BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan.Untuk pemeriksaan imunohistokimia akan dilakukan diDepartemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai Januari 2015.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah penderita polip nasi yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke subdivisi rinologi- alergi imunologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015.
3.3. 2 Sampel penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
a. Kriteria inklusi
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan steroid maupun operasi.
b. Kriteria eksklusi
Subjek dengan hasil pemeriksaan histopatologi keganasan.
3.3. 3 Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini adalah total populasi penelitian.
3.3. 4 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel penelitian diambil secara non probability concecutive sampling.
3. 4 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah polip hidung, jenis kelamin, umur, stadium, histopatologi dan ekspresi MMP-9.
4 ketentuan Mackay and Lund,1995 menurut Hellquist 1996
Berdasarkan tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel stroma. Kontrol positif yang digunakan berasal dari jaringan plasenta yang dilakukan pewarnaan
immunohistokimia. Kontrol negatif yang digunakan berasal dari jaringan polip hidung
Skor intensitas (intensitas pewarnaan)
positif > 50% jumlah sel
0 : negative
1 : lemah
2 : moderat
3 : kuat
3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut: 1. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita
2. Formulir persetujuan ikut penelitian
3. Alat untuk biopsi: blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku 4 mm, 00.
3.6.2 Bahan penelitian
1. Jaringan polip hidung yang diambil oleh dokter spesialis THT dikirimkan kebagian patologi anatomi RSUPHAM untuk dibuat dalam bentuk blok parafin. Bahan ini dikirimkan kebagian patologi anatomi FK USU untuk diperiksa histopatologi dan immunohistokimia dengan menilai immunoreaktivitas antibodi MMP-9.
2. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi: formalin 10%, blok paraffin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.
3. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam
methanol, Tris Buffer Saline (TBS), antibodi MMP-9, santa cruz, Real EnVision, Chromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium carbonat jenuh, Tris EBTA, hematoxylin, aqua destilata.
3.6.3 Prosedur kerja pemeriksaan immunohistokimia MMP-9: 1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit
2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk 80%, Alk70%) @ 4 menit 3. Cuci air mengalir 5´. Masukkan slide ke PT Link Dako Epitope 1
jam
4. Retrieval : set up preheat 650 C,running time 980 C selama 15 menit 5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline pH 7,4 5
menit
6. Blocking dengan peroxidase block 5- 10 menit 7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 8. Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3% 15 menit 9. Cuci dalam tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
10. Inkubasi dengan Antibody MMP-9 dengan pengenceran 1:40 1 jam
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/ Tween 20 5 menit
13. Cuci dalam Tris Buffered saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 5-10 menit
14. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengeceran 20µL DAB :
15. 1000µL substrat ( tahan 5 hari disuhu 2-80C setelah di-mix) 5 menit
16. Cuci dengan air mengalir 10 menit 17. Counterstain dengan hematoxylin 3 menit 18. Cuci dengan air mengalir 5 menit 19. Lithium carbonat (5% dalam aqua) 2 menit 20. Cuci dengan air mengalir 5 menit 21. Dehidrasi (Alk 80%,Alk 96%, Alk Abs) @5 menit 22. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit 23. Mounting + cover glass
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan imunohistokimia dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan.
3.8 Analisis Data
3.9 Kerangka Kerja
Massa di rongga hidung
Biopsi
Bukan polip hidung Polip hidung
Pemeriksaan MMP-9 secara Imunohistokimia
Negatif : skor 0-3
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian didapat dari Blok parafin yang telah didiagnosa dengan polip hidung dari hasil histopatologi di Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan. Kemudian sampel penelitian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi FK USU untuk pemeriksaan immunohistokimia. Data penelitian adalah seluruh blok parafin yang memenuhi kriteria populasi.
Tabel 4.1 Karakteristik penderita polip hidung berdasarkan umur dan jenis kelamin
Karakteristik Penderita N % Jenis kelamin
- Laki-laki - Perempuan
22 11
66,7 33,3
Usia (tahun) < 40
≥ 40
13 20
39,4 60,6
Penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (66,7%), sedangkan perempuan sebanyak 11 orang (33,3%).
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan tipe histopatologi
Gambaran histopatologi N % Tipe Allergic Polyp 23 69,7 Tipe Fibroinflammatory 10 30,3
Tipe Polyp with Hyperplasia of Seromucinous Glands 0 0 Tipe Polyp with Stromal Atypia 0 0 Total 33 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui tipe polip yang terbanyak adalah tipe Allergic Polyp yaitu sebanyak 23 penderita (69,7%) dan polip tipe
Fibroinflammatory Polyp sebanyak 10 penderita (30,3%).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan stadium
Stadium polip N %
Stadium I Stadium II Stadium III
1 18 14
3,1 54,5 42,4
Total 33 100
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan ekspresi MMP-9.
Berdasarkan tabel di atas diketahui tampilan skor imunoreaktif mmp-9
(skor luas dikalikan dengan skor intensitas) pada penderita polip hidung kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 17 orang (51,5%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 16 (48,5%).
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tipe histopatologi polip hidung berdasarkan ekspresi MMP-9
(39,4%), pada tipe Fibroinflammatory Polyp ekspresi MMP-9 positif dijumpai sebanyak 4 penderita (12,1%) sedangkan tampilan ekspresi
MMP-9 negatif kelompok tertinggi adalah tipe Allergic Polyp sebanyak 10 penderita (30,3%) dan kelompok terendah tipe Fibroinflammatory Polyp
yaitu sebanyak 6 penderita polip hidung (18,2%).
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi stadium polip hidung berdasarkan ekspresi MMP-9
Stadium Polip
Ekspresi MMP-9 (+) (-)
N % N % Total Stadium 1
Stadium 2 Stadium 3
1 5 11
3 15,2 33,3
- 13 3
- 3 39,4 54,6 9,1 42,4
Berdasarkan tabel di atas diketahui stadium klinis pada penderita polip hidung berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9
kelompok tertinggi stadium 3 yaitu sebanyak 11 jaringan polip hidung (33,3%) dan kelompok terendah masing-masing pada stadium 1 yaitu sebanyak 1 jaringan polip hidung (3%) dan pada stadium 2 yaitu sebanyak 5 jaringan (15,2%), sedangkan tampilan ekspresi negatif MMP-9
BAB 5 PEMBAHASAN
Pengambilan sampel penelitian dari Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik yang kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan immunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi FK USU.
5.1 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
5.2 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Tipe Histopatologi Pada penelitian ini, polip terbanyak adalah polip tipe 1 (allergic polyp) 23 penderita (69,7%) dan tipe 2 (fibroinflammatory polyp) sebanyak 10 penderita (30,3%). Tidak dijumpai tipe adenomatosa dan tipe atipik. Hal ini sesuai dengan penelitian Munir (2008) yang melaporkan polip alergi lebih dominan (62%) di RSUP H. Adam Malik Medan. Morinaka dan Nakamura mendapatkan bahwa jumlah eosinofil, makrofag, plasma sel dan limfosit meningkat pada polip. Kahveci (2008) menyatakan semua jaringan polip terdiri dari eosinofil, sel plasma dan limfosit.
Secara histologis, allergic polyp adalah yang paling sering dan menyumbang 85% sampai 90% dari semua polip hidung. Hal ini ditandai oleh edema, hiperplasia sel goblet, membran basal menebal dan eosinofilia. Berbagai ciri histologis lain adalah
Fibroinflammatory Polyp, yaitu adanya peradangan kronis dan metaplasia epitel. Meskipun jarang, Polyp with Stromal Atypia ada. Interpretasi histologis yang cermat penting untuk menghindari kebingungan dengan tumor ganas. Epitel permukaan polip hidung sama dengan epitel saluran pernapasan. Pada polip, tampak sejumlah besar sel goblet dan adanya perubahan metaplasia. Adanya area deskuamasi, ulserasi dan nekrosis serta membran basal yang menebal dan hialinisasi. Adanya sel inflamasi seperti eosinofil, neutrofil, limfosit, plasmocytes dan sel mast merupakan struktur histologis di sebagian besar polip hidung. Sel-sel inflamasi yang dominan di temukan di polip hidung adalah eosinofil. eosinofil terletak terutama di sub endotel dan ruang perivaskular dari polip (Lacroix et al, 2002).
5.3 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Stadium Klinis
obstruksi sinus. Untuk menentukan perjalanan penyakit dalam hidung dan sinus, dapat dengan menggunakan endoskopi dan Computer tomografi (Assanasen & Naclerio 2001, Wright 2008).
Penderita polip yang terbanyak dijumpai stadium 2 yakni 18 penderita (54,5%), hal ini disebabkan karena polip pada stadium 2 sudah keluar dari meatus media tetapi belum memenuhi rongga hidung sehingga menimbulkan keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat.
5.4 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Ekspresi MMP-9. Pada polip hidung, MMP-9 dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah akibat dari degradasi berbagai komponen-komponen pada lamina basal, yang menyebabkan saluran napas edema dan transmigrasi sel sel inflamasi. MMP-9 juga bisa memfasilitasi migrasi epitel dan sel endotel yang diamati selama perkembangan polip (Shimizu et al, 2005).
Kedua MMP dan TIMP telah terbukti menjadi faktor penting dalam homeostasis matriks ekstra seluler, dengan disfungsi yang terkait dengan remodeling saluran napas dan penyakit saluran napas bagian bawah yang lebih buruk. Dua puluh tiga struktural MMP terkait bersama-sama dengan fungsinya untuk degradasi matriks ekstra seluler, morfogenesis jaringan, dan perekrutan sel kekebalan tubuh dan terlibat dalam peradangan kronis, penyakit degeneratif, angiogenesis, dan biologi tumor. Peneliti telah menyatakan bahwa MMP yang meningkat relatif menurunkan ekspresi TIMP yang menyebabkan penebalan membran basal dan penyakit pernafasan progresif. Dengan demikian, rasio ekspresi MMP dan TIMP menjadi ukuran "keseimbangan" dan merupakan faktor penting dalam mengendalikan remodeling saluran napas. Remodeling pada saluran napas penting dalam patogenesis penyakit sinonasal, dan secara khusus dalam perkembangan polip hidung. Untuk mendukung teori Tos dari perkembangan polip hidung, disfungsional MMP-TIMP homeostasis dapat mempengaruhi degradasi matriks ekstra seluler berlebihan, yang menyebabkan epitel pecah, dan akhirnya dapat berkontribusi untuk pembentukan polip hidung (Mudd et al, 2012).
5.5 Distribusi Frekuensi Tipe Histopatologi Polip Hidung Berdasarkan Ekspresi MMP-9
sebelumnya telah menunjukkan adanya immunolocalisation MMP-9 pada polip hidung dan menyebutkan bahwa MMP-9 dapat memainkan peran dalam transmigrasi sel inflamasi melalui komponen lamina basal, menyebabkan akumulasi sel inflamasi dan peradangan dalam saluran napas. Dalam kondisi in vitro, Okada et al. (1997) menyatakan bahwa MMP-9 diperlukan untuk migrasi eosinofil melalui lamina basal. Sebuah korelasi yang signifikan telah diamati antara tingkat plasma MMP-9 dan jumlah eosinofil pada pasien polip hidung alergi (r ¼ 0,717). Peningkatan kadar MMP-9 telah dicatat dalam cairan lavage broncho-alveolar dari pasien asma. MMP-9 juga ditemukan meningkat pada cairan lavage hidung dari pasien dengan rhinitis alergi (Belleguic et al 2002).
5.6 Distribusi Frekuensi Stadium Polip Hidung Berdasarkan Ekspresi MMP-9
Secara histologi, pada polip terdapat sejumlah besar cairan ekstraselular, degranulasi sel mast dan juga eosinofil. MMP dan TIMP dapat ditemukan di jaringan ekstraseluler, dan merupakan mediator inflamasi. Polip hidung stadium lanjut mengandung jumlah eosinofil tinggi dan meningkatkan jumlah sel IgE yang ditemukan dalam spesimen mukosa pasien dengan polip hidung. Pada polip stadium dini jumlah IgE tidak berbeda secara signifikan dari sinusitis non polypoid, hal ini menunjukkan bahwa jumlah IgE tergantung pada stadium polip (Cincik et al 2013, Polzehl et al 2006).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pada penelitian ini, penderita polip hidung di RSUP H. Adam Malik, Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015 terjadi lebih banyak pada laki dibandingkan wanita. Kelompok umur ≥40 tahun lebih banyak menderita polip hidung.
2. Tipe histopatologi polip hidung terbanyak adalah tipe polip alergi. 3. Polip hidung terbanyak adalah polip hidung stadium 2.
4. Ekspresi MMP-9 pada polip hidung di RSUP Haji Adam Malik, Medan overekspresi.
5. Ekspresi MMP-9 positif lebih banyak dijumpai pada polip hidung tipe alergi.
6. Ekspresi MMP-9 positif lebih banyak dijumpai pada polip hidung stadium 3.
6.2 Saran