat model diaplikasikan. Selain itu juga diperhatikan keselamatan pengunjung yang melalui model penutup tangga tersebut. Perlu diketahui bahwa kondisi bahan tangga lereng sisi Barat candi adalah sama dengan tangga candi yaitu dari batu andesit, perbedaan hanya pada ukuran undak tangga.

Tangga lereng Barat Candi Borobudur adalah tangga yang ditempatkan di lereng Barat bukit penopang candi. Lokasi tangga berada pada lereng dengan kemiringan yang tidak curam. Tangga lereng Barat Candi Borobudur terdiri dari 4 kelompok tangga yang dipisahkan oleh bordess. Kelompok tangga yang pertama adalah tangga yang berada pada kaki bukit, yang berjumlah 12 anak tangga. Selanjutnya adalah 3 kelompok tangga yang masing – masing berjumlah 18 anak tangga, menghubungkan kaki bukit hingga halaman candi. Pada kondisi sehari – hari tangga ini menjadi penghubung antara halaman utama candi dengan kaki bukit Candi Borobudur. Dalam prakteknya tangga ini banyak digunakan oleh pengunjung candi yang ingin ke toilet. Selain itu tangga juga dimanfaatkan oleh petugas konservasi candi untuk menuju ke candi, hal ini dikarenakan tangga ini adalah tangga yang paling dekat dari ware kit atau tempat penyimpanan alat dan bahan untuk keperluan konservasi candi.

Dalam melakukan pemilihan lokasi percobaan, diusahakan tangga yang akan digunakan sebagai percobaan memiliki karakteristik fisik bahan, bentuk, dan morfologi yang hampir mirip dengan tangga Candi Borobudur. Tangga lereng Barat Candi Borobudur mempunyai kemiripan dengan tangga candi, walaupun tidak 100 %. Dari segi karakteristik fisik bahan, tangga ini mempunyai bahan yang sama dengan tangga candi yaitu batu andesit. Batu andesit yang digunakan sebagai penyusun struktur tangga lereng Barat memiliki karakteristik bahan dan warna yang mirip dengan tangga candi. Batu andesit pada struktur tangga di lereng Barat candi di susun berjajar satu layer. Tiap satu layer batu pijak tangga lereng terdiri dari 4 blok batu andesit yang di susun sejajar. Satu blok batu andesit pada tangga lereng Barat candi berukuran panjang 50 – 52 cm dengan lebar 30 cm dan tinggi 17 cm dengan lebar nat sekitar 1

(45)

cm. Suhu permukaan batu tangga lereng Barat adalah 22 – 350 C. Sedangkan

kemiringan tangga kurang lebih 450 dengan warna abu – abu HUE 7,5 Y 5/1 pada

skala muncell.

Kondisi tangga pada lereng Barat candi dari segi bentuk dan morfologi tangga sebenarnya banyak berbeda dengan tangga candi. Dari segi ukuran, konstruksi, penempatan atau letaknya tangga lereng Barat candi sangat berbeda dengan tangga candi. Tangga lereng mempunyai ukuran batu yang seragam dengan pemangkasan pada sudut pijakan sehingga tidak terkesan runcing. Hal ini tentu saja berbeda dengan kondisi tangga candi yang asli yang sudut pijakannya memang kelihatan terpangkas karena aus, bukan karena pengerjaan pada saat di buat.

Mengenai konstruksi kerangka kayu yang akan direncanakan agaknya tidak bisa disamakan, antara konstruksi kayu pelapis pada tangga lereng Barat dengan tangga candi yang nantinya akan dikerjakan apabila telah disetujui. Hal ini dikarenakan keletakan dan elemen struktur bangunan yang berada di sekitar tangga candi sangat berbeda dengan tangga lereng candi.

Foto no.III.1, III.2, dan III.3. menunjukkan detil lokasi percobaan pelapis tangga candi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan percobaan tidak semua anak tangga pada lereng Barat dibuatkan pelapis, melainkan hanya beberapa anak tangga saja. Cara pengerjaannyapun diusahakan tidak mengganggu fungsi tangga sebagai sarana penghubung dari kaki bukit ke halaman utama candi yang banyak digunakan oleh para pengunjung dan maupun pada saat aktifitas pekerja konservasi candi.

