NOTA KESEPAKATAN
ANTARA
PEM ERINTAH KOTA SURAKARTA
DENGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA
NOM OR : 9 1 0 / 3 .9 0 7
NOM OR : 9 1 0 / 3 .1 9 6
TANGGAL : 1 2 NOVEM BER 2 0 1 2
TENTANG
KEBIJAKAN UM UM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2 0 1 3
ii
LEMBAR JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 910/3.907-910/3.196 TANGGAL 12 NOVEMBER 2012 TENTANG KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2013 ... iii BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) . B. Tujuan Penyusunan KUA ... C. Dasar Hukum Penyusunan KUA ...
1 4 4
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH ... 8 A. Kondisi Ekonomi Makro Daerah ...
1. Kondisi Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2010-2011 ... 2. Prospek Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2012 dan Tahun 2013 ... B. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah ...
8 8
10 12
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) .. 13 A. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN ... B. Laju Inflasi ... 1. Nasional ... 2. Provinsi Jawa Tengah ... 3. Kota Surakarta ... C. Pertumbuhan PDRB ... 1. Nasional ... 2. Provinsi Jawa Tengah ... 3. Kota Surakarta ... D. Lain – Lain Asumsi ...
13 14 14 15 15 15 15 17 19 22
BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH ... 23 A. Pendapatan Daerah ...
1. Pendapatan Asli Daerah ... 2. Dana Perimbangan ... 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah ... B. Belanja Daerah ... 1. Belanja Tidak Langsung ... 2. Belanja Langsung ... C. Pembiayaan Daerah ... 1. Penerimaan Pembiayaan ... 2. Pengeluaran Pembiayaan ...
24 24 24 25 25 25 26 30 30 30
iii
ANTARA
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
DENGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA SURAKARTA
NOMOR : 910/3.907
NOMOR : 910/3.196
TANGGAL : 12 November 2012
TENTANG
KEBIJAKAN UMUM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2013
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1.
Nama
: FX. HADI RUDYATMO
Jabatan
: Walikota Surakarta
Alamat Kantor
: Jl. Jenderal Sudirman No. 2 Surakarta
bertindak selaku dan atas nama Pemerintah Kota Surakarta
2.
a. Nama
: Y. F. SUKASNO, SH.
Jabatan
: Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adi Sucipto No.143 Surakarta
b. Nama
: SUPRIYANTO, SH.
Jabatan
: Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adi Sucipto No.143 Surakarta
c. Nama
: Ir. MUHAMMAD RODHI
Jabatan
: Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta
Alamat Kantor : Jl. Adi Sucipto No.143 Surakarta
sebagai Pimpinan DPRD bertindak selaku dan atas nama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta.
Dengan ini menyatakan bahwa dalam rangka penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta diperlukan
Kebijakan Umum APBD Kota Surakarta yang disepakati bersama antara
DPRD Kota Surakarta dengan Pemerintah Kota Surakarta untuk selanjutnya
dijadikan sebagai dasar penyusunan prioritas dan plafon anggaran
sementara APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013.
iv
Plafon Anggaran Sementara dan APBD Tahun Anggaran 2013.
Secara lengkap Kebijakan Umum APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran
2013 disusun dalam Lampiran yang menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Nota Kesepakatan ini.
Demikian Nota Kesepakatan ini dibuat untuk dijadikan dasar dalam
penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota
Surakarta Tahun Anggaran 2013.
Surakarta, 12 November 2012
WALIKOTA SURAKARTA
PIMPINAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH KOTA SURAKARTA
selaku,
selaku,
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
FX. HADI RUDYATMO
Y. F. SUKASNO, S.H.
KETUA
SUPRIYANTO, S.H.
WAKIL KETUA
LAMPIRAN :
NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA.
NOMOR : 910/3.907-910/3.196 TENTANG :
KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2013
KOTA SURAKARTA
KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) TAHUN ANGGARAN 2013
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah melaksanakan bidang kewenangan urusan wajib dan urusan pilihan. Secara lebih spesifik pembagian urusan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota jo. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan urusan tersebut diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan, dimana penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja Negara.
piutang daerah; (l) Pengelolaan investasi daerah; (m) Pengelolaan barang milik daerah; (n) Pengelolaan dana cadangan; (o) Pengelolaan utang daerah; (p) Pembinaan dan penggawasan pengelolaan keuangan daerah; (q) penyelesaian kerugian daerah; (r) pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah; (s) pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2013, Sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah, Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Surakarta Tahun anggaran 2013. Dimana Pemerintah Daerah juga harus mendukung tercapaianya sasaran utama dan priroitas pembangunan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah.
Sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat, antara lain diwujudkan dalam penyusunan KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD sebagai dasar dalam penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013. KUA dan PPAS Pemerintah kota Surakarta Tahun Anggaran 2013 berpedoman pada RKPD Kota Surakarta Tahun 2013, yang telah disinkronisasikan dengan RKP Tahun 2013 dan RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013.
Hasil Sinkronisasi kebijakan tersebut disampaikan kepada Gubernur bersamaan dengan penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013 serta dokumen lainnya yang dipersyaratkan dalam rangka evaluasi Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2013 dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait Tema dan Prioritas pembangunannya pada Tahun 2013. Adapun Tema dan prioritas masing-masing adalah sebagai berikut:
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013 menetapkan tema pembangunan nasional adalah “Memper k uat Per ek onomian Domest ik bagi Peningk at an dan Per luasan Kesejaht er aan Rak yat”, dengan prioritas pembangunan nasional sebagai berikut:
1. Reformasi birokrasi dan tata kelola; 2. Pendidikan;
3. Kesehatan;
4. Penanggulangan kemiskinan; 5. Ketahanan pangan;
6. Infrastruktur;
7. Iklim investasi dan usaha; 8. Energi;
9. Lingkungan hidup dan bencana;
10. Daerah tertinggal, terdepan, terluas dan pasca konflik; 11. Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi
Mendasarkan pada pentahapan dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013, maka tema pembangunan Jawa Tengah Tahun 2013 yaitu “Mewujudk an Masyar ak at Jawa T engah yang Semak in Sejaht er a, Mandir i, Ber k emampuan, dan Ber daya Saing T inggi”, dengan prioritas pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut:
1. Menurunkan angka kemiskinan 2. Memantapkan ketahanan pangan
3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
4. Meningkatkan potensi dan daya saing daerah yang didukung peningkatan infrastruktur
5. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup serta pengurangan risiko bencana
6. Memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik 7. Memantapkan demokratisasi dan kondusivitas wilayah
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2010-2015, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta Tahun 2013 menetapkan tema pembangunan daerah adalah”Pelembagaan t at a k ehidupan k ot a yang ber k eadilan, r amah li ngk ungan dan ber k ar ak t er sebagai k ot a war isan budaya”, dengan prioritas pembangunan daerah sebagai berikut:
1. Melanjutkan Penyelenggaraan birokrasi dan tata kelola kepemerintahan (governance) untuk menciptakan pelayanan publik yang berkeadilan; 2. Memantapkan pertumbuhan ekonomi kreatif dengan memperkuat
jaringan usaha ekonomi rakyat di bidang industri, perdagangan, dan pariwisata;
3. Pelembagaan tata kehidupan bermasyarakat yang berkeadilan berbasis pada nilai-nilai adiluhung budaya Jawa;
4. Perluasan aksesibilitas dan kualitas pendidikan bagi semua kelompok masyarakat tanpa diskriminasi;
5. Pemantapan pelayanan kesehatan dan Sistem Jaminan kesehatan masyarakat yang berkeadilan;
6. Pemeliharaan dan perluasan sarana prasarana kota dan pengembangan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan dan berkarakter budaya jawa; 7. Pemantapan Kondusifitas Daerah untuk memantapkan tata kelola kota
yang berkeadilan;
8. Perluasan pengembangan Kota Layak Anak.
Adapun garis besar kebijakan umum penyusunan KUA–PPAS Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013 adalah sebagai berikut:
1. APBD merupakan kerangka kebijakan publik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat yang tercermin dalam rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan. Program/Kegiatan direncanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga anggaran merupakan hasil sinergi Musrenbang Kota Surakarta Tahun 2012, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta tahun 2013, arah kebijakan Walikota serta prioritas pembangunan Pemerintah Pusat dan Propinsi Jawa Tengah;
2. Capaian target pembangunan daerah Tahun 2013 diselaraskan dengan target RPJM Daerah Kota Surakarta Tahun 2010-2015;
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial;
4. APBD Tahun Anggaran 2013 disusun dengan pendekatan kinerja yang berpedoman pada prinsip efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
5. Arah kebijakan keuangan daerah difokuskan untuk mengatasi masalah– masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan tahun 2013, yaitu: (1) Penyelenggaraan birokrasi dan tata kelola kepemerintahan (governance) untuk menciptakan pelayanan publik yang berkeadilan; (2) Memantapkan pertumbuhan ekonomi kreatif dengan memperkuat jaringan usaha ekonomi rakyat di bidang industri, perdagangan, dan pariwisata; (3) Perluasan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi semua kelompok masyarakat tanpa diskriminasi; (4) Pemeliharaan dan perluasan sarana prasarana kota dan pengembangan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan.
B. Tujuan Penyusunan KUA
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013, bertujuan untuk:
1. Melakukan optimalisasi pendapatan daerah dan belanja daerah terhadap APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013;
2. Meningkatkan mutu pelayanan kepada para pengguna jasa layanan pemerintah secara lebih optimal;
3. Mewujudkan keterpaduan program nasional dan daerah dalam upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah; 4. Mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah.
C. Dasar Hukum Penyusunan KUA
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan berikut:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3857);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4505);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Tata KerjaPerangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen serta tunjangan kehormatan professor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5016); 21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
22. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNS;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun anggaran 2013;
27. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 4);
28. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6);
29. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Surakarta Tahun 2005– 2025 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 2);
30. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pokok– Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 7);
31. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) Kota Surakarta Tahun 2010– 2015 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 12);
32. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta tahun 2011 Nomor 14);
34. Peraturan Walikota Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pemberian tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja bagi PNS dan CPNS di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta tahun 2012 Nomor 73);
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
A. Kondisi Ekonomi Makro Daerah
1. Kondisi Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2010-2011
Kondisi perekonomian Kota Surakarta dapat dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi daerah, meliputi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, PDRB perkapita, investasi dan nilai ekspor dan impor. Perkembangan beberapa indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL II.1
PERK EMBANGAN INDIK ATOR MAK RO EK ONOMI KOTA SURAKARTA TAHUN 2010-2011
No Indikator 2010 2011
1. PDRB:
a. Atas dasar harga berlaku
(Rupiah)
9.941.136.570.000,00 10.788.829.485.319,60
b. Atas dasar harga konstan
2000 (Rupiah)
5.103.886.250.000,00 5.411.912.310.000,00
2. Laju Pertumbuhan Ekonomi
(% ) 5,94 6,04
3. Inflasi (% ) 6,65 2,35
4. PDRB perkapita
a. Atas Dasar Harga berlaku
(Rupiah)
17.366.163,33 21.154.567,62
b. Atas dasar harga konstan
2000 (Rupiah)
10.221.325,97 10.611.592,76
5. Investasi (Rupiah) 1.664.210.901.817 2.017.019.690.099,00
6. Ekspor (FOB US $) 50.237.526,31 53.826.324,55
Sumber: BPS & BPMPT Kota Surakarta, 2012.
Penjelasan dari beberapa indikator makro ekonomi Kota Surakarta sebagaimana tercantum pada tabel diatas adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan nilai PDRB atas Dasar Harga Berlaku dan Harga konstan tahun 2010-2011, masing-masing tumbuh sebesar 8,53% dan 6,04%. Kondisi ini menunjukkan bahwa di Kota Surakarta terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga daya beli masyarakat juga mengalami peningkatan.
c. Inflasi menjadi indikator bagi stablilitas harga. Angka inflasi tahun 2010-2011 menunjukkan trend yang menurun. Karakter inflasi cenderung volatile foods inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena keterbatasan pasokan komoditas pangan.
d. Nilai ekspor Kota Surakarta tahun 2011 sebesar US$ 53.826.324,55 dengan nilai ekspor semester I sebesar US$ 27.368.621,02, tumbuh 7,14%, dibandingkan nilai ekpor tahun 2010 sebesar US$ 50.237.526,31. e. Nilai investasi gabungan tahun 2011 sebesar Rp.2.017.019.690.099,-
dengan rincian sebagai berikut:
TABEL II.2
PERKEMBANGAN INVESTASI KOTA SURAKARTA 2011
NO URAIAN 2011
1. Usaha Mikro 12.850.803.000
2. Usaha Kecil 172.328.233.948
3. Usaha Menengah 291.933.727.061
4. Usaha Besar 1.539.906.926.090
TOTAL 2.017.019.690.099
Sumber: BPMPT Kota Surakarta, 2012.
GAMBAR 2.1
PERKEMBANGAN TOTAL INVESTASI TAHUN 2009-2011
GAMBAR 2.2
2. Prospek Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2012 dan Tahun 2013
Kondisi perekonomian Kota Surakarta pada tahun 2012 dan 2013 diperkirakan optimis tumbuh, seiring dengan kuatnya pasar domestik dalam memicu pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,07% tahun 2012 dan 6,11% pada tahun 2013. Sedangkan proyeksi pertumbuhan nilai PDRB atas Dasar Harga Berlaku dan Harga konstan tahun 2012 - 2013, masing masing tumbuh sebesar 9,25% dan 6,06% untuk tahun 2011–2012 dan 11,06% dan 6,11% untuk tahun 2012–2013. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih didorong oleh sektor sekunder & tersier, melalui sektor perdagangan, hotel & restoran, industri pengolahan dan jasa. Sektor keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan, dan sektor bangunan serta sektor jasa menunjukkan pertumbuhan dominan dibandingkan dengan sektor lain. Pertumbuhan nilai ekspor Kota Surakarta tahun 2012 dan 2013 sedikit akan terkoreksi, jika melihat realisasi ekspor sampai dengan semester I tahun 2011 sebesar US$ 27.368.621,02 dibandingkan dengan nilai ekspor semester I tahun 2012 sebesar US$ 21.462.854,8, mengalami penurunan sebesar 21,57%. Indikator ini menjelaskan dampak melemahnya ekonomi global, di Amerika Serikat dan kawasan Eropa, sebagai mitra utama ekspor Kota Surakarta yang berimbas pada menurunnya serapan komoditi ekspor Kota Surakarta. Prediksi kondisi ekonomi makro Kota Surakarta tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL II.3
PREDIK SI INDIKATOR EKONOMI MAKRO KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 DAN 2013
No Indikator 2012*) 2013**)
1. PDRB:
a. Atas dasar harga berlaku
(Rupiah) 11.787.353.740.000,00 13.092.086.806.956,90
b. Atas dasar harga konstan
2000 (Rupiah) 5.740.237.910.000,00 6.091.184.360.000,00
2. Laju Pertumbuhan Ekonomi
(% )
6,07 6,11
3. Inflasi (% ) 4,50 5,00
4. PDRB per kapita
a. Atas dasar harga berlaku
(Rupiah) 22.888.065,51 25.177.090,01
b. Atas dasar harga konstan
2000 (Rupiah) 11.146.093,03 11.713.816,08
Keterangan:
*): angka target tahun berjalan
**): angka prediksi tahun rencana
Sumber: BPS Kota Surakarta, 2012.
TABEL II.4
PERBANDINGAN REALISASI NILAI EKSPOR SEMESTER I TAHUN 2011 DAN 2012
NO KOMODITI NILAI FOB ( US$ )
2011 2012
1 Batik 5.919.213,74 4.935.268,37
2 Kantong plastik 1.477.285,58 1.440.946,15
3 Kartu ucapan 579.415,05 292.241,21
4 Karung plastik 556.449,17 187.208,07
5 Kayu olahan 36.497,50 139.270,54
6 Kerajinan kaca 178,50 720,00
7 Kerajinan kayu 380.520,92 61.908,34
8 Kerajinan rotan 7.430,75 40.584,81
9 Keramik 57.598,71 0,00
10 Mebel 4.395.402,21 1.906.022,05
11 Patung batu 10.011,00 0,00
12 Payung taman 990,00 0,00
13 Perabot RT dari batu 145.134,72 0,00
14 Peralatan kantor 37.580,48 0,00
15 Tekstil dan produk tekstil 13.764.912,69 12.077.349,08
16 Bantal 0 660,00
17 Gamelan 0 5.444,44
18 Kerajinan bambu 0 13.566,56
19 Kerajinan batu 0 6.588,64
20 Pengering 0 149.600,00
21 Tas belanja kertas 0 205.476,54
JUMLAH 27.368.621,02 21.462.854,80
Sumber: Disperindag Kota Surakarta, 2012.
a. Perkembangan nilai gabungan investasi Kota Surakarta tahun 2012 diperkirakan mengalami kenaikan, dengan realisasi investasi sampai dengan triwulan 3 (bulan September) sebesar Rp. 2.489.478.129.199,- dibandingkan dengan nilai investasi gabungan tahun 2011 tumbuh sebesar 23,42%. Struktur investasi masih di dominasi oleh usaha besar. Pertumbuhan nilai investasi per triwulan 3 tahun 2012 untuk usaha mikro, kecil dan menengah sedikit mengalami koreksi/penurunan, sedangkan pertumbuhan nilai usaha besar sampai dengan triwulan 3 tahun 2012, mengalami peningkatan sebesar 37,01% dibandingkan tahun 2011.
TABEL II.5
PERKEMBANGAN INVESTASI KOTA SURAKARTA 2012 TRIWULAN III NO URAIAN 2012 (Triwulan III)
1. Usaha Mikro 10.118.045.000
2. Usaha Kecil 108.184.834.638
3. Usaha Menengah 261.298.544.921
4. Usaha Besar 2.109.876.704.640
TOTAL 2.489.478.129.199
B. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Arah kebijakan ekonomi Kota Surakarta tahun 2013, diarahkan pada:
1.Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan mengembangkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dominan, yang bertumpu pada peran ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Pertumbuhan ekonomi dengan percepatan yang lebih tinggi, terjaganya stabilitas ekonomi makro. Dengan pembenahan yang sungguh-sungguh pada sektor riil, diharapkan akan dapat mendorong peningkatan investasi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan fokus utama untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Dalam hal ini diperlukan strategi kebijakan yang tepat dengan menempatkan prioritas pengembangan pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda tinggi dalam menciptakan kesempatan kerja.
2.Meningkatkan daya saing ekspor daerah, untuk mempengaruhi keberlangsungan usaha dan perekonomian daerah sehingga dapat mempertahankan ketersediaan lapangan kerja bahkan mungkin dapat menambah lapangan kerja.
3.Meningkatkan partisipasi swasta melalui kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta (public-private partnership), terutama terkait dengan efisiensi pembiayaan investasi dan penyediaan infrastruktur yang bervariasi dan berkualitas.
4.Mengembangkan program-program bagi usaha produktif berskala mikro dengan menyediakan modal umpan (seed capital) melalui pendekatan pemberian pinjaman kelompok (a group lending approach) dalam rangka membangun modal sosial kolektif serta meningkatkan kepemilikan dan pembentukan modal lokal di Kota Surakarta.
BAB III
ASUMSI–ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
A. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN
Resesi di kawasan Eropa dan belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat masih menjadi ancaman bagi perekonomian global yang sedikit banyak berimbas pada koreksi angka pertumuhan ekonomi Indonesia, khususnya terhadap tekanan ekspor. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2012 diprediksi hanya sebesar 3,5% sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 3,9%. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi global, yang digerakkan oleh aktivitas perdagangan antar negara hanya akan tumbuh sebesar 3,9%. Indikasi perlambatan aktivitas volume perdagangan dunia terjadi sejak tahun 2011, hal ini ditunjukkan oleh indikator perdagangan dunia yang hanya tumbuh sebesar 5,9%. Sinyal positif terhadap angka pertumbuhan ekonomi global sedikit banyak ditandai dengan pertumbuhan positif ekonomi Amerika Serikat sebesar 1,9% (yoy) sampai dengan triwulan I dan menurunnya angka pengangguran sebesar 8,2% pada bulan Mei 2012. Dengan asumsi perkembangan positif terjaga, akhir tahun 2012 perekonomian Amerika Serikat diperkirakan mampu tumbuh sebesar 2,0% (yoy). Berbeda halnya dengan perekonomian Amerika Serikat, kondisi di kawasan Eropa mengalami resesi dengan tingkat pertumbuhan yang mencapai minus 0,1% (yoy) pada triwulan I 2012 atau jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan IV 2011 sebesar 0,7% (yoy). Perubahan konstelasi politik di beberapa negara Eropa telah mengancam disiplin fiskal serta pemulihan ekonomi Eropa. Pada akhir tahun 2012, perekonomian Eropa diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,3%.
TABEL III.1
PREDIKSI INDIKATOR MAKRO EKONOMI NASIONAL TAHUN 2012 DAN TAHUN 2013
No Indikator Tahun
2012*)
Tahun 2013**)
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,5 6,8
a. Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran (%)
Konsumsi Masyarakat 4,8-5,0 4,9
Konsumsi Pemerintah 6,8-7,0 6,7
Investasi 10,5-10,8 11,9
Ekspor 7,0-7,2 11,7
Impor 8,5-8,7 13,5
b. Pertumbuhan PDB Sisi Produksi (%)
Pertanian, Peternakan, 3,5-3,7 3,7
Pertambangan dan Penggalian 2,9-3,1 2,8
Industri Pengolahan 5,7-5,9 6,5
Listrik, Gas dan Air Bersih 6,2-6,4 6,6
Konstruksi 7,6-7,8 7,5
Perdagangan Hotel dan Restoran 7,1-7,3 8,9
Pengangkutan dan Komunikasi 11,6-11,8 12,1
Keuangan, Real Estate & Jasa Persh.
6,6-6,8 6,1
No Indikator Tahun 2012*)
Tahun 2013**)
2. Stabilitas Ekonomi
Laju Inflasi 3,5-5,5 4,9
Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) 9.000 9.300
Suku Bunga SBI 3 bln (%) 5,0 5,0
3. Neraca Pembayaran
Pertumbuhan Ekspor (% ) 7,0-7,2 11,7
Pertumbuhan Impor (%) 8,5-8,7 13,5
Keterangan:
*): angka target tahun berjalan
**): angka prediksi tahun rencana
Sumber: www.fiskal.depkeu.go.id, 2012.
Dalam rangka penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2013, sebagaimana kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI, telah disepakati asumsi, sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi 6,8% 2. Inflasi disepakati 4,9%
3. Nilai Tukar rupiah Rp9.300 per dolar AS 4. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5%.
5. Harga ICP minyak 100 dolar AS per barel, lifting minyak 900 ribu barel per hari, lifting gas bumi 1.360 ribu barel setara minyak per hari dan lifting minyak dan gas bumi 2.260 ribu barel per hari.
6. Besaran defisit dalam 2013 adalah 1,65% terhadap PDB
B. Laju Inflasi
Inflasi merupakan salah satu barometer stabilitas perekonomian, baik pada skala nasional ataupun daerah. Gejala inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga secara umum, memberi korelasi terhadap daya beli masyarakat. Inflasi yang tinggi berakibat terhadap menurunnya daya beli masyarakat.
1. Nasional
Perkembangan laju inflasi Indonesia selama beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas energi dan bahan pangan di pasar internasional. Volatilitas harga komoditas tersebut di pasar internasional muncul karena adanya gangguan produksi di negara-negara produsen sebagai dampak anomali iklim, bencana alam, dan konflik geopolitik. Adanya gangguan produksi tersebut mendorong peningkatan tekanan output gap di pasar internasional yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gejolak harga komoditas sejenis di pasar dalam negeri.
Meningkatnya harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar internasional pada tahun 2010 kembali mendorong peningkatan laju inflasi hingga mencapai level 6,96% (yoy). Tekanan inflasi dari sumber eksternal tersebut memperberat laju inflasi domestik mengingat pada saat yang bersamaan, pasar dalam negeri juga mengalami gangguan pasokan bahan pangan dan energi sebagai dampak dan serangkaian bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah sentra produksi. Tekanan tersebut menimbulkan dorongan peningkatan harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar dalam negeri sehingga meningkatkan inflasi tahun 2010.
nilai tukar rupiah yang stabil. Laju inflasi tahun 2011 berada pada level 3,79% (yoy) yang didorong oleh penurunan laju inflasi pada komoditas bahan pangan. Hal itu mendorong terjadinya deflasi terbesar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, yang terjadi pada Maret 2011, yaitu sebesar 0,32% (mtm). Laju inflasi tahun 2012, jika mengacu dari ketetapan dalam APBN P 2012, sebesar 6,8%, namun jika mencermati perkembangan, angka inflasi diprediksi sebesar 4,8%. Laju inflasi tahun 2013 diharapkan dapat dikendalikan pada tingkat 4,9%. Hal tersebut diharapkan dapat dicapai melalui kelancaran pasokan dan distribusi barang dan jasa, membaiknya koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang didukung oleh meningkatnya kesadaran pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi.
2. Provinsi Jawa Tengah
Jika angka inflasi Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 2,68%, angka inflasi untuk tahun 2012, diprediksi mengalami kenaikan dikisaran angka 5-6%. Tahun 2013, dengan memperhatikan berbagai kondisi yang berpengaruh, diperkirakan berada dibawah 2 digit, berkisar pada kisaran ± 5%, dengan perkiraan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sebesar 3,5. Tekanan inflasi diperkirakan banyak dipengaruhi oleh gejolak harga pada volatile food dan perkembangan harga komoditas internasional, terutama bahan baku produksi, emas dan minyak mentah yang diperkirakan kembali meningkat seiring dengan memanasnya situasi geopolitik global di Timur Tengah, dan kemungkinan masih berlanjutnya krisis di Eropa. Sementara itu kemungkinan inflasi pada kelompok barang
administered prices diperkirakan dapat terkendali apabila tidak ada
kenaikan harga barang yang bersifat strategis, kecuali ada kebijakan pemerintah yang sifatnya ekstrim, seperti kenaikan harga BBM dan Tarif Listrik yang selanjutnya dapat memicu terjadinya inflasi.
3. Kota Surakarta
Inflasi Kota Surakarta secara umum bersifat Inflasi bergejolak (volatile goods), yaitu Inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak. Inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan. Dengan tingkat laju inflasi yang rendah di Kota Surakarta pada tahun 2011 sebesar 1,93% dibandingkan dengan tingkat Provinsi Jawa tengah dan pusat, diharapkan dapat menjadi stimulan bagi perkembangan ekonomi di Kota Surakarta, utamanya dikaitkan dengan sektor basis di sektor perdagangan dan jasa, yang mampu memicu bagi peningkatan PAD melalui instrumen fiskal (pajak dan retribusi daerah). Inflasi Kota Surakarta tahun 2012 diprediksi sebesar 5-6% dan tahun 2013 diprediksi sebesar ± 5%. Karakter inflasi diprediksi masih dodominasi dari sumber makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau.
C. Pertumbuhan PDRB 1. Nasional
lebih tinggi jika dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya (2002- 2006) yang tumbuh sebesar 5,1% (yoy).
Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 berasal dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 8,8% (yoy), konsumsi rumah tangga tumbuh 4,7% (yoy), dan konsumsi pemerintah tumbuh 3,2% (yoy). Sementara itu, ekspor-impor mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu hanya tumbuh 13,6% dan 13,3% (yoy).
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi 2011 didorong oleh sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi yaitu mencapai 6,2% (yoy), serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy).
Meskipun angka pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2013 diproyeksikan meningkat sebesar 6,8%, trend koreksi terhadap angka pertumbuhan ekonomi nasional juga menunjukkan kecenderungan penurunan. Hal ini ditandai dengan belum pastinya angka pertumbuhan ekonomi global, meskipun optimisme terhadap kuatnya pasar domestik masih menjadi penopang pertumbuhan PDB. Kontribusi ekspor tahun 2013 diprediksi juga akan terkoreksi seiring dengan kontraksi terhadap mitra dagang utama yang memiliki integrasi ekonomi tinggi dengan 2 kawasan tersebut. Tren positif penguatan nilai tukar rupiah selama tahun 2010 tersebut terus berlangsung hingga tahun 2011. Masih berlangsungnya proses pemulihan ekonomi di Amerika Serikat serta belum adanya kepastian mengenai proses pemulihan ekonomi di Eropa, mendorong investor mengalihkan investasinya ke negara-negara emerging
markets, termasuk Indonesia. Imbal hasil rupiah yang kompetitif serta
meningkatnya credit rating Indonesia pada level investment grade menjadi daya tarik investasi sehingga mendorong peningkatan arus modal masuk ke pasar domestik. Trend penguatan rupiah ini diperkirakan berlanjut di tahun 2012 dan 2013, sentimen negatif terhadap depresiasi rupiah cenderung akan dipengaruhi oleh faktor eksternal, dibandingkan dengan kondisi internal.
TABEL III.2
DISTRIBUSI PDB DAN KONTRIBUSI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 2010-2011
Pengeluaran Distribusi (%) Kontribusi (%) 2010 2011 2010 2011
Konsumsi Masyarakat 56,6 54,6 2,7 2,7
Konsumsi Pemerintah 9,0 9,0 0,0 0,3
PMTB 32,1 32,0 2,0 2,1
Ekspor 24,6 26,3 6,5 6,3
Impor 22,9 24,9 5,6 4,8
Sektor
Pertanian 15,3 14,7 0,4
Pertambangan 11,2 11,9 0,3 0,1
Industri 24,8 24,3 1,2 1,6
Listrik, gas, dan air bersih 0,8 0,7 0,0 0,0
Konstruksi 10,3 10,2 0,4 0,4
Perdagangan, hotel dan restoran
13,7 13,8 1,5 1,6
Pengangkutan dan komunikasi
6,6 6,6 1,2 1,0
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan
Pengeluaran Distribusi (%) Kontribusi (%) 2010 2011 2010 2011
Jasa 10,2 10,5 0,6 0,6
Sumber: Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2013, 2012
2. Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan proporsi komponen jenis penggunaan, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Jawa Tengah dan porsinya mengalami peningkatan dari 64,2% pada Tahun 2010 menjadi 64,3% pada Tahun 2011 dan akan terus berlanjut untuk tahun 2012 dengan kontribusi sebesar 64,35%. Besarnya kontribusi konsumsi rumah tangga menunjukkan besarnya potensi pasar domestik. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011 yang cukup tinggi dipengaruhi oleh meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 7,7%; PMTB sebesar 7,6%; ekspor barang dan jasa sebesar 7,2%, serta konsumsi rumah tangga sebesar 6,6%. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut diikuti dengan pertumbuhan impor di Jawa Tengah cukup tinggi pada tahun 2011, yaitu mencapai 10,7%.tren ini diprediksi juga akan berlanjut di tahun 2012.
TABEL III.3
DISTRIBUSI DAN LAJU PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH MENURUT JENIS PENGGUNAAN TAHUN 2010-2012
NO Jenis Penggunaan Distribusi (%) Pertumbuhan (%) 2010 2011 2012*) 2010 2011 2012*)
1. Konsumsi Rumah
Tangga
64,2 64,3 64,35 6,2 6,6 6,9
2. Konsumsi Lembaga Non
Profit
1,4 1,4 1,35 -0,1 2,9 3,2
3. Konsumsi Pemerintah 11,4 11,3 11,2 3,1 7,7 7,9
4. PMTB 18,6 21,6 21,2 8,0 7,6 8,1
5. Perubahan Stok - - -
6. Ekspor 4,4 1,5 1,9 11,2 7,2 7,7
7. Impor - - - 4,0 10,7 10,2
PDRB 100 100 100 5,8 6,0 6,2
Keterangan:
*): angka target tahun berjalan
Sumber: RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Pertumbuhan PDB Provinsi Jawa tengah Tahun 2013 diprediksi akan didominasi oleh Kontribusi 3 sektor utama atas industri pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran dan sektor pertanian. Pertumuhan sektor yang dominan justru dari sektor Pengangkutan dan komunikasi, Perdagangan, Hotel dan Restoran dan sektor jasa. Sektor pertanian sebagai sektor ekonomi utama diperkirakan masih berperan, sementara sektor industri dan Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) juga memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Sementara dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tetap menjadi penopang stabilitas pertumbuhan investasi.
hasil pertanian, sedangkan secara nilai ekspor diprediksikan dapat meningkat apabila tidak terjadi kondisi yang bersifat ekstrim. Alternatif membuka pasar ekspor yang barudi luar pasar Amerika Serikat & Zona Eropa perlu ditempuh untuk memberikan nilai tambah dan daya saing. Ekspor pada sektor industri dan pertanian selanjutnya lebih difokuskan pada produk olahan, bukan bahan baku atau bahan mentah. Sedangkan nilai impor diperkirakan meningkat, hal tersebut dipengaruhi tingginya permintaan untuk konsumsi maupun bahan baku industri serta tidak adanya pembatasan impor. Meningkatnya impor berbagai produk pangan seperti beras, garam, kentang, buah-buahan, jagung, kedelai, daging sapi dan susu perlu diwaspadai, terlebih lagi munculnya produk pakaian dan tekstil dari China.
TABEL III.4
ANGKA SEMENTARA DAN PREDIKSI
INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2013
No Indikator 2012*) 2013**)
1. PDRB
a. Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)/triliun
rupiah
533.515 568.416
b. Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) )/triliun
rupiah
205.819 213.412
2. PDRB/kapita
a. Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)/juta rupiah 16.476 17.554
b. Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)/juta rupiah 6.356 6.591
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,8-6,3 5,8-6,2
4. Inflasi (%) 5-6 ±5
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5,8 5,6
6. Prosentase Penduduk Miskin (%) 13,44 11,8
7. Nilai Tukar Petani (NTP) 107,84 108,67
Keterangan:
*): angka target tahun berjalan **): angka prediksi tahun rencana
Sumber: RKPD Provinsi Jateng Tahun 2013, 2012.
TABEL III.5
PREDIKSI KONTRIBUSI SEKTOR PROVINSI JATENG BERDASARKAN HARGA BERLAKU (HB) TAHUN 2013
No Sektor
2013**)
Pertumbuhan (%)
Kontribusi (%)
1. Pertanian 3,34 18,94
2. Pertambangan dan Penggalian 3,94 0,95
3. Industri Pengolahan 7,26 33,39
4. Listrik, Gas dan Air Minum 3,10 1,01
5. Bangunan 5,84 6,02
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,96 19,60
7. Pengangkutan dan komunikasi 8,06 5,90
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,60 3,54
9. Jasa-jasa 7,90 10,66
Total PDRB 6,00 100
Keterangan:
**): angka prediksi tahun rencana
3. Kota Surakarta
Jika pada tahun 2004-2006, sektor industri pengolahan mendominasi sektor basis Kota Surakarta dengan kontribusi rata-rata sebesar 26,54%, selanjutnya sejak tahun 2007-2011 kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran mendominasi struktur perekonomian Kota Surakarta dengan kontribusi rata-rata sebesar 25,05%. Sedangkan untuk tahun 2012 dan 2013 kontribusi sektor industri pengolahan diprediksi mulai menunjukkan recovery, dengan memberi kontribusi terbesar kedua, setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran, masing masing sebesar 23,52% dan 22,80% untuk sektor industri pengolahan tahun 2012 dan tahun 2013, sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2012 dan 2013 diprediksi memberi kontribusi sebesar 27,14% dan 27,34%.
Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta Tahun 2013 diproyeksi sebesar 6,11%, kontribusi terbesar masih dominasi oleh sektor perdagangan, hotel & restoran, industri pengolahan dan jasa. Sektor keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan, dan sektor bangunan serta sektor jasa menunjukkan pertumbuhan dominan dibandingkan dengan sektor lain. Kontribusi dan pertumbuhan sektor sekunder dan tersier tersebut menjadi penggerak pertumbuhan PDB Kota Surakarta. Pertumbuhan kedua sektor tersebut meningkat seiring dengan berhasilnya pencitraan brand image Kota Surakarta sebagai Kota MICE (Meeting Incentives Conferencing and Exibition) baik pada skala regional, nasional dan internasional yang memberi akselerasi pada pertumbuhan dan kontribusi sektor basis.
Peningkatan investasi, masih didominasi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dengan pertumbuhan investasi diprediksi masih didominasi oleh usaha skala besar dengan rata-rata kontribusi usaha skala besar sejak tahun 2009-triwulan III tahun 2012 sebesar 84,75%. Trend ini masih diperkuat dengan pertumbuhan usaha skala besar bulan September 2012 dibandingkan dengan nilai investasi gabungan tahun 2011 dari usaha skala besar sebesar 37,01%. Indikator nilai ekspor dan nilai investasi di atas menjelaskan, belum stabilnya pertumbuhan ekonomi global yang berimbas ke nilai ekspor Kota Surakarta dan kuatnya pasar domestik, utamanya pertumbuhan dan kontribusi sektor sekunder dan tersier, karena keberhasilan city branding Kota Surakarta sebagai Kota MICE (Meeting. Incentive, Conference and exibition).
TABEL III.6
ANGKA PREDIKSI INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN KOTA SURAKARTA TAHUN 2012-2013
No Indikator 2012*) 2012**)
1. PDRB
a. Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) (Rupiah)
11.787.353.740.000,00 13.092.086.806.956,90
b. Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) (Rupiah)
5.740.237.910.000,00 6.091.184.360.000,00
2. PDRB/kapita
a. Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) (Rupiah)
22.888.065,51 25.177.090,01
b. Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) (Rupiah)
No Indikator 2012*) 2012**)
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi
(%)
6,07 6,11
3. Inflasi (%) 4,50 5,00
Keterangan:
*): angka target tahun berjalan **): angka prediksi tahun rencana Sumber: BPS Kota Surakarta, 2012.
TABEL III.7
PREDIKSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ADHB DAN ADHK (dlm juta rupiah) KOTA SURAKARTA
TAHUN 2012* - 2013**)
No Sektor 2012*
) 2013**)
ADHB ADHK ADHB ADHK
1. Pertanian 6.083,27 2.912,43 6.405,30 2.916,19
2. Pertambangan dan
Penggalian
2.939,81 1.789,64 2.938,94 1.784,96
3. Industri Pengolahan 2.364.129,69 1.349.967,23 2.542.391,37 1.388.993,45
4. Listrik, Gas dan Air
Minum
297.497,14 137.973,24 323.710,02 147.983,78
5. Bangunan 1.716.251,84 765.569,54 1.901.415,83 821.759,49
6. Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
3.029.381,94 1.557.912,38 3.354.581,51 1.665.443,12
7. Pengangkutan dan
komunikasi
1.385.827,95 587.315,23 1.581.485,22 625.253,47
8. Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
1.392.877,43 599.892,36 1.583.743,02 647.487,35
9. Jasa-jasa 1.592.364,67 736.905,86 1.795.415,59 789.562,55
Total PDRB 11.787.353,74 5.740.237,91 13.092.086,81 6.091.184,36
Keterangan:
TABEL III.8
PREDIKSI PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONTRIBUSI SEKTOR KOTA SURAKARTA TAHUN 2012*) DAN 2013**)
No Sektor
2012*) 2013**)
ADHB ADHK ADHB ADHK
Pertumbuhan (%)
Kontribusi (%)
Pertumbuhan (%)
Kontribusi (%)
Pertumbuhan (%)
Kontribusi (%)
Pertumbuhan (%)
Kontribusi (%)
1. Pertanian 4,78 0,05 0,05 0,05 5,29 0,05 0,13 0,05
2. Pertambangan dan
Penggalian -0,02 0,02 -1,07 0,03 -0,03 0,02 -0,26 0,03
3. Industri Pengolahan 7,06 20,06 2,82 23,52 7,54 19,42 2,89 22,80
4. Listrik, Gas dan Air
Minum 3,45 2,52 7,25 2,40 8,81 2,47 7,26 2,43
5. Bangunan 9,69 14,56 6,75 13,34 10,79 14,52 7,34 13,49
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 9,23 25,70 6,21 27,14 10,73 25,62 6,90 27,34
7. Pengangkutan dan
komunikasi 13,12 11,76 6,83 10,23 14,12 12,08 6,46 10,26
8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 10,78 11,82 5,64 10,45 13,70 12,10 7,93 10,63
9. Jasa-jasa 8,78 13,51 10,99 12,84 12,75 13,71 7,15 12,96
Total PDRB 9,26 100 6,07 100 11,07 100 6,11 100
Keterangan:
D. Lain-Lain Asumsi
1. Program/kegiatan dalam APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013 berpedoman pada Peraturan Walikota Surakarta Nomor 16 tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta tahun 2013;
2. Kebijakan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2013 mengacu pada pedoman pelaksanaan DAK dari Pemerintah Pusat; 3. Kebijakan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBHCHT) Tahun 2013 mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pengelola DBHCHT di Provinsi Jawa Tengah
4. Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137/PMK.07/2012 tentang Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2013, indikatif batas maksimal defisit APBD Tahun Anggaran 2013 ditetapkan sebesar 6% dari perkiraan pendapatan daerah tahun anggaran 2013.
5. Dalam rangka peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat, pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada SKPD atau unit kerja yang tugas dan fungsinya bersifat operasional, Pemerintah Daerah memfasilitasi dan mengakomodasi rencana bisnis dan anggaran dalam penyusunan APBD, berpedoman pada:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
6. Program dan Kegiatan yang dibiayai dari dana transfer dan sudah jelas peruntukannya seperti Dana Darurat, Dana Bencana Alam, DAK dan bantuan keuangan yang bersifat khusus serta pelaksanaan kegiatan dalam keadaan darurat dan/atau mendesak lainnya, yang belum cukup tersedia dan/atau belum dianggarkan dalam APBD, dapat dilaksanakan mendahului Penetapan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, dengan persetujuan Pimpinan DPRD. 7. Mendorong kegiatan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH
Sesuai dengan U ndang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang–U ndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang ditegaskan dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pokok–Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD Tahun Anggaran 2013 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah, berpedoman kepada Peraturan Walikota Surakarta Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta Tahun 2013.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang ditegaskan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2013, Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari :
1. Pendap at an Daer ah, terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi: Pajak Daerah; Retribusi Daerah;
Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan, meliputi: Dana bagi hasil; Dana Alokasi Umum;
Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-lain Pendapatan yang sah.
2. Belanja Daerah, terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung, meliputi: Belanja Pegawai (termasuk
Tambahan penghasilan); Belanja Bunga; Belanja Subsidi; Belanja Hibah; Belanja Bantuan Sosial; Belanja Bagi Hasil; Bantuan Keuangan; Belanja Tak Terduga.
b. Belanja Langsung, meliputi: Belanja Pegawai; Belanja Barang dan jasa; Belanja Modal.
3. Pembiayaan, terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan bersumber dari: Sisa lebih Perhitungan
Anggaran Daerah (SILPA); Pencairan Dana Cadangan; Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; Penerimaan piutang Daerah.
b. Pengeluaran Pembiayaan, mencakup: Pembentukan Dana Cadangan;
APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2013 disusun dengan pendekatan kinerja yang berpedoman pada prinsip efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Untuk itu dalam merencanakan program dan kegiatan perlu adanya sinkronisasi dan keterpaduan antar kegiatan, antar program maupun antar SKPD guna menghindari adanya duplikasi anggaran dan tumpang tindih kewenangan (pengganggaran terpadu/unified budgeting). Oleh karena itu, kebijakan APBD Kota Surakarta diarahkan sebagai berikut:
A. Pendapatan Daerah
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Semua pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, yaitu jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah dalam rangka bagi hasil.
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dengan berpedoman pada: 1) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
2) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah; 3) Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah; 4) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
c. Guna meningkatkan intensifikasi pendapatan daerah perlu diefektifkan penerapan peraturan daerah yang sudah ada serta peningkatan mutu pelayanan kepada para pengguna jasa layanan pemerintah. Termasuk dalam hal ini pelayananan jasa dan perizinan kepada masyarakat yang tidak diperkenankan lagi atas pemungutan beberapa retribusi pelayanan umum dan perizinan tertentu.
d. Seluruh pendapatan BLUD dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai Rencana Bisnis Anggaran, kecuali hibah terikat diperlakukan sesuai peruntukkannya.
e. Pendapatan BLUD Solo Technopark diasumsikan sesuai Rencana Bisnis Anggaran.
2. Dana Perimbangan
a. Rencana Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Insentif Daerah (DID) Tahun Anggaran 2013 mengacu pada Surat Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor S – 831/PK/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Pemberitahuan Alokasi DAU dan DAK Tahun Anggaran 2013, sampai dengan Keluarnya penetapan alokasi definitif dari Menteri Keuangan dan Menteri yang lain terkait atas hal tersebut ditetapkan.
b. Rencana alokasi Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak diasumsikan sama dengan alokasi Tahun Anggaran 2012.
dengan keluarnya penetapan alokasi definitif dari Gubernur Jawa Tengah.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
a. Penerimaan pendapatan Tunjangan Sertifikasi Guru dan Tunjangan Profesi Guru dialokasikan pada jenis Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus.
b. Alokasi Dana Penyesuaian diasumsikan sebagai penerimaan daerah berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatan yang didanai dari pemerintah pusat dan penetapan alokasi definitifnya disesuaikan dengan penetapan dari Kementerian Keuangan atau Kementerian Teknis lainnya sesuai peruntukannya.
c. Alokasi Bantuan keuangan dari pemerintah provinsi Jawa Tengah mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah tentang APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2013.
B. Belanja Daerah
1. Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung direncanakan seefisien mungkin guna mencukupi kebutuhan riil penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan umum kepada masyarakat:
a. Belanja Pegawai
1) Gaji dan tunjangan pegawai dihitung dengan memperhatikan kenaikan gaji pokok 7% mengacu pada Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2013 dan maksimum accres 2,5%, untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga, dan penambahan jumlah pegawai akibat adanya mutasi.
2) Tambahan penghasilan PNS berpedoman pada peraturan tentang tambahan penghasilan bagi PNS dan CPNS di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta serta dihitung berdasarkan jumlah PNS dan CPNS yang ada ditambah maksimum accres 2,5%, untuk mengantisipasi adanya kenaikan pangkat dan penambahan jumlah pegawai/mutasi.
3) Pemberian tambahan penghasilan bagi guru PNSD/CPNSD (belum bersertifikasi) dan tunjangan profesi bagi guru PNSD yang telah bersertifikasi disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Penganggaran belanja gaji dan tunjangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berpedoman pada PP Nomor 109 Tahun 2000.
5) Penganggaran belanja Pimpinan dan Anggota DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 beserta perubahan-perubahannya sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2007 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007.
b. Belanja Bunga
Belanja bunga diutamakan untuk pembayaran bunga utang yang jatuh tempo pada tahun 2013, termasuk tunggakan tahun-tahun sebelumnya beserta biaya administrasi dan denda-dendanya.
c. Belanja subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan
1) Belanja subsidi diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk/jasa yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak serta terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 2) Belanja hibah dan Bantuan Sosial disesuaikan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.
3) Hibah diberikan dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
4) Bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang/barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
5) Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik.
d. Belanja tidak terduga
Belanja tidak terduga dianggarkan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Adapun kriteria tidak biasa sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Tanggap darurat dalam rangka pencegahan ganguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah; 2) Bencana Alam;
3) Bencana Sosial.
2. Belanja Langsung
b. Dalam merancang anggaran kegiatan memperhatikan rencana pola pelaksanaannya, yaitu dengan swakelola atau kontraktual (pengadaan barang/jasa, kontruksi, dan konsultansi), dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam hal proses pengadaan barang/jasa memperhitungkan biaya untuk proses pengadaan dan biaya-biaya pendukung lainnya, seperti honor, biaya penggandaan, dan lain sebagainya secara efisien.
2) Proses lelang dilaksanakan pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP) dibawah kendali Bagian Organisasi Setda Kota Surakarta.
3) Dalam perencanaan kegiatan pembangunan fisik juga memperhitungkan:
a) Biaya untuk perencanaan (konsultan perencana atau tim perencana (in house))
b) Biaya untuk pengawasan (konsultan pengawas dan/atau direksi lapangan serta Pengelola Teknis Kegiatan (PTK)).
c) Biaya untuk proses penghapusan aset (honor tim penghapusan, biaya lelang penghapusan).
d) Biaya untuk proses pemindahan sementara dan biaya pengosongan lahan.
4) Paket-paket pengadaan serta biaya-biaya yang berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa memperhatikan nilai paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
5) Pengguna anggaran wajib menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) sebagai bagian dari usulan anggaran.
c. Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) diarahkan untuk melaksanakan peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan/atau pemberantasan barang kena cukai palsu (cukai ilegal) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Pelaksanaan fungsi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah didukung kegiatan terkait penyiapan pengalihan data, ketrampilan dan sistem pengelolaan serta penyediaan perangkat lunak dan perangkat keras pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi sesuai regulasi/peraturan daerah.
e. Belanja pegawai
1) Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan mempertimbangkan asas efisiensi, kepatutan dan kewajaran serta pemerataan penerimaan penghasilan yang besarnya berpedoman pada standarisasi satuan harga.
31/1954) dan Pekerja Harian Lepas/Tidak Organik (Bukan Peraturan Pemerintah 31/1954) di Jajaran Pemerintah Kota Surakarta.
f. Belanja Barang dan Jasa
1) Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan tidak menambah nilai aset/modal.
2) Pengadaan barang yang dialokasikan pada belanja barang dan jasa adalah pengadaan barang yang mempunyai nilai persatuan barang/per unit kurang dari Rp. 1.000.000,00 serta pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang mempunyai nilai kurang dari Rp. 10.000.000,00. Dikecualikan untuk pengeluaran belanja tanah, jalan/irigasi/jaringan dan aset tetap lainnya berupa koleksi buku perpustakaan dan barang bercorak kesenian tetap dialokasikan pada belanja modal.
3) Pelayanan jasa yang dilaksanakan secara outsourcing dikriteriakan sebagai jasa dari pihak ketiga. Anggarannya tidak dialokasikan pada belanja pegawai tetapi pada belanja barang dan jasa, diantaranya:
a) Jasa kebersihan/cleaning service/petugas sampah; b) Jasa keamanan/Linmas;
c) Jasa pengemudi; d) Jasa pertukangan;
e) Jasa dengan keahlian khusus (tenaga listrik, paramedis, dan tenaga Teknologi Informasi/Komputer);
f) Jasa tenaga boga; g) Jasa tenaga laundry.
4) Penganggaran belanja modal yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dialokasikan pada belanja barang dan jasa. 5) Biaya pendukung proses pengadaan barang/jasa dalam rangka
memperoleh barang habis pakai/jasa/pemeliharaan tidak dikapitalisasi pada nilai belanja tersebut.
6) Biaya pemeliharaan wajib dianggarkan untuk mempertahankan standar pelayanan dan usia pakai sarana dan prasarana yang dioperasikan atau telah dibangun.
7) Anggaran belanja pemeliharaan yang dilaksanakan secara swakelola dirinci sesuai kebutuhan belanja, yaitu untuk upah pada kode rekening jasa pertukangan dan untuk material pada kode rekening bahan/material. Sedangkan pemeliharaan yang akan dilaksanakan secara kontraktual dialokasikan pada kode rekening belanja pemeliharaan.
8) Biaya pemeliharaan yang dialokasikan pada belanja pemeliharaan dapat bersifat standby, dimana dalam penggunaannya harus diawali survey untuk menentukan besaran RAB guna penentuan nilai paket pengadaannya.
kendaraan dinas termasuk beban pajak untuk pengadaan kendaraan dinas baru.
10) Belanja Perjalanan Dinas agar memperhatikan Surat Edaran Walikota Nomor 090/2.176 tanggal 13 September 2005 perihal Perjalanan Dinas ke Luar Kota, dimana biaya perjalanan dinas direncanakan seefisien mungkin dengan melakukan pengendalian perjalanan dinas. Sedangkan perjalanan dinas dalam rangka studi banding/kunjungan kerja agar dibatasi baik jumlah orang, jumlah hari maupun frekuensinya dan dilakukan secara selektif mengacu pada standarisasi yang berlaku.
11) Pelaksanaan biaya perjalanan dinas mulai menerapkan prinsip kebutuhan nyata (at cost).
12) Dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas untuk kegiatan yang mengikutsertakan personil non PNS (seperti staf khusus, murid teladan, kelompok masyarakat, pengrajin UMKM) dapat menugaskan personil yang bersangkutan dengan menggunakan belanja perjalanan dinas. Tata cara penganggaran dan pelaksanaannya mengacu pada ketentuan yang berlaku.
13) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/ masyarakat hanya diperkenankan untuk penganggaran:
a) Hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi;
b) Biaya ganti rugi/pemindahan.
14) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
g. Belanja Modal
1) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan menambah nilai aset/modal.
2) Anggaran belanja modal adalah sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan (dikapitalisasi).
3) Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap adalah pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi, renovasi dan restorasi yang meliputi: a) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan alat
olahraga yang sama dengan atau lebih dari Rp. 1.000.000,- b) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang sama dengan
atau lebih dari Rp. 10.000.000,-
c) Nilai satuan minimum aset tetap dikecualikan terhadap pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.
4) Biaya yang dikapitalisasi dalam nilai belanja modal tersebut, antara lain:
b) Biaya ATK, dokumentasi, pengumuman lelang, penggandaan, makan minum rapat.
c) Biaya perjalanan dinas dalam rangka proses pengadaan. d) Biaya konsultan perencana dan konsultan pe