(46)

B. Alat dan Bahan 1. Alat

Dalam mengerjakan model pelapis tangga candi alat yang digunakan adalah alat pertukangan. Juga termasuk didalamnya adalah alat pengukur satuan berat dan satuan panjang. Alat pengukur satuan berat dan satuan panjang berguna untuk menentukan satuan panjang model yang dibuat dari bahan kayu atau akrilik. Sedangkan alat pengukur satuan berat berfungsi untuk menakar bahan kimia perekat yang digunakan dalam pembuatan mortar. Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan model pelapis, baik dari bahan kayu maupun perekat adalah seperti tersebut di bawah ini.

 Alat ukur (penggaris besi panjang 1m, penggaris siku, roll meter 10 m, waterpass, timbangan listrik, gelas ukur).

 Alat Pertukangan (palu ukuran sedang, tang catut dan tank potong, alat pemotong keramik, ember plastik, ayakan pasir, gergaji kayu, gergaji kayu,

Foto no.III.1, III.2, dan III.3. Lokasi pembuatan model pelapis tangga pada tangga

lereng Barat Cadi Borobudur (Dok: penulis). 1

2

(47)

gergaji besi, mata gergaji, obeng + dan –, sikat ijuk, kuas, gunting, roll kabel, pahat kayu, pahat besi)

 Alat analisis (UTM / Universal Testing Machine, thermometer inframerah, skala warna muncell)

2. BAHAN

Bahan yang digunakan dalam pembuatan model pelapis, terdiri dari dua macam material. Yaitu material bangunan seperti kayu dan material bersifat kimia seperti perekat dan hardener. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.

 Kayu reng

 Papan kayu jati

 Paku reng

 Paku kecil

 Paku sekrup

 Akrilik 0,5 cm

 List ujung tangga dari karet

 Perekat epoxy Sikadur 31 cf

 Perekat epoxy EP-IS

 Perekat araldit tar

 Lateks sintetis

 Masker

 Sarung tangan kain

 Amplas kayu  Akuades  Tambang plastik  Tali rafia  Kapas  Terpal 3 x 4 m

 Bubukan batu halus

 Pasir halus

 Plastik lembaran

 Lakban besar

(48)

C. Deskripsi Bahan

Yang dimaksud dengan deskripsi bahan di sini adalah sifat – sifat material yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan model pelapis tangga candi.

1. Kayu Jati

Kayu jati dalam pembuatan model pelapis tangga Candi Borobudur digunakan sebagai kerangka pelapis dan sekaligus sebagai dataran pijak. Kayu jati yang digunakan adalah dalam bentuk kayu reng dan papan kayu.

Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm / tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah yang agak basa, dengan pH antara 6 – 8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P) dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa. Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl, meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.

Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.

Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.

2. Papan Akrilik

Poli (metil metakrilat) (PMMA) adalah termoplastik transparan, sering digunakan sebagai alternatif kaca antipecah. Secara kimia adalah polimer sintetis dari metil metakrilat. Bahan ini dikembangkan pada tahun 1928 di berbagai laboratorium,

Gambar

Foto no.I.1. Candi Borobudur (dok: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur,2007).
Foto no.II.1. Kondisi blok batu struktur candi beserta kuncian dan takikannnya (Dok:penulis,
Gambar dan foto no.II.1. Contoh keausan batu candi pada tangga sisi Barat penghubung lorong I – lorong II (Dok:
Gambar  no.II.1.  Keausan  Batu  Tangga  sisi TIMUR Selasar I – Selasar II.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa implikasi dari ditolaknya pencabutan, terhadap kekuatan alat bukti keteranganterdakwa adalah, hakim akan menilai keterangan

1) Debitur melakukan permintaan informasi secara luring dan daring kepada OJK. 2) OJK berwenang menetapkan penyesuaian penyampaian cakupan informasi laporan debitur

Motivasi kerja adalah dorongan atau semangat yang timbul dalam diri seseorang atau pegawai untuk melakukan sesuatu atau bekerja, karena adanya rangsangan dari luar

Selanjutnya ia menyebutkan dengan konsep perdagangan bebas ini, suatu negara dapat memproduksi produk-produk yang lebih efisien dengan biaya produksi yang lebih rendah

Seminar Nasional dengan tema Peningkatan Peran Infrastruktur Transportasi pada Perekonomian Provinsi Jawa Timur dan Wilayah Indonesia Timur. Gedung Widyaloka 8

Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Maskulinisasi pada penderita CAH dengan genetik perempuan hanya mungkin terjadi akibat adanya hormon androgen ekstragonad (dari luar gonad) yang dapat berasal dari

Kegiatan pengujian terhadap sumber tidak bergerak di Kota Makassar masih diharapkan pada pengujian oleh masing- masing usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi